Anda di halaman 1dari 35

Judul

Hubungan Pola Makan Terhadap Gaya Hidup Nongkrong di Caffe Dengan


Kejadian Prediabetes Pada Siswa SMAN 4 Palangka Raya.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19


tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014,
remaja adalah penduduk dalam usia 10-18 tahun dan menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun
di Indonesia menurut Sensus Penduduk 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar
18% dari jumlah penduduk. Di dunia diperkirakan kelompok remaja
berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia(Kemenkes RI,
2015).
Seiring dengan kemajuan teknologi di dunia kesehatan, telah terjadi
pola pergeseran penyakit di dunia. Salah satunya adalah penyakit yang
diakibatkan pola hidup yaitu Diabetes mellitus (DM), DM tipe II selalu
didahului oleh kejadian Prediabetes(Mihardjantia, L., Delima, Alwi, Q.,
Ghani, L., Nainggolan, O., 2014).
Berdasarkan penelusuran kepustakaan belum ada data pasti tentang
jumlah Pradiabetes. Istilah prediabetes diperkenalkan pertama kali pada
tahun 2002 oleh Departement of Health and Human Service (DHHS) dan
the American Diabetes Association (ADA). Sebelumnya istilah
menggambarkan keadaan prediabetes adalah TGT dan GPT. Setiap
tahunnya 4-9% orang dengan prediabetes menjadi Diabetes. Adapun hal
yang mendasari seseorang dikatakan prediabetes atau tergolong prediabetes
yaitu apabila kadar gula darah puasa <126 mg/dl dan gula darah 2 jam
setelah makan 140-<200 mg/d(Mihardjantia, L., Delima, Alwi, Q., Ghani,
L., Nainggolan, O., 2014).
Gaya hidup yang mengalir melalui secangkir kopi menjadikan kafe
sebagai pilihan gaya hidup yang bisa didapatkan, diisi ulang, atau bahkan
ditingkatkan (Tucker, 2011: 6-7). Berbagai pilihan yang ditawarkan ‘tempat
ngopi’ menjadikan orang memiliki beragam pilihan gaya hidup baru yang
lebih cair, dan disadari atau tidak menjadi bagian dari kehidupan mereka
sehingga kecenderungan untuk terikat pada kegiatan ini pun cukup tinggi
(Heryanto, 2008). Keberadaan orang memilih kafe sebagai tempat ketiga
dengan berbagai alasan tentu menjadi fenomena yang menarik dan
berdampak bagi kehidupan sosial kita, terutama soal perubahan gaya hidup,
pola konsumsi, dan bentuk interaksi yang terjadi. Seakan menjadi hal yang
lumrah ketika orang-orang memindahkan kegiatan sehari-hari mereka ke
kafe seperti mengetik, membaca, mengobrol bersama teman, ataupun
sekedar mencari hiburan.
Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak
pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan
berusia lanjut. Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi
mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia
remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa dan lansia. Sementara
obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif
(Arisman, 2010).
Data WHO menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit tidak
menular pada tahun 2004 yang mencapai 48,30% sedikit lebih besar dari
angka kejadian penyakit menular, yaitu sebesar 47,50%. Bahkan penyakit
tidak menular menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia
(63,50%)(Garnita et al., 2012).
Sebagai bagian dari agenda untuk Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan 2030, negara anggota telah menetapkan target untuk
mengurangi angka kematian akibat penyakit tidak menular (termasuk
diabetes), menjadi sepertiganya, agar dapat mencapai Universal Health
Coverage (UHC) dan menyediakan akses terhadap obat-obatan esensial
yang terjangkau pada tahun 2030. Secara global, diperkirakan 422 juta
orang dewasa hidup dengan diabetes pada tahun 2014, dibandingkan dengan
108 juta pada tahun 1980. Prevalensi diabetes di dunia (dengan usia yang
distandarisasi) telah meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 1980,
meningkat dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa. Hal ini
mencerminkan peningkatan faktor risiko terkait seperti kelebihan berat
badan atau obesitas. Selama beberapa dekade terakhir, prevalensi diabetes
meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan menengah
daripada di negara berpenghasilan tinggi. Diabetes menyebabkan 1,5 juta
kematian pada tahun 2012. Gula darah yang lebih tinggi dari batas
maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian, dengan
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan lainnya. Empat puluh tiga
persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun.
Persentase kematian yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi sebelum
usia 70 tahun lebih tinggi di negaranegara berpenghasilan rendah dan
menengah daripada di negara-negara berpenghasilan tinggi. (WHO Global
Report, 2016).
Kejadian DM selalu didahului oleh kejadian pradiabetes, berdasarkan
laporan hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 oleh departemen
kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM berdasarkan diagnosis
dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, untuk usia
≥15 Tahun prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua dan Kalimantan
Barat sebesar 0,8%, dan terbesar di propinsi DI Yogyakarta sebesar 2,6%.
Sedangkan prevalensi diabetes melitus di Provinsi Jambi sebesar
1,1%(RISKESDAS, 2013).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995-2001 dan
Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa penyakit tidak menular seperti stroke,
hipertensi, diabetes melitus, tumor, dan penyakit jantung merupakan
penyebab kematian utama di Indonesia. Pada tahun 2007, sebesar 59,5%
penyebab kematian di Indonesia merupakan penyakit tidak menular. Selain
itu, persentase kematian akibat penyakit tidak menular juga meningkat dari
tahun ke tahun, yaitu 41,7% pada tahun 1995, 49,9% pada tahun 2001, dan
59,5% pada tahun 2007. Jika dibandingkan dengan tahun 2013, prevalensi
DM berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun hasil
Riskesdas 2018 meningkat menjadi 2%. Prevalensi DM berdasarkan
diagnosis dokter dan usia ≥ 15 tahun yang terendah terdapat di Provinsi
NTT, yaitu sebesar 0,9%, sedangkan prevalensi DM tertinggi di Provinsi
DKI Jakarta sebesar 3,4%. Prevalensi DM semua umur di Indonesia pada
Riskesdas 2018 sedikit lebih rendah dibandingkan prevalensi DM pada usia
≥15 tahun, yaitu sebesar 1,5%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi DM
tertinggi semua umur berdasarkan diagnosis dokter juga masih di DKI
Jakarta dan terendah di NTT (Kemenkes RI, 2019).
Seiring meningkatnya kesejahteraan rakyat dan bertambahnya jumlah
penduduk usia produktif sebagai buah dari bonus demografi, jumlah orang
dewasa gemuk dipastikan terus naik. Mereka terdiri dari orang yang baru
kelebihan berat badan dibandingkan berat badan standar sesuai tinggi tubuh
dan yang sudah masuk kategori obesitas. Lebih dari 40 juta orang dewasa di
Indonesia yang obesitas atau kegemukan. Hal itu setara jumlah penduduk
Jawa Barat, provinsi dengan jumlah penduduk terbesar, tetapi semuanya
berisiko menderita berbagai penyakit degeneratif, mulai dari diabetes,
serangan jantung, stroke, hingga kanker. Jumlah Penduduk ≥ 15 Tahun yang
berkunjung dan tercatat ke puskesmas pada tahun 2017 sebanyak 540.266
orang lebih banyak dibandingkan tahun 2016 sebanyak 279.811 orang. Data
tersebut berasal dari 8 (delapan) kabupaten kota yaitu Kabupaten
Kotawaringin Timur, Kotawaringan Barat, Katingan, Pulang Pisau, Gunung
Mas, Barito Selatan, Murung Raya dan Kota Palangka Raya, jadi masih
belum menggambarkan jumlah kunjungan ke puskesmas yang sebenarnya.
Dari jumlah kunjungan tersebut yang melakukan pemeriksaan obesitas
sebanyak 81.081 orang (15.01%), dengan jumlah penderita obesitas
sebanyak 4.366 orang orang (5,4%).(DINKES KALTENG, 2017).
Observasi awal yang dilakukan oleh penulis pada 17 Oktober 2019,
penulis melihat banyak mendapatkan beberapa siswa(i) SMA yang ketika
mereka memiliki waktu senggang mereka memanfaatkan untuk nongkrong
di caffe untuk bersama dengan teman-temannya. Penulis mendapatkan data
dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palangka Raya terdaftar 27
Caffe yang ada di Palangka Raya, penelitian ini cukup menarik dilakukan
mengingat menjamurnya kafe-kafe di Palangka Raya menjadi fenomena
yang menggejala, begitu juga motif atau tujuan anak-anak muda
mengunjungi kafe menjadi hal yang menarik. Beberapa pertanyaan yang
mendorong dilakukannya penelitian ini antara lain; apakah mereka (siswa)
mengunjungi kafe sekedar untuk berkumpul (bersosialisasi) dengan
sesamanya, seberapa sering mereka ke kafe dalam 1 minggu, menikmati
menu-menu yang disajikan oleh kafe, menikmati suasana dan fasilitas kafe,
atau yang lainnya. Penulis juga mendapatkan bahwa terdapat siswa(i)
SMAN 4 Palangka Raya yang mengalami berat badan lebih, memiliki orang
tua yang terkena diabetes yang beresiko tinggi mengalami Prediabetes.
Dengan kata lain, mengapa anak muda lebih memilih kafe daripada tempat
berkumpul lainnya yang lebih murah. Lebih jauh, penelitian ini difokuskan
pada fenomena konsumsi kafe oleh siswa-siswa di SMAN 4 Palangka Raya.
Berdasarkan permasalahan diatas peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang Hubungan Pola Makan Terhadap Gaya Hidup Nongkrong
di Caffe Dengan Kejadian Prediabetes Pada Siswa SMAN 4 Palangka Raya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas masih terdapat remaja yang
mengalami Resiko Diabetes Tipe II atau Prediabetes di SMA Negeri 4
Palangka Raya dan belum diketahui pola makan dan gaya hidup yang sering
nongkrong di caffe sehingga risiko mengalami obesitas di SMA Negeri 4
Palangka Raya. Itulah yang menjadi dasar peneliti untuk melihat Hubungan
Pola Makan Terhadap Gaya Hidup Nongkrong di Caffe Dengan Kejadian
Prediabetes Pada Siswa SMAN 4 Palangka Raya.

C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
meningkatkan pengetahuan siswa tentang bagaimana menjaga
kesehatan mereka dalam mencegah tanda-tanda Prediabetes.
2. Bagi Peneliti :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan ilmu-
ilmu yang didapat selama menempuh pendidikan dan menjadi
pertimbangan untuk menjadi acuan dasar penelitian bagi peneliti lain.
3. Bagi Institusi Sekolah :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan informasi
bagi sekolah mengenai status kesehatan pada siswa, sehingga pihak
sekolah dapat memberikan edukasi pada siswa di SMA Negeri 4
Palangka Raya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Remaja
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa bukan
hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-
perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam
pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan-perubahan fisik itu (Sarwono,
2016). Masa remaja merupakan jalan panjang yang menjembatani periode
kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan
berakhir di usia 18 tahun. Adolescent atau remaja merupakan masa transisi
dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi
baik perubahan hormonal, pisik, psikologis maupun sosial. Perubahan fisik
yang sangat menonjol adalah perkembangan tanda-tanda seks sekunder,
terjadinya pacu tumbuh, serta perubahan perilaku dan hubungan sosial
dengan lingkungannya. Perubahan-perubahan tersebut apat mengakibatkan
kelainan maupun penyakit tertentu bila tidak diperhatikan dengan seksama
(Arisman, 2010).
1. Perubahan Psikologis pada Remaja
Perubahan fisik yang cepat dan terjadi secara berkelanjutan pada
remaja menyebabkan para remaja sadar dan lebih sensitif terhadap
bentuk tubuhnya dan mencoba membandingkan dengan teman-teman
sebaya. Perubahan psikososial pada remajadibagi dalam tiga tahap
yaitu:
a. Periode pertama disebut remaja awal atau early adolescent,
terjadi pada usia 12-14 tahun. Pada masa ini anak-anak terpapar
pada perubahan komposisi tubuh disertai awal pertumbuhan
seks sekunder. Pada fase ini mereka hanya tertarik pada keadaan
sekarang, bukan masa depan .
b. Periode selanjutnya adalah middle adolescent terjadi antara usia
15-17 tahun. Pada periode ini mulai tertarik akan intelektualitas
dan karir. Sudah mulai mempunyai konsep role model dan mulai
konsisten terhadap cita-cita.
c. Periode akhir disebut late adolescent yang dimulai pada umur 18
tahun ditandai dengan tercapainya maturitas fisik secara
sempurna. Pada fase ini remaja lebih memperhatikan masa
depan.
2. Prinsip Gizi untuk Remaja
Pada masa remaja kudapan berkontribusi 30% atau lebih dari total
asupan kalori setiap hari. Remaja pemilihan kudapan yang sehat.
Remaja adalah masa transisi yang harus dipertanggungjawabkan,
anak-anak, dewasa, dewasa, masa pertumbuhan, mental, dan
emosional, yang sangat cepat. Menurut WHO batas usia remaja
adalah antara umur 10-19 tahun. Makanan merupakan salah satu
kebutuhan manusia yang utama bagi setiap orang. Makanan yang
mengandung zat gizi yang diperlukan untuk tubuh dan berkembang.
Dengan mengkonsumsi makanan yang cukup dan teratur, remaja akan
tumbuh sehat sehingga akan mencapai prestasi yang gemilang,
kebugaran, dan sumber daya manusia yang berkualitas. Remaja putri
yang terpelihara kadar gizinya akan terpelihara kesehatan
reproduksinya. Jika kondisi sehat ini terus berlanjut sampai kondisi
memasuki waktu hamil maka akan mendapatkan anak yang sehat dan
cerdas.
3. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Gizi Remaja
a. Status individu
Biasanya wanita remaja atau wanita remaja yang telah menikah
akan kesulitan dalam memilih bahan makanan atau jenis
makanan yang akan dihidangkan. Kadang dalam menyusun
hidangan makanan lebih memperhatikan orang lain dari pada
dirinya, seperti keluarga dan anak jika ia telah menikah atau
orang yang dia sayang lainnya. Wanita yang telah berumah
tangga biasanya lebih memilih mengonsumsi makanan yang
tidak dihabiskan oleh keluarga karena ia merasa sayang apabila
terbuang.
b. Status ekonomi
Wanita dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi tentunya akan
berbeda gizinya dengan orang dari tingkat ekonomi rendah.
c. Anatomi tubuh individu
Ukuran pelvis individu berhubungan erat dengan tinggi badan
seseorang. Selain hal-hal diatas banyak taktor yang
mempengaruhi antara lain kemampuan keluarga untuk membeli
makanan atau pengetahuan tentang gizi. Banyak wanita
terutama wanita karier atau wanita yang banyak berhubungan
dengan publik cenderung lebih mengkonsumsi makanan diet
tanpa lemak atau hanya konsumsi buah-buahan daripada
makanan sehat.
4. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan
keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik
yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian
dibandingkan dengan baku yang telah tersedia (Arisman, 2010). Pada
dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung
dan tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi anthropometri,
biokimia, klinis dan biofisik. Penilaian secara tidak langsung meliputi
survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi
(Supariasa, 2016).
Penilaian dengan cara antropometri yaitu mengukur ukuran tubuh
manusia. Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sebagai indikator status
gizi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter, yaitu
ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain umur, berat badan,
tinggi baadan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada,
lingkar pinggul dan tebal lemak bawah (Supariasa, 2016). Dalam
penelitian ini menggunakan dua parameter, yaitu:
a. Berat badan, berat badan merupakan ukuran antropometri yang
terpenting dan paling sering digunakan. Berat badan
menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral
pada tulang. Berat badan merupakan pilihan utama karena
merupakan parameter yang paling baik, mudah terlihat
perubahan dalam waktu singkat karena perubahan-perubahan
konsumsi makanan dan kesehatan, menggambarkan status gizi
saat ini, serta ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi
oleh keterampilan pengukur.
b. Tinggi badan, merupakan parameter yang penting bagi keadaan
yang telah lalu dan sekarang, jika umur tidak diketahui secara
tepat. Selain itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang
penting, karena dengan menggabungkan berat badan dan tinggi
badan, faktor umur dapat dikesampingkan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak, diketahui bahwa penilaian status gizi
remaja didasarkan pada Indeks IMT/U. IMT (Indeks Massa Tubuh)
merupakan hasil dari pembagian antara berat badan dengan tinggi
badan yang dikuadratkan, seperti pada rumus berikut:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)


𝐈𝐌𝐓 =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛(𝑚)𝑥 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛(𝑚)
Klasifikasi nilai ambang batas Indeks Masa Tubuh untuk remaja usia
5-18 tahun adalah :
5. Obesitas
Obesitas atau biasa orang menyebutnya sebagai kelebihan berat badan
secara medis diartikan sebagai kelebihan lemak yang ada di dalam
tubuh. Seseorang yang obesitas akan meningkatkan risiko penyakit
lain misalnya diabetes dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Para
dokter biasanya menggunakan BMI (body mass index) yang
didasarkan pada berat badan serta tinggi badan dalam penentuan
apakah anda mengalami obesitas atau tidak(Hasdianah 2014, dalam
Afriyeni, 2018).
Overweight dan obesitas adalah suatu kondisi kronik yang sangat
eerat hubungannya dengan peningkatan risiko sejumlah penyakit
degeneratif. Obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas
kebutuhan fisik dan skeletal sebagai akibat akumulasi lemak
berlebihan dalam tubuh. Obesitas tidak hanya berdampak terhadap
kesehatan fisik tapi juga berdampak terhadap kesehatan mental.
Dampak psikologis yang ditimbulkan seperti individu merasa malu,
tidak percaya diri dan merasa orang lain jijik terhadapnya. Hal
tersebut dapat menyebabkan perubahan konsep diri (Hasdianah 2014,
Afriyeni, 2018).
Obesitas yang timbul pada masa anak dan remaja akan menimbulkan
masalah kesehatan dikemudian hari, akan tetapi juga membawa
masalah kesehatan dikemudian hari, akan tetapi juga membawa
masalah terhadap kehidupan sosial dan emosi yang cukup berarti bagi
remaja. Kebutuhan energi dan zat-zat gizi remaja lebih besar jika
dibandingkan dengan kebutuhan dewasa. Hal ini disebabkan karena
remaja lebih banyak beraktivitas dan masa remaja merupakan masa
pertumbuhan yang sangat pesat serta kebiasaan remaja yang suka
ngemil dan makan-makanan jajanan diluar bersama teman-teman
sebaya yang berlemak tinggi yang dapat meningkatkan resiko
kegemukan dan karies gigi (Sartika 2012 dalam, Thesa Ananda Prima,
Hafni Andayani, 2018).

B. Konsep Pola Makan


Pedoman pola makan sehat untuk masyarakat secara umum yang
sering digunakan adalah pedoman empat sehat lima sempurna, makanan
triguna, dan pedoman yang paling akhir diperkenalkan adalah 10 pesan
dasar gizi seimbang. Pengertian makanan triguna adalah bahwa makanan
atau diet sehari-hari harus mengandung karbohidrat dan lemak sebagai zat
tenaga, protein sebagai zat pembangun, vitamin dan mineral sebagai zat
pengatur (Adriani, 2014).
Menurut Zuhdy (2015) yang mengutip pendapat Irianto, tumpeng gizi
seimbang (TGS) menggambarkan empat prinsip gizi seimbang yaitu
beragam makanan sesuai kebutuhan, kebersihan makanan, aktivitas fisik dan
pemantauan berat badan ideal. TGS terdiri dari beberapa potongan tumpeng,
satu potong besar, dua potong sedang, dua potong kecil dan di puncak
terdapat potongan kecil. Luas potongan TGS menunjukan porsi yang harus
dikonsumsi per hari oleh setiap orang. TGS dialasi oleh air putih, karena air
putih merupakan bagian terbesar dan zat gizi esensial untuk hidup sehat dan
aktif.
Survei tentang asupan gizi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
remaja cenderung mendapat asupan vitamin A, tiamin, besi, dan kalsium
lebih sedikit dari yang dianjurkan. Umumnya mereka banyak mengonsumsi
junk food sehingga asupan lemak, gula, garam (Na), dan protein lebih besar
daripada yang diperlukan. Remaja mempunyai kebiasaan makan di antara
waktu makan, berupa jajanan baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Pilihan jenis makanan yang mereka lakukan lebih penting daripada tempat
atau waktu makan. Makanan mereka umumnya kaya energi yang berasal
dari karbohidrat dan lemak sehingga orang tua dianjurkan untuk me-
nekankan pentingnya mengkonsumsi sayuran dan buah segar serta makanan
sumber serat lainnya(Proverawati, Atikah. Wati, 2010).
1. Perilaku Makan Khas Pada Remaja
Pada umumnya remaja lebih suka makan makanan jajanan yang
kurang bergizi seperti goreng-gorengan, coklat, permen, dan es.
Sehingga makanan yang beraneka ragam tidak dikonsumsi. Remaja
sering makan diluar rumah bersama teman-taman, sehingga waktu
makan tidak teratur, akibatnya mengganggu sistem pencernaan
(gangguan maag atau nyeri lambung). Selain itu, remaja sering tidak
makan pagi karena tergesa-gesa beraktifitas sehingga mengalami lapar
dan lemas, kemampuan menangkap pelajaran menurun, semangat
belajar menurun, keluar keringat dingin, kesadaran menurun sampai
pingsan.
Remaja putri sering menghindari beberapa jenis bahan makanan
seperti telur dan susu. Susu dianggap dihubungkan dengan minuman
anak-anak kegemukan. Akibatnya akan kekurangan protein hewani,
sehingga tidak dapat tumbuh atau mencapai atau optimal. Kadang
standar langsing tidak jelas tinggi secara untuk remaja. Banyak remaja
putri menganggap dirinya kelebihan berat badan atau mudah manjadi
gemuk sehingga sering diet dengan cara yang kurang benar seperti
membatasi atau mengurangi frekuensi makan dan jumlah makan,
memuntahkan makanan yang sering dimakan, sehingga lama-lama
tidak ada nafsu makan yang sangat membahayakan bagi remaja.
2. Kebiasaan Makan Remaja
Orang tua mempunyai peranan penting dalam membentuk kebiasaan
makan anak-anak, khususnya sewaktu masih berusia balita. Pada
waktu anak menginjak usia remaja, kebiasaan makan di samping itu
dipengaruhi oleh lingkungan, sebaya, kehidupan sosial, dan teman
kegiatan yang dilakukannya di luar rumah.
3. Makan tidak Teratur
Waktu-makan yang dilewatkan dan makan di luar rumah meningkat
dari awal hingga akhir masa remaja. Hal ini merefleksikan
peningkatan kebutuhan untuk tidak tergantung pada keluarga dan
peningkatan penggunaan waktu di luar rumah. Makan malam
merupakan waktu makan yang paling teratur dilakukan dalam sehari.
Remaja dan dewasa muda lebih sering mengabaikan dan melewatkan
makan pagi, dibandingkan dengan kelompok usia lain. Pada umumnya
remaja perempuan lebih banyak tidak makan pagi dibandingkan ja
laki-laki, karena ingin langsing dan sering berusaha untuk berdiet.
Banyak remaja perempuan beranggapan bahwa mereka dapat
mengontrol berat badan dengan mengabaikan makan pagi atau makan
siang. Oleh sebab itu remaja yang berdiet perlu diberi penjelasan
bahwa hal tersebut justru bisa berakibat sebaliknya. Bila tidak makan
pagi, maka pada pertengahan siang atau siang mereka akan merasa
sangat lapar, sehingga makan lebih banyak dibandingkan bila mereka
makan pagi.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Makan
Saat seseorang memasuki masa remaja, hal-hal yang berpengaruh
terhadap kebiasaan makan sangat banyak; pembentukan kebiasaan
tersebut sangat kompleks. Meningkatnya kemandirian, meningkatnya
partisipasi dalam kehidupan sosial, dan padatnya jadwal aktivitas pada
umumnya berdampak terhadap apa yang dimakan remaja. Mereka
mulai membeli dan menyiapkan lebih banyak makanan untuk dirinya,
serta sering makan cepat-cepat dan makan di luar rumah.
a. Iklan
Walaupun dasar kebiasaan makan remaja diperoleh dari
keluarga, namun pengaruh perilaku makan di luar rumah cukup
besar. Saat ini banyak sekali iklan makanan ditayangkan berupa
makanan kaya gula, karbohidrat, dan lemak di televisi. Hal ini
berpengaruh besar terhadap pilihan makan remaja.
b. Kemudahan Memperoleh Makanan-Siap-Santap
Kemudahan memperoleh makanan-siap-santap (fast food) juga
mempengaruhi kebiasaan makan remaja. Makanan-siap-santap
mudah diper oleh di mana-mana, terutama di kota-kota besar
seperti di pusat-pusat belanja, pasar swalayan, dan sekolah.
Contoh dari makanan-siap-santap adalah ayam goreng (fried
chicken), burger, dan pizza. Pada umum nya makanan ini kaya
energi, lemak, karbohidrat, dan garam, tetapi kurang dalam
vitamin A, vitamin C, riboflavin, asam dan serat. folat, kalsium,
dan serat.
Selama terjadi pertumbuhan puncak, remaja hendaknya sering
makan dan dalam jumlah banyak. Namun, jumlah dan frekuensi
makan hendaknya dikurangi bila pertumbuhan melambat.
Kebiasaan makan yang salah dan dalam jumlah banyak selama
usia remaja pada akhirnya dapat menyebabkan penyakit-
penyakit degeneratif atau penyakit-penyakit yang melemahkan.
Melalui pendidikan kesehatan di sekolah, remaja dapat
mengetahui apa yang perlu dimakan dan apa yang harus
dihindari, serta kapan hendaknya makan.

C. Konsep Gaya Hidup Nongkrong di Caffe


1. Gaya Hidup
a. Definisi Gaya Hidup
Manusia adalah makhluk yang mempunyai peran ganda dalam
menjalani kehidupannya sehari-hari, yaitu sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Dimana dalam berinteraksi dengan
sekitar juga manusia mempunyai hubungan secara vertikal yang
berarti kepada Tuhannya dan hubungan secara horizontal yang
berarti terhadap sesama manusia di lingkungan sosialnya. Maka
dari itu manusia selalu mengalami perubahan, baik itu
perubahan pola fikir dan tingkah laku. Perubahan inilah yang
dapat kita sebut dengan gaya hidup.
Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati beberapa proses
kehidupan yang dapat disebut proses sosial. Dimana proses
sosial itu merupakan cara-cara manusia berhubungan dengan
individu maupun kelompoknya yang saling mempengaruhi
antara sosial dan politik, politik dan ekonomi, ekonomi dan
hukum dan seterusnya. Dari proses sosial ini terjadi interaksi
sosial, dimana pengertian interaksi sosial sendiri adalah
hubungan timbal balik yang terjadi antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan
kelompok. Hubungan yang disebutkan bersifat dinamis. Karena
hubungan yang dinamis inilah manusia saling mempengaruhi
satu sama lain dan hasil dari proses sosial itu akan menciptakan
kepribadian individu. Cara manusia menjalani hidupnya tentu
berbeda-beda, sebagaimana yang sering kita sebut sebagai gaya
hidup.
Menurut Solomon, “lifestyle can be describe in terms of shared
values or taste, especially as these are reflected in consumption
patterns.” Solomon menjelaskan bahwa gaya hidup merupakan
suatu nilai atau selera seseorang, khususnya yang terlihat pada
pola konsumsi seseorang. Ia berpendapat dari segi sisi ekonomi
dimana gaya hidup seseorang itu merupakan dasar bagaimana
seseorang itu suka dalam melakukan sesuatu, bagaimana
seseorang itu menghabiskan waktu luang mereka dan bagaimana
seseorang itu memilih untuk menghabiskan pendapatannya.
Dalam hal di atas Ia mengilustrasikan dua orang karyawan yang
sama-sama bekerja dan mempunyai pendapatan. Tetapi mustahil
bagi mereka mempunyai gaya hidup yang sama juga seperti
pekerjaannya. Dalam hal membuat keputusan, seseorang
seringkali dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kelas sosial
dan lingkungan dimana Ia tinggal. Maka dari itu Solomon
menegaskan bahwa gaya hidup tergantung pada selera seseorang
dalam suatu hal.
Menurut Hawkins, Best, Coney gaya hidup adalah “lifesytyle is
defined simply as how one lives. one's lifestyle is a function of
inherent individual characteristic that have been shaped and
formed trough social interaction as one moves through the life
cycle”. Menurutnya gaya hidup didefinisikan sebagaimana
seseorang hidup. Gaya hidup seseorang merupakan fungsi
karakteristik individu yang telah melekat dan terbentuk melalui
interaksi sosial saat seseorang menjalani suatu siklus
kehidupannya. Hawkins, Best, Coney juga menambahkan bahwa
gaya hidup juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah budaya, nilai, demografi, subkultur, kelas
sosial, kelompok referensi, keluarga, karakteristik individu
seperti motivasi, emosi, kepribadian, individu, dan
keluarga/rumah tangga semuanya memiliki gaya hidup.
Chaney berasumsi bahwa gaya hidup merupakan ciri sebuah
dunia modern, dimana menurutnya siapapun yang hidup dalam
masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya
hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang
lain. Yang artinya bahwa era modern saat ini sangat
mempengaruhi manusia dalam hal berperilaku dan bertindak
yang pada akhirnya menciptakan gaya hidup seseorang, maka
dari itu gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan
antara satu orang dengan orang lain sehingga setiap orang
memiliki karakteristik pola perilaku yang khas.
Sedangkan Gaya hidup menurut Kotler adalah pola kehidupan
orang yang bersangkutan di dunia ini sebagaimana tercermin
dalam kegiatan (activity), minat (interest), pendapat (opini).
Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Kotler juga berpendapat
bahwa gaya hidup merupakan keseluruhan perilaku manusia
dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Kotler
menambahkan bahwa seseorang yang berasal dari suatu
subkultur, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama tetapi mungkin
mempunyai gaya hidup yang berbeda-beda.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa gaya hidup merupakan hasil dari proses sosial atau
interaksi manusia dengan manusia lainnya. Dimana gaya hidup
juga berbicara tentang bagaimana seseorang menjalani pola
hidupnya. Lingkungan sekitar bisa jadi salah satu faktor yang
mempengaruhi gaya hidup seseorang sehingga dapat terciptanya
suatu identitas individu yang tidak sama dengan individu
lainnya. Gaya hidup berkaitan erat dengan bagaimana seseorang
menjalani pola kehidupannya (aktivitas) juga bagaimana
ketertarikan seseorang terhadap sesuatu (minat), dan persepsi
seseorang pada suatu hal atau fenomena (opini). Maka dari
itulah gaya hidup dapat menciptakan keunikan karakteristik
seseorang dalam menjalani kehidupannya.
b. Bentuk-bentuk gaya hidup
Menurut Solomon dalam Della Aressa pembagian gaya hidup
dilihat dari segmentasi pasar, yaitu gaya hidup
tradisional(traditional lifestyle), Gaya hidup orientasi diri (self
oriented life style), gaya hidup konservatif ( conservative
lifestyle ), dan gaya hidup hemat dan praktis (frugal dan
practical lifestyle).
Menurut Chaney yang dikutip oleh Idy Subandy ada beberapa
bentuk gaya hidup, antara lain:
1) Industri Gaya Hidup
Dalam abad gaya hidup, penampilan adalah segalanya
perhatian terhadap urusan penampilan sebenarnya
bukanlah hal yang baru dalam sejarah. penampilan-diri itu
justru mengalami estetisisasi, estetisisasi kehidupan
sehari-hari dan bahkan tubuh/diri (body/self) pun justru
mengalami estetisisasi tubuh. Tubuh/diri dan kehidupan
sehari-hari pun menjadi sebuah proyek, benih penyemaian
gaya hidup. Idy Subandi mengatakan sebuah ungkapan
yang cocok untuk menggambarkan era modern saat ini
kamu bergaya maka kamu ada. Itulah sebabnya industri
gaya hidup untuk sebagian besar adalah industri
penampilan.
2) Iklan Gaya Hidup
Dalam masyarakat mutakhir, berbagai perusahaan
(korporasi), para politisi, individu-individu semuanya
terobsesi dengan citra. Di dalam era globalisasi informasi
seperti sekarang ini, yang berperan besar dalam
membentuk budaya citra (image culture) dan budaya cita
rasa (taste culture) adalah gempuran iklan yang
menawarkan gaya visual yang kadang-kadang mempesona
dan memabukkan. Dalam hal ini memang tidak semua
orang dapat terpengaruh secara langsung terhadap iklan
tersebut tetapi lambat laun iklan dapat mempengaruhi pola
perilaku seseorang alam hal menentukan sesuatu. Menurut
Idy Subandy, Iklan merepresentasikan gaya hidup dengan
menanamkan secara halus (subtle) arti pentingnya citra
diri untuk tampil di muka publik. Iklan juga perlahan tapi
pasti mempengaruhi pilihan cita rasa yang kita buat.
3) Public Relations dan Journalisme Gaya Hidup
Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai pada
kesimpulan bahwa dalam budaya berbasis-selebriti
(celebrity based-culture), para selebriti membantu dalam
pembentukan identitas dari para konsumen kontemporer.
Dalam budaya konsumen, identitas menjadi suatu
sandaran aksesoris fashion. Gaya yang dianut pada anak
muda zaman sekarang kurang lebihnya sudah dipengaruhi
oleh selebrity (celebrity inspired identity). Ini terlihat
bagaimana seseorang mengikuti gaya hidup selebriti entah
itu dari cata berpakaiannya atau hal lain sebagainya.
4) Gaya Hidup Mandiri
Kemandirian adalah mampu hidup tanpa bergantung
mutlak kepada sesuatu yang lain. Untuk itu diperlukan
kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan
diri sendiri, serta berstrategi dengan kelebihan dan
kekurangan tersebut untuk mencapai tujuan. Nalar adalah
alat untuk menyusun strategi. Bertanggung jawab
maksudnya melakukan perubahan secara sadar dan
memahami betuk setiap resiko yang akan terjadi serta siap
menanggung resiko dan dengan kedisiplinan akan
terbentuk gaya hidup yang mandiri. Dengan gaya hidup
mandiri, budaya konsumerisme tidak lagi memenjarakan
manusia. Manusia akan bebas dan merdeka untuk
menentukan pilihannya secara bertanggung jawab, serta
menimbulkan inovasi-inovasi yang kreatif untuk
menunjang kemandirian tersebut.
5) Gaya Hidup Hedonis
Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang
aktivitasnya untuk mencari kesenangan, seperti lebih
banyak menghabiskan waktu di luar rumah, lebih banyak
bermain, senang pada keramaian kota, senang membeli
barang mahal yang disenanginya, serta selalu ingin
menjadi pust perhatian.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dari
suatu gaya hidup dapat berupa gaya hidup dari suatu
penampilan, melalui media iklan, modeling dari artis yang
diidolakan, gaya hidup yang hanya mengejar kenikmatan
semata sampai dengan gaya hidup mandiri yang menuntut
penalaran dan tanggung jawab dalam pola perilakunya
Gaya hidup hedonis merupakan bentuk gaya hidup sudah
mencakup segala aspek, dan salah satu pola hidup yang
aktivitasnya untuk mencari kesenangan seperti lebih
banyak menghabiskan waktu di rumah adalah termasuk
gaya hidup hedonis.
O’shaughnessy dalam jurnalnya mengatakan bahwa
“Hedonism is from the Greek hedone, which means
pleasure, enjoyment or delight.” Hedonis berasal dari
bahasa Yunani hedone yang artinya kesenangan,
kenikmatan dan bersenang-senang. Ia berasumsi bahwa
hedonis berpandangan pada kesenangan dan seluruh
motivasi yang dilakukan didasarkan pada prospek
kesenangan. Lebih lanjut Solomon berpendapat dalam
(Della Aressa) bahwa gaya hidup adalah perilaku atau
kebiasaan orang individu untuk menghabiskan waktunya
hanya demi bersenang- senang dengan dengan teman
sepermainan dan ingin menjadi pusat perhatian di
lingkungannya.
Jika kita lihat dari pemaparan di atas mengenai hedonis,
dan dalam perilaku hedonis kita bisa kaitkan dengan
perilaku kaum muda zaman sekarang dimana menurut
Stanford Research Institute (SRI) dalam Hawkin, Best dan
Coney mengatakan bahwa karakteristik kaum muda dalam
kategori experiencers dicirikan sebagai individu yang
antusias, impulsif dan pemberontak. Dimana mereka juga
sangat senang mencari hal yang baru untuk dilakukan dan
bahkan sangat beresiko untuk diri mereka. Dan dikatakan
juga jika kaum muda sangatlah senang mengahabiskan
uangnya untuk sesuatu seperti fashion, makanan, musik,
film dan kegiatan lainnya yang berdasarkan atas
kesenangan.
Berbicara mengenai gaya hidup hedonis seseorang, maka
diperlukan pengukuran gaya hidup yang dapat diukur
melalui 3 dimensi gaya hidup yang terdiri dari Activities
(Aktivitas), Interest ( Minat) dan Opinion (Opini).
Berikut tabel yang menjelaskan dimensi gaya hidup yang
terdiri dari Aktivitas, Minat, dan Opini :
Tabel 1.1 Dimensi Gaya Hidup
Activities Interest Opinions
Work Family Themselves
Hobbies Home Social Issues
Social event Job Politics
Vacation Community Business
Entertainment Recreation Economics
Club membership Fashion Education
Community Food Product
Shopping Media Future
Sport Achievement culture
Sumber : I. Hawkin, Rogers J. Best, Kenneth A. Coney, Consumer
Behaviour (Implication for Marketing Stategy) Sixth Edition.
a) Activities ( Aktivitas )
Manusia adalah mahluk hidup yang melakukan
mobilitas sosial. Mobilitas sosial semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Aktivitas sehari-
hari sering kali berpindah dari satu tempat ke tempat
lainnya. Tidak hanya soal kebutuhan pekerjaan
semata, aktivitas yang dilakukan sering kali
didasarkan pada perilaku gaya hidup seseorang.
Aktivitas yang dilakukan sangat berkaitan erat
dengan pola hidup seseorang yang dapat membentuk
gaya hidup seseorang. Karena aktivitas mencakup
segala aspek tidak hanya soal pekerjaan tetapi dalam
hal rekreasi, hobi dan kegiatan sosial merupakan hal
yang berkaitan dengan aktivitas. Hal ini sesuai
seperti apa yang dikatakan oleh Schiffman dan
Wisenblit bahwa “Time and Activity are being
active and busy in one’s job and life and expanding
one’s horizons.
Kehidupan kaum muda merupakan hal yang sangat
menarik untuk dibahas, walaupun mereka memiliki
segudang aktifitas sehari-harinya. Entah itu yang
berkaitan dengan pekerjaan atau sekolahnya, tetapi
mereka selalu punya waktu luang untuk sekedar
bersantai di coffee shop, bahkan mereka dengan
senang hati meluangkan waktunya untuk
menyalurkan hobi mereka atau bahkan mereka rela
mengorbankan waktu luangnya untuk menikmati
sebuah hiburan dan betemu dengan teman yang
berada dalam satu komunitas yang diikutinya.
Berikut indikator-indikator dari dimensi aktifitas
yang terdiri dari: hobi, hiburan dan belanja.
(1) Hobi
Hobi merupakan suatu aktifitas yang didasarkan
atas kesenangan dan kegemaran seseorang.
Dimana dalam hal ini seseorang dengan senang
hati meluangkan waktunya untuk memenuhi
hobinya. Bahkan tidak jarang sebagian orang
justru rela mengeluarkan tenaga dan uang yang
banyak agak dapat memenuhi hobi tersebut.
Hobi tidak sekedar aktifitas semata tetapi
seseorang meresa bahwa hobi itu dapat
mengurangi rasa penat dan stress akibat
padatnya aktifitas yang dijalani sehari-hari.
(2) Hiburan
Hiburan merupakan aktivitas yang semua orang
sukai tetapi tak jarang banyak orang yang tidak
bisa dengan bebas menikmati hiburan yang ada.
Sama halnya seperti hobi, hiburan salah satu
alternatif aktivitas yang sangat menyenangkan
dan dapat mengurangi kepenatan dan lelahnya
aktivitas sehari-hari. Hiburan dapat berupa
seperti menonton live music di coffee shop atau
menonton film di bioskop.
(3) Belanja
Setiap orang pasti pernah melakukan aktivitas
belanja ini, tidak hanya kaum muda bahkan
aktivitas belanja dilakukan oleh seluruh manusia
dari semua umur. Belanja sangat berkaitan
bagaimana seseorang mengatur waktu dan
keuangannya. Dalam konteks aktivitas belanja
kaum muda seringkali melakukan belanja yang
diluar budget dan belanja bukan kebutuhan
primer si pelaku tetapi sudah belanja di luar
kebutuhannya. Ini menjadikan kaum muda
memiliki gaya hidup hedonis.
b) Interest (Minat)
Sebagai mahluk hidup tentunya sudah hal yang
lumrah jika manusia memiliki ketertarkan terhadap
sesuatu. Dimana banyak manusia menaruh minat
atau ketertarikan dalam bidang tertentu. Tidak hanya
soal pekerjaan, dalam hal gaya hidup pun minat
sangat mempengaruhi pola hidup seseorang. Seperti
yang dikatakan oleh Engel, Blacwell, dan Miniard
dalam Della Aresa menjelaskan bahwa minat
mengacu pada tingkat kegairahan yang disertai
perhatian khusus maupun terus menerus terhadap
suatu objek, peristiwa, ataupun topik tertentu. Ini
artinya seseorang akan memiliki rasa senang dan
perhatian khusus terhadap suatu hal yang
diminatinya. Sesuatu hal yang dilakukan ini
dilakukan secara terus menerus sehingga berawal
dari minat seseorang akan tercipta minat sosial.
Minat sosial berasal dari potensi setiap orang,
namun hal ini harus dikembangkan sebelum
dijadikansebagai gaya hidup yang bermanfaat.
Dalam pengukuran gaya hidup dimensi minat
mempunyai beberapa indikator seperti keluarga,
fashion, makanan, media, komunitas dan lainnya
seperti yang sudah di jelaskan pada tabel 1.1
Dimensi Gaya Hidup.
Kehidupan kaum muda tidak lepas dari perilaku
ingin menunjukan identitas diri mereka, hal ini
sangat berkaitan dengan indikator minat. Biasanya
kaum muda atau remaja mempunyai ketertarikan
dalam hal fashion yang sedang trend saat ini
terutama perempuan. Tidak hanya soal fashion,
kaum muda juga sangat menggemari suasana makan
yang dilengkap dengan live music.
Berikut ini penjelasan mengenai indikator-indikator
dari dimensi minat yang terdiri dari Fashion,
Makanan dan Media :
(1) Fashion
Seorang filsuf Yunani pernah berkata “know,
first who you are and then adorn your self
accordingly. what is concidered fashionable,
tasteful or elegant varies across social strata”.
Artinya kita harus tahu terlebih dahulu siapa itu
kita sehingga kita dapat memantaskan diri kita
dengan hal seperti fashion, rasa atau kelas sosial
kita. Dari pemahaman di atas kaum muda harus
lebih mengkaji mengenai siapa dirinya terlebih
dahulu sebelum terjerumus oleh gaya hidup
hedonis. Sehingga kaum muda tidak
menghabiskan uang dan waktunya untuk
sesuatu yang kurang pantas untuk dirinya.
(2) Makanan
Tak perlu diragukan lagi manusia membutuhkan
makanan dan minuman untuk bertahan hidup.
Tetapi hal yang menarik mengenai makanan,
dimana minat seseorang terhadap pilihan makan
ataupun minuman bisa dipengaruhi oleh gaya
hidup seseorang. Tidak semua orang memakan
makanan yang sama, namun pemilihan makanan
dan minuman telah dipengaruhi gaya hidup.
Terbukti dalam mengunjungi sebuah kafe atau
coffee shop mereka mampu mengeluarkan uang
yang banyak untuk memenuhi kebutuhan
makannya yang sudah sangat dipengaruhi gaya
hidup. Tak jarang kaum muda sengaja
mengunjungi sebuah kafe atau coffee shop
bukan untuk mengisi perut mereka, tetapi
mereka hanya bertemu dengan rekanan bisnis
atau teman bahkan tak jarang mereka
mengunjungi tempat itu hanya untuk
menghilangkan kepenatan.
(3) Media
Pada zaman modern saat ini, kehidupan kaum
muda tidak lepas dari pengaruh media.
Perkembangan media elektronik khususnya
sudah mengalami perkembangan yang sangat
cepat, kaum muda seolah tidak bisa dipisahkan
dari media elektronik dimana peran media
elektronik yaitu sebagai alat seseorang dalam
menerima dan memberikan informasi serta
menunjang gaya hidup yang mereka jalani. Jika
dilihat dari segi positif, banyak manfaat yang
bisa kita ambil dari pesatnya perkembangan
media ini seperti media sosial instagram yang
berfungsi sebagai alat promosi coffee shop
untuk memperkenalkan tempat mereka kepada
masyarakat. Sehingga melalui media ini
masyarakat dapat mengetahui keberadaan coffee
shop dan tertarik untuk mengunjunginya. Selain
alat promosi media sosial bisa jadi ajang
aktualisasi diri kaum muda, kaum muda
biasanya sangat gemar untuk memposting atau
memberikan informasi segudang aktivitas yang
mereka jalani. Maka dari itu media sangat
mempengaruhi gaya hidup seseorang.
Ketertarikan seseorang terhadap sesuatu tidak
lepas dari bantuan media sebagai alat bantu
mengenai informasi yang dibutuhkan seseorang.
c) Opinions (Opini)
Opini menurut Webster’s New Collegiate
Dictionary, adalah suatu pandangan, keputusan, atau
taksiran yang terbentuk di dalam pikiran mengenai
suatu persoalan tertentu. Opini berkaitan dengan
sikap seseorang, karena opini menurut Cutlip dan
Center adalah ekspresi tentang sikap atau masalah
yang bersifat kontroversial, yang menimbulkan
pendapat berbeda-beda, sedangkan sikap merupakan
kecenderungan untuk memberikan respons terhadap
suatu masalah atau situasi terentu.
Dimensi Opini dapat diukur melalui bebrapa
indikator diantaranya: Opini diri sendiri, isu-isu
sosial, politik, bisnis, ekonomi, pendidikan, produk,
masa depan serta budaya. Berikut ini penjelasan
mengenai indikator-indikator dari dimensi minat
yang terdiri dari Opini Sendiri, Pendidikan dan
Budaya :
(1) Opini Sendiri
Opini diri sendiri merupakan pandangan
seseorang terhadap suatu hal tertentu. Opini
seseorang berbeda-beda tergantung dari sudut
pandang yang dilihat. Suatu opini dapat
terbentuk melalui gaya hidup seseorang dalam
menjalani hidupnya.
(2) Pendidikan
Pendidikan merupakan ujung tombak dalam
segala hal. Pendidikan sangat mempengaruhi
karakter seseorang dalam melihat suatu masalah
atau gejala. Terutama pada kaum muda atau
remaja, pendidikan sangat diperlukan untuk
menjadikan dasar seseorang dalam bertindak
sehingga tidak melakukan hal yang diluar batas
nilai dan norma yang berlaku.
(3) Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,
adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan, karya
seni, dan bahasa. Sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan- perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya itu merupakan cipta, rasa dan karsa
suatu masyarakat, sedangkan kebudayaan
merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa
masyarakat tersebut. Dengan demikian budaya
dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan
dengan akal dan cara hidup atau gaya hidup
yang selalu berubah dan berkembang dari waktu
ke waktu. Dalam mengkaji mengenai gaya
hidup, kita telah mengetahui bahwa gaya hidup
mempunyai tiga dimensi, yaitu aktivitas, minat
dan opini. Namun dalam hal penelitian tidak
semua indikator yang terdapat dalam dimensi
tersebut dijadikan untuk indikator pernyataan
penelitian. Hal tersebut dikarenakan peneliti
menyesuaikan dengan objek penelitian.
Maka dari itu dimensi yang digunakan untuk
meneliti gaya hidup kaum muda adalah sebagai
berikut:
(a) Activity (Aktivitas) menggunakan
pengukuran gaya hidup melalui indikator
hobi, hiburan, dan belanja.
(b) Interest (Minat) menggunakan pengukuran
gaya hidup melalui indikator fashion,
makanan, dan media.
(c) Opinion (Opini) menggunakan pengukuran
gaya hidup melalui indikator opini diri
sendiri, pendidikan, dan budaya
2. Nongkrong
Budaya nongkrong merupakan bentuk ragam budaya yang ada di
Indonesia. Keberagaman bentuk budaya tersebut dilihat sebagai sikap,
cara hidup, dan nilai-nilai dalam suatu kelompok tertentu. Ini
dipahami pula sebagai pola aktivitas tertentu yang sudah menjadi
kebiasaan, yaitu nongkrong. Meskipun kehadirannya dipandang
sebelah mata, budaya nongkrong tetap eksis menjadi bentuk ekspresi
keberagaman masyarakat di kala mengisi kekosongan waktu seperti
berkumpul, berbincang, dan bahkan sambil menikmati hidangan
tertentu. Di satu sisi, tendensi budaya nongkrong yang terlihat seperti
budaya pemalas dan tidak berguna, memiliki potensi besar untuk
mengurangi stres. Lebih lanjut, budaya nongkrong juga berperan
dalam meningkatkan kreativitas dalam berpikir dan berkarya.
Kreativitas ini kemudian dituangkan dalam berbisnis dan usaha.
Misalkan saja, banyaknya kafe atau kedai kopi sekarang menjadi
wadah dalam memfasilitasi budaya nongkrong anak- anak muda.
Tidak hanya itu, tersebarnya warung kopi pun menjadi tempat
nongkrong yang murah lagi merakyat. Budaya nongkrong dapat
dipahami tersendiri bagi setiap pelakunya. Ada yang menyebutkan
nongkrong sebagai media penghibur diri dan berekspresi, ada pula
sebagai sarana bersosialisasi. Meskipun, anggapan negatif muncul
berkenaan dengan aktivitas tersebut seperti tidak produktifnya waktu,
tanpa tujuan dan maksud yang jelas. Namun, budaya nongkrong
menjadi aktivitas yang dinamis dan memiliki makna serta pesan
tersendiri bagi para pelakunya.
3. Caffe
Secara terminologis, kata café berasal dari bahasa Perancis—coffee,
yang berarti kopi (Oldenburg, 1989: 126). Di Indonesia, kata café
kemudian disederhanakan kembali menjadi kafe (Herlyana, 2012).
Pengertian harafiahnya mengacu pada (minuman) kopi, yang
kemudian di Indonesia kafe lebih dikenal sebagai tempat menikmati
kopi dengan berbagai jenis minuman non-alkohol lainnya seperti soft
drink berikut sajian makanan ringan lainnya. Senada dengan definisi
kafe yang diutarakan oleh S. Medlik (1996: 30) yaitu “Café is
establishment providing food and refreshment for consumption and
the premises to general public”. Lebih lanjut, Hornby (2005)
mengartikan café (kafe) dalam dua terminologi: “a place where you
can buy drink and simple meals”; yakni tempat di mana kita bisa
membeli minuman dan makanan kecil, dan “small shop (store that
sells sweets, food, newspaper, etc) usually stay open later than other
shop or store”; di mana kafe lebih mengacu pada kedai atau warung
yang menjual tidak hanya minuman dan makanan tetapi juga koran,
buku dan buka hingga larut malam. Berdasarkan pengertian tersebut di
atas kafe memiliki ciri seperti tempat yang nyaman untuk menikmati
aneka makanan dan minuman berikut suasana nyaman untuk
berkumpul.

D. Konsep Prediabetes
1. Pengertian Prediabetes
Prediabetes adalah kondisi saat kadar gula darah di dalam tubuh
seseorang lebih dari normal, tetapi tidak cukup tinggi untuk
dikategorikan sebagai diabetes melitus tipe 2. Kondisi prediabetes ini
jika dibiarkan akan mengalami progresivitas dan berkembang menjadi
diabetes melitus tipe 2.
Prediabetes merupakan pencetus Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2).
Penanda prediabetes yaitu kadar glukosa darah puasa 100-125 mg/dl
dan atau kadar glukosa darah 2 jam post prandial 140-199
mg/dl.Dalam jangka waktu 3-5 tahun, 25% prediabetes dapat
berkembang menjadi DMT2, 50% tetap dalam kondisi prediabetes,
dan 25% kembali pada kondisi glukosa darah normal (Singh et al.,
2012). Prediabetes merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular.
Selain itu, umumnya prediabetes memiliki faktor risiko kardiovaskular
lain seperti obesitas, hipertensi, dan dislipidemia (Chiasson&Bernard,
2011). Studi yang dilakukan oleh AusDiab, Framingham, Diabetes
REduction Assessment with ramipril and rosiglitazone Medication
(DREAM), dan Study to Prevent Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus(STOP-NIDDM) menemukan bahwa risiko terjadinya
kardiovaskular dua kali lebih tinggipada prediabetes dibanding
individu dengan glukosa darah normal(Soewondo&Pramono, 2011).
2. Faktor Risiko Prediabetes
Faktor risiko terjadinya prediabetes sama dengan faktor risiko DM
tipe 2. Faktor risiko tersebut dapat dibagi menjadi faktor risiko yang
dapat diubah (obesitas, aktivitas fisik, nutrisi) dan yang tidak dapat
diubah (genetik, usia, diabetes gestasional).
a. Faktor genetik
Memiliki riwayat keluarga dengan diabetes melitus tipe 2. Gen
yang berhubungan dengan risiko terjadinya DM, sampai saat ini
belim bisa diidentifikasi secara pasti. Adanya perbedaan yang
nyata kejadian DM antara grup etnik yang berbeda meskipun
hidup di lingkungan yang sama menunjukan adanya kontribusi
gen yang bermakna dalam terjadinya DM.
b. Usia
Prevalensi DM meningkat sesuai dengan pertambahannya usia.
Dalam dekade terakhir ini, usia terjadinya DM semakin muda.
c. Pola diet yang buruk, seperti terlalu banyak mengonsumsi
daging merah, makanan yang diproses, dan minuman dengan
pemanis buatan.
d. Diabetes Gestasional
Pada diabetes gestasional, toleransi glukosa biasanya kembali
normal setelah melahirkan akan tetapi wanita tersebut memiliki
risiko untuk menderita DM di kemudian hari.
e. Lingkar pinggang yang berlebihan (laki-laki >90 sentimeter ;
wanita >80 sentimer).
f. Berat badan yang berlebihan (obesitas)
Obesitas merupakan faktor risiko yang paling penting. Beberapa
studi jangka panjang menunjukan bahwa obesitas merupakan
prediktor yang kuat untuk timbulnya DM tipe 2. Lebih lanjut,
intervensi yang bertujuan mengurangi obesitas juga mengurangi
insidensi DM tipe 2. Beberapa studi jangka panjang juga
menunjukkan bahwa ukuran lingkar pingang atau rasio
pinggang-pinggul (waist too hip ration) yang mencerminkan
keadaan lemak visceral (abdominal), merupakan indikator yang
lebih baik dibandingkan indeks massa tubuh sebagai faktor
risiko prediabetes. Data tersebut memastikan bahwa distribusi
lemak lebih penting dibandingkan dengan jumlah total lemak.
g. Aktivitas Fisik
Pola hidup santai yang tidak berolahraga atau berkurangnya
intensitas aktivitas fisik memberikan konstribusi yang besar
terhadap peningkatan obesitas. Berbagai studi menunjukan
bahwa kurangnya aktivitas fisik merupakan prediktor bebas
terjadinya DM tipe 2 pada pria maupun wanita.
h. Nutrisi
Kalori total yang tinggi, diit rendah serat, beban glikemik yang
tinggi dan rasio poly unsaturated fatty acid (PUFA) dibanding
lemak jenuh yang rendah, merupakan faktor risiko terjadinya
DM.
3. Penyebab Prediabetes
Hingga kini penyebab dari prediabetes masih belum diketahui. Meski
begitu, riwayat penyakit di keluarga dan genetik memegang peran
penting dalam munculnya kondisi ini. Pola hidup santai yang jarang
berolahraga, penumpukkan lemak terutama di bagian perut memiliki
peranan yang cukup penting.
Pengidap tidak dapat memproses asupan glukosa dengan normal.
Sebagai akibatnya, glukosa yang masuk tidak dapat diproses untuk
masuk ke dalam otot dan jaringan lain melainkan terakumulasi di
dalam darah. Akumulasi glukosa yang terjadi di dalam darah dapat
disebabkan oleh pankreas yang tidak berfungsi dengan baik dalam
memproduksi insulin yang bekerja sebagai transporter glukosa menuju
jaringan lain.
4. Gejala Prediabetes
Pada umumnya, pengidap prediabetes tidak memiliki gejala. Namun,
gejala sederhana dari diabetes harus diwaspadai supaya tidak
berkembang menjadi diabetes tipe 2. Gejala klasik dari diabetes tipe 2
adalah:
a. Selalu kehausan.
b. Selalu lapar.
c. Peningkatan frekuensi berkemih.
d. Mudah merasa lelah.
e. Gangguan penglihatan berupa pandangan kabur.
5. Diagnosis Prediabetes
Diagnosis prediabetes ditegakkan berdasarkan hasil pengecekkan
kadar gula dalam darah.
a. Kadar gula darah puasa: 100-126 mg/dL.
b. Toleransi glukosa oral: 140-199 mg/dL.
c. Tes HbA1C: 5.7 - 6.4 persen.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyeni, D. (2018) Gambaran Pengetahuan , Pola Makan dan Aktivitas Fisik
Siswa yang Mengalami Kegemukan di SMA Negeri 1 Bukittinggi Tahun 2018.
Arisman (2010) Gizi Dalam Daur Kehidupan. Edisi Kedu. Jakarta: EGC Buku
Kedokteran.
Garnita, D. et al. (2012) ‘Faktor risiko..., Dita Garnita, FKM UI, 2012’.
KALTENG, D. (2016) Profil Kesehatan 2016 Provinsi Kalimantan Tengah.
Palangka Raya.
Kemenkes RI (2015) ‘Sexual Health Reproductiv; Situasi kesehatan Reproduksi
remaja’, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, pp. 1–8.
Kemenkes RI (2019) ‘InfoDATIN Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018’,
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Badan
Litbangkes, pp. 1–8. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/hari-diabetes-
sedunia-2018.pdf.
Kholifah, S. (2017) Hubungan jarak tempat tinggl dan Tingkat Pendidikan
terhadao Tingkat kunjungan Masyarakat ke Puskesmas Gadingrejo.
Mihardjantia, L., Delima, Alwi, Q., Ghani, L., Nainggolan, O., R. (2014) ‘Follow
– Up of Impaired Glucose Tolerance Basic Health Survey 2007 in Jakarta in
2009.’, Bul. Penelit. Sist. Kesehat. 17, pp. 233–239.
Miko, A. and Pratiwi, M. (2017) ‘Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik
dengan Kejadian Obesitas Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh’,
AcTion: Aceh Nutrition Journal, 2(1), p. 1. doi: 10.30867/action.v2i1.29.
Proverawati, Atikah. Wati, E. K. (2010) Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
RISKESDAS (2013) ‘RISET KESEHATAN DASAR’, pp. 1–268.
Supariasa (2016) ‘Penilaian Status Gizi’.
Thesa Ananda Prima, Hafni Andayani, M. N. A. (2018) ‘HUBUNGAN
KONSUMSI JUNK FOOD DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP OBESITAS
REMAJA DI BANDA ACEH’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Biomedis,
4(1), pp. 20–27. Available at: http://www.jim.unsyiah.ac.id/FKB/.

Anda mungkin juga menyukai