Anda di halaman 1dari 15

Makalah

OBESITAS

Disusun oleh:

Nama : Ruth Yanti Bua

NIP : 198001182006042011

TAHUN 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................2

BAB I............................................................................................................................3

A. Pendahuluan...........................................................................................................3

A. Pengertian Obesitas................................................................................................5

BAB II...........................................................................................................................6

TINJAUN PENYAKIT OBESITAS.............................................................................6

A. Etiologi dan Pathogenesis......................................................................................6

B. Gejala obesita.........................................................................................................6

C. Faktor Risiko Obesitas...........................................................................................7

D. Diagnosa................................................................................................................7

E. Komplikasi Obesitas..............................................................................................8

BAB. III......................................................................................................................10

PENATALAKSANAAN PENYAKIT OBESITAS....................................................10

A. Pengobatan obesitas.............................................................................................10

A. Pencegahan Obesitas............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia. Bahkan


WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah menyatakan bahwa obesitas
merupakan masalah epidemi global, sehingga obesitas sudah merupakan suatu
problem kesehatan yang harus segera ditangani. Di Indonesia, terutama di kota-
kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke westernisasi
dan sedentary berakibat pada perubahan pola makan atau konsumsi masyarakat
yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol,
terutama terhadap penawaran makanan siap saji ( fast food ) yang berdampak
meningkatkan risiko obesitas (WHO, 2000).

Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan dan gizi masyarakat
dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Review atas epidemi
obesitas yang dilakukan Low, Chin dan Deurenberg-Yap (2009) memperlihatkan
bahwa prevalensi kelebihan berat (overweight) di negara maju berkisar dari 23,2
% di Jepang hingga 66,3 % di Amerika Serikat, sedangkan di negara berkembang
berkisar dari 13,4 % di Indonesia, sampai 72,5 % di Saudi Arabia. Adapun
prevalensi kegemukan (obesity) di negara maju berkisar dari 2,4 % di Korea
Selatan hingga 32,2 % di Amerika Serikat, sedangkan di negara berkembang
berkisar dari 2,4 % di Indonesia sampai 35,6 % di Saudi Arabia (Sugiyanti,
2009). Kejadian obesitas saat ini mulai melanda kelompok umur balita dan anak
sekolah.

Obesitas pada anak akan menyebabkan aktivitas dan kreativitas anak akan
menurun, dengan kelebihan berat badan, anak menjadi malas yang pada akhirnya
akan menurunkan tingkat kecerdasaan anak. Obesitas yang tidak dapat dicegah
pada masa anak anak merupakan pemicu munculnya berbagai penyakit
degeneratif. Obesitas berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak terutama
aspek perkembangan psikososial seperti gangguan psikososial seperti rendah diri,
depresi dan menarik diri dari lingkungan. Selain itu, obesitas pada anak beresiko
tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa dan berpotensi mengalami berbagai
penyebab kesakitan dan kematian (Nurul, 2009). Obesitas permanen, cenderung
akan terjadi bila kemunculannya pada saat anak berusia 5 – 7 tahun dan anak
berusia 4 – 11 tahun, maka perlu upaya pencegahan terhadap gizi lebih dan
obesitas sejak dini (usia sekolah) (Simatupang, 2008).

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gizi lebih pada anak usia
sekolah, antara lain sosial ekonomi yang mempengaruhi pola konsumsi, dimana
anak yang berasal dari keluarga ekonomi tinggi, cenderung mengkonsumsi
makanan yang berkadar lemak tinggi. Secara singkat, gizi lebih disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara asupan energi dengan energi yang digunakan. Selain
itu faktor yang mempengaruhi gizi lebih, adalah umur, jenis kelamin, tingkat
sosial ekonomi, faktor lingkungan, aktivitas fisik, kebiasaan makan dan faktor
neuropsikologik serta faktor genetika (Suhendro, 2003).

Di Indonesia sendiri saat ini memiliki masalah gizi ganda. Artinya,


masalah gizi kurang belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah
gizi lebih. Pada data RISKESDAS tahun 2010, terjadi peningkatan dari 6,4%
pada tahun 2007 menjadi 9,2% pada tahun 2010 pada anak umur 6 12 tahun.
Prevalensi obesitas pada anak laki laki umur 6-12 tahun lebih tinggi dari
prevalensi pada anak perempuan berturut turut sebesar 9,5% dan 6,4%.
Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) tahun 1967-1980 dan 2003-2006 dalam (Center of Disease Control)
CDC menunjukan bahwa prevalensi terjadinya obesitas meningkat untuk anak
usia 2-5 tahun prevalensinya meningkat dari 5% sampai 12,4%. untuk usia 6-11
tahun prevalensinya meningkat dari 6,5% sampai 17% dan pada usia 12-19 tahun
prevalensi meningkat dari 5% sampai 17,6%. (Rahmawati, 2009). Menurut
Ensminger (1995) obesitas disebabkan oleh kombinasi dari kelebihan makanan
dengan kurangnya aktifitas fisik. Sedangkan menurut labuza (1991), 95% obesitas
disebabkan adanya konsumsi makanan berlebih (overconsumtion) yang banyak
dipengaruhi faktor lingkungan. Perubahan gaya hidup yang menjurus ke
westernisasi dan pola hidup kurang gerak (sedentary life styles) sering ditemukan
di kota kota besar di Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan pola
makan masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, lemak dan
kolesterol, terutama makanan siap saji (fast food) yang berdampak meningkatkan
obesitas (Manurung, 2009). Pola makan berlebihan cenderung dimiliki oleh
orang yang kegemukan. Orang yang kegemukan biasanya lebih responsif
dibanding dengan orang memiliki berat badan normal terhadap isyarat lapar
eksternal seperti rasa dan bau makanan atau saatnya waktu makan. Mereka
cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar.

Pola makan yang berlebihan inilah yang menyebabkan mereka sulit


untuk keluar dari kegemukan apabila tidak memiliki kontrol diri dan motivasi
kuat untuk mengurangi berat badan (Indika, 2010). Aktivitas fisik juga
merupakan salah satu variabel yang menjadi faktor pemicu obesitas. Anak yang
jarang bergerak akan lebih mudah mengalami kenaikan berat badan karena
mereka tidak membakar kalori melalui aktifitas fisik.

B. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penyakit Obesitas secara Umum
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui Pengertian Obesitas
2. Mengetahui Gejala Obesitas
3. Mengetahui Faktor Risiko Obesitas
4. Mengetahui Diagnosa
5. Mengetahui Obesitas
6. Mengetahui Penatalaksanaan Obesitas
BAB II.
TINJAUAN PENYAKIT OBESITAS

A. Pengertian Obesitas
Obesitas merupakan akumulasi lemak yang abnormal atau
berlebihan yang menimbulkan risiko terhadap kesehatan (WHO, 2014).
Obesitas merupakan salah satu bentuk malnutrisi yang terjadi akibat
ketidakseimbangan antara masukan dan keluaran energi dalam waktu lama
(Carolan dkk., 2014).

B. Etiologi dan Pathogenesis

Etiologi obesitas bersifat multifaktorial, namun penyebab dasarnya


adalah ketidakseimbangan antara kalori yang dikonsumsi dan yang
dikeluarkan. Ketidakseimbangan ini menyebabkan terjadinya penimbunan
kelebihan energi di sel adiposit sehingga sel tersebut mengalami hipertrofi
dan hiperplasia. Bertambahnya massa lemak tubuh berdampak pada
bertambahnya ukuran sel adiposit (hipertrofi) dan bertambahnya jumlah
sel lemak (hiperplasia) yang berhubungan dengan disfungsi adiposit
intraselular terutama stress pada reticulum endoplasma dan mitokondria.
Hal ini menyebabkan diproduksinya sel adiposit abnormal, asam lemak
bebas/free fatty acid (FFA), dan penanda inflamasi. Makin berat disfungsi
adiposit yang terjadi, makin nyata manifestasi klinis dan komorbiditas
obesitas (Kumar dan Kelly, 2016).
Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi
dengan keluaran energy (energy expenditures), sehingga terjadi kelebihan
energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak.
Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh asupan energi yang tinggi
atau keluaran energi yang rendah (Stolzman dan Bement, 2012). Asupan
energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan,
sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya
metabolisme tubuh, aktivitas fisis, dan efek termogenesis makanan yang
ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek
termogenesis lebih rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak)
dibandingkan karbohidrat (6-7% dari total energy yang dihasilkan
karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein)
(Estrada dkk., 2014).

C. Gejala obesitas

Umumnya obesitas tahap awal tidak memiliki gejala yang


berdampak pada tubuh. Pengidap tidak menyadari bahwa berat badannya
terus meningkat serta pakaian lama menjadi kekecilan. Pengidap
umumnya baru akan menyadari gejala tersebut setelah kerabat atau
lingkungan sekitarnya mengingatkan dan memberi tahu. Diagnosis
obesitas terjadi ketika indeks massa tubuh (BMI) adalah 30 atau lebih
tinggi. Indeks massa tubuh dihitung dengan membagi berat badan dalam
kilogram dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Bagi kebanyakan
orang, BMI memberikan perkiraan lemak tubuh yang masuk akal.
Sayangnya, BMI tidak secara langsung mengukur kadar lemak dalam
tubuh, sehingga beberapa orang, seperti atlet, memiliki BMI dalam
kategori obesitas meskipun mereka tida k memiliki kelebihan lemak tubuh.

D. Faktor Risiko Obesitas

Faktor risiko yang menyebabkan seseorang terkena obesitas adalah


genetik, gaya hidup keluarga, tidak aktif, diet tidak sehat, masalah medis
tertentu, konsumsi obat-obatan tertentu, masalah sosial dan ekonomi, usia,
kehamilan, serta kurang tidur.

E. Diagnosa

Secara klinis obesitas dapat dengan mudah dikenali dengan tanda


dan gejala yang khas antara lain wajah membulat, pipi tembem, dagu
rangkap, leher relatif pendek, dada yang membesar dengan payudara yang
membesar, perut membuncit dengan dinding perut yang berlipat-lipat dan
kedua tungkai umumnya berbentuk X. Untuk menegakkan diagnosis,
diperlukan pengukuran yang obyektif dengan pengukuran antropometrik
dan laboratorik (Sjarif, 2011). Pengukuran antropometrik pada umumnya
berdasarkan atas metode pengukuran sebagai berikut :

 Mengukur berat badan (BB) dan hasilnya dibandingkan dengan tinggi


badan (TB) (BB/TB) atau persentase berat badan dibandingkan dengan
berat badan ideal (BBI) (BB/BBI x 100%).
 Obesitas pada anak didefinisikan sebagai berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) di ataspersentil 90 atau lebih dari 120% dibandingkan
BBI. Bila BB/BBI lebih besar 140% maka dikategorikan sebagai
superobesitas. Cara ini mencerminkan proporsi atau penampilan tetapi
tidak mencerminkan massa lemak tubuh. Hasil pengukuran menggunakan
cara ini tidak dapat digunakan untuk membedakan kemungkinan
penyebab berat badan lebih, antara lain karena otot atau karena terdapat
edema (Sjarif, 2011).
 Indeks massa tubuh (IMT) merupakan metode yang berguna untuk menilai
lemak tubuh dan diukur dengan cara berat badan (dalam kilogram) dibagi
dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter).

The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The


National Institutes of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert
Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent
Preventive Services telah merekomendasikan IMT sebagai baku
pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun (WHO,
2014). Saat ini ada tiga klasifikasi yang digunakan untuk anak dan remaja
yaitu CDC 2000 (Center for Disease Control and Prevention 2000), IOTF
(International Obesity Task Force), dan WHO 2006 (Rekomendasi IDAI,
2014). Klasifikasi IMT adalah cara yang praktis untuk menjaring gizi lebih
di pelayanan kesehatan primer. Bila pada hasil pengukuran didapatkan
potensi gizi lebih (Z score > +1 SD) atau berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) > 110%, maka grafik IMT sesuai usia dan jenis kelamin
digunakan untuk menentukan adanya obesitas.
F. Komplikasi Obesitas

Sejumlah kondisi medis dapat muncul pada seseorang yang


mengalami obesitas. Penderita obesitas dengan lemak tubuh yang banyak
membuat beban terhadap tulang, sendi, dan organ internal bertambah
berat. Selain itu, risiko peradangan dalam tubuh juga meningkat. Berikut
ini sejumlah penyakit yang terkait obesitas, di antaranya:

 Diabetes tipe 2

Sindrom metabolik, berupa tekanan darah tinggi atau hipertensi,


serta kadar trigliserida tinggi dan kadar kolesterol HDL yang rendah
Stroke, Gangguan jantung, seperti aritmia, serangan jantung, dan angina.,
Sleep apnea, Asma, Penyakit refluks asam lambung atau gastroesophageal
reflux disease (GERD), Gangguan kantong empedu, seperti kolesistitis dan
batu empedu, Gangguan ginjal, Gangguan hati, Gangguan kandungan,
berupa infertilitas atau menstruasi yang tidak menentu, Osteoarthritis,
Komplikasi kehamilan., Beberapa jenis kanker, seperti kanker rahim, usus,
hati, pankreas, ginjal, dan prosta
BAB. III
PENATALAKSANAAN PENYAKIT OBESITAS

A. Pengobatan obesitas

Penanganan obesitas dapat dilakukan melalui program penurunan


berat badan yang melibatkan dokter gizi, dokter endokrin, atau psikiater.
Program tersebut memiliki target awal penurunan berat badan yang aman,
atau sekitar 3-5 persen dari total berat badan. Dalam program ini, penderita
disarankan mengubah pola makan dan pola aktivitas fisik. Kendati
demikian, perubahan tersebut perlu disesuaikan dengan kondisi kesehatan
secara keseluruhan, serta tingkat obesitas yang dialami penderita. Program
penurunan berat badan meliputi:

 Perubahan pola makan.

Perubahan ini bertujuan mengurangi asupan kalori dan


menjalankan kebiasaan makan yang lebih sehat. Dalam mengurangi
asupan kalori, penderita disarankan mengurangi asupan energi sebanyak
600 kalori setiap hari. Asupan kalori harian yang dianjurkan pada wanita
adalah sebanyak 1400 kalori, sedangkan pada pria adalah 1900 kalori.
Cara terbaik menjalankannya adalah dengan mengganti makanan atau
minuman tinggi kalori dengan pilihan makanan yang mengandung banyak
serat, seperti sayur dan buah, serta menghindari makanan dengan kadar
garam dan gula yang tinggi, atau makanan atau minuman dengan
tambahan pemanis buatan.

 Peningkatan aktivitas fisik.

Di samping penurunan asupan kalori, peningkatan aktivitas fisik


yang membakar energi juga dapat mempertahankan penurunan berat badan
yang aman. Selain itu, peningkatan aktivitas fisik juga dapat memberi
banyak keuntungan dari segi kesehatan, seperti menurunkan risiko
diabetes tipe 2. Peningkatan ini dilakukan dengan cara berolahraga secara
teratur, setidaknya selama 150 menit tiap minggu, untuk mencegah
penambahan berat badan dan mempertahankan penurunan berat badan
yang aman. Guna menurunkan berat secara signifikan, maka disarankan
berolahraga setidaknya selama 300 menit tiap minggu. Peningkatan ini
sebaiknya dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan peningkatan
kebugaran dan ketahanan fisik Jenis olahraga yang dapat dilakukan, antara
lain jalan cepat, jogging, berlari, bersepeda, atau berenang. Selain
berolahraga, peningkatan aktivitas fisik juga bisa diperoleh dengan
melakukan aktivitas yang lebih membakar kalori dalam kegiatan sehari-
hari. Contohnya adalah bila berpergian dengan jarak yang tidak terlalu
jauh, lebih memilih berjalan dibanding naik kendaraan.

 Perubahan perilaku.

Upaya ini bisa dilakukan dengan mengikuti psikoterapi atau


support group untuk mengubah pola pikir dan mengatasi masalah emosi
atau perilaku yang terkait dengan konsumsi makanan. Jika perubahan pola
makan dan peningkatan aktivitas fisik belum berhasil menurunkan berat
badan, dokter dapat membantu dengan meresepkan obat penurun berat
badan. Namun, obat tersebut baru diberikan jika nilai IMT melebihi 30
atau penderita mengalami penyakit penyerta, seperti diabetes, tekanan
darah tinggi, atau sleep apnea. Obat yang biasa diresepkan adalah orlistat
dan liraglutide.

Sebelum memberikan obat, dokter akan mempertimbangkan


riwayat medis dan efek samping yang dapat ditimbulkan. Selama
mengonsumsi obat, dokter akan memantau dan mengawasi kondisi pasien.
Tindakan lain yang bisa dilakukan dokter untuk mengatasi penderita
obesitas adalah operasi yang berfungsi untuk menurunkan berat badan atau
dikenal sebagai operasi bariatrik. Operasi ini akan membuat perubahan
dalam sistem pencernaan, sehingga membatasi asupan makanan, sehingga
menurunkan penyerapan kalori. Operasi bariatrik baru dapat dilaksanakan
jika penderita sudah menjalani metode penurunan berat badan namun tidak
berhasil, serta mengalami obesitas ekstrim dengan nilai IMT di atas 40,
atau nilai IMT di atas 35 dengan penyakit penyerta, misalnya hipertensi
atau diabetes. Operasi bariatrik yang dapat dilakukan meliputi:

 Bypass lambung. Dalam operasi ini, dokter bedah akan membuat kantong
kecil di atas lambung dan terhubung langsung dengan usus halus. Aliran
makanan dan minuman akan masuk ke kantong tersebut untuk menuju
usus halus, dan tidak melewati lambung.
 Laparoscopic adjustable gastric banding. Dalam operasi ini, lambung akan
diikat untuk menahan perluasan lambung.
 Biliopancreatic diversion with duodenal switch. Dalam prosedur ini,
sebagian lambung akan diangkat, dan ujung lambung akan dipotong serta
langsung disambungkan dengan bagian akhir usus halus. Bagian usus
halus yang terpotong akan disambungkan kembali agar empedu dan enzim
pencernaan tetap mengalir.
 Gastric sleeve. Dalam operasi ini, dokter bedah akan mengangkat sebagian
lambung, sehingga membuat lambung menjadi lebih kecil untuk
menyimpan makanan.

B. Pencegahan Obesitas
Langkah-langkah untuk mencegah kenaikan berat badan, yaitu
dengan olahraga harian, diet sehat, dan komitmen jangka panjang untuk
mengawasi apa yang dimakan dan minum.

1) Berolahraga secara teratur berupa aktivitas intensitas sedang selama 150


hingga 300 menit seminggu untuk mencegah penambahan berat badan.
2) Kegiatan fisik yang cukup intens termasuk berjalan cepat dan berenang.
3) Ikuti rencana makan sehat, dengan fokus pada makanan rendah kalori,
makanan padat nutrisi, seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan biji-bijian.
Hindari lemak jenuh dan batasi permen dan alkohol. Makan tiga kali
sehari dengan camilan terbatas. Awasi dan pelajari makanan sehari-hari
dan selalu berat badan secara teratur dan konsisten. Proses menurunkan
berat badan tidak mudah dan singkat, serta penerapan pola hidup sehat
juga tidak boleh dijadikan sementara. Hal yang terpenting adalah memiliki
pola pikir bahwa gaya hidup sehat harus dilakukan terus-menerus, bila
berat badan menurun itu adalah bonus dari tubuh yang sehat
DAFTAR PUSTAKA

Rachmi, et al. (2017). Overweight and obesity in Indonesia: prevalence and risk
factorsda literature review. Elsevier, 147, pp. 20-29.

Hruby, A. Hu, F. (2015). The Epidemiology of Obesity: A Big Picture.


Pharmacoeconomics. 33(7), pp. 673–689.

Kaila, B. Raman, M. (2008). Obesity: A Review of Pathogenesis and


Management Strategies. Can J Gastroenterol. 22(1), pp. 61-68.

WHO Western Pacific Region. (2000). The Asia-Pacific Perspective: Redefining


Obesity and Its Treatment.

Nurul, A Sitti. 2009. Hubungan Pola Asuh dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian
Obesitas pada Anak di TK Pertiwi Makassar. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Rahmawati, Nuri. 2009. Aktivitas Fisik, Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast
Food) DAN Keterpaparan Media Serta Faktor-faktor Lain yang
Berhubungan dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Islam AL-Azhar 1
Jakarta Selatan. Skripsi Sarjana. Fakultas Kesehtan Masyarakat.
Universitas Indonesia.

chadi, Endang L. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.

Almatsier, S. 2009. Prinsip Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Ainsworth, B.E. et al., 2000. Compendium of physical activities: an update of


activity codes and MET intensities. Medicine and Science in Sports and
Exercise, 32, hal. 498–504.

Brown, Judith E., 2005. Nutrition Through The Life Cycle. United States of
America : Thompson Wadsworth.
Brown, PJ., 1991. Culture and the evolution of obesity. Human nature, 2, hal.
3157

Anda mungkin juga menyukai