Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PROJECT BASED LEARNING

GIZI DAUR HIDUP

(ANAK SEKOLAH)

Dosen Pengampu :

Yade K. Yasin, M.Gizi, RD

Hadijah Alimuddin, SKM, M.Kes

Disusun Oleh:

Kelompok 4

RAFIKA YUDDING (220305500014)

HARDIANA SAFITRI (220305501034)

KHAERUNNISA (220305501035)

SITI FATIMAH KHAIRUNNISA (220305502042)

SITI NURHALIZAH AKMAL (220305502045)

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat


ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang

digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama (WHO, 2000). Obesitas


adalah gangguan medis yang ditandai oleh adanya penimbunan lemak
dalam tubuh sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara energi yang
masuk dan energi yang keluar. Obesitas umumnya lebih disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara asupan makanan dan aktivitas fisik. Individu
obesitas cenderung makan berlebihan dan kurang melakukan aktivitas
maupun latihan fisik (Misnadiarly, 2007, h.23), meski demikian obesitas
tidak disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan beberapa faktor.
Pada prinsipnya, obesitas terjadi sebagai hasil kronis dari kelebihan asupan
energi yang berasal dari makanan dan minuman sedangkan keluaran energi
kurang akibat gaya hidup yang kurang aktivitas. Kurang aktivitas fisik
menyebabkan energi yang tidak digunakan akan tersimpan sebagai lemak di
dalam jaringan adiposa. Di Indonesia meskipun kemiskinan dan gizi buruk
merupakan permasalahan yang utama, namun angka individu obesitas juga
menjadi perhatian karena prevalensinya meningkat 3 hampir disetiap
kelompok populasi baik pada masyarakat perkotaan maupun pedesaan
(Roemling & Qaim, 2011).

Di Indonesia Secara nasional masalah gemuk pada anak umur 5-12 tahun
masih tinggi yaitu 18,8 persen, terdiri dari gemuk 10,8 persen dan sangat
gemuk (obesitas) 8,8 persen. Tingkat aktivitas fisik pada anak dan dewasa
disebabkan oleh banyaknya kendaraan dan berkuranganya minat untuk berjalan
kaki. Televisi, komputer, video games, dan media hiburan lainnya
menyebabkan anak kurang melakukan aktivitas fisik ditambah lagi dengan
persepsi kurang amannya lingkungan menyebabkan anak untuk tetap diam di
dalam rumah (Kliegman, n.d.). Penurunan waktu tidur pada anak-anak dan
dewasa meningkatkan risiko terjadinya obesitas, dengan dampak yang
mungkin lebih besar pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.
Penurunan waktu tidur berhubungan dengan penurunan tingkat leptin dan
peningkatan ghrelin yang menyebabkan peningkatan rasa lapar (Kliegman,
n.d.). Kelebihan berat badan dan obesitas pada anak bila tidak ditangani dengan
baik dapat berlanjut menjadi kelebihan berat badan dan obesitas pada dewasa.
Kelebihan berat badan dan obesitas pada dewasa seperti meningkatkan risiko
diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan hiperlipidemia
(Sihadi, 2012; Ariani dan Tembiring, 2007; Soetjiningsih, 1995; Kliegman,
n.d).

Faktor-faktor penyebab obesitas: Faktor genetik, Parental fatness merupakan


faktor genetik yang berperan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80%
anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas
menjadi 40 % dan bila kedua orang tua tidak obesitas. Faktor lingkungan .
Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai resiko peningkatan
berat badan sebesar 5 kg. Faktor nutrisional. Peranan faktor nitrisi dimulai
sejak kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi
dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak
dipengaruhi oleh waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi
kalori dari karbohidrat dan lemak serta kebiasaan mengkonsumsi yang
mengandung energi tinggi. Faktor sosial ekonomi. Perubahan pengetahuan,
sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan
mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.

B. Tujuan
 Untuk mengetahui masalah obesitas yang terjadi pada anak sekolah dasar di
kecamatan rappocini.
C. Manfaat
 Untuk membuka wawasan pada mahasiswa pada jurusan gizi dan upaya
agar lebih peka terhadap masalah obesitas pada anak sekolah.
BAB II

TINJAUAN PUSATAKA

A. Kajian Pustaka
 Obesitas pada anak merupakan permasalahan global yang jumlahnya
meningkat setiap tahun (WHO, 2013). Obesitas adalah suatu
kelainan akibat penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan.
Penyebab obesitas secara pasti belum jelas, tetapi obesitas pada
umumnya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara asupan dan
penggunaan energi, dimana asupan lebih besar daripada penggunaan
energi.

Banyak masyarakat dan orang tua beranggapan bahwa seorang anak yang
memiliki postur tubuh gemuk kelihatan sehat dan menggemaskan.
Sehingga hal ini yang membuat banyak orang tua merasa bangga jika
memiliki anak dengan postur tubuh gemuk.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013


menunjukkan bahwa prevalensi nasional obesitas ada sebanyak 18,8%
anak berusia 5-12 tahun mengalami kelebihan berat badan, dan 10,8%
menderita obesitas (kementerian kesehatan RI, 2016). Menurut data dinas
kesehatan kota Palembang tahun 2017 didapatkan jumlah status gizi lebih
(overweight maupun obesitas) pada anak laki-laki sebesar 16,9% dan
perempuan sebesar 12% (Dinkes Kota Palembang, 2018).

Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan kondisi dimana terjadinya


penumpukan lemak secara berlebihan di dalam tubuh. Kondisi ini
disebabkan oleh asupan energi yang masuk lebih tinggi dari pada asupan
energi yang dikeluarkan sehingga hal ini yang memicu terjadinya
penumpukan lemak dalam jumlah yang berlebih, baik itu terjadi pada
kalangan orang dewasa maupun anak-anak.

Banyak masyarakat dan orangtua beranggapan bahwa seorang anak yang


memiliki postur tubuh gendut/gemuk kelihatan sehat dan menggemaskan.
Sehingga hal ini yang membuat banyak orang tua merasa bangga jika
memiliki anak dengan postur tubuh besar/gemuk. Padahal hal tersebut
sangat keliru, justru ketika seorang anak mengalami kondisi kelebihan
berat badan baik itu masuk dalam ketegori overweight maupun obesitas,
mereka cenderung berisikomengalami penyakit kardiovaskular sehingga
sangat berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
pada masa mendatang. Obesitas pada anak dikaitkan dengan kemungkinan
obesitas yang lebih tinggi, kematian dini, dan kecacatan saat dewasa.
Tetapi di samping peningkatan risiko di masa depan, anak-anak yang
mengalami obesitas mengalami kesulitan bernafas, peningkatan risiko
patah tulang, hipertensi, penanda awal penyakit kardiovaskular, resistensi
insulin dan efek psikologis. Namun hal tersebut tidak banyak mendapat
perhatian karena orang tua mereka berpendapat ketika mereka tumbuh
dewasa akan mengalami penurunan berat badan dengan sendirinya.

 Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan meningkatnya prevalensi
obesitas khususnya obesitas pada anak dan remaja adalah terjadinya
perubahan pola hidup, dan terjadinya aktivitas yang berkurang pada anak
dan remaja akibat perubahan pola transportasi, anak yang sebelumnya
berjalan kaki atau menggunakan sepeda dayung ke sekolah akhirnya
diantar ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor atau mobil,
sehingga tenaga yang dikeluarkan untuk kehidupan sehari hari berkurang,
begitu juga dengan banyaknya waktu yang dipakai anak untuk menonton
televisi yang tidak banyak mengeluarkan kalori. Perubahan pola hidup
terjadi juga pada perubahan pola makan anak dan remaja yang cendrung
makan makanan yang tinggi kalori sehingga kalori yang tidak terpakai
akan disimpan dalam bentuk lemak dan mengakibatkan obesitas. Obesitas
pada anak memiliki berbagai efek baik langsung maupun jangka panjang
pada kesehatan dan kesejahteraan. Efek kesehatan langsung anak obesitas
lebih cenderung memiliki faktor risiko untuk penyakit sindroma metabolik
seperti kardiovaskular, diabetes mellitus, kolesterol tinggi atau tekanan
darah tinggi (Schwarz S, 2015).

Pola konsumsi makan disebut juga dengan kebiasaan makan. Pola


konsumsi makanan yang baik berpengaruh positif terhadap kesehatan
tubuh seseorang seperti mencegah atau membantu menyembuhkan
penyakit. Begitu juga sebaliknya, jika pola konsumsi makanan yang
kurang baik akan mempengaruhi status gizi anak. Pola makan dapat diukur
secara kuantitatif dengan melihat jenis makanan, takaran berat, porsi, dan
frekuensi, sedangkan secara kualitatif dapat dilihat melalui jenis dan
komposisi makanan saja. Kebiasaan makan yang tidak baik seperti
kelebihan makan makanan jajanan yang tinggi lemak, tinggi gula, dan
tinggi kalori serta kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan
overweight atau obesitas pada anak.

Tidur memiliki pengaruh terhadap kejadian obesitas. Hal itu dapat terjadi
dikarenakan kurang tidur akan menyebabkan ketidakseimbangan antara
hormon leptin dan ghrelin yang merupakan hormon peredam dan
perangsang nafsu makan dan menyebabkan gangguan keseimbangan di
dalam tubuhnya. Terlebih lagi orang-orang yang kurang tidur akan
mengalami kelelahan dan keengganan untuk melakukan aktivitas fisik
pada pagi harinya. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut mereka
cenderung lebih banyak mengkonsumsi makanan karena berpikir
kelelahan dan keengganan untuk beraktivitas fisik tersebut disebabkan
karena kurangnya asupan makanan.

Kejadian obesitas pada anak di sekolah ini dipengaruhi oleh faktor sosial
ekonomi keluarga yang umumnya menengah ke atas yang memungkinkan
mereka mendapatkan pola konsumsi makanan yang berlebihan,
mendapatkan kemajuan teknologi yang secara tidak langsung berhubungan
dengan aktivitas fisik sehari-hari, misalnya alat-alat permainan yang
mengandalkan kecepatan jari-jari tangan dan mata daripada gerak tubuh,
seperti playstation, nonton TV, dan game online

Aktivitas fisik yang ringan menyebabkan keluaran energi menjadi rendah


sehingga terjadi ketidakseimbangan antara masukan energi yang lebih
banyak dibandingkan dengan energi yang keluar. Akibat dari sedikitnya
energi yang keluar dari tubuh, maka sisa dari energi tersebut akan
tersimpan menjadi lemak dan kemudian menjadi overweight hingga
berlanjut menjadi obesitas. Terjadinya obesitas dikarenakan rendahnya
aktivitas fisik sehingga asupan energi yang masuk hanya sedikit yang
terpakai untuk beraktivitas dan sebagian besar tersimpan sebagai lemak
tubuh, dengan kata lain kelompok obesitas hanya menggunakan sedikit
energi dalam melakukan aktivitasnya. Perubahan waktu bermain anak
yang semula banyak bermain diluar rumah menjadi bermain di dalam
rumah. Sebagaimana contoh saat ini, banyak anak yang bermain game di
smartphone, menonton televisi, menggunakan komputer daripada berjalan,
bersepeda maupun berolahraga.

 Gizi Kurang
Menurut Depkes RI, underweight adalah status gizi yang didasarkan pada
indeks massa tubuh, yang merupakan padanan istilah dari Gizi Kurang.
Menurut WHO, underweight merupakan status gizi yang menggambarkan
gizi kurang yaitu saat Indeks Massa Tubuh (IMT) kurang dari 18,5 kg/m 2.
Underweight sering kali merupakan gejala dari suatu penyakit. Seseorang
yang memiliki berat badan underweight mungkin memiliki risiko kematian
yang lebih besar dibandingkan dengan seseorang dengan IMT normal
(18,5-24,9 kg/m2). Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang
berkembang masih menghadapi masalah kekurangan gizi yang cukup
besar.

Berdasarkan data WHO 2010, 1,5 juta anak meninggal karena pemberian
makanan yang tidak tepat dan 90% diantaranya terjadi di negara
berkembang. Kurang gizi pada toddler terjadi karena pada usia tersebut
kebutuhan gizi lebih besar dan toddler merupakan tahapan usia yang rawan
gizi. Masalah gizi yang sampai saat ini masih menjadi masalah di tingkat
nasional adalah gizi kurang pada toddler, anemia, Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY), KEP dan kurang vitamin A.
Kurang Energi Protein (KEP) termasuk gangguan gizi di Indonesia dan
Negara berkembang lainnya, prevalensi tertinggi terdapat pada anak
berumur dibawah lima tahun (balita), ibu yang sedang mengandung dan
menyusui. Kekurangan zat gizi meliputi unsur pendek dan kurus diartikan
sebagai anak berusia 0 sampai 59 bulan dimana berat badan menurut umur
(BB/U) berada pada <-2 SD sampai >-3 SD dari standar pertumbuhan
WHO-NCHS.

Usia di bawah lima tahun terutama pada usia 1-3 tahun merupakan masa
pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik fisik maupun otak. Sehingga
memerlukan kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan pada masa-
masa berikutnya dan pada masa ini anak sering mengalami kesulitan
makan, apabila kebutuhan nutrisi tidak ditangani dengan baik maka akan
mudah mengalami gizi kurang. Kurang terpenuhinya gizi pada anak dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan baik fisik
maupun psikomotor dan mental, serta dapat menyebabkan kekurangan sel
otak sebesar 15% hingga 20%.

Gangguan gizi disebabkan oleh faktor-faktor (determinan) yaitu faktor


primer dan faktor sekunder. Faktor primer adalah bila sumber makanan
seseorang salah dalam kuantiatas atau kualitas yang disebabkan oleh
kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan,
kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya.
Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat gizi tidak
sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi (McDon- ald et al.,
1994; Levy et al., 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi makanan
dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya bahan makanan
(Supariasa, 2002). Gizi kurang dapat berkembang menjadi gizi buruk,
yaitu keadaan kurang gizi yang berlangsung lama sehingga pemecahan
cadangan lemak berlangsung terus-menerus dan dampaknya terhadap
kesehatan anak akan menjadi semakin kompleks, terlebih lagi status gizi
yang buruk dapat menyebabkan kematian (Adiningsih, 2010).

Status gizi dipengaruhi oleh beberapa yaitu faktor inheren (usia balita,
jenis kelamin, pantangan makanan dan status kesehatan), faktor distal
(tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, pendapatan keluarga,
usia ibu, dan askes kesehatan), faktor intermediate (faktor lingkungan dan
faktor ibu yang didalamnya menyinggung jarak kelahiran dan jumlah
balita), dan faktor ibu (jarak kelahiran, jumlah balita). Dari beberapa faktor
diatas, faktor ibu adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terdapat statu gizi balita, hal ini disebabkan karena tingginya angka
kelahiran dan jumlah anak dalam keluarga yang tidak dibatasi (Arisman,
2009).

Pada umumnya, ibu tidak menyadari pentingnya gizi selama kehamilan


dan dua tahun pertama kehidupan. Proses untuk menjadikan seorang anak
mengalami kegagalan pertumbuhan dimulai pada saat didalam rahim
hingga usia dua tahun. Proses tersebut dipengaruhi oleh asupan dan
praktik pemberian makan yang diberikan. Hal tersebut terjadi karena
seringkali Ibu tidak memiliki pengetahuan tentang gizi dan perilaku
kesehatan (Riskesdas, 2013).

Intervensi untuk mengatasi kurang gizi seringkali terbatas pada upaya-


upaya kuratif jangka pendek untuk mengatasi konsekuensi terburuk dari
kekurangan gizi namun sedikit sekali membahas akar permasalahannya.
Intervensi jangka pendek pada akhirnya akan memperburuk masalah
karena sumber daya dipisahkan dari pendekatan jangka panjang yang lebih
struktural.

Kegiatan yang dapat dilakukan dalam mengurangi praktik pemberian


makan yang kurang tepat adalah dengan memberikan intervensi terhadap
ibu. Intervensi gizi merupakan bagian dari program terpadu
pengembangan anak usia dini (UNICEF Indonesia, 2012). Konseling
tentang pertumbuhan dan pemberian makan pada anak merupakan salah
satu bentuk intervensi yang dapat mengurangi fakta gizi yang tidak tepat
tepat akibat rendahnya pengetahuan tentang gizi yang dimiliki ibu.
Konseling merupakan pendekatan komunikasi interpersonal yang sering
digunakan dalam peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap serta
perilaku dalam bidang kesehatan (Nurhayati, 2007). Konseling tersebut
biasa dilakukan di meja 4 Posyandu dan pojok gizi di puskesmas.
BAB III

HASIL PENGKAJIAN DATA

A. Data Masalah Gizi


Berdasarkan data yang diperoleh kelompok kami menemukan beberapa
masalah gizi berupa gizi lebih dan gizi kurang.

Nama Resp S A RK RD L

Jenis
P P L L P
Kelaminan

Kelas 5 4 4 1 4

Umur Tahun 11 Tahun 10 Tahun 10 Tahun 7 Tahun 10 Tahun

TB (Cm) 143 147 141 111 129

BB (Kg) 40 64 35 18 32

Membantu Main Menonton


Aktivitas Belajar Belajar
Nenek Bola TV
Kebiasaan 4x1
2 x 1 Hari 3 x 1 Hari 4 x 1 Hari 2 x 1 Hari
Makan Hari
Penyakit/ Mie
- Maag - -
Alergi Instan

Waktu Tidur 8 Jam 9 Jam 7 Jam 7 Jam 7 Jam

IMT 19,5 29,6 17,5 8,85 19,22

Gizi Gizi
Status Gizi Gizi Baik Gizi Lebih Gizi Baik
Kurang Kurang
B. Data Determinan Masalah Gizi Dan Analisis Situasi
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dari 5 orang responden, responden
yang mengalami gizi baik sebanyak 2 responden, yang mengalami gizi kurang
sebanyak 2 responden dan yang mengalami gizi lebih sebanyak 1 responden.

 Penyebab masalah gizi lebih (Obesitas)


Disebabkan karena energi makanan yang berlebih atau karena pengeluaran
energi yang kurang atau keduanya, sebagaimana sering ditemukan pada
anak-anak dalam keluarga dengan sosial ekonomi baik, serta gaya hidup
yang santai (sedentary life style). Gizi lebih berkaitan dengan pengaruh
berbagai macam faktor antara lain, ketersediaan makanan berenergi tinggi
dan rendah serat dan seiring dengan perkembangan zaman yang menuntun
anak-anak lebih cenderung senang dengan makanan di luar rumah dan
sekolah, lingkungan sekolah yang terketak sangat strategis dan memiliki
banyak penjual makanan di sekitar sekolahyang mendukung siswa untuk
jajan sembarangan.. Selain itu semakin maraknya restoran makanan
junkfood (cepat saji) yang beredar di kota-kota besar disertai minimnya
aktivitas anak dalam keseharian, mempengaruhi gaya hidup anak-anak.Gaya
hidup yang cenderung tidak sehat itu mengakibatkan anak-anak berpontesi
mengalami obesitas. kurangnya aktivitas fisik. Kegiatan yang berkaitan erat
dengan faktor kurang aktivitas fisik dapat diukur melalui lama waktu tidur.
Apabila waktu tidur melebihi 8 jam maka dapat berisiko terjadinya obesitas.
Olahraga juga merupakan faktor penting pada kegiatan fisik anak. Anak
yang kurang berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita kegemukan
atau kelebihan berat badan yang dapat mengganggu gerak dan kesehatan
anak.Anggapan orang tua yang masih keliru bahwa anak yang lucu harus
ditandai dengan bobot tubuh yang gemuk juga mengakibatkan obesitas pada
anak rentan terjadi. Orangtua cenderung kurang teliti dan waspada dalam
megawasi asupan makanan dan gizi pada anaknya. Perkembangan fisik atau
jasmani anak berbeda satu sama lain, sekalipun anak-anak tersebut usianya
relatif sama, bahkan dalam kondisi ekonomi yang relatif sama pula.
Sedangkan pertumbuhan anak-anak berbeda ras juga menunjukkan
perbedaan yang menyolok. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan gizi,
lingkungan, perlakuan orang tua terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-
lain.Efisiensi aktifitas fisik karena ketersediaan berbagai jenis hiburan yang
tidak memerluan banyak energy, pengetahuan nilai gizi yang kurang,
disamping itu pula faktor genetik dan familier yang perlu dipertimbangkan.
Masalah gizi lebih pada anak sekolah merupakan suatu hal yang dapat
memperburuk kualitas sumber daya manusia, mengingat status gizi lebih
dalam bentuk gemuk dan obes, ketika mencapai dewasa beresiko lebih besar
terhadap penyakit, seperti hipertensi,jantung,diabetes, dan kanker, yang
selanjutya dapat berdampak pada semakin meningkatnya angka kematian
akibat penyakit-penyakit tersebut. Disamping itu, gizi lebih pada anak dapat
menimbulkan ganggguan terhadap psikologis anak, seperti keterbatasan
dalam pergaulan. Masalah obesitas pada anak Indonesia sejalan dengan
suksesnya hasil pembangunan terutama di kota besar. Akan tetapi publikasi
mengenai obesitas pada anak masih sangat terbatas. Hal ini tentunya sangat
mengkhawatirkan mengingat risiko yang dapat ditimbulkan akibat obesitas
pada anak-anak cukup tinggi.

 Faktor penyebab gizi kurang dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu


penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung gizi
buruk meliputi kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi
dan menderita penyakit infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung gizi
buruk yaitu ketersediaan pangan rumah tangga, kemiskinan, pola asuh yang
kurang memadai dan pendidikan yang rendah. Faktor konsumsi makanan
merupakan penyebab langsung dari kejadian gizi buruk pada balita. Hal ini
disebabkan karena konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan
komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang yaitu beragam,
sesuai kebutuhan, bersih dan aman sehingga akan berakibat secara langsung
terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita. Faktor penyakit infeksi
berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular terutama diare,
cacingan dan penyakit pernapasan akut (ISPA). Faktor kemiskinan sering
disebut sebagai akar dari kekurangan gizi, yang mana faktor ini erat
kaitannya terhadap daya beli pangan di rumah tangga sehingga berdampak
terhadap pemenuhan zat gizi.

C. Solusi Masalah Kesehatan Dan Gizi


Pada orang yang mengalami masalah gizi lebih (obesitas), untuk
mengendalikan berat badan dan nafsu makan yang timbul akibat perilaku.
Penanggulangannya antara lain dengan mengendalikan diri sendiri (self
monitoring) dan makan hanya pada waktu makan dan tempat tertentu (self
rewarding) (Paulsen, 1976). Menurut WHO (1971), yaitu memberikan
makanan bentuk baru yang berkalori rendah tetapi bergizi tinggi. Sehingga
tidak perlu berdiet. Atau dengan cara memberi makan pada sipenderita obes
dalam bentuk sulit dikunyah, seperti memakan kacang berkulit (A. B.
Ranakusuma, 1990).

Strategi Pencegahan Obesitas Pada Anak :


 Asupan Energi
Asupan energi lebih, menyebabkan terjadinya obesitas. Asupan energi ini
merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi, sehingga disarankan
sebaiknya anak membatasi asupan energinya dengan cara memberikan
pengetahuan kepada anak-anak dan guru disekolah serta orang tua tentang
pola makan seimbang serta menjelaskan berapa kalori yang dihasilkan
dalam bermacam-macam sumber makanan sehingga anak-anak
mengetahui berapa kalori energi yang dikonsumsinya dalam makanan
tersebut.

 Konsumsi Fastfoods/ Junkfoods


Konsumsi makanan fastfoods /junkfoods yang sering, menyebabkan
terjadinya obesitas. Konsumsi fastfoods / junkfoods juga merupakan faktor
risiko yang dapat di modifikasi, sehingga disarankan selain membatasi
anak konsumsi makanan fastfoods/junkfoods juga memberikan
pengetahuan kepada anak akan bahaya mengkonsumsi fastfood/junkfoods
yang berlebihan. Selain itu anak juga harus tau jenis-jenis makanan apa
saja yang termasuk kategori fastfoods/junkfoods. Sumber makanan
tersebut adalah burger, kentang goreng, milkshakes, street fried chicken,
sosis instan, pizza, spaghetti,fried chicken, bakso instans, mieinstans,
nugget, donut.

 Aktivitas Fsik / Olahraga


Aktivitas fisik/olahraga yang jarang menyebabkan terjadinya obesitas.
Kegiatan aktifitas fisik/olahraga merupakan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi sehingga dapat disarankan sebaiknya dilakukan 3-4
kali/minggu dengan durasi 30 menit berupa main bola, main volley,
berlari, naik sepeda dll diluar jam belajar olahraga di sekolah. Selain itu
anak-anak yang sudah berada dalam status obesitas dapat mengambil
ekstra kurikuler olahraga tambahan dalam menambah frekuensi aktivitas
fisiknya, untuk itu diharapkam sekolah juga membuka ektra kurikuler yang
bersifat mengolah fisik anak.

 Aktifitas Menonton TV/ Games.


Menonton TV/games yang sering lebih menyebabkan terjadinya obesitas.
Sesuai dengen pendapat Hidayati (2010) yang menyatakan bahwa telah
terjadi perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas
fisik, seperti kesekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas
bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkin kan
anak – anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain
komputer / games, nonton TV atau video disbanding melakukan aktifitas
fisik, dan hal inimenyebabkan terjadinya obesitas.

Adapun upaya untuk mencegah gizi kurang dapat dilakukan dengan


memberikan edukasi kepada Anak sekolah dan orang tua mengenai pilar
gizi seimbang, diantaranya yaitu:
 Pilar 1: Makan makanan yang beragam.
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi
yang dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan
mempertahankan kesehatannya. kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi
baru lahir sampai berusia 6 bulan. Contoh: nasi merupakan sumber utama
kalori, tetapi sedikit kandungan vitamin dan mineral, sayuran dan buah-
buahan pada umumnya kaya akan vitamin, mineral dan serat, tetapi sedikit
mengandung kalori dan protein; telur merupakan sumber utama protein
tetapi sedikit mengandung kalori. Sehingga dalam satu hari pada setiap
kali makan perlu dibiasakan mengkonsumsi makanan yang beragam untuk
memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh.
 Pilar 2: Membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
PHBS adalah perilaku yang dilakukan oleh setiap siswa, guru, warga
sekolah lainnya yang dipraktekkan atas dasar kesadaran untuk mencegah
penyakit. meningkatkan kesehatannya serta aktif dalam menjaga
lingkungan sehat di sekolahnya. Tujuannya yaitu agar warga sekolah
terhindar dari penyakit, meningkatkan semangat belajar dan meningkatkan
prestasi). Contoh PHBS adalah:
1) Selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir sebelum
makan, setelah buang air besar dan kecil.
2) Menutup makanan yang disajikan akan menghindarkan makanan
dihinggapi lalat dan binatang lainnya serta debu yang membawa
berbagai kuman penyakit.
3) Selalu menutup mulut dan hidung bila bersin, agar tidak menyebarkan
kuman penyakit.
4) Selalu menggunakan alas kaki agar terhindar dari penyakit kecacingan..
 Pilar 3: Melakukan Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk
olahraga merupakan salah satu upaya untuk menyeimbangkan antara
pengeluaran dan pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh.
Aktivitas fisik memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga
memperlancar sistem metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme
zat gizi. Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan
zat gizi yang keluar dari dan yang masuk ke dalam tubuh. Anjuran latihan
fisik atau olah raga adalah selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5
hari dalam seminggu.
 Pilar 4: Memantau Berat Badan (BB) Secara Teratur Untuk
Mempertahankan Berat Badan Normal
Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi keseimbangan
zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya berat badan yang normal, yaitu
berat badan yang sesuai untuk tinggi badannya. Contoh pola hidup sehat
untuk mencegah kegemukan:
1) Konsumsi buah dan sayur lebih dari 5 porsi per hari.
2) Mengurangi makanan dan minuman manis.
3) Mengurangi makanan berlemak dan gorengan.
4) Biasakan makan pagi dan membawa makanan bekal ke sekolah.
5) Biasakan makan bersama keluarga minimal 1 kali sehari.
6) Makanlah sesuai dengan waktunya.
7) Batasi menonton TV, main komputer, video game kurang dari 2 jam
hari.
8) Tingkatkan aktivitas fisik minimal 1 jam hari.
9) Libatkan keluarga untuk perbaikan menerapkan hidup sehat.
10) Menimbang berat badan dan dan mengukur tinggi badan secara
teratur.
BAB IV
AKTIVITAS DAN PENUGASAN

A. Laporan Hasil Aktivitas Mahasiswa


Hari/Tanggal : Kamis, 18 Mei 2023
Waktu : 10.00 - Selesai
Tempat : Jln. Cilallang, Kel. Buakana, Kec. Rappocini
Aktivitas : 1. Mencari responden
2. Melakukan wawancara
3. Melakukan pengukuran berat badan kepada responden
4. Melakukan pengukuran tinggi badan kepada responden
5. Melakukan sesi dokumentasi kepada responden

B. Hasil kerja per individu mulai dari penentuan status gizi, perhitungan
kebutuhan energi dan zat zat gizi, hasil perencanaan menu sehari.

 Penentuan Status Gizi


 Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
Menghitung kebutuhan energi dan kebutuhan gizi responden pertama (Siti
Fatimah Khairunnisa)
Dik : - Responden : Perempuan (S)
- Umur : 11 tahun
- Berat Badan : 39,45 kg
- Tinggi Badan : 143 cm
Rumus
BBA
x Energi (kkal)
BBI
Kebutuhan Energi
39 , 45
x 1900 = 1972 kkal
38

Kebutuhan Gizi
39 , 45
P: x 55 = 57 g
38
39 , 45
L: x 65 = 67,4 g
38
39 , 45
KH : x 280 = 290,6 g
38
Menghitung kebutuhan energi dan kebutuhan gizi responden kedua
(Khaerunnisa)
Dik : - Responden : Laki-laki (Rk)
- Umur : 10 tahun
- Berat Badan : 34,85 kg
- Tinggi Badan : 141 cm
Rumus

BBA
x Energi (kkal)
BBI
Kebutuhan Energi
34 , 85
x 2000 = 1936 kkal
36
Kebutuhan Gizi
34 , 85
P: x 50 = 48,4 g
36
34 , 85
L: x 65 = 62,9 g
36
34 , 85
KH : x 300 = 290,4 g
36
Menghitung kebutuhan energi dan kebutuhan gizi responden ketiga
(Hardiana Safitri)
Dik : - Responden : Laki-laki (Rd)
- Umur : 7 tahun
- Berat Badan : 17,60 kg
- Tinggi Badan : 111 cm
Rumus

BBA
x Energi (kkal)
BBI

Kebutuhan Energi
17 , 60
x 1650 = 1075 kkal
27
Kebutuhan Gizi
17 , 60
P: x 40 = 26 g
27
17 , 60
L: x 55 = 35,8 g
27
17 , 60
KH : x 250 = 162,9 g
27
Menghitung kebutuhan energi dan kebutuhan gizi responden ke empat
(Rafika Yudding)
Dik : - Responden : Perempuan (L)
- Umur : 10 tahun
- Berat Badan : 32 kg
- Tinggi Badan : 129 cm
Rumus
BBA
x Energi (kkal)
BBI
Kebutuhan Energi
32
x 1900 = 1.600 kkal
38
Kebutuhan Gizi
32
P: x 55 = 26 g
38
32
L: x 65 = 35,8 g
38
32
KH : x 280 = 162,9 g
38
Menghitung kebutuhan energi dan kebutuhan gizi responden kelima (Siti
Nurhalizah Akmal)
Dik : - Responden : Perempuan (A)
- Umur : 10 tahun
- Berat Badan : 64 kg
- Tinggi Badan : 147 cm

Rumus

BBA
x Energi (kkal)
BBI
Kebutuhan Energi
64
x 1900 = 3200 kkal
38
Kebutuhan Gizi
64
P: x 55 = 92,6 g
38
64
L: x 65 = 109,4 g
38
64
KH : x 280 = 471,5 g
38

 Perencanaan Menu Sehari


BAB V

SIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian kelompok kami maka diperoleh
kesimpulan bahwa ditemukannya anak yang mengalami masalah gizi yaitu
gizi kurang dan gizi lebih (obesitas). Gizi kurang adalah kondisi dimana
makanan yang dikonsumsi tidak memadai jumlahnya pada kurun wakktuu
cukup lama. Obesitas adalah suatu kelainan akibat penimbunan
jaringan lemak tubuh yang berlebihan. Faktor penyebab terjadinya
masalah gizi tersebut karena faktor perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan
orang tua terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-lain. Adapun solusi dari
kelompok kami untuk mencegah masalah gizi kurang dan gizi lebih
(obesitas) yakni: Memberikan konseling kepada para ibu tentang
pertumbuhan dan pemberian makan pada anak, dan Makan makanan yang
beragam, Membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
Melakukan aktivitas fisik, dan Memantau berat badan secara teratur untuk
mempertahankan berat badan normal.

Anda mungkin juga menyukai