Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Penelitian

Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

Pembukaan UUD 1945 alinea keempat adalah untuk melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai

tujuan tersebut diselenggarakan program pembangunan nasional secara

berkelanjutan, terencana dan terarah. Pembangunan kesehatan merupakan

bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan

diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan

berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya

manusia Indonesia. ( Depkes RI, 2012 )

Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

mutu dan pelayanan kesehatan yang makin terjangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat.

Khususnya untuk kelompok rentan yaitu: bayi, ibu hamil dan ibu menyusui

(Prawiharjo, 2009).

Salah satu kebijakan untuk mewujudkan tujuan Visi Indonesia Sehat

2020 adalah peningkatan upaya kesehatan. Fasilitas kesehatan yang terpenuhi

dan berkualitas akan meningkatkan derajat kesehatan suatu masyarakat.

Beberapa indikator menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan dalam


2

pencapaian visi Sehat 2019 seperti masih rendahnya cakupan kunjungan

neonatal 26,85 %, kunjungan bayi 75 %, pertolongan persalinan tenaga

kesehatan 72 %, pelayanan kesehatan remaja 24,28 %, deteksi tumbuh

kembang balita 30,14 %, angka harapan hidup 66,1 tahun, sedangkan AKI

dan AKB cukup baik. (Depkes RI 2012) Untuk mencapai tujuan

pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan

secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Puskesmas adalah penanggung

jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama.

Sejak diperkenalkannya konsep puskesmas pada tahun 1968, berbagai

hasil telah banyak dicapai. Angka kematian ibu dan kematian bayi telah

berhasil diturunkan dan sementara itu angka harapan hidup rata-rata bangsa

Indonesia telah meningkat secara bermakna. Salah satu pertimbangan

strategis pembangunan puskesmas adalah untuk memeratakan pelayanan

kesehatan dengan mendekatkan sarana pelayanan kesehatan kepada kelompok

yang membutuhkannya di pedesaan. ( Depkes RI, 2012)

Arus reformasi juga terjadi dibidang kesehatan. Berbagai bentuk

pergeseran paradigma sedang berlangsung dan ini memerlukan penyesuaian

konsep-konsep pembangunan kesehatan, termasuk puskesmas. Salah satu

bentuk dari pelayanan kesehatan adalah disediakannya sarana dan prasarana

pelayanan kesehatan berupa puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana pembangunan kesehatan di wilayah

kecamatan. Yang dimaksud dengan unit pelaksana adalah Unit Pelaksana

Tekhnis Dinas yang selanjutnya disebut UPTD, yakni unit organisasi di

lingkungan Dinas Kabupaten / Kota yang melaksanakan tugas tekhnis


3

operasional. Sedangkan yang dimaksud pembangunan kesehatan adalah

penyelenggaraan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkkan

derajat kesehatan yang optimal. Pengertian pembangunan kesehatan juga

meliputi pembangunan yang berwawasan kesehatan, pemberdayaan

masyarakat dan keluarga, serta pelayanan kesehatan. ( Depkes RI, 2014)

Posyandu merupakan pusat pembangunan kesehatan masyarakat dan

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, terjangkau

dengan peran serta masyarakat aktif. Posyandu yang tidak lain merupakan

bagian dari sarana pelaksana suatu puskesmas juga melaksanakan upaya-

upaya kesehatan berupa promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang

diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Dengan

upaya tersebut diharapkan terwujud tujuan pembangunan kesehatan yaitu

tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal, dimana pengembangan

puskesmas diera reformasi sebaiknya dirancang secara sistematis, objektif,

dan barkelanjutan. Oleh karena itu, untuk jangka panjang, gerakan

peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan khususnya puskesmas harus

dikaitkan dengan gerakan Indonesia sehat 2020. (Muninjaya, 2016)

Pengembangan pemanfaatan pelayanan kesehatan masyarakat melalui

puskesmas dan sarana posyandu lainnya didasarkan pada misi puskesmas

sebagai pusat pengembangan kesehatan (Centre for Health Development) di

wilayah kerjanya. (Muninjaya, 2016)


4

Perkembangan pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia tidak

terlepas dari kehidupan bangsa. Setelah Indonesia merdeka, pelayanan

kesehatan (public health services) dikembangkan sejalan dengan tanggung

jawab pemerintah “melindungi” masyarakat Indonesia dari gangguan

kesehatan. Kesehatan adalah hak asasi manusia yang juga tercantum dalam

UUD 1945. Pemerintah mengembangkan infrastruktur diberbagai wilayah

tanah air untuk melaksanakan kewajiban melindungi masyarakat dari

gangguan kesehatan. Program kesehatan yang dikembangkan adalah yang

sangat dibutuhkan oleh masyarakat (public health essenntial). (Muninjaya,

2016). Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pusat kesehatan masyarakat

dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan menuju

Indonesia 2020 diperlukan adanya kebijakan dan langkah-langkah strategi

yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan puskesmas dan

posyandu.

Proses optimalisasi tumbuh kembang dan masa emas dalam

pertumbuhan otak terjadi pada dua tahun awal kehidupan (window of

opportunity). Scaling Up Nutrition (SUN) Movement, merupakan upaya

global dari berbagai negara dalam rangka memperkuat komitmen dan

rencana aksi percepatan perbaikan gizi. Gerakan tersebut merupakan

penanganan gizi selama 1000 hari dari masa kehamilan hingga anak usia dua

tahun

S
tatus gizi merupakan prediktor kualitas sumberdaya

manusia (Irwin.2007). Penanganan yang tepat pada awal kehidupan anak

akan menentukan kualitas hidup mereka di kemudian hari


5

(BAPENAS.2011). Usia dua tahun awal kehidupan rentan dengan berbagai

masalah gizi (UNICEF.2012) Penelitian di India menunjukkan, diabetes

dan gangguan toleransi glukosa pada usia dewasa berkaitan dengan berat

badan rendah pada usia satu hingga dua tahun kehidupan. Status gizi dapat

dipengaruhi antara lain oleh pola asuh, karakteristik ibu dan asupan makanan

(energi dan protein) (Victora.2008)

I
bu merupakan orang yang paling dekat hubungannya dalam

proses tumbuh kembang anak (Santoso.2015). Kualitas pengasuhan anak

dalam hal kesehatan maupun asupan makan pada anak menjadi hal yang

perlu diperhatikan demi mencapai status gizi yang optimal. Penelitian di

Kecamatan Gunungpati menyatakan bahwa karakteristik ibu seperti usia,

pendidikan, pengetahuan, pekerjaan dan pendapatan merupakan faktor yang

ikut menentukan status gizi balita (Himawan.2016)

Aktif
datang ke posyandu untuk menimbang anak balita merupakan

upaya untuk memantau kesehatan anak atau meningkatkan status

gizinya. Penelitian yang dilakukan di Manyaran Semarang dan Rancaekek,

bahwa ibu yang aktif dalam kegiatan posyandu, maka status gizi

balitanya baik (Ulfa.2017) Posyandu merupakan Upaya Kesehatan

Bersumber Daya Masyarakat (UKBM), yang memberikan kemudahan

kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar.

Posyandu memiliki 5 kegiatan utama yaitu, kegiatan Ibu dan Anak,

Keluarga Berencana, imunisasi, gizi, pencegahan dan penanggulangan

diare. Sedangkan dalam kegiatan rutin Posyandu terdapat 5 langkah


6

pelayanan, yaitu pendaftaran, penimbangan, pencatatan pada Kartu Menuju

Sehat (KMS) penyuluhan dan pelayanan kesehatan. Posyandu diharapkan

dapat mempercepat upaya perbaikan status gizi dalam menurunkan

angka kematian balita serta prevalensi gizi kurang dan gizi buruk

(Sulistyroni.2010).

K
eberhasilan posyandu dalam menanggulangi berbagai masalah gizi,

dipengaruhi partisipasi masyarakat dalam posyandu (Ulfa.2017). Tingkat

partisipasi masyarakat dalam posyandu suatu wilayah dapat dilihat dari

frekuensi kehadiran anak ke posyandu, diukur dengan perbandingan antara

jumlah balita di daerah kerja posyandu (S) terhadap jumlah balita yang

ditimbang pada setiap kegiatan posyandu (D). Data Dinas Kesehatan

Kabupaten Pinrang mengenai cakupan D/S pada tahun 2017 menunjukkan

angka 77,21%, dimana angka tersebut masih dibawah target standar

pelayanan minimal Provinsi Sulawesi Selatan yaitu 80% (Dinkes Kab

Pinrang 2017).

Status gizi juga dipengaruhi oleh asupan makanan. Konsumsi energi

yang kurang dapat menyebabkan kekurangan gizi dan bila terus berlanjut

dapat menyebabkan gizi buruk. Tingkat konsumsi energi yang cukup akan

memberi pengaruh terhadap efisiensi penggunaan protein tubuh. Selanjutnya

bila terjadi kekurangan protein dalam jangka waktu lama, akan

mengakibatkan persediaan protein dalam tubuh semakin berkurang

sehingga mengakibatkan Kwashiorkor (Supriasa.2012)

Pemanfaatan fasilitas kesehatan puskesmas dapat dilihat dengan

menggunakan indikator seperti jumlah kunjungan posyandu terhadap


7

penduduk khususnya pada ibu balita di puskesmas Lampa, data yang

didapatkan dari Puskesmas Lampa Kab pinrang bahwa pada tahu 2017

jumlah balita sebanyak 1884 dengan rata-rata kunjungan hanya mencapai

71%, dengan data gizi kurang pada balita dari tahun ketahun meningkat pada

tahun 2015 sebanyak 3 balita, tahun 2016 sebanyak 13 balita dan tahun 2017

masih tercatat 9 balita yang menderita gizi kurang walupun ada penurunan

ditahun 2017 akan tetapi dari hasil survey lansung yang dikalukan oleh

peneliti pada bulan Desember 2017 di wilayah kerja puskesmas Lampa Kab

Pinrang kebanyakan ibu yang mempunyai balita masih acuh tak acuh

terhadap pelayanan kesehatan pada saat waktu posyandu, ibu yang

mempunyai balita tak jarang yang sadar bahwa mereka hanya ingin

menyuntik anaknya saja tetapi bagi ibu yang tidak menyuntik anaknya tidak

mau membawa anak balitanya untuk diperiksa. Berdasarkan Data yang ada di

Puskesmas Lampa menunjukkan bahwa ada kesenjangan sebesar 29% dalam

pemanfaatan posyandu yaitu dari jumlah balita 1884 dengan jumlah

kunjungan hanya 695 (71%) Hal tersebut menunjukkan belum mencapai

standar pelayanan masih minimal berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kesehatan RI. Masalah ini hampir merata pada daerah-daerah lainnya yang

ada diwilayah Kecamatan Lampa. (Puskesmas Lampa, 2017)

Men
urut data Dinas Kesehatan Kab Pinrang tahun 2017, prevalensi

gizi kurang pada balita sebesar 0,98% dan gizi buruk sebesar 0,06%. Hasil

survei Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang menunjukkan Puskesmas Lampa

termasuk puskesmas dengan cakupan D/S yang rendah di Kabupaten Pinrang

tahun 2017, yaitu 73,90%.(Dinkes Kab Pinrang 2017). Di Puskasmas


8

Banyak faktor yang berperan dalam tumbuh kembang anak usia 1-2 tahun,

namun peneliti mengambil sampel di retang usia 1-2 tahun karena kerena

balita di usia >2 tahun sudah memasuki masa bermain dan frekuensi

kunjungan keposyandu menjadi tidak efektif bahkan tidak pernah. Apabila

anak usia balita setiap bulan ke posyandu bertujuan untuk memantau

pertumbuhan. Jika rutin ditimbang diposyandu setiap bulan sekali maka kasus

gizi buruk, gizi kurang dan gizi lebih dapat dicegah lebih dini. Selain itu

Adapun faktor yang memepengaruhi gizi pada balita yaitu faktor yang berasal

dari genetika anak itu sendiri maupun dari asupan energi dan protein yang

diberikan pada anak dan karakteristik ibu. Berdasarkan uraian masalah

tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan, frekuensi kehadiran anak ke posyandu dengan status

gizi anak usia 1-2 tahun di wilayah kerja Puskesmas Lampa Kecamatan

Duanpanua Kabupaten Pinrang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas memberikan

dasar kepada penelti untuk merumuskan penelitian sebagai berikut “apakah

ada Hubungan Frekuensi Kunjungan balita Ke Posyandu Dengan Status Gizi

Anak Usia 1-2 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Lampa Kecamatan

Duanpanua Kabupaten Pinrang?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran secara umum mengenai Hubungan Frekuensi

Kunjungan balita Ke Posyandu Dengan Status Gizi Anak Usia 1-2


9

Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Lampa Kecamatan Duanpanua

Kabupaten Pinrang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui gambaran Frekuensi Kunjungan balita Usia 1-2

Tahun Ke Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Lampa

Kecamatan Duanpanua Kabupaten Pinrang

1.3.2.2 Mengetahui gambaran Status Gizi baita Usia 1-2 Tahun yang

berkunjung ke posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Lampa

Kecamatan Duanpanua Kabupaten Pinrang

1.3.2.3 Menganalisa Hubungan Frekuensi Kunjungan balita Ke

Posyandu Dengan Status Gizi Anak Usia 1-2 Tahun Di Wilayah

Kerja Puskesmas Lampa Kecamatan Duanpanua Kabupaten

Pinrang

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Menambah perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu

keperawatan dalam hal kesehatan anak balita khususnya 1-2 tahun

terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di posyandu

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Penulis

Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam rangka

menambah wawasan dan ilmu pengetahuan untuk mengetahui

Hubungan Frekuensi Kunjungan balita Ke Posyandu Dengan Status


10

Gizi Anak Usia 1-2 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Lampa

Kecamatan Duanpanua Kabupaten Pinrang

1.4.2.2 Bagi Institusi STIKES Bina Generasi Polman

Menambah pengetahuan mahasiswa maupun pengajar khususnya

masalah gizi pada balita dan pemanfaatan pusyandu oleh ibu yang

mempunyai anak balita.

1.4.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan atau sumber

data bagi peneliti selanjutnya.

1.4.2.4 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten Pinrang mengenai pemanfaatan pelayanan sarana

kesehatan yakni puskesmas dalam hal peningkatan derajat kesehatan

masyarakat.

1.4.2.5 Bagi Puskesmas Lampa

Hasil penelitian ini merupakan suatu masukan bagi pihak puskesmas

setempat untuk lebih meningkatkan kinerjanya.

1.4.2.6 Bagi Masyarakat

Menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi keluarga dan

masyarakat akan pentingnya pemeliharaan kesehatan melalui upaya

pemanfaatan sarana kesehatan (Posyandu).

Anda mungkin juga menyukai