Pada tingkat populasi, korelasi positif yang kuat antara IMT dengan kandungan lemak
tubuh telah dilaporkan secara luas.[3] Di lain pihak, pada tingkat individu terdapat
variasi yang cukup besar dalam hal kandungan lemak tubuh. Salah satu penelitian pada
subyek sehat dengan IMT normal (24 kg/m2) menunjukkan bahwa kandungan lemak
tubuh subyek bervariasi antara 8% sampai 38% pada pria dan 30% sampai 44% pada
wanita.[4] Hal ini berarti bahwa seseorang dengan IMT normal dapat mempunyai
kandungan lemak tubuh yang tinggi dengan massa otot yang rendah atau sebaliknya
mempunyai massa otot yang tinggi dengan kandungan lemak yang normal, seperti
yang sering ditemukan pada atlet.
Prevalensi obesitas di dunia dipantau oleh WHO berdasarkan data IMT yang
dikumpulkan dari survey atau studi populasi yang mencantumkan berat dan tinggi
badan, baik yang diukur maupun yang dilaporkan oleh subyek. Pada tahun 2014, lebih
dari 1,9 miliar orang dewasa mengalami kelebihan berat badan (overweight), dan 600
juta orang mengalami obesitas. Secara keseluruhan, 39% orang dewasa (38% pria dan
40% wanita) usia 18 tahun ke atas mengalami overweight dan 13% (11% pria dan 15%
wanita) mengalami obesitas. Angka ini meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding
prevalensi tahun 2008.[5]
Angka obesitas di Indonesia juga terus meningkat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas), pada laki-laki dewasa terjadi peningkatan prevalensi obesitas dari
13,9% pada tahun 2007 menjadi 19,7 % pada tahun 2013. Pada wanita dewasa terjadi
peningkatan yang cukup ekstrim yaitu dari 14,8% pada tahun 2007 menjadi 32,9 %
pada tahun 2013.[6]
Tabel 1. Klasifikasi status berat badan berdasarkan IMT pada populasi umum dan
populasi Asia (diadaptasi dari WHO).[1,9]
Etiologi dan faktor-faktor determinan
Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin dan faktor etnik
berpengaruh terhadap terjadinya obesitas. Prevalensi obesitas meningkat dengan
bertambahnya usia, dengan puncaknya terjadi pada usia sekitar 60 tahun.[7] Secara
khusus wanita mempunyai persentase kandungan lemak tubuh yang lebih tinggi
daripada pria, dan juga mempunyai distribusi lemak yang berbeda yaitu mempunyai
lemak subkutan yang lebih tinggi daripada lemak viseral.[8] Faktor etnik juga perlu
diperhatikan oleh karena IMT 20-25 kg/m2 yang merupakan IMT normal dan sehat pada
populasi Kaukasian, ternyata berkorelasi dengan kandungan lemak yang lebih tinggi
dan peningkatan risiko penyakit pada kelompok etnik yang berbeda, khususnya
populasi Asia. Hal ini menyebabkan WHO membuat nilai cut-off yang berbeda untuk
berat badan lebih dan obesitas pada populasi Asia (Tabel 1).[9]
Adanya hasil penelitian bahwa overweight dan obesitas bersifat cluster dalam area
tertentu menunjukkan bahwa faktor lingkungan merupakan determinan penting pada
obesitas. Faktor-faktor lingkungan yang bersifat ‘obesogenik’ seperti ketersediaan dan
kemudahan dalam mengakses tempat penjualan makanan tidak sehat (makanan tinggi
lemak, junk food) dan sebaliknya ketidaknyamanan dalam mengakses tempat
penjualan buah dan sayuran merupakan hal-hal yang memfasilitasi terjadinya obesitas.
[11]
Selain faktor lingkungan, terdapat faktor predisposisi genetik terhadap obesitas. Upaya
yang dilakukan untuk memahami basis genetik obesitas telah mengidentifikasi berbagai
gen yang berhubungan dengan sindrom obesitas. Studi genetik dalam satu dekade
terakhir menemukan adanya 227 varian genetik yang tercakup dalam berbagai jalur
biologis yang berbeda (sistem saraf pusat, pengecapan dan pencernaan makanan,
diferensiasi adiposit, pensinyalan insulin, metabolisme lipid, biologi otot dan hepar,
mikrobiota usus) telah dihubungkan dengan obesitas poligenik.[12]
Salah satu hipotesis penyebab terjadinya obesitas, yang dikenal sebagai teori thrifty
gene menjelaskan bahwa beberapa populasi mempunyai gen-gen yang meningkatkan
penyimpanan lemak pada saat starvasi sebagai mekanisme pertahanan hidup. Pada
fase awal sejarah manusia, ketika manusia harus bersusah payah untuk mendapatkan
makanan dan tergantung pada ketersediaan makanan sedangkan pada sisi lain banyak
mengeluarkan energi, gen ‘hemat’ ini membantu manusia untuk bertahan hidup. Pada
situasi saat ini, ketika sumber makanan berlimpah, ekspresi gen tersebut menyebabkan
terjadinya penumpukan lemak yang berlebihan, memicu terjadinya obesitas dan
keadaan lain seperti diabetes melitus tipe 2.[13]
Hipotesis lain yang menjelaskan mekanisme terjadinya obesitas adalah teori fetal origin.
Menurut teori ini, status gizi ibu dan pertumbuhan janin yang buruk merupakan faktor
risiko berkembangnya penyakit kronis yang mempengaruhi pemrograman struktur,
fisiologi, dan metabolisme tubuh. Sebagai akibatnya, setelah lahir terjadi kegagalan
dalam pensinyalan sistem saraf pusat yang mengatur nafsu makan, asupan energi dan
berat badan yang memicu terjadinya obesitas.[13]
Daftar Rujukan
1. World Health Organization. Obesity: preventing and managing the global epidemic.
Report of a WHO consultation. WHO Technical Series 894. Geneva. 2000: 1-253.
3. Okorodudu DO, Jumean MF, Montori VM, Romero-Corral A, Somers VK, Erwin PJ et
al. Diagnostic performance of body mass index to identify obesity as defined by body
adiposity: a systematic review and meta-analysis. Int J Obes 2010; 34: 791-799.
4. Thomas EL, Frost G, Taylor-Robinson SD, Bell JD. Excess body fat in obese and
normal-weight subjects. Nutr Res Rev 2012; 25: 150–161.
8. Karastergiou K, Smith SR, Greenberg AS, Fried SK. Sex differences in human
adipose tissues – the biology of pear shape. Biol Sex Differ 2012; 3: 1-12.
9. World Health Organization. Appropriate body-mass index for Asian populations and
its implications for policy and intervention strategies. Lancet 2004; 363: 157-163.
10. Kant AK, Graubard BI. Secular trends in patterns of self-reported food consumption
of adult Americans: NHANES 1971-1975 to NHANES 1999–2002. Am J Clin Nutr 2006;
84(5): 1215-1223.
12. Pigeyre M, Yazdi FT, Kaur Y, Meyre D. Recent progress in genetics, epigenetics
and metagenomics unveils the pathophysiology of human obesity. Clin Sci 2016;
130(12): 943-986.
13. González H. Managing Patients with Obesity, Springer: Switzerland, 2016; pp:23-
29.
JURNAL GIZI
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Obesitas saat ini merupakan permasalahan yang mendunia. Org
anisasi
Kesehatan Dunia (WHO) telah mendeklarasikan obesitas sebagai epidemik global.
Menurut Lembaga Obesitas Internasional di
London Inggris
dalam
Wandansari
(2007
) di
perkirakan sebanyak 1,7 milyar orang di bumi ini mengalami kelebihan
berat badan. Preva
lensinya meningkat tidak hanya di negara
-
negara maju, tetapi
juga di negara
–
negara berkembang ter
masuk Indonesia
.
Obesitas adalah keadaan dimana terdap
at penimbunan kelebihan lemak
dalam tubuh
. Umumnya, obesitas
dapat
ditentukan menggu nakan indeks mass
a
tubuh (IMT)/
Body Mass Index
(BMI), yaitu perbandingan berat badan (dalam
kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Pada usia 0
-
20 tahun,
indeks massa tubuh ditentukan dengan memplot IMT menggunakan grafik indeks
-
massa
-
tubuh CDC 2000, yaitu di
atas persentil
ke-95
. Sedangkan pada usia lebih
dari 20 tahun, menurut kriteria WHO untuk kawasan Asia Pasifik, obesitas
ditentukan jika IMT > 25
.
Penelitian
di Indonesia
tentang obesitas
masih sedikit
dibandingka n dengan di luar negeri
. Hal ini disebabka
n
penelitian
di Indonesia
lebih banyak difokuskan dengan masalah gizi kurang dibandingkan dengan
masalah gizi lebih
. Menurut Survey Kesehatan Nasional
pada tahun 1989
sebanyak 0,77% anak mengalami obesitas dan pada tahun 1992 meningkat
menjadi 1,26% dan meningkat lagi menjadi 4,58% pada tahun 1999
(Wandansari,
2007
).
Menurut
Sugih dalam Salim
dalam Wandansari (2007
)
jumlah penduduk
Indonesia yang mengalami obesitas menunjukkan kenaikan, pada tahun 1999 baru
15% –
20% tetapi pada tahun 2002 kejadian obesitas tersebut meningkat menjadi
22% -
24%, jadi sekitar 48
-
53 juta penduduk Indonesia mengalami obesitas.
Masalah obesitas banyak dialami oleh beberapa golongan di masyarakat, antara
lain balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa dan orang lanjut usia.
Universitas
Sumatera
Utara
Bebe
rapa survey yang dilakukan secara terpisah di beberapa kota besar
menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak sekolah dan remaja cukup
tinggi. Pada anak SD prevalensi obesitas mencapai
9,7% di Yogyakarta
dan
15,
8% di Denpasar (Wandansari, 2007
). Survey
obesitas yang dilakukan akhir
-
akhir ini pada anak remaja siswa/siswi SLTP di Yogyakarta menunjukkan bahwa
7,8% remaja di perkotaan dan 2% remaja di pedesaan
mengalami obesitas
. Angka
prevalensi obesitas di atas baik pada anak
-
anak maupun remaja dan orang
dewasa
sudah merupakan tanda peringatan bagi pemerintah dan masyarakat luas bahwa
obesitas dan segala implikasinya sudah merupakan ancaman yang serius bagi
masyarakat Indonesia khususnya di kota
-
kota besar.
Perubahan gizi pada remaja jika tidak diupayakan
perbaikannya akan
mempengaruhi kualitas masyarakat di masa mendatang. Gambaran status gizi dan
pengetahuan di masa sekarang berdampak besar pada gambaran status gizi di
masa mendatang, sehingga perlu dicari informasi mengenai gambaran
pengetahuan remaja,
khusu
s
nya siswa/siswi SMA tentang
faktor risiko peny
ebab
obesitas agar faktor
risiko tersebut dapat diidentifikasi sedini mungkin dan
ditanggu langi dengan baik.
Dari
uraian di atas
,
penulis tertarik untuk meneliti pengetahuan
siswa/siswi SMA tentang fa
ktor-
faktor risiko penyebab obesitas.
Penulis memilih
SMA Methodist
-
2 sebagai lokasi p
enelitian dikarenakan Metodhist
-
2 merupakan
sekolah swasta yang berlokasi di daerah perkotaan
dan memiliki kegiatan belajar
dan ekstrakurikuler yang cukup padat sehingga
siswa
-
siswinya memiliki peluang
yang cukup besar untuk makan di luar rumah dan mengkonsumsi makanan cepat
saji , dengan pola makan yang tidak seimbang sehingga kemungkinan terpapar
dengan faktor
-
faktor risiko penyebab obesitas juga semakin besar.
Selain i
tu,
belum pernah dilakuka n penelitian
sejenis se
belumnya pada sekolah tersebut.
Universitas
Sumatera
Utara
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana
gambaran pengetahuan siswa/siswi SMA Methodist
-2 Medan
tahun 2010
tentang
faktor
-
faktor risiko penyebab obesitas?
1.3
Tujuan Penelitian
Tu
juan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran pengetahuan siswa/siswi
kelas 1
SMA Methodist
-
2 Medan tahun 2010
tentang faktor
-
faktor risiko penyebab obesitas.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat m
emberikan manfaat untuk:
1.
Sebagai bahan tambahan kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang gizi dan kesehatan masyarakat terutama tentang hal
-
hal yang
berhubungan dengan kejadian obesitas
.
2.
Sebagai bahan informasi bagi
siswa/siswi
tentang berbagai f
aktor risiko
yang dapat menyebabkan obesitas sehingga dapat diantisipasi sejak dini.
3.
Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah t
entang
gambaran pengetahuan
siswa/siswi terhadap
fakt or
-
faktor risiko penyebab o
besitas
sehingga dapat
memberikan penyuluhan dan
pengetahuan kepada siswa/siswi
di
seko lah
mengenai obesitas
.
4.
M
engkaji secara ilmiah suatu permasalahan dengan mengaplikasikan teori
yang pernah peneliti peroleh sepanjang mengikuti kuliah dan menambah
pengetahuan peneliti tentang obesitas.
Universitas
Sumatera
Utara
HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI PADA MASYARAKAT ETNIK
MINANGKABAU DI KOTA PADANG
YOGYAKARTA
:
Mengetahui hubungan pengetahuan tentang pola makan dan aktivitas fisik dengankejadian
obesitas pada remaja (10-19 tahun) SMP BOPKRI 3 Yogyakarta.
Metode :
Penelitian ini menggunakan rancangan observasional dengan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta sebanyak 96
orang. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah sampel yang
diperoleh sebanyak 93 orang. Data primer yang dikumpulkan adalah data pengetahuan tentang
pola makan, aktivitas fisik, berat badan dan tinggi badan responden yang diperoleh dengan
menggunakan kuesioner, alat timbangan berat badan dan microtoise.
Hasil :
Sebanyak 47 (50,5%) responden memiliki pengetahuan yang tinggi tentang pola
makan.Sebanyak 40 (43,0%) responden memiliki aktivitas fisik sedang. Sebanyak 59 (63,4%)
respondentidak mengalami kejadian obesitas. Hasil analisis Chi Square hubungan antara
pengetahuantentang pola makan dengan kejadian obesitas nilai X
2
sebesar 23,43 yang lebih besar dari X
2
tabel (df=2) yaitu sebesar 5,99 dan p-value
sebesar 0,000 < α =0,05. Hasil analisis
Chi Squarehubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas diperoleh X
2
sebesar 43,15 yang lebih besar dari X
2
tabel (df=2) yaitu sebesar 5,99 dan p-value
sebesar 0,000 < α =0,05.
Kesimpulan:
Ada hubungan antara pengetahuan tentang pola makan dengan kejadian obesitas. Ada hubungan
aktivitas fisik dengan kejadian obesitas.
Kata Kunci :
ABSTRACT
Background
:Adolescent is an individual, either male or female, who is in the development period between
childhood and adulthood. A balanced and appropriate nutritional intake is needed for adolescent
to achieve an optimal growth and development. The imbalance between intake and nutritional
needs will lead to nutritional problems, either overnutrion or undernutrition. Obesity,commonly
known as overweight, is becoming a worrying problem among adolescents. According to
Nutrition Directorate, Ministry of Health Republic of Indonesia, the prevalence of
overweight and obesity in the age group of over 18 years was moderate/high in 2010. As many as
21.7% of people over 18 years old were overweight and obese. The prevalence of overweight
and obesitywas higher in female (26.9%) compared with that in male (16.3%). Meanwhile, the
prevalence of underweight and normal weight was 12.6% and 65.8%, respectively. Factors
contributing toobesity in adolescensce are lack of knowledge about dietary pattern, too little
physical activity, or both.
Objective
: To know the association between knowledge about dietary pattern and physical activitywith the
occurence of obesity in adolescence (10-19 years old) at SMP BOPKRI 3 Yogyakarta.
Method
: This study used observational design with cross sectional approach. The study population was
the entire students of VIII class at SMP BOPKRI 3 Yogyakarta, 96 students. The sampling
technique used was total sampling and the number of sample recruited was 93 subjects. The
primary data were knowledge about dietary pattern, physical activity, body weight and body
height, and collected using questionnaire, body weight measuring instrument and microtoise.
Results
; As many as 47 (50.5 %) respondents had high level of knowledge about dietary pattern. As
many as 40 (43.0 %) respondents had moderate physical activity. As many as 59
(63.4%) respondents didn’t suffer from obesity.
Statistical analysis using Chi Square on theassociation between knowledge about dietary pattern
and obesity showed X
2
value as much as23.43 that was more than X
2
tabel value (5.99) for df=2 and the p-
value was 0.000 < α =0.05.
Statistical analysis using Chi Square on the association between physical activity and
obesity showed X
2
value as much as 43.15 that was more than X
2
tabel value (5.99) for df=2 and the p-
value was 0.000 < α =0.05.
Conclusions
: There is association between knowledge about dietary pattern and obesityoccurence. There is
association between physical activity and obesity.
Keywords
:
Knowledge about dietary pattern, physical activity, obesity
.
1
Student at S1-Public Health Science Study Program, Universitas Respati Yogyakarta
2
Lecturer at Universitas Respati Yogyakarta
3
Lecturer at Universitas Respati Yogyakarta
3
PENDAHULUAN
Remaja adalah individu baik pria atau wanita yang berada pada masa/usia antara anak-anak dan
dewasa. Remaja adalah kelompok orang yang berusia 10-19 tahun. Perubahan fisik yangterjadi
karena pertumbuhan yang terjadi pada masa remaja akan mempengaruhi status kesehatandan gizi
remaja tersebut Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan psikososial.
Dalam masa pencarian identitas, remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan.Kegemaran
yang tidak lazim, seperti pilihan untuk menjadi vegetarian (
food fadism
), merupakansebagian contoh keterpengaruhan ini.
1,2
Pola makan atau pola konsumsi pangan dapatmempengaruhi status gizi seseorang. Perilaku
konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh faktor intrinsik, yaitu faktor-faktor yang berasal
dari dalam diri seseorang seperti usia, jenis kelamin, dankeyakinan serta faktor ekstrinsik, yaitu
faktor-faktor yang berasal dari luar diri seseorang sepertitingkat ekonomi, pendidikan,
pengalaman, iklan, tempat tinggal, lingkungan sosial, dankebudayaan.
3
Aktivitas fisik sering juga disebut dengan olahraga. Aktivitas fisik yang dijalankan
secaraterencana untuk berbagai tujuan, antara lain mendapatkan kesehatan, kebugaran,
rekreasi, pendidikan, dan prestasi. Remaja yang kurang melakukan aktivitas fisik sehari
–
hari,menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan energi. Oleh karena itu jika asupan energi
berlebihtanpa diimbangi aktivitas fisik yang seimbang maka seseorang remaja mudah
mengalamikegemukan.
4
Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk (
obese
) yangdisebabkan penumpukan jaringan adipose secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan
dimanaseorang memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat badan idealnya
yangdisebabkan terjadinya penumpukan lemak ditubuhnya. Pada penelitian yang dilakukan
tahun 2002-2005 terhadap 500.000 murid SMP dan SMU di California untuk mengetahui
hubungan antara jarak yang dekat pada rumah makan cepat saji di lingkungan sekolah mereka
(dapat ditempuhdengan jalan kaki) terhadap kebiasaan makan dan berat badan. Hasilnya, sekitar
28% dari peserta penelitian memiliki berat badan berlebih (
overweight
) dan 12% dari peserta adalah kegemukan(
obesitas
). Lebih dari setengah (55%) sekolah yang diteliti terletak dekat dengan restoran cepatsaji.
5,6
Prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas di Indonesia lebih banyak diderita
oleh perempuan. Laki-laki memiliki prevalensi 16,3% sedangkan perempuan memiliki
prevalensi26,9%. Sementara untuk prevalensi kurus sebesar 12,6% dan prevalensi normal
sebesar 65,8%.Survei obesitas yang dilakukan akhir-akhir ini pada anak remaja siswa/siswi SLTP
di Yogyakartamenunjukkan bahwa 7,8% remaja di perkotaan dan 2% remaja di daerah pedesaan
mengalamiobesitas.
7,8
READ PAPER
017
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa sampel lebih banyak berada pada rentang usia < 9 tahun
dibandingkan usia >9 tahun (63,4% : 36,6%). Berdasarkan jenis kelamin, sampel lebih
banyak terdiri dari anak perempuan dibandingkan laki-laki (50,5% : 49,5%).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Obesitas pada Siswa di SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai
Padang
Interpretasi f %
Underweigh 17 18,2
t
Normal 57 61,3
Overweight 9 9,7
Obesitas 10 10,8
Jumlah 93 100
Berdasarkan tabel 3 dapat disimpulkan bahwa murid yang mengalami obesitas di SD Pertiwi dan
SD Negeri 03 Alai berjumlah 10 orang (10,8%).
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa berdasarkan usia, kejadian obesitas lebih banyak didapatkan
pada anak usia >9 tahun dibandingkan dengan usia <9 tahun (14,7% : 8,5%). Berdasarkan jenis
kelamin kejadian obesitas banyak ditemukan pada anak laki-laki (13%). Tidak terdapat
hubungan antara usia anak dengan obesitas (p value = 0,489) dan tidak terdapat hubungan
antara jenis kelamin dengan obesitas (p value = 0,523).
Tabel 4. Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Obesitas pada Siswa SD Pertiwi
dan SD Negeri 03 Alai Padang
Karakteristik Interpretasi P value
PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di dua SD yaitu SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara acak. Jumlah sampel yang didapat pada penelitian ini
adalah 93 orang yang dibagi secara proportional random sampling berdasarkan jumlah
siswa pada masing-masing sekolah yang terpilih.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 93 siswa-siswi di SD Pertiwi dan SD
Negeri 03 Alai Padang didapatkan prevalensi kejadian obesitas pada anak usia sekolah
dasar adalah sebesar 10,8%. Prevalensi ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan
prevalensi obesitas pada siswa sekolah dasar di Sumatera Barat pada menurut
Riskesdas tahun 2010 yaitu sebesar 3,8%.4 Penelitian yang dilakukan di Cina
mendapatkan prevalensi obesitas pada anak usia sekolah sebesar 4,11%.11 Penelitian
yang dilakukan di negara maju seperti Kanada didapatkan prevalensi obesitas pada
siswa tingkat 5 adalah sebesar 9,9%.14
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 93 orang sampel didapatkan 46
orang (49,5%) berjenis kelamin laki-laki dan 47 orang (50,5%) berjenis kelamin
perempuan. Dari data yang didapatkan di lapangan kejadian obesitas lebih banyak
terjadi pada anak laki-laki (13%) dibandingkan dengan
252 http://jurnal.fk.unand.ac.id Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
perempuan (8,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian di beberapa sekolah dasar di
Semarang Barat yaitu kejadian obesitas lebih tinggi ditemukan pada anak laki-laki
(57,1%) dibandingkan perempuan (42,9%).12 Penelitian di Swiss juga menemukan
bahwa perbandingan kejadian obesitas pada anak laki-laki dengan anak perempuan
yaitu 6,2% : 4,2%.15 Berbeda dengan sebuah penelitian yang dilakukan di kota
Manado dari 111 anak yang dinyatakan obesitas jumlah anak perempuan yang obesitas
(57 orang) sedikit lebih banyak dibandingkan laki-laki (54 orang).16
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 93 orang sampel didapatkan data bahwa
kejadian obesitas banyak ditemukan pada rentang usia >9 tahun dibandingkan dengan
usia <9 tahun yaitu sebesar 14,7% : 8,5%. Dasar peneliti memilih usia 9 tahun sebagai
patokan umur adalah berdasarkan perhitungan statistik di mana mean umur yang
didapatkan adalah 8,89 tahun. Mean digunakan sebagai patokan untuk batasan umur
karena data statistik yang didapatkan tidak terdistribusi sempurna. Hasil ini sejalan
dengan penelitian lain yang menemukan bahwa kejadian obesitas lebih banyak dialami
anak berusia 11 tahun.17 Penelitian di Iran juga menemukan persentase obesitas
terendah adalah pada usia 7 tahun.18 Penelitian di Cina juga mendapatkan prevalensi
obesitas yang lebih tinggi pada rentang usia 10 hingga 12 tahun dibandingkan dengan
rentang usia lainnya.11
Penelitian lain yang dilakukan pada anak usia sekolah dasar di Cina mendapatkan
prevalensi tertinggi dari obesitas didapatkan pada rentang usia 7 hingga 9 tahun.19
Perbedaan usia anak yang mengalami obesitas bervariasi di setiap penelitian karena
memiliki kaitan dengan faktor-faktor predisposisi obesitas lainnya seperti ras/etnik, pola
makan, dan aktivitas fisik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 93 orang sampel yang merupakan
siswa usia sekolah dasar, tidak didapatkan hubungan antara usia anak dengan obesitas
yang terjadi pada anak (p value = 0,489). Risiko obesitas dapat terjadi pada tiap
rentang usia sekolah dasar yaitu dari 6 hingga 12 tahun sehingga usia tidak
mempengaruhi kejadian obesitas pada anak usia sekolah dasar. Namun menurut salah
satu penelitian di India kejadian obesitas akan berkurang seiring dengan pertambahan
usia karena munculnya sikap pemalu pada remaja post-pubertas dibandingkan dengan
anak-anak.20
Dari hasil penelitian yang dilakukan tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin
anak dengan obesitas (p value = 0,523). Anak laki-laki maupun anak perempuan
memiliki risiko yang sama untuk mengalami obesitas sehingga jenis kelamin anak tidak
mempengaruhi kejadian obesitas pada anak usia sekolah dasar. Namun dalam sebuah
penelitian didapatkan bahwa peningkatan tren obesitas pada anak laki-laki yang
bertolak belakang dengan stabilisasi pada anak perempuan, seperti yang juga diteliti
pada populasi dewasa.21 Sementara itu pada penelitian lain didapatkan prevalensi
obesitas yang lebih tinggi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki,
yang berkaitan dengan perbedaan sifat hormonal.13
KESIMPULAN
Prevalensi obesitas pada siswa SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai adalah sebesar
10,8%.
Tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian obesitas yang terjadi pada anak.
Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjarif DR. Obesitas pada Anak dan Permasalahannya. Dalam: Trihono PP,
Purnamawati, editor (penyunting). Hot Topics in Pediatrics II. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2002. Hlm. 219-34.
2. Ogden CL, Caroll M. Prevalence of Obesity Among Children and Adolescents:
United States, Trends 1963-1965 Through 2007-2008. NCHS; 2010. hlm. 1-5.
3. De Onis M, Blössner M. Prevalence and Trends of Overweight Among
Preschool Children in Developing Countries. The Amr J Clin Nutr.
2000;72(4);1032.
4. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta : Depkes RI. 2010.
5. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta : Depkes RI. 2007.
253 http://jurnal.fk.unand.ac.id Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
6. Musadat A. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegemukan pada
Anak Usia 6-14 Tahun di Provinsi Sumatera Selatan. Tesis, Institut Pertanian
Bogor, Bogor; 2010.
7. Arisman. Obesitas, Diabetes Mellitus, dan Dislipidemia: Konsep, Teori, dan
Penanganan Aplikatif. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
8. Nemet D, Barkan S, et al. Short- and Long-term Beneficial Effects of A
Combined Dietary-Behavioral-Physical Activity Intervention for The Treatment of
Childhood Obesity. Pediatrics. 2005;115(4);443-9.
9. Rompis J, Kaunang ED. Relationship Between Obesity and Left Ventricular
Hypertrophy in Children. Paediatr Indones. 2010;50(6);331-5.
10. Epstein LH, Paluch RA, et al. Decreasing Sedentary Behaviors in Treating
Pediatric Obesity. Arch Pediatr Adolesc Med. 2000;154;220-6.
11. Yi XQ, Yin CY, et al. Prevalence and Risk Factors of Obesity Among School-
aged Children in Xi’an, China. Eur J Pediatr. 2012;171;389-94.
12. Sari, VP. Perbedaan Prestasi Belajar Antara Anak Sekolah Dasar Penderita
Obesitas dan Status Gizi Normal (Studi Penelitian pada Siswa Sekolah Dasar
Kelas 3 – 5 di SD Nasima Kecamatan Semarang Barat Tahun 2012). JKM.
2012;1(2);627-34.
13. Mahajan PB, Purty AJ, et al. Study of Childhood Obesity Among School
Children Aged 6 to 12 years in Union Territory of Puducherry. Indian J Community
Med. 2011;36;45-50.
14. Veugelers PJ, Fitzgerald AL. Prevalence of and Risk Factors for Childhood
Overweight and
Obesity. Canadian Medical Association Journal. 2005;173(6);607.
15. Aerbeli I, Henschen I, et al. Stabilisation of the Prevalence of Childhood
Obesity in Switzerland. Swiss Med Wkly. 2010:140:w13046.
16. Lumoindong A, Umboh A, et al. Hubungan Obesitas dengan Profil Tekanan
Darah pada Anak Usia 10 – 12 Tahun di Kota Manado. Skripsi, Universitas Sam
Ratulangi, Manado; 2012.
17. Mariza YY, Kusumastuti AC. Hubungan antara Kebiasaan Sarapan dan
Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Kecamatan
Pedurungan Kota Semarang. Journal of Nutrition College; 2013;2(1);207-13.
18. Hajian-Tilaki KO, Sajjadi P, et al. Prevalence of Overweight and Obesity and
Associated Risk Factors in Urban Primary-school Children in Babol, Islamic
Republic of Iran. EMHJ. 2011:17(2).
19. Song Y, Wang HJ, et al. Secular Trends of Obesity Prevalence in Urban
Chinese Children from 1985 to 2010: Gender Disparity. PloS
ONE.2013:8(1):e53069.
20. Gupta N, Goel K, et al. Childhood Obesity in Developing Countries:
Epidemiology, Determinants, and Prevention. Endocrine Reviews. 2012:33:48-
70.
21. Serra-Majem L, Ribas-Barba L, et al. Methodological Limitation in Measuring
Childhood and Adolescent Obesity and Overweight in Epidemiological Studies :
Does Overweight Fare Better than Obesity?. Public Health Nutrition.
2007:10(10A):1112-20.
FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERHADAP OBESITAS PADA REMAJA
DI KOTA BITUNG
1
Christine Hendra
2
Aaltje E. Manampiring
2
Fona Budiarso
1
Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado
2
Bagian Kimia Fakultas Kedokteran Univ
e
rsitas Sam Ratulangi
Manado
Email:
christaliahendra@ymail.com
Abstract:
Obesity is defined as a condition of abnormal or excessive fat accumulation in
adipose tissue which can be harmful for health. The risk factors that can affect obesity in
adolescent are dietary habit, lifestyle, physical activity, environmental factor, gen
etics, health
factor, psychological and hormonal drugs. The purpose of this study was to determine the
prevalence and risk factors for obesity in adolescent. This study used
cross sectional
method
with descriptive approach, the sampling technique used in t
his study is
simple random
sampling.
Samples are 966 students which met the inclusion criteria were 15 to 18 years old,
was willing to be sampled. Data retrieval is done by measuring waist circumference.
Conclusion:
Based on the waist circumference measure
ment of 966 populations, 220 peoples
are found obese with presentation of 22,8% consisting of 59 boys with presentation 6,1% and
161 girls with presentation of 16,7%. Based on the research result, dietry habit is the most
affecting factor in obesity, follo
wed by genetic factor, lifestyle, physical activity and
environmental factor and the last are health factor and psychological.
Keywords
:
obesity, adolescents, risk factor.
Abstrak:
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kondisi akumulasi lemak yang tidak n
ormal
atau berlebihan di jaringan adiposa sampai kadar tertentu sehingga dapat merusak kesehatan.
Faktor
-
faktor risiko yang dapat menpengaruhi terjadinya obesitas pada remaja adalah pola
makan, pola hidup, aktivitas fisik, faktor lingkungan, genetik, fakto
r kesehatan, psikis dan
obat
-
obatan hormonal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor
-
faktor risiko terhadap obesitas pada remaja. Penelitian ini menggunakan metode
cross
sectional
dengan pendekatan dekskriptif. Teknik pengambila
n sampel yang digunakan adalah
dengan menggunakan cara
simple random sampling
. Sampel penelitian sebanyak 966 siswa
yang memenuhi kriteria inklusi yang berusia 15
-
18 tahun, bersedia menjadi sampel.
Pengambilan data dilakukan dengan cara pengukuran lingkar pinggang.
Simpulan:
Berdasarkan hasil pengukuran lingkar pinggang pada 966 po
pulasi didapatkan 220 orang
mengalami obesitas dengan presentasi 22,8% yang terdiri dari 59 orang laki
-
laki dengan
presentase 6,1% dan 161 orag perempuan dengan presentase 16,7%. Berdasarkan hasil
penelitian juga didapatkan bahwa pola makan merupakan fakto
r risiko paling berpengaruh
pada obesitas kemudian diikuti dengan faktor genetik, pola hidup, aktivitas fisik dan faktor
lingkungan dan yang terakhir adalah faktor kesehatan dan psikis.
Kata
kunci
: obesitas, remaja, faktor risiko.
Obesitas adalah suatu penyakit serius yang
dapat mengakibatkan masalah emosional
dan sosial. Seorang dikatakan
overweight
bila berat badannya 10% sampai dengan
20% berat badan normal, sedangkan
seseorang disebut obesitas apabila
Hendra, Manampiring, Budiarso: Faktor
-
faktor resiko...
kelebihan berat badan menca
pai lebih 20%
dari berat normal. Obesitas saat ini menjadi
permasalahan dunia bahkan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan
sebagai
epidemic global
.
1
Masalah obesitas banyak dialami oleh
beberapa golongan masyarakat salah
satunya remaja. Kelebiha
n berat badan
pada remaja telahdi hubungkan dengan
naiknya kadar insulin plasma, lipid darah,
dan kadar lipoprotein naik, dan kenaikan
tekanan darah, yang merupakan faktor yang
diketahui dihubungkan dengan morbiditas
orang dewasa akibat obesitas.
1
Obesitas
ini disebabkan karena
aktivitas fisik yang kurang, disamping
masukan makanan padat energi yang
berlebihan. Obesitas pada remaja
meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler pada saat dewasa karena
kaitannya dengan sindroma metabolik yang
terdiri dari resis
tensi
insulin/hiperinsulinemi, intoleransi
glukosa/diabetes melitus, dislipidemia,
hiperurisemia, gangguan fibrinolisis, dan
hipertensi.
1,2
Prevalensi obesitas menurut Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
meningkat jika dibandingkan dengan
Riskesdas 2010
. Angka obesitas pria pada
2010 sekitar 15 persen dan sekarang
menjadi 20 persen. Pada wanita
persentasenya dari 26 persen menjadi 35
persen.
3
Setiap orang memerlukan sejumlah
lemak tubuh untuk menyimpan energi,
sebagai penyekat panas, dan fungsi lainnya.
Rata
-
rata wanita memiliki lemak tubuh
yang lebih banyak dibandingkan pria.
Perbandingan yang normal antara lemak
tubuh dengan berat badan adalah sekitar
25
-
30% pada wanita dan 18
-
23% pada pria.
Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30%
dan pria dengan lemak
tubuh lebih dari
25% dianggap mengalami obesitas.
Seseorang yang memiliki berat badan 20%
lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat
badannya yang normal dianggap
mengalami obesitas.
4
,
5
Untuk menentukan seseorang
menderita obesitas atau tidak, cara yang
paling banyak digunakan adalah
menggunakan
Index Massa Tubuh (IMT).
IMT ditujukan dengan perhitungan
kilogram per meter kuadrat (kg/m
2
),
berkorelasi dengan lemak yang terdapat
dalam tubuh.
6
Berikut tipe obesitas berdasarkan
bentuk tubuh.
Obesitas tipe buah apel
(Apple Shape)
Tipe seperti ini biasanya
terdapat pada pria. Dimana lemak
tertumpuk di sekitar perut. Risiko
kesehatan pada tipe ini lebih tinggi
dibandingkan dengan buah pear (Gynoid
).
Obesitas tipe buah pear (Gynoid)
Tipe ini
cenderung dimiliki wanita, lemak yang ada
disimpan di sekitar pinggul dan bokong.
Risiko terhadap penyakit
pada tipe gynoid
umumnya kecil.
Obesita
s tipe Ovid
(Bentuk Kotak Buah)
Ciri dari tipe ini
adalah “besar
di seluruh bagian badan”.
Tipe Ovid umumnya terdapat pada orang
-
orang yang gemuk secara genetik.
4
,7
Faktor
-
faktor risiko terhadap obesitas
sepeti pola makan, gaya hidup, kurangnya
aktivitas dan kurangnya kesadaran pa
da
remaja jika tidak diupayakan
perbaika
nnya
akan mempengaruhi kualitas masyarakat di
masa mendatang.
8
Faktor
-
faktor seperti
lingkungan, genetik,
psikis, kesehatan, dan
juga obat
-
obatan.
9
Gambaran status gizi dan
pengetahuan di masa sekarang berdampak
besar pada gambaran status gizi di masa
mendatang, Sehingga perlu dicari informasi
mengenai faktor
-
faktor risiko terhadap
obesitas, khususnya faktor
-
faktor risiko
yang banyak muncul pada remaja
siswa/siswi SMA yang obesitas.
Penelit
i
an Setyaninggrum (2007)
memperlihatkan bahwa 34,4% responden
re
maja usia pubertas sering mengonsumsi
makanan siap saji. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara konsumsi makanan cepat
saji dengan kejadian obesitas.
10,1
1
Tujuan penelitian ini adalah untuk
m
engetahui prevalensi obesitas pa
da
remaja di Kota Bitung
, dan m
engetahui
faktor
-
faktor risiko terhadap obesitas pada
remaja di Kota Bitung.
Jurnal e
-
Biomedik (eBm),
Volume 4, Nomor 1, Januari
-
Juni
2016
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian
Cross
Sectional
dengan pendekatan dekskriptif.
Penelitian dilakukan di SMA/SMK di Kota
Bitung dari bulan Oktober 2015 sampai
Januari 2016. Populasi dalam penelitian ini
adalah remaja yang berusia 15 sampai 18
tahun di SMA/SMK di Kota Bitung.
Sampel yang diambil adalah rem
aja dengan
lingkar pinggang untuk Laki
-
laki >90 dan
Perempuan >80. Sampel diambil dengan
cara
simple random sampling
.
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan
melakukan pengukuran lingkar pinggang
secara acak terhadap 966 orang remaja
yang mewakili S
ekolah
–
sekolah
Menengah Atas di Kota Bitung yang terdiri
dari usia 15
-
18 tahun. Didapatkan 966
orang remaja yang menjadi populasi target,
berdasarkan dengan pengukuran lingkar
pinggang didapati ada 220 orang remaja
dengan obesitas, dan yang menyetujui
un
tuk diwawancarai adalah 50 orang
remaja obesitas.
Tabel 1.
Prevalensi obesitas pada remaja di
Kota Bitung
No
Jenis
Kelamin
n
Lingkar pinggang
Normal
(%)
Obesitas
(%)
1
2
L
P
382
584
966
33,4%
43,8%
77,2%
6,10%
16,7%
22,8%
Batasan ukuran Lingkar
Pinggang
berdasarkan IDF:
Laki
–
laki
: >90 cm
Perempuan
: >80 cm
Berdasarkan batasan Lingkar Pinggang
ditemukan 22,8% remaja obesitas di Kota
Bitung, dan yang bersedia untuk
diwawancarai ada 50 orang remaja
obesitas.
Berdasarkan
T
abel
2
secara
keseluruhan didapatkan faktor risiko
terjadinya obesitas yang tertinggi
disebabkan oleh faktor pola makan (PM)
dengan hasil sebanyak 49 (98%) orang, lalu
diikuti faktor riwayat keturunan (RK)
sebanyak 38 (76%) orang, kemudian faktor
aktivitas fisik
(AF) sebanyak 12 (24%)
orang dan yang paling sedikit pada faktor
psikis (P) dengan hasil sebanyak 7 (14%)
orang. Didapatkan hasil demikian karena
pada satu individu bisa terdapat lebih dari
satu faktor resiko.
Ta
bel 2
. Karakteristik responden berdasarkan
faktor
-
faktor risiko secara keseluruhan
N
(%)
PM
AF
P
RK
N
(%)
N
(%)
N
(%)
N
(%)
Total
50
49
98%
12
24%
7
14%
38
76%
BAHASAN
Penelitian yang dilakukan di Sekolah
–
sekolah Menengah Atas di Kota Bitung
pada bulan Oktober 2015
–
Januari 2016
terhadap 966 orang remaja yang berusia
15
-
18 tahun berdasarkan ukuran lingkar
pinggang ditemukan 220 orang remaja
yang mengalami obesitas yang terdiri dari
59 orang laki
-
laki dan 161 orang
perempuan.
Berdasarkan hasil pengukuran lingkar
pinggang pada 966 p
opulasi didapatkan
220 orang remaja yang mengalami obesitas
dengan presentase sebesar 22,8% yang
terdiri dari 59 orang laki
-
laki dengan
presentase 6,1% dan 161 orang perempuan
dengan presentase 16,7%, dan yang
bersedia untuk diwawancarai ada 50 orang
remaj
a obesitas.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada 50 orang terdapat 49 orang
remaja dengan presentase 98% yang
mengalami obesitas berdasarkan pola
makan. Hal ini menjelaskan bahwa pola
makan merupakan faktor risiko yang paling
berpengaruh terhad
ap obesitas pada remaja.
Kehidupan remaja di Kota Bitung
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
makanan tinggi karbohidrat, lemak, gula
serta kebiasaan mengkonsumsi makanan
siap saji. Masalah gizi atau pola makan
yang sering terjadi pada remaja adalah
Hendra, Manampiring, Budiarso: Faktor
-
faktor resiko...
ketidaksei
mbangan antar konsumsi gizi
dengan kecukupan gizi yang dianjurkan.
Remaja di Kota Bitung sering
mengkonsumsi makanan yang mengandung
tinggi karbohidrat seperti nasi dan umbi
-
umbian serta lemak yang berasal dari
gorengan yang pada dasarnya merupakan
makanan
yang digemari remaja pada
umumnya, konsumsi makanan siap saji
juga merupakan faktor yang berpengaruh
pada penumpukan lemak tubuh karena
jumlah kalori yang terdapat pada makanan
siap saji dalam sekali makan melebihi
angka kecukupan kalori harian.
1,2,9
Hasil penelitian juga didapatkan bahwa
faktor riwayat keturunan juga mempunyai
peran yang cukup besar terhadap terjadinya
obesitas pada remaja yaitu 38 orang remaja
dengan presentase 76% dari hasil penelitian
pada 50 orang remaja obesitas di Kota
Bitung, h
al ini menjelaskan bahwa faktor
genetik juga mempunyai peran dalam
terjadinya obesitas, remaja dengan obesitas
cenderung memiliki orang tua yang
obesitas.
4
,7
Faktor pola hidup, aktivitas fisik dan
lingkungan juga berperan terhadap
terjadinya obesitas, dari
hasil penelitian
terhadap 50 orang remaja obesitas
didapatkan bahwa 12 orang remaja dengan
presentase 24% yang mengalami obesitas
berdasarkan faktor pola hidup, aktivitas
fisik dan lingkungan. Remaja yang kurang
melakukan aktivitas fisik cemderung
mengala
mi obesitas karena kurangnya
aktivitas menyebabkan menumpuknya
lemak tubuh dengan berlebihan, kurangnya
aktivitas fisik yang tidak mengimbangi
asupan makan juga menjadi pemicu
terjadinya obesitas pada remaja. Kemajuan
teknologi masa kini membuat para remaj
a
lebih sering menghabiskan waktu dengan
duduk berjam
-
jam memainkan
smartphone,
main komputer dan juga menonton TV
sehingga kurangnya melakukan aktivitas
lainnya seperti bermain sepak bola atau
olahraga lainnya
1,2,10
Hasil dari penelitian juga menunjukan
b
ahwa faktor psikis mempengaruhi
terjadinya obesitas pada remaja yaitu 7
orang remaja dengan presentase 14% dari
hasil penelitian pada 50 orang remaja
obesitas, stress atau kekecewaan yang
biasanya dialami oleh remaja biasanya
mempengaruhi peningkatan nafsu
makan,
gangguan pola makan akibat stress dapat
berupa pola makan berlebihan atau nafsu
makan yang meningkat ketika menggalami
stress karena masalah yang sering terjadi
pada masa remaja.
4
,7
SIMPULAN
Prevalensi obesitas pada remaja di
Kota Bitung
berdasarkan Lingkar Pinggang
adalah sebesar 22,8% yang terdiri dari 59
orang laki
-
laki dengan presentase 6,1% dan
161 orang perempuan dengan presentase
16,7%.
Faktor
-
faktor risiko yang berpengaruh
terhadap obesitas pada remaja di Kota
Bitung yang tertinggi
adalah faktor pola
makan yaitu sebesar 98%. Faktor risiko
yang berpengaruh kedua adalah faktor
riwayat keturunan yaitu sebesar 76%.
Faktor risiko yang berpengaruh ketiga
adalah faktor pola hidup, aktivitas fisik dan
lingkungan yaitu sebesar 24%. Faktor
ri
siko lainnya adalah faktor psikis dalam
hal ini stress atau kekecewaan yaitu sebesar
14%.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian yang lebih
lanjut mengenai faktor
-
faktor risiko dan
hubungan langsung dengan obesitas dengan
menggunakan sampel yang lebih banyak
sehingga memperoleh hasil yang lebih
jelas.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Susi Muktiharti, Purwanto, Imam
Purnomo, Rosmiati Saleh
.
Fakultas
Ilmu Kesehatan, Program Studi
Kesehatan Masyarakat, Universitas
Pekalongan. Faktor Risiko Kejadian
Obesitas pada Remaja SMA Negeri
2
dan SMA Negeri 3 di Kota
Pekalongan Tah
un 2010. Diunduh
dari:
http://www.download.portalgaru
da.org/ipi21062.pdf
. Akses: 17
September 2015.
2.
Tolombot, Krisma Juliana Mazniati
.
2013. Skripsi Pr
evelensi Obesitas
Jurnal e
-
Biomedik (eBm),
Volume 4, Nomor 1, Januari
-
Juni
2016
Pada Remaja di SMP Negeri 8
Manado.
3.
Jumlah Orang Gemuk Bertambah. Diunduh
dari:
http://health.kompas.com/read/2014/0
8/20/170610223/Jumlah.
Orang.Gemu
k.Terus.Bertambah
.
Akses: 17
September 2015.
4.
Obesitas. Diunduh dari:
http://id.wikipedia.org/wiki/obesitas
.
Akses: 23 September 2015.
5.
Overweight & Obesitas sebagai suatu
Risiko Penyakit Degeneratif.
Diunduh dari:
http://fai
-
kao.com/2011
.
Akses: 23 September
2015.
6.
Sugondo S
. Obesitas. Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyak
it Dalam. Jilid III Edisi
ke
-
5.
Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
U
niversitas Indonesia; 2009. P
.
1973
-
1983.
7.
Obesitas. Diunduh dari:
http://id.scribd.com
.
Akses: 23 September 2015.
8.
Anonimous. Obesitas. Diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/...
/5/Chapter%20I.pdf
.
Akses: 18
September 2015.
9.
Supriyanto, Agus
. 2013. Obesitas, Faktor
Penyebab dan Bentuk
-
bentuk
Terapinya. Diunduh dari:
http://id.scrib.com
. Akses: 5 Oktober
2015.
10.
Adityawarman
. 2007. Hubungan Aktivitas
Fisik dengan Komposisi Tubuh pada
Remaja. Diunduh dari:
http://eprints.undip.ac.id/
22215/1/Adi
tya.pdf
.
Akses: 25 September 2015.
11.
Anonimous. 2011. Dampak Obesitas.
Diunduh dari:
http://www.strokebethesda.com
.
Akses: 30 September 2015
.
185
Jurnal MKMI
Tinjauan Pustaka II
Abdul Salam
kassar
ABSTRAK
PENDAHULUAN
e-
ti kegemukan.
24
hatan
an menjadi gemuk (
obese
pukan
adipose
adipocytes:
tubuhnya.
14
Wiardani
u-
lingkar pingang.
5
orang Asia).
23
Untuk mengukur kelebihan berat badan dan obe-
. BMI berdasar-
186
Jurnal MKMI
pat
sa dewasa
17
empe-
, ma-
rana kesehatan.
23
k-
or
an
faktor lingkungan.
23
Genetik
potalamus,
badan.
13
Kurang Gerak/Olahraga
itas
mal.
in
tabolis normal
15
1
B
AB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Obesitas merupakan masalah kesehatan yang jumla
WHO
wabah global.
[1]
Obesitas
.
[1]
Menurut
golongan, yaitu : a)
regulatory obesity
central
berbagai usia
6 tahun, mendek
(menjelang usia 12
tahun)
sia 2
.S.
mempunyai r
revalensi obesitas an
ak
yang
Eropa Tengah dan Eropa Timur. WHO melaporkan bahwa Iran merupakan
salah satu
satu dari
18 tahun adalah o
besitas.
[6]
waktu
tahun.
[7]
15 tahun meningkat 3
kali
alah
12
% atau ma
sih di atas
kegemukan di
a
tas prevalensi nasiona
selain
Selatan,
Lampung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara dan
Pa
pua Barat.
[9]
Prevalensi obesitas
15
tahun
di Indonesia
adalah
sebesar 8,3%.
[10]
ah Dasar usia 6
12
sebanyak 7%.
[11]
Sedangkan
di Semarang
tahun
7,4%.
[12]
12
karena akan berlanjut hingga usia dewasa yang dapat menjadikan faktor
risiko pneyakit
sleep apnea
Anak yang obesitas tidak hanya lebih berat dari anak seusianya, tetapi lebih
cepat matang pertumbuhan tulangnya, relatif lebih tinggi pada masa remaja
awal, tetapi
Selain itu k
payudara, menarke, pertumbuhan rambut kelamin dan ketiak juga lebih cep
at.
[3]
tubuhnya jel
ek, tidak modis, merasa rendah diri sehingga mengisolasi dari pergaulan
dengan teman
temannya.
[3]
fase pertum
buhan ditandai dengan dinamika dan mobilitas tinggi baik secara fisik,
an pencapaian prestasi
sekolah anak.
[17]
Etiologi obesitas
adalah
(biologik
dan psikologik)
maupun lingkungan.
[18, 19]
aktor
Abstra
Saat ini Indonesia dihadapkan pada masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan
penyakit
degeneratif.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan prevalensi
Penelitian ini
menggunakan pendekatan studi ekologi dan rancangan penelitian kros seksional. Populasi
penelitian adalah wilayah provinsi se Indonesia yaitu sejumlah 33 provinsi. Jumlah sampel
pulasi yang ada yaitu 33 provinsi dengan unit analisis adalah data
rata
rata prevalensi wilayah provinsi. Data yang digunakan adalah data sekunder hasil
revalens
berhubungan dengan
prevalensi obesitas
Model prediksi
(p
revalens
dan
0,31 %.
Abstract
Indonesia
has
s. They
are
under nutrition
and over
nutrition. The
trition
obesity problem. It
influence
s the case of
degenerative diseases.
h is
in the
over
15
years old
population. This research use ecology study and cross sectional design.
Population are
33 provin
ce
It use
Riskesda
data in 2007
Data analysis
er test.
Result
of
19,10 %.
Prevalence
= 15,1 + 0,31(
prevalence of fat
consumption
).
The
conclusions
of
prevalence of
fat consumption
influences
obesity prev
prevalence 1% cause
the
increase
of
Key word:
Ekowati Retnaningsih : Model Prediksi Prevalensi Obesitas Pada Penduduk Umur diatas 15
tahun di Indonesia
P
ENDAHULUAN
Di
era
globalisasi
diperlukan
l untuk dapat
bersaing dengan
manusia yang
sehat dan
handal
, harus
Status
optimal.
pada
masalah gizi g
anda. Masalah
Hasil penelitian
gan
timbulnya penyakit
(
han gizi.
penyakit
degeneratif
koroner, teka
Data
prevalensi
ain.
, metabolisme
dalam tubuh
kesehatan, pola
hidup
dan ketahanan
As
Penelitian
lemak
t menyebabkan
(gula), 5)
obatan, 9)
itas
pada umur
diatas 1
tahun,
di sua
tu wilayah provinsi
179
Weni Kurdanti,
dkk:
, Isti Suryani
1
Diana Mustikaningsih
1
ABSTRACT
Background:
The cause of obesity in adolescents is multifactorial. Increased consumption of fast food (fast food), lack of
physical activity, genetic factors, the influence of advertising, psychological factors, socioeconomic status, diet, age, and gender
are all factors that contribute to changes in energy balance and lead to obesity.
Objective:
Methods:
A case-control study with a total of 144 subjects, cases are obese adolescents
(BMI / u> + 2sd) and controls were non-obese adolescents. The independent variable is the macronutrient intake, fiber intake,
the
pattern of consumption of fast food, the consumption patterns of food / sugary beverages, physical activity, psychological
factors
(self-esteem), genetic factors, and intake of breakfast, while the dependent variable was the incidence of obesity. Data analysis
Results:
adolescent is energy intake (or = 4.69; ci: 2.12 to 10.35); fat (or = 2.34; ci: 1.19 to 4.57); carbohydrates (or = 2.64; ci: 1.34 to
5.20); the frequency of fast food (or = 2.47; ci: 1.26 to 4.83); and the morning breakfast intake (or = 5.24; ci: 2.56 to 10.71).
Conclusions:
Teens who have excessive macronutrient intake, the frequency of consumption of fast food often, physical activity
is not active, has a mom and dad with obesity status, and no breakfast, greater risk of obesity.
KEY WORDS:
ABSTRAK
Latar belakang:
Faktor penyebab obesitas pada remaja bersifat multifaktorial. Peningkatan konsumsi makanan cepat saji (
fast
food
), rendahnya aktivitas fisik, faktor genetik, pengaruh iklan, faktor psikologis, status sosial ekonomi, program diet, usia, dan
jenis kelamin merupakan faktor-faktor yang berkontribusi pada perubahan keseimbangan energi dan berujung pada kejadian
obesitas.
Tujuan:
pada remaja.
Metode:
Penelitian
case control
dengan total 144 subjek, kasus adalah remaja obesitas (IMT/U > +2SD) dan kontrol adalah remaja non-obesitas. Variabel bebas
fast food
menggunakan uji
Chi-Square
Hasil:
risiko terjadinya obesitas pada remaja adalah asupan energi (OR=4,69; CI:2,12-10,35); lemak (OR=2,34; CI:1,19-4,57);
karbohidrat
fast food
(OR=2,47; CI: 1,26-4,83); dan asupan sarapan pagi (OR=5,24; CI: 2,56-10,71).
Simpulan:
Remaja yang memiliki asupan zat gizi makro berlebih, frekuensi konsumsi
fast food
sering
memiliki ibu dan ayah dengan status obesitas, serta tidak sarapan, berisiko lebih terhadap terjadinya obesitas.
KATA KUNCI:
sarapan;
fast food
Korespondensi:
Weni Kurdanti
e-mail
:
weni.kurdanti@gmail.co
PENDAHULUAN
Halaman 179-190
180
• Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol. 11, No. 4, April 2015
Weni Kurdanti,
dkk:
lebih (
overweight
overweight
saji (
fast food
fast
food
pada remaja.
matching
sekolah atau
peer group
responden (
informed consent
informed
consent
fast food
berdasarkan
z-score
menurut
fast food
mencakup
fast food
yang dikonsumsi.
Frekuensi konsumsi
fast food
dikategorikan
fast food
≥ 24,5 (nilai
fast food
secara keseluruhan)
diperoleh dari
sejumlah makanan
fast food
rumah dengan
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat Laki-laki sebesar 47,2% dan Perempuan sebesar 52,8%.
Umur
N Umur (tahun) Jumlah (n) Persen (%)
o
1 15 41 46,1
2 16 43 48,3
3 17 5 5,6
Total 89 100
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan distribusi responden berdasarkan kelompok umur pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat beberapa proporsi kelompok umur, yaitu kelompok umur 15 tahun
sebesar 46,1%, kelompok umur 16 tahun sebesar 48,3, kelompok umur 17 tahun sebesar 5,6%.
Tingkat Kelas
N Tingkat Kelas Jumlah (n) Persen (%)
o
1 X 46 51,7
2 XI 43 48,3
Total 89 100
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada remaja di SMA Negeri
4 Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat beberapa proporsi tingkat kelas, yaitu kelas X 51,7% dan Kelas XI
48,3%.
Pekerjaan Ayah
N Tingkat Kelas Jumlah (n) Persen (%)
o
1 PNS 46 51,7
2 Pegawai Swasta 9 10,1
3 TNI/Polisi 12 13,5
4 Wiraswasta 20 22,5
5 Meninggal 2 2,2
Total 89 100
Berdasarkan tabel 3 11 menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan ayah pada remaja di SMA Negeri
4 Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat 46 orang (51,7%) yang bekerja sebagai PNS, 9 orang (10,1%) yang
bekerja sebagai pegawai swasta, 12 orang (13,5%) yang bekerja sebagai TNI/Polisi, 20 orang (22,5%) yang bekerja
sebagai wiraswasta, dan 2 orang (2,2%) yang telah meninggal.
Pekerjaan Ibu
N Tingkat Kelas Jumlah (n) Persen (%)
o
1 PNS 38 42,7
2 Pegawai Swasta 4 4,5
3 Wiraswasta 12 13,5
4 IRT 35 39.3
Total 89 100
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan ibu pada remaja di SMA Negeri 4
kendari tahun 2016
4
dari 89 responden terdapat 38 orang (42,7%) yang bekerja sebagai PNS, 4 orang (4,5%) yang bekerja sebagai
pegawai swasta, 12 orang (13,5%) yang bekerja sebagai wiraswasta, dan 35 orang (39,3%) sebagai ibu rumah
tangga.
Analisis Univariat
Status IMT (Indeks Massa Tubuh)
N Status IMT Jumlah (n) Persentase (%)
0
1 Obesitas 34 38,2
2 Tidak Obesitas 55 61,8
Total 89 100
Tabel 4 menunjukan bahwa dari 89 responden yang tergolong dalam status IMT obesitas sebanyak 34 responden
(38.2%) dan yang status IMT tidak obesitas sebanyak 55 responden (61.8%)
Pola Makan
1. Asupan Energi
N0 Status IMT Jumlah (n) Persentase (%)
1 Kurang 15 16,9
2 Cukup 52 58,4
3 Lebih 22 24,7
Total 89 100
Tabel 5 menunjukan bahwa dari 89 responden yang kategori asupan energinya kurang sebanyak 15 responden
(16.9%), yang asupan energinya cukup sebanyak 52 responden (58.4%) dan yang asupan energinya lebih sebanyak
22 responden (24,7%).
2. Frekuensi Makan
N0 Frekuensi Makan Jumlah (n) Persentase (%)
1 2 kali sehari 17 19,1
2 3 kali sehari 50 52,2
3 >3 kali sehari 22 24,7
Total 89 100
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang frekuensi makannya 2 kali sehari sebanyak 17
responden (19,1%), yang frekuensi makannya 3 kali sehari sebanyak 50 responden (56,2%) dan yang frekuensi
makannya > 3 kali sehari sebanyak 22 responden (24,7%).
Pola Konsumsi Fast Food
N0 Frekuensi Makan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Sering 55 61,8
2 Kadang-kadang 24 27,0
3 Jarang 10 11,2
Total 89 100
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa dari 89 responden pola konsumsi fast food yang sering mengkonsumsi
sebanyak 55 responden (61,8%), yang kadang-kadang mengkonsumsi sebanyak 24 responden (27%), dan yang
jarang mengkonsumsi sebanyak 10 responden (11,2%).
Pola Konsumsi Snack/kudapan
N0 Frekuensi Makan Jumlah (n) Persentase (%)
1 sering 58 65,2
2 Kadang-kadang 23 25,8
3 jarang 8 9,0
Total 89 100
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa dari 89 responden pola konsumsi snak/kudapan yang sering
mengkonsumsi sebanyak 58 responden (65,2%), yang kadang-kadang mengkonsumsi sebanyak 23 responden
(25,8%), dan yang jarang mengkonsumsi sebanyak 8 responden (9%).
Tren Makanan di Kalangan Remaja
N0 Tren Makanan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Makanan Fast Food 55 61,8
2 Makanan tradisional 34 38,2
Total 89 100
Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang lebih menyukai jenis makanan fast food sebanyak
55 responden (61.8%) dan yang lebih menyukai jenis makanan tradisional sebanyak 34 responden (38.2%)
Aktivitas Fisik
N0 Aktivitas Fisik Jumlah (n) Persentase (%)
1 Ringan 33 37,1
2 Sedang 50 56,2
3 berat 86 6,7
Total 89 100
Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang kategori aktivitas fisiknya ringan sebanyak 33
responden (37,1%), yang aktivitas fisiknya sedang sebanyak 50 responden (56,2%) dan yang aktivitas fisiknya berat
sebanyak 6 responden (6,7%).
Uang Jajan
N0 Uang Jajan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Rendah 15 16,9
2 Sedang 32 36,0
3 Tinggi 42 47,1
Total 89 100
Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang memperoleh uang jajan rendah sebanyak 15
responden (16.9%), yang memperoleh uang jajan sedang sebanyak 32 responden (36.0%) dan yang memperoleh
uang jajan tinggi sebanyak 42 responden (47,1%).
Parental Fatness
N0 Parental Fatness Jumlah (n) Persentase (%)
1 Obesitas 44 49,4
2 Tidak Obesitas 45 50,6
Total 89 100
Berdasarkan tabel 12 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang memiliki orang tua dengan kondisi tubuh
obesitas sebanyak 44 responden (49.4%) dan yang memiliki orang tua dengan kondisi tubuh tidak obesitas
sebanyak 45 responden (50.6%).
5
Durasi Tidur
N0 Durasi Tidur Jumlah (n) Persentase (%)
1 Kurang tidur 51 57,3
2 Cukup tidur 38 42,7
Total 89 100
Berdasarkan tabel 13 menunjukkan bahwa dari 89 responden dengan durasi tidur kurang sebanyak 51 responden
(57.3%) dan durasi tidur cukup sebanyak 38 responden (42.7%).
Analisis Bivariat
Hubungan Pola Makan dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Pola Makan Status IMT Jumlah ρ Value
n % n % n % 0,018
Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan pola makan kurang terdapat 15 orang
dengan yang mengalami obesitas sebanyak 4 orang (26,7%) dan yang tidak obesitas sebanyak 11 orang (73,3%).
Sedangkan proporsi responden dengan pola makan cukup terdapat 52 orang dengan yang mengalami obesitas
sebanyak 16 orang (30,8%) dan yang tidak obesitas sebanyak 36 orang (69,2%) dan proporsi responden dengan
pola makan lebih terdapat 22 orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak 14 orang (63,6%) dan yang tidak
obesitas sebanyak 8 orang (36,4%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,018. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,018) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara asupan makanan dengan obesitas
pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Aktivitas Fisik Status IMT Jumlah ρ
Value
N % n % n % 0,000
Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan aktivitas fisik ringan terdapat 33
orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak 27 orang (81,8%) dan yang tidak obesitas sebanyak 6 orang
(18,2%). Sedangkan proporsi responden dengan aktivitas fisik sedang terdapat 50 orang dengan yang mengalami
obesitas sebanyak 7 orang (14,3%) dan yang tidak obesitas sebanyak 43 orang (85,7%), dan proporsi responden
dengan aktivitas fisik berat terdapat 6 orang dengan yang mengalami obesitas tidak ada dan yang tidak obesitas
sebanyak 6 orang (100%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,000. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,000) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan obesitas pada
remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
Hubungan Uang Jajan dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Uang Jajan Status IMT Jumlah ρ
Value
n % n % n % 0,017
Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan uang jajan rendah terdapat 15 orang
dengan yang mengalami obesitas sebanyak 8 orang (53,3%) dan yang tidak obesitas sebanyak 7 orang (46,7%).
Sedangkan proporsi responden dengan uang jajan sedang terdapat 32 orang dengan yang mengalami obesitas
sebanyak 6 orang (18,8%) dan yang tidak obesitas sebanyak 26 orang (81,2%), dan proporsi responden dengan
uang jajan tinggi terdapat 42 orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak 20 orang (47,6%) dan yang tidak
obesitas sebanyak 22 orang (52,4%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,017. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,017) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara uang jajan dengan obesitas pada
remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
6
Hubungan Parental Fatness dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Parental Fatness Status IMT Jumlah ρ
Value
n % n % n % 0,004
Tabel 17 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan kondisi parental fatness obesitas
terdapat 44 orang dengan yang memiliki anak obesitas sebanyak 24 orang (54,5%) dan yang tidak obesitas
sebanyak 20 orang (45,5%), dan proporsi responden dengan kondisi parental fatness tidak obesitas terdapat 45
orang dengan yang memiliki anak obesitas sebanyak 10 orang (22,2%) dan yang tidak obesitas sebanyak 35 orang
(77,8%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,004. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,004) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara parental fatness dengan obesitas
pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Hubungan Durasi Tidur dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Durasi Tidur Status IMT Jumlah ρValue
n % n % N % 0,654
Tabel 18 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan durasi tidur kurang terdapat 51 orang
dengan yang mengalami obesitas sebanyak 21 orang (41,2%) dan yang tidak obesitas sebanyak 30 orang (58,8%),
dan proporsi responden dengan durasi tidur cukup terdapat 25 orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak
13 orang (34,2%) dan yang tidak obesitas sebanyak 25 orang (65,8%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,654. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,654) > 0,05 maka H0
diterima atau H1 ditolak sehingga dapat dimaknai bahwa tidak ada hubungan antara kurang tidur dengan obesitas
pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
Diskusi
Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Obesitas pada Siswa di SMA Negeri 4 Kendari
Pola makan dalam penelitian ini digambarkan dengan besarnya asupan energi yang dikonsumsi oleh tubuh dalam
sehari dengan menggunakan merode survei food recall 2x24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pola makan dengan kejadian obesitas pada siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Hal ini sesuai dengan
penelitian8 yang menunjukkan bahwa pola makan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian overweight
pada remaja di SMA Negeri 4 Semarang. Hal ini Sejalan dengan penelitian 9 tentang hubungan pola makan dengan
kejadian overweight pada mahasiswa STIKES Medistra Indonesia tahun 2013 dengan hasil p = 0,001 yang
menyatakan bahwa pola makan memiliki hubungan dengan kejadian overweight.
Pola makan merupakan salah satu faktor yang paling berperan dengan tingkat kejadian obesitas. Pola makan
dipengaruhi oleh asupan energi, frekuensi makan, konsumsi fast food, konsumsi snack, serta tren makanan yang
berkembang dikalangan remaja. Asupan energi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan tenaga dalam tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh prevalensi asupan energi remaja yang melebihi nilai AKG lebih besar
daripada remaja dengan nilai AKG kurang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pola konsumsi remaja dengan
berbagai pertimbangan dalam pemilihan makanan seperti lebih memilih makanan siap saji atau makanan
tradisional.
Sebagian besar remaja dalam peneliian ini lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan cepat saji atau fast food
dibandingkan makanan tradisional. Hal ini dikarenakan oleh berbagai alasan seperti rasanya yang lebih enak,
mudah didapatkan dan praktis. Selain itu pengaruh dari lingkungan yang menyebabkan remaja lebih memilih
makanan jenis fast food dibandingkan makanan tradisional. Asupan makanan yang lebih akan menyebabkan
penimbunan lemak dalam tubuh dan berdampak terhadap terjadinya obesitas jika tidak diseimbangkan dengan
aktivitas fisik yang dilakukan.
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari, hasil penelitian diperoleh prevalensi frekuensi makan lebih
dari 3 kali sehari lebih besar dibanding dengan prevalensi frekuensi makan 2 kali sehari. Hal ini dapat
mempengaruhi jumlah asupan makanan yang masuk kedalam tubuh sehingga menyebabkan penimbunan lemak
dan meningkatkan risiko terjadinya obesitas.
Dalam penelitian juga terlihat bahwa responden dengan asupan makan yang kurang atau hanya berkisar antara 70-
80% AKG dalam sehari
7
terdapat 4 orang yang mengalami obesitas dan 11 orang yang tidak mengalami obesitas. Responden yang
mengalami obesitas namun asupan makan yang diperoleh kurang dikarenakan responden dalam penelitian ini
mengaku sudah dilarang oleh orang tua mereka untuk mengkonsusmi makanan secara berlebihan. Selain itu
berdasarkan lembar FFQ terlihat bahwa mereka cenderung jarang mengkonsumsi jenis makanan fast food dan
snack hal ini dikarenakan larangan dari orang tua mereka pula.
Sedangkan untuk asupan makan lebih atau lebih dari 110% AKG dalam sehari diperoleh hasil responden yang
mengalami obesitas sebanyak 14 orang dan yang tidak mengalami obesitas sebanyak 8 orang. Responden yang
memiliki asupan makan lebih namun tidak mengalami obesitas dikarenakan aktivitas mereka yang cukup aktif dan
berdasarkan IPAQ terlihat aktivitas fisik mereka dalam kategori sedang dan ada pula yang berat.
Keadaan obesitas terjadi jika makanan sehari-harinya mengandung energi yang melebihi kebutuhan. Terutama zat
gizi makro yang menyebabkan kegemukan bila dimakan secara berlebihan. Zat gizi ini akan disimpan dalam bentuk
lemak tubuh dan akan meningkatkan berat badan secara keseluruhan. Pola makan yang dimiliki oleh remaja
diperoleh melalui proses yang menghasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dengan
berbagai pengarahan dan bimbingan dari orang tua tentang makanan yang harus dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan asupan makanan.
Pola makan yang tidak sesuai akan menyebabkan asupan makanan yang berlebihan atau sebaliknya kekurangan.
Asupan makanan yang kurang dari kebutuhan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus, sedangkan asupan
makanan yang lebih dari kebutuhan akan menyebabkan kelebihan berat badan atau overweight. Pola makan yang
berlebihan merupakan fenomena baru yang semakin lama semakin meluas. Keadaan ini sering dialami oleh
masyarakat menengah keatas dengan adanya perubahan pola makan, yakni menyebabkan munculnya obesitas
pada remaja perkotaan.
Pola makan yang tidak seimbang dikarenakan tingginya konsumsi fast food yang mendorong timbulnya peningkatan
deposit lemak, hal ini dikarenakan kandungan dari fast food yang mengandung lemak sekitar 40-50%10. Faktor
utama penyebab overweight dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara asupan energi yang masuk ke dalam
tubuh dan energi yang dikeluarkan tubuh. Perkembangan teknologi, tingkat sosial ekonomi dan faktor budaya
menyebabkan perubahan pola makan, menjadi lebih senang mengkonsumsi fast food yang banyak mengandung
kalori, lemak dan kolesterol.
Kecenderungan untuk mengkonsumsi fast food pada remaja dalam penelitian ini didukung oleh mudahnya
memperoleh dan mendapatkan makanan tersebut yakni jarak sekolah dengan tempat yang menyediakan makanan
cepat saji berada cukup dekat dan mudahnya akses untuk kesana. Banyak remaja yang menghabiskan jam istirahat
ataupun waktu makan siang dengan membeli makanan tersebut bahkan tidak sedikit guru yang menitip dan
menyuruh para siswanya untuk membelikan makanan tersebut.
Penelitian11 tentang hubungan konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada anak SD di kota Manado
menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsumsi fast food dan obesitas dengan nilai p = 0,024. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumsi fast food merupakan faktor pendukung yang dapat menyebabkan terjadinya
obesitas pada anak dan remaja.
Selain fast food remaja juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi snack atau makanan ringan. Snack adalah makanan
yang dimakan di antara makan besar, terutama antara makan pagi dan makan siang dan antara makan siang dan
makan malam12. Beberapa studi di negara barat ditemukan indikasi bahwa dengan peningkatan kebiasaan makan
snack, maka total intake energi juga meningkat. Snack memberikan kontribusi sekitar 20-75% total intake kalori di
negara-negara barat seperti Amerika dan Inggris13.
Di Uni Emirat Arab menunjukkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi snack diantara makan pagi dan makan siang
dijumpai pada remaja laki laki (12-17 tahun) 60,5% obes dan dibanding 39,5% remaja laki laki non obes 14.
Remaja dalam penelitian ini sebagian besar sering mengkonsumsi snack. Berdasarkan survei food recall
menunjukkan makanan selingan yang sering dikonsumsi diantara makan besar adalah snack. Berdasarkan lembar
FFQ menunjukkan snack seperti berbagai jenis keripik kentang yang asin dan gurih serta wafer coklat (tango, beng-
beng, top, dan chocolatos) atau coklat batang (silver queen dan delfi) adalah yang paling sering dikonsumsi oleh
responden.
Makan siang dan makan malam remaja menyediakan 60% dari intake kalori, sementara makanan jajanan
menyediakan kalori 25%. Anak obesitas ternyata akan sedikit makan pada waktu pagi dan lebih banyak makan pada
waktu siang dibandingkan dengan anak kurus pada umur yang sama 15. Anak sekolah terutama pada masa remaja
tergolong pada masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental serta peka terhadap rangsangan
dari luar. Teori tersebut sesuai
8
dengan yang didapatkan dalam penelitian, berdasarkan survei food recall 2x24 jam terlihat jelas bahwa anak
obesitas cenderung tidak menyukai dan tidak memiliki kebiasaan untuk makan pagi atau sarapan dan akan makan
dengan porsi yang banyak pada makan siang.
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Aktivitas fisik dalam penelitian ini dibagi menjadi aktivitas fisik ringan, sedang dan berat. Hasil penelitian
menujukkan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas paada siswa di SMA
Negeri 4 Kendari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian 16 tentang aktivitas fisik dan gaya hidup sendentari
pada remaja overweight dan obesitas di Yogyakarta dengan nilai p = 0,001. Penelitian 17 menunjukkan hasil yang
senada dengan adanya perbedaan bermakna antara aktivitas fisik di hari kuliah dan hari libur antara penderita
overweight dan obesitas, dengan nilai p value (p=0,041) dan (p=0,015) pada mahasiswa di Universitas Hasanuddin
Makassar.
Hal ini sesuai dengan teori terjadinya obesitas karena rendahnya aktivitas fisik sehingga asupan energi yang masuk
hanya sedikit terpakai untuk beraktivitas dan sebagian besar tersimpan sebagai lemak tubuh, dengan kata lain,
kelompok obesitas hanya menggunakan sedikit energi untuk melakukan aktivitasnya 18.
Aktivitas fisik adalah hal yang dianjurkan terhadap setiap orang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesegaran tubuh. Aktivitas fisik berguna untuk melancarkan peredaran darah dan membakar kalori. Hasil penelitian
mengenai aktivitas fisik yang dilakukan oleh remaja di SMA Negeri 4 Kendari menunjukkan bahwa sebagian besar
responden melakukan aktivitas fisik sedang yaitu berkisar 600-3000 METs/minggu. Pada remaja yang mengalami
obesitas aktivitas fisik yang mereka lakukan sebagian besar dalam kategori ringan yaitu sebanyak 27 orang dan
tidak ada yang melakukan aktivitas fisik dengan kategori berat. Hal ini dikarenakan masa tubuh yang tidak mampu
menopang tubuh untuk bergerak lebih aktif. Penilaian aktivitas fisik dalam penelitian ini berdasarkan International
Physical Activity Questionaires (IPAQ) dengan melakukan perhitungan menggunakan metode METs.
Menurun dan rendahnya aktivitas fisik dipercaya sebagai salah satu hal yang menyebabkan obesitas. Tren
kesehatan terkini juga menunjukkan prevalensi obesitas meningkat bersamaan dengan meningkatnya perilaku
sedentari dan berkurangnya aktivitas fisik. Perilaku sedentari adalah perilaku duduk atau berbaring dalam sehari-
hari baik di tempat kerja (kerja di depan komputer, membaca, dll), di rumah (nonton TV, main game, dll), di
perjalanan/transportasi (bis, kereta, motor), tetapi tidak termasuk waktu tidur. Perilaku sedentari merupakan
perilaku berisiko terhadap salah satu terjadinya penyakit penyumbatan pembuluh darah, penyakit jantung dan
bahkan mempengaruhi umur harapan hidup..
Penelitian19 mengatakan bahwa penggunaan mobil, air conditioner (di dalam mobil, sekolah dan di rumah) secara
substansial meningkatkan gaya hidup dari penduduk perkotaan dan adanya penurunan aktifitas fisik yang
menyebabkan gaya hidup sedentari sehingga mengakibatkan obesitas sentral.
Penelitian20 tentang analisis aktivitas ringan sebagai faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja di sekolah
menengah pertama negeri 1 manado menunjukkan hasil siswa yang obes memiliki aktivitas fisik ringan dengan
rata-rata total MET 577,56 MET/minggu dan siswa tidak obes sebagian besar memiliki aktivitas fisik sedang dengan
rata-rata total MET 785,62 MET/minggu. Hal ini juga menunjukkan bahwa aktivitas fisik merupakan faktor risiko
terhadap kejadian obesitas dimana remaja dengan aktivitas fisik ringan 6,591 kali lebih berisiko menjadi obes,
dibandingkan dengan remaja dengan aktivitas fisik sedang.
Menurut21, menyatakan bahwa kehilangan aktivitas fisik, akibat menonton televisi atau bermain video game lebih
dari 1 (satu) jam setiap hari memiliki kontribusi yang signifikan terhadap obesitas pada anak dan remaja. Pendapat
ini diperkuat dengan ditemukannya data aktivitas fisik pada penelitian dimana remaja lebih banyak menghabiskan
waktu dengan melakukan aktivitas pada posisi duduk dan berbaring seperti menonton televisi, mengerjakan tugas,
bermain game atau hanya sekedar menghabiskan waktu dengan bersantai, bahkan pada hari libur remaja bisa
menghabiskan 10-12 jam dengan melakukan berbagai aktivitas pada posisi duduk dan berbaring dalam sehari.
Dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak melakukan pekerjaan rumah tangga didalam
rumah seperti mencuci piring, mencuci baju, menyapu, dan mengepel. Hal ini dikarenakan adanya bantuan dari
asisten rumah tangga yang mengurus pekerjaan rumah dan meningkatnya rasa malas dari individu diakibatkan dari
orang tua yang tidak mengajari atau membiasakan dalam membantu pekerjaan rumah tangga. Selain itu semakin
canggihnya alat yang dimiliki untuk membantu pekerjaan rumah tangga sehingga tenaga yang dikeluarkan lebih
sedikit.
Hubungan Uang Jajan dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Keputusan mengkonsumsi suatu makanan biasanya dipengaruhi faktor kesukaan dan besarnya
9
uang jajan. Semakin besar uang jajan yang diperoleh anak maka semakin besar peluang dalam mengkonsumsi
bebagai makanan yang disukai. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara uang jajan dengan kejadian
obesitas pada siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian 22 menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan anatara frekuensi konsumsi makanan cepat saji pada anak obesitas dengan uang jajan
yang diberikan dengan nilai p = 0,006. Penelitian 23 pada siswa SMAN 2 Jember menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara jumlah uang saku siswa mengenai kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dengan kejadian
obesitas.
Uang saku adalah uang yang diberikan oleh orang tua dengan perencanaan uang tesebut digunakan untuk
transportasi atau tabungan anak. Sedangkan uang jajan adalah uang yang diberikan kepada anak untuk membeli
jajanan berupa makanan dan minuman selama berada diluar rumah. Tetapi kebanyakan anak menggunakan uang
saku tersebut untuk membeli makanan yang tidak bergizi atau hal yang tidak berguna.
Uang jajan yang diperoleh remaja di SMA Negeri 4 Kendari sebagian besar termasuk dalam kategori tinggi yaitu
diatas Rp. 30.000. Hal ini dikarenakan rata-rata remaja memliki tingkat sosial ekonomi menengah keatas meski
terdapat juga remaja yang memiliki tingkat sosial ekonomi menengah kebawah. Selain itu pengaruh teman sebaya
dalam membelanjakan uang jajan untuk mengkonsumsi makanan sangat berpengaruh dengan pemilihan makanan
yang akan dikonsumsi remaja.
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil responden yang memiliki uang jajan rendah dengan keadaan obesitas dan
tidak obesitas memiliki prevalensi yang hampir sama. Penderita obesitas pada penelitian ini tidak diberikan uang
jajan lebih oleh orang tua mereka dikarenakan mereka dilarang untuk banyak berbelanja diluar rumah dan
cenderung dibiasakan membawa bekal di sekolah. Sedangkan responden yang tidak obesitas dengan uang jajan
kurang dikarenakan kondisi ekonomi mereka yang tergolong menengah kebawah.
Pada uang jajan tinggi responden yang mengalami obesitas lebih sedikit yaitu sebanyak 20 orang dibandingkan
dengan responden yang tidak obesitas yaitu sebanyak 22 orang. Hal ini dikarenakan responden yang tidak obesitas
memiliki uang jajan tinggi namun tidak membelanjakan seluruh uang jajan mereka dengan makanan atau jajanan di
sekolah. Uang jajan yang mereka peroleh sebagian mereka sisipkan untuk sewa angkot dan ada juga sebagian yang
menabung.
Sebuah penelitian epidemiologi menyebutkan bahwa prevalensi obesitas pada remaja di negara berkembang
meningkat pada golongan sosial ekonomi yang tinggi. Salah satu indikator dari kondisi ekonomi adalah pengeluaran
uang untuk pangan tiap bulannya yang dapat dilihat dari uang saku remaja yang dihabiskan untuk makan 24.
Pemberian uang jajan pada remaja berpengaruh dari tingkat ekonomi yang dimiliki dengan melihat pekerjaan dari
orang tua mereka. Remaja dalam penelitian ini sebagian besar memilki orang tua yang bekerja keduanya sehingga
rata-rata pendapatan orang tua mereka tergolong tinggi. Penelitian 25 menunjukkan 55,9% keluarga dengan
pendapatan tinggi memiliki anak yang obesitas dan hanya 25% keluarga dari tingkat pendapatan rendah memiliki
anak yang obesitas.
Tingkat pendapatan orang tua berkaitan dengan kemampuan orang tua untuk mencukupi kebutuhan, pemilihan
jenis dan jumlah makanan, serta berpengaruh terhadap gaya hidup keluarga yang juga akan berdampak pada anak.
Pendapatan yang tinggi dapat juga mengarah pada pemilihan bahan makanan yang lebih enak, siap santap, cepat,
dan lebih banyak mengandung lemak, minyak, dan bahan lainnya yang dapat menyebabkan obesitas 26.
Hubungan Parental Fatness dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah
sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk (parental fatness) cenderung memiliki anak-anak yang
gemuk pula. Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak
dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang
berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam
kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar 27.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara parental fatness dengan kejadian obesitas pada
siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Hal ini sesuai dengan penelitian 28 tentang analisis faktor penyebab obesitas pada
anak sekolah di SD Islam Al-Azhar 14 kota Semarang yang menunjukkan hasil yang bermakna (p = 0,000) ada
hubungan antara faktor genetik dengan kejadian obesitas pada anak dengan kekuatan hubungan kuat dan arah
hubungan positif.
Dalam penelitian didapatkan hasil orang tua dengan kondisi obesitas (parental fatness) yang memiliki anak obesitas
sebanyak 24 orang dan yang memiliki anak tidak obesitas sebanyak 20 orang. Responden yang tidak obesitas
namun memiliki
10
orang tua yang obesitas dalam penelitian ini sangat memperhatikan bentuk tubuh mereka dengan menjaga pola
makan. Mereka mengaku waktu kecil mereka sempat memiliki tubuh yang gemuk namun semakin mereka beranjak
dewasa mereka menyadari bentuk tubuh ideal yang mereka inginkan seperti apa. Responden pun mengaku tidak
ingin memiliki bentuk tubuh seperti orang tua mereka dikarenakan mereka menyadari akibat dari memiliki tubuh
dengan bobot berlebih dapat beresiko mengalami berbagai banyak penyakit dan mereka mengaggap bobot tubuh
yang berlebihan akan membuat mereka tidak menarik lagi dan akan selalu dijadikan bahan olokan oleh teman
mereka.
Anak yang obesitas cenderung akan mengalami obesitas hingga dewasa dimana 40 – 70 % anak-anak yang obesitas
akan tetap obesitas hingga dewasa. Hasil29 yang menyatakan bahwa dalam satu keluarga dimana kedua
orangtuanya diklasifikasikan mengalami obesitas ternyata 19,8% anak- anaknya akan mengalami obesitas. Hal ini
dapat dibandingkan dengan hanya 6,7% bila kedua orang tuanya tidak obesitas.
Anak yang memiliki orang tua obesitas memiliki resiko mengalami obesitas lebih besar bila dibandingkan dengan
anak yang tidak memiliki riwayat obesitas. Tapi bukan tidak mungkin seorang anak yang tidak memiliki riwayat
obesitas mengalami obesitas. Tidak sedikit ahli kesehatan yang menilai bahwa faktor genetik bukanlah hal utama
dalam peningkatan resiko kegemukan dan obesitas pada anak. Hal ini mengacu pada fakta bahwa tidak terdapat
perubahan genetik yang bermakna pada manusia selama kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, sedangkan
peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas di seluruh dunia menunjukkan fenomena sebaliknya 30.
Menurut31, bila kedua orang tua obes, 80% anaknya menjadi obes, bila salah satu orang tua obes, kejadian obes
menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obes, prevalensi menjadi 14%. Anak yang salah satu orang tuanya
mengalami obesitas, berkemungkinan 40% mengalami obesitas.
Hubungan Durasi Tidur dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar yang menyebabkan reaksi individu terhadap lingkungan sekitar menurun
bahkan hilang. Menurut National Sleep Foundation durasi tidur untuk remaja usia 14-17 tahun yaitu 8 – 10 jam
dalam sehari. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara durasi tidur dengan kejadian obesitas pada
siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Penelitian ini sejalan dengan penelitian 32 tentang hubungan jumlah jam tidur
dengan indeks massa tubuh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang menunjukkan
hasil terdapat korelasi yang sangat lemah dan tidak bermakna pada penurunan jumlah jam tidur dengan
peningkatan IMT dengan nilai p = 0,205.
Remaja di SMA Negeri 4 Kendari memiliki rata-rata waktu tidur 8-9 jam perhari dan tidak biasa melakukan tidur
siang. Remaja dalam penelitian ini cukup aktif dan cenderung memiliki waktu tidur kurang. Dalam penelitian
diperoleh hasil bahwa dari 34 responden yang mengalami obesitas dengan durasi tidur kurang sebanyak 21 orang
dan durasi tidur cukup sebanyak 13 orang . Sedangkan pada kelompok remaja yang tidak obesitas dari 55
responden terdapat 30 orang yang durasi tidurnya kurang dan 25 orang yang durasi tidurnya cukup.
Dari penelitian ini terlihat bahwa pada kelompok remaja yang mengalami obesitas sebagian besar memiliki durasi
tidur yang kurang. Namun hasil yang didapatkan juga menujukkan remaja yang tidak obesitas juga banyak memilki
durasi tidur yang kurang. Remaja yang obesitas maupun yang tidak obesitas sama-sama memiliki waktu tidur yang
kurang hal ini dikarenakan masa remaja yang masih mengalami masa pubertas sehingga cenderung memiliki
kebiasaan tidur larut malam atau munculnya kebiasaan begadang dengan berbagai alasan tertentu seperti
mengerjakan tugas sekolah, bermain game online, menggunakan sosial media, bahkan hanya sekedar chating atau
smsan dengan teman dekat atau pacar.
Penelitian33 mengenai hubungan durasi tidur yang pendek dengan peningkatan risiko obesitas pada remaja di
Eropa. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu orang yang durasi tidurnya lebih singkat menunjukkan nilai
yang tinggi pada Body Mass Index, lemak tubuh, waist and hip circumference, dan fat mass index (p < 0,05),
khususnya pada wanita. Kemudian Chaput dkk pada tahun 2011, menemukan hanya durasi tidur yang pendek (<10
jam/malam) secara independen berhubungan dengan resiko overweight/obesitas. Durasi waktu tidur yang pendek
(<8 jam) dengan kejadian obesitas hanya mempengaruhi usia muda (anak dan remaja) serta dewasa muda,
sedangkan pada dewasa lanjut, tidak terbukti 34.
Penelitian yang banyak dilakukan menemukan bahwa adanya hubungan antara durasi tidur dengan terjadinya
obesitas. Hal ini disebabkan oleh sejumlah hormon memediasi interaksi antara durasi tidur yang pendek,
metabolisme dan tingginya IMT. Dua hormon kunci yang mengatur nafsu makan yaitu leptin dan ghrelin. Kedua
hormon ini memainkan peranan yang signifikan dalam interaksi antara durasi tidur yang pendek dan tingginya IMT.
Leptin adalah adipocyte-derived hormon yang menekan nafsu makan. Ghrelin
11
sebagian besar adalah peptide yang berasal dari abdomen yang menstimulasi nafsu makan. Mediator lain yang
memberi kontribusi terhadap metabolisme adalah adiponektin dan insulin. Adiponektin adalah hormon yang baru
diketahui disekresi oleh adiposit dan berhubungan dengan sensitifitas insulin 35.
Berdasarkan hasil penelitian lebih lanjut diperoleh penyebab kurang tidur pada remaja obesitas diakibatkan oleh
adanya gangguan tidur yang mereka rasakan sehingga menyebabkan remaja sering terbangun ditengah malam dan
sulit untuk tertidur kembali. Sedangkan pada remaja yang tidak obesitas penyebab kurang tidur dikarenakan
mereka memiliki kebiasaan begadang dengan melakukan berbagai kegiatan yang mereka kerjakan. Kedua kelompok
responden memiliki alasan tertentu penyebab mereka mengalami durasi tidur yang singkat namun hal ini tidak
mempengaruhi mereka untuk makan ditengah malam meskipun mereka merasakan lapar. Hal ini dikarenakan rasa
malas untuk kedapur ataupun bangun dari tempat tidur sehingga mereka menahan rasa lapar yang dirasakan.
Meskipun hasil penelitian yang dilakukan tidak mendapatkan hubungan antara durasi tidur dengan terjadinya
obesitas pada remaja namun durasi tidur khususnya pada keadaan kurang tidur kemungkinan besar dapat menjadi
faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja dengan adanya peran berbagai hormon didalam tubuh.
SIMPULAN
1. Ada hubungan antara pola makan dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tahun 2016.
2. Ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari Tahun 2016.
3. Ada hubungan antara uang jajan dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari Tahun
2016.
4. Ada hubungan antara parental fatness dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tahun 2016.
5. Tidak ada hubungan antara durasi tidur dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tahun 2016.
SARAN
1. Bagi pihak sekolah perlu diadakannya program kesehatan pada penderita obesitas melalui usaha
kesehatan sekolah (UKS) atau bimbingan konseling (BK) seperti : diet sehat remaja, penyuluhan gizi
seimbang, dan memberikan
edukasi tentang bahaya konsumsi fast food dan snack secara berlebihan.
2. Diadakannya kembali kegiatan senam pagi bersama 1 hari dalam satu minggu diluar dari jadwal
pelajaran olahraga dan melakukan kegiatan rutin jalan santai bersama dengan seluruh siswa dan guru agar
menumbuhkan kesadaran untuk hidup sehat.
3. Bagi orang tua diharapkan untuk mengontrol uang jajan siswa di sekolah dan menghimbau anak untuk
tidak membeli makanan fast food dan snack secara berlebihan.
4. Diharapkan perhatian dari orang tua yang mengalami obesitas untuk lebih membatasi dan mengawasi
kebiasaan makan anak yang berlebihan, tinggi kalori namun rendah serat agar anak dapat mengkonsumsi
makanan tersebut tidak berlebihan. Orang tua juga perlu membiasakan hidup sehat yaitu mengajak anak
untuk lebih banyak beraktivitas atau berolahraga.
5. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara
durasi tidur dengan terjadinya obesitas pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA
1. Proverawati. 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja. Yogyakarta: Nuha Medika
2. Sawello, M.A. & Malonda, N.S.2012. “Analisis Aktivitas Ringan Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas
Pada Remaja Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Manado”. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi Manado
3. Marie Ng, Fleming, T., Robinson, M., Thomson, B., Graetz, N., Margono, C., Mullany, E. C., Biryukov, S.,
Abbafati, C., Abera, S. F., Abraham, J.P., Rmeileh Abu, Achoki, T., Albuhairan, F.S., Alemu, Z.A., Alfonso, R.,
Ali, M.K., Ali, R., Guzman, N.A., Ammar, W., Anwari, P., Banerjee, A., Barquera, S., Basu, S., Bennet, D.A.,
Bhutta, Z., Blore, J., Cabral, N., Nonato, I.C., Chang, J.C., Chowdhury, R., Courville, K.J., Criqui, M.H., Cundiff,
D.K., Dabhadkar, C.K., Dandona, L., Davis, A., Dayama, A., Dharmaratne, S.D. ”Global, Regional, and
National Prevalence of Overweight and Obesity in Children and Adults during 1980–2013: A Systematic
Analysis for the Global Burden of Disease Study 2013”. Lancet 2014; 384: 766–81
4. Kemenkes RI. 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta
5. Sargowo D., & Andarini S. “Pengaruh Komposisi Asupan Makan terhadap Komponen Sindrom Metabolik
pada Remaja. Jurnal Kardiologi
12
Indonesia” · Vol. 32, No. 1 · Januari - Maret 2011. J Kardiol Indones. 2011;32:14-23 ISSN 0126/3773
6. Suryaputra, K, & Nadhiroh, S.R. (2012). “Perbedaan Pola Makan dan Aktivitas Fisik Antara Remaja
Obesitas dengan Non Obesitas” . Makara, Kesehatan, Vol. 16, No. 1, 45-50
7. Utomo, G.T. 2012. Pengaruh Latihan Senam Aerobik terhadap Penurunan Berat Badan, Persen Lemak
Tubuh dan Kadar Kolesterol pada Remaja Putri Penderita Obesitas di Sanggar Senam Studio 88 Salatiga.
Vol. 1 No.1. Semarang: Universitas Negeri Semarang
8. Mujur, A. (2011). Hubungan Antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Berat Badan Lebih
Pada Remaja (Studi Kasus di Sekolah Menengah Atas 4 Semarang).[Skripsi] Semarang : Universitas
Diponegoro
9. Siregar, R. (2013). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Overweight pada Mahasiswa di Stikes
Medistra Indonesia Tahun 2013. [Karya Tulis Ilmiah] Bekasi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra
Indonesia
10. American Academy of Pediatrics. Active Healthy Living : Prevention of Childhood Obesity through
Incresaed Physical Activity. Pediatrics. 2006. p. 1834-1832
11. Damopolii, W., Mayulu, N., Masi, G. 2013. Hubungan Konsumsi Fastfood dengan Kejadian Obesitas
pada Anak SD di Kota Manado. Ejournal Keperawatan (E-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013
12. Bin Zaal, A. A, Musaiger, A. O., and D'Souza, R. “Dietary habits associated with obesity among
adolescents in Dubai, United Arab Emirates,” Nutricion Hospitalaria, vol. 24, no. 4, pp. 437–444, 2009
13. Swinburn, B.A., Caterson, I., Seidell J. C., and James, W. P. T. “Diet, Nutrition and The prevention of
Excess Weight Gain and Obesity,” Public Health Nutrition, vol. 7, no. 1A, pp. 123–146, 2004.
14. Musaiger, A.O. 2004. “Overweight and Obesity in the Eastern Mediterranian Region : Can We Control
It?”. Eastern Mediterranian Health Journal.
15. Franc GC, Hong Li-Tsu, Toma R. 1992. The nutrient analysis and sensory evaluation of a new recipe for
school lunch-modified Chinese meat bun. Abstrack presented at the california dietetic association ; Los
Angeles, California.
16. Kurdaningsih, S.V., Sudargo, T., Lusmilasari, L. 2016. “Physical Activity and Sedentary Lifestyle Towards
Teenagers’ Overweight/Obesity Status”. International Journal Of Community Medicine And Public Health.
Mar;3(3):630-635.
DOI: Http://Dx.Doi.Org/10.18203/2394-6040.Ijcmph20160623
17. Nuraliyah. (2013). Aktivitas Fisik dan Durasi Tidur pada Penderita Overweight dan Obesitas Mahasiswa
Universitas Hasanuddin. [Skripsi] Makassar : Universitas Hasanuddin
18. Proverawati. 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja. Yogyakarta: Nuha Medika
19. Shehu, R. A., Abdullahi, A. A. & Adekeye, D. S. 2010. Sedentary Lifestyle and Wellness in Kaduna State,
Nigeria
20. Sawello, M.A. & Malonda, N.S.2012. “Analisis Aktivitas Ringan Sebagai Faktor Risiko Terjadinya
Obesitas Pada Remaja Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Manado”. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi Manado
21. Meenu, S. & Madhu, S. 2005. Risk Factors for Obesity in Children, Department of Pediatrics, Advanced
Pediatric Center, Postgraduate Institute of Medical Education and Research, Chandigarh, India.
22. Imtihani, T.R. (2012). Hubungan Pengetahuan,Uang Saku,Motivasi, Promosi,dan Peer Group dengan
Frekuensi Makanan Cepat Saji (Western Fast Food) pada Remaja Obesitas.[Skripsi] Semarang : Universitas
Diponegoro
23. Susanti, Eri., 2008. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan
Cepat Saji Siswa SMAN 2 Jember. [Skripi]. Jawa Timur : Universitas Jember.
24. Baum II CL, Ruhm CJ. (2007). “Age, Sosio Economic status and Obesity Growth” Cambridge: National
Bureau of Economic Research Working Paper No. 13289. (Online) Tersedia :
http://www.nber.org/papers/w13289. diakses 23 Maret 2016
25. Parengkuan, R.R., Mayulu, N., Ponidjan, T. (2013). “Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian
Obesitas pada Anak Sekolah Dasar di kota Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran.
Universitas Sam Ratulangi
26. Hadi, S.M., Sulityowati, E., Mifbakhuddin. 2005 “Hubungan pendapatan perkapita, pengetahuan gizi
ibu dan aktivitas fisik dengan obesitas anak kelas 4 dan 5 di SD Hj. Isriati Baiturrahman kota Semarang”.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. 2005; 2(1):7-12.
27. Salam. A. (2010). “Faktor Risiko Kejadian Obesitas Pada Remaja”.Jurnal MKMI Vol 6 No.3 Juli 2010, Hal
185-190
13
28. Budiyati. 2011. Faktor Penyebab Obesitas pada Anak Sekolah di SD Islam Al-Azhar 14 Kota Semarang.
[Tesis]. Depok : Universitas Indonesia
29. Simatupang, R..M. 2008. Pengaruh Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik dan Keturunan terhadap Kejadian
Obesitas pada Siswa Sekolah Dasar Swasta di Kecamatan Medan Baru Kota Medan [Tesis]. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
30. Wahyu, Genis Ginanjar. 2009. Obesitas Pada Anak. Yogyakarta : B First–Bentang Pustaka
31. Hidayati. (2006). Obesitas pada Anak.[terhubungberkala]. (Online) tersedia : www.pediatrik.com.
Diakses 23 Maret 2016.
32. Manik, C.P.N. 2011. Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara [Skripsi] Medan : Universitas Sumatera Utara
33. Garaulet, M., Ortega, FB., Ruiz, JR., Rey-Lopez, JP., Beghin, L., Manios, Y., Cuenca-Garcia, M., Plada, M.,
Diethelm, K., Kafatos, A., Molnar, D., Al-Tahan, J., Moreno, LA. 2011, “Short sleep duration is associated
with increased obesity markers in European adolescents : effect of physical activity and dietary habits”.
Pediatric Original Article : International Journal of Obesity (2011) 35, 1308–1317
34. Magee, CA. Caputi, P., Iverson, DC. (2010). “Is sleep Duration Association with Obesity in Older
Australian Adult?” Journal of aging and health 22(8) 1235–1255.
35. Littman, AJ., Vitiello, MV., Foster-Schubert, K., Ulrich, CM., Tworoger, SS., Weigle, DS and McTiernan, A.
2007. “Sleep, Ghrelin, Leptin and Changes in Body Weight during a 1-year Moderate-intensity Physical
Activity Intervention”. International Journal of Obesity (2007) 31, 466–475
36. Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
1
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA REMAJA DI SMA NEGERI 4
KENDARI TAHUN 2016
Syamsinar Wulandari1 Hariati Lestari2 Andi Faizal Fachlevy3
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo 123
Syamsinarwulandari@ymail.com1 Lestarihariati@yahoo.co.id2 andi.faizal.fachlevy@gmali.com3
Abstrak
Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk
dengan energi yang keluar sehingga menyebabkan terjadinya penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari Tahun 2016. Metode penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian ini
dilaksanakan pada tanggal 29 Februari sampai 5 Maret 2016 dan bertempat di SMA Negeri 4 Kendari. Populasi dalam penelitian
ini adalah jumlah seluruh siswa kelas X dan XI di SMA Negeri 4 Kendari yaitu sebanyak 1.133 siswa, dengan jumlah sampel
sebesar 89 orang. Hasil penelitian menggunakan analisis Chi Square dengan α=0,05 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara pola makan (PValue= 0,018), aktivitas fisik (PValue = 0,000), uang jajan (PValue = 0,017) dan parental fatness (PValue = 0,004)
dengan kejadian obesitas serta tidak terdapat hubungan antara durasi tidur (P Value= 0,654) dengan kejadian obesitas. Disarankan
bagi pihak sekolah perlu diadakannya program kesehatan pada penderita obesitas melalui usaha kesehatan sekolah (UKS) atau
bimbingan dan konseling (BK) seperti : diet sehat remaja, melakukan senam pagi seminggu sekali, melakukan kegiatan rutin
jalan santai bersama dengan seluruh siswa dan guru agar menumbuhkan kesadaran untuk hidup sehat.
Kata kunci : obesitas, pola makan, tingkat aktivitas fisik, uang jajan, parental fatness, durasi tidur
Abstract
Obesity is a health problem that occurs because of an imbalance between energy intakes with energy out thus causing the
accumulation of fat tissue in the body excessively. The purpose of this study was to determine factors related to obesity of
adolescents at SMAN 4 Kendari in 2016. This study was analytical research by approach of cross sectional study. The research
was conducted on February 29th until March 5th, 2016 and located at SMAN 4 Kendari. The population in this study was the
number of all students of class X and XI at SMAN 4 Kendari as many as 1.133 students, with sample size amounted 89 people.
Based on the results of the relationship analysis by chi-square test (P Value<0,05) showed that there was correlation between
dietary pattern (PValue=0,018), physical activity (PValue=0,000), pocket money (PValue=0,017), parental fatness (PValue=0,004) and
obesity. There was no correlation between sleep duration (P Value=0,654) and obesity. Suggested for the school to implement of
health program to students who are obese through the School Health Programme (UKS) or guidance and counseling in school
(BK) such as: healthy diet for adolescents, doing gymnastics in the morning once a week, doing routine work leisurely stroll
along with all the students and teachers in order to raise awareness for life healthy.
Keywords: obesity, dietary pattern, physical activity levels, pocket money, parental fatness, sleep duration
2
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai oleh penimbunan jaringan lemak dalam tubuh
secara berlebihan. Obesitas terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi
yang keluar. Obesitas/overweight telah menjadi pandemi global di seluruh dunia dan dinyatakan oleh World Health
Organization (WHO) sebagai masalah kesehatan kronis terbesar. Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai
kegemukan merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan dikalangan remaja 1.
Masalah obesitas/overweight pada anak dan remaja dapat meningkatkan kejadian diabetes mellitus (DM) tipe 2.
Selain itu, juga berisiko untuk menjadi obesitas pada saat dewasa dan berpotensi mengakibatkan gangguan
metabolisme glukosa dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, penyumbatan pembuluh darah dan lain-
lain2. National Health and Nutrition Examination Survei (NHANES) melaporkan bahwa prevalensi obesitas di
Amerika pada tahun 2011-2012 adalah terdapat 8,4% pada usia 2 sampai 5 tahun, 17,7% pada usia 6 sampai 11
tahun, dan 20,5% pada usia 12 sampai 19 tahun.
Penelitian yang dilakukan dengan melakukan pemantauan berkala perubahan prevalensi kelebihan berat badan
dan obesitas pada semua populasi di dunia dari tahun 1980 hingga 2013 menunjukkan penderita obesitas di Eropa
Barat sebanyak 13,9%. Di Amerika Latin prevalensi obesitas tertinggi yaitu di Uruguay (18,1%), Costa Rica (12,4%),
Chili (11,9%) dan Meksiko (10,5%). Penelitian ini juga menjelaskan bahwa lebih dari 50% dari 671.000.000
penderita obesitas di dunia terdapat pada sepuluh negara yaitu Amerika Serikat, Cina, India, Rusia, Brasil, Meksiko,
Mesir, Jerman, Pakistan, dan Indonesia. Amerika Serikat menyumbang 13% penderita obesitas di seluruh dunia,
Cina dan India bersama-sama menyumbang 15% penderita obesitas di dunia. Dan penelitian ini menunjukkan fakta
bahwa 62% penderita obesitas di dunia berada di negara berkembang 3.
Hasil Riskesdas menunjukkan prevalensi obesitas menurut Indeks Masa Tubuh per Umur (IMT/U) pada usia 16-18
tahun yang tertinggi yaitu pada provinsi Bangka Belitung sebesar 3,4% dan yang terendah yaitu pada provinsi
Bengkulu, NTT, Sulawesi Barat dan Maluku sebesar 0,0%. Di Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri, prevalensi obesitas
menurut IMT/U usia 16-18 yaitu 0,4%. Untuk Provinsi Sulawesi Selatan prevalensi obesitas sebesar 0,9% dan
Sulawesi Tengah 1,3%. Dan untuk keseluruhan (nasional) prevalensi obesitas menurut IMT/U usia 16-18 tahun yaitu
1,4%. Prevalensi obesitas di Provinsi Sulawesi Tenggara masih lebih rendah dibandingkan prevalensi obesitas secara
nasional4.
Masa remaja merupakan salah satu periode tumbuh kembang yang penting dan menentukan pada periode
perkembangan berikutnya. Remaja yang mengalami obesitas, kelak pada masa dewasa cenderung obesitas. Hal ini
telah dibuktikan bahwa insiden obesitas pada periode transisi antara remaja dan dewasa muda dalam kurun waktu
lima tahun meningkat, yaitu dari 10,9% menjadi 22,1% dan 4,3% di antaranya mempunyai IMT 40 5.
Obesitas pada remaja penting untuk diperhatikan karena remaja yang mengalami obesitas 80% berpeluang untuk
mengalami obesitas pula pada saat dewasa. Selain itu, terjadi peningkatan remaja obesitas yang didiagnosis
dengan kondisi penyakit yang biasa dialami orang dewasa, seperti diabetes tipe 2 dan hipertensi. Remaja obesitas
sepanjang hidupnya juga berisiko lebih tinggi untuk menderita sejumlah masalah kesehatan yang serius, seperti
penyakit jantung, stroke, diabetes, asma, dan beberapa jenis kanker. Stigma obesitas juga membawa konsekuensi
psikologis dan sosial pada remaja, termasuk peningkatan risiko depresi karena lebih sering ditolak oleh rekan-rekan
mereka serta digoda dan dikucilkan karena berat badan mereka 6.
Ada tiga penyebab obesitas yakni, faktor fisiologis, faktor psikologis dan faktor kecelakaan. Faktor fisiologis adalah
faktor yang muncul dari berbagai variabel, baik yang bersifat herediter maupun non herediter. Variabel yang bersifat
herediter (faktor internal) merupakan variabel yang berasal dari faktor keturunan sedangkan faktor yang bersifat
non herediter (faktor eksternal) merupakan faktor yang berasal dari luar individu, misalnya pola makan, tingkat
asupan gizi, tingkat aktivitas fisik yang dilakukan individu, serta kondisi sosial ekonomi bahkan beberapa penelitian
menemukan hubungan insomnia atau kurang tidur sebagai faktor risiko kejadian obesitas 7.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan, peneliti mengambil data siswa yang mengalami obesitas dengan melihat
status IMT yaitu 27 kg/m2 keatas. Peneliti memilih 5 sekolah untuk mengambil data dengan mempertimbangkan
beberapa kriteria diantaranya, sekolah yang berlokasi di pusat jalan poros kota, merupakan sekolah favorit dan
terkenal, merupakan sekolah yang memiliki siswa dengan tingkat sosial ekonomi menengah keatas, merupakan
sekolah yang banyak diminati oleh peserta didik.
Berdasarkan kategori diatas maka peneliti memilih ke 5 sekolah tersebut yang dapat dipaparkan diantaranya, SMA
Negeri 1 Kendari memiliki siswa dengan status IMT ≥27 kg/m 2
3
sebanyak 3 orang (8,33%), SMA Negeri 4 Kendari memiliki siswa dengan status IMT ≥27 kg/m 2 sebanyak 15 orang
(41,67%), SMA Negeri 9 Kendari memiliki siswa dengan status IMT ≥27 kg/m 2 sebanyak 9 orang (25%), SMK Negeri
1 Kendari memiliki siswa dengan status IMT ≥27 sebanyak 5 orang (13,89%), dan SMA Swasta Kartika VII-2 Kendari
memiliki siswa dengan status IMT ≥27 sebanyak 4 orang (11,11%).
Hasil studi pendahuluan ditemukan bahwa SMA Negeri 4 Kendari merupakan sekolah yang memiliki siswa yang
paling banyak mengalami obesitas dan dari data tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada
sekolah tersebut.
Berdasarkan beberapa pemaparan dan studi pendahuluan yang dilakukan maka peneliti akan melakukan penelitian
dengan judul “Faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari Tahun
2016”
METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study 36. Dalam
penelitian ini terdiri dari variabel independen (pola makan, aktifitas fisik, uang jajan, parental fatness, durasi tidur
dan variabel dependen (obesitas).
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh siswa kelas X dan XI di SMA Negeri 4 Kendari yaitu sebanyak
1.133 siswa. Teknik Penarikan sampel menggunakan metode purposive sampling. Dalam penelitian ini jumlah
sampel sebanyak 89 orang.
Instrumen atau alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah alat tulis, lembar informed consent, Kuesioner,
lembar survei food recall 24 jam, lembar Food Frequency Questionnaires (FFQ), lembar International Physical
Activity Questionnaires (IPAQ), kamera, timbangan berat badan dan microtoice.
Analisis data dilakukan dengan uji Chi square (Test of Independence) tingkat kepercayaan yang digunakan adalah
95% , dan nilai α= 0,05. Untuk uji Chi square, Ho ditolak jika p> α. Dalam penelitian ini menggunakan taraf
signifikasi 0,05 dengan nilai N= 89.
HASIL
Karakteristik Responden
Jenis Kelamin
N Jenis Kelamin Jumlah (n) Persen (%)
o
1 Laki-laki 42 47,2
2 perempuan 47 52,8
Total 89 100
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat Laki-laki sebesar 47,2% dan Perempuan sebesar 52,8%.
Umur
N Umur (tahun) Jumlah (n) Persen (%)
o
1 15 41 46,1
2 16 43 48,3
3 17 5 5,6
Total 89 100
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan distribusi responden berdasarkan kelompok umur pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat beberapa proporsi kelompok umur, yaitu kelompok umur 15 tahun
sebesar 46,1%, kelompok umur 16 tahun sebesar 48,3, kelompok umur 17 tahun sebesar 5,6%.
Tingkat Kelas
N Tingkat Kelas Jumlah (n) Persen (%)
o
1 X 46 51,7
2 XI 43 48,3
Total 89 100
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada remaja di SMA Negeri
4 Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat beberapa proporsi tingkat kelas, yaitu kelas X 51,7% dan Kelas XI
48,3%.
Pekerjaan Ayah
N Tingkat Kelas Jumlah (n) Persen (%)
o
1 PNS 46 51,7
2 Pegawai Swasta 9 10,1
3 TNI/Polisi 12 13,5
4 Wiraswasta 20 22,5
5 Meninggal 2 2,2
Total 89 100
Berdasarkan tabel 3 11 menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan ayah pada remaja di SMA Negeri
4 Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat 46 orang (51,7%) yang bekerja sebagai PNS, 9 orang (10,1%) yang
bekerja sebagai pegawai swasta, 12 orang (13,5%) yang bekerja sebagai TNI/Polisi, 20 orang (22,5%) yang bekerja
sebagai wiraswasta, dan 2 orang (2,2%) yang telah meninggal.
Pekerjaan Ibu
N Tingkat Kelas Jumlah (n) Persen (%)
o
1 PNS 38 42,7
2 Pegawai Swasta 4 4,5
3 Wiraswasta 12 13,5
4 IRT 35 39.3
Total 89 100
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan ibu pada remaja di SMA Negeri 4
kendari tahun 2016
4
dari 89 responden terdapat 38 orang (42,7%) yang bekerja sebagai PNS, 4 orang (4,5%) yang bekerja sebagai
pegawai swasta, 12 orang (13,5%) yang bekerja sebagai wiraswasta, dan 35 orang (39,3%) sebagai ibu rumah
tangga.
Analisis Univariat
Status IMT (Indeks Massa Tubuh)
N Status IMT Jumlah (n) Persentase (%)
0
1 Obesitas 34 38,2
2 Tidak Obesitas 55 61,8
Total 89 100
Tabel 4 menunjukan bahwa dari 89 responden yang tergolong dalam status IMT obesitas sebanyak 34 responden
(38.2%) dan yang status IMT tidak obesitas sebanyak 55 responden (61.8%)
Pola Makan
1. Asupan Energi
N0 Status IMT Jumlah (n) Persentase (%)
1 Kurang 15 16,9
2 Cukup 52 58,4
3 Lebih 22 24,7
Total 89 100
Tabel 5 menunjukan bahwa dari 89 responden yang kategori asupan energinya kurang sebanyak 15 responden
(16.9%), yang asupan energinya cukup sebanyak 52 responden (58.4%) dan yang asupan energinya lebih sebanyak
22 responden (24,7%).
2. Frekuensi Makan
N0 Frekuensi Makan Jumlah (n) Persentase (%)
1 2 kali sehari 17 19,1
2 3 kali sehari 50 52,2
3 >3 kali sehari 22 24,7
Total 89 100
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang frekuensi makannya 2 kali sehari sebanyak 17
responden (19,1%), yang frekuensi makannya 3 kali sehari sebanyak 50 responden (56,2%) dan yang frekuensi
makannya > 3 kali sehari sebanyak 22 responden (24,7%).
Pola Konsumsi Fast Food
N0 Frekuensi Makan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Sering 55 61,8
2 Kadang-kadang 24 27,0
3 Jarang 10 11,2
Total 89 100
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa dari 89 responden pola konsumsi fast food yang sering mengkonsumsi
sebanyak 55 responden (61,8%), yang kadang-kadang mengkonsumsi sebanyak 24 responden (27%), dan yang
jarang mengkonsumsi sebanyak 10 responden (11,2%).
Pola Konsumsi Snack/kudapan
N0 Frekuensi Makan Jumlah (n) Persentase (%)
1 sering 58 65,2
2 Kadang-kadang 23 25,8
3 jarang 8 9,0
Total 89 100
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa dari 89 responden pola konsumsi snak/kudapan yang sering
mengkonsumsi sebanyak 58 responden (65,2%), yang kadang-kadang mengkonsumsi sebanyak 23 responden
(25,8%), dan yang jarang mengkonsumsi sebanyak 8 responden (9%).
Tren Makanan di Kalangan Remaja
N0 Tren Makanan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Makanan Fast Food 55 61,8
2 Makanan tradisional 34 38,2
Total 89 100
Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang lebih menyukai jenis makanan fast food sebanyak
55 responden (61.8%) dan yang lebih menyukai jenis makanan tradisional sebanyak 34 responden (38.2%)
Aktivitas Fisik
N0 Aktivitas Fisik Jumlah (n) Persentase (%)
1 Ringan 33 37,1
2 Sedang 50 56,2
3 berat 86 6,7
Total 89 100
Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang kategori aktivitas fisiknya ringan sebanyak 33
responden (37,1%), yang aktivitas fisiknya sedang sebanyak 50 responden (56,2%) dan yang aktivitas fisiknya berat
sebanyak 6 responden (6,7%).
Uang Jajan
N0 Uang Jajan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Rendah 15 16,9
2 Sedang 32 36,0
3 Tinggi 42 47,1
Total 89 100
Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang memperoleh uang jajan rendah sebanyak 15
responden (16.9%), yang memperoleh uang jajan sedang sebanyak 32 responden (36.0%) dan yang memperoleh
uang jajan tinggi sebanyak 42 responden (47,1%).
Parental Fatness
N0 Parental Fatness Jumlah (n) Persentase (%)
1 Obesitas 44 49,4
2 Tidak Obesitas 45 50,6
Total 89 100
Berdasarkan tabel 12 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang memiliki orang tua dengan kondisi tubuh
obesitas sebanyak 44 responden (49.4%) dan yang memiliki orang tua dengan kondisi tubuh tidak obesitas
sebanyak 45 responden (50.6%).
5
Durasi Tidur
N0 Durasi Tidur Jumlah (n) Persentase (%)
1 Kurang tidur 51 57,3
2 Cukup tidur 38 42,7
Total 89 100
Berdasarkan tabel 13 menunjukkan bahwa dari 89 responden dengan durasi tidur kurang sebanyak 51 responden
(57.3%) dan durasi tidur cukup sebanyak 38 responden (42.7%).
Analisis Bivariat
Hubungan Pola Makan dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Pola Makan Status IMT Jumlah ρ Value
n % n % n % 0,018
Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan pola makan kurang terdapat 15 orang
dengan yang mengalami obesitas sebanyak 4 orang (26,7%) dan yang tidak obesitas sebanyak 11 orang (73,3%).
Sedangkan proporsi responden dengan pola makan cukup terdapat 52 orang dengan yang mengalami obesitas
sebanyak 16 orang (30,8%) dan yang tidak obesitas sebanyak 36 orang (69,2%) dan proporsi responden dengan
pola makan lebih terdapat 22 orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak 14 orang (63,6%) dan yang tidak
obesitas sebanyak 8 orang (36,4%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,018. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,018) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara asupan makanan dengan obesitas
pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Aktivitas Fisik Status IMT Jumlah ρ
Value
N % n % n % 0,000
Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan aktivitas fisik ringan terdapat 33
orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak 27 orang (81,8%) dan yang tidak obesitas sebanyak 6 orang
(18,2%). Sedangkan proporsi responden dengan aktivitas fisik sedang terdapat 50 orang dengan yang mengalami
obesitas sebanyak 7 orang (14,3%) dan yang tidak obesitas sebanyak 43 orang (85,7%), dan proporsi responden
dengan aktivitas fisik berat terdapat 6 orang dengan yang mengalami obesitas tidak ada dan yang tidak obesitas
sebanyak 6 orang (100%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,000. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,000) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan obesitas pada
remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
Hubungan Uang Jajan dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Uang Jajan Status IMT Jumlah ρ
Value
n % n % n % 0,017
Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan uang jajan rendah terdapat 15 orang
dengan yang mengalami obesitas sebanyak 8 orang (53,3%) dan yang tidak obesitas sebanyak 7 orang (46,7%).
Sedangkan proporsi responden dengan uang jajan sedang terdapat 32 orang dengan yang mengalami obesitas
sebanyak 6 orang (18,8%) dan yang tidak obesitas sebanyak 26 orang (81,2%), dan proporsi responden dengan
uang jajan tinggi terdapat 42 orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak 20 orang (47,6%) dan yang tidak
obesitas sebanyak 22 orang (52,4%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,017. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,017) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara uang jajan dengan obesitas pada
remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
6
Hubungan Parental Fatness dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Parental Fatness Status IMT Jumlah ρ
Value
n % n % n % 0,004
Tabel 17 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan kondisi parental fatness obesitas
terdapat 44 orang dengan yang memiliki anak obesitas sebanyak 24 orang (54,5%) dan yang tidak obesitas
sebanyak 20 orang (45,5%), dan proporsi responden dengan kondisi parental fatness tidak obesitas terdapat 45
orang dengan yang memiliki anak obesitas sebanyak 10 orang (22,2%) dan yang tidak obesitas sebanyak 35 orang
(77,8%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,004. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,004) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara parental fatness dengan obesitas
pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Hubungan Durasi Tidur dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Durasi Tidur Status IMT Jumlah ρValue
n % n % N % 0,654
Tabel 18 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan durasi tidur kurang terdapat 51 orang
dengan yang mengalami obesitas sebanyak 21 orang (41,2%) dan yang tidak obesitas sebanyak 30 orang (58,8%),
dan proporsi responden dengan durasi tidur cukup terdapat 25 orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak
13 orang (34,2%) dan yang tidak obesitas sebanyak 25 orang (65,8%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,654. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,654) > 0,05 maka H0
diterima atau H1 ditolak sehingga dapat dimaknai bahwa tidak ada hubungan antara kurang tidur dengan obesitas
pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
Diskusi
Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Obesitas pada Siswa di SMA Negeri 4 Kendari
Pola makan dalam penelitian ini digambarkan dengan besarnya asupan energi yang dikonsumsi oleh tubuh dalam
sehari dengan menggunakan merode survei food recall 2x24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pola makan dengan kejadian obesitas pada siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Hal ini sesuai dengan
penelitian8 yang menunjukkan bahwa pola makan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian overweight
pada remaja di SMA Negeri 4 Semarang. Hal ini Sejalan dengan penelitian 9 tentang hubungan pola makan dengan
kejadian overweight pada mahasiswa STIKES Medistra Indonesia tahun 2013 dengan hasil p = 0,001 yang
menyatakan bahwa pola makan memiliki hubungan dengan kejadian overweight.
Pola makan merupakan salah satu faktor yang paling berperan dengan tingkat kejadian obesitas. Pola makan
dipengaruhi oleh asupan energi, frekuensi makan, konsumsi fast food, konsumsi snack, serta tren makanan yang
berkembang dikalangan remaja. Asupan energi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan tenaga dalam tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh prevalensi asupan energi remaja yang melebihi nilai AKG lebih besar
daripada remaja dengan nilai AKG kurang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pola konsumsi remaja dengan
berbagai pertimbangan dalam pemilihan makanan seperti lebih memilih makanan siap saji atau makanan
tradisional.
Sebagian besar remaja dalam peneliian ini lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan cepat saji atau fast food
dibandingkan makanan tradisional. Hal ini dikarenakan oleh berbagai alasan seperti rasanya yang lebih enak,
mudah didapatkan dan praktis. Selain itu pengaruh dari lingkungan yang menyebabkan remaja lebih memilih
makanan jenis fast food dibandingkan makanan tradisional. Asupan makanan yang lebih akan menyebabkan
penimbunan lemak dalam tubuh dan berdampak terhadap terjadinya obesitas jika tidak diseimbangkan dengan
aktivitas fisik yang dilakukan.
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari, hasil penelitian diperoleh prevalensi frekuensi makan lebih
dari 3 kali sehari lebih besar dibanding dengan prevalensi frekuensi makan 2 kali sehari. Hal ini dapat
mempengaruhi jumlah asupan makanan yang masuk kedalam tubuh sehingga menyebabkan penimbunan lemak
dan meningkatkan risiko terjadinya obesitas.
Dalam penelitian juga terlihat bahwa responden dengan asupan makan yang kurang atau hanya berkisar antara 70-
80% AKG dalam sehari
7
terdapat 4 orang yang mengalami obesitas dan 11 orang yang tidak mengalami obesitas. Responden yang
mengalami obesitas namun asupan makan yang diperoleh kurang dikarenakan responden dalam penelitian ini
mengaku sudah dilarang oleh orang tua mereka untuk mengkonsusmi makanan secara berlebihan. Selain itu
berdasarkan lembar FFQ terlihat bahwa mereka cenderung jarang mengkonsumsi jenis makanan fast food dan
snack hal ini dikarenakan larangan dari orang tua mereka pula.
Sedangkan untuk asupan makan lebih atau lebih dari 110% AKG dalam sehari diperoleh hasil responden yang
mengalami obesitas sebanyak 14 orang dan yang tidak mengalami obesitas sebanyak 8 orang. Responden yang
memiliki asupan makan lebih namun tidak mengalami obesitas dikarenakan aktivitas mereka yang cukup aktif dan
berdasarkan IPAQ terlihat aktivitas fisik mereka dalam kategori sedang dan ada pula yang berat.
Keadaan obesitas terjadi jika makanan sehari-harinya mengandung energi yang melebihi kebutuhan. Terutama zat
gizi makro yang menyebabkan kegemukan bila dimakan secara berlebihan. Zat gizi ini akan disimpan dalam bentuk
lemak tubuh dan akan meningkatkan berat badan secara keseluruhan. Pola makan yang dimiliki oleh remaja
diperoleh melalui proses yang menghasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dengan
berbagai pengarahan dan bimbingan dari orang tua tentang makanan yang harus dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan asupan makanan.
Pola makan yang tidak sesuai akan menyebabkan asupan makanan yang berlebihan atau sebaliknya kekurangan.
Asupan makanan yang kurang dari kebutuhan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus, sedangkan asupan
makanan yang lebih dari kebutuhan akan menyebabkan kelebihan berat badan atau overweight. Pola makan yang
berlebihan merupakan fenomena baru yang semakin lama semakin meluas. Keadaan ini sering dialami oleh
masyarakat menengah keatas dengan adanya perubahan pola makan, yakni menyebabkan munculnya obesitas
pada remaja perkotaan.
Pola makan yang tidak seimbang dikarenakan tingginya konsumsi fast food yang mendorong timbulnya peningkatan
deposit lemak, hal ini dikarenakan kandungan dari fast food yang mengandung lemak sekitar 40-50%10. Faktor
utama penyebab overweight dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara asupan energi yang masuk ke dalam
tubuh dan energi yang dikeluarkan tubuh. Perkembangan teknologi, tingkat sosial ekonomi dan faktor budaya
menyebabkan perubahan pola makan, menjadi lebih senang mengkonsumsi fast food yang banyak mengandung
kalori, lemak dan kolesterol.
Kecenderungan untuk mengkonsumsi fast food pada remaja dalam penelitian ini didukung oleh mudahnya
memperoleh dan mendapatkan makanan tersebut yakni jarak sekolah dengan tempat yang menyediakan makanan
cepat saji berada cukup dekat dan mudahnya akses untuk kesana. Banyak remaja yang menghabiskan jam istirahat
ataupun waktu makan siang dengan membeli makanan tersebut bahkan tidak sedikit guru yang menitip dan
menyuruh para siswanya untuk membelikan makanan tersebut.
Penelitian11 tentang hubungan konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada anak SD di kota Manado
menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsumsi fast food dan obesitas dengan nilai p = 0,024. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumsi fast food merupakan faktor pendukung yang dapat menyebabkan terjadinya
obesitas pada anak dan remaja.
Selain fast food remaja juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi snack atau makanan ringan. Snack adalah makanan
yang dimakan di antara makan besar, terutama antara makan pagi dan makan siang dan antara makan siang dan
makan malam12. Beberapa studi di negara barat ditemukan indikasi bahwa dengan peningkatan kebiasaan makan
snack, maka total intake energi juga meningkat. Snack memberikan kontribusi sekitar 20-75% total intake kalori di
negara-negara barat seperti Amerika dan Inggris13.
Di Uni Emirat Arab menunjukkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi snack diantara makan pagi dan makan siang
dijumpai pada remaja laki laki (12-17 tahun) 60,5% obes dan dibanding 39,5% remaja laki laki non obes 14.
Remaja dalam penelitian ini sebagian besar sering mengkonsumsi snack. Berdasarkan survei food recall
menunjukkan makanan selingan yang sering dikonsumsi diantara makan besar adalah snack. Berdasarkan lembar
FFQ menunjukkan snack seperti berbagai jenis keripik kentang yang asin dan gurih serta wafer coklat (tango, beng-
beng, top, dan chocolatos) atau coklat batang (silver queen dan delfi) adalah yang paling sering dikonsumsi oleh
responden.
Makan siang dan makan malam remaja menyediakan 60% dari intake kalori, sementara makanan jajanan
menyediakan kalori 25%. Anak obesitas ternyata akan sedikit makan pada waktu pagi dan lebih banyak makan pada
waktu siang dibandingkan dengan anak kurus pada umur yang sama 15. Anak sekolah terutama pada masa remaja
tergolong pada masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental serta peka terhadap rangsangan
dari luar. Teori tersebut sesuai
8
dengan yang didapatkan dalam penelitian, berdasarkan survei food recall 2x24 jam terlihat jelas bahwa anak
obesitas cenderung tidak menyukai dan tidak memiliki kebiasaan untuk makan pagi atau sarapan dan akan makan
dengan porsi yang banyak pada makan siang.
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Aktivitas fisik dalam penelitian ini dibagi menjadi aktivitas fisik ringan, sedang dan berat. Hasil penelitian
menujukkan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas paada siswa di SMA
Negeri 4 Kendari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian 16 tentang aktivitas fisik dan gaya hidup sendentari
pada remaja overweight dan obesitas di Yogyakarta dengan nilai p = 0,001. Penelitian 17 menunjukkan hasil yang
senada dengan adanya perbedaan bermakna antara aktivitas fisik di hari kuliah dan hari libur antara penderita
overweight dan obesitas, dengan nilai p value (p=0,041) dan (p=0,015) pada mahasiswa di Universitas Hasanuddin
Makassar.
Hal ini sesuai dengan teori terjadinya obesitas karena rendahnya aktivitas fisik sehingga asupan energi yang masuk
hanya sedikit terpakai untuk beraktivitas dan sebagian besar tersimpan sebagai lemak tubuh, dengan kata lain,
kelompok obesitas hanya menggunakan sedikit energi untuk melakukan aktivitasnya 18.
Aktivitas fisik adalah hal yang dianjurkan terhadap setiap orang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesegaran tubuh. Aktivitas fisik berguna untuk melancarkan peredaran darah dan membakar kalori. Hasil penelitian
mengenai aktivitas fisik yang dilakukan oleh remaja di SMA Negeri 4 Kendari menunjukkan bahwa sebagian besar
responden melakukan aktivitas fisik sedang yaitu berkisar 600-3000 METs/minggu. Pada remaja yang mengalami
obesitas aktivitas fisik yang mereka lakukan sebagian besar dalam kategori ringan yaitu sebanyak 27 orang dan
tidak ada yang melakukan aktivitas fisik dengan kategori berat. Hal ini dikarenakan masa tubuh yang tidak mampu
menopang tubuh untuk bergerak lebih aktif. Penilaian aktivitas fisik dalam penelitian ini berdasarkan International
Physical Activity Questionaires (IPAQ) dengan melakukan perhitungan menggunakan metode METs.
Menurun dan rendahnya aktivitas fisik dipercaya sebagai salah satu hal yang menyebabkan obesitas. Tren
kesehatan terkini juga menunjukkan prevalensi obesitas meningkat bersamaan dengan meningkatnya perilaku
sedentari dan berkurangnya aktivitas fisik. Perilaku sedentari adalah perilaku duduk atau berbaring dalam sehari-
hari baik di tempat kerja (kerja di depan komputer, membaca, dll), di rumah (nonton TV, main game, dll), di
perjalanan/transportasi (bis, kereta, motor), tetapi tidak termasuk waktu tidur. Perilaku sedentari merupakan
perilaku berisiko terhadap salah satu terjadinya penyakit penyumbatan pembuluh darah, penyakit jantung dan
bahkan mempengaruhi umur harapan hidup..
Penelitian19 mengatakan bahwa penggunaan mobil, air conditioner (di dalam mobil, sekolah dan di rumah) secara
substansial meningkatkan gaya hidup dari penduduk perkotaan dan adanya penurunan aktifitas fisik yang
menyebabkan gaya hidup sedentari sehingga mengakibatkan obesitas sentral.
Penelitian20 tentang analisis aktivitas ringan sebagai faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja di sekolah
menengah pertama negeri 1 manado menunjukkan hasil siswa yang obes memiliki aktivitas fisik ringan dengan
rata-rata total MET 577,56 MET/minggu dan siswa tidak obes sebagian besar memiliki aktivitas fisik sedang dengan
rata-rata total MET 785,62 MET/minggu. Hal ini juga menunjukkan bahwa aktivitas fisik merupakan faktor risiko
terhadap kejadian obesitas dimana remaja dengan aktivitas fisik ringan 6,591 kali lebih berisiko menjadi obes,
dibandingkan dengan remaja dengan aktivitas fisik sedang.
Menurut21, menyatakan bahwa kehilangan aktivitas fisik, akibat menonton televisi atau bermain video game lebih
dari 1 (satu) jam setiap hari memiliki kontribusi yang signifikan terhadap obesitas pada anak dan remaja. Pendapat
ini diperkuat dengan ditemukannya data aktivitas fisik pada penelitian dimana remaja lebih banyak menghabiskan
waktu dengan melakukan aktivitas pada posisi duduk dan berbaring seperti menonton televisi, mengerjakan tugas,
bermain game atau hanya sekedar menghabiskan waktu dengan bersantai, bahkan pada hari libur remaja bisa
menghabiskan 10-12 jam dengan melakukan berbagai aktivitas pada posisi duduk dan berbaring dalam sehari.
Dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak melakukan pekerjaan rumah tangga didalam
rumah seperti mencuci piring, mencuci baju, menyapu, dan mengepel. Hal ini dikarenakan adanya bantuan dari
asisten rumah tangga yang mengurus pekerjaan rumah dan meningkatnya rasa malas dari individu diakibatkan dari
orang tua yang tidak mengajari atau membiasakan dalam membantu pekerjaan rumah tangga. Selain itu semakin
canggihnya alat yang dimiliki untuk membantu pekerjaan rumah tangga sehingga tenaga yang dikeluarkan lebih
sedikit.
Hubungan Uang Jajan dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Keputusan mengkonsumsi suatu makanan biasanya dipengaruhi faktor kesukaan dan besarnya
9
uang jajan. Semakin besar uang jajan yang diperoleh anak maka semakin besar peluang dalam mengkonsumsi
bebagai makanan yang disukai. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara uang jajan dengan kejadian
obesitas pada siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian 22 menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan anatara frekuensi konsumsi makanan cepat saji pada anak obesitas dengan uang jajan
yang diberikan dengan nilai p = 0,006. Penelitian 23 pada siswa SMAN 2 Jember menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara jumlah uang saku siswa mengenai kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dengan kejadian
obesitas.
Uang saku adalah uang yang diberikan oleh orang tua dengan perencanaan uang tesebut digunakan untuk
transportasi atau tabungan anak. Sedangkan uang jajan adalah uang yang diberikan kepada anak untuk membeli
jajanan berupa makanan dan minuman selama berada diluar rumah. Tetapi kebanyakan anak menggunakan uang
saku tersebut untuk membeli makanan yang tidak bergizi atau hal yang tidak berguna.
Uang jajan yang diperoleh remaja di SMA Negeri 4 Kendari sebagian besar termasuk dalam kategori tinggi yaitu
diatas Rp. 30.000. Hal ini dikarenakan rata-rata remaja memliki tingkat sosial ekonomi menengah keatas meski
terdapat juga remaja yang memiliki tingkat sosial ekonomi menengah kebawah. Selain itu pengaruh teman sebaya
dalam membelanjakan uang jajan untuk mengkonsumsi makanan sangat berpengaruh dengan pemilihan makanan
yang akan dikonsumsi remaja.
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil responden yang memiliki uang jajan rendah dengan keadaan obesitas dan
tidak obesitas memiliki prevalensi yang hampir sama. Penderita obesitas pada penelitian ini tidak diberikan uang
jajan lebih oleh orang tua mereka dikarenakan mereka dilarang untuk banyak berbelanja diluar rumah dan
cenderung dibiasakan membawa bekal di sekolah. Sedangkan responden yang tidak obesitas dengan uang jajan
kurang dikarenakan kondisi ekonomi mereka yang tergolong menengah kebawah.
Pada uang jajan tinggi responden yang mengalami obesitas lebih sedikit yaitu sebanyak 20 orang dibandingkan
dengan responden yang tidak obesitas yaitu sebanyak 22 orang. Hal ini dikarenakan responden yang tidak obesitas
memiliki uang jajan tinggi namun tidak membelanjakan seluruh uang jajan mereka dengan makanan atau jajanan di
sekolah. Uang jajan yang mereka peroleh sebagian mereka sisipkan untuk sewa angkot dan ada juga sebagian yang
menabung.
Sebuah penelitian epidemiologi menyebutkan bahwa prevalensi obesitas pada remaja di negara berkembang
meningkat pada golongan sosial ekonomi yang tinggi. Salah satu indikator dari kondisi ekonomi adalah pengeluaran
uang untuk pangan tiap bulannya yang dapat dilihat dari uang saku remaja yang dihabiskan untuk makan 24.
Pemberian uang jajan pada remaja berpengaruh dari tingkat ekonomi yang dimiliki dengan melihat pekerjaan dari
orang tua mereka. Remaja dalam penelitian ini sebagian besar memilki orang tua yang bekerja keduanya sehingga
rata-rata pendapatan orang tua mereka tergolong tinggi. Penelitian 25 menunjukkan 55,9% keluarga dengan
pendapatan tinggi memiliki anak yang obesitas dan hanya 25% keluarga dari tingkat pendapatan rendah memiliki
anak yang obesitas.
Tingkat pendapatan orang tua berkaitan dengan kemampuan orang tua untuk mencukupi kebutuhan, pemilihan
jenis dan jumlah makanan, serta berpengaruh terhadap gaya hidup keluarga yang juga akan berdampak pada anak.
Pendapatan yang tinggi dapat juga mengarah pada pemilihan bahan makanan yang lebih enak, siap santap, cepat,
dan lebih banyak mengandung lemak, minyak, dan bahan lainnya yang dapat menyebabkan obesitas 26.
Hubungan Parental Fatness dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah
sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk (parental fatness) cenderung memiliki anak-anak yang
gemuk pula. Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak
dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang
berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam
kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar 27.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara parental fatness dengan kejadian obesitas pada
siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Hal ini sesuai dengan penelitian 28 tentang analisis faktor penyebab obesitas pada
anak sekolah di SD Islam Al-Azhar 14 kota Semarang yang menunjukkan hasil yang bermakna (p = 0,000) ada
hubungan antara faktor genetik dengan kejadian obesitas pada anak dengan kekuatan hubungan kuat dan arah
hubungan positif.
Dalam penelitian didapatkan hasil orang tua dengan kondisi obesitas (parental fatness) yang memiliki anak obesitas
sebanyak 24 orang dan yang memiliki anak tidak obesitas sebanyak 20 orang. Responden yang tidak obesitas
namun memiliki
10
orang tua yang obesitas dalam penelitian ini sangat memperhatikan bentuk tubuh mereka dengan menjaga pola
makan. Mereka mengaku waktu kecil mereka sempat memiliki tubuh yang gemuk namun semakin mereka beranjak
dewasa mereka menyadari bentuk tubuh ideal yang mereka inginkan seperti apa. Responden pun mengaku tidak
ingin memiliki bentuk tubuh seperti orang tua mereka dikarenakan mereka menyadari akibat dari memiliki tubuh
dengan bobot berlebih dapat beresiko mengalami berbagai banyak penyakit dan mereka mengaggap bobot tubuh
yang berlebihan akan membuat mereka tidak menarik lagi dan akan selalu dijadikan bahan olokan oleh teman
mereka.
Anak yang obesitas cenderung akan mengalami obesitas hingga dewasa dimana 40 – 70 % anak-anak yang obesitas
akan tetap obesitas hingga dewasa. Hasil29 yang menyatakan bahwa dalam satu keluarga dimana kedua
orangtuanya diklasifikasikan mengalami obesitas ternyata 19,8% anak- anaknya akan mengalami obesitas. Hal ini
dapat dibandingkan dengan hanya 6,7% bila kedua orang tuanya tidak obesitas.
Anak yang memiliki orang tua obesitas memiliki resiko mengalami obesitas lebih besar bila dibandingkan dengan
anak yang tidak memiliki riwayat obesitas. Tapi bukan tidak mungkin seorang anak yang tidak memiliki riwayat
obesitas mengalami obesitas. Tidak sedikit ahli kesehatan yang menilai bahwa faktor genetik bukanlah hal utama
dalam peningkatan resiko kegemukan dan obesitas pada anak. Hal ini mengacu pada fakta bahwa tidak terdapat
perubahan genetik yang bermakna pada manusia selama kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, sedangkan
peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas di seluruh dunia menunjukkan fenomena sebaliknya 30.
Menurut31, bila kedua orang tua obes, 80% anaknya menjadi obes, bila salah satu orang tua obes, kejadian obes
menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obes, prevalensi menjadi 14%. Anak yang salah satu orang tuanya
mengalami obesitas, berkemungkinan 40% mengalami obesitas.
Hubungan Durasi Tidur dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar yang menyebabkan reaksi individu terhadap lingkungan sekitar menurun
bahkan hilang. Menurut National Sleep Foundation durasi tidur untuk remaja usia 14-17 tahun yaitu 8 – 10 jam
dalam sehari. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara durasi tidur dengan kejadian obesitas pada
siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Penelitian ini sejalan dengan penelitian 32 tentang hubungan jumlah jam tidur
dengan indeks massa tubuh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang menunjukkan
hasil terdapat korelasi yang sangat lemah dan tidak bermakna pada penurunan jumlah jam tidur dengan
peningkatan IMT dengan nilai p = 0,205.
Remaja di SMA Negeri 4 Kendari memiliki rata-rata waktu tidur 8-9 jam perhari dan tidak biasa melakukan tidur
siang. Remaja dalam penelitian ini cukup aktif dan cenderung memiliki waktu tidur kurang. Dalam penelitian
diperoleh hasil bahwa dari 34 responden yang mengalami obesitas dengan durasi tidur kurang sebanyak 21 orang
dan durasi tidur cukup sebanyak 13 orang . Sedangkan pada kelompok remaja yang tidak obesitas dari 55
responden terdapat 30 orang yang durasi tidurnya kurang dan 25 orang yang durasi tidurnya cukup.
Dari penelitian ini terlihat bahwa pada kelompok remaja yang mengalami obesitas sebagian besar memiliki durasi
tidur yang kurang. Namun hasil yang didapatkan juga menujukkan remaja yang tidak obesitas juga banyak memilki
durasi tidur yang kurang. Remaja yang obesitas maupun yang tidak obesitas sama-sama memiliki waktu tidur yang
kurang hal ini dikarenakan masa remaja yang masih mengalami masa pubertas sehingga cenderung memiliki
kebiasaan tidur larut malam atau munculnya kebiasaan begadang dengan berbagai alasan tertentu seperti
mengerjakan tugas sekolah, bermain game online, menggunakan sosial media, bahkan hanya sekedar chating atau
smsan dengan teman dekat atau pacar.
Penelitian33 mengenai hubungan durasi tidur yang pendek dengan peningkatan risiko obesitas pada remaja di
Eropa. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu orang yang durasi tidurnya lebih singkat menunjukkan nilai
yang tinggi pada Body Mass Index, lemak tubuh, waist and hip circumference, dan fat mass index (p < 0,05),
khususnya pada wanita. Kemudian Chaput dkk pada tahun 2011, menemukan hanya durasi tidur yang pendek (<10
jam/malam) secara independen berhubungan dengan resiko overweight/obesitas. Durasi waktu tidur yang pendek
(<8 jam) dengan kejadian obesitas hanya mempengaruhi usia muda (anak dan remaja) serta dewasa muda,
sedangkan pada dewasa lanjut, tidak terbukti 34.
Penelitian yang banyak dilakukan menemukan bahwa adanya hubungan antara durasi tidur dengan terjadinya
obesitas. Hal ini disebabkan oleh sejumlah hormon memediasi interaksi antara durasi tidur yang pendek,
metabolisme dan tingginya IMT. Dua hormon kunci yang mengatur nafsu makan yaitu leptin dan ghrelin. Kedua
hormon ini memainkan peranan yang signifikan dalam interaksi antara durasi tidur yang pendek dan tingginya IMT.
Leptin adalah adipocyte-derived hormon yang menekan nafsu makan. Ghrelin
11
sebagian besar adalah peptide yang berasal dari abdomen yang menstimulasi nafsu makan. Mediator lain yang
memberi kontribusi terhadap metabolisme adalah adiponektin dan insulin. Adiponektin adalah hormon yang baru
diketahui disekresi oleh adiposit dan berhubungan dengan sensitifitas insulin 35.
Berdasarkan hasil penelitian lebih lanjut diperoleh penyebab kurang tidur pada remaja obesitas diakibatkan oleh
adanya gangguan tidur yang mereka rasakan sehingga menyebabkan remaja sering terbangun ditengah malam dan
sulit untuk tertidur kembali. Sedangkan pada remaja yang tidak obesitas penyebab kurang tidur dikarenakan
mereka memiliki kebiasaan begadang dengan melakukan berbagai kegiatan yang mereka kerjakan. Kedua kelompok
responden memiliki alasan tertentu penyebab mereka mengalami durasi tidur yang singkat namun hal ini tidak
mempengaruhi mereka untuk makan ditengah malam meskipun mereka merasakan lapar. Hal ini dikarenakan rasa
malas untuk kedapur ataupun bangun dari tempat tidur sehingga mereka menahan rasa lapar yang dirasakan.
Meskipun hasil penelitian yang dilakukan tidak mendapatkan hubungan antara durasi tidur dengan terjadinya
obesitas pada remaja namun durasi tidur khususnya pada keadaan kurang tidur kemungkinan besar dapat menjadi
faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja dengan adanya peran berbagai hormon didalam tubuh.
SIMPULAN
1. Ada hubungan antara pola makan dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tahun 2016.
2. Ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari Tahun 2016.
3. Ada hubungan antara uang jajan dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari Tahun
2016.
4. Ada hubungan antara parental fatness dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tahun 2016.
5. Tidak ada hubungan antara durasi tidur dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tahun 2016.
SARAN
1. Bagi pihak sekolah perlu diadakannya program kesehatan pada penderita obesitas melalui usaha
kesehatan sekolah (UKS) atau bimbingan konseling (BK) seperti : diet sehat remaja, penyuluhan gizi
seimbang, dan memberikan
edukasi tentang bahaya konsumsi fast food dan snack secara berlebihan.
2. Diadakannya kembali kegiatan senam pagi bersama 1 hari dalam satu minggu diluar dari jadwal
pelajaran olahraga dan melakukan kegiatan rutin jalan santai bersama dengan seluruh siswa dan guru agar
menumbuhkan kesadaran untuk hidup sehat.
3. Bagi orang tua diharapkan untuk mengontrol uang jajan siswa di sekolah dan menghimbau anak untuk
tidak membeli makanan fast food dan snack secara berlebihan.
4. Diharapkan perhatian dari orang tua yang mengalami obesitas untuk lebih membatasi dan mengawasi
kebiasaan makan anak yang berlebihan, tinggi kalori namun rendah serat agar anak dapat mengkonsumsi
makanan tersebut tidak berlebihan. Orang tua juga perlu membiasakan hidup sehat yaitu mengajak anak
untuk lebih banyak beraktivitas atau berolahraga.
5. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara
durasi tidur dengan terjadinya obesitas pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA
1. Proverawati. 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja. Yogyakarta: Nuha Medika
2. Sawello, M.A. & Malonda, N.S.2012. “Analisis Aktivitas Ringan Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas
Pada Remaja Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Manado”. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi Manado
3. Marie Ng, Fleming, T., Robinson, M., Thomson, B., Graetz, N., Margono, C., Mullany, E. C., Biryukov, S.,
Abbafati, C., Abera, S. F., Abraham, J.P., Rmeileh Abu, Achoki, T., Albuhairan, F.S., Alemu, Z.A., Alfonso, R.,
Ali, M.K., Ali, R., Guzman, N.A., Ammar, W., Anwari, P., Banerjee, A., Barquera, S., Basu, S., Bennet, D.A.,
Bhutta, Z., Blore, J., Cabral, N., Nonato, I.C., Chang, J.C., Chowdhury, R., Courville, K.J., Criqui, M.H., Cundiff,
D.K., Dabhadkar, C.K., Dandona, L., Davis, A., Dayama, A., Dharmaratne, S.D. ”Global, Regional, and
National Prevalence of Overweight and Obesity in Children and Adults during 1980–2013: A Systematic
Analysis for the Global Burden of Disease Study 2013”. Lancet 2014; 384: 766–81
4. Kemenkes RI. 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta
5. Sargowo D., & Andarini S. “Pengaruh Komposisi Asupan Makan terhadap Komponen Sindrom Metabolik
pada Remaja. Jurnal Kardiologi
12
Indonesia” · Vol. 32, No. 1 · Januari - Maret 2011. J Kardiol Indones. 2011;32:14-23 ISSN 0126/3773
6. Suryaputra, K, & Nadhiroh, S.R. (2012). “Perbedaan Pola Makan dan Aktivitas Fisik Antara Remaja
Obesitas dengan Non Obesitas” . Makara, Kesehatan, Vol. 16, No. 1, 45-50
7. Utomo, G.T. 2012. Pengaruh Latihan Senam Aerobik terhadap Penurunan Berat Badan, Persen Lemak
Tubuh dan Kadar Kolesterol pada Remaja Putri Penderita Obesitas di Sanggar Senam Studio 88 Salatiga.
Vol. 1 No.1. Semarang: Universitas Negeri Semarang
8. Mujur, A. (2011). Hubungan Antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Berat Badan Lebih
Pada Remaja (Studi Kasus di Sekolah Menengah Atas 4 Semarang).[Skripsi] Semarang : Universitas
Diponegoro
9. Siregar, R. (2013). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Overweight pada Mahasiswa di Stikes
Medistra Indonesia Tahun 2013. [Karya Tulis Ilmiah] Bekasi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra
Indonesia
10. American Academy of Pediatrics. Active Healthy Living : Prevention of Childhood Obesity through
Incresaed Physical Activity. Pediatrics. 2006. p. 1834-1832
11. Damopolii, W., Mayulu, N., Masi, G. 2013. Hubungan Konsumsi Fastfood dengan Kejadian Obesitas
pada Anak SD di Kota Manado. Ejournal Keperawatan (E-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013
12. Bin Zaal, A. A, Musaiger, A. O., and D'Souza, R. “Dietary habits associated with obesity among
adolescents in Dubai, United Arab Emirates,” Nutricion Hospitalaria, vol. 24, no. 4, pp. 437–444, 2009
13. Swinburn, B.A., Caterson, I., Seidell J. C., and James, W. P. T. “Diet, Nutrition and The prevention of
Excess Weight Gain and Obesity,” Public Health Nutrition, vol. 7, no. 1A, pp. 123–146, 2004.
14. Musaiger, A.O. 2004. “Overweight and Obesity in the Eastern Mediterranian Region : Can We Control
It?”. Eastern Mediterranian Health Journal.
15. Franc GC, Hong Li-Tsu, Toma R. 1992. The nutrient analysis and sensory evaluation of a new recipe for
school lunch-modified Chinese meat bun. Abstrack presented at the california dietetic association ; Los
Angeles, California.
16. Kurdaningsih, S.V., Sudargo, T., Lusmilasari, L. 2016. “Physical Activity and Sedentary Lifestyle Towards
Teenagers’ Overweight/Obesity Status”. International Journal Of Community Medicine And Public Health.
Mar;3(3):630-635.
DOI: Http://Dx.Doi.Org/10.18203/2394-6040.Ijcmph20160623
17. Nuraliyah. (2013). Aktivitas Fisik dan Durasi Tidur pada Penderita Overweight dan Obesitas Mahasiswa
Universitas Hasanuddin. [Skripsi] Makassar : Universitas Hasanuddin
18. Proverawati. 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja. Yogyakarta: Nuha Medika
19. Shehu, R. A., Abdullahi, A. A. & Adekeye, D. S. 2010. Sedentary Lifestyle and Wellness in Kaduna State,
Nigeria
20. Sawello, M.A. & Malonda, N.S.2012. “Analisis Aktivitas Ringan Sebagai Faktor Risiko Terjadinya
Obesitas Pada Remaja Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Manado”. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi Manado
21. Meenu, S. & Madhu, S. 2005. Risk Factors for Obesity in Children, Department of Pediatrics, Advanced
Pediatric Center, Postgraduate Institute of Medical Education and Research, Chandigarh, India.
22. Imtihani, T.R. (2012). Hubungan Pengetahuan,Uang Saku,Motivasi, Promosi,dan Peer Group dengan
Frekuensi Makanan Cepat Saji (Western Fast Food) pada Remaja Obesitas.[Skripsi] Semarang : Universitas
Diponegoro
23. Susanti, Eri., 2008. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan
Cepat Saji Siswa SMAN 2 Jember. [Skripi]. Jawa Timur : Universitas Jember.
24. Baum II CL, Ruhm CJ. (2007). “Age, Sosio Economic status and Obesity Growth” Cambridge: National
Bureau of Economic Research Working Paper No. 13289. (Online) Tersedia :
http://www.nber.org/papers/w13289. diakses 23 Maret 2016
25. Parengkuan, R.R., Mayulu, N., Ponidjan, T. (2013). “Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian
Obesitas pada Anak Sekolah Dasar di kota Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran.
Universitas Sam Ratulangi
26. Hadi, S.M., Sulityowati, E., Mifbakhuddin. 2005 “Hubungan pendapatan perkapita, pengetahuan gizi
ibu dan aktivitas fisik dengan obesitas anak kelas 4 dan 5 di SD Hj. Isriati Baiturrahman kota Semarang”.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. 2005; 2(1):7-12.
27. Salam. A. (2010). “Faktor Risiko Kejadian Obesitas Pada Remaja”.Jurnal MKMI Vol 6 No.3 Juli 2010, Hal
185-190
13
28. Budiyati. 2011. Faktor Penyebab Obesitas pada Anak Sekolah di SD Islam Al-Azhar 14 Kota Semarang.
[Tesis]. Depok : Universitas Indonesia
29. Simatupang, R..M. 2008. Pengaruh Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik dan Keturunan terhadap Kejadian
Obesitas pada Siswa Sekolah Dasar Swasta di Kecamatan Medan Baru Kota Medan [Tesis]. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
30. Wahyu, Genis Ginanjar. 2009. Obesitas Pada Anak. Yogyakarta : B First–Bentang Pustaka
31. Hidayati. (2006). Obesitas pada Anak.[terhubungberkala]. (Online) tersedia : www.pediatrik.com.
Diakses 23 Maret 2016.
32. Manik, C.P.N. 2011. Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara [Skripsi] Medan : Universitas Sumatera Utara
33. Garaulet, M., Ortega, FB., Ruiz, JR., Rey-Lopez, JP., Beghin, L., Manios, Y., Cuenca-Garcia, M., Plada, M.,
Diethelm, K., Kafatos, A., Molnar, D., Al-Tahan, J., Moreno, LA. 2011, “Short sleep duration is associated
with increased obesity markers in European adolescents : effect of physical activity and dietary habits”.
Pediatric Original Article : International Journal of Obesity (2011) 35, 1308–1317
34. Magee, CA. Caputi, P., Iverson, DC. (2010). “Is sleep Duration Association with Obesity in Older
Australian Adult?” Journal of aging and health 22(8) 1235–1255.
35. Littman, AJ., Vitiello, MV., Foster-Schubert, K., Ulrich, CM., Tworoger, SS., Weigle, DS and McTiernan, A.
2007. “Sleep, Ghrelin, Leptin and Changes in Body Weight during a 1-year Moderate-intensity Physical
Activity Intervention”. International Journal of Obesity (2007) 31, 466–475
36. Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.