PENDAHULUAN
1
2
menetap dan aktivitas fisik, semua memainkan peran penting dalam menciptakan
lingkungan obesogenic (6).
Peningkatan cepat baru-baru prevalensi keseluruhan obesitas pada anak-
anak dan remaja menunjukkan bahwa faktor lingkungan, dan khususnya perilaku
terkait dengan diet dan aktivitas fisik, penting bagi penyebab obesitas. Salah satu
hasil dari transisi ini adalah peningkatan prevalensi obesitas sebagai faktor
risikopenyakit tidak menular (7). Faktor risiko lain yang terkait dengan obesitas
termasuk diet tinggi kepadatan energi, konsumsi tinggi minuman manis,ukuran
porsi besar, pola makan seperti makan cemilan, tingginya tingkat perilaku
menetap dan rendahnya tingkat aktivitas fisik. Ada juga bukti yang menunjukkan
bahwa obesitas berhubungan dengan asupan tinggi padat energi, gizi yang rendah
pada makanan seperti minuman ringan, keripik gurih, biskuit manis dan gula-gula,
dan juga peningkatan waktu yang dihabiskan dalam pergaulan mereka (8).
Adapun prevalensi kegemukan (obesity) di negara maju berkisar dari 2,4
% di Korea Selatan hingga 32,2 % di Amerika Serikat, sedangkan di negara
berkembang berkisar dari 2,4 % di Indonesia sampai 35,6 % di Saudi Arabia (5).
Data di atas menunjukkan bahwa sejalan dengan perkembangan dan industrialisasi
yang diikuti perubahan pola hidup, maka prevalensi penderita gizi lebih dan
obesitas semakin tinggi. Menurut beberapa peneliti terdapat hubungan erat antara
pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah kota, perubahan pola konsumsi
pangan dengan meningkatnya penyakit degeneratif. Kehidupan yang modern di
lingkungan tempat tinggal, kemajuan serta berbagai bentuk kemudahan (instant)
menghasilkan pola hidup santai, energi yang tadinya untuk aktivitas tidak terlalu
diperlukan lagi dan akan disimpan sebagai timbunan lemak. Di samping faktor
keturunan, sebagian besar penyebab gizi lebih diduga oleh karena terjadinya
intervensi dan modifikasi gaya hidup (lifestyle), di mana pada etnik Western yang
berpandangan pada umumnya gizi lebih secara sosial tidak diingini, sedangkan
penduduk asli kepulauan Pasifik masih tinggal tetap berpandangan bahwa gizi
lebih dan obesitas justru merupakan suatu simbol kemakmuran dan status sosial
yang tinggi. Pandangan keadaan sosial dan kultur seperti ini, membutuhkan
4
selama masa anak-anak maupun remaja dan pengaruh media merupakan faktor
risiko yang memengaruhi kejadian obesitas pada remaja yang saat usia anak-anak
diklasifikasikan “at risk for overweight”.
Usia remaja ( 10-18 tahun ) merupakan periode rentan gizi karena berbagai
sebab, yaiutu pertama remaja memerlukan zat yang lebih tinggi karena
peningkatan pertumbuhan fisik. Kedua, adanya perubahan gaya hidup dan
kebiasaan makan. Ketiga, remaja mempunyai kebutuhan gizi khusus. Remaja
merupakan salah satu kelompok sasaran yang berisiko mengalami gizi lebih atau
obesitas. Obesitas pada remaja penting untuk diperhatikan karena remaja yang
mengalami obesitas 80% berpeluang untuk mengalami obesits pada saat dewasa.
Gizi lebih dan obesitas pada remaja ditandai dengan berat badan yang relative
berlebihan bila dibandingkan dengan dengan usia atau tinggi badan remaja
sebayanya, sebagai akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam
jaringan lemak tubuh (12). Masalah obesitas banyak dialami oleh beberapa
golongan di masyarakat, antara lain balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa dan
orang lanjut usia. Angka prevalensi obesitas di atas baik pada anak-anak maupun
remaja dan orang dewasa sudah merupakan tanda peringatan bagi pemerintah dan
masyarakat luas bahwa obesitas dan segala implikasinya sudah merupakan
ancaman yang serius bagi masyarakat Indonesia khususnya di kota-kota besar
(13).
Hasil temuan tentang kejadian gizi lebih dan obesitas merupakan akibat
perilaku makan tidak sehat dan aktivitas fisik yang kurang, oleh karena itu perlu
upaya perbaikan perilaku gizi dan meningkatkan aktivitas fisik remaja sehingga
dapat mengurangi prevalensi serta mencegah komplikasi gizi lebih dan
obesitas.Dua pertiga anak usia sekolah adalah anak sekolah yang separuh waktu
berada di sekolah sehingga promosi kesehatan baik dilaksanakan. CDC (2010)
menyatakan bahwa sekolah berperan penting dalam memperbaiki perilaku makan
dan aktivitas fisik remaja dalam mencegah atau menurunkan prevalensi overweigt
atau obesitas (14).
Gambaran obesitas di masa sekarang berdampak besar pada gambaran
obesitas pada masa yang akan datang. Perubahan gizi pada remaja jika tidak
6
9
10
Indonesia perorang adalah sebagai berikut: laki-laki usia 13-15 tahun (2400
kkal)dan usia 16-18 tahun (2600 kkal), sedangkan perempuan usia 13-15 tahun
(2350 kkal) dan usia 16-18 tahun (2200 kkal) (15).
Anak dan remaja merupakan periode yang menarik karena ini adalah masa
potensial penting dimana pola perilaku obesogenic dibentuk dan bukti
menunjukkan bahwa diet, aktivitas fisik dan pergaulan dapat dibawa sampai
dewasa (7). Mengingat bahwa remaja biasanya berinteraksi dengan berbagai
orang yang berbeda setiap hari, kemungkinan bahwa interaksi sosial akan dalam
beberapa cara mempengaruhi bagaimana remaja tersebut berpikir dan bertindak
tentang perilaku kesehatan, seperti menjadi aktif, tampaknya jelas. Efek dari
pengaruh sosial telah dilaporkan di sejumlah perilaku kesehatan remaja termasuk
diet dan aktivitas fisik (18).
Remaja mengalami banyak pengaruh dan bersaing dengan rekan- rekan di
sekolah adalah periode perkembangan yang penting (19). Sebagai remaja adalah
masa plastisitas (20) perkembangan di mana kebiasaan seumur hidup bisa menjadi
mapan, intervensi gaya hidup selama periode ini mungkin memiliki pengaruh
yang signifikan pada kesehatan seumur hidup (21). Secara khusus, promosi makan
yang masuk akal dan aktivitas fisik selama masa remaja dapat mengubah risiko
obesitas pada remaja hingga masa dewasa (22). Periode remaja merupakan jendela
penting kesempatan untuk intervensi gaya hidup untuk mencegah dan mengelola
akumulasi lemak tubuh jangka panjang (22).
2.1.6. Pola Makan dan Obesitas
Peran nutrisi dimulai sejak masa gestasi. Perilaku makan mulai terkondisi
dan terlatih sejak bulan-bulan pertama kehidupan yaitu saat diasuh orangtua.
Pemberian susu botol pada bayi mempunyai kecenderungan diberikan pada
jumlah yang berlebihan sehingga risiko menjadi obesitas menjadi lebih besar
daripada ASI saja.
Telah diketahui sejak dulu bahwa pemberian susu formula dan makanan
semi solid dapat menjadi penyebab obesitas. Ini berarti bayi telah diberikan
makanan tambahan/pendamping ASI yang padat serta susu formula yang tinggi
kalori terlalu dini. Akibatnya anak akan terbiasa untuk mengkonsumsi makanan
12
melebihi kebutuhan dan berlanjut ke masa prasekolah, masa usia sekolah, sampai
masa remaja.Pola makan yang merupakan pencetus terjadinya kegemukan dan
obesitas adalah mengkonsumsi makanan porsi besar (melebihi dari kebutuhan),
makanan tinggi energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah
serat. Sedangkan perilaku makan yang salah adalah tindakan memilih makanan
berupa junk food, makanan dalam kemasan dan minuman ringan (soft drink).
Laporan terbaru menunjukkan bahwa kendala pendapatan dapat dikaitkan
dengan pilihan makanan padat energi dengan beberapa nutrisi pelengkap. Dalam
penelitian ini, pendapatan keluarga dan pendidikan tidak terpengaruh terkait
dengan kepadatan energi (kkal/g) makanan dan hubungan ini tidak berubah dari
waktu ke waktu (23). Pendidikan keluarga dan kepadatan energi,hubungan
berbanding terbalik,yang menunjukkan bahwa kualitas makanan yang dipilih
berdasarkan kandungan energi mereka relatif berat (kkal/g)mungkin berhubungan
dengan pengetahuan daripada pendapatan. Dengan meningkatnya kebebasan
dalam pemilihan makanan dan konsumsi, remaja dapat dengan mudah
mengadopsi perilaku diet dalam menanggapi lingkungan makanan berubah.
menunjukkan bahwa tren adopsi perilaku diet dan makan dalam menanggapi
imperatif lingkungan mungkin berbeda dengan keluarga SES rendah (9).
Kebiasaan lain adalah mengkonsumsi makanan camilan yang banyak
mengandung gula sambil menonton televisi. Pilihan jenis makanan camilan bisa
dipengaruhi oleh iklan di televisi. Ngemil adalah perilaku terkait dengan jumlah
energi yang berkaitan dengan asupan energi berlebih dan obesitas pada anak-anak
dan remaja; Selain itu, prevalensi ngemil pada anak-anak dan remaja telah
meningkat selama dekade terakhir. Dalam penelitian di Eropa, ngemil juga lazim,
dengan remaja Skotlandia (usia 12-18 tahun mengkonsumsi setidaknya 2,8 snack
per hari dan pemuda Portugis (usia 5-15 tahun) mengkonsumsi 1,5 snack per hari
(24).
2.1.7. Aktifitas Fisik Dengan Obesitas
Aktivitas fisik memainkan peran yang penting dalam kesehatan anak-anak
dan remaja. Seiring dengan adanya diet tinggi kalori, rendahnya frekuensi
aktivitas fisik dan peningkatan partisipasi dalam kegiatan waktu luang dan dua
13
perilaku gaya hidup penting yang telah memberi kontribusi pada peningkatan
prevalensi overweight dan obesitas di kalangan remaja dan dewasa (3). Selain itu,
anak-anak dengan kelebihan berat badan sangat mungkin untuk tetap mengalami
kelebihan berat badan bahkan obesitas ketika dia dewasa, yang memungkinkan
terkena obesitas berisiko (misalnya, aktivitas fisik dan diet) dari masa kanak-
kanak sampai dewasa (25).
Data menunjukkan bahwa aktivitas fisik anak-anak cenderung menurun.
Aktivitas meliputi aktivitas sehari-hari, kebiasaan, hobi, maupun latihan dan
olahraga. Anak yang kurang atau enggan melakukan aktivitas fisik menyebabkan
tubuh kurang menggunakan energi yang tersimpan di dalam tubuh. Oleh karena
itu, jika asupan energi berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik yang
sesuai maka secara kontiniu dapat mengakibatkan obesitas. Padahal cara yang
paling mudah dan umum dipakai untuk meningkatkan pengeluaran energi adalah
dengan melakukan latihan fisik atau gerak badan (26). Sebaliknya menonton
televisi akan menurunkan aktivitas fisik dan keluaran energi karena mereka
menjadi jarang atau kurang berjalan, bersepeda, maupun naik-turun tangga.
Gerakan ini menghasilkan lebih bayak pembuangan energi daripada duduk
berdiam diri di depan TV (26).
Selain pola makan dan perilaku makan, kurangnya aktivitas fisik juga
merupakan faktor penyebab terjadinya kegemukan dan obesitas pada anak
sekolah. Keterbatasan lapangan untuk bermain dan kurangnya fasilitas untuk
beraktivitas fisik menyebabkan anak memilih untuk bermain di dalam rumah.
Selain itu, kemajuan teknologi berupa alat elektronik seperti video games,
playstation, televisi dan komputer menyebabkan anak malas untuk melakukan
aktivitas fisik.Partisipasi dalam aktivitas fisik dan olahraga, baik di dalam maupun
di luar sekolah, menurun selama masa remaja(27).
Temuan ini memberikan dukungan untuk hubungan antara aktivitas fisik
teman dan aktivitas fisik individu pada anak-anak dan remaja, tapi temuan
perilaku harian yang beragam (25). Memanfaatkan pengaruh persahabatan atau
teman untuk meningkatkan tingkat aktivitas fisik dan menurunkan aktivitas waktu
luang menetap akan memiliki dampak yang menguntungkan pada pengurangan
14
prevalensi saat remaja kelebihan berat badan dan obesitas melalui peningkatan
pengeluaran energi. Penelitian lebih lanjut meneliti perilaku menetap di kalangan
anak-anak diperlukan, termasuk penyelidikan peer virtual yang dihasilkan dari on-
line game, serta pengaruh jaringan di luar lingkungan sekolah (misalnya, keluarga,
tim olahraga, kamp, klub sosial) di perilaku obesitas berisiko. Mengingat bahwa
bahwa pemahaman kita tentang peran jaringan sosial pada aktivitas fisik dan
perilaku menetap di kalangan pemuda adalah dalam tahap awal dan bahwa
menuntut penelitian lebih lanjut perhatian.
2.1.7. Pola Konsumsi Fast Food
Makanan cepat saji (fast food) mulai dikenal sejak abad ke 19 di Amerika
Serikat, saat era industri mulai tumbuh dimana terjadi perubahan budaya dari
budaya agraris yang longgar dalam penggunaan waktu, menuju budaya industri
yang ketat dalam soal penggunaan waktu. Sebagai solusi untuk dapat
mengefisenkan waktu mereka, muncullah makanan cepat saji (fast food) (28).
Kemudahan memperoleh makanan cepat saji (fast food), peningkatan jam
kerja orang tua, dan kegiatan anak sekolah yang berlebihan membuat makanan
cepat saji (fast food) menjadi makanan pokok sebagian besar keluarga di
Amerika. Satu per tiga anak di Amerika memakan makanan cepat saji (fast food)
setiap hari. Satu porsi cemilan dapat mengandung 2000 kkal, 84g lemak, dan
hanya 12g fiber. Pola hidup tersebut tentunya meningkatkan risiko overweight
dan obesitas (29).
Makanan cepat saji (fast food) didefinisikan sebagai makanan yang
tersedia dalam waktu cepat dan siap untuk dikonsumsi, seperti ayam goreng
kentucky, pizza, spaghetti, dan lain-lain (30).
a.Jenis Makanan Cepat Saji (Fast Food)
Berikut ini beberapa makanan siap saji (fast food) yang paling populer di
seluruh dunia yang berasal dari beberapa negara, diantaranya adalah sebagai
berikut:(6).
1. Hamburger
Hamburger (atau seringkali disebut dengan burger) adalah sejenis
makanan berupa roti berbentuk bundar yang diiris dua dan ditengahnya
15
diisi dengan patty yang biasanya diambil dari daging, kemudian sayur-
sayuran berupa selada, tomat dan bawang bombay. Hamburger berasal dari
negara Jerman. Saus diberi berbagai jenis saus seperti mayones, saus tomat
dan sambal. Beberapa varian burger juga dilengkapi dengan keju, asinan,
serta bahan pelengkap lain seperti sosis.
2. Pizza
Pizza adalah adonan roti yang umumnya berisi tomat, keju, saus dan bahan
lain sesuai selera. Pizza pertama kali populer di negara Italia.
3. Kentang goreng (French fries)
Kentang goreng adalah hidangan yang dibuat dari potongan - potongan
kentang yang digoreng dalam minyak goreng panas. Kentan goreng
berasal dari negara Belgia. Kentang goreng bisa dimakan begitu saja
sebagai makananringan, atau sebagai makanan pelengkap hidangan
utama. Kentang goreng memiliki kandungan glukosa dan lemak yang
cukup tinggi.
4. Ayam goreng Kentucky
Ayam goreng kentucky pada umumnya jenis makanan siap saji (fast food)
yang umum dijual di restoran makanan siap saji. Ayam goreng kentucky
umumnya memiliki protein, kolesterol dan lemak.
5. Spaghetti
Spaghetti berasal dari Italia, namun sudah popular di Indonesia. Spaghetti
adalah mie Italia yang berbentuk panjang seperti lidi, yang umumnya di
masak 9-12 menit di dalam air mendidih dengan tambahan daging
diatasnya.
6. Hot Dog
Hot dog merupakan makanan siap saji berupa sosis yang diselipkan dalam
roti. Mustard, saus tomat, bawang dan mayones dapat melengkapi
isiannya. Yang tergolong dalam makanan cepat saji modern antara lain
hamburger, ayam goreng kentucky, pizza, spagehetti, chicken nugget.
kentang goreng (french fries), donat dan makanan cepat saji yang
16
intervensi dimediasi dapat bervariasi antara individu, dan penyebab variabilitas ini
tetap dapat dilakukan. Karakterisasi variasi dan pengaruh faktor penentu potensi
obesitas dan hasil kesehatan terkait obesitas itu di individual, keluarga, dan tingkat
program dapat membantu untuk memandu pengembangan intervensi yang lebih
efektif(33).
2.3. Hipotesis
Quality Life
Dari kerangka konsep penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesa
penelitian sebagai berikut :
1. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadap perubahan
(peningkatan) pengetahuan remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di
SMP Negeri 4 Medan.
2. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadap perubahan Indeks
Masa Tubuh (IMT) remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di SMP
Negeri 4 Medan.
3. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadap perubahan pola
konsumsi fast food remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di SMP
Negeri 4 Medan.
22
31
3.1. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan “Quasy Eksperiment”, yaitu pre-
test and post-test with control group design. Kelompok perlakuan diberikan
intervensi pendidikan gizi selama 2 minggu melalui penerapan Konseling
Modifikasi Gaya Hidupdengan memberikan panduan gaya hidup sehat dan
penyuluhan sebanyak 3 kali pada remaja yang overweight dan obesitas, dimana
penyuluhan dilakukan pada hari pertama, hari ke empat, dan hari ke tujuh
sedangkan kelompok kontrol hanya diberikan penyuluhan 1 kali saja pada hari
pertama dan tidak diberikan buku panduan. Remaja pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol dilakukan pengukuran IMT/Umur (Berat Badan/Tinggi Badan)
sebelum dan setelah intervensi.
Tabel 3.1. Skema Rancangan Penelitian
Subyek Pre-test Perlakuan Post-test
Kelompok Perlakuan 01 X 02
Kelompok Kontrol 03 04
Keterangan :
01 : Pengukuran kelompok perlakuan sebelum diberikan intervensi
02 : Pengukuran kelompok perlakuan setelah diberikan intervensi
03 : Pengukuran kelompok kontrol sebelum (pre test) intervensi
04 : Pengukuran kelompok kontrol setelah (post test) intervensi
X : Intervensi Konseling Modifikasi Gaya Hidup
23
24
Indeks massa tubuh merupakan cara menentukan status gizi dengan mengukur
tinggi badan dan berat badan dan dihitung dengan rumus IMT = BB (kg)/TB2(m2)
Pola konsumsi fast foodmerupakan deskripsi mengenai jenis dan frekuensi
fastfood yang dikonsumsi responden.
Aktifitas fisik merupakan kegiatan yang dilakukan siswa SMP sehari-hari.
3.4.2 Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran yang terdiri dari cara ukur, alat ukur, hasil ukur dan
skala yang di gunakan untuk responden, dapat di lihat pada tabel 3.4
Tabel : 3.2 Aspek Pengukuran Yang Digunakan
No Variabel Rentang Skala Katagori Skala
ukur
1 Pengetahuan Baikskor = 12-17 Baik Oridinal
Cukup skor = 6-11 Cukup
Kurang skor ≤ 5 Kurang
2 Indeks Massa Overweight bila IMT > 1 Overweight Ordinal
Tubuh SD Obesitas
Obesitas bila IMT > 2
SD
3 Pola konsumsi Sering ≥ 2x seminggu Sering Oridinal
Fast Food Jarang ≤ 2x seminggu Jarang
4. Aktifitas Fisik Ringan, PAL ≤ 1,69 Ringan Ordinal
Sedang, PAL 1,70 – 1,99 Sedang
Berat, PAL ≥ 2,00 Berat
3. Setelah mendapatkan nilai berat badan (BB) dan tinggi badan (TB)
kemudian dilakukan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan
rumus yaitu:
Berat Badan( kg)
IMT¿
Tinggi Badan ( m ) x Tinggi Badan(m)
4. Setelah hasil Indeks Massa Tubuh (IMT) diketahui kemudian
diklasifikasikan menurut umur responden, klasifikasi IMT/U sebagai
berikut menurut WHO Antrhoplus software berdasarkan WHO (2007)
5. Setelah diketahui nilai Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
kemudian diklasifikasi dengan kategori status gizi remaja.
2. Data Sekunder
Data sekunder meliputi gambaran umum SMP Negeri 4 Medan yaitu profil
sekolah akreditas, tahun berdiri sekolah, seluruh jumlah guru dan seluruh siswa di
sekolah.
3.5.2.3. Instrumen Penelitian
Variabel yang diteliti meliputi, pengetahuan gizi, indeks massa tubuh, pola
konsumsi fast food dan aktifitas siswa. Instrumen penelitian adalah alat-alat yang
digunakan untuk pengumpulan data. Adapun instrumen penelitian yang digunakan
adalah
1) Formulir data identitas responden
2) Kuesioner pretest dan posttest
3) Kuesioner food frekuensi pola konsumsi fast food
4) Kuesioner activity recall
5) Booklet obesitas
6) Timbangan digital merek camry
7) Alat ukur tinggi badan (microtoise).
8) Alat Tulis
31
32
Kategori Pretest
Pengetahuan Obesitas Overweight Jumlah
n persentase n persentase n persentase
Baik 1 3,85 4 15,39 5 19,24
Cukup 8 30,76 13 50,00 21 80,76
Jumlah 9 34,61 17 65,39 26 100,00
Aktifitas Pretest
Fisik Obesitas Overweight Jumlah
n persentase n persentase n persentase
Ringan 7 26,92 14 53,85 21 80,77
Sedang 2 7,69 3 11,54 5 19,23
Jumlah 9 34,61 17 63,39 26 100,00
Tabel 4.20. menunjukan bahwa untuk Indeks Masa Tubuh (IMT) pada
kelompok perlakuan dipretest memiliki rata-rata 27,55 dan pada posttest memiliki
rata-rata 27,17. Hal ini menunjukan ada penurunan IMT rata-rata di kelompok
perlakuan antara sebelum dengan sesudah perlakuan. Hasil uji wilcoxon
menunjukan nilai p = 0,002 (p< 0,05) yang bermakna bahwa ada perbedaan rata-
rata Indeks Masa Tubuh (IMT) sebelum dengan sesudah perlakuan yang artinya
Ha diterima.
Sedangkan Indeks Masa Tubuh (IMT) pada kelompok kontrol di pretest
memiliki rata-rata 26,95 dan di posttest memiliki rata-rata 26,93. Hal ini
menunjukan tidak adanya perbedaan rata-rata. Hasil uji wilcoxon nilai p = 0,953
(p> 0,05) yang bermakna bahwa tidak ada perbedaan Indeks Masa Tubuh (IMT)
sebelum dengan sesudah perlakuan yang artinya Ha ditolak.
4.1.3.3. Pola Konsumsi Fast Food Responden diPretest dan Posttest Pada
Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Hasil analisis bivariat untuk pola konsumsi fast food responden yaitu
untuk melihat perbedaan pola konsumsi fast food responden pada pretest dengan
pola konsumsi fast food responden di posttest baik pada kelompok perlakuan
maupun pada kelompok kontrol dengan tingkat kemaknaan (signifikan) yang
digunakan p<0,05 dapat kita lihat pada tabel 4.21.
Tabel 4.21. Distribusi Pola Konsumsi Fast Food Responden diPretest dan
PosttestPada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Pola Konsunsi Pretest Posttest p
Fast Food Mean ± SD Mean ± SD
Perlakuan 9,42 ± 1,474 10,04 ± 1,248 0,011
Kontrol 9,15 ± 1,541 9,38 ± 1,49 0,167
Tabel 4.21. menunjukan bahwa untuk Pola konsumsi fast foodpada
kelompok perlakuan dipretest memiliki rata-rata 9,42 dan pada posttest memiliki
rata-rata 10,04. Hal ini menunjukan ada perbedaan rata-rata di kelompok
perlakuan antara sebelum dengan sesudah perlakuan. Hasil uji paired wilcoxon
menunjukan nilai p = 0,011 (p< 0,05) yang bermakna bahwa ada perbedaan rata-
rata pola konsumsi fast food sebelum dengan sesudah perlakuan yang artinya Ha
diterima.
41
siswa, hal ini dibuktikan dari hasil uji paired T-tes dengan nilai p< 0,05 yaitu p =
0,000 pada kelompok perlakuan antara pretest dan posttest. Intervensi edukasi
dengan booklet pada kelompok kontrol tidak ada pengaruh yang bermakna
terhadap peningkatan pengetahuan, hal ini mungkin dikarenakan hanya diberikan
penyuluhan satu kali dan tidak diberikan booklet sebagai buku panduan gaya
hidup sehat sehingga siswa pada kelompok kontrol kurang mengingat edukasi
yang diberikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang didukung oleh Dali yang
menunjukkan hubungan yang bermakna antara materi ilmu gizi dengan
pengetahuan dan sikap siswa SMU di kota Gorontalo yang menerapkan mulok
ilmu gizi (p < 0,05) (35).
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Meri, Nelwati, dan Rani tentang hubungan pengetahuan tentang obesitas dengan
upaya pencegahannya oleh remaja di SMP 2 Padang (36).
Hal ini mungkin terjadi akibat dari edukasi modifikasi gaya hidup yang
diberikan kepada siswa sebanyak 3 kali dalam waktu 2 minggu yang membuat
siswa masih mengingat edukasi yamg disampaikan.
4.2.2. Indeks Massa Tubuh
Pada penelitian ini juga menunjukkan penurunan IMT yang bermakna
sebelum dan sesudah dilakukan edukasi memodifikasi gaya hidup pada kelompok
perlakuan. Hasil uji statistik menunjukkan nilai yang signifikan dengan hasil uji
uji wilcoxon dengan nilai p< 0,05 yaitu 0,000 antara Indeks Masa Tubuh (IMT)
sebelum perlakuan dengan sesudah perlakuan dimana secara otomatis juga sejalan
dengan perubahan berat badan siswa. Hal ini didukung dengan penelitian
Widhayati yang menunjukkan bahwa pendidikan gizi memberikan pengaruh yang
baik terhadap penurunan percentil IMT pada remaja kelebihan berat badan dengan
metode penyuluhan kelompok dan penyuluhan individu (p =0,010 dan p = 0,009)
(37).
Namun penelitian ini dapat lebih bermakna pengaruhnya terhadap
penurunan berat badan jika penelitian yang dilakukan waktunya lebih lama
sehingga peneliti dapat mengkontrol secara total gaya hidup siswa. Dalam
penelitian ini intervensi dengan booklet memodifikasi gaya hidup merupakan
43
salah satu bentukedukasi kesehatan bidang gizi yang sangat penting untuk
merubah perilaku yang tdak sesuai dengan kaidah gizi. Edukasi dengan booklet
modifikasi gaya hidup yang diberikan kepada siswa merubah pola pikir siswa
dalam mendapatkan berat badan yang mengarah ke arah proporsional.
4.2.3. Pola Komsumsi Fast Food
Secara statistik ada perubahan yang bermakna intervensi edukasi dengan
booklet memodifikasi gaya hidup juga berpengaruh terhadappola konsumsi fast
foodsiswa baik pada kelompok perlakuan maupun pada kelompok control.
Dimana berdasarkan hasil uji statistik wilcoxon memperoleh nilai p< 0,05 yaitu p
= 0,011 dimana terdapat perbedaan antara sebelum dengan sesudah diberikan
edukasi.
Hal ini mungkin terjadi akibat bahwa sebagian besar siswa yang termasuk
dalam kelompok perlakuan dan kontrol yang berstatus gizi overweight dan
obesitas telah memiliki pengetahuan tentang fast food yang sudah cukup baik,
sehinngga semakin cukup pengetahuan seseorang, maka semakin cukup pula
upaya dirinya dalam mengaplikasikam pengetahuan yang diberikan. Setiap
pertemuan terhadap siswa, peneliti memberikan materi penyuluhan makanan yang
sehat dan yang tidak sehat yang terangkum dalam booklet panduan gaya hidup
sehat.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Liyana
dkk berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi square menunjukkan bahwa p
> 0,05 (p value 0,166) yang secara satistik menunjukkan tidak terdapat hubungan
bermakna pengetahuan dengan konsumsi fast food pada remaja obesitas di SMA
Theresiana 1 Semarang tahun 2017 (31).
4.2.4. Aktifitas Fisik
Intervensi edukasi dengan booklet memodifikasi gaya hidupyang
diberikan kepada siswa yang tergolong overweight dan obesitas pada saat
penelitian juga berpengaruh secara bermakna terhadap perubahan aktifitas fisik
siswa yang tergolong overweight dan obesitas baik pada kelompok perlakuan
maupun pada kelompok control. Intervensi edukasi dengan booklet memodifikasi
gaya hidup merupakan salah satu upaya yang direncanakan sebagai upaya dalam
44
penurunan berat badan terhadap siswa yang tergolong overweight dan obesitas di
SMP Negeri 4 Medan tahun 2018. Selama satu bulan mulai dari survey awal
hingga akhir penelitian terjadi empat kali pertemuan dengan hasil sesuai harapan.
Namun pada saat penelitian pertemuan yang dilaksanakan tidak seperti yang
direncanakan dikarenakan pada pertemuan terakhir siswa sedang mengikuti ujian
tengah semester. Meskipun dengan keterbatasan yang ada, peneliti tetap
menyesuaikan waktu dalam melakukan pertemuan tersebut. Pada kelompok
perlakuan peneliti memberikan penyuluhan materi panduan aktifitas fisik
sebanyak tiga kali dan memberikan booklet panduan gaya hidup sehat. Intervensi
edukasi dengan booklet memodifikasi gaya hidup dilakukan di aula sekolah
supaya tercipta suasana yang nyaman dan tidak mengganggu siswa siswa lainnya
yang sedang belajar. Dimana pada penelitian ini dilakukan uji statistik terhadap
aktifitas kfisik dengan menggunakan uji statistik paired T-Test dengan
memperoleh nilai p < 0,005 yaitu p = 0,000 yang berarti ada perbedaan aktifitas
fisik antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi edukasi memodifikasi gaya
hidup. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rosdiana, Rosdiana, dan dimana didalam penelitian mereka pada aktivitas fisik
menunjukan bahwa tidak ada pengaruh secara bermaknapada kelompok kontrol
dan perlakuan dengan nilai (p>0,05) yaitu p = 0,59, hal ini tidak sejalan dengan
penelitian (8).
Hal ini mungkin akibat dari edukasi modifikasi gaya hidup yang diberikan
kepada responden tentang aktivitas fisik bahwasanya semakin besar tingkat
pengeluaran energi tubuh semakin banyak kalori yang terbuang sehingga semakin
memungkinkan penurunan berat badan.
Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Anto, Sumardi
Sudarman, Erni Yetti R, Saskiyanto Manggabaranitentang pengaruh pengaruh
konseling memodifikasi gaya hidup terhadap pencegahan obesitas pada remaja
yang menunjukan pada aktifitas fisik tidak ada perubahan dan pengaruh yang
bermakna konseling memodifikasi gaya hidup baik pada kelompok perlakuan
maupun pada kelompok kontrol dengan nilai p = 0,59, hal ini tidak sejalan dengan
penelitian (38).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 4 Medan
tahun 2018, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadapperubahan
(peningkatan) pengetahuan remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di
SMP Negeri 4 Medan.
2. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadapperubahan
Indeks Masa Tubuh (IMT) remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di
SMP Negeri 4 Medan.
3. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadapperubahan pola
konsumsi Fast food remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di SMP
Negeri 4 Medan.
4. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadapperubahan
aktifitas fisik remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di SMP Negeri 4
Medan.
5.2. Saran
1. Disarankan kepada pihak sekolah agar memperbanyak booklet yang telah
diberikan sebagai bahan bacaan siswa untuk meningkatkan pengetahuan
siswa dalan menjaga berat badan ke arah yang lebih proporsional.
2. Disarankan kepada pihak sekolah agar melakukan kerjasama dengan
puskesmas yang berada di wilayah sekolah.SMP Negeri 4 Medan..
3. Melalui penyuluhan dan edukasi dengan booklet yang telah diberikan
kepada siswa tentang kejadian obesitas siswa perlu memahami informasi
faktor-faktor yang mempengaruhinya serta bagimana pencegahannya.
4. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih
kompleks yaitu dengan penambahan variabel asupan kalori.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. WHO | Obesity and overweight. World Heal Organ Media Cent Fact
Sheet No 311. 2011;
2. Boodai SA, McColl JH, Reilly JJ. National Adolescent Treatment Trial for
Obesity in Kuwait (NATTO): Project design and results of a randomised
controlled trial of a good practice approach to treatment of adolescent
obesity in Kuwait. Trials. 2014;
3. Al-Hazzaa HM, Abahussain NA, Al-Sobayel HI, Qahwaji DM, Musaiger
AO. Lifestyle factors associated with overweight and obesity among Saudi
adolescents. BMC Public Health. 2012;
4. Al-Rethaiaa AS, Fahmy AEA, Al-Shwaiyat NM. Obesity and eating habits
among college students in Saudi Arabia: A cross sectional study. Nutr J.
2010;
5. Halberstadt J, Makkes S, de Vet E, Jansen A, Nederkoorn C, van der Baan-
Slootweg OH, et al. The role of self-regulating abilities in long-term weight
loss in severely obese children and adolescents undergoing intensive
combined lifestyle interventions (HELIOS); rationale, design and methods.
BMC Pediatr. 2013;
6. Maynita siholo neni. Faktor-faktor yang memengaruhi pola pemilihan
makanan siap saji modern. 2012;(2):16.
7. Leech RM, McNaughton SA, Timperio A. The clustering of diet, physical
activity and sedentary behavior in children and adolescents: A review.
International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity. 2014.
8. Rosdiana Rosdiana. Intervensi Gaya Hidup Terhadap Pencegahan Obesitas
Pada Remaja di SMP Khadijah Kota Makassar. 2013;49(12):505–6.
9. Dupuy M, Godeau E, Vignes C, Ahluwalia N. Socio-demographic and
lifestyle factors associated with overweight in a representative sample of
11-15 year olds in France: Results from the WHO-Collaborative Health
Behaviour in School-aged Children (HBSC) cross-sectional study. BMC
Public Health. 2011;
10. Sedibe HM, Kahn K, Edin K, Gitau T, Ivarsson A, Norris SA. Qualitative
study exploring healthy eating practices and physical activity among
adolescent girls in rural South Africa. BMC Pediatr. 2014;
11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. BADAN Penelit DAN Pengemb Kesehat Kementeri
Kesehat RI TAHUN 2013. 2013;
12. Moran R. Evaluation and treatment of childhood obesity. Am Fam
Physician. 1999;
13. Faith MS, Van Horn L, Appel LJ, Burke LE, Carson JAS, Franch HA, et al.
Evaluating parents and adult caregivers as “agents of change” for treating
obese children: Evidence for parent behavior change strategies and research
gaps: A scientific statement from the American heart association.
Circulation. 2012.
14. N H. Faktor-Faktor Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Obesitas
Dikelas 4 dan 5 SD Pembangunan Jaya Bintaro Tangerang Selatan Tahun
47
48
2009. 2009;
15. Fentiana N. Asupan Lemak Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Obesitas
Pada Remaja ( 16-18 Tahun ) Di Indonesia Tahun 2010 ( Data Riskesdas
2010 ). Vol. 2010. 2012. 1-90 p.
16. De Onis M, Habicht JP. Anthropometric reference data for international
use: Recommendations from a World Health Organization Expert
Committee. Am J Clin Nutr. 1996;
17. Gupta N, Goel K, Shah P, Misra A. Childhood obesity in developing
countries: Epidemiology, determinants, and prevention. Endocrine
Reviews. 2012.
18. Abu-Kishk I, Alumot-Yehoshua M, Reisler G, Efrati S, Kozer E, Doenyas-
Barak K, et al. Lifestyle modifications in an adolescent dormitory: A
clinical trial. Korean J Pediatr. 2014;
19. Nicholls L, Lewis AJ, Petersen S, Swinburn B, Moodie M, Millar L.
Parental encouragement of healthy behaviors: Adolescent weight status and
health-related quality of life. BMC Public Health. 2014;
20. Hochberg Z. Developmental plasticity in child growth and maturation.
Frontiers in Endocrinology. 2011.
21. Hochberg Z, Belsky J. Evo-devo of human adolescence: Beyond disease
models of early puberty. BMC Medicine. 2013.
22. Alberga AS, Sigal RJ, Goldfield G, Prud Homme D, Kenny GP.
Overweight and obese teenagers: Why is adolescence a critical period?
Pediatric Obesity. 2012.
23. Kant AK, Graubard BI. Family Income and Education Were Related with
30-Year Time Trends in Dietary and Meal Behaviors of American Children
and Adolescents. J Nutr. 2013;
24. Harika RK, Cosgrove MC, Osendarp SJM, Verhoef P, Zock PL. Fatty acid
intakes of children and adolescents are not in line with the dietary intake
recommendations for future cardiovascular health: A systematic review of
dietary intake data from thirty countries. British Journal of Nutrition. 2011.
25. Sawka K, McCormack GR, Nettel-Aguirre A, Hawe P, Doyle-Baker PK.
Friendship networks and physical activity and sedentary behavior among
youth: a systematized review. Int J Behav Nutr Phys Act. 2013;
26. August GP, Caprio S, Fennoy I, Freemark M, Kaufman FR, Lustig RH, et
al. Prevention and treatment of pediatric obesity: An Endocrine Society
clinical practice guideline based on expert opinion. Journal of Clinical
Endocrinology and Metabolism. 2008.
27. Bay JL, Mora HA, Sloboda DM, Morton SM, Vickers MH, Gluckman PD.
Adolescent understanding of DOHaD concepts: a school-based intervention
to support knowledge translation and behaviour change. J Dev Orig Health
Dis. 2012;
28. Paeratakul S, Ferdinand DP, Champagne CM, Ryan DH, Bray GA. Fast-
food consumption among US adults and children: Dietary and nutrient
intake profile. J Am Diet Assoc. 2003;
29. Behrman RE, Klagman RM, Jenson HB (eds). Nelson textbook of
pediatrics. 18th ed. J Pediatr. 2008.
49
Nama Responden :
Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Kelas :
Tanggal : Berat badan : kg, Tinggi badan : cm
Soal
1. Berikut ini adalah kelompok zat gizi yang diperlukan oleh tubuh kita
a.Karbohidrat, lemak
b. Karbohidrat, lemak, protein
c. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin
d. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral
11. Menurut anda, pada umumnya makanan fast food (pizza, fried chicken,
hamburger, dll) mengandung zat gizi ?
a. Serat dan vitamin
b. Serat dan lemak
c. Karbohidrat dan lemak
d. Vitamin dan mineral
17. Cara mencegah gizi lebih/kegemukan yang efektif adalah dengan cara ?
a. Mengkonsumsi gizi seimbang dan olahraga
b. Mengatur jadwal istirahat
c. Minum jamu
d. Diet ketat
KUESIONER PENELITIAN
FORMULIR FOOD FREKUENSI
Nama Responden :
Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Tanggal :