Anda di halaman 1dari 20

EPIDEMIOLOGI

OBESITAS
Kelompok 10
1. Indana Atmajala Tifani
2. Inneke Ch Irmayani
3. Sri KArtika Sari
Epidemi obesitas dengan cepat menjadi tantangan
terbesar kesehatan masyarakat global, peringkat tiga
besar penyebab gangguan kesehatan kronis.
Pada tahun 2014 diperkirakan bahwa dampak
ekonomi global akibat obesitas adalah $ 2 triliun per
tahun, hampir sama dengan merokok dan
perang/konflik global. Angka ini termasuk biaya
kesehatan serta biaya yang terkait dengan kehilangan
produktivitas.
Peningkatan angka obesitas umumnya dikaitkan
EPIDEMI OBESITAS dengan kebiasaan seseorang yang mengkonsumsi
makanan dengan jumlah energi lebih yang dibutuhkan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan
target tahun 2025 untuk mempertahankan prevalensi
obesitas kembali ke angka saat tahun 2010.
FAKTA DATA
• Di dunia obesitas meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun
1980
• Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa, usia 18 tahun
ke atas, kelebihan berat badan. Dari jumlah tersebut lebih dari 600
juta mengalami obesitas
• Rata-rata Indeks Masa Tubuh (IMT) populasi dunia adalah 24
kg/m2
• Prevalensi kelebihan berat badan tertinggi terdapat di wilayah
Amerika dan terendah di wilayah Outh-East Asia
• Di seluruh wilayah, obesitas lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan pada laki-laki
• 41 juta anak di bawah usia 5 tahun yang kelebihan berat badan dan
obesitas
OBESITAS DI INDONESIA
Di Indonesia, 13,5% orang dewasa usia 18 tahun ke atas kelebihan berat
badan, sementara itu 28,7% (IMT ≥25) mengalami obesitas dan
berdasarkan indikator RPJMN 2015-2019 sebanyak 15,4% (IMT ≥27)
mengalami obesitas. Semesntara pada anak usia 5-12 tahun, sebanyak
18,8% kelebihan berat badan dan 10,8% mengalami obesitas.
Data terakhir situasi obesitas menunjukkan belum terkendali, berdasarkan
SIRKESNAS 2016, angka obesitas IMT ≥27 naik menjadi 20,7% sementara
obesitas dengan IMT ≥25 menjadi 33,5%
Berdasarkan data RISKESDAS, tren peningkatan proporsi obesitas pada
orang dewasa sejak tahun 2007 sebagai berikut 10,5% (Riskesdas 2007),
14,8% (Riskesdas 2013) dan 21,8% (Riskesdas 2018). Artinya mengalami
peningkatan dan perlu perhatian.
Apa Itu Obesitas ?
Obesitas merupakan penumpukan lemak yang
berlebihan akibat ketidak seimbangan asupan energi
(energy intake) dengan energi yang digunakan (energy
expenditure) dalam waktu lama (WHO, 2000)
Indeks massa tubuh (IMT) adalah indeks sederhana dari
berat badan terhadap tinggi badan yang digunakan untuk
mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas
pada orang dewasa. IMT didefinisikan sebagai berat
badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan kuadrat
tinggi badan dalam meter )kg/m2)
Selain IMT. Metode lain untuk pengukuran antropometri
tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar
perut/lingkar pinggang.
PMK No 2 Tahun 2020 Tentang
Antropometri Anak
Kriteria Ukuran Lingkar Pinggang Berdasarkan etnis Menurut IDF
(International Diabetes Federation)
2021/07/09

JENIS-JENIS OBESITAS
1. Tipe Hiperplastik, adalah kegemukan yang terjadi karna jumlah sel yang lebih banyak
dibandingkan kondisi normal, tetapi ukuran sel – sel nya sesuai dengan ukuran sel normal
terjadi pada masa anak – anak. Upaya menurunkan berat badan ke kondisi normal pada masa
anak – anak akan lebih sulit.

2. Tipe hipertropik, kegemukan ini terjadi karena ukuran sel yang lebih besar dibandingkan
ukuran sel normal. kegemukan tipe ini terjadi pada usia dewasa dan upaya untuk
menurunkan berat badan lebih mudah bila dibandingkan dengan tipe hiperplasia.

3. Tipe Hiperplastik dan hipertropik, kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah sel
melebihi norma. kegemukan tipe ini dimulai pada masa anak – anak dan terus berlangsung
sampai setelah dewasa. upaya untuk menurunkan berat badan pada tipe ini merupakan yang
paling sulit, karena dapat beresiko terjadinya komplikasi penyakit, seperti penyakit
deganeratif.
2021/07/09

FAKTOR RESIKO OBESITAS


1. Faktor Genetik

Bila salah satu orang tuanya obesitas maka peluang anak-anak menjadi obesitas sebesar 40-50%, bila kedua orang
tuanya menderita obesitas maka peluang faktor keturunan menjadi 70-80%, Dan bila kedua orang tuanya tidak
obesitas maka prevalensinya menjadi 14% (Pramudita, 2011)

Faktor keturunan akan menentukan jumlah unsur sel lemak dalam lemak yang melebihi ukuran normal, sehingga
secara otomatis akan diturunkan kepada bayi selama kandungan. Sel lemak pada kemudian hari akan menjadi tempat
penyimpanan kelebihan lemak atau ukuran sel lemak akan mengecil tetepi masih tetap berada di tempatnya
(Henuhili, 2010)
2. Konsumsi Makan

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang optimal apabila tubuh
memperoleh cukup zat – zat gizi yang dapat digunakan secara efisien (Almatsier, 2009).Obesitas muncul pada usia
remaja cenderung berlanjut ke dewasa dan lansia (Arisman, 2010)

a) Konsumsi Karbohidrat
Mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang berlebih dapat menyebabkan faktor risiko obesitas. Konsumsi
obesitas melebihi kecukupan akan disimpan dalam tubuh berbentuk lemak atau jaringan lain yang akan menimbulkan
masalah kesehatan
b) Konsumsi Lemak
Lemak akan menghasilkan kalori tertinggi dibandingkan dengan zat gizi makro lainnya yaitu sebesar 9 kalori
didalam makanan. Lemak lebih banyak menghasilkan energi dibandingkan dengan karbohidrat atau protein.Setelah
makan, lemak dikirim kejaringan adiposa untuk disimpan sampai dibutuhkan kembali sebagai energi. Oleh karena itu
konsumsi lemak berlebih akan lebih mudah menambah berat badan (Kharismawati, 2010)
c) Konsumsi Protein
Makanan yang tinggi protein biasanya memiliki lemak yang tinggi pula sehingga dapat menyebabkan obesitas
(Damayanti, 2017). Protein akan menyumbang energi sebesar 4 kalori didalam makanan.Kelebihan asupan protein
juga dapat diubah menjadi lemak tubuh
3. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor ekonomi yang cukup dominan dalam konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga pangan.
Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang
lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan keluarga akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara
kualitas maupun kuantitas (Nurfatimah, 2014).

Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat, pengaruh promosi iklan, serta kemudahan informasi,
dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi
menengah ke atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan
seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya sehari – hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan
lebih didasarkan pada pertimbangan selera dibandingkan dari aspek gizi (Sulistyoningsih, 2011)
4. Jenis Kelamin

Kebutuhan zat gizi antara laki-laki dan perempuan berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena jaringan
penyusun tubuh dan aktivitasnya. Jaringan lemak pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki.
Sedangkan laki-laki cenderung lebih banyak memiliki jaringan otot.

Obesitas lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan dengan laki – laki disebabkan proporsi lemak tubuh
pada wanita lebih tinggi dan banyak tersimpan di daerah panggul dibandingkan pria yang tersimpan di perut
(Anggraini, 2012). Menurut WHO 2000, perempuan lebih cenderung mengalami peningkatan penyimpanan lemak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan perempuan terhadap asupan makan sumber karbohidrat yang
lebih banyak sebelum masa pubertas, sementara kecenderungan laki-laki mengkonsumsi makanan kaya protein.

Kebutuhan zat gizi anak laki – laki berbeda dengan anak perempuan dan biasanya lebih tinggi karena anak laki-
laki memiliki aktivitas fisik yang lebih tinggi (Sari, 2011) Hasil penelitian Sartika, 2011 menyatakan bahwa anak
usia 5-15 tahun, laki – laki memiliki resiko obesitas sebesar 1,4 kali dibandingkan dengan perempuan. Hal ini
disebabkan kemungkinan wanita lebih sering membatasi makanan yang dikonsumsi untuk mendapatkan tubuh
idaman mereka yaitu tinggi langsing.
5. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh dihasilkan oleh otot rangka yang mengeluarkan energi.Penggunaan
energi bervariasi tergantung tingkat aktivitas fisik dan pekerjaan yang berbeda.Aktivitas fisik berguna untuk
melancarkan peredaran darah dan membakar kalori.Aktivitas fisik akan membakar energi yang masuk, sehingga jika
asupan kalori berlebih serta kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan akan menyebabkan tubuh mengalami kegemukan

Hasil penelitian Suryaputra dan Nadhiroh, 2012 terdapat perbedaan yang bermakna pula pada aktivitas fisik
remaja obesitas dengan non obesitas, dimana sebagian besar anak yang obesitas hanya memiliki aktivitas ringan
DAMPAK OBESITAS
a. Dampak Metabolik

Lingkar perut pada ukuran tertentu (pria >90cm dan


wanita >80cm) akan berdampak pada peningkatan
trigliserida dan penurunan kolesterol HDL, serta
meningkatkan tekanan darah. Keadaan ini disebut
dengan sindroma metabolik.

b. Dampak Penyakit Lain


PENCEGAHAN
OBESITAS
Pencegahan
Primer
Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua
strategi pendekatan yaitu strategi pendekatan populasi
untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua
anak dan remaja beserta orang tuanya, serta strategi
pendekatan pada kelompok yang berisiko tinggi
mengalami obesitas. Anak yang berisiko mengalami
obesitas adalah seorang anak yang salah satu atau
kedua orangtuanya menderita obesitas dan anak yang
memiliki kelebihan berat badan semenjak masa kanak-
kanak. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, dan di Pusat Kesehatan
Masyarakat.8.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan mendeteksi early adiposity
rebound. Anak mengalami peningkatan IMT pada tahun pertama
kehidupan. Indeks massa tubuh menurun setelah usia 9-12 bulan dan
mencapai nilai terendah pada usia 5-6 tahun, dan selanjutnya
meningkat kembali pada masa remaja dan dewasa. Nilai IMT paling
rendah adalah disebut sebagai adiposity rebound. Waktu terjadinya
adiposity rebound merupakan periode kritis untuk perkembangan
obesitas pada masa anak.
Pada kasus obesitas dewasa pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan tujuan menurunkan prevalensi obesitas.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah
komorbiditas yang dilakukan dengan menata laksana
obesitas pada anak dan remaja. Prinsip tata laksana obesitas
pada anak berbeda dengan orang dewasa karena faktor
tumbuh kembang pada anak harus dipertimbangkan. Tata
laksana obesitas pada anak dan remaja dilakukan dengan
pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisis, mengubah pola
hidup (modifikasi perilaku), dan terutama melibatkan
keluarga dalam proses terapi.
Pada kasus obesitas dewasa pencegahan tersier bertujuan
untuk mengurangi obesitas dan komplikasi penyakit yang
ditimbulkannya
TERIMA KASIH

Kurang
Lebihnya,
Mohon
Dimaafkan

Anda mungkin juga menyukai