Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan yang berinteraksi langsung
kepada masyarakat yang bersifat komprehensif dengan kegiatannya terdiri dari upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI, 1997/1998). Muninjaya
(2004) menjelaskan bahwa Puskesmas merupakan unit teknis yang bertanggungjawab
untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu atau sebagaian wilayah
kecamatan yang mempunyai fungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan
masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan tingkat
pertama dalam rangka pencapaian keberhasilan fungsi puskesmas sebagai ujung
tombak pembangunan bidang kesehatan (Alamsyah, 2011).
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten
atau kota yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan upaya
kesehatanuntuk jenjang tingkat pertama. Puskesmas merupakan organisasi fungsion
al yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh,
terpadu, merata,dandapat diterimaserta dijangkau oleh masyarakat, dengan pe
ran serta peran  dsaktif masyrakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pelayanan puskesmas semakin hari akan mengalami kemajuan dan semakin
kompleks, baik dari segi pelayanan ataupun sumber daya yang dibutuhkan.
Peningkatan peralatan saja tidak cukup, tetapi juga memerlukan manajemen
selanjutnya yang lebih sesuai, maka keperluan sistem informasi yang dapat
menunjang manajemen tersebut agar tercipta kesesuaian yang diperlukan. Tidak
mungkin ada manajemen akan berjalan dengan lancar tanpa didukung dengan sistem
informasi yang sesuai (Sabarguna HBS dan Listiani H, 2008).
Sistem informasi merupakan salah satu bentuk pokok Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) yang dipergunakan sebagai dasar dan acuan dalam penyusunan
berbagai kebijakan, pedoman dan arahan penyelenggaraan pembangunan kesehatan
serta pembangunan berwawasan kesehatan (Depkes, 2004).
Program gizi merupakan salah satu program esensial yang ada di puskesmas.
Kebehasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya
manusia ( SDM ) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh ,
mental yang kuat, kesehatan yang prima serta tangkas dan cerdas. Investasi gizi
berperan penting untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi
sebagai upaya peningkatan kualitas SDM. Program gizi bertujuan untuk
menanggulangi masalah gizi perseorangan dan meningkatkan status gizi masyarakat
sesuai dengan sumber daya yang tersedia.
Pelayanan gizi di Puskesmas terdiri dari kegiatan pelayanan gizi di dalam
gedung dan diluar gedung. Pelayanan gizi didalam gedung umumnya bersifat
individual, dapat berupa pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Kegiatan di dalam  gedung juga meliputi perencanaan program pelayanan gizi yang
akan dilakukan di luar gedung. Sedangkan pelayanan gizi di luar gedung umumnya
pelayanan gizi pada kelompok dan  masyarakat dalam bentuk promotif dan preventif.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) Diploma IV Gizi diselenggarakan sebagai pendukung
proses pembelajaran, sekaligus memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
mempraktekan teori yang diperoleh didalam kampus, dan diharapkan mahasiswa
mendapat pengalaman nyata di lapangan, untuk selanjutnya lulusan benar-benar siap
bekerja dimasyarakat, terampil dan kopeten di bidangnya.
Praktek Kerja Lapangan Manajemen Program Gizi Masyarakat (MPGM)
sebagai salah satu bentuk PKL Diploma IV Gizi, memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan
kegiatan menejemen program gizi masyarakat. Praktek Kerja lapangan MPGM
dengan beban $ (satu) SKS dijabarkan ke dalam menejemen program gizi masyarakat
di puskesmas dan atau dinas kesehatan kabupaten/kota (beban 1 SKS). Praktek Kerja
Lapangan MPGM dilaksanakan selama 6 hari kerja, denga capaian 6 kompetensi
utama dan 4 kopetensi pendukung.
Praktek Kerja Lapangan Menejemen Program Gizi Masyarakat MPGM
diharapkan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami pengelolahan
kegiatan program gizi tingkat Puskesmas dalam sekala mikro yang direncanakan, baik
program baru maupun program yang sedang dibina.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Pada akhir PKL mahasiswa mampu memahami pengelolaan kegiatan program
gizi tingkat Puskesmas dalam skala mikro yang direncanakan, baik program baru
maupun program yang sedang berjalan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi struktur organisasi, ketenagaan, tugas dan tanggung jawab
masing-masing tenaga di tingkat puskesmas
b. Mengetahui masalah kesehatan dan gizi di wilayah kerja puskesmas
c. Mengidentifikasi masalah gizi dan pangan di puskesmas
d. Mengetahui jenis jenis program pangan dan gizi di instansi terkait sesuai
dengan siklus perencanaan s/d evaluasi di tingkat puskesmas
e. Mengetahui tahap pelaksanaan program gizi (perencanaan s/d evaluasi di
tingkat puskesmas
f. Menyusun dan menyajikan laporan pengelolaan program pelayanan gizi
masyarakat

3. Waktu dan lokasi


Kegiatan PKL ini mempunyai bobot satu (1) sks yang dalam waktu 6 (enam)
hari kelender dan penyelenggaraannya direncanakan pada bulan Oktober 2022.
Lokasi yang di gunakan adalah wilayah kerja Puskesmas Wua Wua di Kota
Kendari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Stunting
Stunting adalah salah satu masalah gizi yang berdampak buruk terhadap
kualitas hidup anak dalam mencapai titik tumbuh kembang yang optimal sesuai
potensi genetiknya. Stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang pada
balita. Chilhood stunting atau tubuh pendek pada masa anak-anak merupakan
akibat kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan di masa lalu dan
digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak
(Yusdarif, et all., 2018). Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang
atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur
dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi
median standar pertumbuhan anak dari WHO.
Balita Pendek (Stunting) merupakan status gizi yang didasarkan pada indeks
PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak,
hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai
dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted).
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam
kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2016). Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan
catch-up growth (tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan,
masalah stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan
dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan
baik motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth
up growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk
mencapai pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok
balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting bila
pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik (Kementerian
Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, 2017; Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi stunting masih
sejumlah 37, 2%. Sirkesnas tahun 2016 mencatat bahwa prevalensi stunting
mencapai 33,6 %, hal ini menjadi masalah kesehatan yang penting dikarenakan
masalah stunting berada diatas ambang batas 20 %. Sedangkan Stunting pada anak
balita disebabkan oleh multifaktor seperti konsumsi gizi selama hamil,
pengetahuan ibu tentang gizi, akses pelayanan yang terbatas, akses sanitasi dan
kebersihan air yang kurang memadai. Dampak stunting yaitu penurunan
kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menghambat pertumbuhan ekonomi
dan produktifitas kerja dan memperburuk kesenjangan. Stunting pada balita
dimana tinggi badan lebih pendek dari usia pada umumnya.
Adapun penyebab terjadinya stunting antara lain balita dengan riwayat berat
badan lahir rendah, riwayat penyakit infeksi yang pernah dialami, pola asuh
orangtua terkait nutrisi, pemberian air susu ibu secara ekslusif, ketersedian
sandangpangan, pendidikan orangtua, sosial, budaya, ekonomi. Perilaku terkait
pola asuh yang kurang atau buruk juga dapat menyebabkan stunting secara
spesifik dijelaskan seperti, pengetahuan ibu yang kurang dalam memenuhi
nutrisinya saat masa kehamilan, bahkan persiapan nutrisi yang harus dipenuhi saat
mempersiapakan kehamilan serta paska melahirkan untuk menigkatkan produksi
ASI yang baik (Ariyanti, 2015).
Apabila Stunting tidak ditangani dengan baik, maka dapat memiliki dampak
negatif antara lain secara fisik mengalami keterlambatan atau menjadi balita
pendek yang dapat menghambat prestasi dalam hal olahraga serta kemampuan
fisik lainnya, selain itu juga stunting dapat menyebabkan masalah pada aspek
kognitif secara intelektual kemampuan anak dibawah standar tidak seperti anak-
anak lainnya yang pertumbuhannya dalam kategori normal. Jangka panjangnya
akan mempengaruhi kualitas sebagai manusia pada masa produktif sehingga
dikemudian hari akan menyumbang peningkatan kejadian penyakit kronis yang
degeneratif (Dasman, 2019).
Data profil kesehatan UPTD Puskesmas Wua Wua tahun 2022 menunjukkan
prevalensi balita stunting sebesar 2,5% dan target 28%. Hal ini menunjukkan
bahwa prevalensi balita stunting masih baik karena lebih rendah dari target.
B. Penetapan Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk menurunkan prevalensi stunting pada balita.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatkan cakupan PMT pada balita stunting.
2) Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku tenaga kesehatan
dalam penanggulangan stunting pada balita.
3) Meningkatkan manajemen Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
pada balita.
4) Meningkatkan kinerja tenaga kesehatan dalam Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) pada balita.
5) Meningkatkan komitmen pengambil kebijakan dari tingkat pusat
sampai daerah kabupaten dan kota.
6) Meningkatkan komitmen dan peran serta lintas program dan lintas
sektor, organisasi profesi, swasta, LSM, dan masyarakat.
2. Sasaran
Balita

C. Identifikasi dan Seleksi Program Alternatif


Alternatif program untuk penanggulangan stunting yaitu:
1. Ibu hamil dan bersalin
a) Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;
b) Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
c) Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
d) Penyuluhan dan konseling program pemberian makanan tinggi kalori,
protein, dan mikronutrien (TKPM);
e) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);
f) Pemberantasan kecacingan:
g) Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku
KIA;
h) Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI
eksklusif; dan
i) Penyuluhan dan pelayanan KB.
2. Balita
a. Pemantauan pertumbuhan balita;
b. Menyelenggarakan penimbangan berat badan (BB) dan Tinggi Badan serta
pengukuran panjang badan (PB) <2 tahun .
c. Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk
balita;
d. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
e. Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

D. Intervensi untuk pemecahan masalah


Pada indikator stunting tidak menjadi masalah dikarenakan prevalensi lebih
rendah dari target. Namun dapat dilakukan intervensi mengenai program stunting
jika menjadi masalah, yaitu :

1. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)


Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah upaya memberikan
tambahan makanan untuk menambah asupan gizi untuk mencukupi kebutuhan
gizi agar tercapainya status gizi yang baik (Permenkes RI, 2016). Makanan
tambahan yang diberikan berupa biskuit atau dapat berbentuk makanan
keluarga berbasis pangan lokal dengan resep-resep yang dianjurkan.
Pemberian makanan tambahan dan konseling gizi lebih dapat
meningkatkan pengetahuan dan perilaku ibu untuk memberikan makanan
tambahan secara rutin dan tidak memberikan makanan sembarangan atau yang
tidak sehat dan bergizi.
2. Sosialisasi
Oleh karena itu perlu dilakukan sosialisasi mengenai stunting dan
pentingnya PMT untuk menurunkan angka risiko stunting di wilayah
puskesmas Wua Wua. Kegiatan sosialisasi dan pemberian PMT menyasar ibu
yang memiliki anak balita 0-59 . Melalui metode penyuluhan langsung ke
masyarakat mau pun konseling di puskesmas pentingnya menghindari stunting
pada balita.
E. Formulasi Rencana Kegiatan dalam POA
PLANNING OF ACTION (POA) PROGRAM STUNTING
Program Tujuan sasaran Rencana kegiatan Pelaksana Waktu Lokasi Biaya
Stunting  Tujuan umum Balita 1. Peningkatan komitmen, peran Petugas Di sesuaikan Wilayah Dana
dan kemitraan stakeholder
Untuk menurunkan pravelensi stunting puskesmas puskesmas dan puskesmas
dalam hal pelaksanaan
pada balita program TTD, mulai proses posyandu
perencanaan hingga
 Tujuan khusus
pemantauan, evaluasi dan
1. Meningkatkan cakupan PMT pada pelaporan
balita stunting. 2. Peningkatan sarana prasarana
2. Meningkatkan pengetahuan, sikap, pendukung program TTD
dan perilaku tenaga kesehatan dalam 3. Peningkatan kapasitas tenaga
penanggulangan stunting pada balita. kesehatan melalui optimalisasi
3. Meningkatkan manajemen pelatihan dan peningkatan
Pemberian Makanan Tambahan kapasitas serta bimbingan
(PMT) pada balita. teknis dalam hal peningkatan
4. Meningkatkan kinerja tenaga kemampuan pencatatan dan
kesehatan dalam Pemberian pelaporan program TTD, serta
Makanan Tambahan (PMT) pada peningkatan sosialisasi dan
balita. promosi TTD kepada remaja
5. Meningkatkan komitmen pengambil putri dan WUS
kebijakan dari tingkat pusat sampai 4. Peningkatan program aksi,
daerah kabupaten dan kota. yaitu berupa kampanye, iklan
6. Meningkatkan komitmen dan peran dalam berbagai bentuk media,
serta lintas program dan lintas bekerja sama dengan tokoh
sektor, organisasi profesi, swasta, berpengaruh untuk
LSM, dan masyarakat. mempromosikan TTD
F. Implementasi Program atau Kegiatan Intervensi
Dalam melakukan kegiatan intervensi, berikut beberapa hal yang perlu disiapkan antara lain :

1. Input
a.. Koordinasi dengan kepala puskesmas
b. Koordinasi dengan TPG
c.Koordinasi dengan kader posyandu

1. Tahap pelaksanaan
a. Melakukan kegiatan penyuluhan di berbagai tempat sesuai yang telah direncanakan/posyandu .
b. Melakukan kunjungan setiap rumah terhadap ibu balita

2. Output
a. Menurunkan pravelensi pada balita stunting

G. Monitoring dan Evaluasi


1. Monitoring
Monitoring yang dilakukan oleh petugas puskesmas yaitu melihat apakah PMT sudah didistribusikan kepada kelompok
sasaran.

2. Evaluasi
Evaluasi dalam program PMT balita dilakukan sebelum pelaksanaan atau pendistribusian PMT dan setelah pelaksana
atau pendistribusian PMT dengan melihat cakupan pemberian dan penerimaan PMT oleh balita.
DAFTAR PUSTAKA
- Kinanti Rahmadhita, The Stunting Problems and Prevention, ijksh Vol.11 No.1 Juni 2020
- Erina Masri, Wulan Kartikasari, Yensasnidar. (2020). Jurnal Kesehatan Perintis
Efektifitas Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan Konseling Gizi dalam Perbaikan Status Gizi Balita
-

https://ojs.atds.ac.id/index.php/karyaunggul/article/view/54

Anda mungkin juga menyukai