Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang terjadi karena
adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar
sehingga menyebabkan terjadinya penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara
berlebihan. Obesitas terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energy yang
masuk dengan energy yang keluar. Obesitas/overweight telah menjadi pandemi
global di seluruh dunia dan dinyatakan oleh World Health Organization (WHO)
sebagai masalah kesehatan kronis terbesar. Obesitas atau yang biasa dikenal
sebagai kegemukan merpakan suatu masalah yang cukup merisaukan dikalangan
remaja (1). Obesitas bukan penyakit tapi dapat menimbulkan penyakit, seperti
diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi dan penyakit degenerative lainnya.
Obesitas terjadi jika ada kelebihan kalori hasil metabolism. Pada penderita
obesitas, lemak berlebihan ditimbun pada jaringan-jaringan otot, terkadang juga
dalam pankreas atau hati, penimbunan lemak tidak merata dapat menyebabkan
semacam tumor (2).
Kelebihan berat badan terjadi dalam bentuk overweight dan obesitas .
Obesitas yang muncul di usia remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa dan
lansia. Kejadian overweight dan obesitas menjadi masalah di seluruh dunia
karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa dan anak baik di negara
maju maupun negara berkembang (3). WHO memperingatkan bahwa kelebihan
berat badan dan obesitas merupakan risiko utama kelima kematian global(1).
menyebutkan bahwa di Amerika sekitar 26% anak-anak usia 2-5 tahun mengalami
obesitas. Sekitar 37% anak usia 6-11 tahun dan 34% remaja usia 12-19 tahun
menderita obesitas.
Tingginya prevalensi obesitas anak-anak dan remaja ini sejajar dengan
epidemi obesitas dewasa, lebih dari 32% orang dewasa yang dikategorikan
obesitas (4). Dibandingkan dengan rekan-rekan dengan berat badan normal,
kelebihan berat badan remaja (12-19 tahun) menunjukkan risiko lebih besar

1
2

terkena penyakit kardiovaskular,dan remaja obesitas (5-15tahun) mengalami


peningkatan glukosa, tekanan darah, insulin, dan lipid serta peningkatan massa
tubuh. Sindrom metabolik telah didiagnosis pada 25%-50% dari pediatri
obesitas. Faktor risiko kardiometabolik pada remaja obesitas di Kuwait memiliki
kualitas hidup dan kesehatan yang buruk dibandingkan dengan remaja berat badan
yang sehat, hal ini tampak pada perbedaan budaya masyarakat barat dan kuwait
(2). Sebuah penelitian lebih lanjut di Belanda bahwa obesitas memiliki dampak
besar pada kehidupan anak-anak muda tercermin dalam temuan bahwa anak-anak
penderita obesitas dan remaja dilaporkan memiliki kualitas hidup yang sama
seperti yang didiagnosis pada penderita kanker (5).
Berdasarkan data WHO (2011) menunjukkan bahwa sebuah studi di
Selandia Baru menunjukkan bahwa 33,6% remaja usia 11-14 tahun, dan 27% dari
remaja usia 15-18 tahun, dianggap kelebihan berat badan atau obesitas. Tahun
2002-2003 sekitar 6,85% penduduk usia 15-19 tahun di Malaysia dinyatakan
obesitas. Di Singapura dan Jepang obesitas pada remaja (usia 6-14 tahun) masing-
masing sebesar 13,4% dan 12%. Baru-baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) melakukan survei terhadap tingkat aktivitas fisik di 51 negara terutama
berpenghasilan rendah dan menengah. Di antara peserta yang berusia 18 sampai
29 tahun, prevalensi aktif adalah 13,2% pada laki-laki dan 19,1% pada wanita (1).
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas pada remaja,
antara lain sosial ekonomi yang mempengaruhi pola konsumsi, dimana anak yang
berasal dari keluarga ekonomi tinggi, cenderung mengkonsumsi makanan yang
berkadar lemak tinggi. Secara singkat, gizi lebih disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara asupan energi dengan energi yang digunakan.Selain itu
faktor yang mempengaruhi gizi lebih, adalah umur, jenis kelamin, tingkat sosial
ekonomi, faktor lingkungan, aktivitas fisik, kebiasaan makan dan faktor
neuropsikologikserta faktor genetika (6). Bahkan, penelitian sebelumnya telah
menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan banyak faktor gaya hidup,
termasuk perilaku menetap, aktivitas fisik dan pilihan makanan yang tidak sehat.
Faktor yang berhubungan dengan gaya hidup, seperti kebiasaan makan, perilaku
3

menetap dan aktivitas fisik, semua memainkan peran penting dalam menciptakan
lingkungan obesogenic (6).
Peningkatan cepat baru-baru prevalensi keseluruhan obesitas pada anak-
anak dan remaja menunjukkan bahwa faktor lingkungan, dan khususnya perilaku
terkait dengan diet dan aktivitas fisik, penting bagi penyebab obesitas. Salah satu
hasil dari transisi ini adalah peningkatan prevalensi obesitas sebagai faktor
risikopenyakit tidak menular (7). Faktor risiko lain yang terkait dengan obesitas
termasuk diet tinggi kepadatan energi, konsumsi tinggi minuman manis,ukuran
porsi besar, pola makan seperti makan cemilan, tingginya tingkat perilaku
menetap dan rendahnya tingkat aktivitas fisik. Ada juga bukti yang menunjukkan
bahwa obesitas berhubungan dengan asupan tinggi padat energi, gizi yang rendah
pada makanan seperti minuman ringan, keripik gurih, biskuit manis dan gula-gula,
dan juga peningkatan waktu yang dihabiskan dalam pergaulan mereka (8).
Adapun prevalensi kegemukan (obesity) di negara maju berkisar dari 2,4
% di Korea Selatan hingga 32,2 % di Amerika Serikat, sedangkan di negara
berkembang berkisar dari 2,4 % di Indonesia sampai 35,6 % di Saudi Arabia (5).
Data di atas menunjukkan bahwa sejalan dengan perkembangan dan industrialisasi
yang diikuti perubahan pola hidup, maka prevalensi penderita gizi lebih dan
obesitas semakin tinggi. Menurut beberapa peneliti terdapat hubungan erat antara
pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah kota, perubahan pola konsumsi
pangan dengan meningkatnya penyakit degeneratif. Kehidupan yang modern di
lingkungan tempat tinggal, kemajuan serta berbagai bentuk kemudahan (instant)
menghasilkan pola hidup santai, energi yang tadinya untuk aktivitas tidak terlalu
diperlukan lagi dan akan disimpan sebagai timbunan lemak. Di samping faktor
keturunan, sebagian besar penyebab gizi lebih diduga oleh karena terjadinya
intervensi dan modifikasi gaya hidup (lifestyle), di mana pada etnik Western yang
berpandangan pada umumnya gizi lebih secara sosial tidak diingini, sedangkan
penduduk asli kepulauan Pasifik masih tinggal tetap berpandangan bahwa gizi
lebih dan obesitas justru merupakan suatu simbol kemakmuran dan status sosial
yang tinggi. Pandangan keadaan sosial dan kultur seperti ini, membutuhkan
4

kebijaksanaan tertentu, apabila kita ingin mengembangkan strategi intervensi


untuk menurunkan prevalensi obesitas (9).
Studi penelitian berbasis di Afrika Selatan dilakukan di antara perempuan
berusia 15-55 tahun, dimana tingkat obesitas adalah 28,9%, perempuan dengan
aktivitas fisik yang lebih rendah ditemukan berada pada risiko terbesar untuk
peningkatan indeks massa tubuh. Dalam 2013 Afrika Selatan Kesehatan Nasional
dan Survei Pemeriksaan Gizi (SANHANES-1), 50,2% dari peserta berusia 18-24
tahun dilaporkan menjadi tidak aktif (10).
Peningkatan prevalensi obesitas juga terjadi di negara berkembang seperti
Indonesia. Riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa prevalensi
obesitas remaja (usia ≥15 tahun) 10,3%. Data Riskesdas tahun 2010 yang
menunjukkan peningkatan obesitas penduduk dewasa berusia >18 tahun sekitar
11,7% menderita obesitas (laki-laki 7,8%, perempuan 15,5%) dan sekitar 2,5%
anak-anak usia 13-15 tahun dan 1,4% remaja usia 16-18 tahun dinyatakan
mengalami obesitas. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15
tahun di Indonesia sebesar 10,8%, terdiri dari 8,3% gemuk dan 2,5% sangat
gemuk. Hasil riset kesehatan dasar memperlihatkan peningkatan prevalensi
obesitas pada remaja di Indonesia dari 1,4% (2007) menjadi 7,3% (2013)(11).
Sementara berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Sumatera Utara tahun
2013 di dapatkan data remaja yang gemuk 13,1% yang terdiri dari 10,9 % gemuk
dan 2,7% sangat gemuk(11). Angka ini sudah melebihi angka nasional dan
berdasarkan survey awal yang kami lakukan di bulan Agustus 2018 di SMP N 4
Medan di temukan 5 siswa (16,67%) yang gemuk dari 30 siswa (1 kelas) yang di
ukur.
Obesitas juga dilaporkan sebagai sebuah fenomena kompleks yang
dipengaruhi oleh genetik, perilaku, faktor lingkungan dan keluarga. Lingkungan
yang mendorong kurang aktivitas fisik, dan konsumsi makanan berlemak tinggi,
makanan padat kalori mendukung terjadinya keseimbangan energi positif(3). Hal
ini membuktikan asosiasi antara kegiatan menetap (kurang aktivitas fisik) seperti
menonton televisi, bermain video game, menggunakan komputer dan obesitas
5

selama masa anak-anak maupun remaja dan pengaruh media merupakan faktor
risiko yang memengaruhi kejadian obesitas pada remaja yang saat usia anak-anak
diklasifikasikan “at risk for overweight”.
Usia remaja ( 10-18 tahun ) merupakan periode rentan gizi karena berbagai
sebab, yaiutu pertama remaja memerlukan zat yang lebih tinggi karena
peningkatan pertumbuhan fisik. Kedua, adanya perubahan gaya hidup dan
kebiasaan makan. Ketiga, remaja mempunyai kebutuhan gizi khusus. Remaja
merupakan salah satu kelompok sasaran yang berisiko mengalami gizi lebih atau
obesitas. Obesitas pada remaja penting untuk diperhatikan karena remaja yang
mengalami obesitas 80% berpeluang untuk mengalami obesits pada saat dewasa.
Gizi lebih dan obesitas pada remaja ditandai dengan berat badan yang relative
berlebihan bila dibandingkan dengan dengan usia atau tinggi badan remaja
sebayanya, sebagai akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam
jaringan lemak tubuh (12). Masalah obesitas banyak dialami oleh beberapa
golongan di masyarakat, antara lain balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa dan
orang lanjut usia. Angka prevalensi obesitas di atas baik pada anak-anak maupun
remaja dan orang dewasa sudah merupakan tanda peringatan bagi pemerintah dan
masyarakat luas bahwa obesitas dan segala implikasinya sudah merupakan
ancaman yang serius bagi masyarakat Indonesia khususnya di kota-kota besar
(13).
Hasil temuan tentang kejadian gizi lebih dan obesitas merupakan akibat
perilaku makan tidak sehat dan aktivitas fisik yang kurang, oleh karena itu perlu
upaya perbaikan perilaku gizi dan meningkatkan aktivitas fisik remaja sehingga
dapat mengurangi prevalensi serta mencegah komplikasi gizi lebih dan
obesitas.Dua pertiga anak usia sekolah adalah anak sekolah yang separuh waktu
berada di sekolah sehingga promosi kesehatan baik dilaksanakan. CDC (2010)
menyatakan bahwa sekolah berperan penting dalam memperbaiki perilaku makan
dan aktivitas fisik remaja dalam mencegah atau menurunkan prevalensi overweigt
atau obesitas (14).
Gambaran obesitas di masa sekarang berdampak besar pada gambaran
obesitas pada masa yang akan datang. Perubahan gizi pada remaja jika tidak
6

diupayakan perbaikannya akan mempengaruhi kualitas masyarakat pada masa


yang akan datang, sehingga perlu dicari informasi dan perlakuan (intervensi)
mengenai obesitas remaja dengan cara pencegahan melalui edukasi memodifikasi
gaya hidup.

1.2. Rumusan Masalah


Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
prevalensi obesitas pada anak remaja baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Namun tidak disebutkan secara pasti faktor apa yang paling dominan sebagai
penyebab terjadinya obesitas pada anak remaja. Selain itu, penelitian yang
menganalisis faktor penyebab terjadinya obesitas sudah banyak dilakukan dan
menentukan model pencegahan obesitas pada anak remaja belum banyak
dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah dapat dikemukakan
sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh konseling memodifikasi gaya hidup
terhadap pencegahan obesitas pada remaja di SMP Negeri4 Medan ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh edukasi dengan booklet memodifikasi gaya
hidup terhadap penurunan berat badan dan perubahan pola konsumsi fast food
serta aktifitas fisik pada remaja di SMP Negeri 4 Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadap
perubahan ( peningkatan ) pengetahuan remaja sebelum dan sesudah
perlakuan pada siswa SMP N 4 kota Medan
b. Untuk mengetahui pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadap
perubahan Indeks Massa Tubuh ( IMT ) remaja sebelum dan sesudah
perlakuan pada siswa SMP N 4 kota Medan
c. Untuk mengetahui pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadap
perubahan pola konsumsi fast food remaja sebelum dan sesudah perlakuan
padasiswa SMP N 4 kota Medan
7

d. Untuk mengetahui pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadap


perubahan aktifitas fisik remaja sebelum dan sesudah perlakuan pada
siswa SMP N 4 kota Medan

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Teoritis
a) Bagi Institut Kesehatan Helvetia
Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa Institut Kesehatan
Helvetia khususnya mahasiswa program studi Ilmu Gizi dalam hal perihal
Obesitas pada anak remaja
b) Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan pengetahuan bagi penulis dalam penerapan
ilmu yang diperoleh sewaktu mengikuti mengikuti perkuliahan khususnya
tentang perihal obesitas pada anak remaja
1.4.2. Manfaat Praktis
a) Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang cara penurunan
angka kejadian Obesitas yang mungkin akan terjadi dan telah terjadi
dimasyarakat.
b) Bagi Sekolah SMP Negeri 4 kota Medan
Sebagai bahan masukan bagi Sekolah SMP Negeri 4 kota Medan untuk
meningkatkan penyuluhan dan sosialisasi tentang kesehatan Obesitas pada
anak remaja.
c) Bagi peneliti Selanjutnya
Diharapkan menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti dan bahan
perbandingan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang
pengaruh konseling memodifikasi gaya hidup terhadap pencegahan
obesitas pada remaja.
8

1.5. Keaslian Penelitian


Berdasarkan literature yang ada, penelitian ini berlum ppernah di lakukan
sebelumnya. Penelitian yang sudah pernah di lakukan tersaji pada tabel di bawah
ini

1.1. Tabel Persamaan Dan Perbedaan Dengan Peneliti Sebelumnya


Nama Tujuan Rancangan Hasil Persamaan Perbedaan
Peneliti Penelitian Penelitian
Usi Lanita Pengaruh Penelitian ini pengaruhnya Tujuan Pengambilan
(2015) Pendidikan menggunakan bermakna Penelitian sampel
Kesehatan rancangan terhadap
Melalui Short penelitiananalitik pengetahuan
Message eksperimen semu remaja
Service (sms) pre – post test overweight
Dan Booklet dan obesitas,
Tentang perpaduan
Obesitas Pada sms plus
Remaja booklet secara
Overweight statistic
Danoesitas berpengaruh
terhadap IMT
Sukmawati Pengaruh Penelitian ini Edukasi gizi Tujuan Rancangan
Thasim Edukasi Gizi merupakan berpengaruh Penelitian penelitian
(2013) Terhadap penelitian dengan terhadap Pengambilan
Perubahan rancangan non- perubahan sampel
Pengetahuan random pra pengetahuan(
Dan Asupan eksperimendengan p = 0,000 ),
Zat Gizi Pada desain one group asupan protein
Anak Gizi pre-posttest 9 p = 0,018 ),
Lebih Di Sdn asupam lemak
Sudirman I ( p = 0,.002 ).
Makassar
Dalminder Perbandingan Penelitian ini ada hubungan Tujuan Pengambilan
Singh A/L Aktivitas Pada adalah penelitian yang Penelitian sampel
Jaswant Status analitik dengan signifikan variabel
Singh Obesitas Dan rancangan case antara tingkat penelitian
(2017) Non Obesitas control, aktivitas dan
Di Sd Al- kejadian
Azhar Medan obese.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Obesitas
Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang terjadi karena
adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar
sehingga menyebabkan terjadinya penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara
berlebihan.Obesitas terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energy yang
masuk dengan energy yang keluar (1). Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi
dimana berat badan yang relative berlebihan jika dibandingkan dengan usia atau
tinggi dengan usia sebayanya, sebagai akibat terjadinya penimbunan lemak yang
berlebihan dalam jaringan lemak tubuh. Sedangkan obesitas adalah suatu keadaan
yang melebihi berat badan relative seseorang, sebagai akibat penumpukan zat gizi
terutama karbohidrat, lemak dan protein.Kondisi ini disebabkan oleh ketidak
seimbangan antar konsumsi kalori dan kebutuhan energy, dimana konsumsi
terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energy(15).
Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan
kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita karena lemak (14).
Faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya obesitas tak lepas dari
berubahnya gaya hidup, ketersediaan makanan yang murah, cepat tidak sehat
salah satunya yaitu fast food, menurunnya aktivitas fisik, dan kebiasaan menonton
televisi berjam-jam. Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat
badan normal melalui pengaruh hormon dan neural (15).
2.1.2. Kriteria Obesitas
Penentuan kegemukan atas dasar antropometri sebagai berikut :BB
dihubungkan dengan TB, selain mencerminkan proporsi atau penampilan
(BB/TB) memberikan gambaran tentang massa tubuh tanpa lemak (less body
mass) dengan cara menghitung BMI (Body Mass Index) yaitu BB/TB2 dengan
nilai Z-score > 2 SD (16).

9
10

2.1.3. Risiko Obesitas


Risiko kegemukan dapat terjadi dalam jangka pendek maupun jangka
panjang, seperti yang diuraikan (3) sebagai berikut:
a) Gangguan psiko-sosial : rasa rendah diri, depresi dan menarik diri dari
lingkungan. Hal ini karena anak obesitas sering menjadi bahan olok – olok
teman main dan teman sekolah.
b) Obesitas yang berlanjut (menetap) sampai dewasa, terutama bila obesitas
mulai pada masa pra pubertas.
c) Gangguan penyakit degeneratif dan penyakit metabolik, seperti hipertensi,
penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, hiperlipoproteinemia, dan
penyakit hiperkolesterolemia.
2.1.4. PencegahanObesitas
Upaya pencegahan obesitas remaja difokuskan pada upaya promotif dan
preventif dalam meningkatkan perilaku makan yang sehat dan mengurangi
aktivitas santai melalui pendekatan edukasi gizi sekolah (17). Adapun
pengendalian berat badan adalah sebagi berikut:
a. Monitor diri sendiri
Tanamkan dalam diri untuk selalu hidup sehat dan makan sesuai kebutuhan
tubuh secara teratur
b. Modifikasi perilaku untuk mempromosikan penurunan atau
mempertahankan berat badan
c. Biasakan makan dengan gizi seimbang
d. Perlunya pendidikan tentang pola makan sehat
e. Hindari banyak makan makanan yang tinggi lemak
f. Olahraga secara teratur sehingga lemak dalam tubuh terbakar yang keluar
bersama keringat.
2.1.5. Remaja dan Kebutuhan Gizi
Angka kecukupan gizi bagi tiap orang berbeda disesuaikan dengan umur,
jenis kelamin, dan tingkat aktivitas fisik untuk mencapai derajat kesehatan yang
baik dan terhindar dari difisiensi zat gizi. Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi 2004 jumlah kecukupan energi yang dianjurkan untuk remaja
11

Indonesia perorang adalah sebagai berikut: laki-laki usia 13-15 tahun (2400
kkal)dan usia 16-18 tahun (2600 kkal), sedangkan perempuan usia 13-15 tahun
(2350 kkal) dan usia 16-18 tahun (2200 kkal) (15).
Anak dan remaja merupakan periode yang menarik karena ini adalah masa
potensial penting dimana pola perilaku obesogenic dibentuk dan bukti
menunjukkan bahwa diet, aktivitas fisik dan pergaulan dapat dibawa sampai
dewasa (7). Mengingat bahwa remaja biasanya berinteraksi dengan berbagai
orang yang berbeda setiap hari, kemungkinan bahwa interaksi sosial akan dalam
beberapa cara mempengaruhi bagaimana remaja tersebut berpikir dan bertindak
tentang perilaku kesehatan, seperti menjadi aktif, tampaknya jelas. Efek dari
pengaruh sosial telah dilaporkan di sejumlah perilaku kesehatan remaja termasuk
diet dan aktivitas fisik (18).
Remaja mengalami banyak pengaruh dan bersaing dengan rekan- rekan di
sekolah adalah periode perkembangan yang penting (19). Sebagai remaja adalah
masa plastisitas (20) perkembangan di mana kebiasaan seumur hidup bisa menjadi
mapan, intervensi gaya hidup selama periode ini mungkin memiliki pengaruh
yang signifikan pada kesehatan seumur hidup (21). Secara khusus, promosi makan
yang masuk akal dan aktivitas fisik selama masa remaja dapat mengubah risiko
obesitas pada remaja hingga masa dewasa (22). Periode remaja merupakan jendela
penting kesempatan untuk intervensi gaya hidup untuk mencegah dan mengelola
akumulasi lemak tubuh jangka panjang (22).
2.1.6. Pola Makan dan Obesitas
Peran nutrisi dimulai sejak masa gestasi. Perilaku makan mulai terkondisi
dan terlatih sejak bulan-bulan pertama kehidupan yaitu saat diasuh orangtua.
Pemberian susu botol pada bayi mempunyai kecenderungan diberikan pada
jumlah yang berlebihan sehingga risiko menjadi obesitas menjadi lebih besar
daripada ASI saja.
Telah diketahui sejak dulu bahwa pemberian susu formula dan makanan
semi solid dapat menjadi penyebab obesitas. Ini berarti bayi telah diberikan
makanan tambahan/pendamping ASI yang padat serta susu formula yang tinggi
kalori terlalu dini. Akibatnya anak akan terbiasa untuk mengkonsumsi makanan
12

melebihi kebutuhan dan berlanjut ke masa prasekolah, masa usia sekolah, sampai
masa remaja.Pola makan yang merupakan pencetus terjadinya kegemukan dan
obesitas adalah mengkonsumsi makanan porsi besar (melebihi dari kebutuhan),
makanan tinggi energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah
serat. Sedangkan perilaku makan yang salah adalah tindakan memilih makanan
berupa junk food, makanan dalam kemasan dan minuman ringan (soft drink).
Laporan terbaru menunjukkan bahwa kendala pendapatan dapat dikaitkan
dengan pilihan makanan padat energi dengan beberapa nutrisi pelengkap. Dalam
penelitian ini, pendapatan keluarga dan pendidikan tidak terpengaruh terkait
dengan kepadatan energi (kkal/g) makanan dan hubungan ini tidak berubah dari
waktu ke waktu (23). Pendidikan keluarga dan kepadatan energi,hubungan
berbanding terbalik,yang menunjukkan bahwa kualitas makanan yang dipilih
berdasarkan kandungan energi mereka relatif berat (kkal/g)mungkin berhubungan
dengan pengetahuan daripada pendapatan. Dengan meningkatnya kebebasan
dalam pemilihan makanan dan konsumsi, remaja dapat dengan mudah
mengadopsi perilaku diet dalam menanggapi lingkungan makanan berubah.
menunjukkan bahwa tren adopsi perilaku diet dan makan dalam menanggapi
imperatif lingkungan mungkin berbeda dengan keluarga SES rendah (9).
Kebiasaan lain adalah mengkonsumsi makanan camilan yang banyak
mengandung gula sambil menonton televisi. Pilihan jenis makanan camilan bisa
dipengaruhi oleh iklan di televisi. Ngemil adalah perilaku terkait dengan jumlah
energi yang berkaitan dengan asupan energi berlebih dan obesitas pada anak-anak
dan remaja; Selain itu, prevalensi ngemil pada anak-anak dan remaja telah
meningkat selama dekade terakhir. Dalam penelitian di Eropa, ngemil juga lazim,
dengan remaja Skotlandia (usia 12-18 tahun mengkonsumsi setidaknya 2,8 snack
per hari dan pemuda Portugis (usia 5-15 tahun) mengkonsumsi 1,5 snack per hari
(24).
2.1.7. Aktifitas Fisik Dengan Obesitas
Aktivitas fisik memainkan peran yang penting dalam kesehatan anak-anak
dan remaja. Seiring dengan adanya diet tinggi kalori, rendahnya frekuensi
aktivitas fisik dan peningkatan partisipasi dalam kegiatan waktu luang dan dua
13

perilaku gaya hidup penting yang telah memberi kontribusi pada peningkatan
prevalensi overweight dan obesitas di kalangan remaja dan dewasa (3). Selain itu,
anak-anak dengan kelebihan berat badan sangat mungkin untuk tetap mengalami
kelebihan berat badan bahkan obesitas ketika dia dewasa, yang memungkinkan
terkena obesitas berisiko (misalnya, aktivitas fisik dan diet) dari masa kanak-
kanak sampai dewasa (25).
Data menunjukkan bahwa aktivitas fisik anak-anak cenderung menurun.
Aktivitas meliputi aktivitas sehari-hari, kebiasaan, hobi, maupun latihan dan
olahraga. Anak yang kurang atau enggan melakukan aktivitas fisik menyebabkan
tubuh kurang menggunakan energi yang tersimpan di dalam tubuh. Oleh karena
itu, jika asupan energi berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik yang
sesuai maka secara kontiniu dapat mengakibatkan obesitas. Padahal cara yang
paling mudah dan umum dipakai untuk meningkatkan pengeluaran energi adalah
dengan melakukan latihan fisik atau gerak badan (26). Sebaliknya menonton
televisi akan menurunkan aktivitas fisik dan keluaran energi karena mereka
menjadi jarang atau kurang berjalan, bersepeda, maupun naik-turun tangga.
Gerakan ini menghasilkan lebih bayak pembuangan energi daripada duduk
berdiam diri di depan TV (26).
Selain pola makan dan perilaku makan, kurangnya aktivitas fisik juga
merupakan faktor penyebab terjadinya kegemukan dan obesitas pada anak
sekolah. Keterbatasan lapangan untuk bermain dan kurangnya fasilitas untuk
beraktivitas fisik menyebabkan anak memilih untuk bermain di dalam rumah.
Selain itu, kemajuan teknologi berupa alat elektronik seperti video games,
playstation, televisi dan komputer menyebabkan anak malas untuk melakukan
aktivitas fisik.Partisipasi dalam aktivitas fisik dan olahraga, baik di dalam maupun
di luar sekolah, menurun selama masa remaja(27).
Temuan ini memberikan dukungan untuk hubungan antara aktivitas fisik
teman dan aktivitas fisik individu pada anak-anak dan remaja, tapi temuan
perilaku harian yang beragam (25). Memanfaatkan pengaruh persahabatan atau
teman untuk meningkatkan tingkat aktivitas fisik dan menurunkan aktivitas waktu
luang menetap akan memiliki dampak yang menguntungkan pada pengurangan
14

prevalensi saat remaja kelebihan berat badan dan obesitas melalui peningkatan
pengeluaran energi. Penelitian lebih lanjut meneliti perilaku menetap di kalangan
anak-anak diperlukan, termasuk penyelidikan peer virtual yang dihasilkan dari on-
line game, serta pengaruh jaringan di luar lingkungan sekolah (misalnya, keluarga,
tim olahraga, kamp, klub sosial) di perilaku obesitas berisiko. Mengingat bahwa
bahwa pemahaman kita tentang peran jaringan sosial pada aktivitas fisik dan
perilaku menetap di kalangan pemuda adalah dalam tahap awal dan bahwa
menuntut penelitian lebih lanjut perhatian.
2.1.7. Pola Konsumsi Fast Food
Makanan cepat saji (fast food) mulai dikenal sejak abad ke 19 di Amerika
Serikat, saat era industri mulai tumbuh dimana terjadi perubahan budaya dari
budaya agraris yang longgar dalam penggunaan waktu, menuju budaya industri
yang ketat dalam soal penggunaan waktu. Sebagai solusi untuk dapat
mengefisenkan waktu mereka, muncullah makanan cepat saji (fast food) (28).
Kemudahan memperoleh makanan cepat saji (fast food), peningkatan jam
kerja orang tua, dan kegiatan anak sekolah yang berlebihan membuat makanan
cepat saji (fast food) menjadi makanan pokok sebagian besar keluarga di
Amerika. Satu per tiga anak di Amerika memakan makanan cepat saji (fast food)
setiap hari. Satu porsi cemilan dapat mengandung 2000 kkal, 84g lemak, dan
hanya 12g fiber. Pola hidup tersebut tentunya meningkatkan risiko overweight
dan obesitas (29).
Makanan cepat saji (fast food) didefinisikan sebagai makanan yang
tersedia dalam waktu cepat dan siap untuk dikonsumsi, seperti ayam goreng
kentucky, pizza, spaghetti, dan lain-lain (30).
a.Jenis Makanan Cepat Saji (Fast Food)
Berikut ini beberapa makanan siap saji (fast food) yang paling populer di
seluruh dunia yang berasal dari beberapa negara, diantaranya adalah sebagai
berikut:(6).
1. Hamburger
Hamburger (atau seringkali disebut dengan burger) adalah sejenis
makanan berupa roti berbentuk bundar yang diiris dua dan ditengahnya
15

diisi dengan patty yang biasanya diambil dari daging, kemudian sayur-
sayuran berupa selada, tomat dan bawang bombay. Hamburger berasal dari
negara Jerman. Saus diberi berbagai jenis saus seperti mayones, saus tomat
dan sambal. Beberapa varian burger juga dilengkapi dengan keju, asinan,
serta bahan pelengkap lain seperti sosis.
2. Pizza
Pizza adalah adonan roti yang umumnya berisi tomat, keju, saus dan bahan
lain sesuai selera. Pizza pertama kali populer di negara Italia.
3. Kentang goreng (French fries)
Kentang goreng adalah hidangan yang dibuat dari potongan - potongan
kentang yang digoreng dalam minyak goreng panas. Kentan goreng
berasal dari negara Belgia. Kentang goreng bisa dimakan begitu saja
sebagai makananringan, atau sebagai makanan pelengkap hidangan
utama. Kentang goreng memiliki kandungan glukosa dan lemak yang
cukup tinggi.
4. Ayam goreng Kentucky
Ayam goreng kentucky pada umumnya jenis makanan siap saji (fast food)
yang umum dijual di restoran makanan siap saji. Ayam goreng kentucky
umumnya memiliki protein, kolesterol dan lemak.
5. Spaghetti
Spaghetti berasal dari Italia, namun sudah popular di Indonesia. Spaghetti
adalah mie Italia yang berbentuk panjang seperti lidi, yang umumnya di
masak 9-12 menit di dalam air mendidih dengan tambahan daging
diatasnya.
6. Hot Dog
Hot dog merupakan makanan siap saji berupa sosis yang diselipkan dalam
roti. Mustard, saus tomat, bawang dan mayones dapat melengkapi
isiannya. Yang tergolong dalam makanan cepat saji modern antara lain
hamburger, ayam goreng kentucky, pizza, spagehetti, chicken nugget.
kentang goreng (french fries), donat dan makanan cepat saji yang
16

tradisional adalah mie instant, bakso, mie ayam, gorengan, dan


siomay(30).
b. Kandungan Gizi Makanan Cepat Saji (Fast Food)
Kandungan nilai gizi dari beberapa jenis makanan cepat saji (fast food)
yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena pengaruh tren
globalisasi (30).
1. Komposisi gizi Pizza (100 g)
Kalori (483 KKal), Lemak (48 g), Kolesterol (52 g), Karbohidrat (3 g), Gula
(3 g), Protein (3 g).
2. Komposisi gizi Hamburger (100 g)
Kalori (267 KKal), Lemak (10 g), Kolesterol (29 mg), Protein (11 g),
Karbohidrat (33 g), Serat kasar (3 g), Gula (7 g).
3. Komposisi gizi Donat (I bh = 70 g)
Kalori (210 Kkal), Lemak (8 g), Karbohidrat (32 g), Serat kasar (1 g), Protein
(3 g), Gula (11 g), Sodium (260 mg).
4. Komposisi gizi ayam goreng Kentucky (100 g)
Kalori (298 KKal), Lemak (16,8 g), Protein (34,2 g), Karbohidrat (0,1 g).
5. Siomay 170 gr 162 kalori
6. Mie bakso sepiring 400 kalori
7. Chicken nugget 6 potong: 250 kalori
8. Protein 15,5%, Lemak 9,7%, Karbohidrat 66,7%
9. Mie Instant (1 bungkus) 330 Kalori
10.Kentang goreng mengandung 220 kalori
c. Dampak Makanan Cepat Saji (Fast Food) Terhadap Kesehatan
Bahaya makanan cepat saji (fast food) yang telah dijabarkan oleh peneliti
ilmiah dari beberapa ilmiah pakar serta pemerhati nutrisi adalah sodium (Na).
Untuk ukuran orang dewasa, sodium yang aman jumlahnya tidak boleh lebih dari
3300 mg. Inilah sama dengan 1 3/5 sendok teh. Sodium yang banyak terdapat
dalam makanan cepat saji (fast food) dapat meningkatkan aliran dan tekanan
darah sehingga bisa membuat tekanan darah tinggi.
17

Tekanan darah tinggi juga akan berpengaruh munculnya gangguan ginjal,


penyakit jantung dan stroke. Lemak jenuh yang juga banyak terdapat dalam
makanan cepat saji (fast food) yang berbahaya bagi tubuh karena zat tersebut
merangsang organ hati untuk memproduksi banyak kolesterol. Kolesterol sendiri
didapat dengan dua cara, yaitu oleh tubuh itu sendiri dan ada juga yang berasal
dari produk hewani yang kita makan dan dimasak terlalu lama. Kolesterol banyak
terdapat dalam daging, telur, ayam, ikan, mentega, susu dan keju. Bila jumlahnya
banyak, kolesterol dapat menutup saluran darah dan oksigen yang seharusnya
mengalir ke seluruh tubuh. Tingginya jumlah lemak jenuh dalam makanan cepat
saji (fast food) akan menimbulkan kanker, terutama kanker usus dan kanker
payudara (31).
d. Upaya Mengurangi Dampak Makanan Cepat Saji (Fast Food)
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi dampak
dari makanan cepat saji (fast food), yaitu: (30).
1. Bukan larangan yang menakutkan atau suatu keharusan menghindari
makanan cepat saji (fast food). Walaupun hidangan yang akan dinikmati
umumnya mengandung garam dan lemak tinggi, sebenarnya jenis makanan
cepat saji (fast food) beresiko yang identik dengan ayam goreng Kentucky
juga memliki kandungan protein yang cukup tinggi. Bila harus 1 atau 2 kali
dalam sebulan atau 1 kali dalam seminggu hendak menikmati makanan ayam
goreng Kentucky cukup aman dilakukan. Tetapi, apabila frekuensi menikmati
makanan ini dilakukan lebih sering lagi, maka sebaiknya ketika menyantap
sajian ini hendaknya disertai dengan mengonsumsi sayuran dan buah-buahan.
2. Anjuran yang paling cocok bagi penggemar makanan cepat saji (fast food)
adalah mengimbangi konsumsi makanan tinggi lemak protein dengan
makanan tinggi serat seperti sayuran, baik yang disajikan dalam bentuk
mentah misalnya lalapan atau dalam bentuk olahan seperti sop atau salad
dari berbagai sayuran dan buah-buahan.
3. Dianjurkan meminum air putih 8-10 gelas per hari untuk mengimbangi
minuman bersoda tinggi. Disamping itu, untuk mengurangi risiko makanan
cepat saji (fast food) yang mengandung tinggi lemak dan tinggi kadar
18

garamnya agar mengurangi porsi makanan atau memilih makanan dalam


porsi kecil. Kemudian, membagi porsi itu dengan rekan atau teman. Dan
jangan lupa untuk berolahraga secara disiplin dan teratur.
Bagi pecinta makanan cepat saji (fast food) hendaknya memulai sarapan pagi
dengan menu sehat seperti jus buah, susu rendah lemak atau sereal tinggi
serat, dan jangan lupa mengonsumsi sayuran. Asupan makanan yang
mengandung tinggi serat sangat bermanfaatdan dapat membantu
memperlambat rasa lapar, sehingga akan menekan keinginan untuk
mengonsumsi makanan berlemak atau paling tidak hasrat untuk menikmati
akan tertunda.
e. Hubungan Makanan Cepat Saji (Fast Food) terhadap Obesitas
Hubungan antara konsumsi makanan cepat saji (fast food) dengan obesitas
dikaitkan oleh fakta bahwa makanan cepat saji (fast food) memiliki indeks
glikemik dan densitas energi yang tinggi (32). Makanan dengan indeks glikemik
akan meningkatkan konsentrasi gula darah dan akan mempengaruhi regulasi nafsu
makan melalui hormon yang akan menstimulasi rasa lapar. Pada hari ketika anak
mengonsumsi makanan cepat saji (fast food), densitas energi per gram dan level
energi dari diet akan meningkat, dimana bersamaan dengan hal ini, konsumsi
dari sayur dan buah menjadi menurun, menjadi diet tersebut menjadi kurang
sehat jika dibandingkan dengan hari ketika tidak mengonsumsi makanan cepat saji
(fast food) (28).
Semakin tinggi indeks glikemik, semakin tinggi kadar glukosa di dalam
darah, dan akan semakin banyak insulin yang akan diproduksi untuk dapat
menyalurkan glukosa ke dalam sel, yang menyebabkan peningkatan yang sangat
tinggi pada insulin, sehinga dapat terjadi inflamasi, penambahan berat badan,
peningkatan hormon, bahkan dapat menyebabkan resistensi insulin. Resistensi
insulin menyebabkan peningkatan glukosa plasma dan keadaan ini akan
merangsang lagi peningkatan sekresi insulin oleh pankreas sehingga
mengakibatkan terjadinya hiperinsulinemia lebih lanjut. Keadaan
hiperinsulinemia ini akan merangsang sekresi enzim LPL sehingga penimbunan
lemak dalam adiposit akan makin bertambah dan proses terjadinya obesitas pun
19

akan berlangsung terus. Di samping terus berlangsungnya proses obesitas,


hiperinsulinemia ini akan menyebabkan perubahan profil lipid dan hipertensi, dua
hal yang merupakan risiko utama penyakit kardiovaskular di masa dewasa (24) .
2.1.8. Konseling Modifikasi Gaya Hidup Sebagai Intervensi Obesitas
Beratnya mengatasi obesitas menyebabkan perhatian tatalaksana obesitas
diutamakan pada usaha pencegahan, yang berarti diawali dari pencegahan obesitas
pada masa anak. WHO(16). membagi tahapan pencegahan menjadi tiga yaitu :
pencegahan primer yang bertujuan mencegah terjadinya obesitas; pencegahan
sekunder yang bertujuan menurunkan prevalensi obesitas; dan terakhir
pencegahan tertier yang bertujuan mengurangi dampak obesitas, Pencegahan
sekunder dan tersier lebih dikenal sebagai tatalaksana obesitas serta dampaknya.
Untuk melaksanakan ketiga tahapan pencegahan secara optimal, perlu dikenali
kriteria obesitas, faktor-faktor penyebab serta dampak dari obesitas itu sendiri.
Studi lain mengidentifikasi bahwa untuk menjadi sukses, program
pencegahan obesitas cenderung perlu untuk mengatasi faktor-faktor lingkungan
dan sosial ekonomi yang melampaui pengaturan sekolah(18). Tata laksana
menyeluruh obesitas mencakup penanganan obesitas dan dampak yang terjadi.
Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta
meningkatkan keluaran energi. Caranya dengan pengaturan diet, peningkatan
aktifitas fisik, merubah pola hidup (modifikasi perilaku), dan yang terpenting
adalah keterlibatan keluarga dalam proses terapi(12).
Faktor penentu utama obesitas di negara-negara berkembang adalah nutrisi
sehat dengan peningkatan asupan kalori, aktivitas fisik berkurang, urbanisasi,
tinggal di kota-kota metropolitan, status sosial ekonomi dan faktor sosial budaya,
usia, dan jenis kelamin perempuan. Perubahan gaya hidup terapeutik dan
pemeliharaan aktivitas fisik secara teratur melalui inisiatif orang tua dan
intervensi dukungan sosial adalah strategi yang paling penting untuk menantang
obesitas(17). Perubahan gaya hidup harus mencakup kebiasaan sehat makan
(menghindari konsumsi makanan padat kalori dan nutrisi-miskin, makan porsi
yang memadai, meningkatkan asupan serat makanan, buah-buahan, dan sayuran,
juga makanan sekolah, makan tepat waktu, terutama sarapan dan menghindari
20

konstan"menatap"siang hari); aktivitas fisik (melakukan 60 menit moderat setiap


hari untuk aktivitas fisik yang kuat, juga di sekolah-sekolah, berjalan dan
bersepeda ke sekolah, mengurangi waktu yang dihabiskan dalam kegiatan
menetap, seperti komputer/waktu TV); pendidikan orang tua (pola budaya yang
sehat yang berkaitan dengan diet dan aktivitas, menjelaskan kebutuhan kalori dan
kebutuhan nutrisi penting dari anak-anak)(26).
Intervensi termasuk konseling modifikasi gaya hidup, konseling diet
seminggu sekali oleh ahli gizi klinis, dan latihan dua kali seminggu, 60 menit
setiap kali.Konseling diet termasuk pertemuan mingguan kelompok selama 1 jam.
Selama pertemuan dapat mempromosikan gaya hidup sehat seperti makan 5 porsi
buah dan sayuran setiap hari, makan produk susu skim, air minum bukan
minuman ringan, dan melakukan aktivitas fisik setiap hari. Sebagian besar
program-program yang tidak mengatasi lingkungan berada di pengaturan sekolah
dasar dan ini modifikasi terutama yang terlibat menu kantin sekolah dan pelatihan
staf untuk memastikan makanan dan minuman yang mereka komsumsi adalah
pangan yang sehat. Beberapa program di lingkungan sekolah dasar menerapkan
strategi tambahan untuk memodifikasi pelayanan makanan dan menciptakan
lingkungan yang lebih mendukung dengan mempromosikan aktivitas olahraga.
Penelitian ini berusaha untuk menggabungkan antara 2 strategi dengan mencoba
memodifikasi menu sekolah dan meningkatkan aktivitas fisik di antara para
peserta(18).
Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah,masyarakat
dan fasilitas pelayanan kesehatan. Lingkungan sekolah merupakan tempat yang
baik untuk pendidikan kesehatan yang dapat memberikan pengetahuan,
keterampilan serta dukungan sosial dari warga sekolah. Dukungan social dari
perilaku obesitas tertentu seperti dorongan orangtua untuk terlibat dalam
memilihkan makanan sehat dan aktivitas fisik dapat menjadi arah penting untuk
penelitian di masa depan (19). Perubahan perilaku gaya hidup merupakan dasar
dari program manajemen berat badan anak. Beberapa ulasan baru-baru ini telah
menyoroti bahwa secara komprehensif, intervensi berbasis keluarga adalah
pendekatan yang efektif untuk mengelola obesitas anak(13). Namun, perubahan
21

intervensi dimediasi dapat bervariasi antara individu, dan penyebab variabilitas ini
tetap dapat dilakukan.  Karakterisasi variasi dan pengaruh faktor penentu potensi
obesitas dan hasil kesehatan terkait obesitas itu di individual, keluarga, dan tingkat
program dapat membantu untuk memandu pengembangan intervensi yang lebih
efektif(33).

2.2. Kerangka Konsep

Indeks Massa Kelompok Perilaku Makan


Tubuh ( IMT) Perlakuan sehat,konsumsi fast food
Prevalensi
Overweight
Konseling Anak IMT Quality
dan
Aktifitas Fisik Memodifikasi Remaja Menurun Life
Obesitas
Gaya Hidup Menurun

Aktifitas Fisik Remaja


Kelompok
PolaKonsumsi Kontrol
Fast Food

Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian

2.3. Hipotesis
Quality Life
Dari kerangka konsep penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesa
penelitian sebagai berikut :
1. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadap perubahan
(peningkatan) pengetahuan remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di
SMP Negeri 4 Medan.
2. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadap perubahan Indeks
Masa Tubuh (IMT) remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di SMP
Negeri 4 Medan.
3. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadap perubahan pola
konsumsi fast food remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di SMP
Negeri 4 Medan.
22

4. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadap perubahan


aktifitas fisik remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di SMP Negeri 4
Medan.
BAB III
METODE PENELETIAN

31
3.1. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan “Quasy Eksperiment”, yaitu pre-
test and post-test with control group design. Kelompok perlakuan diberikan
intervensi pendidikan gizi selama 2 minggu melalui penerapan Konseling
Modifikasi Gaya Hidupdengan memberikan panduan gaya hidup sehat dan
penyuluhan sebanyak 3 kali pada remaja yang overweight dan obesitas, dimana
penyuluhan dilakukan pada hari pertama, hari ke empat, dan hari ke tujuh
sedangkan kelompok kontrol hanya diberikan penyuluhan 1 kali saja pada hari
pertama dan tidak diberikan buku panduan. Remaja pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol dilakukan pengukuran IMT/Umur (Berat Badan/Tinggi Badan)
sebelum dan setelah intervensi.
Tabel 3.1. Skema Rancangan Penelitian
Subyek Pre-test Perlakuan Post-test
Kelompok Perlakuan 01 X 02
Kelompok Kontrol 03 04

Keterangan :
01 : Pengukuran kelompok perlakuan sebelum diberikan intervensi
02 : Pengukuran kelompok perlakuan setelah diberikan intervensi
03 : Pengukuran kelompok kontrol sebelum (pre test) intervensi
04 : Pengukuran kelompok kontrol setelah (post test) intervensi
X : Intervensi Konseling Modifikasi Gaya Hidup

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 4 Kota Medan yang memiliki
karakteristik yang sama yaitu siswa sekolah negeri dan lokasi berada di wilayah
kota Medan serta belum pernah dilakukan skrining siswa overweight dan obesitas.

23
24

3.2.2. Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan dimulai dari survey awal dari
bulan Agustus-September 2018.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa overweight atau
obesitas di SMP Negeri 4 Medan.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian siswa overweight atau
obesitas di SMP Negeri 4 Medan yang diperoleh dengan metode purposive
sampling yaitu memilih sampel diantara populasi sesuai dengan kehendak
peneliti berdasarkan kriteria sampel yaitu :
1. Siswa overweight dan obesitas yang dipilih.
2. Siswa overweight dan obesitas yang bersedia menjadi sampel
penelitian.

3.4. Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran


3.4.1. Definisi Operasional dan Variabel
1. Variabel Dependent
Variabel dependent pada penelitian ini adalah pengetahuan gizi. Defenisi
operasional dari status gizi tersebut adalah;
Pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada
makanan, serta meliputi pengetahuan tentang pemilihan dan konsumsi sehari-hari
dengan baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi
normal tubuh. Pengetahuan gizi responden ditentukan dari hasil pretest dan
posttest.
2. Variabel Independent
Variabel independent yang di gunakan adalah indeks massa tubuh, pola
konsumsi fast food dan aktifitas fisik. Defenisi oprasional dari indeks massa
tubuh, pola konsumsi fast food dan aktifitas fisik tersebut adalah :
25

Indeks massa tubuh merupakan cara menentukan status gizi dengan mengukur
tinggi badan dan berat badan dan dihitung dengan rumus IMT = BB (kg)/TB2(m2)
Pola konsumsi fast foodmerupakan deskripsi mengenai jenis dan frekuensi
fastfood yang dikonsumsi responden.
Aktifitas fisik merupakan kegiatan yang dilakukan siswa SMP sehari-hari.
3.4.2 Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran yang terdiri dari cara ukur, alat ukur, hasil ukur dan
skala yang di gunakan untuk responden, dapat di lihat pada tabel 3.4
Tabel : 3.2 Aspek Pengukuran Yang Digunakan
No Variabel Rentang Skala Katagori Skala
ukur
1 Pengetahuan Baikskor = 12-17 Baik Oridinal
Cukup skor = 6-11 Cukup
Kurang skor ≤ 5 Kurang
2 Indeks Massa Overweight bila IMT > 1 Overweight Ordinal
Tubuh SD Obesitas
Obesitas bila IMT > 2
SD
3 Pola konsumsi Sering ≥ 2x seminggu Sering Oridinal
Fast Food Jarang ≤ 2x seminggu Jarang
4. Aktifitas Fisik Ringan, PAL ≤ 1,69 Ringan Ordinal
Sedang, PAL 1,70 – 1,99 Sedang
Berat, PAL ≥ 2,00 Berat

3.5. Metode Pengumpulan Data


3.5.1. Jenis Data
3.5.1.1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan menggunakan
kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya serta melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan diukur dengan menggunakan
timbangan digital merek camry dan microtoise.
3.5.1.2. Data sekunder
Data sekunder mencakup gambaran umum lokasi, dan data pendukung
lainnya termasuk jumlah siswa SMP Negeri4 Medan.
3.5.2. Teknik Pengumpulan Data
26

Tahap pertama dilakukan dalam pengumpulan data dan untuk


mempermudah peneliti pengambilan data primer dan data sekunder, Maka
prosedur penelitian yang dilakukan meliputi:
3.5.2.1 Survei Awal Penelitian
1. Mencari jurnal yang berkaitan dengan masalah yang hendak diteliti.
2. Mencari lokasi penelitian
3. Menjelaskan manfaat dan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan kepada
populasi yang akan di jadikan sampel.
4. Menentukan sampel sesuai kriteria
5. Menentukan jadwal penelitian
3.5.2.2. Pada Waktu Penelitian
Pada saat penelitian, jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer
dan data sekunder. Pengambilan data melalui kuesioner dengan cara pembagian
kuesioner kepada responden dan diberikan arahan kepada responden selama
mengerjakannya dan dikerjakan bersama-sama dalam waktu bersamaan. Hal ini
bertujuan untuk meminimalis bias data yang sering terjadi, apabila responden
dibiarkan mengisi data kuesioner sendirian. Dalam penelitian ini peneliti dibantu
satu orang enumerator berasal dari lulusan D3 Gizi. Melalui prosedur yang telah
ditentukan maka akan diperoleh berbagai jenis data yang diinginkan meliputi :
1. Data Primer
a. Data identitas
Data identitas sampel meliputi : nama, umur, diperoleh dari wawancara
secara langsung dengan responden.
b. Data Pengetahuan Gizi
Data mengenai pengetahuan gizi yang di dapat dari hasil kuesioner yang
terdiri dari 17 soal pertanyaan multiple choice. Masing- masing sampel di
beri skor yang diberi nilai nol jika responden menjawab salah dan nilai
satu jika menjawab pertanyaan dengan benar kemudian di jumlahkan.
c. Data Pola Konsumsi Fast Food
27

Datayang dinilai dengan dengan menggunakan Food Frekuensi, Kebiasaan


konsumsi fast food dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu sering ( jika
≥ 2 kali dalam seminggu) dan jarang (jika < 2 kali dalam seminggu).

d. Data Aktifitas Fisik


Data dikur dengan menggunakan kuesioner Activity Recall selama 3 hari
yang diukur dengan menggunakan APARQ.
e. Data Indeks Massa Tubuh
Data mengenai indeks massa tubuh yang di dapat dari mengukur berat
badan dan tinggi badan siswa.
Untuk mendapatkan data status gizi ( IMT ) siswa melalui beberapa tahap
yaitu :
1. Prosedur pengukuran Tinggi Badan (TB)
a. Pilih bidang vertikal yang datar misalnya tembok.
b. Pasang microtoise pada bidang tersebut dengan kuat.
c. Pasang penguat seperti paku dan lakban pada ujung microtoise.
d. Responden berdiri tegap, pandangan lurus ke depan, kedua tangan
berada disamping, posisi lutut tegak.
e. Setelah itu pastikan pula kepala, punggung, bokong, betis dan tumit
menempel pada bidang vertikal.
f. Turunkan microtoise hingga mengenai rambut tidak terlalu menekandan
posisi tegak.
g. Baca hasil pengukuran dan catat dalam satuan cm.
2. Prosedur pengukuran Berat Badan (BB)
a. Siapkan alat timbangan
b. Setelah itu responden naik ke atas timbangan, kemudian berdiri tegak
pada bagian timbangan dengan pandangan lurus ke depan
c. Catat hasil pengukuran dalam satuan kilogram (kg).
28

3. Setelah mendapatkan nilai berat badan (BB) dan tinggi badan (TB)
kemudian dilakukan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan
rumus yaitu:
Berat Badan( kg)
IMT¿
Tinggi Badan ( m ) x Tinggi Badan(m)
4. Setelah hasil Indeks Massa Tubuh (IMT) diketahui kemudian
diklasifikasikan menurut umur responden, klasifikasi IMT/U sebagai
berikut menurut WHO Antrhoplus software berdasarkan WHO (2007)
5. Setelah diketahui nilai Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
kemudian diklasifikasi dengan kategori status gizi remaja.
2. Data Sekunder
Data sekunder meliputi gambaran umum SMP Negeri 4 Medan yaitu profil
sekolah akreditas, tahun berdiri sekolah, seluruh jumlah guru dan seluruh siswa di
sekolah.
3.5.2.3. Instrumen Penelitian
Variabel yang diteliti meliputi, pengetahuan gizi, indeks massa tubuh, pola
konsumsi fast food dan aktifitas siswa. Instrumen penelitian adalah alat-alat yang
digunakan untuk pengumpulan data. Adapun instrumen penelitian yang digunakan
adalah
1) Formulir data identitas responden
2) Kuesioner pretest dan posttest
3) Kuesioner food frekuensi pola konsumsi fast food
4) Kuesioner activity recall
5) Booklet obesitas
6) Timbangan digital merek camry
7) Alat ukur tinggi badan (microtoise).
8) Alat Tulis

3.6 Metode Pengolahan Data


29

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan manual maupun


dengan menggunakan bantuan komputer guna memudahkan prosesnya. Tahap
pengolahan data terdiri dari ;
1. Editing, yaitu memeriksa kembali kuisioner yang telah diisi dan diteliti satu
persatu untuk mengetahui apakah jawaban yang ada sudah lengkap, jelas,
relevan dan konsisten.
2. Coding, yaitu pemberian tanda atau kode pada data yang telah terkumpul
untuk memudahkan analisis dengan menggunakan komputer.
3. Entry, yaitu proses memasukkan data yang telah diedit dan dikode ke dalam
komputer untuk dianalsisis.
4. Cleaning, yaitu data yang telah diperoleh di kumpulkan untuk dilakukan
pembersihan data dengan mengecak data yang benar saja yang diambil
sehingga tidak terdapat data yang meragukan atau salah.
5. Tabulating, yaitu menyusun dan menghitung data hasil pengkodean untuk
disajikan dalam tabel.
6. Koreksi (Cleaning) yaitu Setelah pemasukan data, peneliti melakukan
cleaning atau pembersihan data dari kesalahan yang mungkin tidak disengaja
dengan tujuan untuk menjaga kualitas data dan mengecek kembali data yang
akan diolah apakah ada kesalahan atau tidak kemudian dilakukan koreksi.

3.7. Analisis Data


Analisis yang digunakan untuk menguji kemaknaan perbedaan mean
variabel penelitian antara sebelum dan sesudah intervensi, jika sebaran data
berdistribusi normal digunakan uji parametrik independent t-test atau paired t-test
berdasarkan kelompok, sedangkan tidak berdistribusi normal digunakan uji non
parametrik Wilcoxon. Untuk uji statistik, tingkat kemaknaan (signifikan) yang
digunakan p ≤ 0,05.
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis data menggunakan pengolahan program komputer. Analisis
univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel penelitian meliputi
nilai minimum dan maksimum, nilai rata-rata dan standart devisiasi dengan tabel
30

distribusi (34). Analisis untuk menggambarkan responden sesuai dengan


karekteristik, analisis dilakukan terhadap data pengetahuan, indeks massa tubuh,
pola konsumsi fastfood serta aktifitas fisik siswa.
3.7.2 Analisis Bivariat
Kemudian analisis bivariat dilakukan untuk menguji kemaknaan
perbedaan mean variabel penelitian antara sebelum perlakuan dan sesudah
perlakuan (intervensi), jika sebaran data berdistribusi normal digunakan uji
parametrik independent t-test atau paired t-test berdasarkan kelompok, sedangkan
tidak berdistribusi normal digunakan uji non parametrik Wilcoxon. Untuk uji
statistik, tingkat kemaknaan (signifikan) yang digunakan p ≤ 0,05.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SMP Negeri 4 Medan beralamat di Jl. Jati III No. 118 Kelurahan Teladan
Timur Kecamatan Medan Kota, Medan 20217 Sumatera Utara. Jumlah siswa
sebanyak 1092 orang, terdiri dari 506 orang laki-laki (46,34%) dan 586 orang
perempuan (53,66%). Siswa kelas VII terdiri dari 11 kelas dengan jumlah siswa
orang siswa yaitu 159 orang laki-laki (45,04%) dan 194 orang perempuan
(54,96%). Siswa kelas VIII terdiri dari 10 kelas dengan jumlah siswa 358 orang
siswa yaitu 169 orang laki-laki (47,20%) dan 189 orang perempuan (52,80%).
Siswa kelas IX terdiri dari 12 kelas dengan jumlah siswa 390 orang siswa yaitu
187 orang laki-laki (47,95%) dan 203 orang perempuan (52,05%). Tenaga
pengajar dan tenaga lainnya berjumlah 70 orang.
4.1.1.1. Karakteristik Responden
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah berjumlah 52 orang yaitu 33
orang laki-laki (63,5%) dan 19 orang perempuan (36,5%). Sementara itu
responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu 26 orang (50%) untuk kelompok
perlakuan dan 26 orang (50%) untuk kelompok kontrol.
Jumlah responden dengan status gizi overweight terdiri atas 34 orang
(65,38%) dan responden dengan status obesitas terdiri atas 28 orang (34,62%).
Untuk lebih jelasnya gambaran karakteristik responden menurut jenis kelamin,
umur, berat badan, tinggi badan, dan IMT dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut
JenisKelamin
Jenis Kelamin n Persentase
Laki-laki 33 63,5
Perempuan 19 36,5
Jumlah 52 100,0

Berdasarkan tabel 4.1. dari 52 responden di SMPN 4 Medan yang berjenis


kelamin laki-laki adalah sebanyak 63,5% dan perempuan sebanyak 36,5% .

31
32

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Umur


Umur n Persentase
13 tahun 25 48,1
14 tahun 27 51,9
Jumlah 52 100,0

Berdasarkan tabel 4.2. dari 52 responden dengan umur 13 tahun sebanyak


48,1% dan responden dengan umur 14 tahun sebanyak 51,9%.
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut
TinggiBadan
Tinggi Badan n Persentase
143 - 147 cm 4 7,7
148 - 152 cm 9 17,3
153 - 157 cm 12 23,1
158 - 162 cm 18 34,6
163 - 167 cm 5 9,6
168 - 172 cm 2 3,8
173 - 176 cm 2 3,8
Jumlah 52 100,0

Berdasarkan tabel 4.3..dari 52 responden di SMPN 4 Medan yang


mayoritastinggi badannya 158 - 162 cm sebanyak 34,6% dan yang minoritas
tinggi badannya 168 - 172 cm, 173-176 cm sebanyak 3,8%.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut
BeratBadan
Berat Badan n Persentase
50 - 55 Kg 4 7,7
62 - 67 Kg 19 36,5
68 - 73 Kg 6 11,5
74 - 79 Kg 5 9,6
80 - 85 Kg 5 9,6
86 - 92 Kg 4 7,7
Jumlah 52 100,0

Berdasarkan tabel 4.4.dari 52 responden di SMPN 4 Medan yang mayoritas


berat badannya 62-67 kg sebanyak 36,5% dan yang minoritas berat badannya 74-
79 kg, 80-85 kg sebanyak 9,6%.

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Berat


Badan
33

Berat Badan n Persentase


52 - 57 Kg 7 13,5
58 - 63 Kg 12 23,1
64 - 69 Kg 17 32,7
70 - 75 Kg 6 11,5
76 - 81 Kg 2 3,8
82 - 87 Kg 6 11,5
86 - 92 Kg 2 3,8
Jumlah 52 100,0

Berdasarkan tabel 4.5. dari 52 responden di SMPN 4 Medan yang


mayoritas berat badannya64-69 kg sebanyak 32,7%, dan yang minoritas berat
badannya 76-81 kg, 86-92 kg sebanyak 11,5%.
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Jenis
Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh n Persentase
Obesitas 18 34,6
Overweight 34 65,4
Jumlah 52 100,0

Berdasarkan tabel 4.6. dari 52 responden di SMPN 4 Medan yang berat


badannyaobesitas sebanyak 34,6% dan overweight sebanyak 65,4%.
4.1.2. Analisis Univariat
4.1.2.1. Distribusi Pengetahuan Responden Pretest Kelompok Kontrol Dan
Kelompok Perlakuan Berdasarkan Status Gizi
Didalam penelitian ini pengetahuan dilakukan dengan cara memberikan
penyuluhan pada kelompok perlakuan sebanyak 3 kali yaitu pada hari pertama,
keempat dan ketujuh dan diberikan booklet yang berisi informasi seputar obesitas,
sementara itu pada kelompok kontrol hanya diberi 1 kali penyuluhan saja dan
tanpa pemberian booklet. Kemudian peneliti memberikan pretest di hari pertama
penelitian dan postest dan booklet di hari terakhir penelitian. Hasil dari pretest dan
posttest selanjutnya dapat dikategorikan menjadi baik, cukup, dan kurang. Untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel 4.7.dan tabel 4.8.

Tabel 4.7. Distribusi Pengetahuan Responden Pretest Kelompok Kontrol


Berdasarkan Status Gizi
34

Kategori Pretest
Pengetahuan Obesitas Overweight Jumlah
n persentase n persentase n persentase
Baik 1 3,85 4 15,39 5 19,24
Cukup 8 30,76 13 50,00 21 80,76
Jumlah 9 34,61 17 65,39 26 100,00

Berdasarkan tabel 4.7 dari 26 responden di SMP Negeri 4 Medan maka


dapat diketahui bahwa pada saat pretest yang obesitas dengan hasil baik sebanyak
3, 85 %dan cukup sebanyak 30,76 % dan untuk responden yang overweight pada
saat prestest dengan hasil baik sebanyak 15,39% dan cukup sebanyak 50,00 %.
Tabel 4.8. Distribusi Pengetahuan Responden Posttest Kelompok Kontrol
Berdasarkan Status Gizi
Kategori Posttest
Pengetahuan Obesitas Overweight Jumlah
n persentase n persentase n persentase
Baik 4 15,39 11 42,31 15 57,70
Cukup 5 19,23 6 23,07 11 42,30
Jumlah 9 34,62 17 65,38 26 100,00

Berdasarkan tabel 4.8 dari 26 responden di SMP Negeri 4 Medan maka


dapat diketahui bahwa pada saat posttest mengalami kenaikan yang obesitas
dengan hasil baik menjadi 15,39 %dan cukup sebanyak 19,23 % dan untuk
responden yang overweight pada saat prestest dengan hasil baik sebanyak 42,31
% dan cukup sebanyak 23,07 %.
Tabel 4.9. Distribusi Pengetahuan Responden Prettest Kelompok Perlakuan
Berdasarkan Status Gizi
Kategori Pretest
Pengetahuan Obesitas Overweight Jumlah
n persentase n persentase n persentase
Baik 1 3,85 2 7,70 3 11,55
Cukup 8 30,76 15 57,69 23 88,45
Jumlah 9 34,61 17 65,3926 100,00

Berdasarkan tabel 4.9 dari 26 responden di SMP Negeri 4 Medan maka


dapat diketahui bahwa pada saat pretest yang obesitasdengan hasil baik sebanyak
3, 85 %dan cukup sebanyak 30,76 % dan untuk responden yang overweight pada
saat prestest dengan hasil baik sebanyak 7,70 % dan cukup sebanyak 57, 69 %.
35

Tabel 4.10. Distribusi Pengetahuan Responden Posttest Kelompok


Perlakuan Berdasarkan Status Gizi
Kategori Posttest
Pengetahuan Obesitas Overweight Jumlah
n persentas n persentase n persentase
e
Baik 6 23,07 12 46,15 18 69,22
Cukup 3 11,54 5 19,24 8 30,78
Jumlah 9 34,61 17 65,39 26 100,00

Berdasarkan tabel 4.10 dari 26 responden di SMPN 4 Medan pada saat


posttest mengalami kenaikan untuk responden yang obesitas dengan hasil baik
menjadi 23,07 % dan cukup sebanyak 11, 54%, dan yang overweight dengan
hasil baik sebanyak 46,15 %dan cukup sebanyak 19,24 % .
4.1.2.2. Distribusi Pola Konsumsi Fast Food Responden Pretest Kelompok
Kontrol Dan Kelompok Perlakuan Berdasarkan Status Gizi
Pola konsumsi fast food responden meliputi hamburger, mi instan, fried
chicken, bakso, pizza, donuts yang kemudian dikategorikan menjadi pola
konsumsi fast food baik dan tidak baik dapat dilihat pada tabel 4.11. dan 4.12.
Tabel 4.11. Distribusi Responden Pretest Kelompok Perlakuan Berdasarkan
Status Gizi dan Pola Konsumsi Fast Food
Konsumsi Pretest
Fast Food Obesitas Overweight Jumlah
n persentase n persentase n persentase
Baik 3 11,54 10 38,47 13 50,01
Tidak Baik 6 23,07 7 26,92 13 49,99
Jumlah 9 34,61 17 65,3926 100,00

Berdasarkan tabel 4.11 dari 26 responden di SMPN 4 Medan diatas terlihat


bahwa, pada saat pretest sebanyak 11,54% dengan pola konsumsi fast food yang
baik dan obesitas, sebanyak38,47% dengan pola konsumsi fast food yang baik
dan overweight, sebanyak23,07% dengan pola konsumsi yang tidak baik dan
obesitas,serta sebanyak26,92% dengan pola konsumsi tidak baik dan overweight.

Tabel 4.12. Distribusi Responden Posttest Kelompok Perlakuan Berdasarkan


Status Gizi dan Pola Konsumsi Fast Food
Konsumsi Posttest
Fast Food Obesitas Overweight Jumlah
36

n persentase n persentase n persentase


Baik 7 26,91 13 50,00 20 76,91
Tidak Baik 2 7,70 4 15,39 6 23,09
Jumlah 9 34,61 17 65,3926 100,00

Berdasarkan tabel 4.12 pada saat posttest mengalami kenaikan menjadi


26,92% dengan pola konsumsi fast food baik dan obesitas, sebanyak50% dengan
pola konsumsi fast food baik dan overweight, sebanyak7,70% dengan pola
konsumsi fast food tidak baik dan obesitas, serta sebanyak15,39% dengan pola
konsumsi fast food yang tidak baik dan overweight.
Tabel 4.13. Distribusi Responden Pretest Kelompok Kontrol Berdasarkan
Status Gizi dan Pola Konsumsi Fast Food
Konsumsi Pretest
Fast Food Obesitas Overweight Jumlah
n persentase n persentase n persentase
Baik 2 7,70 10 38,46 12 46,16
Tidak Baik 7 26,92 7 26,92 14 53,84
Jumlah 9 34,62 17 65,3826 100,00

Berdasarkan tabel 4.13. diatas terlihat bahwa dari 26 responden di SMPN


4 Medan pada pretest sebanyak7,70% dengan pola konsumsi fast food yang baik
dan obesitas sebanyak 38,47% dengan pola konsumsi fast food yang baik dan
overweight sebanyak26,92% dengan pola konsumsi yang tidak baik dan obesitas,
serta sebanyak26,92% dengan pola konsumsi tidak baik dan overweight.
Tabel 4.14. Distribusi Responden Posttest Kelompok Kontrol Berdasarka
Status Gizi dan Pola Konsumsi Fast Food
Konsumsi Posttest
Fast Food Obesitas Overweight Jumlah
n persentase n persentase n persentase
Baik 3 11,54 10 38,47 13 50,01
Tidak Baik 6 23,07 7 26,92 13 49,99
Jumlah 9 34,61 17 65,39 26 100,00

Berdasarkan tabel 4.14 pada posttest mengalami kenaikan menjadi11,54%


dengan pola konsumsi fast food baik dan obesitassebanyak38,47% dengan pola
konsumsi fast food baik dan overweight sebanyak23,07% dengan pola konsumsi
fast food tidak baik dan obesitas, serta sebanyak26,92% dengan pola konsumsi
fast food yang tidak baik dan overweight.
37

4.1.2.3. Distribusi Pola Konsumsi Aktifitas Fisik Responden Pretest


Kelompok Kontrol Dan Kelompok Perlakuan Berdasarkan Status
Gizi
Gambaran aktifitas fisik responden dinilai dari kegiatan siswa sehari-hari
yang diukur dengan menggunakan metode recall activity yang kemudian dapat
dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang dan berat. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.15. dan 4.16.
Tabel 4.15. Distribusi Responden di PretestPada Kelompok Perlakuan
Berdasarkan Status Gizi dan Aktifitas Fisik
Aktifitas Pretest
Fisik Obesitas Overweight Jumlah
n persentase n persentase n persentase
Ringan 8 30,77 16 61,53 24 92,32
Sedang 1 3,84 1 3,84 2 7,68
Jumlah 9 34,61 17 65,39 26 100,00

Berdasarkan tabel 4.15. diatas terlihat bahwa, dari 26 responden di SMPN


4 Medan pada kelompok perlakuan pada pretestsebanyak 30,77% yang aktifitas
fisiknya ringan dan obesitas, sebanyak 61,53% aktifitas fisiknya ringan dan
overweight, sebanyak 3,84% yang aktifitas fisiknya sedang dan obesitas, serta
sebanyak 3,84% aktifitas fisiknya sedang dan overweight.
Tabel 4.16. Distribusi Responden Posttest Pada Kelompok Perlakuan
Berdasarkan Status Gizi dan Aktifitas Fisik
Aktifitas Posttest
Fisik Obesitas Overweight Jumlah
n persentase n persentase n persentase
Ringan 3 11,54 15 57,69 18 69,23
Sedang 6 23,07 2 7,69 8 30,77
Jumlah 9 34,61 17 65,3826 100,00

Berdasarkan tabel 4.16 pada Posttest mengalami kenaikan menjadi


11,54% yang aktifitas fisiknya ringan dan obesitas, sebanyak 57,69% yang
aktifitas fisiknya ringan dan overweight, sebanyak 23,07% yang aktifitas fisiknya
sedang dan obesitas, serta sebanyak 7,69% aktifitas fisiknya sedangdan
overweight.
Tabel 4.17. Distribusi Responden di Pretest Pada Kelompok Kontrol
Berdasarkan Status Gizi dan Aktifitas Fisik
38

Aktifitas Pretest
Fisik Obesitas Overweight Jumlah
n persentase n persentase n persentase
Ringan 7 26,92 14 53,85 21 80,77
Sedang 2 7,69 3 11,54 5 19,23
Jumlah 9 34,61 17 63,39 26 100,00

Berdasarkan tabel 4.17. diatas terlihat bahwa, dari 26 responden di SMPN


4 Medan pada kelompok kontrol pada Pretestsebanyak26,92% yang aktifitas
fisiknya ringan dan overweight sebanyak53,85% aktifitas fisiknya sedang dan
obesitas sebanyak 7,69 % yang aktifitas fisiknya sedang dan overweight, serta
sebanyak11,54% aktifitas fisiknya sedang dan overweight.
Tabel 4.18. Distribusi RespondenPosttest Pada Kelompok Kontrol
Berdasarkan Status Gizi dan Aktifitas Fisik
Aktifitas Posttest
Fisik Obesitas Overweight Jumlah
n persentase n persentase n persentase
Ringan 7 26,92 12 46,95 19 73,07
Sedang 2 7,69 5 19,24 7 26,93
Jumlah 9 34,61 17 63,39 26 100,00

Berdasarkan tabel 4.18. dari 26 responden di SMP Negeri 4 Medanpada


saat posttest mengalami kenaikan menjadi26,92% yang aktifitas fisiknya ringan
dan obesitas, sebanyak 46,15% aktifitas fisiknya ringan dan overweightdan
sebanyak 7,69% yang aktifitas fisiknya sedang dan obesitas, serta
sebanyak19,23% aktifitas fisiknya sedang dan overweight.
4.1.3. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan dengan menggunakan uji paired t-tes yaitu
untuk melihat perbedaan edukasi, pola konsumsi fast food, aktifitas fisik dan IMT
responden antara sebelum perlakuan (Pretest) dengan sesudah perlakuan
(Posttest). Uji paired t-tes ini juga digunakan untuk melihat perbedaan edukasi,
pola konsumsi fast food, aktifitas fisik, dan IMT responden antara kelompok
perlakuan dengan kelompok kontrol.
4.1.3.1. Pengetahuan Responden di Pretest dan Posttest Pada
KelompokPerlakuan dan Kelompok Kontrol
39

Hasil analisis bivariat untuk pengetahuan responden yaitu untuk melihat


perbedaan hasil pretest responden pada pretest dengan postest responden di
Posttest baik pada kelompok perlakuan maupun pada kelompok kontrol dengan
tingkat kemaknaan (signifikan) yang digunakan p≤0,05 dapat kita lihat pada tabel
4.19.
Tabel 4.19. Distribusi Pengetahuan Responden di Pretest dan PosttestPada
Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Pengetahuan Pretest Posttest p
Mean ± SD Mean ±SD
Perlakuan 8,88 ± 1,986 12,96± 2,735 0,000
Kontrol 9,85 ± 1,848 10,04 ± 1,969 0,457

Tabel 4.19. menunjukan bahwa untuk pengetahuan pada kelompok


perlakuan di pretest memiliki rata-rata 8,88 dan pada Posttest memiliki rata-rata
12,96. Hal ini menunjukan ada peningkatan pengetahuan rata-rata di kelompok
perlakuan antara sebelum dengan sesudah perlakuan. Hasil uji paired T-Test
menunjukan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang bermakna bahwa ada perbedaan rata-
rata pengetahuan sebelum dengan sesudah perlakuan yang artinya Ha diterima.
Sedangkan pengetahuan pada kelompok kontrol di pretest memiliki rata-
rata 9,85 dan di posttest memiliki rata-rata 10,04. Hal ini menunjukan tidak
adanya perbedaan rata-rata. Hasil uji paired T-Test nilai p = 0,457 (p> 0,05) yang
bermakna bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan sebelum dengan sesudah
perlakuan yang artinya Ha ditolak.
4.1.3.2. Indeks Massa Tubuh (IMT) Responden di Pretest dan PosttestPada
Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Hasil analisis bivariat untuk IMT responden yaitu untuk melihat perbedaan
IMT responden pada pretest dengan IMT responden di posttest baik pada
kelompok perlakuan maupun pada kelompok kontrol dengan tingkat kemaknaan
(signifikan) yang digunakan p<0,05 dapat kita lihat pada tabel 4.20.

Tabel 4.20. Distribusi IMT Responden di Pretest dan PosttestPada Kelompok


Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Indeks Masa Pretest Posttest p
Tubuh Mean ± SD Mean ± SD
Perlakuan 27,55 ± 2,781 27,17 ± 2,457 0,002
Kontrol 26,95 ± 2,814 26,93 ± 2,770 0,953
40

Tabel 4.20. menunjukan bahwa untuk Indeks Masa Tubuh (IMT) pada
kelompok perlakuan dipretest memiliki rata-rata 27,55 dan pada posttest memiliki
rata-rata 27,17. Hal ini menunjukan ada penurunan IMT rata-rata di kelompok
perlakuan antara sebelum dengan sesudah perlakuan. Hasil uji wilcoxon
menunjukan nilai p = 0,002 (p< 0,05) yang bermakna bahwa ada perbedaan rata-
rata Indeks Masa Tubuh (IMT) sebelum dengan sesudah perlakuan yang artinya
Ha diterima.
Sedangkan Indeks Masa Tubuh (IMT) pada kelompok kontrol di pretest
memiliki rata-rata 26,95 dan di posttest memiliki rata-rata 26,93. Hal ini
menunjukan tidak adanya perbedaan rata-rata. Hasil uji wilcoxon nilai p = 0,953
(p> 0,05) yang bermakna bahwa tidak ada perbedaan Indeks Masa Tubuh (IMT)
sebelum dengan sesudah perlakuan yang artinya Ha ditolak.
4.1.3.3. Pola Konsumsi Fast Food Responden diPretest dan Posttest Pada
Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Hasil analisis bivariat untuk pola konsumsi fast food responden yaitu
untuk melihat perbedaan pola konsumsi fast food responden pada pretest dengan
pola konsumsi fast food responden di posttest baik pada kelompok perlakuan
maupun pada kelompok kontrol dengan tingkat kemaknaan (signifikan) yang
digunakan p<0,05 dapat kita lihat pada tabel 4.21.
Tabel 4.21. Distribusi Pola Konsumsi Fast Food Responden diPretest dan
PosttestPada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Pola Konsunsi Pretest Posttest p
Fast Food Mean ± SD Mean ± SD
Perlakuan 9,42 ± 1,474 10,04 ± 1,248 0,011
Kontrol 9,15 ± 1,541 9,38 ± 1,49 0,167
Tabel 4.21. menunjukan bahwa untuk Pola konsumsi fast foodpada
kelompok perlakuan dipretest memiliki rata-rata 9,42 dan pada posttest memiliki
rata-rata 10,04. Hal ini menunjukan ada perbedaan rata-rata di kelompok
perlakuan antara sebelum dengan sesudah perlakuan. Hasil uji paired wilcoxon
menunjukan nilai p = 0,011 (p< 0,05) yang bermakna bahwa ada perbedaan rata-
rata pola konsumsi fast food sebelum dengan sesudah perlakuan yang artinya Ha
diterima.
41

Sedangkan pola konsumsi Fast foodpada kelompok kontrol di pretest


memiliki rata-rata 9,15 dan di posttest memiliki rata-rata 9,38. Hal ini
menunjukan tidak adanya perbedaan rata-rata. Hasil uji wilcoxon nilai p = 0,167
(p> 0,05) yang bermakna bahwa tidak ada perbedaan pola konsumsi Fast food
sebelum dengan sesudah perlakuan yang artinya Ha ditolak.
4.1.3.4.Aktifitas Fisik Responden di Pretest dan PosttestPada Kelompok
Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Hasil analisis bivariat untuk asupan kalori responden yaitu untuk melihat
perbedaan asupan kalori responden pada Pretest dengan aktifitas fisik responden
di Posttest baik pada kelompok perlakuan maupun pada kelompok kontrol dengan
tingkat kemaknaan (signifikan) yang digunakan p≤0,05 dapat kita lihat pada tabel
4.22.
Tabel 4.22. Distribusi Aktifitas Fisik Responden di Pretest dan Posttest Pada
Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
AktifitasFisik Pretest Posttest p
Mean ± SD Mean ± SD
Perlakuan 29,72 ± 5,497 37,89 ± 5,664 0,000
Kontrol 35,14± 6,104 36,02± 6,486 0,072

Tabel 4.22. menunjukan bahwa untuk aktifitas fisik pada kelompok


perlakuan diPretest memiliki rata-rata 29,72 dan pada posttest memiliki rata-rata
37,89 Hal ini menunjukan ada perbedaan rata-rata di kelompok perlakuan antara
sebelum dengan sesudah perlakuan. Hasil uji paired T-Test menunjukan nilai p =
0,000 (p< 0,05) yang bermakna bahwa ada perbedaan rata-rata aktifitas sebelum
dengan sesudah perlakuan yang artinya Ha diterima.
Sedangkan pola pada kelompok kontrol di pretest memiliki rata-rata 35,14
dan di posttest memiliki rata-rata 36,02. Hal ini menunjukan tidak adanya
perbedaan atau sedikit sekali perbedaan rata-rata. Hasil uji paired T-Test nilai p =
0,072 (p> 0,05) yang bermakna bahwa tidak ada perbedaan aktifitas fisik sebelum
dengan sesudah perlakuan yang artinya Ha ditolak.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka didapati bahwa edukasi dengan
booklet memodifikasi gaya hidup berpengaruh terhadappeningkatan pengetahuan
42

siswa, hal ini dibuktikan dari hasil uji paired T-tes dengan nilai p< 0,05 yaitu p =
0,000 pada kelompok perlakuan antara pretest dan posttest. Intervensi edukasi
dengan booklet pada kelompok kontrol tidak ada pengaruh yang bermakna
terhadap peningkatan pengetahuan, hal ini mungkin dikarenakan hanya diberikan
penyuluhan satu kali dan tidak diberikan booklet sebagai buku panduan gaya
hidup sehat sehingga siswa pada kelompok kontrol kurang mengingat edukasi
yang diberikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang didukung oleh Dali yang
menunjukkan hubungan yang bermakna antara materi ilmu gizi dengan
pengetahuan dan sikap siswa SMU di kota Gorontalo yang menerapkan mulok
ilmu gizi (p < 0,05) (35).
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Meri, Nelwati, dan Rani tentang hubungan pengetahuan tentang obesitas dengan
upaya pencegahannya oleh remaja di SMP 2 Padang (36).
Hal ini mungkin terjadi akibat dari edukasi modifikasi gaya hidup yang
diberikan kepada siswa sebanyak 3 kali dalam waktu 2 minggu yang membuat
siswa masih mengingat edukasi yamg disampaikan.
4.2.2. Indeks Massa Tubuh
Pada penelitian ini juga menunjukkan penurunan IMT yang bermakna
sebelum dan sesudah dilakukan edukasi memodifikasi gaya hidup pada kelompok
perlakuan. Hasil uji statistik menunjukkan nilai yang signifikan dengan hasil uji
uji wilcoxon dengan nilai p< 0,05 yaitu 0,000 antara Indeks Masa Tubuh (IMT)
sebelum perlakuan dengan sesudah perlakuan dimana secara otomatis juga sejalan
dengan perubahan berat badan siswa. Hal ini didukung dengan penelitian
Widhayati yang menunjukkan bahwa pendidikan gizi memberikan pengaruh yang
baik terhadap penurunan percentil IMT pada remaja kelebihan berat badan dengan
metode penyuluhan kelompok dan penyuluhan individu (p =0,010 dan p = 0,009)
(37).
Namun penelitian ini dapat lebih bermakna pengaruhnya terhadap
penurunan berat badan jika penelitian yang dilakukan waktunya lebih lama
sehingga peneliti dapat mengkontrol secara total gaya hidup siswa. Dalam
penelitian ini intervensi dengan booklet memodifikasi gaya hidup merupakan
43

salah satu bentukedukasi kesehatan bidang gizi yang sangat penting untuk
merubah perilaku yang tdak sesuai dengan kaidah gizi. Edukasi dengan booklet
modifikasi gaya hidup yang diberikan kepada siswa merubah pola pikir siswa
dalam mendapatkan berat badan yang mengarah ke arah proporsional.
4.2.3. Pola Komsumsi Fast Food
Secara statistik ada perubahan yang bermakna intervensi edukasi dengan
booklet memodifikasi gaya hidup juga berpengaruh terhadappola konsumsi fast
foodsiswa baik pada kelompok perlakuan maupun pada kelompok control.
Dimana berdasarkan hasil uji statistik wilcoxon memperoleh nilai p< 0,05 yaitu p
= 0,011 dimana terdapat perbedaan antara sebelum dengan sesudah diberikan
edukasi.
Hal ini mungkin terjadi akibat bahwa sebagian besar siswa yang termasuk
dalam kelompok perlakuan dan kontrol yang berstatus gizi overweight dan
obesitas telah memiliki pengetahuan tentang fast food yang sudah cukup baik,
sehinngga semakin cukup pengetahuan seseorang, maka semakin cukup pula
upaya dirinya dalam mengaplikasikam pengetahuan yang diberikan. Setiap
pertemuan terhadap siswa, peneliti memberikan materi penyuluhan makanan yang
sehat dan yang tidak sehat yang terangkum dalam booklet panduan gaya hidup
sehat.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Liyana
dkk berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi square menunjukkan bahwa p
> 0,05 (p value 0,166) yang secara satistik menunjukkan tidak terdapat hubungan
bermakna pengetahuan dengan konsumsi fast food pada remaja obesitas di SMA
Theresiana 1 Semarang tahun 2017 (31).
4.2.4. Aktifitas Fisik
Intervensi edukasi dengan booklet memodifikasi gaya hidupyang
diberikan kepada siswa yang tergolong overweight dan obesitas pada saat
penelitian juga berpengaruh secara bermakna terhadap perubahan aktifitas fisik
siswa yang tergolong overweight dan obesitas baik pada kelompok perlakuan
maupun pada kelompok control. Intervensi edukasi dengan booklet memodifikasi
gaya hidup merupakan salah satu upaya yang direncanakan sebagai upaya dalam
44

penurunan berat badan terhadap siswa yang tergolong overweight dan obesitas di
SMP Negeri 4 Medan tahun 2018. Selama satu bulan mulai dari survey awal
hingga akhir penelitian terjadi empat kali pertemuan dengan hasil sesuai harapan.
Namun pada saat penelitian pertemuan yang dilaksanakan tidak seperti yang
direncanakan dikarenakan pada pertemuan terakhir siswa sedang mengikuti ujian
tengah semester. Meskipun dengan keterbatasan yang ada, peneliti tetap
menyesuaikan waktu dalam melakukan pertemuan tersebut. Pada kelompok
perlakuan peneliti memberikan penyuluhan materi panduan aktifitas fisik
sebanyak tiga kali dan memberikan booklet panduan gaya hidup sehat. Intervensi
edukasi dengan booklet memodifikasi gaya hidup dilakukan di aula sekolah
supaya tercipta suasana yang nyaman dan tidak mengganggu siswa siswa lainnya
yang sedang belajar. Dimana pada penelitian ini dilakukan uji statistik terhadap
aktifitas kfisik dengan menggunakan uji statistik paired T-Test dengan
memperoleh nilai p < 0,005 yaitu p = 0,000 yang berarti ada perbedaan aktifitas
fisik antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi edukasi memodifikasi gaya
hidup. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rosdiana, Rosdiana, dan dimana didalam penelitian mereka pada aktivitas fisik
menunjukan bahwa tidak ada pengaruh secara bermaknapada kelompok kontrol
dan perlakuan dengan nilai (p>0,05) yaitu p = 0,59, hal ini tidak sejalan dengan
penelitian (8).
Hal ini mungkin akibat dari edukasi modifikasi gaya hidup yang diberikan
kepada responden tentang aktivitas fisik bahwasanya semakin besar tingkat
pengeluaran energi tubuh semakin banyak kalori yang terbuang sehingga semakin
memungkinkan penurunan berat badan.
Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Anto, Sumardi
Sudarman, Erni Yetti R, Saskiyanto Manggabaranitentang pengaruh pengaruh
konseling memodifikasi gaya hidup terhadap pencegahan obesitas pada remaja
yang menunjukan pada aktifitas fisik tidak ada perubahan dan pengaruh yang
bermakna konseling memodifikasi gaya hidup baik pada kelompok perlakuan
maupun pada kelompok kontrol dengan nilai p = 0,59, hal ini tidak sejalan dengan
penelitian (38).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 4 Medan
tahun 2018, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadapperubahan
(peningkatan) pengetahuan remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di
SMP Negeri 4 Medan.
2. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadapperubahan
Indeks Masa Tubuh (IMT) remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di
SMP Negeri 4 Medan.
3. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadapperubahan pola
konsumsi Fast food remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di SMP
Negeri 4 Medan.
4. Ada pengaruh edukasi memodifikasi gaya hidup terhadapperubahan
aktifitas fisik remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di SMP Negeri 4
Medan.

5.2. Saran
1. Disarankan kepada pihak sekolah agar memperbanyak booklet yang telah
diberikan sebagai bahan bacaan siswa untuk meningkatkan pengetahuan
siswa dalan menjaga berat badan ke arah yang lebih proporsional.
2. Disarankan kepada pihak sekolah agar melakukan kerjasama dengan
puskesmas yang berada di wilayah sekolah.SMP Negeri 4 Medan..
3. Melalui penyuluhan dan edukasi dengan booklet yang telah diberikan
kepada siswa tentang kejadian obesitas siswa perlu memahami informasi
faktor-faktor yang mempengaruhinya serta bagimana pencegahannya.
4. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih
kompleks yaitu dengan penambahan variabel asupan kalori.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. WHO | Obesity and overweight. World Heal Organ Media Cent Fact
Sheet No 311. 2011;
2. Boodai SA, McColl JH, Reilly JJ. National Adolescent Treatment Trial for
Obesity in Kuwait (NATTO): Project design and results of a randomised
controlled trial of a good practice approach to treatment of adolescent
obesity in Kuwait. Trials. 2014;
3. Al-Hazzaa HM, Abahussain NA, Al-Sobayel HI, Qahwaji DM, Musaiger
AO. Lifestyle factors associated with overweight and obesity among Saudi
adolescents. BMC Public Health. 2012;
4. Al-Rethaiaa AS, Fahmy AEA, Al-Shwaiyat NM. Obesity and eating habits
among college students in Saudi Arabia: A cross sectional study. Nutr J.
2010;
5. Halberstadt J, Makkes S, de Vet E, Jansen A, Nederkoorn C, van der Baan-
Slootweg OH, et al. The role of self-regulating abilities in long-term weight
loss in severely obese children and adolescents undergoing intensive
combined lifestyle interventions (HELIOS); rationale, design and methods.
BMC Pediatr. 2013;
6. Maynita siholo neni. Faktor-faktor yang memengaruhi pola pemilihan
makanan siap saji modern. 2012;(2):16.
7. Leech RM, McNaughton SA, Timperio A. The clustering of diet, physical
activity and sedentary behavior in children and adolescents: A review.
International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity. 2014.
8. Rosdiana Rosdiana. Intervensi Gaya Hidup Terhadap Pencegahan Obesitas
Pada Remaja di SMP Khadijah Kota Makassar. 2013;49(12):505–6.
9. Dupuy M, Godeau E, Vignes C, Ahluwalia N. Socio-demographic and
lifestyle factors associated with overweight in a representative sample of
11-15 year olds in France: Results from the WHO-Collaborative Health
Behaviour in School-aged Children (HBSC) cross-sectional study. BMC
Public Health. 2011;
10. Sedibe HM, Kahn K, Edin K, Gitau T, Ivarsson A, Norris SA. Qualitative
study exploring healthy eating practices and physical activity among
adolescent girls in rural South Africa. BMC Pediatr. 2014;
11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. BADAN Penelit DAN Pengemb Kesehat Kementeri
Kesehat RI TAHUN 2013. 2013;
12. Moran R. Evaluation and treatment of childhood obesity. Am Fam
Physician. 1999;
13. Faith MS, Van Horn L, Appel LJ, Burke LE, Carson JAS, Franch HA, et al.
Evaluating parents and adult caregivers as “agents of change” for treating
obese children: Evidence for parent behavior change strategies and research
gaps: A scientific statement from the American heart association.
Circulation. 2012.
14. N H. Faktor-Faktor Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Obesitas
Dikelas 4 dan 5 SD Pembangunan Jaya Bintaro Tangerang Selatan Tahun

47
48

2009. 2009;
15. Fentiana N. Asupan Lemak Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Obesitas
Pada Remaja ( 16-18 Tahun ) Di Indonesia Tahun 2010 ( Data Riskesdas
2010 ). Vol. 2010. 2012. 1-90 p.
16. De Onis M, Habicht JP. Anthropometric reference data for international
use: Recommendations from a World Health Organization Expert
Committee. Am J Clin Nutr. 1996;
17. Gupta N, Goel K, Shah P, Misra A. Childhood obesity in developing
countries: Epidemiology, determinants, and prevention. Endocrine
Reviews. 2012.
18. Abu-Kishk I, Alumot-Yehoshua M, Reisler G, Efrati S, Kozer E, Doenyas-
Barak K, et al. Lifestyle modifications in an adolescent dormitory: A
clinical trial. Korean J Pediatr. 2014;
19. Nicholls L, Lewis AJ, Petersen S, Swinburn B, Moodie M, Millar L.
Parental encouragement of healthy behaviors: Adolescent weight status and
health-related quality of life. BMC Public Health. 2014;
20. Hochberg Z. Developmental plasticity in child growth and maturation.
Frontiers in Endocrinology. 2011.
21. Hochberg Z, Belsky J. Evo-devo of human adolescence: Beyond disease
models of early puberty. BMC Medicine. 2013.
22. Alberga AS, Sigal RJ, Goldfield G, Prud Homme D, Kenny GP.
Overweight and obese teenagers: Why is adolescence a critical period?
Pediatric Obesity. 2012.
23. Kant AK, Graubard BI. Family Income and Education Were Related with
30-Year Time Trends in Dietary and Meal Behaviors of American Children
and Adolescents. J Nutr. 2013;
24. Harika RK, Cosgrove MC, Osendarp SJM, Verhoef P, Zock PL. Fatty acid
intakes of children and adolescents are not in line with the dietary intake
recommendations for future cardiovascular health: A systematic review of
dietary intake data from thirty countries. British Journal of Nutrition. 2011.
25. Sawka K, McCormack GR, Nettel-Aguirre A, Hawe P, Doyle-Baker PK.
Friendship networks and physical activity and sedentary behavior among
youth: a systematized review. Int J Behav Nutr Phys Act. 2013;
26. August GP, Caprio S, Fennoy I, Freemark M, Kaufman FR, Lustig RH, et
al. Prevention and treatment of pediatric obesity: An Endocrine Society
clinical practice guideline based on expert opinion. Journal of Clinical
Endocrinology and Metabolism. 2008.
27. Bay JL, Mora HA, Sloboda DM, Morton SM, Vickers MH, Gluckman PD.
Adolescent understanding of DOHaD concepts: a school-based intervention
to support knowledge translation and behaviour change. J Dev Orig Health
Dis. 2012;
28. Paeratakul S, Ferdinand DP, Champagne CM, Ryan DH, Bray GA. Fast-
food consumption among US adults and children: Dietary and nutrient
intake profile. J Am Diet Assoc. 2003;
29. Behrman RE, Klagman RM, Jenson HB (eds). Nelson textbook of
pediatrics. 18th ed. J Pediatr. 2008.
49

30. Tarigan E. Fast food. 2011;1–11.


31. Afifah LP, Suyatno S, Aruben R, Kartini A. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Konsumsi Fast Food pada Remaja Obesitas di SMA
Theresiana 1 Semarang Tahun 2017. J Kesehat Masy. 2017;5:706–13.
32. Rosenheck R. Fast food consumption and increased caloric intake: A
systematic review of a trajectory towards weight gain and obesity risk.
Obesity Reviews. 2008.
33. Morrison KM, Damanhoury S, Buchholz A, Chanoine JP, Lambert M,
Tremblay MS, et al. The Canadian Pediatric Weight Management Registry
(CANPWR): Study protocol. BMC Pediatr. 2014;
34. Arikunto.S. Prosedur Penelitian. In: Rienika Cipta. 2016.
35. Dali NA. Pengaruh Penerapan Muatan Lokal Ilmu Gizi Berbasis Gizi
Siswa SMU di Kota Gorontalo The Influence of Nutritional Science Local
Content Gorontalo Traditional Food Based Implementation onGorontalo
High School Students ’ Nutritional Behavior. 2013;(September):139–46.
36. Neherta M, Nelwati, Indra Rani Lisa. Hubungan Pengetahuan Tentang
Obesitas Dengan Upaya Pencegahannya Oleh Remaja di SMP 2 Padang.
2012;
37. Widhayati RE. Efek Pendidikan Gizi Terhadap Perubahan Konsumsi
Energi dan Indeks Massa Tubuh Pada Remaja Kelebihan Berat Badan.
Univ Diponegoro. 2009;1–134.
38. Anto, Sumardi Sudarman, Erni Yetti R SM. Pengaruh Konseling
Memodifikasi Gaya Hidup terhadap Pencegahan Obesitas pada Remaja. J
Kesehat Masy. 2017;
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN

SOAL PRETEST DAN POSTTEST

Nama Responden :
Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Kelas :
Tanggal : Berat badan : kg, Tinggi badan : cm

Soal
1. Berikut ini adalah kelompok zat gizi yang diperlukan oleh tubuh kita
a.Karbohidrat, lemak
b. Karbohidrat, lemak, protein
c. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin
d. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral

2. Apakah guna makanan bagi tubuh kita ?


a. Sebagai zat tenaga, zat pembangun, zat pengatur
b. Sebagai zat tenaga dan zat pengatur
c. Sebagai zat pembangun
d. Untuk menyenangkan perut

3. Manakah dari zat-zat berikutnya gaya berfungsi untuk pertumbuhan dan


pemeliharaan jaringan tubuh ?
a. Lemak
b. Protein
c. Karbohidrat
d. Mineral

4. Berikut ini adalah susunan menu yang bergizi seimbang, yaitu :


a. Nasi, ikan, tahu, sop sayur, jeruk
b. Roti dan susu
c. Nasi, perkedel kentang, ayam goreng
d. Mi goreng dan air mineral

5. Makanan yang banyak mengandung serat di bawah ini :


a. Daging b. Telur
c. Buah dan sayur d. Ikan

6. Contoh pangan yang mengandung karbohidrat adalah :


a. Ubi, ikan, kentang
b. Nasi, singkong, jagung
c. Daging, telur, ikan
d. Bayam, tempe, jagung
7. Buah-buahan dan sayuran merupakan bahan makanan yang mengandung zat
gizi :
a. Protein
b. Vitamin dan mineral
c. Lemak
d. Karbohidrat

8. Contoh pangan yang tinggi lemak


a. Susu, ikan, putih telur
b. Kuning, susu, mentega
c. Mentega, putih telur, ikan
d. Kentang, wortel, tahu

9. Makanan apa yang bisa menyebabkan kegemukan ?


a. Sayuran
b. Fast food (KFC, roti bakar, mie instan)
c. Buah-buahan
d. Tahu dan tempe

10. Penyebab seseorang menjadi gemuk yaitu karena kelebihan ?


a. Protein dan vitamin
b. Karbohidrat dan lemak
c. Vitamin dan mineral
d. Serat dan air

11. Menurut anda, pada umumnya makanan fast food (pizza, fried chicken,
hamburger, dll) mengandung zat gizi ?
a. Serat dan vitamin
b. Serat dan lemak
c. Karbohidrat dan lemak
d. Vitamin dan mineral

12. Konsumsi energi yang berlebih akan disimpan dalam bentuk :


a. Tenaga b. Lemak
c. Energi d. Ampas/terbuang

13. Penyakit yang diakibatkan oleh gizi lebih/kegemukan adalah :


a. Anemia
b. Beri-beri
c. Penyakit degeneratif (hipertensi, jantung koroner, dll)
d. Osteosporosis

14. Faktor penyebab terjadinya gizi lebih/kegemukan adalah :


a. Banyak minum obat-obatan
b. Aktifitas fisik/olah raga teratur
c. Konsumsi makanan berlebihan
d. Banyak mengkonsumsi sayur

15. Gangguan kegemukan dapat terjadi pada ?


a. Balita dan remaja
b. Remaja dan dewasa
c. Bayi dan lansia
d. Segala usia

16. Menu yang baik untuk mengurangi berat badan adalah :


a. Rendah kalori dan tinggi lemak
b. Rendah kalori dan gizi seimbang
c. Rendah kalori dan protein
d. Tinggi kalori namun rendah vitamin

17. Cara mencegah gizi lebih/kegemukan yang efektif adalah dengan cara ?
a. Mengkonsumsi gizi seimbang dan olahraga
b. Mengatur jadwal istirahat
c. Minum jamu
d. Diet ketat
KUESIONER PENELITIAN
FORMULIR FOOD FREKUENSI

Nama Responden :
Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Tanggal :

Jenis Frekuensi Konsumsi Fast Food


Makanan
Fast Food >2 kali <2 kali > 2 kali < 2 kali > 2 kali < 2 kali
Sehari Sehari Seminggu Seminggu Sebulan Sebulan
Hamburger
Mie Instan
Fried
Chikhen
Pizza
Donuts

Anda mungkin juga menyukai