Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Obesitas

1. Pengertian Obesitas

Obesitas adalah suatu kondisi terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan

terhadap tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, dan etnisitas hingga pada batas yang

merugikan kesehatan. Ada beberapa pengukuran untuk menilai dan mendefinisikan

adipositas. Dalam praktik klinis dan riset epidemologis, obesitas paling sering

didefinisikan melalui indeks massa tubuh atau body mass index (BMI), yaitu suatu

ukuran yang dapat memperkirakan adipositas secara logis, BMI diperoleh dengan

membagi berat badan individu dalam satuan kilogram dengan tinggi badan dalam

satuan meter kuadrat (kg/m2) (Maan, 2014).

Obesitas merupakan keadaan patoligis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan

lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. Tetapi

masih banyak pendapat dimasyarakat yang mengira bahwa anak yagn gemuk adalah

sehat. Obesitas atau kegemukan dari segi kesehatan merupakan salah satu penyakit

salah gizi, sebagai akibat konsumsi makanan yang lebih jauh melebihi kebutuhannya.

Dari berbagai tulisan mengenai obesitas pada anak, ternyata banyak masalah yang

dihadapi anak yang obesitas ini. Lebih-lebih kalau obesitas pada anak-anak berlanjut

dewasa. (Soetjiningsih, 2012).


Obesitas mempunyai dampak terhadap tumbuh kembang anak, terutama aspek

psikososial. Selain itu obesitas pada anak berpotensi untuk mengalami berbagai

penyebab kesakitan dan kematian menjelang dewasa. Obesitas akan menimbulkan

konsekuensi kesehatan yang serius dan merupakan resiko mayor untuk mengalami

penyakit-penyakit kronik seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, gangguan

musculoskeletal dan beberapa kanker. Obesitas berhubungan dengan berbagai macam

masalah kesehatan pada masa anak-anak dan merupakan penyebab kematian dan

kesakitan yang penting pada masa dewasa (Sari, 2011).

Obesitas juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai

dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Obesitas adalah

permasalahan umum yang dialami anak-anak pada masa sekarang ini. Obesitas juga

mudah penyebarannya (Sajawandi, 2015).Obesitas mengacu kepada keadaan ketika

kelebihan lemak disimpan dalam jaringan adiposa kendatipun dalam setting kesehatan

masyarakat. Jaringan adiposa tidak dapat diukur secara langsung dan demikian harus

digunakan ukuran antropometrik yang relatif kasar (Gibney dkk, 2009).

Kelebihan berat badan atau obesitas masih merupakan masalah kesehatan bagi

anak maupun dewasa, oleh karena komplikasi jangka pendek obesitas itu sendiri

berakibat terhadap pertumbuhan tulang, sistem gastrointestinal. Kesejahteraan yang

meningkat dan berubahnya pola makan pada masyarakat mengakibatkan peningkatan

konsumsi lemak oleh masyarakat.

Berat badan berlebih dan obesitas dapat didefinisikan sebagai akumulasi lemak

tubuh secara berlebihan. Pada pria, kandungan tubuh yang sehat mungkin berjumlah

15% dari keseluruhan berat badan sedangkan pada wanita mungkin 25% perbedaan
kadar ini mencerninkan perbedaan hormonal dan kebutuhan antarjenis kelamin.

Akumulasi lemak yang berlebihan dapat melebihi 50% berat badan total, dan

menyebabkan konesekuensi patalogis yang berat. (Mary E. Barasi 2009).

Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari

ketidakseimbangan antar asupan dan keluaran zat gizi (Nutricionalimbalance).Yaitu

asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, disamping kesalahan dalam memilih

bahan makanan untuk disanta.Buah dari ketergantungan ini utamanya berupa penyakit

kronis, berat badan lebih dan kurang, pca karies dentis, serta alergi. Jika tidak teratasi,

berat badan berlebih atau obesitas akan berlanjut sampai remaja dan dewasa. Sama

seperti orang dewasa, kelebihan berat badan anak terjadi karena ketidakseimbangan

antara energi yang masuk dengan keluar, terlalu banyak makan, terlalu sedikit olahraga,

atau keduanya. Berbeda dengan dewasa, kelebihan berat badan pada anak tidak boleh

diturunkan karena penyusutan berat akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang

diperlukan untuk pertumbahan. Laju pertambahan berat selayaknya dihentnikan atua

diperlambat sampai proporsi berat terhadap tingggi badan kembali normal. Perlambatan

ini dapat dicapai dengan cara mengurangi makan sambil memperbanyak olahraga

(Arisman, 2010).

Dampak lain dari obesitas juga berkaitan dengan dampak fisik dari kelebihan

berat badan pada rangka dan sendi, dampak dari peningkatan kerja otot respirasi yang

diperlukan untuk mengatasi hambatan dalam bernafas, dampak sosial dari berat badan

berlebih dan obesitan dalam persepsi masyarakat, serta dalam menjalin dan

mempertahankan hubungan pribadi, Jika penderita obesitas memiliki rasa rendah diri.

Berbagai dampak diatas memiliki efek yang sangat besar pada kualitas hidup dan
pengalaman sosial penderita obesitas, dan dapat berimplikasi serius terhadap tingkat

morbiditas (Arisman, 2010).

2. Penyebab obesitas

a. Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik merupakan salah satu pengeluaran energi (Kliegman, n.d).

Tingakat aktivitas fisik yang rendah dapat menurunkan pengeluaran energi

sehingga energi akan disimpan dalam jaringan lemak (Kliegman, n.d.; Hall dan

Guyton, n.d.). Rendahnya aktivitas fisik dan tingginya perilaku menetap

berhubungan dengan tingginya persentil indeks masa tubuh. Temuan ini secara

umum disepakati dengan ulasan penelitian obesitas pada anak yang

menyimpulkan rendahnya aktivitas fisik dan perilaku menetap merupakan faktor

risiko terjadinya obesitas pada anak (Carlson et al., 2012). Aktivitas fisik secara

independen berhubungan dengan indeks adipositas. Anak yang kurang aktif

dalam melakukan aktifitas fisik lebih cenderung mengalami obesitas (Chaput et

al., 2012).

Anak yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas cenderung

memiliki level aktivitas fisik yang rendah dan diikuti dengan peningkatan level

perilaku menetap. Aktivitas fisik memiliki hubungan negatif yang kuat terhadap

dan obesitas pada anak laki dan perempuan. Aktivitas fisik berbanding terbalik

dengan komposisi tubuh anak laki-laki, tetapi tidak untuk anak perempuan. Pada
11 anak laki-laki waktu di depan layar dan aktivitas fisik berbanding lurus

dengan risiko kelebihan berat badan, tetapi pada anak perempuan aktivitas fisik

memiliki hubungan yang lebih kuat dengan kelebihan berat badan (Prentice-Dunn

dan Prentice-Dunn, 2012).

Penelitian review sistematis Mistry dan Puthussery (2015) menemukan

dari delapan studi enam diantaranya menunjukan hubungan positif anatara

aktivitas fisik dan kelebihan berat badan atau obesitas. Contoh kegiatan fisik

termasuk olahraga (berjalan cepat, berenang, berjalan, jogging, ras berjalan, dan

aerobik) dan permainan luar ruangan (bola voli, sepak bola, kriket, bulu tangkis,

dan tenis lapangan). Durasi kegiatan berkisar dari kurang dari 2 jam per minggu

sampai kurang dari 30 menit per hari. Meskipun, dua studi tidak menemukan

korelasi positif yang signifikan antara aktivitas fisik dan berat berlebih atau

obesitas, satu studi menemukan kegiatan di rumah seperti olahraga teratur untuk

menitper hari sebagai faktor protektif terhadap kelebihan berat badan atau

obesitas (Mistry dan Puthussery, 2015). Perilaku menetap meningkatkan risiko

terjadinya obesitas.

Perilaku menetap seperti waktu di depan layar seperti menonton televisi,

menonton DVD, video games, dan bermain gadget kurang dari dua jam sehari

merupakan tindakan untuk mencegah terjadinya obesitas. Banyak penelitian telah

menemukan bahwa peningkatan waktu di depan layar yaitu lebih dari dua jam

sehari berkorelasi dengan peningkatan massa tubuh. Beberapa studi telah

menemukan perilaku menetap merupakan faktor risiko independen terhadap

obesitas (Prentice-Dunn dan Prentice-Dunn, 2012). Perilaku menetap lebih dari


empat jam per hari memiliki hubungan positif dengan kelebihan berat badan atau

obesitas. Anak 12 yang menghabiskan waktunya lebih dari empat jam untuk

kegiatan menetap setiap hari dua kali lebih besar kemungkinan kelebihan berat

badan atau obesitas dibandingkan anak-anak yang menghabiskan lebih sedikit

waktu pada kegiatan menetap (Bhuiyan, Zaman dan Ahmed, 2013). Menonton

televisi selama berjamjam juga cenderung mendorong anak untuk ngemil

makanan yang berkalori tinggi. Iklan yang ditampilkan di televisi seperti iklan

minuman ringan yang tidak sehat dan makanan padat energi juga akan

mendorong anak untuk ngemil makanan yang berkalori tinggi (Mistry dan

Puthussery, 2015; Payab et al., 2015).

b. Kebiasaan Makan

Pola makan anak seperti sering mengkonsumsi makanan yang tinggi

kalori dan rendah nutrien memiliki hubungan dengan terjadinya kelebihan berat

badan dan obesitas. Dari lima studi empat diantaranya menunjukkan hubungan

yang positif antara mengkonsumsi makanan tinggi kalori seperti makanan cepat

/junk food dan terjadinya kelebihan berat badan atau obesitas (Mistry dan

Puthussery, 2015; Payab et al., 2015).

Peningkatan konsumsi camilan pada anak seperti karbohidrat olahan

(gula, tepung putih, dan lemak jenuh) meningkatkan terjadinya obesitas dan

penyakit kronik lainnya. Konsumi makanan manis seperti kue, cokelat, dan

permen memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya obesitas dan

obesitas abdominal. Anak yang jarang mengkonsumsi junk food atau makanan

cepat saji seperti hot dogs,hamburgers, cheeseburgers, fried chicken, and pizza
memiliki risiko obesitas general dua puluh lima persen lebih rendah dan sembilan

belas persen lebih rendah dari pada anak yang mengkonsumsi makanan cepat saji

setiap hari. Anak yang jarang mengkonsumsi minuman manis seperti soda dan

minuman 13 ringan memiliki risiko obesitas general 15% lebih rendan dari pada

anak yang mengkonsumsi minuman manis seiap hari (Payab et al., 2015).

c. Faktor Penyebab lainnya

Orang tua obesitas memiliki peran dalam terjadinya obesitas pada anak.

Salah satu dari orang tua kelebihan berat badan atau obesitas, anaknya tiga kali

lebih besar kemungkinan mengalami kelebihan berat badan atau obesitas dari

pada orang tua yang tidak kelebihan berat badan atau obesitas (Bhuiyan, Zaman

dan Ahmed, 2013). Anak obesitas lima puluh persen memiliki riwayat keluarga

kelebihan berat badan atau obesitas (Mistry dan Puthussery, 2015).

Enam studi yang dilakukan di Asia Selatan empat diantaranya

menemukan hubungan positif antara status sosial ekonomi dan terjadinya

kelebihan berat badan dan obesitas pada anak. Status sosial ekonomi di tentukan

melalui tempat tinggal (perkotaan/pedesaan), biaya pendidikan per bulan, riwayat

pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, kekayaan menggunakan status sosial

demografi, stratifikasi sosial ekonomi, dan pengeluaran keluarga per bulan. Satu

studi menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja dengan sosial ekonomi yang

lebih tinggi dan tinggal di perkotaan delapan belas kali lebih mungkin untuk

menjadi kelebihan berat badan atau obesitas dibandingkan dengan sosial ekonomi

rendah dan tinggal di pedesaan. Status sosial ekonomi yang lebih tinggi di negara

berkembang merupakan faktor penyapihan dini pemberian ASI dan memberikan


pengganti ASI. Pemberian ASI yang panjang berkaitan dengan penurunan

adipositas pada masa kanak-kanak kemudian (Mistry dan Puthussery, 2015).

3. Gejala obesitas

Hal sederhana yang dapat membantu kita untuk memastikan bahwa Anak

Obesitas adalah dengan mengenali ciri-ciri sebagai berikut :

a. Wajah bulat, pipi tembem, dan bahu rangkap

b. Leher relatif pendek

c. Perut buncit

d. Kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan

e. Pada Anak laki-laki dada membusung dan payudara sedikit membesar, serta
penis mengecil (tidak terlihat secara utuh karena tertutup oleh timbunan
lemak)

f. Pada Anak perempuan datangnya pubertas lebih dini yaitu usia kurang dari 9
tahun sudah mengalami menstruasi

4. Metode pengukuran Obesitas dan cara menentukan obesitas

Indeks Massa Tubuh

Dengan IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan

normal, kurus atau gemuk.

Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut :

Berat Badan(Kg)
IMT =
Tinggi Badan ( m ) x Tinggi Badan( m)
Hasil dari rumus diatas kemudian dicocokkan dengan norma yang telah

ditentukan. Norma IMT adalah sebagai berikut :

Kategori Cut off Point IMT untuk Indonesia (Sumber: Depkes 1994)

IMT Kategori

< 17,0 Kurus Kekurangan berat badan

17,0 – tingkat berat

18,4
Kekurangan berat badan

tingkat ringan

18,5 – Normal

25,0

25,1 – Gemuk Kelebihan berat badan

27,0 tingkat ringan

≥ 28 Obesitas

5. Dampak Obesitas

Obesitas pada anak merupakan awal dari obesitas pada dewasa dengan segala

dampak buruknya. Prevalensinya cfenderung meningkat seiring dengan perubahan gaya

hidup. Pada prinsipnya, obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan

makanan dan keluarannya. Artinya, asupan makanan kemungkinan sesuai dengan anak
lain usia sebayanya tapi anak kurang melakukan kegiatan aktivitas harian dengan

mengeluarkan tenaga.

Anak yang kelebihan berat badan dapat menderita masalah kesehatan yang

cukup serius seperti diabetes dan penyakit jantung dan sering kali juga membawa

kondisi ini sampai kemasa dewasanya.

Adapun dampak dari obesitas (Soetjiningsih, 2012) :

a. Terhadap kesehatan

Obesitas ringan sampai sedang, morbiditsnya kekcil pada masa anak-anak. Tetapi

bila obesitas masih terjadi setelah masa dewasa, maka morbiditas maupun

mortalitasnya akan meningkat. Terdapat korelasi positif antara tingkat obesitas dengan

berbagai penyakit infeksi, kecuali TBC. Morbiditas dan mortalitas yang tinggi tersebut,

dikaitkan dengan menurunnya respons imunulogik sel T dan aktifitas sel

polimorfonuklear.

b. Saluran pernafasan

Pada bayi, obesitas merupakan rsiko terjadinya infeksi saluran pernafasan bagian

bawah, kaaren aterbatasnya kapasitas paru-paru. Adanya hipertrofi tonsil dan adenoid

akan mengakibatkan obstruksi saluran nafas bagian atas, sehingga mengakibatkan

anoksia dan saturasi oksigen rendah, yang disebut sindrom Chubby Puffer. Obstruksi

kronis saluran pernafasan dengan hipertrofi tonsil dan adenoid, dapat mengakibatkan

gangguan tidur, gejala-gejala jantung dan kadar oksigen dalam darah yang abnormal.

Keluhannya lainnya adalah nafas yang pendek.

c. Kulit
Kulit sering lecet karena gesekan. Anak merasa gerah/panas, ssering disertai

miliaria, maupun jamur pada lipatan-lipatan kulit.

d. Ortopedi

Anak yang obesitas pergerakannya lambat. Sering terdapat kelainan ortopedi

seperti Legg-Perthee disease, genu valgum, slipped femoral capital epiphyse, tibia vara

dll.

e. Efek psikilogis

Kurang percaya diri. Anak pada masa remaja yang obesitas biasanya pasif dan

depresi. Karena sering tidak dilibatkan pada kegiatan yang dilakukan oleh teman

sebayanya. Gangguan kejiwaan ini juga dapat sebagai penyebab terjadinya obesitas,

yaitu dengan melampiaskan strees yang dialaminya kemakanan.

Bila obesitas pada anak terus berlanjut sampai masa dewasa, dapat

mengakibatkan:

a. Hipertensi pada masa adolesensi

b. Hiperlipidemia, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, hipertesi maligna, pada

dewasa.

c. Diabetes

d. Sindrom pickwickian merupakan komplikasi yang berat dari obesitas dewasa, yaitu

gangguan pada jantung dan pernafasan, hhipoventilasi. Dengan manifestasi

polisitemia, hipoksemia, sianosis, pembesaran jantung, gagal jantung kongstif, dan

somnolen. Kita harus berhati-hati pada pemberian oksigen kosentrasi tinggi pada

anak ini. Usaha pengurusan badan sangat penting kalau terjadi komplikasi ini
e. Maturitas seksual lebih awal, menstruasi sering tidak teratur .

6. Pencegahan Obesitas

Mencegah obesitas jauh lebih baik daripada mengobati kalaau sudah terjadi

obesitas. Yang penting adalah bagaimana mengubah pandangan masyarakat agar

mereka tidak menganggap bahwa sehat itu identik dengan gemuk. Upaya pencegahan

dapat dilakukan diantaranya :

a. Kebiasaan makan yang kurang sempurna harus dihindari

1. Jangan berikan permen atau jajanan sebagai hadiah bagi anak yang berkelakuan

baik atau untuk menghentikan kelakuan buruk anak. Cari solusi lain untuk

mengubah perilaku tak baik bagi mereka.

2. Jangan selalu membiasakan anak untuk menghabiskan isi piringnya. Orang tua

harus menyadari seberapa lapar anaknya. Bila anak-anak sudah cukup kenyang,

jangan paksa untuk melanjutkan makan. Orang tua harus menguatkan

pikirannya, bahwa anak akan makan bila mereka lapar.

3. Membiasakan anak mengkonsumsi makanan berserat, sepertti sayur dan buah-

buahan, membatasi kebiasaan makan diluar rumah terutam bila yang

dikonsumsi makanan cepat saji.

4. Membiasakan makan dirumah pada jam makan, menghindari asupan tambahan

dalam jumlah besar misalnya tidak mengkonsumsi minuman atau makanan

ringan setelah makan.

a. Meningkatkan aktifitas fisik


1) Batasi waktu santai didepan televisi menjadi hanya 2 jam sehari. Satu cara yang jitu

untuk meningkatkan aktifitas anak adalah dengan membatasi waktu mereka untuk

menontopn televisi setiap harinya. Aktifitas diam lainnya (main vidio game dan

komputer atau bicara ditelpon) juga harus dibatasi.

2) Tekankan pada aktifitas bukan olahraga. Aktifitas anak tidak harus berupa program

olahraga tak terstruktur, tujuannya hanya agarmereka tetap bergerak. Aktifitas bermain

bebas seperti petak umpet, tarik tambang atau lompat tali seperti ini cara yang jitu

untuk membakar kalori dan membakar stamina.

3) Temukan aktifitas yang disukai oleh anak. Contohnya, bila anak pergi kealam untuk

jalan-jalan dan mengumpulkan daun-daun dan batu-batuan yang dapat dikoleksi oleh

anak-anak. Bila anak suka membaca orang tua bisa mengajaknyaa untuk berjalan kaki

atau naik sepeda keperpustakaan disekitar rumah.

4) Bila orang tua ingin memiliki anak yang aktif, maka orang tua juga harus aktif. Jangan

buat kegiatan oleh gerak sebagai hukuman atau kewajiban. Temukan aktifitas yang

menyenangkan yang dapat dilakukaan oleh seluruh anggota keluarga.

5) Buat pekerjaaan rumah tangga sebagai kegiatan keluarga.

6) Buat aktifitas yang bervariasi, biarkan anak-anak secara bergantian memilih aktifitas

apa yang akan mereka lakukan hari ini atau minggu ini. Latihaan memukul bola,

bersepeda, semua ikut dihitung, buat sebagai komitmen.

b. Penanganan Obesitas

Penanganan ini pertama harus berupa program pengaturan berat badan, dengan

tujuan sebagai berikut :


a) Membantu individu dengan berat badan berlebih untuk menurunkan berat badan

berlebih untuk menurunkan berat badannya.

b) Mempertahankan penurunan berat badan yang telah dicapai dengan mengubah gaya

hidup dan perilaku.

c) Mengurangi faktor resiko

B. Tinjauan Tentang Pengetahuan Gizi Ibu

1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan

manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya

(mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu

pengindraan sehingga mennghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagaian besar pengetahuan

seseorang diperoleh oleh indra pendengaran, dan indra penglihatan. Pengetahuan

seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.

Secara garis besarnya dibagi dalan 6 tingkat pengetahuan, yakni

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,

tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada

situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa

pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila

orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokan,

membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum

atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan sesorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-

norma yang berlaku dimasyarakat.

2. Hubungan pengetahuan ibu tentang obesitas

Obesitas adalah kelainan yang ditandai oleh penimbunan berlebihan jaringan

lemak dalam tubuh. Salah satu kelompok usia yang berisiko mengalami obesitas

adalah kelompok usia 6-12 tahun. Pengetahuan gizi ibu berhubungan dengan

kejadian obesitas pada anak.Hal tersebut mempengaruhi pemilihan nutrisi yang

dikonsumsi anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian obesitas pada anak usia sekolah

dasar. Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan studi cross sectional.

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas 3-5 di SD Negeri 59 Kendari dengan

subyek penelitian sebanyak 89 orang. Pengambilan data dilakukan dengan

pembagian angket kepada ibu yang berisi pertanyaan seputar gizi. Status gizi anak

ditentukan dengan pengukuran berat dan tinggi badan. Hasil pengukuran

dikategorikan berdasarkan standar antropometri penilaian status gizi anak menurut

Departemen Kesehatan Indonesia. Analisis data yang digunakan adalah analisis

univariat dan bivariat fisher’s exact test. 


C. Tinjauan Tentang Aktifitas Fisik

1. Aktifitas

Aktivitas fisik adalah semua kegiatan atau gerakan tubuh yang terdiri dari

edukasi fisik, kegiatan masyarakat dan aktivitas diwaktu luang yang dapat

menimbulkan aktivitas otot sehingga menghasilkan peningkatan pengeluaran energi.

Aktivitas fisik penting untuk kesehatan fisik, emosional, dan mencapai berat badan

yang normal. Aktivitas fisik dapat menyeimbangkan kalori yang terkandung dalam

makanan dengan kalori yang digunakan selama aktivitas fisik, sehingga dapat

mengontrol berat badan. Aktivitas fisik semasa anak-anak dan remaja dapat

menurunkan risiko terhadap faktor yang berhubungan dengan risiko terjadinya

penyakit kronis (Ali suandana, 2015).

Aktivitas fisik memiliki manfaat menurunkan risiko obesitas, penyakit

kardiovaskuler, diabetes, osteoporosis. Aktivitas fisik juga dapat meningkatkan

penampilan akademis dan psikososial. Setiap aktivitas fisik memerlukan energi untuk

bergerak. Pengeluaran energi untuk aktivitas fisik harian ditentukan oleh jenis,

intensitas dan lama aktivitas fisik. Teori menyebutkan bahwa aktivitas yang kurang

aktif menyebabkan penggunaan kalori menurun sehingga jumlah kalori yang digunakan

lebih kecil dari pada jumlah kalori yang masuk dalam tubuh yang dapat menimbulkan

kelebihan kalori. Semakin lama kelebihan kalori ini akan terakumulasi dalam tubuh dan

dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan dikatakan berisiko obesitas. dilihat
lagi berdasarkan orang yang berisiko obesitas yang kebiasaan lebih malas bergerak

dibandingkan orang yang non obesitas sehingga berat badan seorang yang berisiko

obesitas semakin meningkat berat badan (Tuti Restuastuti, 2016).

2. Hubungan aktifitas fisik dengan obesitas

Hubungan antara aktivitas fisik dan obesitas berkaitan dengan pengeluaran

energi, dimana lemak tubuh berhubungan dengan obesitas dan dipengaruhi secara

langsung oleh asupan energi dan total pengeluaran energi . Aktivitas fisik penting

untuk kesehatan fisik, emosional, dan mencapai berat badan yang normal. Aktivitas

fisik dapat menyeimbangkan kalori yang terkandung dalam makanan dengan kalori

yang digunakan selama aktivitas fisik, sehingga dapat mengontrol berat badan .

Obesitas pada anak berhubungan dengan kebiasaan yang tidak aktif yang mengarah

pada perilaku kurang gerak (sedentary behavior), kurang melakukan aktivitas gerak

dapat mempengaruhi kesehatan tubuh. Anak yang selalu melakukan aktivitas fisik

memiliki tumbuh kembang yang berbeda dengan yang jarang.

D. Tinjauan Tentang Pola Makan

1. Pengertian pola makan

Pola makan merupakan suatu gambaran tentang cara seseorang atau kelompok

orang dalam memilih jenis makanan dan jumlah makanan yang dikonsumsi sehari-hari

tertentu artinya setiap hari. Pada prinsipnya pola makan atau pola konsumsi pangan

secara kualitatif berupa menanyakan ulang makanan yang dikonsumsi, sedangkan

penilaian secara kuantitatif berupa penimbangan, taksiran, belajar pangan dan

percatatan rekor makanan. Dalam penelitian ini pola makan yang dimaksud meliputi
frekuensi makan dalam sehari, jenis makanan dengan penilaian secara kualitatif dan

jumlah makanan dengan porsi tiap harinya (Surianti, 2012).

Perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa pasti melalui fase

remaja.Pada fase ini seseorang terus berkembang, demikian juga aspek sosial maupun

psikologisnya. Perubahan ini membuat seseorang anak mengalami banyak ragam gaya

hidup, perilaku, dan dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi. Hal

terakhir inilah yang akan berpengaruh pada keadaan gizi sseorang anak. Untuk seorang

anak, makan dapat dijadikan media untuk mendidik anak supaya dapat menerima,

menyukai, memilih makanan yang baik, juga untuk menentukan jumlah makanan yang

cukup dan bermutu. Dengan demikian dapat dibina kebiasaan yang baik tentang waktu

makan dan melalui cara pemberian makan yang teratur anak biasa makan pada waktu

yang lazim dan sudah ditentukan.

Pola makan menurut Lie Goon Hong dalam Sri Karjatiadalah berbagai informasi

yang memberikan gambaran mengenai berbagai macam dan jumlah makanan yang

dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok

tertentu. Pola makan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : kebiasaan makan,

taraf ekonomi keluarga, lingkungan sekolah dan lain sebagainya. Sejak zaman dahulu

kala, makanan selain untuk kekuatan atau pertumbuhan, memenuhi rasa lapar, dan

selera juga mendapat tempat sebagai lambang, yaitu lambang kemakmuran, kekuasaan,

ketentraman. Semua faktor tersebut di atas bercampur membentuk suatu kekuasaan,

ketentraman. Semua faktor tersebut di atas bercampur membentuk suatu ramuan yang

kompak dan dapat disebut pola konsumsi. (Santoso Soegeng, 2004)


Pola makan adalah jumlah dan jenis susunan makanan yang dikonsumsi untuk

memenuhi kebutuhan tubuh dalam suatu hidangan lengkap setiap hari dan sering

dipersiapkan berulang. Pola makan yang diukur dengan menggunakan metode 24 jam

recall, untuk menghitung konsumsi energi yang dikonsumsi oleh anak mulai dari

bangun tidur hingga akan tidur kembali. Metode ini sering digunakan sebagai suatu

prosedur yang memperkirakan seberapa banyak makanan tersebut dikonsumsi oleh

individu.

Langkah–langkah pelaksanaan metode recall 24 jam :

a. Petugas atau pewawancara menanyakan dan mencatat semua makanan dan minuman

yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama kurun waktu 24

jam yang lalu.

b. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan daftar komposisi

bahan makanan (DKBM) (Supariana, 2001)

1.) Angka Kecukupan Gizi

Konsumsi makanan pada tingkat individu bertujuan untuk mengetahui baik

tidaknya asupan zat gizi dari setiap individu, kesukaaan terhadap suatu makanan,

dan jenis pengolahan makanan yang sering digunakan. Pengukuran asupan makanan

seseorang dapat dilakukan dengan metode recall 24 jam. Metode recall 24 jam

merupakan metode yang paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu dengan

meminta kepada individu untuk mengingat seluruh makanan yang dikonsumsi

dalam 24 jam sebelumnya.


Penilaian konsumsi makanan dilakukan untuk menentukan jumlah dan sumber

gizi yang dimakan. Penilaian konsumsi makanan penting dilakukan oleh karena

konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Adapun asupan zat

gizi yang diperlukan dan sangat penting untuk dipenuhi oleh anak usia prasekolah

yaitu asupan energi. Energi adalah satuan panas yang di dapat di tubuh manusia

sebagai hasil pembakaran karbohidrat, lemak dan protein tubuh. Karbohidrat dan

lemak adalah yang sangat penting dalam menghasilkan energi. Energi diperlukan

manu sia untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik dan juga

menggerakkan proses-proses dalam tubuh seperti sirkulasi darah, denyut jantung,

pernapasan, pencernaan, dan fisiologis lainnya. Manusia membutuhkan energi

untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktifitas

fisik. Satuan energi dinyatakan dalam kilokalori (kkal).

2.) Cara Perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk perorangan atau Individu :

Apabila ingin melakukan perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan

keadaan gizi seseorang, biasanya dilakukan perbandingan pencapaian konsumsi zat

gizi individu tersebut terhadap AKG. Untuk menentukan AKG individu dapat

dilakukan dengan melakukan penimbangan BB (Berat Badan) nyata individu atau

perorangan tersebut dengan BB standar yang ada pada tabel AKG. Misalnya:

diketahui BB sampel laki–laki usia 5 tahun adalah 15 kg. Berdasarkan hasil recall

24 jam diketahui tingkat konsumsi energi sehari adalah 1.800 kalori. Pada daftar

AKG diketahui BB standar laki–laki usia 4 sampai 6 tahun adalah 18 kg dan AKG

untuk energi adalah 1.700 kalori. Maka AKG individu adalah 15 kg berbanding 18

kg dikalikan 1.700 kalori sama dengan 1.417 kalori. Jadi pencapaian AKG (Angka
Kecukupan Gizi) untuk sampel di atas adalah 1.800 kalori berbanding 1.417 kalori

dikalikan 100 % sama dengan 127 % dikatakan AKG baik.

Ini berdasarkan klasifikasi tingkat konsumsi energi yaitu baik bila = 100 %

AKG dan kurang bila = 99 % AKG. Keseimbangan energi dapat dicapai apabila

energi yang masuk kedalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang

dikeluarkan. Keadaan ini akan menghasilkan berat badan ideal dan normal.

(Almatsier, 2001).

Pola makan di suatu dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa

faktor ataupun kondisi setempat, yang dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu :

yang pertama adalah faktor yang berhubungan dengan persediaan atau penanganan

pangan. Termasuk disini faktor geografi, iklim, kesuburan tanah berkaitan dengan

produksi bahan makanan. Kedua, adalah faktor-faktor dan adat kebiasaan yang

berhubungan dengan konsumen.

Taraf sosial-ekonomi dan adat kebiasaan setempat memegang peranan

penting dalam pola konsumsi penduduk. Ketiga, hal yang dapat berpengaruh disini

adalah bantuan atau subsidi terhadap bahan-bahan tertentu. Selain itu pola makan

setempat juga dapat diperkaya dengan pengaruh budaya asing yang datang dari luar.

Jumlah macam makanan dan jenis serta banyaknya bahan makanan dalam pola

pangan di suatu negara atau daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan

setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka

waktu yang panjang. Dalam kehidupan sehari–hari, manusia hidup bermasyarakat

atau membentuk kelompok hidup bersama yang memiliki pandangan hidup,

kebiasaan dan kebersamaan termasuk juga pola makannya. Seorang anak yang
hidup dalam suatu kelompok masyarakat akan memiliki pola makan seperti

kelompoknya. Pola makan juga dapat mempengaruhi penyusunan menu. Jika

menyusun hidangan untuk anak hal yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan zat

gizi untuk hidup sehat dan bertumbuh kembang. Kecukupan zat gizi ini

berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak, maka pengetahuan dan

kemampuan mengelola makanan sehat untuk anak adalah suatu hal yang amat

penting. (Suhardjo, 2002)

a. Jumlah Makanan

Jumlah makanan yang dikonsumsi harus cukup dan proporsional artinya

sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebihan dan tidak berkurang.

b. Jenis Makanan

Pola hidangan sehari-hari yang dianjurkan adalah makanan seimbang yang

terdiri atas:

1. Sumber energi atau tenaga, misalnya: nasi, roti bihun, jagung, ubi, singkong,

tepung, gula dan minyak.

2. Sumber zat pembangun. Misalnya: ikan, telur, daging, susu, kacang-kacangan,

tahu, dan tempe.

3. Sumber zat pengatur berupa sayuran dan buah. Sayuran di utamakan yang

berwarna hijau dan kuning jingga, seperti bayam, daun singkong, kangkung,

wortel, dan tomat, serta sayur kacang–kacangan seperti kacang panjang dan

buncis. Buah–buahan yang di utamakan yang berwarna kuning, kaya serat dan
yang berasa asam, seperti pepaya, mangga, nenas, nangka masak, jambu biji,

apel, sirsak dan jeruk. (Arisman, 2004)

3.)Frekuensi Makan

Frekuensi makan adalah jumlah pemberian makanan kepada anak usia sekolah

dalam sehari. Kecukupan energi bagi anak ditandai dengan berat badan yang normal.

Anak juga harus tetap diberikan makanan 3 kali sehari. Karena menurut berbagai

kajian, frekuensi makan yang baik adalah 3 kali sehari. (Khomsan 2004). Pola

konsumsi anak adalah jenis serta frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi anak. Jenis

bahan makanan diklasifikasikan dalam makanan pokok, lauk pauk hewani, lauk nabati,

sayuran, buah–buahan, susu, minyak (lemak) dan lain–lain. Perkembangan dari

seorang anak menjadi dewasa pasti melalui fase remaja. Pada fase ini seseorang terus

berkembang, demikian juga aspek sosial maupun psikologisnya. Perubahan ini

membuat seseorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak

terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi. Untuk

membentuk pola makan anak prasekolah bukanlah urusan yang mudah. Pada masa ini

sebenarnya anak belajar makan dari apa yang tersedia dirumah. Pada masa ini anak

mengalami proses perubahan dalam pola makan di mana anak pada umumnya

mengalami kesulitan untuk makan.

Proses eliminasi pada anak sudah menunjukkan proses kemandirian dan masa

ini adalah masa di mana perkembangan kognitif sudah mulai menunjukkan

perkembangan dan anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah dan

tampak sekali kemampuan anak belum mampu menilai sesuatu berdasarkan apa yang

mereka lihat dan anak membutuhkan pengalaman belajar dengan lingkungan dan orang
tuanya. Sedangkan perkembangan psikososial pada anak sudah menunjukkan adanya

rasa inisiatif, konsep diri yang positif serta mampu mengidentifikasi identitas dirinya.

Selain itu kebutuhan nutrisi juga dapat membantu dalam aktifitas sehari-hari karena

nutrisi juga sebagai sumber tenaga yang dibutuhkan berbagai organ dalam tubuh, dan

juga sebagai sumber zat pembangun dan pengatur dalam tubuh.

Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak haruslah seimbang diantara zat gizi

lain, mengingat banyak sekali yang kita temukan berbagai masalah dalam pemenuhan

kebutuhan nutrisi yang tidak seimbang seperti tidak suka makan, tidak mau atau tidak

mampu untuk makan padahal yang tidak disukai makanan tersebut mengandung zat gizi

yang seimbang, sehingga harapan dalam pemenuhan gizi harus selaras, serasi dan

seimbang tidak terlaksana, di samping itu pada anak sakit dapat dijumpai masalah

nutrisi yang kurang sedangkan kebutuhan dalam tubuh semakin meningkat sehingga

akan membutuhkan makanan tambahan seperti kalori, vitamin dan mineral.

4.) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

a.. Kebiasaan makan

Pengertian kebiasaan makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang

memilih pangan dan memakannya setiap hari. (Soegeng Santoso,2004).

Sedangkan menurut Supartini Yupi (2004) kebiasaan makan adalah

berhubungan dengan tindakan untuk mengkonsumsi pangan, bilamana dan berapa

banyaknya dengan mempertimbangkan dasar yang lebih terbuka dalam

hubungannya dengan apa yang orang biasa makan, juga berkaitan dengan

kemungkinan kondisi perubahan kebiasaan pola pangan yang timbul dari dalam dan

luar dirinya.
Kebiasaan makan adalah yang dimaksud adalah cara makan yang sudah

membudaya dalam diri seseorang atau sekelompok masyarakat dalam hal ini adalah

masyarakat betawi yang mempunyai pola makan asal kenyang tidak memperhatikan

zat gizi dalam bahan makanan yang akan di makan. Faktor–faktor kebiasaan

makan yang akan diukur meliputi konsumsi pangan, frekuensi makan, preferensi

pangan, dan sosial budaya pangan. Berbagai kebiasaan yang bertalian dengan

pantang makan makanan tertentu masih sering kita jumpai terutama di daerah

pedesaan, misalnya: larangan terhadap anak untuk makan telur, ikan ataupun daging

hanya berdasarkan kebiasaan yang tidak ada dan hanya diwarisi secara turun

temurun dasarnya anak itu sendiri sangat memerlukan bahan makanan seperti itu

guna keperluan pertumbuhan tubuhnya. (Moeliji Sjahmien, 2007).

Anjuran untuk orang tua dalam kaitannya dengan karakteristik tersebut

a. Pertahankan kebiasaan makan yang baik dengan cara mengajarkan anak mengenal

nutrisi, misalnya dengan menggambarkan atau melakukan aktivitas bermain yang lain.

b. Apabila makanan yang dikonsumsi cenderung sedikit, berikan dengan frekuensi

yang lebih sering, yaitu 4 sampai 5 kali sehari. Apabila memberi makanan padat, seperti

nasi, 3 kali dalam sehari, berikan makanan ringan di antara waktu makan tersebut. Susu

cukup diberikan 1 sampai 2 kali sehari.

c. Izinkan anak untuk membantu orang tua menyiapkan makanan dan jangan terlalu

banyak berharap anak dapat melakukannya dengan tertib dan rapi.


d. Fasilitasi anak untuk mencoba jenis makanan baru. Makanan baru tidak harus yang

berharga mahal, yang penting memenuhi gizi seimbang.

e. Fasilitasi anak untuk dapat mengekspresikan ide, pikiran, serta perasaannya saat

makan bersama dan fasilitasi anak untuk berinteraksi secara efektif dengan anda atau

anggota keluarga. (Supartini Yupi, 2004).

5.) Lingkungan Sekolah.

Lingkungan Sekolah adalah Suatu tempat yang menyediakan beberapa macam

makanan dan minuman yang dapat melayani kebutuhan anak di sekolah setiap hari.

Bila anak hidup dalam suatu lingkungan tertentu, maka anak akan memperlihatkan pola

tingkah laku yang khas dari lingkungannya. Disekolah anak diatur dengan tata aturan

yang ada khususnya tentang kebersihan kantin sekolah sebagai upaya untuk

memberikan stimulus baru bagi perkembangan kreativitas anak.

6.) Taraf ekonomi keluarga.

Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh taraf

ekonomi. Pendapatan yang rendah akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi

makanan yang bergizi. Hal ini harus mendapat perhatian serius karena keadaan

ekonomi ini relatif mudah di ukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan.

Golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi

kebutuhan makanan. Yang perlu di pahami adalah bahwa gizi yang baik akan

berdampak pada peningkatan produktivitas kerja seseorang sehingga merupakan unsur

yang berperan dalam peningkatan keadaan ekonomi keluarga.


2. Hubungan pola makan

Masalah kegemukan atau obesitas merupakan suatu masalah yang cukup

merisaukan di seluruh dunia. Penyebab masalah obesitas secara global adalah faktor

genetik atau keturunan, dan faktor lingkungan justru lebih memegang peranan yang

berarti. Faktor lingkungan memberikan dampak obesitas pada anakanak seperti

makanan yang tersedia di lingkungan sekolah dan pusat perbelanjaan. Kebiasaan

makan adalah faktor penting yang mempengaruhi status gizi dan kesehatan anak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pola makan menjadi salah satu

penyebab dari tinginya tingkat obesitas anak. Untuk itu observasi dilakukan di

Sekolah Dasar Bunda Hati Kudus Jakarta. Data yang didapatkan berdasarkan

kuesioner yang disebar dan diganti menjadi skala ordinal untuk dianalisis secara

statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS 19.

Disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pola makan yang

buruk dengan obesitas. Perilaku gizi salah yang membentuk sebuah pola makan yang

buruk dapat meningkatkan risiko seorang anak menjadi obesitas. Selain pola makan,

faktor aktivitas fisik (p=0,001) juga memiliki hubungan yang bermakna dengan

obesitas. Dengan demikian, perlu dilakukan upaya intervensi dan penanggulangan

faktor risiko obesitas dengan menanamkan pendidikan kesehatan pada anak sejak

usia dini serta membudayakan aktivitas fisik.

E. Tinjauan Tentang Anak Sekolah

1. Konsep Tumbuh Kembang pada anak


a. Perkembangan bahasa

Anak usia sekolah sudah mulai menguasai berbagai keterampilan linguistik.

Anak usia sekolah dasar mulai belajar tentang tata bahasa yang benar dan lebih

kompleks sehingga mereka bisa membenarkan jika ada hal-hal yang salah termasuk

kata sifat, kata keterangan, kata penghubung, kata depan, dan kata abstrak.

b. Perkembangan Sosial

Anak merasa nyaman bila bersama dengan orang tua dan keluarga, merasa lebih

percaya diri, emosi berkurang dan lebih dapat melihat segala sesuatu secar realistik.

Energinya banyak digunakan untuk mengeksplorasikan lingkungan dan keluarganya

untuk meningkatkan hubungan interpersonal, untuk meningkatkan pemahamannyaa dan

memuaskan keingintahuan tentang dunia.

c. Perkembangan Psiko Sosial

1.) Intrinsik : berhubungan dengan peningkatan kemampuan anak dalam menguasai

keterampilan daru dan dapat menerima tanggung jawab baru, serta anak akan merasa

puas bila mengeksplorasi dan memanipulasi lingkungan dan teman-temannya.

2.) Ekstrinsik : Nilai bagus, hadiah-hadiah, dan stimulus

d. Perkembangan Moral

Anak mengalamai perubahan dari egosentris ke pola berfikir logis, mulai mengalami

perkembangan nurani dann standar moral.

1.) Pada usia 6 tahun

Harapan orang tua dan guru yang terlalu tinggi, persaingan, rasa malu, dan agresi.

2.) Pada usia 7 tahun

Tuntutan kepribadian, organisasi, idola, dan persahabatan.


3.) Pada usia 8 tahun

Kritikan terhadap diri.

4.) Pada usia 9 tahun

Pemnbrontakan, permainan jujur dan kesopanan.

5.) Pada usia 10-12 tahun

Kematangan seks, ukuran tinggi badan dan berat badan, serta konsep diri. (Surianti,

2012).

Anda mungkin juga menyukai