Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KONSEP ASKEP AGREGAT KOMUNITAS

PADA ANAK USIA SEKOLAH

MATA KULIAH : AGREGAT KOMUNITAS

Dosen Pengampu : Dr. Ns. Kumboyono, S.Kp.M.Kep.Sp.Kom

Oleh :
Kelompok 3 SAP RSSA
1. Fenty Kurniawati Safitri (215070209111026)
2. Lilies Trie Prawesty (215070209111027)
3. Wienda Arianikawati (215070209111029)
4. Dwi Ari Sutanti (215070209111030)
5. Lucy Puspita Septiana (215070209111031)
6. Arina Pramudita (215070209111032)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai persamaan


nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas
geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga (Sumijatun dkk, 2006).
Keperawatan komunitas di bagi berdasarkan kelompok usia diantaranya adalah
kelompok usia anak sekolah. Menurut Wong (2008), anak sekolah adalah anak pada usia 6-12
tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak
dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang
tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 mulai masuk sekolah merupakan
hal penting bagi tahap perkembangan anak. Banyak masalah kesehatan terjadi pada anak usia
sekolah, seperti misalnya pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti
menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun, karies gigi,
kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi. Pelayanan kesehatan
pada anak termasuk pula intervensi pada anak usia sekolah. (Profil Kesehatan Indonesia,
2014)
Sulitnya memenuhi target penjaringan SD/MI dapat disebabkan oleh beberapa
masalah. Masalah utama yang sering ditemukan di daerah yaitu kurangnya tenaga di
puskesmas sedangkan jumlah SD/MI cukup banyak, sehingga untuk melaksanakan
penjaringan kesehatan membutuhkan waktu lebih lama. Selain itu juga manajemen pelaporan
belum terintegrasi dengan baik. Walaupun kegiatan penjaringan kesehatan telah dilaksanakan
di puskesmas namun di beberapa provinsi, pengelola program UKS di kabupaten/kota berada
pada struktur organisasi yang berbeda sehingga menjadi penyebab koordinasi pencatatan dan
pelaporan tidak berjalan dengan baik. (Profil Kesehatan Indonesia, 2014)
Penjaringan kesehatan diukur dengan menghitung persentase SD/MI yang melakukan
penjaringan kesehatan terhadap seluruh SD/MI yang menjadi sasaran penjaringan. Cakupan
SD atau sederajat yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk siswa kelas satu pada
tahun 2014 di Indonesia sebesar 82,17%, mengalami peningkatan dibandingkan cakupan
tahun 2013 yang sebesar 73,91%. Namun, belum mencapai target Renstra 2014 sebesar 95%.
Dari Gambar 5.39 diketahui bahwa sebagian besar provinsi belum memenuhi target Renstra
2014 yang sebesar 95%, hanya delapan provinsi yang telah mencapai target. Terdapat empat
provinsi dengan capaian 100%, yakni Provinsi Kalimantan Barat, Bali, DI Yogyakarta, dan
Kepulauan Bangka Belitung. Capaian terendah terdapat di Provinsi Papua sebesar 0%, diikuti
oleh Nusa Tenggara Timur sebesar 13,51%, dan Papua Barat sebesar 41,81%. (Profil
Kesehatan Indonesia, 2014)
Indikator Penjaringan pada Renstra 2010-2014, berbeda dengan Renstra 2015-2019.
Jika pada akhir tahun 2014 indikator difokuskan kepada sekolah, maka pada renstra 2015
lebih difokuskan kepada Puskesmas. Penentuan target didapatkan dari data dasar akhir tahun
2014 dimana cakupan sekolah yang melaksanakan sebesar 82% (bila dikonversi kedalam
jumlah puskesmas menjadi sebesar inimal 40%) dari target sebesar 95% dengan rata-rata
peningkatkan indicator ini sebesar 5% dan peningkatan sebesar 8,3% dibandingkan tahun
2013. Pada capaian tahun 2015, puskesmas melaksanakan penjaringan kesehatan peserta
didik kelas I mencapai target yang telah ditetapkan. (Profil Kesehatan Indonesia, 2015).
Capaian pada tahun 2015 sebesar 57% yang berarti sebanyak 5.541 puskesmas sudah
melaksanakan penjaringan peserta didik kelas I. sedangkan target nasional tahun 2015 sebesar
50% dengan demikian dari 34 provinsi terdapat 19 provinsi yang mencapai target Puskesmas
melaksanakan penjaringan kesehatan peserta didik kelas I. (Profil Kesehatan Indonesia, 2015)
Anak usia sekolah merupakan sasaran yang strategis untuk pelaksanaan program
kesehatan, karena selain jumlahnya yang besar, mereka juga merupakan sasaran yang mudah
dijangkau karena terorganisir dengan baik. Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini diutamakan
untuk siswa SD/sederajat kelas satu. Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan bersama tenaga lainnya yang terlatih (guru UKS/UKSG dan dokter kecil). Tenaga
kesehatan yang dimaksud yaitu tenaga medis, tenaga keperawatan atau petugas puskesmas
lainnya yang telah dilatih sebagai tenaga pelaksana UKS/UKGS. Guru UKS/UKGS adalah
guru kelas atau guru yang ditunjuk sebagai pembina UKS/UKGS di sekolah dan telah dilatih
tentang UKS/UKGS. Dokter kecil adalah kader kesehatan sekolah yang biasanya berasal dari
murid kelas 4 dan 5 SD dan setingkat yang telah mendapatkan pelatihan dokter kecil. (Profil
Kesehatan Indonesia, 2015).
Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran tentang kebersihan dan kesehatan gigi bisa
dilaksanakan sedini mungkin. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan siswa
tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut pada khususnya dan kesehatan tubuh
serta lingkungan pada umumnya. (Profil Kesehatan Indonesia, 2015).
Upaya kesehatan pada kelompok ini yang dilakukan melalui penjaringan kesehatan
terhadap murid SD/MI kelas satu juga menjadi salah satu indikator yang dievaluasi
keberhasilannya melalui Renstra Kementerian Kesehatan. Kegiatan penjaringan kesehatan
selain untuk mengetahui secara dini masalah-masalah kesehatan anak sekolah sehingga dapat
dilakukan tindakan secepatnya untuk mencegah keadaan yang lebih buruk, juga untuk
memperoleh data atau informasi dalam menilai perkembangan kesehatan anak sekolah,
maupun untuk dijadikan pertimbangan dalam menyusun perencanaan, pemantauan dan
evaluasi kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). (Profil Kesehatan Indonesia, 2015).
Masalah-masalah kesehatan pada anak usia sekolah yang muncul biasanya berkaitan
dengan kebersihan perorangan dan lingkungan. Sehingga isu yang lebih menonjol adalah
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), seperti cara menggosok gigi yang benar, cuci tangan
pakai sabun, dan kebersihan diri lainnya. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, menunjukkan
bahwa kurang dari 10% orang-orang Indonesia yang menggosok gigi dengan benar.
Menurut Depkes RI 2007, beberapa penyakit yang dapat ditularkan di sekolah akibat
perilaku tidak sehat anak sekolah maupun akibat lingkungan yang tidak sehat adalah ISPA,
diare dengan atau tanpa muntah, infeksi virus lain (cacar/rubela), infeksi kulit (termasuk kutu
rambut), infeksi telinga (manifestasi infeksi virus/ISPA).
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007,
prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi terjadi pada bayi dua
tahun (>35%). Jumlah balita dengan ISPA di Indonesia pada tahun 2011 adalah lima diantara
1.000 balita yang berarti sebanyak 150.000 balita meninggal pertahun atau sebanyak 12.500
balita perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 balita perjam atau seorang balita perlima menit.
Dapat disimpulkan bahwa prevalensi penderita ISPA di Indonesia adalah 9,4% ( Depkes,
2012).
Berdasarkan masalah diatas, maka untuk dapat mencapai kondisi kesehatan yang
optimal, kesehatan masyarakat Indonesia haruslah dimulai dari bawah, yaitu terciptanya
keadaan dan kesadaran tiap individu atau keluarga dalam masyarakat untuk mengupayakan
hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas


1. Definisi Keperawatan Komunitas
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai persamaan
nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas
geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga (Sumijatun dkk,
2006). Misalnya di dalam kesehatan di kenal kelompok ibu hamil, kelompok ibu
menyusui, kelompok anak balita, kelompok lansia, kelompok masyarakat dalam suatu
wilayah desa binaan dan lain sebagainya. Sedangkan dalam kelompok masyarakat ada
masyarakat petani, masyarakat pedagang, masyarakat pekerja, masyarakat terasing dan
sebagainya (Mubarak, 2006).
Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang merupakan
perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public health) dengan
dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan pelayanan promotif
dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan
rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan (nursing
process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga
mampu mandiri dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2006).
Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan keperawatan yang bersifat
alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan dalam rangka
memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok serta masyarakat melalui
langkah-langkah seperti pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan (Wahyudi, 2010).

2. Teori Model Keperawatan Kesehatan Sekolah


Comprehensive School Health Model adalah kerangka kerja yang diakui secara
internasional dalam upaya kesehatan untuk mendukung perbaikan hasil Pendidikan siswa
yang dilakukan dengan cara yang terencana, terpadu, dan holistik.
Comperhensive School Health Model merupakan mdel kesehatan sekolah yangtidak
hanya membahas tentang kondisi tetapi mencangkup keseluruhan lingkungansekolah
yang mencakup empat pilar yang berbeda namun saling terkait yangmemberikan fondasi
yang kuat untuk kesehatan sekolah yang komperhensif. Empat pilar tersebut yaitu :
1. Lingkungan sosial dan fisik
2. Proses mengajar dan belajar
3. Kebijakan sekolah yang sehat
4. Kemitraan dan layanan
Pelaksanaan keempat pilar tersebut diselarkan agar dapat mendukung siswa
dalammewujudkan potensi penuh mereka sebagai peserta didik dan sebagai
anggotamasyarakat yang sehat dan produktif.

3. Pelaksanaan Trias Usaha Kesehatan Sekolah


Untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik
dilakukan upaya menanamkan prinsip hidup sehat sedini mungkin melalui
pendidikankesehatan, pelayanan ksehatan dan pembinaan lingkungan sekolah/madrasah
sehatyang dikenal dengan nama tiga program pokok UKS (TRIAS UKS)
a. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah upaya yang diberikan berupa bimbingan danatau
tuntutan kepada peserta didik tentang kesehatan yang meliputi seluruh
aspekkesehatan pribadi (fisik, mental, dan sosial) agar kepribadiannya dapat
tumbuhdan berkembang dengan baik melalui kegiatan intrakurikuler dan
ekstrakurikuler.
b. Pelayanan Kesehatan
Tujuan pelayanan kesehatan disekolah/madrasah adalah untuk:
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan melakukan tindakan hidupsehat dalam
rangka membentuk perilaku hidup sehat
1. Meningkatkan daya tahan tubuh peserta didik terhadap penyakit danmencegah
terjadinya penyakit, kelainan dan cacat.
2. Menghentikan proses penyakit dan pencegahan koplikasi akibat
penyakitkelainan, pengembalian fungsi, dan peningkatan kemampuan peserta
didikyang cedera atau cacat agar dapat berfungsi optimal.
c. Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat
Pembinaan lingkungan sekolah sehat bertujuan untuk mewujudkanlingkungan
sekolah sehat di sekolah/madrasah yang memungkinkan setiap warga
sekolah/madrasah mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya dalam
rangkamendukung tercapainya proses belajar yang maksimal bagi peserta didik.
4. Anak Usia Sekolah Sebagai Kelompok Risiko

Menurut UU RI No. IV th 1979 tentang kesejahteraan anak, disebutkan

bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum

menikah. Sedangkan menurut UU RI No. I th 1974 Bab IX ps 42 disebutkan bahwa anak

yang sah adalah yang dilahirkan dalam atau sebagai perkawinan yang sah.

Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu

golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya anak

yang berusia 7-12 tahun.

Menurut Wong (2008), anak sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun,

yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak

dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan

orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak

memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada

kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu. Tahap usia ini disebut

juga sebagai usia kelompok (gangage), dimana anak mulai mengalihkan perhatian dan

hubungan intim dalam keluarga kerjasama antara teman dan sikap-sikap terhadap kerja

atau belajar (Gunarsah,2006).

Dengan memasuki SD salah satu hal penting yang perlu dimiliki anak dalam

kematangan sekolah, tidak saja meliputi kecerdasan dan ketrampilan motorik,

bahasa, tetapi juga hal lain seperti dapat menerima otoritas tokoh lain diluar orang

tuanya, kesadaran akan tugas, patuh pada peraturan dan dapat mengendalikan

emosi-emosinya (Gunarsah, 2006). Pada masa anak sekolah ini, anak-anak

membandingkan dirinya dengan teman-temannya dimana ia mudah sekali dihinggapi

ketakutan akan kegagalan dan ejekan teman. Bila pada masa ini ia sering gagal dan

merasa cemas, akan tumbuh rasa rendah diri, sebaliknya bila ia tahu tentang bagaimana
dan apa yang perlu dikerjakan dalam menghadapi tuntutan masyarakatnya dan ia

berhasi lmengatasi masalah dalam hubungan teman dan prestasi sekolahnya, akan timbul

motivasi yang tinggi terhadap karya dengan lain perkataan

terpupuklah”industry”(Gunarsah, 2006).

Anak usia sekolah merupakan kelompok risiko yaitu suatu kondisi yang

dihubungkan dengan peningkatan kemungkinan adanya kejadian penyakit. Hal ini tidak

berarti bahwa jika faktor risiko tersebut ada pasti akan menyebabkan penyakit, tetapi

dapat berakibat potensial terjadinya sakit atau kondisi yang membahayakan kesehatan

secara optimal dari populasi. Anak usia sekolah merupakan populasi risiko karena

beberapa hal yaitu:

a. Anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah

b. Aktivitas fisik anak semakin meningkat

c. Pada usia ini anak akan mencari jati diriny

d. Masih membutuhkan peran orang tua untuk membantu memenuhi kebutuhan

5. Program Kesehatan Sekolah

Jumlah anak usia sekolah di Indonesia, lebih kurang sebanyak 55 juta jiwa atausekitar

sepertiga dari total populasi. Mengingat besarnya masalah yang terjadi padakelompok

usia tersebut, maka pemerintah mencanangkan kegiatan terpadu lintas-sektoralyang

tergabung dalam Program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

6. Peran Perawat Komunitas Terkait Anak Usia Sekolah

1) Praktik Keperawatan Kesehatan Komunitas.


Keperawatan kesehatan komunitas (CHN) merupakan spesialis pelayanan

keperawatan yang berbasiskan pada masyarakat dimana perawat mengambil

tanggung jawab untuk berkontribusi meningkatkan derajad kesehatan masyarakat.


Fokus utama upaya CHN adalah pencegahan penyakit, peningkatan dan

mempertahankan kesehatan dengan tanggung jawab utama perawat CHN pada

keseluruhan populasi dengan penekanan pada kesehatan kelompok populasi

daripada individu dan keluarga.

2) Fungsi dan Peran Perawat CHN Pada Agregat Anak Usia Sekolah

Fungsi dan peran perawat kesehatan komunitas terkait agregat anak usia
sekolah antara lain :
a) Kolaborator
Perawat bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral dalam
membuat keputusan dan melaksanakan tindakan untuk menyelesaikan masalah

anak sekolah. Seperti halnya perawat melakukan kemitraan dengan tokoh

masyarakat, tokoh agama, keluarga, guru, kepolisian, psikolog, dokter,LSM, dan

sebagainya.

b) Koordinator
Mengkoordinir pelaksanaan konferensi kasus sesuai kebutuhan anak sekolah,

menetapkan penyedia pelayanan untuk anak usia sekolah.

c) Case finder

Mengembangkan tanda dan gejala kesehatan yang terjadi pada agregat anak usia

sekolah, menggunakan proses diagnostik untuk mengidentifikasi potensial kasus

penyakit dan risiko pada anak usia sekolah.

d) Case manager

Mengidentifikasi kebutuhan anak usia sekolah, merancang rencana perawatan

untuk memenuhi kebutuhan anak usia sekolah, mengawasi pelaksanaan

pelayanan dan mengevaluasi dampak pelayanan.


e) Pendidik
Mengembangkan rencana pendidikan kepada keluarga dengan anak usia sekolah

di masyarakat dan anak usia sekolah di institusi formal, memberikan pendidikan

kesehatan sesuai kebutuhan, mengevaluasi dampak pendidikan kesehatan.

f) Konselor
Membantu anak usia sekolah mengidentifikasi masalah dan alternatif solusi,

membantu anak usia sekolah mengevaluasi efek solusi dan pemecahan masalah.

g) Peneliti
Merancang riset terkait anak usia sekolah, mengaplikasikan hasil riset pada anak

usia sekolah, mendesiminasikan hasil riset.

h) Care giver
Mengkaji status kesehatan komunitas anak usia sekolah, menetapkan diagnosa

keperawatan, merencanakan intervensi keperawatan, melaksanakan rencana

tindakan.

i) Pembela
Memperoleh fakta terkait situasi yang dihadapi anak usia sekolah, menentukan

kebutuhan advokasi, menyampaikan kasus anak usia sekolah terhadap pengambil

keputusan, mempersiapkan anak usia sekolah untuk mandiri.

7. Masalah Kesehatan yang muncul


1) Kebutuhan nutrisi: berat badan berlebih/kurang, perilaku jajan yang tidak sehat
(makanan yang menggunakan pewarna, pemanis buatan, atau pengawet),
gangguan makan (anoreksia, bulimia).
2) Kebersihan diri yang kurang (rambut, kulit, kuku, gigi, genetalia).
3) Kebutuhan psikososial: harga diri rendah, depresi, hiperaktif.
4) Kebutuhan belajar: gangguan konsentrasi belajar, atau kurangnya pengetahuan
anak usia sekolah tentang kesehatannya.
5) Kebutuhan keamanan:
a. Anak usia sekolah yang kesehariannya tidak mendapat pengawasan dari
orangtua.
b. Tidak menggunakan pengaman (helm, sabuk pengaman) saat bersepeda
atau kendaraan bermotor.
c. Bersekolah/tinggal melewati jalan raya, kereta, atau sungai.
d. Mendapat perlakuan kasar dari orang tua atau guru baik penganiayaan
fisik, mental, seksual maupun social.
e. Mendapat pelakuan kasar dari sekelompok teman.
f. Bahaya pemerkosaan.
6) Merokok atau minum alkohol pada anak usia sekolah.
7) Pengaruh lingkungan yang tidak kondusif:: tinggal didaerah rawan bencana dan
konflik.

8. Strategi preventif

Pada dasarnya praktik keperawatan di sekolah selalu berorientasi pada upaya


pencegahantimbulnya masalah kesehatan yang dapat menganggu pada proses belajar
peserta didik dan tugasguru beserta staf. Oleh karena itu pendidikan kesehatan dijadikan
unsur utama dalam model praktik. Strategi yang dilakukan sebagai upaya preventif
meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Strategi pencegahan Primer. Strategi ini diawali dengan program pendidikan formal
yangkurikulumnya telah distandarisasi, kemudian berkolaborasi dengan personel
lainnyadalam melakukan pengkajian lingkungan dan selanjutnya mendidik peserta
didik secaraindividual tentang kesehatan
b. Strategi Pencegahan sekunder. Melakukan deteksi dini untuk mengindetifikasi
pesertadidik yang potensial berisiko dengan cara melakukan pemeriksaan pada data :
 Absensi
 Putus sekolah
 Peserta didik yang mudah mengalami insiden
 Status kesehatan fisik, mental dan emosionale.
 Pemantauan situasi dalam ruang/kelas
c. Strategi pencegahan tersier. Strategi ini bertujuan untuk mencegah dan
memperbaikikondisi yang tidak diharapkan termasuk pada guru dan karyawan yang
ada di sekolahtersebut
9. Upaya Kesehatan Anak Usia Sekolah

10. Berdasarkan Profil


Kesehatan Indonesia
tahun 2015 mulai masuk
11. sekolah merupakan hal
penting bagi tahap
perkembangan anak.
Banyak
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 mulai masuk
sekolah merupakan hal penting bagi tahap perkembangan anak. Banyak
masalah kesehatan terjadi pada anak usia sekolah, seperti misalnya
pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi dengan
baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun, karies gigi,kecacingan,
kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi. Pelayanan kesehatan
pada anak termasuk pula intervensi pada anak usia sekolah.
Anak usia sekolah merupakan sasaran yang strategis untuk
pelaksanaan program kesehatan, karena selain jumlahnya yang besar, merekajuga
merupakan sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir denganbaik. Sasaran
dari pelaksanaan kegiatan ini diutamakan untuk siswaSD/sederajat kelas satu.
Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan oleh tenagakesehatan bersama tenaga
lainnya yang terlatih (guru UKS/UKSG dan dokterkecil).
1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sekumpulanperilaku
yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasilpembelajaran, yang
menjadikan seseorang, keluarga, kelompo ataumasyarakat mampu menolong
dirinya sendiri (mandiri) di bidangkesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat. Dibidang pencegahan dan penanggulangan penyakit
serta penyehatanlingkungan harus diprakagakan perilaku mencuci tangan dengan
sabun,pengelolaan air minum dan makanan yang memenuhi
syarat,menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, pengelolaan limbahcair
yang memenuhi syarat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokokdi dalam ruangan
dan lain-lain. Di bidang kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana harus
dipraktikkan perilaku meminta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
menimbang balita setiap bulan,mengimunisasi lengkap bayi, menjadi akseptor
keluarga berencana danlain-lain. Di bidang gizi dan farmasi harus dipraktikkan
perilaku makan dengan gizi seimbang, minum Tablet Tambah Darah selama
hamil, memberi bayi air susu ibu (ASI) eksklusif, mengonsumsi Garam Beryodium
dan lain-lain. Sedangkan di bidang pemeliharaan kesehatan harus dipraktikkan
perilaku ikut serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus
dan atau memanfaatkan upaya kesehatanbersumberdaya masyarakat (UKBM),
memanfaatkan Puskesmas danfasilitas pelayanan kesehatan lain dan lain-lain.
(Kemenkes RI, 2011)
Manusia hidup di berbagai tatanan, yaitu berbagai tempat
atausystem social dimana ia elakukan kegiatan sehari-harinya. Di
setiaptatanan, factor-faktor individu, lingkungan fisik dan lingkungan
socialberinteraksi dan menimbulkan dampak terhadap kesehatan. (KemenkesRI,
2011)
Telah di tetapkan adanya lima tatanan, yaitu salah satunya tatanandi institusi
pendidikan (kampus, sekolah, pesantren, seminari, padepokandan lain-lain), sasaran
primer harus mempraktikkan perilaku yang dapatmenciptakan Institusi Pendidikan
Ber-PHBS, yang mencakup antara lainmencuci tangan menggunakan sabun,
mengonsumsi makanan danminuman sehat, menggunakan jamban sehat,
membuang sampah ditempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi
Narkotika, Alkohol,Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), tidak meludah
sembarangtempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain. (Kemenkes RI, 2011).
Namun demikian, fokus pembinaan adalah pada PHBS tatananrumah
tangga. Dalam Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup bersih danSehat
(Kemenkes RI, 2011) berdasarkan pada rapat Koordinasi PromosiKesehatan Tingkat
Nasional, pada tahun 2007 indikator PHBS di RumahTangga di ubah menjadi
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,memberi bayi ASI eksklusif,
menimbang balita setiap bulan,menggunakan air besih, mencuci tangan
dengan sabun, menggunakanjamban sehat, memberantas jentik nyamuk,
mengonsumsi buah dan sayursetiap hari, melakukan aktivitas fisik setap hari
dan tidak merokok didalam rumah.

2. Pemberian Asupan gizi Seimbang

Golongan umur ini sudah mempunyai daya tahan tubuh yangcukup.


Mereka jarang terjangkit infeksi atau penyakit gizi. Tetapi kebutuhan nutrien
justru bertambah, karena mereka sering melakukanberbagai aktivitas, seperti
bermain di luar rumah, olahraga, pramuka, dankegiatan sekolah lainnya. Kebutuhan
energi pada golongan umur 10-12tahun lebih besar daripada golongan umur 7-9
tahun, karena pertumbuhanyang lebih pesat dan aktivitas yang lebih banyak. Sejak
umur 10-12 tahunkebutuhan energi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan.
Selainitu, anak perempuan yang sudah haid memerlukan tambahan protein
danmineral besi (Markum, dkk, 2002).

Tujuan pemberian makan pada bayi dan anak adalah : 1)Memberikan nutrien
yang cukup sesuai dengan kebutuhan, yangdimanfaatkan untuk tumbuh
kembang yang optimal, penunjang berbagaiaktivitas, dan pemulihan kesehatan
setelah sakit, dan 2) Mendidikkebiasan makan yang baik, mencakup
penjadwalan makan, belajarmenyukai, memilih, dan menentukan jenis
makanan yang bermutu(Markum, dkk, 2002).

Makan bersama dengan anggota keluarga tetap dianjurkan untukmenjalin


keakraban keluarga. Beberapa anak kurang menyukai makanandi rumah dan lebih
banyak jajan di luar karena itu harus pandai-pandaimemilih dan menghidangkan
makanan di rumah. Namun sewaktu-waktuanak dapat makan di luar bersama
keluarga (Markum, dkk , 2002).

3. Menjaga kebersihan gigi dan mulut


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 93dan 94,
dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukanuntuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalambentuk peningkatan kesehatan gigi,
pencegahan penyakit gigi, pengobatanpenyakit gigi, dan pemulihan kesehatan gigi
yang dilakukan secaraterpadu, terintegrasi dan berkesinambungan dan
dilaksanakan melaluipelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan
gigimasyarakat, usaha kesehatan gigi sekolah, serta pemerintah danpemerintah
daerah wajib menjamin ketersediaan tenaga, fasilitaspelayanan, alat dan obat
kesehatan gigi dan mulut dalam rangkamemberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
yang aman, bermutu,dan terjangkau oleh masyarakat. (Kemenkes RI, 2012).
Kebersihan mulut dan gigi bertujuan untuk mencegah terbentuknyaplak. Plak
adalah transparan dan melekat pada gigi, khususnya dekatdasar kepala gigi dan
melekat pada gigi atau plak merupakan lapisanlengket pada gigi yang
mengandung bakteri dan sisa makanan yangterbentuk pada gigi, menjelaskan bahwa
plak yang menempel pada celah-celah dan fissure gigi akan menghasilkan zat asam (acis)
yang apabilatidak teratur di bersihkan, secara perlahan akan merusak gigi, plak
akanmelapisi permukaan enamel gigi, dan pada akhirnya menyebabanpenyakit gusi
(periodontal disease). Plak juga dapat menyebabkan tanggalnya gigi. Menggososk gigi
dan flossing dapat membersihkan plakmenempel pada gigi. (Potter, Patricia A, 2005)
Gigi adalah bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisinyabahan organic dan
airnya sedikit sekali, sebagian besar terdiri dari bahananorganik sehingga tidak mudah
rusak, terletak dalam rongga mulut yangterlindungi dan basah oleh air liur (Kemenkes RI,
2014).
Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut padasebagian
besar penduduk Indonesia. Di banyak negara, sebagian besarkaries pada anak-anak
masih tidak diobti sehingga mengakibatkan sakitgigi, penyakit pulpa, ulserasimukosa di
jaringan sekitarnya, abses dan fistula. Kondisi ini dapat berdampak pada kesehatan
umumanak. Di seluruhdunia, karies berkontribusi 15 kali lebih tinggi sebagai beban
penyakitdisabilityadjusted life year (DALY) dibandingkan dengan penyakitperiodontal.
Keterbatasan (disable) berarti rasa sakit danketidaknyamanan serta kurangnya
perawatan diri, sering tidak masuksekolah, gangguan kognisi, terganggunya
kegiatan interpersonal,gangguan tidur dan berkurangnya energi. (Kemenkes RI, 2012).
Survei Nasional Riskesdas 2007 melaporkan sebesar 75%penduduk
Indonesia mengalami riwayat karies gigi; dengan rata-ratajumlah kerusakan gigi
sebesar 5 gigi setiap orang, diantaranya 4 gigisudah dicabut ataupun sudah tidak
bisa dipertahankan lagi, sementaraangka penumpatan sangat rendah (0,08 gigi per
orang). Juga dilaporkanpenduduk Indonesia yang menyadari bahwa dirinya bermasalah
gigi danmulut hanya 23%, dan diantara mereka yang menyadari hal itu, hanya30% yang
menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga profesionalgigi. Ini berarti effective
demand untuk berobat gigi sangat rendah, yaituhanya 7%. Temuan selanjutnya adalah
angka keperawatan yang sangatrendah, terjadinya keterlambatan perawatan yang
tinggi, sehinggakerusakan gigi sebagian besar berakhir dengan pencabutan.
(KemenkesRI, 2012).
Pendekatan WHO saat ini untuk upaya pelayanan kesehatan gigidilakukan dengan
pendekatan Basic Package of Oral Care (BPOC) atau Paket Dasar Pelayanan Kesehatan
Gigi dan Mulut di puskesmas,(Kemenkes RI, 2012) yang terdiri dari:
a. Penanganan Kegawatdaruratan Gigi dan Mulut (Oral UrgentTreatment/OUT)
yang terdiri atas 3 elemen mendasar:
1) Tindakan mengurangi rasa sakit melalui tindakan pemberian obat-obatan dan
perawatan penambalan gigi
2) Pertolongan pertama infeksi gigi dan mulut serta trauma gigi danjaringan
penyangga
3) Rujukan untuk kasus-kasus yang kompleks
b. Tersedianya Pasta Gigi yang mengandung fl uoride dengan hargaterjangkau
(Aff ordable Fluoride Toothpaste/AFT) dan
c. Penambalan gigi dengan invasi minimal (tanpa bur)/AtraumaticRestorative
Treatment (ART).
Situasi di sebagian besar negara belum berkembang dan sejumlahkomunitas kurang
mampu di negara maju membutuhkan perubahandalam metode pelayanan kesehatan
gigi dan mulut. Pelayanan kesehatangigi dan mulut konvensional harus diganti kan dengan
pelayanan yangmengikuti prinsip-prinsip Oral Health Care. (Kemenkes RI, 2012)

Berbagai macam masalah yang muncul pada anak usia sekolah, namun masalah yang
biasanya terjadi yaitu masalah kesehatan umum. Masalah kesehatan umum yang terjadi pada
anak usia sekolah biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti
gosok gigi yang baik dan benar, kebersihan diri, serta kebiasaan cuci tangan pakai sabun
(Permata, 2010). Upaya pemerintah dalam meng- atasi masalah tentang kebersihan yaitu
dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/ X/2004
tentang Visi Promosi Kesehatan RI adalah “Perilaku Hidup Bersih Sehat 2010” atau “PHBS
2010”. PHBS terdiri dari beberapa indikator khususnya PHBS tatanan sekolah yaitu mencuci
tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun, mengonsumsi jajanan di warung/
kantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih & sehat, olahraga yang teratur dan terukur,
memberantas jentik nyamuk, tidak merokok, menimbang berat badan dan mengukur tinggi
badan setiap bulan, dan membuang sampah pada tempatnya (Depkes, 2005). Salah satu
wadah untuk mengembangkan promosi PHBS anak usia sekolah adalah layanan Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan UKS di tinjau dari segi sarana dan prasarana,
pengetahuan, sikap peserta didik di bidang kesehatan, warung sekolah, makanan sehari-
hari/gizi.

Kesehatan (2008) menjelaskan tujuan umum dari UKS adalah meningkatkan mutu
pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat serta derajat kesehatan peserta didik maupun warga belajar, dan menciptakan
lingkungan sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis
dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.

Keberhasilan pelaksanaan program kerja UKS tergantung dari keberhasilan masing-


masing program kerja UKS. Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), program kerja UKS
meliputi tiga unsur yaitu pendidikan kesehatan di sekolah, pelayanan kesehatan di sekolah
dan pembinaan lingkungan sekolah yang sehat yang terwujud dalam Trias UKS. Terciptanya
kondisi lingkungan yang mendukung terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar tersebut
diharapkan dapat berdampak terhadap meningkatnya presatasi belajar yang akan dicapai oleh
siswa.
BAB 3

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Data Komunitas

1) Demografi : Jumlah anak usia sekolah keseluruhan, jumlah anak usia sekolah
menurut jenis kelamin, golongan umur.
2) Etnis : suku bangsa, budaya, tipe keluarga.

3) Nilai, kepercayaan dan agama : nilai dan kepercayaan yang dianut oleh anak usia
sekolah berkaitan dengan pergaulan, agama yang dianut, fasilitas ibadah yang ada,
adanya organisasi keagamaan, kegiatan-kegiatan keagamaan yang dikerjakan oleh
anak usia sekolah.
b. Data Subsystem

Delapan subsitem yang dikaji sebagai berikut :

1) Lingkungan Fisik

Inspeksi : Lingkungan sekolah anak usia sekolah, kebersihan lingkungan, aktifitas


anak usia sekolah di lingkungannya, data dikumpulkan dengan winshield survey
dan observasi.
Auskultasi : Mendengarkan aktifitas yang dilakukan anak usia sekolah dari guru
kelas, kader UKS, dan kepala sekolah melalui wawancara.
Angket : Adanya kebiasaan pada lingkungan anak usia sekolah yang kurang baik
bagi perkembangan anak usia sekolah. Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial

Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus anak usia sekolah, bentuk pelayanan


kesehatan bila ada, apakah terdapat pelayanan konseling bagi anak usia sekolah
melalui wawancara.
2) Ekonomi

Jumlah pendapatan orang tua siswa, jenis pekerjaan orang tua siswa, jumlah
uang jajan para siswa melalui wawancara dan melihat data di staff tata usaha
sekolah.
3) Keamanan dan transportasi.

 Keamanan : adanya satpam sekolah, petugas penyebarang jalan.


 Transportasi Jenis transportasi yang dapat digunakan anak usia sekolah, adanya
bis sekolah untuk layanan antar jemput siswa
4) Politik dan pemerintahan

Kebijakan pemerintah tentang anak usia sekolah, dan tata tertib sekolah yang
harus dipatuhi seluruh siswa.
5) Komunikasi

 Komunikasi formal Media komunikasi yang digunakan oleh anak usia sekolah
untuk memperoleh informasi pengetahuan tentang kesehatan melalui buku dan
sosialisasi dari pendidik.
 Komunikasi informal Komunikasi/diskusi yang dilakukan anak usia sekolah
dengan guru dan orang tua, peran guru dan orang tua dalam menyelesaikan dan
mencegah masalah anak sekolah, keterlibatan guru dan orang tua dan lingkungan
dalam menyelesaikan masalah anak usia sekolah.
6) Pendidikan

Terdapat pembelajaran tentang kesehatan, jenis kurikulum yang digunakan


sekolah, dan tingkat pendidikan tenaga pengajar di sekolah.

7) Rekreasi

Tempat rekreasi yang digunakan anak usia sekolah, tempat sarana penyaluran
bakat anak usia sekolah seperti olahraga dan seni, pemanfaatannya, kapan waktu
penggunaan
c. Pengkajian yang berhubungan dengan anak usia sekolah

1) Identitas anak.

2) Riwayat kehamilan dan persalinan.

3) Riwayat kesehatan bayi sampai saat ini.

4) Kebiasaan saat ini (pola perilaku dan kegiatan sehari-hari).

5) Pertumbuhan dan perkembangannya saat ini (termasuk kemampuan


yang telah dicapai).
6) Pemeriksaan fisik.

7) Lengkapi dengan pengkajian fokus

 Bagaimana karakteristik teman bermain.

 Bagaimana lingkungan bermain.

 Berapa lama anak menghabiskan waktunya disekolah.

 Bagaimana stimulasi terhadap tumbuh kembang anak dan adakah sarana


yang dimilikinya.
 Bagaimana temperamen anak saat ini.

 Bagaiman pola anak jika menginginkan sesuatu barang.

 Bagaimana pola orang tua menghadapi permintaan anak.

 Bagaimana prestasi yang dicapai anak saat ini.

 Kegiatan apa yang diikuti anak selain di sekolah.

 Sudahkah memperoleh imiunisasi ulangan selama disekolah.

 Pernahkah mendapat kecelakaan selama disekolah atau dirumah saat bermain.


 Adakah penyakit yang muncul dan dialami anak selama masa ini.
 Adakah sumber bacaan lain selain buku sekolah dan apa jenisnya.
 Bagaimana pola anak memanfaatkan waktu luangnya.
 Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

a. Diagnosa keperawatan yang muncul terdapat dua sifat, yaitu :

1) Berhubungan dengan anak, dengan tujuan agar anak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal sesuai usia anak.
2) Berhubungan dengan keluarga, dengan etiologi berpedoman pada lima
tugas keluarga yang bertujuan agar keluarga memahami dan
memfasilitasi perkembangan anak
b. Masalah yang dapat digunakan untuk perumusan diagnose keperawatan yaitu
:

1) Masalah aktual/risiko

 Gangguan pemenuhan nutrisi: lebih atau kurang dari kebutuhan


tubuh.
 Menarik diri dari lingkungan sosial.

 Ketidakberdayaan mengerjakan tugas sekolah.

 Mudah dan Sering marah.

 Menurunnya atau berkurangnya minat terhadap tugas sekolah yang


dibebankan.
 Berontak/menentang terhadap peraturan keluarga.

 Keengganan melakukan kewajiban agama.

 Ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal.

 Gangguan komunikasi verbal.

 Gangguan pemenuhan kebersihan diri (akibat banyak waktu yang


digunakan untuk bermain).
2) Potensial atau sejahtera

 Meningkatnya kemandirian anak.

 Peningkatan daya tahan tubuh.

 Hubungan dalam keluarga yang harmonis.

 Terpenuhinya kebutuhan anak sesuai tugas perkembangannya.

 Pemeliharaan kesehatan yang optimal

3. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Aktual

Perubah hubungan keluarga yang berhubungan dengan ketidakmampuan


keluarga merawat anak yang sakit.
Tujuan: Hubungan keluarga meningkat menjadi harmonis dengan
dukungan yang adekuat.
Intervensi:

1) Diskusikan tentang tugas keluarga.

2) Diskusikan bahaya jika hubungan keluarga tidak harmonis saat


anggota keluarga sakit.
3) Kaji sumber dukungan keluarga yang ada disekitar keluarga.

4) Ajarkan anggota keluarga memberikan dukungan terhadap upaya


pertolongan yang telah dilakukan.
5) Ajarkan cara merawat anak dirumah.

6) Rujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai kemampuan keluarga

b. Resiko/resiko tinggi

Resiko tinggi hubungan keluarga tidak harmonis berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga mengenal masalah yang terjadi pada anaknya.
Tujuan: ketidakharmonisan keluarga menurun

Intervensi:

1) Diskusikan faktor penyebab ketidak harmonisan keluarga.

2) Diskusikan tentang tugas perkembangan keluarga.

3) Diskusikan tentang tugas perkembangan anak yang harus dijalani.

4) Diskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada anak.

5) Diskusikan tentang alternatif mengurangi atau menyelesaikan


masalah.
6) Ajarkan cara mengurangi atau menyelesaikan masalah.

7) Beri pujian bila keluarga dapat mengenali penyebab atau mampu


membaut alternatif.
c. Potensial atau sejahtera

Meningkatnya hubungan yang harmonis antar anggota keluarga. Tujuan:


dipertahankanya hubungan yang harmonis.
Intervensi:

1) Anjurkan untuk mempertahankan pola komunikasi terbuka pada


keluarga.
2) Diskusikan cara-cara penyelesaian masalah dan beri pujian atas
kemampuannya.
3) Bantu keluarga mengenali kebutuhan anggota keluarga (anak usia
sekolah).
4) Diskusikan cara memenuhi kebutuhan anggota keluarga tanpa
menimbulkan masalah.
BAB 4
PENUTUP

Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang


merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public
health) dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta
mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan
tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan
terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok serta masyarakat
sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan (nursing process) untuk
meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu
mandiri dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2006).
Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan keperawatan
yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan
dalam rangka memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok serta
masyarakat melalui langkah-langkah seperti pengkajian, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi keperawatan (Wahyudi, 2010).
Dalam proses keperawatan komunitas terdapat 3 sasaran dalam
memberikan asuhan keperwatan , yaitu individu, keluarga dan kelompok.
Dalam kelompok khusus, salah satunya terdapak asuhan keperawatan
komunitas pada kelompok anak usia sekolah. Dimana menurut Wong (2008),
anak sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi
pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung
jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka,
teman sebaya, dan orang lainnya.
Banyak masalah kesehatan terjadi pada anak usia sekolah, seperti
misalnya pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti
menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun,
karies gigi, kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah
gizi. Oleh karena itu pelayanan kesehatan pada anak termasuk intervensi yang
harus diperhatikan oleh perugas kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Dharma, A., & Andryanto, M. (2010). Pengantar Psikologi . Jakarta:

Erlangga. Gunarsa, D. S. (2016). Psikologi Praktis: Dari Anak Sampai Usia

Lanjut. Jakarta:
PT. BPK Gunung Mulia.

Moehji, S. (2009). Nutritional Science. Jakarta: Publisher of Sinar Sinarti

Papas. Santrock, J. W. (2017). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada

Media Group.

Supariasa, & Hardiansyah. (2016). Nutrition Theory & Application. Jakarta:


Book EGC Medicine.

Yusuf, S. (2016). Psychology of Child and Adolescent Development.


Bandung: PT. Teen Rosdakarya.

Kartono, Kartini, 2011. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Sunarto,Kamanto,2000, Pengantar Sosiologi, Edisi Revisi,

Jakarta. Sarwono. 2011. Psikologi Remaja.Edisi Revisi.

Jakarta: Rajawali Pers.

Abdul .Wahib Dan Mustaqim, 1991. Psikologi Pendidikan,.Jakarta: Rineka


Cipta.

Wilis, S.S. 2012. REMAJA DAN MASALAHNYA mengupas Berbagai


Bentuk Kenakalan Remaja, Narkoba, Free Sex, dan
Pemecahannya. Bandung : Afabeta

Fitri D, N, A. (2018). “SELF ESTEEM PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR


UNTUK PENCEGAHAN KASUS BULLYING”. Malang. Jurnal Pemikiran
dan Pengembangan SD.

Prasetyo, Y.B. dkk. 2014. Pelaksanaan Program Usaha Kesehatan Sekolah


Dalam Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Pada Anak Usia
Sekolah Dasar di Lombok Timur. Jurnal Kedokteran Yarsi 22 (2)
: 102-113
http://scholar.unand.ac.id/41305/5/kti%20full%20isny.pdf

Anda mungkin juga menyukai