(ANAK SEKOLAH)
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh:
Kelompok 4
KHAERUNNISA (220305501035)
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia Secara nasional masalah gemuk pada anak umur 5-12 tahun
masih tinggi yaitu 18,8 persen, terdiri dari gemuk 10,8 persen dan sangat
gemuk (obesitas) 8,8 persen. Tingkat aktivitas fisik pada anak dan dewasa
disebabkan oleh banyaknya kendaraan dan berkuranganya minat untuk berjalan
kaki. Televisi, komputer, video games, dan media hiburan lainnya
menyebabkan anak kurang melakukan aktivitas fisik ditambah lagi dengan
persepsi kurang amannya lingkungan menyebabkan anak untuk tetap diam di
dalam rumah (Kliegman, n.d.). Penurunan waktu tidur pada anak-anak dan
dewasa meningkatkan risiko terjadinya obesitas, dengan dampak yang
mungkin lebih besar pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.
Penurunan waktu tidur berhubungan dengan penurunan tingkat leptin dan
peningkatan ghrelin yang menyebabkan peningkatan rasa lapar (Kliegman,
n.d.). Kelebihan berat badan dan obesitas pada anak bila tidak ditangani dengan
baik dapat berlanjut menjadi kelebihan berat badan dan obesitas pada dewasa.
Kelebihan berat badan dan obesitas pada dewasa seperti meningkatkan risiko
diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan hiperlipidemia
(Sihadi, 2012; Ariani dan Tembiring, 2007; Soetjiningsih, 1995; Kliegman,
n.d).
B. Tujuan
Untuk mengetahui masalah obesitas yang terjadi pada anak sekolah dasar di
kecamatan rappocini.
C. Manfaat
Untuk membuka wawasan pada mahasiswa pada jurusan gizi dan upaya
agar lebih peka terhadap masalah obesitas pada anak sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSATAKA
A. Kajian Pustaka
Obesitas pada anak merupakan permasalahan global yang jumlahnya
meningkat setiap tahun (WHO, 2013). Obesitas adalah suatu
kelainan akibat penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan.
Penyebab obesitas secara pasti belum jelas, tetapi obesitas pada
umumnya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara asupan dan
penggunaan energi, dimana asupan lebih besar daripada penggunaan
energi.
Banyak masyarakat dan orang tua beranggapan bahwa seorang anak yang
memiliki postur tubuh gemuk kelihatan sehat dan menggemaskan.
Sehingga hal ini yang membuat banyak orang tua merasa bangga jika
memiliki anak dengan postur tubuh gemuk.
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan meningkatnya prevalensi
obesitas khususnya obesitas pada anak dan remaja adalah terjadinya
perubahan pola hidup, dan terjadinya aktivitas yang berkurang pada anak
dan remaja akibat perubahan pola transportasi, anak yang sebelumnya
berjalan kaki atau menggunakan sepeda dayung ke sekolah akhirnya
diantar ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor atau mobil,
sehingga tenaga yang dikeluarkan untuk kehidupan sehari hari berkurang,
begitu juga dengan banyaknya waktu yang dipakai anak untuk menonton
televisi yang tidak banyak mengeluarkan kalori. Perubahan pola hidup
terjadi juga pada perubahan pola makan anak dan remaja yang cendrung
makan makanan yang tinggi kalori sehingga kalori yang tidak terpakai
akan disimpan dalam bentuk lemak dan mengakibatkan obesitas. Obesitas
pada anak memiliki berbagai efek baik langsung maupun jangka panjang
pada kesehatan dan kesejahteraan. Efek kesehatan langsung anak obesitas
lebih cenderung memiliki faktor risiko untuk penyakit sindroma metabolik
seperti kardiovaskular, diabetes mellitus, kolesterol tinggi atau tekanan
darah tinggi (Schwarz S, 2015).
Tidur memiliki pengaruh terhadap kejadian obesitas. Hal itu dapat terjadi
dikarenakan kurang tidur akan menyebabkan ketidakseimbangan antara
hormon leptin dan ghrelin yang merupakan hormon peredam dan
perangsang nafsu makan dan menyebabkan gangguan keseimbangan di
dalam tubuhnya. Terlebih lagi orang-orang yang kurang tidur akan
mengalami kelelahan dan keengganan untuk melakukan aktivitas fisik
pada pagi harinya. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut mereka
cenderung lebih banyak mengkonsumsi makanan karena berpikir
kelelahan dan keengganan untuk beraktivitas fisik tersebut disebabkan
karena kurangnya asupan makanan.
Kejadian obesitas pada anak di sekolah ini dipengaruhi oleh faktor sosial
ekonomi keluarga yang umumnya menengah ke atas yang memungkinkan
mereka mendapatkan pola konsumsi makanan yang berlebihan,
mendapatkan kemajuan teknologi yang secara tidak langsung berhubungan
dengan aktivitas fisik sehari-hari, misalnya alat-alat permainan yang
mengandalkan kecepatan jari-jari tangan dan mata daripada gerak tubuh,
seperti playstation, nonton TV, dan game online
Gizi Kurang
Menurut Depkes RI, underweight adalah status gizi yang didasarkan pada
indeks massa tubuh, yang merupakan padanan istilah dari Gizi Kurang.
Menurut WHO, underweight merupakan status gizi yang menggambarkan
gizi kurang yaitu saat Indeks Massa Tubuh (IMT) kurang dari 18,5 kg/m 2.
Underweight sering kali merupakan gejala dari suatu penyakit. Seseorang
yang memiliki berat badan underweight mungkin memiliki risiko kematian
yang lebih besar dibandingkan dengan seseorang dengan IMT normal
(18,5-24,9 kg/m2). Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang
berkembang masih menghadapi masalah kekurangan gizi yang cukup
besar.
Berdasarkan data WHO 2010, 1,5 juta anak meninggal karena pemberian
makanan yang tidak tepat dan 90% diantaranya terjadi di negara
berkembang. Kurang gizi pada toddler terjadi karena pada usia tersebut
kebutuhan gizi lebih besar dan toddler merupakan tahapan usia yang rawan
gizi. Masalah gizi yang sampai saat ini masih menjadi masalah di tingkat
nasional adalah gizi kurang pada toddler, anemia, Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY), KEP dan kurang vitamin A.
Kurang Energi Protein (KEP) termasuk gangguan gizi di Indonesia dan
Negara berkembang lainnya, prevalensi tertinggi terdapat pada anak
berumur dibawah lima tahun (balita), ibu yang sedang mengandung dan
menyusui. Kekurangan zat gizi meliputi unsur pendek dan kurus diartikan
sebagai anak berusia 0 sampai 59 bulan dimana berat badan menurut umur
(BB/U) berada pada <-2 SD sampai >-3 SD dari standar pertumbuhan
WHO-NCHS.
Usia di bawah lima tahun terutama pada usia 1-3 tahun merupakan masa
pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik fisik maupun otak. Sehingga
memerlukan kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan pada masa-
masa berikutnya dan pada masa ini anak sering mengalami kesulitan
makan, apabila kebutuhan nutrisi tidak ditangani dengan baik maka akan
mudah mengalami gizi kurang. Kurang terpenuhinya gizi pada anak dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan baik fisik
maupun psikomotor dan mental, serta dapat menyebabkan kekurangan sel
otak sebesar 15% hingga 20%.
Status gizi dipengaruhi oleh beberapa yaitu faktor inheren (usia balita,
jenis kelamin, pantangan makanan dan status kesehatan), faktor distal
(tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, pendapatan keluarga,
usia ibu, dan askes kesehatan), faktor intermediate (faktor lingkungan dan
faktor ibu yang didalamnya menyinggung jarak kelahiran dan jumlah
balita), dan faktor ibu (jarak kelahiran, jumlah balita). Dari beberapa faktor
diatas, faktor ibu adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terdapat statu gizi balita, hal ini disebabkan karena tingginya angka
kelahiran dan jumlah anak dalam keluarga yang tidak dibatasi (Arisman,
2009).
Nama Resp S A RK RD L
Jenis
P P L L P
Kelaminan
Kelas 5 4 4 1 4
BB (Kg) 40 64 35 18 32
Gizi Gizi
Status Gizi Gizi Baik Gizi Lebih Gizi Baik
Kurang Kurang
B. Data Determinan Masalah Gizi Dan Analisis Situasi
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dari 5 orang responden, responden
yang mengalami gizi baik sebanyak 2 responden, yang mengalami gizi kurang
sebanyak 2 responden dan yang mengalami gizi lebih sebanyak 1 responden.
B. Hasil kerja per individu mulai dari penentuan status gizi, perhitungan
kebutuhan energi dan zat zat gizi, hasil perencanaan menu sehari.
Kebutuhan Gizi
39 , 45
P: x 55 = 57 g
38
39 , 45
L: x 65 = 67,4 g
38
39 , 45
KH : x 280 = 290,6 g
38
Menghitung kebutuhan energi dan kebutuhan gizi responden kedua
(Khaerunnisa)
Dik : - Responden : Laki-laki (Rk)
- Umur : 10 tahun
- Berat Badan : 34,85 kg
- Tinggi Badan : 141 cm
Rumus
BBA
x Energi (kkal)
BBI
Kebutuhan Energi
34 , 85
x 2000 = 1936 kkal
36
Kebutuhan Gizi
34 , 85
P: x 50 = 48,4 g
36
34 , 85
L: x 65 = 62,9 g
36
34 , 85
KH : x 300 = 290,4 g
36
Menghitung kebutuhan energi dan kebutuhan gizi responden ketiga
(Hardiana Safitri)
Dik : - Responden : Laki-laki (Rd)
- Umur : 7 tahun
- Berat Badan : 17,60 kg
- Tinggi Badan : 111 cm
Rumus
BBA
x Energi (kkal)
BBI
Kebutuhan Energi
17 , 60
x 1650 = 1075 kkal
27
Kebutuhan Gizi
17 , 60
P: x 40 = 26 g
27
17 , 60
L: x 55 = 35,8 g
27
17 , 60
KH : x 250 = 162,9 g
27
Menghitung kebutuhan energi dan kebutuhan gizi responden ke empat
(Rafika Yudding)
Dik : - Responden : Perempuan (L)
- Umur : 10 tahun
- Berat Badan : 32 kg
- Tinggi Badan : 129 cm
Rumus
BBA
x Energi (kkal)
BBI
Kebutuhan Energi
32
x 1900 = 1.600 kkal
38
Kebutuhan Gizi
32
P: x 55 = 26 g
38
32
L: x 65 = 35,8 g
38
32
KH : x 280 = 162,9 g
38
Menghitung kebutuhan energi dan kebutuhan gizi responden kelima (Siti
Nurhalizah Akmal)
Dik : - Responden : Perempuan (A)
- Umur : 10 tahun
- Berat Badan : 64 kg
- Tinggi Badan : 147 cm
Rumus
BBA
x Energi (kkal)
BBI
Kebutuhan Energi
64
x 1900 = 3200 kkal
38
Kebutuhan Gizi
64
P: x 55 = 92,6 g
38
64
L: x 65 = 109,4 g
38
64
KH : x 280 = 471,5 g
38
SIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian kelompok kami maka diperoleh
kesimpulan bahwa ditemukannya anak yang mengalami masalah gizi yaitu
gizi kurang dan gizi lebih (obesitas). Gizi kurang adalah kondisi dimana
makanan yang dikonsumsi tidak memadai jumlahnya pada kurun wakktuu
cukup lama. Obesitas adalah suatu kelainan akibat penimbunan
jaringan lemak tubuh yang berlebihan. Faktor penyebab terjadinya
masalah gizi tersebut karena faktor perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan
orang tua terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-lain. Adapun solusi dari
kelompok kami untuk mencegah masalah gizi kurang dan gizi lebih
(obesitas) yakni: Memberikan konseling kepada para ibu tentang
pertumbuhan dan pemberian makan pada anak, dan Makan makanan yang
beragam, Membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
Melakukan aktivitas fisik, dan Memantau berat badan secara teratur untuk
mempertahankan berat badan normal.