A. Latar Belakang
Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan dasar yang amat penting di
Indonesia. Puskesmas merupakan unit yang strategis dalam mendukung terwujudnya
perubahan status kesahatan masyarakat menuju peningkatan derajat kesehatan yang
optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal tentu diperlukan upaya
pembangunan system pelayanan kesehatan dasar yang mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan masyarakat selaku konsumen dari pelayanan kesehatan dasar tersebut
(Profil Kesehatan Indonesia, 2007).
Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas adalah UPTD
kesehatan Kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah keja. Depkes RI 1991, puskesmas adalah organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat
yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu pada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok. Puskesmas adalah unit pelaksana pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya.
Yang dimaksud dengan unit pelaksana adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas yang
selanjutnya disebut UPTD, yakni unit organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota yang melaksanakan tugas teknis operasional.
Hasil Riskesdas menunjukkan bahwa 30.8% balita Indonesia mengalami stunting dan
sekitar 10.2% balita mengalami gizi kurang (wasting). Anak-anak yang mengalami masalah
gizi tersebut memiliki risiko 11.6 kali lebih tinggi untuk mengalami kematian dibanding anak-
anak yang memiliki status gizi baik. Pun jika anak-anak dengan masalah gizi tersbut mampu
bertahan tetapi akan berisiko untuk mengalami masalah pertumbuhan, perkembangan dan
masalah kesehatan lainnya di sepanjang tahap kehidupannya.
Komitmen pemerintah untuk upaya perbaikan gizi masyarakat sangat tinggi yang
tercermin dengan menetapkan stunting dan wasting sebagai sasaran utama pembangunan
kesehatan dalam RPJMN 2020 – 2024. Kementerian Kesehatan melalui Rencana Strategis
Kementerian tahun 2020 – 2024 berkomitmen untuk mendukung pencapaian target perbaikan
gizi yang tercantum daam RPJMN 2020 – 2024 yaitu menurunkan prevalensi stunting dan
wasting pada balita masing-masing menjadi 14% dan 7% pada tahun 2024.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam penanggulangan gizi buruk pada
balita, antara lain melalui penyusunan Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk
pada Balita, penguatan deteksi dini, edukasi gizi, pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan balita, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita gizi kurang,
pembentukan Therapeutic Feeding Centre (TFC) sebagai pusat pemulihan gizi di fasilitas
kesehatan, serta peningkatan kapasitas tim asuhan gizi dalam tata laksana gizi buruk pada
balita. Semua upaya tersebut diharapkan dapat mendukung pencapaian target RPJMN 2024
yaitu 60% Puskesmas di seluruh Indonesia mampu memberikan pelayanan tata laksana gizi
buruk dan 90% balita gizi buruk mendapat pelayanan sesuai dengan tata laksana gizi buruk.
Terdapat 3 faktor penyebab tidak langsung terjadinya masalah beban ganda gizi di
Indonesia (double burden of malnutrition):
Pertama, asupan/konsumsi makanan yang tidak adekuat. Hampir setengah dari
masyarakat Indonesia (45.7%) menkonsumsi energi kurang dari 70% dari Angka Kecukupan
Gizi (AKG)yang dianjurkan, dan sekitar 36.1% masyarakat mengkonsumsi protein kurang
dari 80% AKG. Riskesdas 2018 menemukan bahwa 93.5% penduduk usia > 10 tahun
mengkonsumsi sayur dan buah kurang dari 5 porsi per hari. Pada saat yang sama, jumlah
penduduk yang mengkonsumsi makanan siap saji dan minuman berpemanis semakin
meningkat dari waktu ke waktu. Sehingga konsumsi masyarakat terhadap gula, garam dan
lemak meningkat sekitar 30% dari yang direkemendasikan oleh WHO. Rendahnya akses dan
ketersediaan makanan yang sehat adalah faktor utama dari kerawanan pangan di tingkat
rumah tangga. Sebaliknya, pengeluaran untuk makanan kemasan dan minuman yang tinggi
gula garam dan lemak, meningkat sekitar 4 kali lipat dalam kurun waktu 2007 – 2017.
Kedua terkait dengan pola penyakit, akses ke fasilitas pelayanan kesehatan, akses air
bersih dan sanitasi. Prevalensi penyakit menular masih cukup tinggi dan sangat terkait dengan
masalah gizi, terutama gizi kurang. Penyakit tidak menular meningkat sebagai akibat dari
naiknya prevalensi obesitas yang menambah beban sistem pelayanan kesehatan.
Ketiga, adalah tidak adekuatnya praktik Pemberian Makan pada Bayi dan Anak
(PMBA), kurangnya asupan makanan bergizi pada ibu hamil dan menyusui, serta pola asuh
yang kurang baik. Hampir setengah bayi di Indonesia (48%) mendapatkan makanan lebih
awal dari usia yang seharusnya (< 6 bulan) dan makanan yang diberikan tersebut tidak tepat
untuk pertumbuhan dan perkembangannya. SDKI 2012 menunjukkan bahwa hanya 23% anak
usia 6 – 8 bulan mengkonsumsi makanan yang bervariasi, terdiri dari 4 – 5 kelompok pangan.
Akar masalah beban gizi ganda adalah kemiskinan dan ketimpangan social, kecenderungan
demografi, urbanisasi, masalah social dan budaya serta situasi darurat (bencana alam, konflik
sosial, krisis kesehatan, dll)
Berbagai upaya terus dilakukan melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan,
peningkatan kerjasama lintas program/ sektor, serta peningkatan pemberdayaan masyarakat.
Penguatan teknis dan manajemen dari seluruh sumber daya yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan penggerakan, serta pengawasan pengendalian menjadi sangat penting untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis pelaksanaan program puskesmas khususnya
pada program gizi di puskesmas.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan program gizi di Puskesmas
b. Mahasiswa mampu mengetahui gambaran pelaksanaan sampai dengan
evaluasi program gizi di Puskesmas
c. Mahasiswa mampu menganalisis pelaksanaan program gizi di Puskesmas
dengan analisa SWOT.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Puskesmas
1. Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan dasar yang amat penting di
Indonesia. Puskesmas merupakan unit yang strategis dalam mendukung
terwujudnya perubahan status kesahatan masyarakat menuju peningkatan derajat
kesehatan yang optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal tentu
diperlukan upaya pembangunan system pelayanan kesehatan dasar yang mampu
memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat selaku konsumen dari pelayanan
kesehatan dasar tersebut (Profil Kesehatan Indonesia, 2007).
Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas adalah UPTD
kesehatan Kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah keja. Depkes RI 1991, puskesmas
adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan
kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu pada masyarakat di
wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Puskesmas adalah unit pelaksana
pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya. Yang dimaksud dengan unit
pelaksana adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas yang selanjutnya disebut UPTD,
yakni unit organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang
melaksanakan tugas teknis operasional.
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Di dalam
pembangunan kesehatan meliputi pembangunan yang berwawasan kesehatan,
pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pelayanan kesehatan tingkat pertama
yang bermutu. Sedangkan yang dimaksud dengan wilayah kerjanya adalah
batasan wilayah kerja puskesmas dalam melaksanakan tugas dan fungsi
pembangunan kesehatan, yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
berdasarkan keadaan geografis, demografis, sarana transportasi, masalah
kesehatan setempat, keadaan sumber daya, beban kerja puskesmas dan lain-lain,
selain itu juga harus memperhatikan dalam upaya untuk meningkatkan koordinasi,
memperjelas tanggung jawab pembangunan dalam wilayah kecamatan,
meningkatkan sinergisme pembangunan dalam wilayah kecamatan, meningkatkan
sinergisme kegiatan dan meningkatkan kinerja. Apabila dalam satu wilayah
kecamatan terdapat lebih dan satu Puskesmas maka kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota dapat menunjuk salah satu Puskesmas sebagai coordinator
pembangunan kesehatan di kecamatan
2. Fungsi Puskesmas
a. Fungsi pembinaan terhadap Pos UKK dan pembinaan administrative terhadap
poliklinik perusahaan.
b. Fungsi pelaksana pelayanan kesehatan dasar
c. Fungsi peran serta masyarakat.
Sebagai pusat pelayanan tingkat pertama di wilayah kerjanya Puskesmas
merupakan sarana kesehatan pemerintah yang wajib menyelenggarakan
pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau adil dan merata. Upaya
pelayanan yang diselenggarakan meliputi:
1) Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat public
goods dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan. Dengan pendekatan kelompok masyarakat serta sebagian
besar diselenggarakan bersama masyarakat melalui upaya pelayanan
dalam dan luar gedung di wilayah kerja Puskesmas.
2) Pelayanan medik dasar yang lebih mengutamakan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga pada umumnya
melalui upaya rawat jalan dan rujukan.
3. Wilayah Kerja
Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan.
Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan
infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah
kerja Puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II,
sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati atau
Walikota, dengan saran teknis dari kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.
Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000
penduduk setiap Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan
maka Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih
sederhana yang disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling.
Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah
kerja Puskesmas bisa meliputi 1 Kelurahan. Puskesmas di ibukota Kecamatan
dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan "Puskesmas
Pembina " yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi Puskesmas kelurahan dan
juga mempunyai fungsi koordinasi.
2. Program Gizi
Direktorat Gizi Masyarakat sebagai unit teknis di Kementerian Kesehatan
memiliki tanggung jawab untuk menyusun program gizi yang generik dan teknis
terkait intervensi gizi spesifik yang menyasar langsung kelompok sasaran
prioritas yaitu kelompok 1000 hari pertama kehidupan, mulai dari ibu hamil, ibu
menyusui, bayi dan baduta ditambah kelompok remaja terutama remaja puteri.
Program gizi yang telah dilakukan dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir meliputi
kegiatan yang sudah terbukti efektif memiliki daya ungkit terhadap perbaikan gizi
masyarakat terutama pencegahan stunting, yaitu:
1) Pemberian Tablet Tambah Darah untuk Remaja Putri
2) Pemberian Tablet Tambah Darah untuk Ibu Hamil
3) Pemberian Makanan Tambahan untuk Ibu Hamil KEK
4) Promosi/Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (IMD, ASI
EKkslusif, MP-ASI dan Menyusui sampai usia 2 tahun atau lebih)
5) Pemberian Vitamin A untuk bayi dan Balita
6) Pemantauan Pertumbuhan
7) Pemberian Makanan Tambahan untuk Balita Gizi Kurang
8) Manajement Terpadu Balita Gizi Buruk
a. Kegiatan program gizi harian
Kegiatan program gizi yang dilakukan harian adalah
a) Peningkatan pemberian ASI Eksklusif adalah Pemberian ASI tampa
makanan dan minuman lain pada bayi berumur nol sampai dengan 6
bulan
b) Pemberian MP-ASI anak umur 6- 24 bulan adalah pemberian makanan
pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin selama
90 hari.
c) Pemberian tablet besi (90 tablet) pada ibu hamil adalah pemberian tablet
besi (90 tablet) selama masa kehamilan.
d) Pemberian PMT pemulihan pada Keluarga Miskin adalah balita keluarga
miskin yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana
gizi di wilayah puskesmas
e) Kegiatan investigasi dan intervensi yang dilakukan setiap saat jika
ditemukan masalah gizi —KLB Gizi— misalnya ditemukan adanya
kasus gizi buruk.
b. Umpan balik Laporan (feedbeck) laporan cakupan selama setahun dari Dinas
Kesehatan kabupaten /kota dari laporan rekapitulasi puskesmas yang dikirm
setiap bulan di Dinas Kabupaten/kota.
1) Jumlah anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin yang mendapat MP-
ASI
2) Jumlah Balita yang memiliki KMS, jumlah balita yang ditimbang, Naik
Berat Badannya termasuk juga Balita dengen Berat Badan dibawah
Garis Merah (BGM) pada KMS
A. Kesimpulan
Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan
upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan
terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan
hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang
dapat dipikul oleh pemerintah dan msyarakat luas guna mencapai derjat kesehatan
yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Depkes, 2009).
Gizi buruk merupakan salah satu penyebab tidak langsung kematian pada
balita, karena kurangnya asupan makanan yang dikonsumsi dan atau adanya penyakit
penyerta. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa terdapat
10,2% balita gizi kurang (wasting) dan 3,5% diantaranya gizi buruk (severe wasting).
Kondisi ini menunjukkan masalah gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia menurut
kriteria WHO masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dengan kategori ”tinggi”.
Seluruh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab atas penyampaian
pelayanan kesehatan di tingkat lokal, memegang peranan penting dalam memperbaiki
gizi dan harus bekerja sama dengan sektor swasta untuk mencapai target yang telah
ditetapkan oleh pemerintah dan meminimalkan adanya gizi buruk pada kalangan
masyarakat.
B. Saran
Diharapkan program pemerintah yang dilakukan dapat memperbaiki
kesehatan, terutama gizi buruk pada anak balita. Tenaga kesehatan di Puskesmas dan
Posyandu, serta praktik swasta perlu dilatih secara rutin dan memfalitasi hal – hal
dalam peningkatan akses dan kualitas pelayanan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan dalam program gizi anak balita serta merubah angka gizi buruk yang
terjadi pada anak khususnya di Indonesia.