Anda di halaman 1dari 152

Jurnal Gizi

Obesitas: Epidemiologi dan Faktor-Faktor Determinan

Menurut World Health Organization (WHO), obesitas secara sederhana dapat


didefiniskan sebagai akumulasi lemak dalam tubuh yang berlebihan yang dapat
memberikan dampak buruk terhadap kesehatan. Secara umum, baik dalam bidang
epidemiologi maupun praktik klinik, obesitas ditentukan berdasarkan Index Massa
Tubuh (IMT), yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi kuadrat tinggi badan (dalam
meter). Berdasarkan IMT (yang dinyatakan dalam kg/m2), seseorang dinyatakan
sebagai berat badan kurang (underweight), berat badan normal, berat badan lebih
(overweight, pra-obesitas) dan obesitas (Tabel 1).[1] Namun demikian, IMT tidak
memberikan gambaran tentang persentase maupun distribusi lemak tubuh sehingga
dapat terjadi misklasifikasi dalam menentukan obesitas serta risiko kardiometabolik
yang terkait dengannya.[2]

Pada tingkat populasi, korelasi positif yang kuat antara IMT dengan kandungan lemak
tubuh telah dilaporkan secara luas.[3] Di lain pihak, pada tingkat individu terdapat
variasi yang cukup besar dalam hal kandungan lemak tubuh. Salah satu penelitian pada
subyek sehat dengan IMT normal (24 kg/m2) menunjukkan bahwa kandungan lemak
tubuh subyek bervariasi antara 8% sampai 38% pada pria dan 30% sampai 44% pada
wanita.[4] Hal ini berarti bahwa seseorang dengan IMT normal dapat mempunyai
kandungan lemak tubuh yang tinggi dengan massa otot yang rendah atau sebaliknya
mempunyai massa otot yang tinggi dengan kandungan lemak yang normal, seperti
yang sering ditemukan pada atlet.

Prevalensi obesitas di dunia dipantau oleh WHO berdasarkan data IMT yang
dikumpulkan dari survey atau studi populasi yang mencantumkan berat dan tinggi
badan, baik yang diukur maupun yang dilaporkan oleh subyek. Pada tahun 2014, lebih
dari 1,9 miliar orang dewasa mengalami kelebihan berat badan (overweight), dan 600
juta orang mengalami obesitas. Secara keseluruhan, 39% orang dewasa (38% pria dan
40% wanita) usia 18 tahun ke atas mengalami overweight dan 13% (11% pria dan 15%
wanita) mengalami obesitas. Angka ini meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding
prevalensi tahun 2008.[5]

Angka obesitas di Indonesia juga terus meningkat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas), pada laki-laki dewasa terjadi peningkatan prevalensi obesitas dari
13,9% pada tahun 2007 menjadi 19,7 % pada tahun 2013. Pada wanita dewasa terjadi
peningkatan yang cukup ekstrim yaitu dari 14,8% pada tahun 2007 menjadi 32,9 %
pada tahun 2013.[6]

Tabel 1. Klasifikasi status berat badan berdasarkan IMT pada populasi umum dan
populasi Asia (diadaptasi dari WHO).[1,9]
Etiologi dan faktor-faktor determinan

Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin dan faktor etnik
berpengaruh terhadap terjadinya obesitas. Prevalensi obesitas meningkat dengan
bertambahnya usia, dengan puncaknya terjadi pada usia sekitar 60 tahun.[7] Secara
khusus wanita mempunyai persentase kandungan lemak tubuh yang lebih tinggi
daripada pria, dan juga mempunyai distribusi lemak yang berbeda yaitu mempunyai
lemak subkutan yang lebih tinggi daripada lemak viseral.[8] Faktor etnik juga perlu
diperhatikan oleh karena IMT 20-25 kg/m2 yang merupakan IMT normal dan sehat pada
populasi Kaukasian, ternyata berkorelasi dengan kandungan lemak yang lebih tinggi
dan peningkatan risiko penyakit pada kelompok etnik yang berbeda, khususnya
populasi Asia. Hal ini menyebabkan WHO membuat nilai cut-off yang berbeda untuk
berat badan lebih dan obesitas pada populasi Asia (Tabel 1).[9]

Faktor lingkungan tampaknya merupakan kontributor utama terjadinya epidemik


obesitas. Data asupan makanan dari empat studi NHANES secara berurutan
menunjukkan bahwa peningkatan jumlah dan densitas energi makanan yang
dikonsumsi berhubungan secara paralel dengan peningkatan prevalensi obesitas pada
populasi Amerika Serikat.[10]

Adanya hasil penelitian bahwa overweight dan obesitas bersifat cluster dalam area
tertentu menunjukkan bahwa faktor lingkungan merupakan determinan penting pada
obesitas. Faktor-faktor lingkungan yang bersifat ‘obesogenik’ seperti ketersediaan dan
kemudahan dalam mengakses tempat penjualan makanan tidak sehat (makanan tinggi
lemak, junk food) dan sebaliknya ketidaknyamanan dalam mengakses tempat
penjualan buah dan sayuran merupakan hal-hal yang memfasilitasi terjadinya obesitas.
[11]

Selain faktor lingkungan, terdapat faktor predisposisi genetik terhadap obesitas. Upaya
yang dilakukan untuk memahami basis genetik obesitas telah mengidentifikasi berbagai
gen yang berhubungan dengan sindrom obesitas. Studi genetik dalam satu dekade
terakhir menemukan adanya 227 varian genetik yang tercakup dalam berbagai jalur
biologis yang berbeda (sistem saraf pusat, pengecapan dan pencernaan makanan,
diferensiasi adiposit, pensinyalan insulin, metabolisme lipid, biologi otot dan hepar,
mikrobiota usus) telah dihubungkan dengan obesitas poligenik.[12]
Salah satu hipotesis penyebab terjadinya obesitas, yang dikenal sebagai teori thrifty
gene menjelaskan bahwa beberapa populasi mempunyai gen-gen yang meningkatkan
penyimpanan lemak pada saat starvasi sebagai mekanisme pertahanan hidup. Pada
fase awal sejarah manusia, ketika manusia harus bersusah payah untuk mendapatkan
makanan dan tergantung pada ketersediaan makanan sedangkan pada sisi lain banyak
mengeluarkan energi, gen ‘hemat’ ini membantu manusia untuk bertahan hidup. Pada
situasi saat ini, ketika sumber makanan berlimpah, ekspresi gen tersebut menyebabkan
terjadinya penumpukan lemak yang berlebihan, memicu terjadinya obesitas dan
keadaan lain seperti diabetes melitus tipe 2.[13]

Hipotesis lain yang menjelaskan mekanisme terjadinya obesitas adalah teori fetal origin.
Menurut teori ini, status gizi ibu dan pertumbuhan janin yang buruk merupakan faktor
risiko berkembangnya penyakit kronis yang mempengaruhi pemrograman struktur,
fisiologi, dan metabolisme tubuh. Sebagai akibatnya, setelah lahir terjadi kegagalan
dalam pensinyalan sistem saraf pusat yang mengatur nafsu makan, asupan energi dan
berat badan yang memicu terjadinya obesitas.[13]

Daftar Rujukan

1. World Health Organization. Obesity: preventing and managing the global epidemic.
Report of a WHO consultation. WHO Technical Series 894. Geneva. 2000: 1-253.

2. Gomez-Ambrosi J, Silva C, Galofre J, Escalada J, Santos S, Millan D et al. Body


mass index classification misses subjects with increased cardiometabolic risk factors
related to elevated adiposity. Int J Obes 2012; 36: 286–294.

3. Okorodudu DO, Jumean MF, Montori VM, Romero-Corral A, Somers VK, Erwin PJ et
al. Diagnostic performance of body mass index to identify obesity as defined by body
adiposity: a systematic review and meta-analysis. Int J Obes 2010; 34: 791-799.

4. Thomas EL, Frost G, Taylor-Robinson SD, Bell JD. Excess body fat in obese and
normal-weight subjects. Nutr Res Rev 2012; 25: 150–161.

5. World Health Organization. Obesity and overweight.


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/. Update terakhir Januari 2015.

6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset


Kesehatan Dasar 2013: 263-265.

7. Mathus-Vliegen EM, Basdevant A, Finer N, Hainer V, Hauner H, Micic D et al.


Prevalence, pathophysiology, health consequences and treatment options of obesity in
the elderly: a guideline. Obes Facts 2012; 5(3): 460-483.

8. Karastergiou K, Smith SR, Greenberg AS, Fried SK. Sex differences in human
adipose tissues – the biology of pear shape. Biol Sex Differ 2012; 3: 1-12.
9. World Health Organization. Appropriate body-mass index for Asian populations and
its implications for policy and intervention strategies. Lancet 2004; 363: 157-163.

10. Kant AK, Graubard BI. Secular trends in patterns of self-reported food consumption
of adult Americans: NHANES 1971-1975 to NHANES 1999–2002. Am J Clin Nutr 2006;
84(5): 1215-1223.

11. Giskes K, van Lenthe F, Avendano‐Pabon M, Brug J. A systematic review of


environmental factors and obesogenic dietary intakes among adults: are we getting
closer to understanding obesogenic environments? Obes Rev 2011; 12(5): e95-e106.

12. Pigeyre M, Yazdi FT, Kaur Y, Meyre D. Recent progress in genetics, epigenetics
and metagenomics unveils the pathophysiology of human obesity. Clin Sci 2016;
130(12): 943-986.

13. González H. Managing Patients with Obesity, Springer: Switzerland, 2016; pp:23-
29.
JURNAL GIZI
PENDAHULUAN

1.1
Latar belakang
Obesitas saat ini merupakan permasalahan yang mendunia. Org
anisasi
Kesehatan Dunia (WHO) telah mendeklarasikan obesitas sebagai epidemik global.
Menurut Lembaga Obesitas Internasional di
London Inggris
dalam
Wandansari
(2007
) di
perkirakan sebanyak 1,7 milyar orang di bumi ini mengalami kelebihan
berat badan. Preva
lensinya meningkat tidak hanya di negara
-
negara maju, tetapi
juga di negara

negara berkembang ter
masuk Indonesia
.
Obesitas adalah keadaan dimana terdap
at penimbunan kelebihan lemak
dalam tubuh
. Umumnya, obesitas
dapat
ditentukan menggu nakan indeks mass
a
tubuh (IMT)/
Body Mass Index
(BMI), yaitu perbandingan berat badan (dalam
kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Pada usia 0
-
20 tahun,
indeks massa tubuh ditentukan dengan memplot IMT menggunakan grafik indeks
-
massa
-
tubuh CDC 2000, yaitu di
atas persentil
ke-95
. Sedangkan pada usia lebih
dari 20 tahun, menurut kriteria WHO untuk kawasan Asia Pasifik, obesitas
ditentukan jika IMT > 25
.
Penelitian
di Indonesia
tentang obesitas
masih sedikit
dibandingka n dengan di luar negeri
. Hal ini disebabka
n
penelitian
di Indonesia
lebih banyak difokuskan dengan masalah gizi kurang dibandingkan dengan
masalah gizi lebih
. Menurut Survey Kesehatan Nasional
pada tahun 1989
sebanyak 0,77% anak mengalami obesitas dan pada tahun 1992 meningkat
menjadi 1,26% dan meningkat lagi menjadi 4,58% pada tahun 1999
(Wandansari,
2007
).
Menurut
Sugih dalam Salim
dalam Wandansari (2007
)
jumlah penduduk
Indonesia yang mengalami obesitas menunjukkan kenaikan, pada tahun 1999 baru
15% –
20% tetapi pada tahun 2002 kejadian obesitas tersebut meningkat menjadi
22% -
24%, jadi sekitar 48
-
53 juta penduduk Indonesia mengalami obesitas.
Masalah obesitas banyak dialami oleh beberapa golongan di masyarakat, antara
lain balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa dan orang lanjut usia.
Universitas
Sumatera
Utara
Bebe
rapa survey yang dilakukan secara terpisah di beberapa kota besar
menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak sekolah dan remaja cukup
tinggi. Pada anak SD prevalensi obesitas mencapai
9,7% di Yogyakarta
dan
15,
8% di Denpasar (Wandansari, 2007
). Survey
obesitas yang dilakukan akhir
-
akhir ini pada anak remaja siswa/siswi SLTP di Yogyakarta menunjukkan bahwa
7,8% remaja di perkotaan dan 2% remaja di pedesaan
mengalami obesitas
. Angka
prevalensi obesitas di atas baik pada anak
-
anak maupun remaja dan orang
dewasa
sudah merupakan tanda peringatan bagi pemerintah dan masyarakat luas bahwa
obesitas dan segala implikasinya sudah merupakan ancaman yang serius bagi
masyarakat Indonesia khususnya di kota
-
kota besar.
Perubahan gizi pada remaja jika tidak diupayakan
perbaikannya akan
mempengaruhi kualitas masyarakat di masa mendatang. Gambaran status gizi dan
pengetahuan di masa sekarang berdampak besar pada gambaran status gizi di
masa mendatang, sehingga perlu dicari informasi mengenai gambaran
pengetahuan remaja,
khusu
s
nya siswa/siswi SMA tentang
faktor risiko peny
ebab
obesitas agar faktor
risiko tersebut dapat diidentifikasi sedini mungkin dan
ditanggu langi dengan baik.
Dari
uraian di atas
,
penulis tertarik untuk meneliti pengetahuan
siswa/siswi SMA tentang fa
ktor-
faktor risiko penyebab obesitas.
Penulis memilih
SMA Methodist
-
2 sebagai lokasi p
enelitian dikarenakan Metodhist
-
2 merupakan
sekolah swasta yang berlokasi di daerah perkotaan
dan memiliki kegiatan belajar
dan ekstrakurikuler yang cukup padat sehingga
siswa
-
siswinya memiliki peluang
yang cukup besar untuk makan di luar rumah dan mengkonsumsi makanan cepat
saji , dengan pola makan yang tidak seimbang sehingga kemungkinan terpapar
dengan faktor
-
faktor risiko penyebab obesitas juga semakin besar.
Selain i
tu,
belum pernah dilakuka n penelitian
sejenis se
belumnya pada sekolah tersebut.
Universitas
Sumatera
Utara
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana
gambaran pengetahuan siswa/siswi SMA Methodist
-2 Medan
tahun 2010
tentang
faktor
-
faktor risiko penyebab obesitas?
1.3
Tujuan Penelitian
Tu
juan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran pengetahuan siswa/siswi
kelas 1
SMA Methodist
-
2 Medan tahun 2010
tentang faktor
-
faktor risiko penyebab obesitas.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat m
emberikan manfaat untuk:
1.
Sebagai bahan tambahan kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang gizi dan kesehatan masyarakat terutama tentang hal
-
hal yang
berhubungan dengan kejadian obesitas
.
2.
Sebagai bahan informasi bagi
siswa/siswi
tentang berbagai f
aktor risiko
yang dapat menyebabkan obesitas sehingga dapat diantisipasi sejak dini.
3.
Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah t
entang
gambaran pengetahuan
siswa/siswi terhadap
fakt or
-
faktor risiko penyebab o
besitas
sehingga dapat
memberikan penyuluhan dan
pengetahuan kepada siswa/siswi
di
seko lah
mengenai obesitas
.
4.
M
engkaji secara ilmiah suatu permasalahan dengan mengaplikasikan teori
yang pernah peneliti peroleh sepanjang mengikuti kuliah dan menambah
pengetahuan peneliti tentang obesitas.
Universitas
Sumatera
Utara
HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI PADA MASYARAKAT ETNIK
MINANGKABAU DI KOTA PADANG

Delmi Sulastri, Elmatris, Rahmi Ramadhani


Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
email : delmisulastri@yahoo.com
Abstrak
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang sering ditemukan di tengah
masyarakat dan mengakibatkan angka kesakitan yang tinggi. Banyak faktor yang
dapat memicu terjadinya hipertensi, salah satunya adalah obesitas.
Penelitian dengan tujuan untuk melihat hubungan antara kejadian obesitas dengan
hipertensi ilakukan pada masyarakat etnik Minangkabau di 8 kelurahan di kota
Padang. Penelitian ini merupakan studi komparatif menggunakan desain cross
sectional study, dengan jumlah sampel 204 orang. Pengumpulan data karakteritik
dilakukan melalui wawancara dan pengukuran tekanan darah, berat badan, tinggi
badan, dan lingkar perut dilakukan dengan cara yang direkomendasikan WHO.
Analisis statistik yang digunakan adalah uji chi square dan uji Independent
sample T-test.
Hasil penelitian menemukan bahwa lebih dari separuh penderita hipertensi
mengalami obesitas (56,6%) dan obesitas sentral (54,9%) terdapat hubungan
bermakna antara obesitas dengan kejadian hipertensi (p<0,05; OR=1,82) dan
obesitas sentral dengan kejadian hipertensi (p<0,05; OR= 2,72). Uji Independent
sample T-test menunjukkan hasil yang signifikan (p<0,05) dimana ada perbedaan
rata-rata IMT (p= 0,025) antara responden hipertensi dan tidak hipertensi dan ada
perbedaan rata-rata LP (p= 0,002) antara responden hipertensi dan tidak
hipertensi.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat hubngan antara kejadian obesitas
dan obesitas sentral dengan hipertensi pada masyarakat etnik Minangkabau di
kota Padang.
Kata kunci : Hipertensi, obesitas, obesitas sentral
AbstractH
ypertension is a common health problem in the community and lead to
high morbidity. Many factors can lead to hypertension, one of which is obesity.
The Aim of this study was investigated the relationship of obesity with the
incidence of hypertension, was conducted at the Minangkabau ethnic communities
in 8 districts in the city of Padang. This research is a comparative study using a
cross sectional study, with a sample of 204 people. Data collection was done with
the interview respondent characteristics. Measurement of blood pressure, weight,
188
ARTIKEL PENELITIAN
height, waist and carried out by the WHO recommended. The statistical analysis
used was chi square test and independent sample t-test.
Results of the study found that more than half of obese patients with hypertension
(56,6%) and central obesity (54,9%). Chi-square statistical test showed there was
a significant association between obesity and the incidence of hypertension (p
<0,05; OR = 1,82). Likewise with central obesity, showed a significant
association with the incidence of hypertension (p <0,05; OR = 2,72). Independent
sample t-test showed there was a significant mean difference BMI (Body Mass
Index) between hypertension respondent and normotension respondent (p= 0,025)
and there was a significant mean difference WC (waist circumference) between
hypertension respondent and normotension respondent (p= 0,002).
The conclution of the study suggest association between obesity with
hypertension in Minangkabau ethnic communities in the Padang city.
Key word : Hypertension, Obesity, central obesity
189
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan masalah
kesehatan yang sering ditemukan di
tengah masyarakat dan mengakibatkan
angka kesakitan yang tinggi.(1) Saat ini
hipertensi telah menjadi masalah global
karena prevalensinya yang terus
meningkat dari tahun ke tahun.(2)
Penyakit ini dapat memicu penyakit
lain seperti stroke, penyakit jantung
koroner, gagal jantung, dan penyakit
ginjal,(3) sehingga penanganan harus
segera dilakukan sebelum komplikasi
dan akibat buruk lainnya terjadi.(4)
Komplikasi yang ditimbulkannya dapat
menurunkan umur harapan hidup penderitanya.(
5)
Menurut WHO tahun 2000
sekitar 972 juta jiwa penduduk di dunia
menderita hipertensi dengan persentase
pada pria sebesar 26,6% dan pada
wanita 26,1%. Insiden di negara maju
333 juta dan 639 juta di negara
berkembang, termasuk Indonesia.(2)
Prevalensi hipertensi di Indonesia
menurut hasil RISKESDAS 2007
adalah 31,7% dari total jumlah
penduduk dewasa. Hipertensi menempati
urutan ketiga penyebab kematian
terbanyak setelah stroke dan tuberkulosis.
Jumlahnya mencapai 6,8% dari
proporsi penyebab kematian pada
semua umur di Indonesia.(6) Prevalensi
hipertensi di Sumbar sendiri mencapai
31,2%, dimana kota Padang tercatat
menyumbang sebesar 26%.(7) Berdasarkan
laporan dari seluruh Puskesmas di
kota Padang, pada tahun 2009
hipertensi menempati peringkat 5
penyakit yang banyak diderita penduduk
kota Padang (26.456 kasus atau
8,1%) dan menyebabkan kematian
sebanyak 32 orang atau sekitar 8,72%.(8)
Hal ini menunjukkan insiden hipertensi
di kota Padang cukup tinggi dan harus
diselesaikan segera.
Sembilan puluh lima persen
penderita hipertensi tidak diketahui
penyebabnya dan dikenal sebagai hipertensi
primer atau esensial. Beberapa
mekanisme yang mungkin berkontribusi
untuk terjadinya hipertensi ini telah
diidentifikasi, namun belum satupun
teori yang tegas menyatakan patogenesis
hipertensi tersebut. Obesitas
merupakan salah satu faktor risiko yang
erat kaitannya dengan penyakit ini.
Penelitian yang meneliti tentang
hubungan obesitas dengan hipertensi
telah banyak dilakukan. Penelitian yang
dilakukan oleh Lilyasari dkk
menunjukkan sebagian besar subyek
dengan tekanan darah tinggi mengalami
obesitas.(9) Estimasi risiko dari
Framingham Heart Study menunjukkan
bahwa 78% hipertensi pada laki-laki
dan 65% hipertensi pada wanita secara
langsung berhubungan dengan obesitas.(
10) Data dari NHANES III
memperlihatkan hubungan linier yang
bermakna antara peningkatan BMI
dengan tekanan darah dan tekanan nadi
pada populasi Amerika.(11) Pada populasi
MONICA-Jakarta ditemukan
bahwa persentase hipertensi pada individu
yang overweight sebesar 24,5%
dan obesitas 27,5% jauh lebih tinggi
dibandingkan individu dengan berat
badan normal 12,5%.(12)
Obesitas dapat menimbulkan
terjadinya hipertensi melalui berbagai
mekanisme, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung
obesitas dapat menyebabkan
peningkatan cardiac output karena
makin besar massa tubuh makin banyak
pula jumlah darah yang beredar
sehingga curah jantung ikut mening-kat.
(13) Sedangkan secara tidak langsung
melalui perangsangan aktivitas sistem
saraf simpatis dan Renin Angiotensin
Aldosteron System (RAAS) oleh
mediator-mediator seperti hormon,
sitokin, adipokin, dsb. Salah satunya
adalah hormon aldosteron yang terkait
190
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012
erat dengan retensi air dan natrium
sehingga volume darah meningkat.(14)
Kejadian hipertensi yang
disertai dengan obesitas ini dipengaruhi
oleh usia, jenis kelamin, dan etnis. Usia
35 – 65 tahun merupakan usia yang
dianggap paling banyak menderita
hipertensi dengan obesitas ini. Hal ini
terlihat dari survei yang dilakukan oleh
Framingham Heart Study dimana dari
5209 partisipan, dua pertiganya berusia
35-65 tahun.(10) Data dari RISKESDAS
juga menunjukkan hal yang sama
dimana prevalensi hipertensi dan
obesitas lebih sering terjadi pada usia
antara 35-65 tahun.(15)
Penelitian yang dilakukan oleh
Framingham Heart Study menunjukkan
risiko kejadian hipertensi meningkat 2,6
kali pada subyek laki-laki obesitas dan
meningkat 2,2 kali pada subyek wanita
obesitas dibandingkan subyek dengan
berat badan normal.(10) Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Liputo
dkk menunjukkan sebaran penderita
Sindrom Metabolik (Hipertensi dan
Obesitas) berdasarkan jenis kelamin,
lebih banyak dialami oleh perempuan
(26,8%) dan hanya 6,3% pada responden
laki-laki.(16)
Etnis diduga berpengaruh terhadap
kejadian hipertensi yang disertai
dengan obesitas. Berdasarkan the ARIC
study yang meneliti dua etnik populasi
di Amerika menyatakan bahwa
prevalensi hipertensi lebih tinggi pada
penduduk Amerika Afrika dibanding
kulit putih (55% laki-laki Amerika
Afrika vs 29% laki-laki kulit putih; 56%
wanita Amerika Afrika vs 26% wanita
kulit putih). Pria dan wanita dengan
hipertensi memiliki rata-rata Indeks
Masa Tubuh (IMT) dan Lingkaran
Perut (LP) lebih tinggi dibanding yang
tidak hipertensi. Wanita etnik Amerika
Afrika memiliki BMI dan WC lebih
tinggi dibanding wanita kulit putih, tapi
berbeda dengan prianya yang memiliki
BMI yang sama dan WC yang lebih
rendah dibanding pria kulit putih.(17)
Sumbar yang sebagian besar
masyarakatnya beretnis Minangkabau
juga berisiko untuk terkena hipertensi
dan obesitas ini. Hal ini terlihat dari
penelitian yang dilakukan oleh Lipoeto
dkk pada etnis Minangkabau di
kabupaten Padang Pariaman. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa
persentase lingkar pinggang laki-laki
yang termasuk kategori lingkar
pinggang besar adalah 12,5%, sedangkan
pada perempuan sebanyak 48,7%.
Selain itu ditemukan sebanyak 21 orang
responden menderita Sindrom Metabolik
(hipertensi, obesitas, hiperglikemia,
dislipidemia) dan terdapat
korelasi yang positif antara lingkar
pinggang sebagai indikator obesitas
sentral dengan tekanan darah.(16)
Etnis Minangkabau mempunyai
kekhasan tersendiri dalam tradisi dan
budayanya. Makanan tradisional
Minangkabau seperti rendang diklaim
mengandung lemak jenuh tinggi.
Minyak kelapa dan santan yang
digunakan sebagai bahan utama membuat
rendang merupakan sumber utama
kaya asam lemak jenuh atau SAFA
(saturated fatty acid). Etnik Jawa juga
mempunyai makanan tradisional kaya
santan seperti gudeg, tapi santan yang
dipakai tidak sekental santan untuk
rendang, sehingga kandungan SAFA
tidak terlalu tinggi.(16) Selain itu
berdasarkan data RISKESDAS 2007
masyarakat Minangkabau hanya 5%
yang cukup mengonsumsi sayur dan
buah, sedangkan hampir seluruh
penduduk (95%) kurang mengonsumsi
sayur dan buah, padahal sayur dan buah
merupakan sumber serat yang dapat
menghambat absorpsi lemak.(15) Hasil
penelitian Sulastri dkk pada etnik
Minangkabau menunjukkan sebagian
besar responden mengalami hiperkolesterolemia,
konsumsi bahan
191
Delmi Sulastri, Elmatris, Rahmi Ramadhani, HUBUNGAN OBESITAS
DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT ETNIK
MINANGKABAU DI KOTA PADANG
makanan yang merupakan sumber zat
yang dapat menurunkan kadar lemak
darah yakni sayur dan buah tidak
dilakukan setiap kali makan, sedangkan
pada setiap kali makan terdapat bahan
sumber lemak jenuh yaitu santan (gulai,
rendang) dan atau minyak kelapa sawit.
Berdasarkan survei pendahuluan di
kelurahan Jati kecamatan Padang Timur
kota Padang dari sepuluh orang etnik
Minangkabau yang diperiksa tekanan
darahnya ada delapan orang yang
menderita hipertensi, dan dari delapan
orang tersebut ada tujuh orang yang
mengalami obesitas. Berdasarkan hal di
atas maka peneliti tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut apakah terdapat
hubungan antara obesitas dengan
kejadian hipertensi pada masyarakat
etnik Minangkabau di kota Padang.
METODE PENELITIAN
Desain dan lokasi Penelitian :
Penelitian ini adalah studi komperatif
dengan desain cross sectional study,
dilakukan di 4 kecamatan di kota
Padang provinsi Sumatera Barat.
Populasi dan sampel : Populasi
adalah semua penderita hipertensi dan
normotensi yang berusia antara 35 – 65
tahun, etnik Minang (berdomisili di
Sumatera Barat, kedua orang tua dan
kakek nenek berasal dari Sumatera
Barat) dan diperoleh melalui penjaringan
terhadap 800 orang sampel
yang tersebar di 4 kecamatan di Kota
Padang Prov. Sumatera Barat. Sampel
diambil dengan menggunakan rumus
untuk n1=n2=(zά√2PQ + zs√P1Q1 +
P2Q2)2 / (P1-P2) , didapatkan jumlah
n1 = n2 = 102 orang.
Sampel diambil dengan cara porposif
untuk menentukan kecamatan yang
mewakili dengan 2 daerah berlokasi
di sepanjang pantai dan 2 daerah
lainnya berada jauh dari pantai. . Hal
ini dilakukan atas pertimbangan
perbedaan pola makan di antara kedua
lokasi tersebut. Dari ke 4 kecamatan
dilakukan pemilihan daerah tempat
pengambilan sampel dengan cara multi
stage random sampling sedangkan
sampel diperoleh dengan memperhatikan
kriteria eksklusi (Hipertensi
sekunder, perokok berat, menjalani
diet ) pada tiap - tiap lokasi yang
sudah ditentukan dilakukan dengan
metoda sistematik random sampling.
Pengumpulan data
Data karakteristik diperoleh melalui
wawancara menggunakan kuesioner
serta pengukuran tekanan darah, Berat
Badan, Tinggi Badan dan lingkaran
perut
Analisis data
Analisis univariat, untuk melihat
distribusi data masing - masing
variabel dan kemudian disajikan
dalam bentuk tabel dan diagram .
Data terdiri dari karakteristik,IMT dan
lingkaran perut.
Analisis bivariat, untuk melihat
hubungan antara variabel dependen
dengan variabel independen dengan
menggunakan t-test dan chi-square
dengan derajat kepercayaan 95%.
HUBUNGAN OBESITAS
DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT ETNIK
MINANGKABAU DI KOTA PADANG
Tingkat Pendidikan
- Tidak
sekolah/tidak tamat SD
- Tamat SD
- Tamat SMP
- Tamat SMA
- Tamat akademi/PT
13
31
16
27
15
12,7
30,4
15,7
26,5
14,7
3
20
23
35
21
2,9
19,6
22,5
34,3
20,6
Jumlah 102 100 102 100
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat
bahwa pada kelompok hipertensi,
paling banyak adalah responden yang
berumur 56-65 tahun yaitu sebanyak 46
orang (45,1%). Berdasarkan jenis
kelamin, responden wanita lebih banyak
dibanding laki-laki yakni sebanyak 79
orang (77,5%). Dilihat dari status
perkawinan dan tingkat pendidikan,
paling banyak adalah responden yang
berstatus kawin sebanyak 88 orang
(86,3%) dan tingkat pendidikan tamat
SD sebanyak 31 orang (30,4%).
Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk
melihat distribusi frekuensi masingmasing
variabel baik variabel dependen
maupun variabel independen.
Tabel 2. Rata-Rata Tekanan Darah Responden Penelitian
Kelompok f Mean SD Min Maks
Hipertensi
TDS
TDD
Tidak Hipertensi
TDS
TDD
102
102
157,96
92,20
118,25
76
17,65
7,67
9,42
6,12
120
70
100
60
217,50
117,50
139
88
Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat
bahwa rata-rata tekanan darah sistolik
(TDS) pada kelompok hipertensi adalah
157,96 ± 17,65 mmHg dan rata-rata
tekanan darah diastolik (TDD) adalah
92,20 ± 7,67 mmHg dengan tekanan
darah sistolik terendah 120 mmHg dan
tertinggi 217,50 mmHg, sedangkan
tekanan darah diastolik terendah adalah
70 mmHg dan tertinggi 117,50 mmHg.
Pada kelompok tidak hipertensi, hasil
pengukuran tekanan darah
menunjukkan rata-rata tekanan darah
sistolik adalah 118,25 ± 9,42 mmHg
dan rata-rata tekanan darah diastolik
adalah 76 ± 6,12 mmHg dengan tekanan
darah sistolik terendah 100 mmHg dan
tertinggi adalah 139 mmHg, sedangkan
tekanan darah diastolik terendah adalah
60 mmHg dan tertinggi adalah 88
mmHg.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) responden
didapatkan dengan membagi berat
badan (kg) responden dengan kuadrat
tinggi badan (m2).
Tabel 3. Rata-Rata IMT Responden Penelitian
Kelompok Mean SD Min Maks p value
Hipertensi 26,58 4,36 18,39 42,86 0,025
194
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012
Tidak Hipertensi 25,21 4,29 15,96 40,37
Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat
bahwa hasil pengukuran rata-rata IMT
responden hipertensi adalah 26,58 ±
4,36 kg/m2 dengan nilai IMT terendah
18,39 kg/m2 dan tertinggi 42,86 kg/m2.
Pada responden tidak hipertensi hasil
pengukuran rata-rata IMT adalah 25,21
± 4,29 kg/m2 dengan nilai IMT terendah
15,96 kg/m2 dan tertinggi 40,37 kg/m2.
Uji analisis T-test didapatkan perbedaan
bermakna rata-rata IMT antara
responden hipertensi dan tidak
hipertensi (p<0.05).
Gambar 1. Distribusi Frekuensi Obesitas pada Responden Hipertensi dan Tidak
Hipertensi
Berdasarkan Gambar 1. diatas dapat
dilihat bahwa proporsi kejadian
hipertensi lebih banyak terjadi pada
responden yang obesitas yakni sebesar
56,6%.
Lingkar Perut (LP)
Lingkar Perut (LP) responden
didapatkan dengan melakukan
pengukuran memakai pita pengukur.
Tabel 4. Rata-Rata Lingkar Perut Responden Penelitian
Kelompok Mean SD Min Maks p value
Hipertensi 92,57 9,38 60 121 Tidak Hipertensi 87,36 14,07 25,8 120 0,002
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat
bahwa hasil pengukuran rata-rata
lingkar perut responden hipertensi
adalah 92,57 ± 9,38 cm dengan lingkar
perut terendah 60 cm dan lingkar perut
tertinggi 121 cm. Pada responden tidak
hipertensi hasil pengukuran rata-rata
lingkar perut adalah 87,36 ± 14,07 cm
dengan nilai lingkar perut terendah 25,8
cm dan lingkar perut tertinggi 120 cm.
Uji analisis T-test didapatkan perbedaan
bermakna lingkaran perut antara
responden hipertensi dan normotensi
(p<0.05).
195
Delmi Sulastri, Elmatris, Rahmi Ramadhani, HUBUNGAN OBESITAS
DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT ETNIK
MINANGKABAU DI KOTA PADANG
Gambar 2. Distribusi Frekuensi Obesitas Sentral pada Responden Hipertensi dan
Tidak Hipertensi
Berdasarkan Gambar 2 diatas dapat
dilihat bahwa proporsi kejadian
hipertensi lebih banyak terjadi pada
responden yang mengalami obesitas
sentral yakni sebesar 54,9%.
Tabel 5. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi
Obesitas
Hipertensi Total p value OR
(Ya Tidak 95% CI)
f%f%f%
Ya 64 56,6 49 43,4 113 100 0,049 1,82
Tidak 38 41,8 53 58,2 91 100 (1,042-3,185)
Total 102 102 204
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat
proporsi responden yang mengalami
hipertensi lebih banyak terjadi pada
responden obesitas bila dibandingkan
dengan responden yang tidak obesitas.
Hasil uji statistik dengan menggunakan
chi square, diperoleh hububgan
bermakna antara kejadian obesitas
dengan hipertensi (p<0,05). dengan
Nilai OR = 1,82 dan 95% CI (1,042-
3,185), artinya obesitas merupakan
faktor risiko terjadinya hipertensi,
dimana responden yang mengalami
obesitas berisiko untuk hipertensi 1,82
kali jika dibandingkan dengan
responden yang tidak obesitas.
Tabel 6. Hubungan Obesitas Sentral dengan Kejadian Hipertensi
Obesitas
Sentral
Hipertensi Total p value OR
Ya Tidak (95% CI)
f%f%f%
Ya 89 54,9 73 45,1 162 100 0,009 2,72
Tidak 13 31 29 69 42 100 (1,319-5,608)
196
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012
Total 102 102 204
Berdasarkan Tabel 6. dapat dilihat
proporsi responden yang mengalami
hipertensi lebih banyak terjadi pada
responden obesitas sentral bila
dibandingkan dengan responden yang
tidak obesitas sentral. Hasil uji statistik
dengan menggunakan chi square,
terdapat hubungan yang bermakna
antara kejadian obesitas sentral dengan
hipertensi. Nilai OR = 2,72 dan 95% CI
(1,319-5,608), artinya obesitas sentral
merupakan faktor risiko terjadinya
hipertensi, dimana responden yang
mengalami obesitas sentral berisiko
untuk hipertensi 2,72 kali jika
dibandingkan dengan responden yang
tidak obesitas sentral.
PEMBAHASAN
Hubungan Obesitas dengan Kejadian
Hipertensi
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan rata-rata Indeks Massa
Tubuh (IMT) responden hipertensi
26,58 ± 4,36 kg/m2 dengan nilai IMT
terendah 18,39 kg/m2 dan tertinggi
42,86 kg/m2. Pada responden tidak
hipertensi hasil pengukuran rata-rata
IMT adalah 25,21 ± 4,29 kg/m2 dengan
nilai IMT terendah 15,96 kg/m2 dan
tertinggi 40,37 kg/m2. Hal ini
menunjukkan rata-rata IMT pada
responden hipertensi lebih tinggi
dibandingkan dengan responden tidak
hipertensi. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Margaret M.Harris dkk, dimana Harris
mendapatkan pada wanita kulit putih
dengan hipertensi memiliki rerata IMT
29,1±6,1, sedangkan pada yang tidak
hipertensi memiliki rerata IMT
25,9±4,9 (Harris dkk, 2000). Penelitian
yang dilakukan oleh Hendrik di
Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara tahun 2012 juga
menunjukkan hal yang sama. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa
kenaikan nilai IMT diikuti dengan
kenaikan tekanan darah. Artinya
semakin tinggi IMT seseorang semakin
besar pula peluangnya untuk terkena
hipertensi.(18)
Berdasarkan distribusi frekuensi
obesitas pada responden hipertensi dan
tidak hipertensi didapatkan proporsi
kejadian hipertensi lebih banyak terjadi
pada responden yang obesitas yakni
sebesar 56,6%. Hal ini sesuai dengan
survei yang dilakukan pada populasi
MONICA (Monitoring Trends and
Determinant in Cardiovascular) di
Jakarta yang menyebutkan bahwa
persentase hipertensi pada individu
obesitas 27,5% jauh lebih tinggi
dibandingkan individu dengan berat
badan normal 12,5%.(12) Studi
Framingham menunjukkan hal yang
serupa dimana dari 165 responden yang
mengalami hipertensi, sebanyak 133
responden mengalami obesitas. Hal ini
berarti hanya 32 orang saja yang tidak
mengalami obesitas.(10). Hasil penelitian
Akintunde dkk juga menunjukkan hal
yang sama, dimana dari 816 responden
yang mengalami hipertensi esensial,
lebih dari setengahnya (494 orang)
mengalami obesitas.(19)
Hasil analisis independent
sample T-test menunjukkan ada
hubungan rerata IMT dengan hipertensi
(p value < 0,05). Hasil uji statistik chi
square menunjukkan ada hubungan
yang bermakna antara obesitas dengan
kejadian hipertensi (p value < 0,05)
dengan nilai OR = 1,82. Hasil penelitian
ini menunjukkan obesitas terbukti
merupakan faktor resiko terjadinya
hipertensi, dimana responden yang
mengalami obesitas berisiko untuk
hipertensi 1,82 kali jika dibandingkan
dengan responden yang tidak obesitas.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
197
Delmi Sulastri, Elmatris, Rahmi Ramadhani, HUBUNGAN OBESITAS
DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT ETNIK
MINANGKABAU DI KOTA PADANG
penelitian yang dilakukan oleh
Manampiring AE dkk (2009) pada
penduduk di kelurahan Pakowa
kecamatan Wanea kota Manado yang
sebagian besar beretnis Minahasa,
dimana hasilnya menunjukkan ada
hubungan yang bermakna antara status
gizi lebih dengan kejadian hipertensi.
Penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh, dimana
hasil penelitiannya menunjukkan ada
hubungan obesitas dengan hipertensi
pada karyawan tetap Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
yang sebagian besar beretnis Jawa.(20)
Obesitas merupakan salah satu
dari faktor resiko hipertensi. Seseorang
yang memiliki berat badan berlebih atau
mengalami obesitas akan membutuhkan
lebih banyak darah untuk menyuplai
oksigen dan makanan ke jaringan
tubuhnya, sehingga volume darah yang
beredar melalui pembuluh darah
meningkat, curah jantung ikut
meningkat dan akhirnya tekanan darah
ikut meningkat.(13) Selain itu kelebihan
berat badan juga meningkatkan kadar
insulin dalam darah. Peningkatan
insulin ini menyebabkan retensi natrium
pada ginjal sehingga tekanan darah ikut
naik.(21)
Hubungan Obesitas Sentral dengan
Kejadian Hipertensi
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan rata-rata Lingkar Perut (LP)
responden hipertensi adalah 92,57 ±
9,38 cm, sedangkan pada responden
tidak hipertensi rata-rata lingkar perut
adalah 87,36 ± 14,07 cm. Hal ini
menunjukkan rata-rata lingkar perut
responden hipertensi lebih tinggi jika
dibandingkan dengan responden yang
tidak hipertensi. Hal ini sesuai dengan
penelitian Harris dkk yang menyatakan
bahwa rata-rata LP wanita hipertensi
adalah 100,4 ± 15,8 cm, sedangkan
pada wanita tidak hipertensi 90,9 ± 13,6
cm (Harris dkk, 2000). Hasil penelitian
ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Arresta tahun 2008 yang
menyatakan bahwa nilai LP berbanding
lurus dengan peningkatan tekanan
darah. Semakin besar lingkar perut
seseorang maka semakin besar pula
risikonya untuk terkena hipertensi.(22)
Berdasarkan perbandingan
distribusi frekuensi obesitas sentral
pada responden hipertensi dan tidak
hipertensi didapatkan proporsi kejadian
hipertensi lebih banyak terjadi pada
responden yang mengalami obesitas
sentral yakni sebesar 54,9%. Hasil yang
sama juga dilaporkan oleh Arresta
(2008) di Surabaya yang menemukan
bahwa dari semua penderita yang
terdiagnosis hipertensi, sebanyak 81%
mengalami obesitas sentral.(22) Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh
Abdus Sukkur di poli jantung Sidoarjo
juga memperlihatkan bahwa dari 24
pasien yang mengalami obesitas sentral,
sebagian besar mengalami hipertensi.
Hasil uji analisis dengan
independent sample T-test menunjukkan
ada hubungan yang bermakna
antara beda rerata LP dengan hipertensi
(p value < 0,05). Hasil uji statistik chi
square menunjukkan ada hubungan
yang bermakna antara obesitas sentral
dengan kejadian hipertensi (p value
<0,05) dengan nilai OR = 2,72, artinya
responden yang mengalami obesitas
sentral berisiko 2,72 kali terkena
hipertensi dibanding responden yang
tidak obesitas sentral. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Arresta (2008), yang menyatakan
obesitas sentral berhubungan dengan
hipertensi dimana nilai p = 0,047 dan
nilai OR = 5,21. Selain itu, hasil
penelitian yang dilakukan oleh Abdus
Sukkur di poli jantung RSUD Sidoarjo
tahun 2009 juga menyatakan hal yang
serupa. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa ada hubungan lingkar
198
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012
pinggang dengan kejadian hipertensi
dengan nilai p = 0,032.(23)
Obesitas sentral dapat memicu
terjadinya hipertensi. Hal ini terjadi
karena pada obesitas sentral penumpukan
lemak lebih banyak pada daerah
abdomen. Jika lemak abdomen ini
berlebihan akan menyebabkan beberapa
hal diantaranya: menurunkan kadar
adiponektin, menurunkan ambilan asam
lemak bebas intrasel oleh mitokondria
sehingga oksidasi berkurang, dan
menyebabkan akumulasi asam lemak
bebas intrasel. Kelebihan asam lemak
bebas ini dapat memicu terjadinya
resistensi insulin. Keadaan hiperinsulinemia
ini dapat menyebabkan
vasokonstriksi dan reabsorpsi natrium
di ginjal, yang pada akhirnya mengakibatkan
hipertensi.(24)
Seseorang dengan lingkar perut
yang besar sangat berisiko untuk
menderita hipertensi. Hal ini karena
lingkar perut merupakan indikator
banyaknya penumpukan lemak di
daerah abdomen. Semakin besar nilai
lingkar perut seseorang, maka semakin
banyak pula penumpukan lemak di
daerah abdomen. Penumpukan lemak di
abdomen inilah yang disebut sebagai
obesitas sentral. Penumpukan lemak di
abdomen erat kaitannya dengan
penumpukan kolesterol. Sel lemak pada
perut mudah lepas dan bisa masuk ke
pembuluh darah sehingga bisa menyebabkan
tersumbatnya aliran darah. Pada
akhirnya hal ini akan menyebabkan
terjadinya hipertensi.(23)
Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian tentang
hubungan obesitas dengan kejadian
hipertensi pada masyarakat Etnik
Minangkabau di kota Padang, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Terdapat perbedaan bermakna
rata-rata IMT responden
hipertensi dibandingkan dengan
responden tidak hipertensi, dan
lebih dari separuh penderita
hipertensi mengalami obesitas.
2. Terdapat perbedaan yang bermakna
rata-rata lingkaran perut
responden hipertensi dibandingkan
dengan responden yang tidak
hipertensi, dan lebih dari separuh
penderita hipertensi mengalami
obesitas sentral
3. Terdapat hubungan yang bermakna
antara obesitas dan
obesitas sentral dengan kejadian
hipertensi.
KEPUSTAKAAN
1. Bustan M.N. 2000. Epidemiologi
penyakit tidak menular. Rineka
Cipta: Jakarta, pp 61-9.
2. World Health Report. 2002.
Reducing risks, promoting
healthy life. World Health
Organization: Geneva,
Switzerland, D.
3. Sutanto. 2010. Cegah dan
tangkal penyakit modern
hipertensi, stroke, jantung,
kolesterol, dan diabetes. Andi
Offset: Yogyakarta, pp 1-33.
4. Lumbantobing S.M. 2008.
Tekanan darah tinggi. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta,
pp 1-24.
5. Bangun A.P. 2003. Terapi jus
dan ramuan tradisional untuk
hipertensi. Agromedia Pustaka :
Jakarta, pp 15-21.
6. Kementerian Kesehatan. 2008.
Laporan Nasional Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
2007. Badan Litbangkes,
199
Delmi Sulastri, Elmatris, Rahmi Ramadhani, HUBUNGAN OBESITAS
DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT ETNIK
MINANGKABAU DI KOTA PADANG
Depkes RI : Jakarta. Diakses di
www.depkes.go.id .
7. Kementerian Kesehatan. 2009.
Profil kesehatan Indonesia 2008.
Badan Litbangkes, Depkes RI :
Jakarta. Diakses di
www.depkes.go.id
8. Dinas Kesehatan Kota Padang,
2010. Laporan tahunan tahun
2009 edisi 2010. DKK: Padang.
9. Lilyasari O. 2007. Hipertensi
dengan obesitas adakah peran
endotelin. J Kardiol Ind, 28(6):
460-75.
10. Wilson P.W.F, D.Agustino R.B.,
Sullivan L, Parise H, Kannel
W.B. 2002. Overweight and
obesity as determinants of
cardiovascular risk. The
Framingham Experience. Arc.
Intern. Med. 2, 162:1867-2.
11. National Institutes of Health,
National Heart, Lung, and Blood
Intitute. 2003. The seventh
report of the joint national
committe on prevention,
detection, evaluation and
treatment of high blood pressure
(JNC VII). Available at:
http://www.nhlbi.nih.gov/guideli
nes/hypertension/jn7full.pdf.
12. Arief I. 2007. Profil hipertensi
pada populasi MONICA tahun
2000 (survey III). Diakses di
http://www.pjnhk.go.id
13. Sheps SG. 2005. Mayo clinic
hipertensi, mengatasi tekanan
darah tinggi. Intisari Mediatama:
Jakarta.
14. Nagase M and Toshiro Fujita.
2009. Mineralocorticoid
receptor activation in obesity
hypertension. The Japanese
Society of Hypertension. 32:
649-57.
15. Kementerian Kesehatan. 2008.
Laporan Nasional Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
2007. Badan Litbangkes,
Depkes RI : Jakarta. Diakses di
www.depkes.go.id.
16. Lipoeto NI, Fasli Jalal, Fadhil
Oenzil dan Novia Susanti. 2008.
Lingkar pinggang, kadar glukosa
darah, trigliserida dan tekanan
darah pada etnis minang di
kabupaten Padang Pariaman,
Sumatera Barat. M Med
Indonesiana, 43(3): 129-36.
17. Harris MM, June Stevens, Neal
Thomas, Pam Schreiner, and
Aaron R. Folsom. 2002.
Association of fat distribution
and obesity with hypertension in
a bi-ethnic population: the ARIC
Study. Obesity Research 8(7):
516-24.
18. Hendrik. 2012. Hubungan
Indeks Massa Tubuh Dengan
Tekanan Darah Pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Diakses di
http://repository.usu.ac.id/handle
/123456789/31021.
19. Akintunde AA, Akinwusi PO,
Adebayo RA, Ogunyemi S,
Opadijo OG. 2010. Burden of
obesity in essential
hypertension: pattern and
200
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012
prevalence. Niger J Clin Pract,
13(4): 399-402.
20. Rachmawaty. 2011. Hubungan
antara usia, obesitas, dan prilaku
merokok dengan hipertensi pada
karyawan UPN Veteran Jakarta
yang berjenis kelamin laki-laki.
Skripsi Fakultas Kedokteran
UPN Veteran Jakarta. Diakses di
www.library.upnvj.ac.id .
21. Morrison R. 2006. The zucker
rat as a model of obesityhypertension.
Thesis, University
of Marshall. Huntington, USA.
hal 20-7.
22. Francischetti E.A, Genelhu V.A.
2007. Obesity-hypertension: an
ongoing pandemic. International
Journal of Clinical Practice,
61(2): 269-80.
23. Sukkur A. 2009. Hubungan
hipertensi dengan lingkar
pinggang. Skripsi Poltekes
Surabaya. Diakses di
http://ml.scribd.com/doc/80325
792/Hubungan-hipertensidengan-
lingkar-pinggang
24. Supariasa IDN, Bachyar Bakri,
Ibnu Fajar. 2002. Penilaian
status gizi. EGC: Jakarta.
201
1
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUANTENTANG POLA MAKAN DAN AKTIVITAS
FISIK DENGANKEJADIAN OBESITAS PADA REMAJA(10-19 TAHUN) DI SMP BOPKRI 3

YOGYAKARTA

Maria Yulia Godeliva Anisa


1
, Aisyah
2
, Puspitawati
3
INTISARI
Latar Belakang :
Remaja adalah individu yang berada pada masa/usia antara anak-anak dandewasa. Asupan zat
gizi yang seimbang akan membantu remaja mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akanmenimbulkan
masalah gizi. Obesitas merupakan masalah utama di kalangan remaja. Data Direktorat Bina Gizi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi kegemukan danobesitas di atas usia 18
tahun tahun 2010 menunjukkan angka cukup tinggi yakni 21,7%. Kelebihan berat badan dan
obesitas lebih banyak diderita oleh perempuan (26,99%) dan laki-lakihanya 16,3%. Sementara
untuk prevalensi kurus sebesar 12,6% dan prevalensi normal sebesar 65,8%. Faktor yang
berperan dalam obesitas remaja adalah kurangnya pengetahuan mengenai pola makan, aktivitas
fisik yang kurang, atau keduanya.
Tujuan

:
Mengetahui hubungan pengetahuan tentang pola makan dan aktivitas fisik dengankejadian
obesitas pada remaja (10-19 tahun) SMP BOPKRI 3 Yogyakarta.
Metode :
Penelitian ini menggunakan rancangan observasional dengan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta sebanyak 96
orang. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah sampel yang
diperoleh sebanyak 93 orang. Data primer yang dikumpulkan adalah data pengetahuan tentang
pola makan, aktivitas fisik, berat badan dan tinggi badan responden yang diperoleh dengan
menggunakan kuesioner, alat timbangan berat badan dan microtoise.
Hasil :
Sebanyak 47 (50,5%) responden memiliki pengetahuan yang tinggi tentang pola
makan.Sebanyak 40 (43,0%) responden memiliki aktivitas fisik sedang. Sebanyak 59 (63,4%)
respondentidak mengalami kejadian obesitas. Hasil analisis Chi Square hubungan antara
pengetahuantentang pola makan dengan kejadian obesitas nilai X
2
sebesar 23,43 yang lebih besar dari X
2
tabel (df=2) yaitu sebesar 5,99 dan p-value
sebesar 0,000 < α =0,05. Hasil analisis
Chi Squarehubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas diperoleh X
2
sebesar 43,15 yang lebih besar dari X
2
tabel (df=2) yaitu sebesar 5,99 dan p-value
sebesar 0,000 < α =0,05.

Kesimpulan:
Ada hubungan antara pengetahuan tentang pola makan dengan kejadian obesitas. Ada hubungan
aktivitas fisik dengan kejadian obesitas.
Kata Kunci :

Pengetahuan Pola Makan, Aktivitas Fisik, Obesitas.


1
Mahasiswa S-1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Yogyakarta
2
Dosen Universitas Respati Yogyakarta
3
Dosen Universitas Respati Yogyakarta
2
ASSOCIATION BETWEEN KNOWLEDGE LEVEL ABOUTDIETARY PATTERN AND PHYSICAL
ACTIVITY WITHOBESITY OCCURENCE IN ADOLESCENCE (10-19 YEARSOLD) AT SMP BOPKRI
3 YOGYAKARTA
Maria Yulia Godeliva Anisa
1
, Aisyah
2
, Puspitawati
3

ABSTRACT
Background
:Adolescent is an individual, either male or female, who is in the development period between
childhood and adulthood. A balanced and appropriate nutritional intake is needed for adolescent
to achieve an optimal growth and development. The imbalance between intake and nutritional
needs will lead to nutritional problems, either overnutrion or undernutrition. Obesity,commonly
known as overweight, is becoming a worrying problem among adolescents. According to
Nutrition Directorate, Ministry of Health Republic of Indonesia, the prevalence of
overweight and obesity in the age group of over 18 years was moderate/high in 2010. As many as
21.7% of people over 18 years old were overweight and obese. The prevalence of overweight
and obesitywas higher in female (26.9%) compared with that in male (16.3%). Meanwhile, the
prevalence of underweight and normal weight was 12.6% and 65.8%, respectively. Factors
contributing toobesity in adolescensce are lack of knowledge about dietary pattern, too little
physical activity, or both.
Objective
: To know the association between knowledge about dietary pattern and physical activitywith the
occurence of obesity in adolescence (10-19 years old) at SMP BOPKRI 3 Yogyakarta.
Method
: This study used observational design with cross sectional approach. The study population was
the entire students of VIII class at SMP BOPKRI 3 Yogyakarta, 96 students. The sampling
technique used was total sampling and the number of sample recruited was 93 subjects. The
primary data were knowledge about dietary pattern, physical activity, body weight and body
height, and collected using questionnaire, body weight measuring instrument and microtoise.
Results
; As many as 47 (50.5 %) respondents had high level of knowledge about dietary pattern. As
many as 40 (43.0 %) respondents had moderate physical activity. As many as 59
(63.4%) respondents didn’t suffer from obesity.
Statistical analysis using Chi Square on theassociation between knowledge about dietary pattern
and obesity showed X
2
value as much as23.43 that was more than X
2
tabel value (5.99) for df=2 and the p-
value was 0.000 < α =0.05.
Statistical analysis using Chi Square on the association between physical activity and
obesity showed X
2
value as much as 43.15 that was more than X
2
tabel value (5.99) for df=2 and the p-
value was 0.000 < α =0.05.

Conclusions
: There is association between knowledge about dietary pattern and obesityoccurence. There is
association between physical activity and obesity.
Keywords
:
Knowledge about dietary pattern, physical activity, obesity
.
1
Student at S1-Public Health Science Study Program, Universitas Respati Yogyakarta
2
Lecturer at Universitas Respati Yogyakarta
3
Lecturer at Universitas Respati Yogyakarta

3
PENDAHULUAN
Remaja adalah individu baik pria atau wanita yang berada pada masa/usia antara anak-anak dan
dewasa. Remaja adalah kelompok orang yang berusia 10-19 tahun. Perubahan fisik yangterjadi
karena pertumbuhan yang terjadi pada masa remaja akan mempengaruhi status kesehatandan gizi
remaja tersebut Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan psikososial.
Dalam masa pencarian identitas, remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan.Kegemaran
yang tidak lazim, seperti pilihan untuk menjadi vegetarian (
food fadism
), merupakansebagian contoh keterpengaruhan ini.
1,2
Pola makan atau pola konsumsi pangan dapatmempengaruhi status gizi seseorang. Perilaku
konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh faktor intrinsik, yaitu faktor-faktor yang berasal
dari dalam diri seseorang seperti usia, jenis kelamin, dankeyakinan serta faktor ekstrinsik, yaitu
faktor-faktor yang berasal dari luar diri seseorang sepertitingkat ekonomi, pendidikan,
pengalaman, iklan, tempat tinggal, lingkungan sosial, dankebudayaan.
3
Aktivitas fisik sering juga disebut dengan olahraga. Aktivitas fisik yang dijalankan
secaraterencana untuk berbagai tujuan, antara lain mendapatkan kesehatan, kebugaran,
rekreasi, pendidikan, dan prestasi. Remaja yang kurang melakukan aktivitas fisik sehari

hari,menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan energi. Oleh karena itu jika asupan energi
berlebihtanpa diimbangi aktivitas fisik yang seimbang maka seseorang remaja mudah
mengalamikegemukan.
4
Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk (
obese
) yangdisebabkan penumpukan jaringan adipose secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan
dimanaseorang memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat badan idealnya
yangdisebabkan terjadinya penumpukan lemak ditubuhnya. Pada penelitian yang dilakukan
tahun 2002-2005 terhadap 500.000 murid SMP dan SMU di California untuk mengetahui
hubungan antara jarak yang dekat pada rumah makan cepat saji di lingkungan sekolah mereka
(dapat ditempuhdengan jalan kaki) terhadap kebiasaan makan dan berat badan. Hasilnya, sekitar
28% dari peserta penelitian memiliki berat badan berlebih (
overweight
) dan 12% dari peserta adalah kegemukan(
obesitas
). Lebih dari setengah (55%) sekolah yang diteliti terletak dekat dengan restoran cepatsaji.
5,6
Prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas di Indonesia lebih banyak diderita
oleh perempuan. Laki-laki memiliki prevalensi 16,3% sedangkan perempuan memiliki
prevalensi26,9%. Sementara untuk prevalensi kurus sebesar 12,6% dan prevalensi normal
sebesar 65,8%.Survei obesitas yang dilakukan akhir-akhir ini pada anak remaja siswa/siswi SLTP
di Yogyakartamenunjukkan bahwa 7,8% remaja di perkotaan dan 2% remaja di daerah pedesaan
mengalamiobesitas.
7,8
READ PAPER
017

Gambaran Obesitas pada Siswa Sekolah Dasar di SD Pertiwi dan SD Negeri 03


Alai Padang
Rizqa Fiorendita Hadi1, Afriwardi2, Yusri Dianne Jurnalis3
Abstrak
Obesitas merupakan permasalahan serius yang mulai menjadi perhatian di seluruh
dunia. Pada beberapa dekade terakhir prevalensi obesitas pada anak mulai mengalami
peningkatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran obesitas yang
terjadi pada siswa sekolah dasar di SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai Padang serta
hubungan usia dan jenis kelamin dengan obesitas pada siswa di SD Pertiwi dan SD
Negeri 03 Alai Padang. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional
yang dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2013. Populasi dari penelitian ini
adalah semua murid kelas I sampai VI SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai Padang.
Sampel untuk pemeriksaan berat badan, tinggi badan, dan IMT yang memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi berjumlah 93 anak. Data diperoleh dengan melakukan pemeriksaan
tinggi badan, berat badan, dan IMT dengan menggunakan kurva BMI-CDC 2000. Siswa
yang terpilih secara acak di SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai dilakukan pengukuran
berat badan, tinggi badan, dan IMT, didapatkan frekuensi obesitas pada anak adalah
sebesar 10,8%. Frekuensi obesitas lebih tinggi pada siswa laki-laki (13%). Kejadian
obesitas banyak ditemukan pada anak berusia >9 tahun yaitu 14,7%. Berdasarkan hasil
uji statistik yang dilakukan dengan metode chi square, tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara usia dan jenis kelamin dengan obesitas pada siswa sekolah dasar
(p>0,05).
Kata kunci: obesitas, usia, jenis kelamin
Abstract
Obesity is a serious problem that is starting to become a worldwide concern. In recent
decades the prevalence of obesity in children began to increase around the world. The
purpose of this study is to see an overview of obesity that occurs in primary school
students in SD Pertiwi and SD Negeri 03 Alai Padang and the relationship of age and
gender to obesity in SD Pertiwi and SD Negeri 03 Alai Padang. This study is a
descriptive cross- sectional design and the study was conducted in August-September
2013. Population of the study were all students of class I to VI of SD Pertiwi and SD
Negeri 03 Alai Padang. Sample for weight, height, and BMI which meets the criteria for
inclusion and exclusion amounts to 93 children. Data obtained by examination of height,
weight, and BMI using the BMI - CDC 2000 curves. Randomly selected students in SD
Pertiwi and SD Negeri 3 Alai Padang were measured the weight, height, and BMI, the
frequency of obesity in children amounted to 10.8%. The frequency of obesity was
higher in boys (13%). Incidence of obesity are mostly found in children aged >9 year-old
(14.7%). According to the results of statistical tests conducted using chi-square, there
was no significant association between age and sex with obesity in elementary school
children (p>0.05 ) .
Keywords: obesity, age, sex
Affiliasi penulis : 1.Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2. Bagian Fisiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas
Korespondensi : Rizqa Fiorendita Hadi, email : rizqafiorenditahadi@gmail.com, Telp:
085274547945
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan permasalahan serius yang mulai menjadi perhatian di seluruh
dunia. Definisi obesitas adalah terjadinya peningkatan berat badan yang disebabkan
oleh bertambahnya jaringan lemak
250 http://jurnal.fk.unand.ac.id Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
tubuh secara berlebihan pada individu.1 Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat
pada tahun 2007-2008 melaporkan bahwa 11,9% anak-anak dan remaja berusia 2
sampai 19 tahun berada pada atau di atas persentil 97 pada grafik pertumbuhan BMI
berdasarkan usia; 16,9% berada pada atau diatas persentil 95; dan 31,7% berada pada
atau di atas persentil 85.2 Peningkatan angka prevalensi terhadap kasus obesitas pada
anak tersebut tidak hanya terjadi di negara maju, tetapi juga terjadi di negara
berkembang.3 Berdasarkan data Riskesdas 2010 mengenai prevalensi obesitas pada
anak sekolah dasar usia 7 – 12 tahun di Indonesia, Sumatera Barat mengalami
penurunan angka kejadian obesitas pada anak dibandingkan pada tahun 2007 yaitu
dari 6,4% menjadi 3,8%.4
Faktor-faktor yang berperan dalam peningkatan prevalensi obesitas terbagi menjadi
dua, yaitu faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Menurut data Riskesdas
(2007) obesitas lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan. Sementara itu menurut kategori umur, kejadian obesitas lebih banyak
dtemukan pada anak berusia 6-9 tahun dibandingkan dengan anak berusia 10-14
tahun.5,6 Hal ini berkaitan dengan terjadinya periode kritis perkembangan obesitas
yaitu pada usia lima hingga tujuh tahun.7 Dua faktor yang dapat diubah yang dapat
menyebabkan obesitas adalah peningkatan intake kalori dan penggunaan energi yang
rendah.8 Sebagai keadaan patologis, obesitas pada anak memiliki kemungkinan untuk
mengalami komplikasi penyakit lain, terutama penyakit metabolik, pada masa dewasa.
Terjadinya komplikasi akibat obesitas berhubungan dengan angka morbiditas dan
mortalitas penyakit dengan obesitas sebagai faktor risikonya.9
Berdasarkan survei awal yang dilakukan terhadap SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai
Padang, didapatkan data bahwa beberapa diantara murid sekolah tersebut memiliki
IMT di atas persentil 85. Lokasi sekolah juga terletak di pusat kota dan tingkat
perekonomian orangtua murid rata-rata berada pada posisi menengah ke atas.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik mengadakan penelitian untuk
mengetahui gambaran obesitas anak pada siswa sekolah dasar di SD Pertiwi dan SD
Negeri 03 Alai Padang.
METODE
Penelitian ini merupakan jenis survey dengan menggunakan studi deskriptif dengan
rancangan penelitian cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Agustus hingga
September 2013. Populasi dari penelitian ini adalah Semua siswa kelas I sampai VI SD
yang obesitas di SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai berjumlah 1380 anak. Sampel untuk
pemeriksaan obesitas adalah seluruh murid kelas I sampai VI SD yang terpilih secara
acak yaitu sebanyak 93 orang. Data diperoleh dengan melakukan pengukuran
antropometri pada siswa SD dengan menggunakan kurva BMI-CDC 2000.
Data yang diperoleh dari pemeriksaan antropometri dan IMT dikelompokkan
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Kemudian hasil yang diperoleh disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi.
HASIL
Penelitian ini dilakukan di SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai Padang pada Agustus -
September 2013. Penelitian ini dilaksanakan di SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai
dengan jumlah sampel sebanyak 93 orang. Data total siswa dan siswi didapatkan dari
daftar absensi di setiap kelas masing-masing sekolah. Seluruh sampel dilakukan
pengukuran antropometri dan IMT, dan didapatkan 10 orang anak mengalami obesitas.
Tabel 1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Hasil Perhitungan Statistik
Karakteristik n %
Jenis Kelamin 46 49,5
Laki-laki 47 50.5
Perempuan
Usia 8,89
Mean 1,760
Standar deviasi 9,00
Median 12
Maximum 6
Minimum

Tabel 1 menunjukkan karakteristik sampel


251 http://jurnal.fk.unand.ac.id Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
yaitu berupa jenis kelamin dan usia. Jumlah sampel berjenis kelamin laki-laki adalah 46
orang dan jenis kelamin perempuan adalah 47 orang. Usia maksimum sampel adalah
12 tahun sementara usia minimum adalah 6 tahun, mean yaitu 8,89 tahun, dan median
yaitu 9,00 tahun.
Tabel 2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin pada Siswa SD
Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai Padang
Karakteristik Jumla %
h
Usia 59 63,4
< 9 tahun 34 36,6
> 9 tahun 46 49,5
Jenis Kelamin 47 50,5
Laki-laki
Perempuan

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa sampel lebih banyak berada pada rentang usia < 9 tahun
dibandingkan usia >9 tahun (63,4% : 36,6%). Berdasarkan jenis kelamin, sampel lebih
banyak terdiri dari anak perempuan dibandingkan laki-laki (50,5% : 49,5%).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Obesitas pada Siswa di SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai
Padang
Interpretasi f %
Underweigh 17 18,2
t
Normal 57 61,3
Overweight 9 9,7
Obesitas 10 10,8
Jumlah 93 100

Berdasarkan tabel 3 dapat disimpulkan bahwa murid yang mengalami obesitas di SD Pertiwi dan
SD Negeri 03 Alai berjumlah 10 orang (10,8%).
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa berdasarkan usia, kejadian obesitas lebih banyak didapatkan
pada anak usia >9 tahun dibandingkan dengan usia <9 tahun (14,7% : 8,5%). Berdasarkan jenis
kelamin kejadian obesitas banyak ditemukan pada anak laki-laki (13%). Tidak terdapat
hubungan antara usia anak dengan obesitas (p value = 0,489) dan tidak terdapat hubungan
antara jenis kelamin dengan obesitas (p value = 0,523).
Tabel 4. Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Obesitas pada Siswa SD Pertiwi
dan SD Negeri 03 Alai Padang
Karakteristik Interpretasi P value

Tidak obesitas (%) Obesitas (%)

Usia 54 54 (91,5) 0,489


< 9 tahun (91,5) 29 (81,3) 0,523
> 9 tahun 29 6 (13)
Jenis Kelamin (81,3) 4 (8,5)
Laki-laki 40 (87)
Perempuan 43
(91,5)

PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di dua SD yaitu SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara acak. Jumlah sampel yang didapat pada penelitian ini
adalah 93 orang yang dibagi secara proportional random sampling berdasarkan jumlah
siswa pada masing-masing sekolah yang terpilih.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 93 siswa-siswi di SD Pertiwi dan SD
Negeri 03 Alai Padang didapatkan prevalensi kejadian obesitas pada anak usia sekolah
dasar adalah sebesar 10,8%. Prevalensi ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan
prevalensi obesitas pada siswa sekolah dasar di Sumatera Barat pada menurut
Riskesdas tahun 2010 yaitu sebesar 3,8%.4 Penelitian yang dilakukan di Cina
mendapatkan prevalensi obesitas pada anak usia sekolah sebesar 4,11%.11 Penelitian
yang dilakukan di negara maju seperti Kanada didapatkan prevalensi obesitas pada
siswa tingkat 5 adalah sebesar 9,9%.14
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 93 orang sampel didapatkan 46
orang (49,5%) berjenis kelamin laki-laki dan 47 orang (50,5%) berjenis kelamin
perempuan. Dari data yang didapatkan di lapangan kejadian obesitas lebih banyak
terjadi pada anak laki-laki (13%) dibandingkan dengan
252 http://jurnal.fk.unand.ac.id Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
perempuan (8,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian di beberapa sekolah dasar di
Semarang Barat yaitu kejadian obesitas lebih tinggi ditemukan pada anak laki-laki
(57,1%) dibandingkan perempuan (42,9%).12 Penelitian di Swiss juga menemukan
bahwa perbandingan kejadian obesitas pada anak laki-laki dengan anak perempuan
yaitu 6,2% : 4,2%.15 Berbeda dengan sebuah penelitian yang dilakukan di kota
Manado dari 111 anak yang dinyatakan obesitas jumlah anak perempuan yang obesitas
(57 orang) sedikit lebih banyak dibandingkan laki-laki (54 orang).16
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 93 orang sampel didapatkan data bahwa
kejadian obesitas banyak ditemukan pada rentang usia >9 tahun dibandingkan dengan
usia <9 tahun yaitu sebesar 14,7% : 8,5%. Dasar peneliti memilih usia 9 tahun sebagai
patokan umur adalah berdasarkan perhitungan statistik di mana mean umur yang
didapatkan adalah 8,89 tahun. Mean digunakan sebagai patokan untuk batasan umur
karena data statistik yang didapatkan tidak terdistribusi sempurna. Hasil ini sejalan
dengan penelitian lain yang menemukan bahwa kejadian obesitas lebih banyak dialami
anak berusia 11 tahun.17 Penelitian di Iran juga menemukan persentase obesitas
terendah adalah pada usia 7 tahun.18 Penelitian di Cina juga mendapatkan prevalensi
obesitas yang lebih tinggi pada rentang usia 10 hingga 12 tahun dibandingkan dengan
rentang usia lainnya.11
Penelitian lain yang dilakukan pada anak usia sekolah dasar di Cina mendapatkan
prevalensi tertinggi dari obesitas didapatkan pada rentang usia 7 hingga 9 tahun.19
Perbedaan usia anak yang mengalami obesitas bervariasi di setiap penelitian karena
memiliki kaitan dengan faktor-faktor predisposisi obesitas lainnya seperti ras/etnik, pola
makan, dan aktivitas fisik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 93 orang sampel yang merupakan
siswa usia sekolah dasar, tidak didapatkan hubungan antara usia anak dengan obesitas
yang terjadi pada anak (p value = 0,489). Risiko obesitas dapat terjadi pada tiap
rentang usia sekolah dasar yaitu dari 6 hingga 12 tahun sehingga usia tidak
mempengaruhi kejadian obesitas pada anak usia sekolah dasar. Namun menurut salah
satu penelitian di India kejadian obesitas akan berkurang seiring dengan pertambahan
usia karena munculnya sikap pemalu pada remaja post-pubertas dibandingkan dengan
anak-anak.20
Dari hasil penelitian yang dilakukan tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin
anak dengan obesitas (p value = 0,523). Anak laki-laki maupun anak perempuan
memiliki risiko yang sama untuk mengalami obesitas sehingga jenis kelamin anak tidak
mempengaruhi kejadian obesitas pada anak usia sekolah dasar. Namun dalam sebuah
penelitian didapatkan bahwa peningkatan tren obesitas pada anak laki-laki yang
bertolak belakang dengan stabilisasi pada anak perempuan, seperti yang juga diteliti
pada populasi dewasa.21 Sementara itu pada penelitian lain didapatkan prevalensi
obesitas yang lebih tinggi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki,
yang berkaitan dengan perbedaan sifat hormonal.13
KESIMPULAN
Prevalensi obesitas pada siswa SD Pertiwi dan SD Negeri 03 Alai adalah sebesar
10,8%.
Tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian obesitas yang terjadi pada anak.
Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjarif DR. Obesitas pada Anak dan Permasalahannya. Dalam: Trihono PP,
Purnamawati, editor (penyunting). Hot Topics in Pediatrics II. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2002. Hlm. 219-34.
2. Ogden CL, Caroll M. Prevalence of Obesity Among Children and Adolescents:
United States, Trends 1963-1965 Through 2007-2008. NCHS; 2010. hlm. 1-5.
3. De Onis M, Blössner M. Prevalence and Trends of Overweight Among
Preschool Children in Developing Countries. The Amr J Clin Nutr.
2000;72(4);1032.
4. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta : Depkes RI. 2010.
5. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta : Depkes RI. 2007.
253 http://jurnal.fk.unand.ac.id Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
6. Musadat A. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegemukan pada
Anak Usia 6-14 Tahun di Provinsi Sumatera Selatan. Tesis, Institut Pertanian
Bogor, Bogor; 2010.
7. Arisman. Obesitas, Diabetes Mellitus, dan Dislipidemia: Konsep, Teori, dan
Penanganan Aplikatif. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
8. Nemet D, Barkan S, et al. Short- and Long-term Beneficial Effects of A
Combined Dietary-Behavioral-Physical Activity Intervention for The Treatment of
Childhood Obesity. Pediatrics. 2005;115(4);443-9.
9. Rompis J, Kaunang ED. Relationship Between Obesity and Left Ventricular
Hypertrophy in Children. Paediatr Indones. 2010;50(6);331-5.
10. Epstein LH, Paluch RA, et al. Decreasing Sedentary Behaviors in Treating
Pediatric Obesity. Arch Pediatr Adolesc Med. 2000;154;220-6.
11. Yi XQ, Yin CY, et al. Prevalence and Risk Factors of Obesity Among School-
aged Children in Xi’an, China. Eur J Pediatr. 2012;171;389-94.
12. Sari, VP. Perbedaan Prestasi Belajar Antara Anak Sekolah Dasar Penderita
Obesitas dan Status Gizi Normal (Studi Penelitian pada Siswa Sekolah Dasar
Kelas 3 – 5 di SD Nasima Kecamatan Semarang Barat Tahun 2012). JKM.
2012;1(2);627-34.
13. Mahajan PB, Purty AJ, et al. Study of Childhood Obesity Among School
Children Aged 6 to 12 years in Union Territory of Puducherry. Indian J Community
Med. 2011;36;45-50.
14. Veugelers PJ, Fitzgerald AL. Prevalence of and Risk Factors for Childhood
Overweight and
Obesity. Canadian Medical Association Journal. 2005;173(6);607.
15. Aerbeli I, Henschen I, et al. Stabilisation of the Prevalence of Childhood
Obesity in Switzerland. Swiss Med Wkly. 2010:140:w13046.
16. Lumoindong A, Umboh A, et al. Hubungan Obesitas dengan Profil Tekanan
Darah pada Anak Usia 10 – 12 Tahun di Kota Manado. Skripsi, Universitas Sam
Ratulangi, Manado; 2012.
17. Mariza YY, Kusumastuti AC. Hubungan antara Kebiasaan Sarapan dan
Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Kecamatan
Pedurungan Kota Semarang. Journal of Nutrition College; 2013;2(1);207-13.
18. Hajian-Tilaki KO, Sajjadi P, et al. Prevalence of Overweight and Obesity and
Associated Risk Factors in Urban Primary-school Children in Babol, Islamic
Republic of Iran. EMHJ. 2011:17(2).
19. Song Y, Wang HJ, et al. Secular Trends of Obesity Prevalence in Urban
Chinese Children from 1985 to 2010: Gender Disparity. PloS
ONE.2013:8(1):e53069.
20. Gupta N, Goel K, et al. Childhood Obesity in Developing Countries:
Epidemiology, Determinants, and Prevention. Endocrine Reviews. 2012:33:48-
70.
21. Serra-Majem L, Ribas-Barba L, et al. Methodological Limitation in Measuring
Childhood and Adolescent Obesity and Overweight in Epidemiological Studies :
Does Overweight Fare Better than Obesity?. Public Health Nutrition.
2007:10(10A):1112-20.
FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERHADAP OBESITAS PADA REMAJA
DI KOTA BITUNG
1
Christine Hendra
2
Aaltje E. Manampiring
2
Fona Budiarso
1
Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado
2
Bagian Kimia Fakultas Kedokteran Univ
e
rsitas Sam Ratulangi
Manado
Email:
christaliahendra@ymail.com
Abstract:
Obesity is defined as a condition of abnormal or excessive fat accumulation in
adipose tissue which can be harmful for health. The risk factors that can affect obesity in
adolescent are dietary habit, lifestyle, physical activity, environmental factor, gen
etics, health
factor, psychological and hormonal drugs. The purpose of this study was to determine the
prevalence and risk factors for obesity in adolescent. This study used
cross sectional
method
with descriptive approach, the sampling technique used in t
his study is
simple random
sampling.
Samples are 966 students which met the inclusion criteria were 15 to 18 years old,
was willing to be sampled. Data retrieval is done by measuring waist circumference.
Conclusion:
Based on the waist circumference measure
ment of 966 populations, 220 peoples
are found obese with presentation of 22,8% consisting of 59 boys with presentation 6,1% and
161 girls with presentation of 16,7%. Based on the research result, dietry habit is the most
affecting factor in obesity, follo
wed by genetic factor, lifestyle, physical activity and
environmental factor and the last are health factor and psychological.
Keywords
:
obesity, adolescents, risk factor.
Abstrak:
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kondisi akumulasi lemak yang tidak n
ormal
atau berlebihan di jaringan adiposa sampai kadar tertentu sehingga dapat merusak kesehatan.
Faktor
-
faktor risiko yang dapat menpengaruhi terjadinya obesitas pada remaja adalah pola
makan, pola hidup, aktivitas fisik, faktor lingkungan, genetik, fakto
r kesehatan, psikis dan
obat
-
obatan hormonal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor
-
faktor risiko terhadap obesitas pada remaja. Penelitian ini menggunakan metode
cross
sectional
dengan pendekatan dekskriptif. Teknik pengambila
n sampel yang digunakan adalah
dengan menggunakan cara
simple random sampling
. Sampel penelitian sebanyak 966 siswa
yang memenuhi kriteria inklusi yang berusia 15
-
18 tahun, bersedia menjadi sampel.
Pengambilan data dilakukan dengan cara pengukuran lingkar pinggang.
Simpulan:
Berdasarkan hasil pengukuran lingkar pinggang pada 966 po
pulasi didapatkan 220 orang
mengalami obesitas dengan presentasi 22,8% yang terdiri dari 59 orang laki
-
laki dengan
presentase 6,1% dan 161 orag perempuan dengan presentase 16,7%. Berdasarkan hasil
penelitian juga didapatkan bahwa pola makan merupakan fakto
r risiko paling berpengaruh
pada obesitas kemudian diikuti dengan faktor genetik, pola hidup, aktivitas fisik dan faktor
lingkungan dan yang terakhir adalah faktor kesehatan dan psikis.
Kata
kunci
: obesitas, remaja, faktor risiko.
Obesitas adalah suatu penyakit serius yang
dapat mengakibatkan masalah emosional
dan sosial. Seorang dikatakan
overweight
bila berat badannya 10% sampai dengan
20% berat badan normal, sedangkan
seseorang disebut obesitas apabila
Hendra, Manampiring, Budiarso: Faktor
-
faktor resiko...
kelebihan berat badan menca
pai lebih 20%
dari berat normal. Obesitas saat ini menjadi
permasalahan dunia bahkan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan
sebagai
epidemic global
.
1
Masalah obesitas banyak dialami oleh
beberapa golongan masyarakat salah
satunya remaja. Kelebiha
n berat badan
pada remaja telahdi hubungkan dengan
naiknya kadar insulin plasma, lipid darah,
dan kadar lipoprotein naik, dan kenaikan
tekanan darah, yang merupakan faktor yang
diketahui dihubungkan dengan morbiditas
orang dewasa akibat obesitas.
1
Obesitas
ini disebabkan karena
aktivitas fisik yang kurang, disamping
masukan makanan padat energi yang
berlebihan. Obesitas pada remaja
meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler pada saat dewasa karena
kaitannya dengan sindroma metabolik yang
terdiri dari resis
tensi
insulin/hiperinsulinemi, intoleransi
glukosa/diabetes melitus, dislipidemia,
hiperurisemia, gangguan fibrinolisis, dan
hipertensi.
1,2
Prevalensi obesitas menurut Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
meningkat jika dibandingkan dengan
Riskesdas 2010
. Angka obesitas pria pada
2010 sekitar 15 persen dan sekarang
menjadi 20 persen. Pada wanita
persentasenya dari 26 persen menjadi 35
persen.
3
Setiap orang memerlukan sejumlah
lemak tubuh untuk menyimpan energi,
sebagai penyekat panas, dan fungsi lainnya.
Rata
-
rata wanita memiliki lemak tubuh
yang lebih banyak dibandingkan pria.
Perbandingan yang normal antara lemak
tubuh dengan berat badan adalah sekitar
25
-
30% pada wanita dan 18
-
23% pada pria.
Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30%
dan pria dengan lemak
tubuh lebih dari
25% dianggap mengalami obesitas.
Seseorang yang memiliki berat badan 20%
lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat
badannya yang normal dianggap
mengalami obesitas.
4
,
5
Untuk menentukan seseorang
menderita obesitas atau tidak, cara yang
paling banyak digunakan adalah
menggunakan
Index Massa Tubuh (IMT).
IMT ditujukan dengan perhitungan
kilogram per meter kuadrat (kg/m
2
),
berkorelasi dengan lemak yang terdapat
dalam tubuh.
6
Berikut tipe obesitas berdasarkan
bentuk tubuh.
Obesitas tipe buah apel
(Apple Shape)
Tipe seperti ini biasanya
terdapat pada pria. Dimana lemak
tertumpuk di sekitar perut. Risiko
kesehatan pada tipe ini lebih tinggi
dibandingkan dengan buah pear (Gynoid
).
Obesitas tipe buah pear (Gynoid)
Tipe ini
cenderung dimiliki wanita, lemak yang ada
disimpan di sekitar pinggul dan bokong.
Risiko terhadap penyakit
pada tipe gynoid
umumnya kecil.
Obesita
s tipe Ovid
(Bentuk Kotak Buah)
Ciri dari tipe ini
adalah “besar
di seluruh bagian badan”.
Tipe Ovid umumnya terdapat pada orang
-
orang yang gemuk secara genetik.
4
,7
Faktor
-
faktor risiko terhadap obesitas
sepeti pola makan, gaya hidup, kurangnya
aktivitas dan kurangnya kesadaran pa
da
remaja jika tidak diupayakan
perbaika
nnya
akan mempengaruhi kualitas masyarakat di
masa mendatang.
8
Faktor
-
faktor seperti
lingkungan, genetik,
psikis, kesehatan, dan
juga obat
-
obatan.
9
Gambaran status gizi dan
pengetahuan di masa sekarang berdampak
besar pada gambaran status gizi di masa
mendatang, Sehingga perlu dicari informasi
mengenai faktor
-
faktor risiko terhadap
obesitas, khususnya faktor
-
faktor risiko
yang banyak muncul pada remaja
siswa/siswi SMA yang obesitas.
Penelit
i
an Setyaninggrum (2007)
memperlihatkan bahwa 34,4% responden
re
maja usia pubertas sering mengonsumsi
makanan siap saji. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara konsumsi makanan cepat
saji dengan kejadian obesitas.
10,1
1
Tujuan penelitian ini adalah untuk
m
engetahui prevalensi obesitas pa
da
remaja di Kota Bitung
, dan m
engetahui
faktor
-
faktor risiko terhadap obesitas pada
remaja di Kota Bitung.
Jurnal e
-
Biomedik (eBm),
Volume 4, Nomor 1, Januari
-
Juni
2016
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian
Cross
Sectional
dengan pendekatan dekskriptif.
Penelitian dilakukan di SMA/SMK di Kota
Bitung dari bulan Oktober 2015 sampai
Januari 2016. Populasi dalam penelitian ini
adalah remaja yang berusia 15 sampai 18
tahun di SMA/SMK di Kota Bitung.
Sampel yang diambil adalah rem
aja dengan
lingkar pinggang untuk Laki
-
laki >90 dan
Perempuan >80. Sampel diambil dengan
cara
simple random sampling
.
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan
melakukan pengukuran lingkar pinggang
secara acak terhadap 966 orang remaja
yang mewakili S
ekolah

sekolah
Menengah Atas di Kota Bitung yang terdiri
dari usia 15
-
18 tahun. Didapatkan 966
orang remaja yang menjadi populasi target,
berdasarkan dengan pengukuran lingkar
pinggang didapati ada 220 orang remaja
dengan obesitas, dan yang menyetujui
un
tuk diwawancarai adalah 50 orang
remaja obesitas.
Tabel 1.
Prevalensi obesitas pada remaja di
Kota Bitung
No
Jenis
Kelamin
n
Lingkar pinggang
Normal
(%)
Obesitas
(%)
1
2
L
P
382
584
966
33,4%
43,8%
77,2%
6,10%
16,7%
22,8%
Batasan ukuran Lingkar
Pinggang
berdasarkan IDF:
Laki

laki
: >90 cm
Perempuan
: >80 cm
Berdasarkan batasan Lingkar Pinggang
ditemukan 22,8% remaja obesitas di Kota
Bitung, dan yang bersedia untuk
diwawancarai ada 50 orang remaja
obesitas.
Berdasarkan
T
abel
2
secara
keseluruhan didapatkan faktor risiko
terjadinya obesitas yang tertinggi
disebabkan oleh faktor pola makan (PM)
dengan hasil sebanyak 49 (98%) orang, lalu
diikuti faktor riwayat keturunan (RK)
sebanyak 38 (76%) orang, kemudian faktor
aktivitas fisik
(AF) sebanyak 12 (24%)
orang dan yang paling sedikit pada faktor
psikis (P) dengan hasil sebanyak 7 (14%)
orang. Didapatkan hasil demikian karena
pada satu individu bisa terdapat lebih dari
satu faktor resiko.
Ta
bel 2
. Karakteristik responden berdasarkan
faktor
-
faktor risiko secara keseluruhan
N
(%)
PM
AF
P
RK
N
(%)
N
(%)
N
(%)
N
(%)
Total
50
49
98%
12
24%
7
14%
38
76%
BAHASAN
Penelitian yang dilakukan di Sekolah

sekolah Menengah Atas di Kota Bitung
pada bulan Oktober 2015

Januari 2016
terhadap 966 orang remaja yang berusia
15
-
18 tahun berdasarkan ukuran lingkar
pinggang ditemukan 220 orang remaja
yang mengalami obesitas yang terdiri dari
59 orang laki
-
laki dan 161 orang
perempuan.
Berdasarkan hasil pengukuran lingkar
pinggang pada 966 p
opulasi didapatkan
220 orang remaja yang mengalami obesitas
dengan presentase sebesar 22,8% yang
terdiri dari 59 orang laki
-
laki dengan
presentase 6,1% dan 161 orang perempuan
dengan presentase 16,7%, dan yang
bersedia untuk diwawancarai ada 50 orang
remaj
a obesitas.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada 50 orang terdapat 49 orang
remaja dengan presentase 98% yang
mengalami obesitas berdasarkan pola
makan. Hal ini menjelaskan bahwa pola
makan merupakan faktor risiko yang paling
berpengaruh terhad
ap obesitas pada remaja.
Kehidupan remaja di Kota Bitung
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
makanan tinggi karbohidrat, lemak, gula
serta kebiasaan mengkonsumsi makanan
siap saji. Masalah gizi atau pola makan
yang sering terjadi pada remaja adalah
Hendra, Manampiring, Budiarso: Faktor
-
faktor resiko...
ketidaksei
mbangan antar konsumsi gizi
dengan kecukupan gizi yang dianjurkan.
Remaja di Kota Bitung sering
mengkonsumsi makanan yang mengandung
tinggi karbohidrat seperti nasi dan umbi
-
umbian serta lemak yang berasal dari
gorengan yang pada dasarnya merupakan
makanan
yang digemari remaja pada
umumnya, konsumsi makanan siap saji
juga merupakan faktor yang berpengaruh
pada penumpukan lemak tubuh karena
jumlah kalori yang terdapat pada makanan
siap saji dalam sekali makan melebihi
angka kecukupan kalori harian.
1,2,9
Hasil penelitian juga didapatkan bahwa
faktor riwayat keturunan juga mempunyai
peran yang cukup besar terhadap terjadinya
obesitas pada remaja yaitu 38 orang remaja
dengan presentase 76% dari hasil penelitian
pada 50 orang remaja obesitas di Kota
Bitung, h
al ini menjelaskan bahwa faktor
genetik juga mempunyai peran dalam
terjadinya obesitas, remaja dengan obesitas
cenderung memiliki orang tua yang
obesitas.
4
,7
Faktor pola hidup, aktivitas fisik dan
lingkungan juga berperan terhadap
terjadinya obesitas, dari
hasil penelitian
terhadap 50 orang remaja obesitas
didapatkan bahwa 12 orang remaja dengan
presentase 24% yang mengalami obesitas
berdasarkan faktor pola hidup, aktivitas
fisik dan lingkungan. Remaja yang kurang
melakukan aktivitas fisik cemderung
mengala
mi obesitas karena kurangnya
aktivitas menyebabkan menumpuknya
lemak tubuh dengan berlebihan, kurangnya
aktivitas fisik yang tidak mengimbangi
asupan makan juga menjadi pemicu
terjadinya obesitas pada remaja. Kemajuan
teknologi masa kini membuat para remaj
a
lebih sering menghabiskan waktu dengan
duduk berjam
-
jam memainkan
smartphone,
main komputer dan juga menonton TV
sehingga kurangnya melakukan aktivitas
lainnya seperti bermain sepak bola atau
olahraga lainnya
1,2,10
Hasil dari penelitian juga menunjukan
b
ahwa faktor psikis mempengaruhi
terjadinya obesitas pada remaja yaitu 7
orang remaja dengan presentase 14% dari
hasil penelitian pada 50 orang remaja
obesitas, stress atau kekecewaan yang
biasanya dialami oleh remaja biasanya
mempengaruhi peningkatan nafsu
makan,
gangguan pola makan akibat stress dapat
berupa pola makan berlebihan atau nafsu
makan yang meningkat ketika menggalami
stress karena masalah yang sering terjadi
pada masa remaja.
4
,7
SIMPULAN
Prevalensi obesitas pada remaja di
Kota Bitung
berdasarkan Lingkar Pinggang
adalah sebesar 22,8% yang terdiri dari 59
orang laki
-
laki dengan presentase 6,1% dan
161 orang perempuan dengan presentase
16,7%.
Faktor
-
faktor risiko yang berpengaruh
terhadap obesitas pada remaja di Kota
Bitung yang tertinggi
adalah faktor pola
makan yaitu sebesar 98%. Faktor risiko
yang berpengaruh kedua adalah faktor
riwayat keturunan yaitu sebesar 76%.
Faktor risiko yang berpengaruh ketiga
adalah faktor pola hidup, aktivitas fisik dan
lingkungan yaitu sebesar 24%. Faktor
ri
siko lainnya adalah faktor psikis dalam
hal ini stress atau kekecewaan yaitu sebesar
14%.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian yang lebih
lanjut mengenai faktor
-
faktor risiko dan
hubungan langsung dengan obesitas dengan
menggunakan sampel yang lebih banyak
sehingga memperoleh hasil yang lebih
jelas.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Susi Muktiharti, Purwanto, Imam
Purnomo, Rosmiati Saleh
.
Fakultas
Ilmu Kesehatan, Program Studi
Kesehatan Masyarakat, Universitas
Pekalongan. Faktor Risiko Kejadian
Obesitas pada Remaja SMA Negeri
2
dan SMA Negeri 3 di Kota
Pekalongan Tah
un 2010. Diunduh
dari:
http://www.download.portalgaru
da.org/ipi21062.pdf
. Akses: 17
September 2015.
2.
Tolombot, Krisma Juliana Mazniati
.
2013. Skripsi Pr
evelensi Obesitas
Jurnal e
-
Biomedik (eBm),
Volume 4, Nomor 1, Januari
-
Juni
2016
Pada Remaja di SMP Negeri 8
Manado.
3.
Jumlah Orang Gemuk Bertambah. Diunduh
dari:
http://health.kompas.com/read/2014/0
8/20/170610223/Jumlah.
Orang.Gemu
k.Terus.Bertambah
.
Akses: 17
September 2015.
4.
Obesitas. Diunduh dari:
http://id.wikipedia.org/wiki/obesitas
.
Akses: 23 September 2015.
5.
Overweight & Obesitas sebagai suatu
Risiko Penyakit Degeneratif.
Diunduh dari:
http://fai
-
kao.com/2011
.
Akses: 23 September
2015.
6.
Sugondo S
. Obesitas. Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyak
it Dalam. Jilid III Edisi
ke
-
5.
Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
U
niversitas Indonesia; 2009. P
.
1973
-
1983.
7.
Obesitas. Diunduh dari:
http://id.scribd.com
.
Akses: 23 September 2015.
8.
Anonimous. Obesitas. Diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/...
/5/Chapter%20I.pdf
.
Akses: 18
September 2015.
9.
Supriyanto, Agus
. 2013. Obesitas, Faktor
Penyebab dan Bentuk
-
bentuk
Terapinya. Diunduh dari:
http://id.scrib.com
. Akses: 5 Oktober
2015.
10.
Adityawarman
. 2007. Hubungan Aktivitas
Fisik dengan Komposisi Tubuh pada
Remaja. Diunduh dari:
http://eprints.undip.ac.id/
22215/1/Adi
tya.pdf
.
Akses: 25 September 2015.
11.
Anonimous. 2011. Dampak Obesitas.
Diunduh dari:
http://www.strokebethesda.com
.
Akses: 30 September 2015
.
185

Jurnal MKMI

Vol 6 No.3 Juli 2010, hal 185-190

Tinjauan Pustaka II

FAKTOR RISIKO KEJADIAN OBESITAS PADA REMAJA

Abdul Salam

Konsentrasi Gizi Program Studi Kesmas PPS Unhas, Ma

kassar

ABSTRAK

Obesity or ordinary of we know as fatness is a prob

lem that is enough apprehending among

adolescent. Finite body overweight some kilograms c

an generate health risk which cannot be

trifled. Man and woman which overweight or obese ha

s risk 2-3 times is hit by disease kar-

diovaskuler. At adolescent has risk more than 2 tim

es more dies because coroner heart sickness


during adult. Derivable fatness from generation bef

ore all at the next generation in a family.

Overcomes obesity must become priority, including t

he prevention since child. Because chil-

dren experiencing obesity, tends to brought finite

of adult - especially if accompanied with

disparity hormonal. This article will analyse some

result of researchs to know case risk factors

of obesity at adolescent that is the existing level

of its the increasing prevalence.

Key Words : Obesity, Adolescent, Risk.

PENDAHULUAN

Peningkatan kemakmuran di Indonesia juga

diikuti oleh perubahan gaya hidup dan kebiasaan

makan. Pola makan, terutama di kota besar, bergeser

dari pola makan tradisional ke pola makan barat yan

dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak seimbang


14

Perubahan pola makan dan aktifitas fisik ini ber-

akibat semakin banyaknya penduduk golongan ter-

tentu mengalami masalah gizi lebih berupa kegemu-

kan dan obesitas.


2
Obesitas atau yang biasa kita kenal sebagai ke-

gemukan merupakan suatu masalah yang cukup me-

risaukan di kalangan remaja. Pada remaja putri, ke-

gemukan menjadi permasalahan yang cukup berat,

karena keinginan untuk tampil sempurna yang se-

ringkali diartikan dengan memiliki tubuh ramping

dan proporsional, merupakan idaman bagi mereka


12

Kasus obesitas anak meningkat pesat di seluruh

dunia. Hanya dalam 2 dekade, prevalensi kegemukan

menjadi 2 kali lipat pada anak-anak Amerika usia 6-

11 tahun, bahkan 3 kali lipat pada remaja. Survei p

e-

meriksaan kesehatan dan nutrisi nasional tahunan

oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit

(CDC) menemukan bahwa 1 diantara 3 anak Ameri-

ka mengalami kegemukan atau berada dalam risiko

menjadi gemuk. Totalnya sekitar 25 juta anak dan re

maja Amerika mengalami kegemukan atau mendeka-

ti kegemukan.
24

Sebanyak 18% remaja dan 25% o-

rang dewasa di Indonesia mengalami obesitas.


16
Kelebihan berat badan hingga beberapa kilo-

gram bisa menimbulkan risiko kesehatan yang tak bi-

sa disepelekan. Kenyataannya, lingkar pinggang para

remaja Australia ini meningkatkan dugaan adanya

risiko kesehatan yang akan muncul. "Penemuan ini

mengingatkan kita agar sadar terhadap adanya anca-

man terhadap kesehatan masyaraka.


21

Artikel ini akan menganalisis beberapa hasil pe-

nelitian untuk mengetahui faktor-faktor risiko keja

dian obesitas pada remaja yang saat ini tingkat pre

valensinya terus meningkat.

Kriteria Obesitas Serta Dampaknya Bagi Kese-

hatan

Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat bad-

an menjadi gemuk (

obese

) yang disebabkan penum-

pukan

adipose

adipocytes:

jaringan lemak khusus


yang disimpan tubuh) secara berlebihan. Jadi obesi-

tas adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat

badan yang lebih berat dibandingkan berat idealnya

yang disebabkan terjadinya penumpukan lemak di

tubuhnya.
14

Obesitas (kegemukan) adalah keadaan terdapat-

nya timbunan lemak berlebihan dalam tubuh. Secara

klinik biasanya dinyatakan dalam bentuk Indeks Ma-

sa Tubuh (IMT) > 30 kg/m2. Untuk orang Asia, kri-

teria obesitas apabila IMT > 25kg/m2.


23

Wiardani

membagi jenis obesitas dalam dua tipe, yakni obesi-

tas overall yang dinilai berdasarkan indeks massa t

u-

buh dan obesitas sentral yang dinilai berdasarkan

lingkar pingang.
5

Berbagai komplikasi obesitas lebih erat hubu-

ngannya dengan obesitas sentral, yang penetapannya

paling baik dengan mengukur lingkar pinggang. Apa-

bila lingkar pinggang > 90 cm pada pria dan > 80 cm

pada wanita, sudah termasuk obesitas sentral (untuk

orang Asia).
23
Untuk mengukur kelebihan berat badan dan obe-

sitas adalah body mass index (BMI)


19

. BMI berdasar-

kan tinggi dan berat badan dan digunakan untuk o-

rang dewasa, anak-anak, dan remaja. Kelebihan berat

badan pada anak-anak dan remaja berbeda pada

orang dewasa. Karena anak-anak masih dapat ber-

186

Jurnal MKMI

Vol 6 No.3, 2010

kembang dan anak laki-laki dan perempuan dewasa

pada tingkatan yang berbeda.


22

Para peneliti mendapatkan risiko untuk mende-

rita DM baik pada pria maupun wanita menjadi naik

beberapa kali berhubungan dengan kenaikan IMT.

Terdapat hubungan yang kuat antara IMT de-ngan

hipertensi. Wanita yang obese memiliki risiko hiper

tensi 3 - 6 kali dibanding wanita dengan berat bada

normal. Kelebihan berat badan juga berhubungan de-

ngan kematian (20-30%) karena penyakit kardiovas-

kuler. Pria dan wanita yang overweight atau obese


mempunyai risiko 2-3 kali terkena penyakit kardio-

vaskuler. Pada remaja berisiko lebih dari 2 kali li

pat

meninggal karena penyakit jantung koroner pada ma-

sa dewasa
17

. Obesitas juga mengurangi kualitas hi-

dup, seperti stroke, artritis (radang sendi), batu

empe-

du, kesulitan bernafas, masalah kulit, infertilitas

, ma-

salah psikologis, mangkir kerja dan pemanfaatan sa-

rana kesehatan.
23

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Obesi-

tas Pada Remaja

Menurut para ahli, didasarkan pada hasil pene-

litian, obesitas dapat dipengaruhi oleh berbagai fa

k-

tor. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah fakt

or

genetik, disfungsi salah satu bagian otak, pola mak

an

yang berlebih, kurang gerak/olahraga, emosi, dan

faktor lingkungan.
23

Genetik

Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebe-

lumnya pada generasi berikutnya di dalam sebuah

keluarga. Itulah sebabnya kita seringkali menjumpai

orangtua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak

yang gemuk pula. Dalam hal ini nampaknya faktor

genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah

unsur sel lemak dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan

karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil ma

ka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan mele-

bihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan

kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka ti-

dak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur

lemak tubuh yang relatif sama besar.

Seorang anak punya 40% kemungkinan menga-

lami kegemukan, bila salah satu orangtuanya obesi-

tas. Bila kedua orangtuanya kelebihan berat badan,

maka kemungkinan seorang anak mengalami obesi-

tas pun naik hingga 80%.


9

Kerusakan pada salah satu bagian otak

Sistem pengontrol yang mengatur perilaku ma-

kan terletak pada suatu bagian otak yang disebut


hi-

potalamus,

sebuah kumpulan inti sel dalam otak yang

langsung berhubungan dengan bagian-bagian lain da-

ri otak dan kelenjar dibawah otak. Hipotalamus me-

ngandung lebih banyak pembuluh darah dari daerah

lain pada otak, sehingga lebih mudah dipengaruhi o-

leh unsur kimiawi dari darah. Dua bagian hipotala-

mus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu hi-

potalamus lateral (HL) yang menggerakan nafsu ma-

kan (awal atau pusat makan); hipotalamus ventrome-

dial (HVM) yang bertugas merintangi nafsu makan

(pemberhentian atau pusat kenyang). Dari hasil pene

litian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka

individu menolak untuk makan atau minum, dan a-

kan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan mi-

num (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjad

pada bagian HVM maka seseorang akan menjadi ra-

kus dan kegemukan.

Pola Makan Berlebihan

Orang yang kegemukan lebih responsif diban-

ding dengan orang berberat badan normal terhadap

isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makan


an,

atau saatnya waktu makan. Orang yang gemuk cen-

derung makan bila ia merasa ingin makan, bukan

makan pada saat ia lapar. Pola makan berlebih inila

yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari

kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol

diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi berat

badan.
13

Kurang Gerak/Olahraga

Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka

terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran e-

nergi tergantung dari dua faktor : 1) tingkat aktiv

itas

dan olah raga secara umum; 2) angka metabolisme

basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk

mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dari kedua

faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung

jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang nor

mal.

Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu

pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat

normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan be-


rat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sanga

penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, mak

in

banyak berolahraga maka semakin banyak kalori

yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempe-

ngaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk

bekerja seharian akan mengalami penurunn metabo-

lisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak a-

kan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas

membuat kegiatan olah raga menjadi sangat sulit dan

kurang dapat dinikmati dan kurangnya olah raga se-

cara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya

metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olahra

ga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak

saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga

karena dapat membantu mengatur berfungsinya me-

tabolis normal
15
1

B
AB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Obesitas merupakan masalah kesehatan yang jumla

hnya meningkat di seluruh


dunia.

WHO

World Health Organization

menyatakan bahwa obesitas sudah menjadi

wabah global.
[1]

Obesitas

didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai

dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan

.
[1]

Menurut

patogenesisnya obesitas dapat dibagi dalam 2

golongan, yaitu : a)

regulatory obesity

gangguan primernya berada pada pusat yang mengatur masukan makanan (

central

mechanism regulating food intake

); b) obesitas metabolik, terdapat kelainan pada

metabolisme lemak dan karbohidrat.


[2]
Obesitas dapat terjadi pada

berbagai usia

, tetapi yang tersering pada tahun

pertama kehidupan, usia 5

6 tahun, mendek

ati periode akil baliq

(menjelang usia 12

tahun)

dan pada masa remaja.


[2, 3]

Prevalensi obesitas anak usia 5

12 tahun di Perancis tahun 2004 sebesar

20,55%, di Inggris obesitas anak u

sia 2

10 tahun tahun 2005 sebesar 17,3%.


[4]

Hampir 14 juta anak usia 2

17 tahun di Amerika Serikat tergolong obesitas, selain itu

ada sekitar 8,6 juta anak di A

.S.
mempunyai r

siko untuk menjadi obesitas.


[5]

revalensi obesitas an

ak

yang

tinggi ditemukan di negara

negara Timur Tengah,

Eropa Tengah dan Eropa Timur. WHO melaporkan bahwa Iran merupakan
salah satu

dari tujuh negara dengan prevalensi obesitas

anak tertinggi. Di Arab Saudi

satu dari

enam anak usia 6

18 tahun adalah o

besitas.
[6]

Sedangkan di Thailand prevalensi

obesitas anak usia 5


12 tahun meningkat dari 12,2% menjadi 15,6% hanya dalam

waktu

tahun.
[7]

Sejak tahun 1990, kejadian obesitas pada anak usia 6

15 tahun meningkat 3

kali

lipat, dari 5% tahun 1990 menjadi 16% tahun 2001.


[8]

Secara nasional mas

alah

kegemukan pada anak umur 6

12

tahun masih tinggi yaitu 9,2

% atau ma

sih di atas

5%. Jawa Tengah termasuk salah satu dari

11 provinsi yang memiliki prevalensi

kegemukan di

a
tas prevalensi nasiona

selain

Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera

Selatan,

Lampung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara dan

Pa

pua Barat.
[9]

Prevalensi obesitas

dari 170.699 anak usia 5

15

tahun

di Indonesia

adalah

sebesar 8,3%.
[10]

Pada tahun 2007 di Medan dari 400 murid Sekol

ah Dasar usia 6

12

tahun sebesar 17,75% dikategorikan obesitas, laki


-

laki 10,75% dan perempuan

sebanyak 7%.
[11]

Sedangkan

di Semarang

dari 1121 murid Sekolah Dasar usia 6

tahun

prevalensi obesitas sebesar 10,6%, pada laki

laki 13,5% dan perempuan

7,4%.
[12]

Obesitas pada usia sekolah (6

12

tahun) merupakan masalah yang serius

karena akan berlanjut hingga usia dewasa yang dapat menjadikan faktor
risiko pneyakit

metabolik dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus,


kanker,

osteoarthritis. Obesitas pada anak sangat mer


ugikan kualitas hidup anak seperti

gangguan pertumbuhan tungkai kaki, gangguan tidur,

sleep apnea

(henti napas sesaat)

dan gangguan pernapasan lain.


[13]

Anak yang obesitas tidak hanya lebih berat dari anak seusianya, tetapi lebih

cepat matang pertumbuhan tulangnya, relatif lebih tinggi pada masa remaja
awal, tetapi

pertumbuhan memanjang selesai lebih cepat, sehingga t

inggi badan relatif lebih pendek

dari anak sebayanya.


[2, 3]

Selain itu k

ematangan seksual lebih cepat, pertumbuhan

payudara, menarke, pertumbuhan rambut kelamin dan ketiak juga lebih cep

at.
[3]

Anak dengan obesitas akan mengalami masalah

fisik, psikologis dan sosial,

sehingga dapat mempengaruhi hubungan sosial serta prestasi bidang


pendidikan.
[14]
Umumnya pergerakannya lambat serta kurang percaya diri, karena merasa
potongan

tubuhnya jel

ek, tidak modis, merasa rendah diri sehingga mengisolasi dari pergaulan

dengan teman

temannya.
[3]

Anak usia sekolah (6

12 tahun) merupakan kelompok yang memiliki interaksi

yang intensif dengan lingkungan sekolah, teman, dan media massa.


[15]

Pada masa ini

fase pertum

buhan ditandai dengan dinamika dan mobilitas tinggi baik secara fisik,

psikis, maupun sosial

, sehingga diperlukan pengaturan makanan yang baik.


[16]

Perkembangan fisik dan aktivitasnya sangat berhubungan deng

an pencapaian prestasi

sekolah anak.
[17]

Patogenesis terjadinya obesitas pada anak selain hiperplasi, yaitu


meningkatnya
jumlah sel lemak, juga terjadi hipertropi, yaitu terjadinya pembesaran sel
lemak.
[3]

Etiologi obesitas

adalah

multifaktorial, baik faktor individual

(biologik

dan psikologik)

maupun lingkungan.
[18, 19]

aktor

faktor yang sedikitnya terlibat dalam kasus obesitas,


Jurnal Pembangunan Manusia V

ol 10 No.1 Tahun 2010

MODEL PREDIKSI PREVALENSI OBESITAS


PADA PENDUDUK
UMUR DIATAS 1
5
TAHUN
DI INDONESIA
Ekowati Retnaningsih
1

Abstra

Saat ini Indonesia dihadapkan pada masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan

masalah gizi lebih. Masalah utama pada orang dewasa saat

ini adalah kelebihan gizi yang dapat

menimbulkan kasus obesitas yang selanjutnya dapat memicu timbulnya penyakit

penyakit

degeneratif.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan prevalensi

obesitas pada umur diatas 15 tahun

di Indonesia dan model prediksinya.

Penelitian ini

menggunakan pendekatan studi ekologi dan rancangan penelitian kros seksional. Populasi

penelitian adalah wilayah provinsi se Indonesia yaitu sejumlah 33 provinsi. Jumlah sampel

penelitian adalah seluruh po

pulasi yang ada yaitu 33 provinsi dengan unit analisis adalah data

rata

rata prevalensi wilayah provinsi. Data yang digunakan adalah data sekunder hasil

RISKESDAS tahun 2007 menggunakan uji regresi linier ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa p

revalens

i obesitas pada umur > 15 tahun di


Indonesia adalah 19,10 %.

anya ada 1 varibel yang

berhubungan dengan

prevalensi obesitas

secara bermakna yaitu variable prevalensi konsumsi lemak dengan p 0,027.

Model prediksi

revalensi Obesitas = 15,1 + 0,31

(p

revalens

i konsumsi makanan berlemak

Berdasar hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

revalensi konsumsi makanan

berlemak mempunyai hubungan yang bermakna dengan prevalensi obesitas di suatu


wilayah

dan

enaikan prevalensi konsumsi makanan berlemak 1 % akan me

ningkatkan prevalensi obesitas

0,31 %.

Kata kunci: Obesitas, konsumsi makanan berlemak, model prediksi.

Abstract
Indonesia

has

two malnutrition problem

s. They

are

under nutrition

and over

nutrition. The

main malnutrition problem in old people is over nu

trition

that can lead to

obesity problem. It

influence

s the case of

degenerative diseases.

The aim of this researc

h is

to get information about

the factor that related

with obesity and to get information

of obesity predictive model

in the

over

15

years old

population. This research use ecology study and cross sectional design.
Population are

33 provin

ce

in Indonesia, sample is total population

It use

Riskesda

data in 2007

Data analysis

use multi regression lin

er test.

Result

of

this research show that

obesity prevalence in Indonesia is

19,10 %.

Prevalence

of fat consumption have significant relation with prevalence of

= 15,1 + 0,31(

prevalence of fat

consumption
).

The

conclusions

of

this research are

prevalence of

fat consumption

influences

obesity prev

alence of province population in Indonesia. The increase of fat consumption

prevalence 1% cause

the

increase

of

obesity prevalence 0,31%.

Key word:

obesity, fat consumption, predictive model.

Artikel masuk tanggal 12 Maret 2010

Badan Penelitian dan Pengembangan Pr

ovinsi Sumatera Selatan

Jl Demang Lebar Daun No 4864 Palembang, www.balitbangdasumsel.net

Telp. 0711 374456 Fax 350077 email: eko_promkes2003@yaho.com

Jurnal Pembangunan Manusia Vol 10 No.1 Tahun 2010

Ekowati Retnaningsih : Model Prediksi Prevalensi Obesitas Pada Penduduk Umur diatas 15

tahun di Indonesia
P

ENDAHULUAN

Di

era

globalisasi

diperlukan

bangsa yang handa

l untuk dapat

membangun negeri dan

bersaing dengan

sumber daya manusia bangsa lain

Bangsa yang kuat dan handal adalah

bangsa yang sehat, menguasai ilmu

pengetahuan dan tehnologi, namun juga

berimtaq. Untuk menjadi sumber daya

manusia yang

sehat dan

handal

, harus

mempunyai status gizi yang baik.

Status

gizi yang baik


mengurangi resiko terkena

penyakit, baik penyakit infeksi maupun

penyakit degeneratif sehingga dapat

mencapai umur harapan hidup yang

optimal.

Saat ini Indonesia dihadapkan

pada

masalah gizi g

anda. Masalah

kelebihan gizi sudah menghadang,

sementara masalah gizi kurang belum

bisa kita eliminasi.

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dua masalah gizi

tersebut mempunyai pengaruh terhadap

umur harapan hidup, karena dua

masalah tersebut berhubungan den

gan

timbulnya penyakit
(

Masalah utama pada orang

dewasa saat ini adalah keleb


i

han gizi.

Masalah kelebihan gizi menimbulkan

kasus obesitas yang selanjutnya dapat

memicu timbulnya penyakit

penyakit

degeneratif

antara lain: penyakit jantung

koroner, teka

an darah tinggi, kanker

payudara, kanker usus besar, penyakit

kencing manis, dll


(1)

Data

prevalensi

obesitas di Indonesia tercatat 19,1%

pada tahun 2007


(

Masalah gizi dipengaruhi oleh

banyak faktor yang saling berhubungan


dan mempengaruhi satu sama l

ain.

Secara langsung dipengaruhi oleh

kecukupan asupan zat gizi

, metabolisme

dalam tubuh

dan adanya penyakit dalam

tubuh. Secara tidak langsung

dipengaruhi oleh jangkauan pelayanan

kesehatan, pola

hidup

dan ketahanan

pangan di tingkat rumah tangga


(

As

upan zat gizi sangat

dipengaruhi oleh pola makan.

Penelitian

menunjukkan bahwa pada saat ini

secara umum terjadi perubahan pola

konsumsi pangan masyarakat ke arah

konsumsi pangan yang berlebihan


terutama tinggi kandungan energi dan

lemak

. Hal tersebut dapa

t menyebabkan

timbulnya obesitas atau kegemukan


(

Ada beberapa faktor penyebab

terjadinya obesitas pada seseorang

yaitu: 1) keturunan, 2) asupan gizi

berlebih, 3) konsumsi makanan

berlemak, 4) konsumsi makanan

mengandung karbohidrat sederhana

(gula), 5)

Kurang konsumsi sayur dan

buah, 6) Metabolisme tubuh, 7) Kurang

aktifitas fisik, 8) Obat

obatan, 9)

psikologis, 10) penyakit


(

Tujuan penelitian adalah untuk


mengetahui faktor yang berhubungan

dengan prevalensi obes

itas

pada umur

diatas 1

tahun,

di sua

tu wilayah provinsi

dan model prediksinya.


Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol. 11, No. 4, April 2015 •

179

Weni Kurdanti,

dkk:

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas pada remaj

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas pada


remaja
Risk factors for obesity in adolescent
Weni Kurdanti
1

, Isti Suryani
1

, Nurul Huda Syamsiatun


1

, Listiana Purnaning Siwi


1

, Mahardika Marta Adityanti


1

Diana Mustikaningsih
1

, Kurnia Isnaini Sholihah


1

ABSTRACT

Background:

The cause of obesity in adolescents is multifactorial. Increased consumption of fast food (fast food), lack of

physical activity, genetic factors, the influence of advertising, psychological factors, socioeconomic status, diet, age, and gender

are all factors that contribute to changes in energy balance and lead to obesity.

Objective:

To determine the factors that affect

the incidence of obesity in adolescents.

Methods:

A case-control study with a total of 144 subjects, cases are obese adolescents

(BMI / u> + 2sd) and controls were non-obese adolescents. The independent variable is the macronutrient intake, fiber intake,
the

pattern of consumption of fast food, the consumption patterns of food / sugary beverages, physical activity, psychological
factors
(self-esteem), genetic factors, and intake of breakfast, while the dependent variable was the incidence of obesity. Data analysis

using chi-square test and logistic regression.

Results:

Factors significantly associated (p <0.05) and a risk factor for obesity in

adolescent is energy intake (or = 4.69; ci: 2.12 to 10.35); fat (or = 2.34; ci: 1.19 to 4.57); carbohydrates (or = 2.64; ci: 1.34 to

5.20); the frequency of fast food (or = 2.47; ci: 1.26 to 4.83); and the morning breakfast intake (or = 5.24; ci: 2.56 to 10.71).

Conclusions:

Teens who have excessive macronutrient intake, the frequency of consumption of fast food often, physical activity

is not active, has a mom and dad with obesity status, and no breakfast, greater risk of obesity.

KEY WORDS:

breakfast; fast food; genetic; intake; obesity; physical activity; teenagers

ABSTRAK

Latar belakang:

Faktor penyebab obesitas pada remaja bersifat multifaktorial. Peningkatan konsumsi makanan cepat saji (

fast

food

), rendahnya aktivitas fisik, faktor genetik, pengaruh iklan, faktor psikologis, status sosial ekonomi, program diet, usia, dan

jenis kelamin merupakan faktor-faktor yang berkontribusi pada perubahan keseimbangan energi dan berujung pada kejadian

obesitas.

Tujuan:

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas

pada remaja.

Metode:

Penelitian

case control

dengan total 144 subjek, kasus adalah remaja obesitas (IMT/U > +2SD) dan kontrol adalah remaja non-obesitas. Variabel bebas

adalah asupan zat gizi makro, asupan serat, pola konsumsi

fast food

, pola konsumsi makanan/minuman manis, aktivitas fisik, faktor


psikologis (harga diri), faktor genetik, dan asupan sarapan pagi, sedangkan variabel terikat adalah kejadian obesitas. Analisis
data

menggunakan uji

Chi-Square

dan regresi logistik.

Hasil:

Faktor yang secara bermakna berhubungan (p<0,05) dan menjadi faktor

risiko terjadinya obesitas pada remaja adalah asupan energi (OR=4,69; CI:2,12-10,35); lemak (OR=2,34; CI:1,19-4,57);
karbohidrat

(OR=2,64; CI:1,34-5,20); frekuensi

fast food

(OR=2,47; CI: 1,26-4,83); dan asupan sarapan pagi (OR=5,24; CI: 2,56-10,71).

Simpulan:

Remaja yang memiliki asupan zat gizi makro berlebih, frekuensi konsumsi

fast food

sering

aktivitas fisik tidak aktif,

memiliki ibu dan ayah dengan status obesitas, serta tidak sarapan, berisiko lebih terhadap terjadinya obesitas.

KATA KUNCI:

sarapan;

fast food

; genetik; asupan; obesitas; aktivitas fisik; remaja

Korespondensi:

Weni Kurdanti

, Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Yogyakarta,

Jl. Tata Bumi, Yogyakarta, Indonesia,

e-mail
:

weni.kurdanti@gmail.co

PENDAHULUAN

Usia remaja (10-18 tahun) merupakan periode

rentan gizi karena berbagai sebab, yaitu pertama remaja

memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan

pertumbuhan fisik. Kedua, adanya perubahan gaya

hidup dan kebiasaan makan. Ketiga, remaja mempunyai

kebutuhan zat gizi khusus contohnya kebutuhan atlet.

Kebiasaan makan yang berubah salah satunya terjadi

karena adanya globalisasi secara luas. Remaja merupakan

salah satu kelompok sasaran yang berisiko mengalami

gizi lebih. Gizi lebih pada remaja ditandai dengan berat

badan yang relatif berlebihan bila dibandingkan dengan

usia atau tinggi badan remaja sebaya, sebagai akibat

terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam

jaringan lemak tubuh (1).

Prevalensi kegemukan tahun 2010 pada anak usia

16-18 tahun secara nasional sebesar 1,4%. Ditemukan

Jurnal Gizi Klinik Indonesia


Volume 11

Halaman 179-190

No. 04 April • 2015

180
• Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol. 11, No. 4, April 2015

Weni Kurdanti,

dkk:

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas pada remaj

11 provinsi yang memiliki kegemukan pada remaja usia

16-18 tahun di atas prevalensi nasional, salah satunya

adalah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

dengan persentase sebesar 4,1%. Sementara itu, pada

penduduk usia di atas 18 tahun, tercatat kasus kurus

sebesar 12,6% dan 21,7% gabungan kategori berat badan

lebih (

overweight

) dan obesitas. Prevalensi kegemukan

overweight

) relatif lebih tinggi pada remaja perempuan

dibanding dengan remaja laki-laki (1,5% perempuan dan

1,3% laki-laki) (2).

Faktor penyebab obesitas pada remaja bersifat

multifaktorial. Peningkatan konsumsi makanan cepat

saji (

fast food

), rendahnya aktivitas fisik, faktor genetik,

pengaruh iklan, faktor psikologis, status sosial ekonomi,


program diet, usia, dan jenis kelamin merupakan

faktor-faktor yang berkontribusi pada perubahan

keseimbangan energi dan berujung pada kejadian

obesitas (3). Berdasarkan hasil survei pendahuluan

menunjukkan bahwa persentase remaja obesitas di SMA

N 9 Yogyakarta sebesar 15,83% sedangkan menurut

penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa persentase

obesitas pada remaja di SMA N 6 Yogyakarta sebesar

64%. Penelitian ini menganalisis multifaktor yang

mungkin berkontribusi terhadap terjadinya obesitas pada

remaja yaitu dari faktor asupan makan (zat gizi makro,

asupan serat, asupan sarapan pagi, pola konsumsi

fast

food

, pola konsumsi makanan/minuman manis); faktor

aktivitas fisik; faktor psikologis (harga diri); dan faktor

genetik. Mengingat prevalensi obesitas terutama pada

remaja di Kota Yogyakarta cukup tinggi dan berada di atas

prevalensi nasional maka penelitian ini perlu dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian obesitas

pada remaja.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini termasuk penelitian observasional

dengan desain atau rancangan penelitian


case control

Kasus adalah remaja dengan obesitas dan kontrol adalah

remaja non-obesitas. Penelitian dilaksanakan di Sekolah

Menengah Atas Negeri (SMAN) Kota Yogyakarta yaitu

SMA 1 BOPKRI, SMA 2 BOPKRI, SMAN 6 Yogyakarta,

SMAN 9 Yogyakarta, dan SMA N 3 Yogyakarta pada

bulan Mei-November 2014. Populasi pada penelitian

ini adalah semua siswa-siswi di SMA tersebut kelas

X dan XI pada periode penelitian. Berdasarkan hasil

perhitungan besar diperoleh besar sampel minimal

sebanyak 71 sampel. Perbandingan antara sampel kasus

dan kontrol adalah 1:1 sehingga total sampel penelitian

adalah 144 sampel yang terdiri dari 72 sampel kasus

dan 72 sampel kontrol. Pada penelitian ini dilakukan

matching

secara berpasangan antara kelompok kasus

dan kontrol berdasarkan umur, jenis kelamin, dan asal

sekolah atau

peer group

. Kriteria inklusi kelompok kasus

adalah siswa-siswi yang memiliki status gizi obesitas

(> +2SD) berdasarkan indeks massa tubuh berdasarkan

umur (IMT/U); umur 15-18 tahun; dan bersedia menjadi

responden (
informed consent

). Sementara kriteria inklusi

kelompok kontrol adalah siswa-siswi yang memiliki

status gizi obesitas (> +2SD) berdasarkan IMT/U; umur

15-18 tahun; dan bersedia menjadi responden (

informed

consent

). Kriteria eksklusi adalah siswa-siswi yang tidak

hadir pada saat penelitian.

Variabel bebas adalah asupan zat gizi makro, asupan

serat, pola konsumsi

fast food

, pola konsumsi makanan/

minuman manis, aktivitas fisik, faktor psikologis (harga

diri), faktor genetik, dan asupan sarapan pagi, sedangkan

variabel terikat adalah kejadian obesitas. Status obesitas

adalah status gizi berdasarkan berat badan dan tinggi

badan yang dilihat menggunakan indeks IMT/U

berdasarkan

z-score

menurut

World Health Organization

(WHO) 2005 untuk kelompok umur 15-18 tahun (obesitas

> 2 SD dan tidak obesitas ≤ 2 SD). Asupan zat gizi makro

(energi, protein, dan lemak) adalah jumlah energi, protein,


dan lemak yang dikonsumsi subjek selama waktu tertentu

dalam satuan g/hari yang dikategorikan lebih (> 100%

AKG) dan cukup (≤ 100% AKG)

(4). Sementara asupan

serat dikategorikan menjadi kurang (<19 g/hari) dan

cukup (≥19 g/hari).

Lebih lanjut, pola konsumsi

fast food

mencakup

frekuensi dan jumlah

fast food

yang dikonsumsi.

Frekuensi konsumsi

fast food

adalah jumlah kali makan

dalam 6 bulan terakhir dengan

cut off point

dikategorikan

sering jika skor frekuensi konsumsi

fast food

≥ 24,5 (nilai

median skor frekuensi

fast food

secara keseluruhan)

sedangkan jumlah energi


fast food

diperoleh dari

sejumlah makanan

fast food

baik di rumah atau di luar

rumah dengan

cut off point

dikategorikan tinggi jika


1
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA REMAJA DI SMA NEGERI 4
KENDARI TAHUN 2016
Syamsinar Wulandari1 Hariati Lestari2 Andi Faizal Fachlevy3
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo 123
Syamsinarwulandari@ymail.com1 Lestarihariati@yahoo.co.id2 andi.faizal.fachlevy@gmali.com3
Abstrak
Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk
dengan energi yang keluar sehingga menyebabkan terjadinya penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari Tahun 2016. Metode penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian ini
dilaksanakan pada tanggal 29 Februari sampai 5 Maret 2016 dan bertempat di SMA Negeri 4 Kendari. Populasi dalam penelitian
ini adalah jumlah seluruh siswa kelas X dan XI di SMA Negeri 4 Kendari yaitu sebanyak 1.133 siswa, dengan jumlah sampel
sebesar 89 orang. Hasil penelitian menggunakan analisis Chi Square dengan α=0,05 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara pola makan (PValue= 0,018), aktivitas fisik (PValue = 0,000), uang jajan (PValue = 0,017) dan parental fatness (PValue = 0,004)
dengan kejadian obesitas serta tidak terdapat hubungan antara durasi tidur (P Value= 0,654) dengan kejadian obesitas. Disarankan
bagi pihak sekolah perlu diadakannya program kesehatan pada penderita obesitas melalui usaha kesehatan sekolah (UKS) atau
bimbingan dan konseling (BK) seperti : diet sehat remaja, melakukan senam pagi seminggu sekali, melakukan kegiatan rutin
jalan santai bersama dengan seluruh siswa dan guru agar menumbuhkan kesadaran untuk hidup sehat.
Kata kunci : obesitas, pola makan, tingkat aktivitas fisik, uang jajan, parental fatness, durasi tidur
Abstract
Obesity is a health problem that occurs because of an imbalance between energy intakes with energy out thus causing the
accumulation of fat tissue in the body excessively. The purpose of this study was to determine factors related to obesity of
adolescents at SMAN 4 Kendari in 2016. This study was analytical research by approach of cross sectional study. The research
was conducted on February 29th until March 5th, 2016 and located at SMAN 4 Kendari. The population in this study was the
number of all students of class X and XI at SMAN 4 Kendari as many as 1.133 students, with sample size amounted 89 people.
Based on the results of the relationship analysis by chi-square test (P Value<0,05) showed that there was correlation between
dietary pattern (PValue=0,018), physical activity (PValue=0,000), pocket money (PValue=0,017), parental fatness (PValue=0,004) and
obesity. There was no correlation between sleep duration (P Value=0,654) and obesity. Suggested for the school to implement of
health program to students who are obese through the School Health Programme (UKS) or guidance and counseling in school
(BK) such as: healthy diet for adolescents, doing gymnastics in the morning once a week, doing routine work leisurely stroll
along with all the students and teachers in order to raise awareness for life healthy.
Keywords: obesity, dietary pattern, physical activity levels, pocket money, parental fatness, sleep duration
2
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai oleh penimbunan jaringan lemak dalam tubuh
secara berlebihan. Obesitas terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi
yang keluar. Obesitas/overweight telah menjadi pandemi global di seluruh dunia dan dinyatakan oleh World Health
Organization (WHO) sebagai masalah kesehatan kronis terbesar. Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai
kegemukan merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan dikalangan remaja 1.
Masalah obesitas/overweight pada anak dan remaja dapat meningkatkan kejadian diabetes mellitus (DM) tipe 2.
Selain itu, juga berisiko untuk menjadi obesitas pada saat dewasa dan berpotensi mengakibatkan gangguan
metabolisme glukosa dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, penyumbatan pembuluh darah dan lain-
lain2. National Health and Nutrition Examination Survei (NHANES) melaporkan bahwa prevalensi obesitas di
Amerika pada tahun 2011-2012 adalah terdapat 8,4% pada usia 2 sampai 5 tahun, 17,7% pada usia 6 sampai 11
tahun, dan 20,5% pada usia 12 sampai 19 tahun.
Penelitian yang dilakukan dengan melakukan pemantauan berkala perubahan prevalensi kelebihan berat badan
dan obesitas pada semua populasi di dunia dari tahun 1980 hingga 2013 menunjukkan penderita obesitas di Eropa
Barat sebanyak 13,9%. Di Amerika Latin prevalensi obesitas tertinggi yaitu di Uruguay (18,1%), Costa Rica (12,4%),
Chili (11,9%) dan Meksiko (10,5%). Penelitian ini juga menjelaskan bahwa lebih dari 50% dari 671.000.000
penderita obesitas di dunia terdapat pada sepuluh negara yaitu Amerika Serikat, Cina, India, Rusia, Brasil, Meksiko,
Mesir, Jerman, Pakistan, dan Indonesia. Amerika Serikat menyumbang 13% penderita obesitas di seluruh dunia,
Cina dan India bersama-sama menyumbang 15% penderita obesitas di dunia. Dan penelitian ini menunjukkan fakta
bahwa 62% penderita obesitas di dunia berada di negara berkembang 3.
Hasil Riskesdas menunjukkan prevalensi obesitas menurut Indeks Masa Tubuh per Umur (IMT/U) pada usia 16-18
tahun yang tertinggi yaitu pada provinsi Bangka Belitung sebesar 3,4% dan yang terendah yaitu pada provinsi
Bengkulu, NTT, Sulawesi Barat dan Maluku sebesar 0,0%. Di Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri, prevalensi obesitas
menurut IMT/U usia 16-18 yaitu 0,4%. Untuk Provinsi Sulawesi Selatan prevalensi obesitas sebesar 0,9% dan
Sulawesi Tengah 1,3%. Dan untuk keseluruhan (nasional) prevalensi obesitas menurut IMT/U usia 16-18 tahun yaitu
1,4%. Prevalensi obesitas di Provinsi Sulawesi Tenggara masih lebih rendah dibandingkan prevalensi obesitas secara
nasional4.
Masa remaja merupakan salah satu periode tumbuh kembang yang penting dan menentukan pada periode
perkembangan berikutnya. Remaja yang mengalami obesitas, kelak pada masa dewasa cenderung obesitas. Hal ini
telah dibuktikan bahwa insiden obesitas pada periode transisi antara remaja dan dewasa muda dalam kurun waktu
lima tahun meningkat, yaitu dari 10,9% menjadi 22,1% dan 4,3% di antaranya mempunyai IMT 40 5.
Obesitas pada remaja penting untuk diperhatikan karena remaja yang mengalami obesitas 80% berpeluang untuk
mengalami obesitas pula pada saat dewasa. Selain itu, terjadi peningkatan remaja obesitas yang didiagnosis
dengan kondisi penyakit yang biasa dialami orang dewasa, seperti diabetes tipe 2 dan hipertensi. Remaja obesitas
sepanjang hidupnya juga berisiko lebih tinggi untuk menderita sejumlah masalah kesehatan yang serius, seperti
penyakit jantung, stroke, diabetes, asma, dan beberapa jenis kanker. Stigma obesitas juga membawa konsekuensi
psikologis dan sosial pada remaja, termasuk peningkatan risiko depresi karena lebih sering ditolak oleh rekan-rekan
mereka serta digoda dan dikucilkan karena berat badan mereka 6.
Ada tiga penyebab obesitas yakni, faktor fisiologis, faktor psikologis dan faktor kecelakaan. Faktor fisiologis adalah
faktor yang muncul dari berbagai variabel, baik yang bersifat herediter maupun non herediter. Variabel yang bersifat
herediter (faktor internal) merupakan variabel yang berasal dari faktor keturunan sedangkan faktor yang bersifat
non herediter (faktor eksternal) merupakan faktor yang berasal dari luar individu, misalnya pola makan, tingkat
asupan gizi, tingkat aktivitas fisik yang dilakukan individu, serta kondisi sosial ekonomi bahkan beberapa penelitian
menemukan hubungan insomnia atau kurang tidur sebagai faktor risiko kejadian obesitas 7.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan, peneliti mengambil data siswa yang mengalami obesitas dengan melihat
status IMT yaitu 27 kg/m2 keatas. Peneliti memilih 5 sekolah untuk mengambil data dengan mempertimbangkan
beberapa kriteria diantaranya, sekolah yang berlokasi di pusat jalan poros kota, merupakan sekolah favorit dan
terkenal, merupakan sekolah yang memiliki siswa dengan tingkat sosial ekonomi menengah keatas, merupakan
sekolah yang banyak diminati oleh peserta didik.
Berdasarkan kategori diatas maka peneliti memilih ke 5 sekolah tersebut yang dapat dipaparkan diantaranya, SMA
Negeri 1 Kendari memiliki siswa dengan status IMT ≥27 kg/m 2
3
sebanyak 3 orang (8,33%), SMA Negeri 4 Kendari memiliki siswa dengan status IMT ≥27 kg/m 2 sebanyak 15 orang
(41,67%), SMA Negeri 9 Kendari memiliki siswa dengan status IMT ≥27 kg/m 2 sebanyak 9 orang (25%), SMK Negeri
1 Kendari memiliki siswa dengan status IMT ≥27 sebanyak 5 orang (13,89%), dan SMA Swasta Kartika VII-2 Kendari
memiliki siswa dengan status IMT ≥27 sebanyak 4 orang (11,11%).
Hasil studi pendahuluan ditemukan bahwa SMA Negeri 4 Kendari merupakan sekolah yang memiliki siswa yang
paling banyak mengalami obesitas dan dari data tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada
sekolah tersebut.
Berdasarkan beberapa pemaparan dan studi pendahuluan yang dilakukan maka peneliti akan melakukan penelitian
dengan judul “Faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari Tahun
2016”
METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study 36. Dalam
penelitian ini terdiri dari variabel independen (pola makan, aktifitas fisik, uang jajan, parental fatness, durasi tidur
dan variabel dependen (obesitas).
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh siswa kelas X dan XI di SMA Negeri 4 Kendari yaitu sebanyak
1.133 siswa. Teknik Penarikan sampel menggunakan metode purposive sampling. Dalam penelitian ini jumlah
sampel sebanyak 89 orang.
Instrumen atau alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah alat tulis, lembar informed consent, Kuesioner,
lembar survei food recall 24 jam, lembar Food Frequency Questionnaires (FFQ), lembar International Physical
Activity Questionnaires (IPAQ), kamera, timbangan berat badan dan microtoice.
Analisis data dilakukan dengan uji Chi square (Test of Independence) tingkat kepercayaan yang digunakan adalah
95% , dan nilai α= 0,05. Untuk uji Chi square, Ho ditolak jika p> α. Dalam penelitian ini menggunakan taraf
signifikasi 0,05 dengan nilai N= 89.
HASIL
Karakteristik Responden
Jenis Kelamin
N Jenis Kelamin Jumlah (n) Persen (%)
o
1 Laki-laki 42 47,2
2 perempuan 47 52,8
Total 89 100

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat Laki-laki sebesar 47,2% dan Perempuan sebesar 52,8%.
Umur
N Umur (tahun) Jumlah (n) Persen (%)
o
1 15 41 46,1
2 16 43 48,3
3 17 5 5,6
Total 89 100

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan distribusi responden berdasarkan kelompok umur pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat beberapa proporsi kelompok umur, yaitu kelompok umur 15 tahun
sebesar 46,1%, kelompok umur 16 tahun sebesar 48,3, kelompok umur 17 tahun sebesar 5,6%.
Tingkat Kelas
N Tingkat Kelas Jumlah (n) Persen (%)
o
1 X 46 51,7
2 XI 43 48,3
Total 89 100
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada remaja di SMA Negeri
4 Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat beberapa proporsi tingkat kelas, yaitu kelas X 51,7% dan Kelas XI
48,3%.
Pekerjaan Ayah
N Tingkat Kelas Jumlah (n) Persen (%)
o
1 PNS 46 51,7
2 Pegawai Swasta 9 10,1
3 TNI/Polisi 12 13,5
4 Wiraswasta 20 22,5
5 Meninggal 2 2,2
Total 89 100

Berdasarkan tabel 3 11 menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan ayah pada remaja di SMA Negeri
4 Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat 46 orang (51,7%) yang bekerja sebagai PNS, 9 orang (10,1%) yang
bekerja sebagai pegawai swasta, 12 orang (13,5%) yang bekerja sebagai TNI/Polisi, 20 orang (22,5%) yang bekerja
sebagai wiraswasta, dan 2 orang (2,2%) yang telah meninggal.
Pekerjaan Ibu
N Tingkat Kelas Jumlah (n) Persen (%)
o
1 PNS 38 42,7
2 Pegawai Swasta 4 4,5
3 Wiraswasta 12 13,5
4 IRT 35 39.3
Total 89 100

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan ibu pada remaja di SMA Negeri 4
kendari tahun 2016
4
dari 89 responden terdapat 38 orang (42,7%) yang bekerja sebagai PNS, 4 orang (4,5%) yang bekerja sebagai
pegawai swasta, 12 orang (13,5%) yang bekerja sebagai wiraswasta, dan 35 orang (39,3%) sebagai ibu rumah
tangga.
Analisis Univariat
Status IMT (Indeks Massa Tubuh)
N Status IMT Jumlah (n) Persentase (%)
0
1 Obesitas 34 38,2
2 Tidak Obesitas 55 61,8
Total 89 100

Tabel 4 menunjukan bahwa dari 89 responden yang tergolong dalam status IMT obesitas sebanyak 34 responden
(38.2%) dan yang status IMT tidak obesitas sebanyak 55 responden (61.8%)
Pola Makan
1. Asupan Energi
N0 Status IMT Jumlah (n) Persentase (%)
1 Kurang 15 16,9
2 Cukup 52 58,4
3 Lebih 22 24,7
Total 89 100

Tabel 5 menunjukan bahwa dari 89 responden yang kategori asupan energinya kurang sebanyak 15 responden
(16.9%), yang asupan energinya cukup sebanyak 52 responden (58.4%) dan yang asupan energinya lebih sebanyak
22 responden (24,7%).
2. Frekuensi Makan
N0 Frekuensi Makan Jumlah (n) Persentase (%)
1 2 kali sehari 17 19,1
2 3 kali sehari 50 52,2
3 >3 kali sehari 22 24,7
Total 89 100

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang frekuensi makannya 2 kali sehari sebanyak 17
responden (19,1%), yang frekuensi makannya 3 kali sehari sebanyak 50 responden (56,2%) dan yang frekuensi
makannya > 3 kali sehari sebanyak 22 responden (24,7%).
Pola Konsumsi Fast Food
N0 Frekuensi Makan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Sering 55 61,8
2 Kadang-kadang 24 27,0
3 Jarang 10 11,2
Total 89 100

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa dari 89 responden pola konsumsi fast food yang sering mengkonsumsi
sebanyak 55 responden (61,8%), yang kadang-kadang mengkonsumsi sebanyak 24 responden (27%), dan yang
jarang mengkonsumsi sebanyak 10 responden (11,2%).
Pola Konsumsi Snack/kudapan
N0 Frekuensi Makan Jumlah (n) Persentase (%)
1 sering 58 65,2
2 Kadang-kadang 23 25,8
3 jarang 8 9,0
Total 89 100

Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa dari 89 responden pola konsumsi snak/kudapan yang sering
mengkonsumsi sebanyak 58 responden (65,2%), yang kadang-kadang mengkonsumsi sebanyak 23 responden
(25,8%), dan yang jarang mengkonsumsi sebanyak 8 responden (9%).
Tren Makanan di Kalangan Remaja
N0 Tren Makanan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Makanan Fast Food 55 61,8
2 Makanan tradisional 34 38,2
Total 89 100

Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang lebih menyukai jenis makanan fast food sebanyak
55 responden (61.8%) dan yang lebih menyukai jenis makanan tradisional sebanyak 34 responden (38.2%)
Aktivitas Fisik
N0 Aktivitas Fisik Jumlah (n) Persentase (%)
1 Ringan 33 37,1
2 Sedang 50 56,2
3 berat 86 6,7
Total 89 100

Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang kategori aktivitas fisiknya ringan sebanyak 33
responden (37,1%), yang aktivitas fisiknya sedang sebanyak 50 responden (56,2%) dan yang aktivitas fisiknya berat
sebanyak 6 responden (6,7%).
Uang Jajan
N0 Uang Jajan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Rendah 15 16,9
2 Sedang 32 36,0
3 Tinggi 42 47,1
Total 89 100

Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang memperoleh uang jajan rendah sebanyak 15
responden (16.9%), yang memperoleh uang jajan sedang sebanyak 32 responden (36.0%) dan yang memperoleh
uang jajan tinggi sebanyak 42 responden (47,1%).
Parental Fatness
N0 Parental Fatness Jumlah (n) Persentase (%)
1 Obesitas 44 49,4
2 Tidak Obesitas 45 50,6
Total 89 100

Berdasarkan tabel 12 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang memiliki orang tua dengan kondisi tubuh
obesitas sebanyak 44 responden (49.4%) dan yang memiliki orang tua dengan kondisi tubuh tidak obesitas
sebanyak 45 responden (50.6%).
5
Durasi Tidur
N0 Durasi Tidur Jumlah (n) Persentase (%)
1 Kurang tidur 51 57,3
2 Cukup tidur 38 42,7
Total 89 100

Berdasarkan tabel 13 menunjukkan bahwa dari 89 responden dengan durasi tidur kurang sebanyak 51 responden
(57.3%) dan durasi tidur cukup sebanyak 38 responden (42.7%).
Analisis Bivariat
Hubungan Pola Makan dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Pola Makan Status IMT Jumlah ρ Value

Obesitas Tidak Obesitas

n % n % n % 0,018

1 Kurang 4 26,7 11 73,3 15 100


2 Cukup 16 30,8 36 69,2 52 100
3 Lebih 14 63,6 8 36,4 22 100
Total 34 38,2 55 61,8 89 100

Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan pola makan kurang terdapat 15 orang
dengan yang mengalami obesitas sebanyak 4 orang (26,7%) dan yang tidak obesitas sebanyak 11 orang (73,3%).
Sedangkan proporsi responden dengan pola makan cukup terdapat 52 orang dengan yang mengalami obesitas
sebanyak 16 orang (30,8%) dan yang tidak obesitas sebanyak 36 orang (69,2%) dan proporsi responden dengan
pola makan lebih terdapat 22 orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak 14 orang (63,6%) dan yang tidak
obesitas sebanyak 8 orang (36,4%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,018. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,018) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara asupan makanan dengan obesitas
pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Aktivitas Fisik Status IMT Jumlah ρ
Value

Obesitas Tidak Obesitas

N % n % n % 0,000

1 Ringan 27 81,8 6 18,2 33 100


2 Sedang 7 14,3 43 85,7 50 100
3 Berat 0 0,0 6 100 6 100
Total 34 38,2 55 61,8 89 100

Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan aktivitas fisik ringan terdapat 33
orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak 27 orang (81,8%) dan yang tidak obesitas sebanyak 6 orang
(18,2%). Sedangkan proporsi responden dengan aktivitas fisik sedang terdapat 50 orang dengan yang mengalami
obesitas sebanyak 7 orang (14,3%) dan yang tidak obesitas sebanyak 43 orang (85,7%), dan proporsi responden
dengan aktivitas fisik berat terdapat 6 orang dengan yang mengalami obesitas tidak ada dan yang tidak obesitas
sebanyak 6 orang (100%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,000. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,000) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan obesitas pada
remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
Hubungan Uang Jajan dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Uang Jajan Status IMT Jumlah ρ
Value

Obesitas Tidak Obesitas

n % n % n % 0,017

1 Rendah 8 53,3 7 46,7 15 100


2 Sedang 6 18,8 26 81,2 32 100
3 Tinggi 20 47,6 22 52,4 42 100
Total 34 38,2 55 61,8 89 100

Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan uang jajan rendah terdapat 15 orang
dengan yang mengalami obesitas sebanyak 8 orang (53,3%) dan yang tidak obesitas sebanyak 7 orang (46,7%).
Sedangkan proporsi responden dengan uang jajan sedang terdapat 32 orang dengan yang mengalami obesitas
sebanyak 6 orang (18,8%) dan yang tidak obesitas sebanyak 26 orang (81,2%), dan proporsi responden dengan
uang jajan tinggi terdapat 42 orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak 20 orang (47,6%) dan yang tidak
obesitas sebanyak 22 orang (52,4%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,017. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,017) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara uang jajan dengan obesitas pada
remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
6
Hubungan Parental Fatness dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Parental Fatness Status IMT Jumlah ρ
Value

Obesitas Tidak Obesitas

n % n % n % 0,004

1 Obesitas 24 54,5 20 45, 44 100


5
2 Tidak Obesitas 10 22,2 35 77, 45 100
8
Total 34 38,2 55 61,8 89 100

Tabel 17 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan kondisi parental fatness obesitas
terdapat 44 orang dengan yang memiliki anak obesitas sebanyak 24 orang (54,5%) dan yang tidak obesitas
sebanyak 20 orang (45,5%), dan proporsi responden dengan kondisi parental fatness tidak obesitas terdapat 45
orang dengan yang memiliki anak obesitas sebanyak 10 orang (22,2%) dan yang tidak obesitas sebanyak 35 orang
(77,8%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,004. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,004) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara parental fatness dengan obesitas
pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Hubungan Durasi Tidur dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Durasi Tidur Status IMT Jumlah ρValue

Obesitas Tidak Obesitas

n % n % N % 0,654

1 Kurang Tidur 21 41,2 30 58,8 51 100

2 Cukup Tidur 13 34,2 25 65,8 38 100

Total 34 38,2 55 61,8 89 100

Tabel 18 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan durasi tidur kurang terdapat 51 orang
dengan yang mengalami obesitas sebanyak 21 orang (41,2%) dan yang tidak obesitas sebanyak 30 orang (58,8%),
dan proporsi responden dengan durasi tidur cukup terdapat 25 orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak
13 orang (34,2%) dan yang tidak obesitas sebanyak 25 orang (65,8%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,654. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,654) > 0,05 maka H0
diterima atau H1 ditolak sehingga dapat dimaknai bahwa tidak ada hubungan antara kurang tidur dengan obesitas
pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
Diskusi
Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Obesitas pada Siswa di SMA Negeri 4 Kendari
Pola makan dalam penelitian ini digambarkan dengan besarnya asupan energi yang dikonsumsi oleh tubuh dalam
sehari dengan menggunakan merode survei food recall 2x24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pola makan dengan kejadian obesitas pada siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Hal ini sesuai dengan
penelitian8 yang menunjukkan bahwa pola makan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian overweight
pada remaja di SMA Negeri 4 Semarang. Hal ini Sejalan dengan penelitian 9 tentang hubungan pola makan dengan
kejadian overweight pada mahasiswa STIKES Medistra Indonesia tahun 2013 dengan hasil p = 0,001 yang
menyatakan bahwa pola makan memiliki hubungan dengan kejadian overweight.
Pola makan merupakan salah satu faktor yang paling berperan dengan tingkat kejadian obesitas. Pola makan
dipengaruhi oleh asupan energi, frekuensi makan, konsumsi fast food, konsumsi snack, serta tren makanan yang
berkembang dikalangan remaja. Asupan energi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan tenaga dalam tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh prevalensi asupan energi remaja yang melebihi nilai AKG lebih besar
daripada remaja dengan nilai AKG kurang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pola konsumsi remaja dengan
berbagai pertimbangan dalam pemilihan makanan seperti lebih memilih makanan siap saji atau makanan
tradisional.
Sebagian besar remaja dalam peneliian ini lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan cepat saji atau fast food
dibandingkan makanan tradisional. Hal ini dikarenakan oleh berbagai alasan seperti rasanya yang lebih enak,
mudah didapatkan dan praktis. Selain itu pengaruh dari lingkungan yang menyebabkan remaja lebih memilih
makanan jenis fast food dibandingkan makanan tradisional. Asupan makanan yang lebih akan menyebabkan
penimbunan lemak dalam tubuh dan berdampak terhadap terjadinya obesitas jika tidak diseimbangkan dengan
aktivitas fisik yang dilakukan.
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari, hasil penelitian diperoleh prevalensi frekuensi makan lebih
dari 3 kali sehari lebih besar dibanding dengan prevalensi frekuensi makan 2 kali sehari. Hal ini dapat
mempengaruhi jumlah asupan makanan yang masuk kedalam tubuh sehingga menyebabkan penimbunan lemak
dan meningkatkan risiko terjadinya obesitas.
Dalam penelitian juga terlihat bahwa responden dengan asupan makan yang kurang atau hanya berkisar antara 70-
80% AKG dalam sehari
7
terdapat 4 orang yang mengalami obesitas dan 11 orang yang tidak mengalami obesitas. Responden yang
mengalami obesitas namun asupan makan yang diperoleh kurang dikarenakan responden dalam penelitian ini
mengaku sudah dilarang oleh orang tua mereka untuk mengkonsusmi makanan secara berlebihan. Selain itu
berdasarkan lembar FFQ terlihat bahwa mereka cenderung jarang mengkonsumsi jenis makanan fast food dan
snack hal ini dikarenakan larangan dari orang tua mereka pula.
Sedangkan untuk asupan makan lebih atau lebih dari 110% AKG dalam sehari diperoleh hasil responden yang
mengalami obesitas sebanyak 14 orang dan yang tidak mengalami obesitas sebanyak 8 orang. Responden yang
memiliki asupan makan lebih namun tidak mengalami obesitas dikarenakan aktivitas mereka yang cukup aktif dan
berdasarkan IPAQ terlihat aktivitas fisik mereka dalam kategori sedang dan ada pula yang berat.
Keadaan obesitas terjadi jika makanan sehari-harinya mengandung energi yang melebihi kebutuhan. Terutama zat
gizi makro yang menyebabkan kegemukan bila dimakan secara berlebihan. Zat gizi ini akan disimpan dalam bentuk
lemak tubuh dan akan meningkatkan berat badan secara keseluruhan. Pola makan yang dimiliki oleh remaja
diperoleh melalui proses yang menghasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dengan
berbagai pengarahan dan bimbingan dari orang tua tentang makanan yang harus dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan asupan makanan.
Pola makan yang tidak sesuai akan menyebabkan asupan makanan yang berlebihan atau sebaliknya kekurangan.
Asupan makanan yang kurang dari kebutuhan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus, sedangkan asupan
makanan yang lebih dari kebutuhan akan menyebabkan kelebihan berat badan atau overweight. Pola makan yang
berlebihan merupakan fenomena baru yang semakin lama semakin meluas. Keadaan ini sering dialami oleh
masyarakat menengah keatas dengan adanya perubahan pola makan, yakni menyebabkan munculnya obesitas
pada remaja perkotaan.
Pola makan yang tidak seimbang dikarenakan tingginya konsumsi fast food yang mendorong timbulnya peningkatan
deposit lemak, hal ini dikarenakan kandungan dari fast food yang mengandung lemak sekitar 40-50%10. Faktor
utama penyebab overweight dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara asupan energi yang masuk ke dalam
tubuh dan energi yang dikeluarkan tubuh. Perkembangan teknologi, tingkat sosial ekonomi dan faktor budaya
menyebabkan perubahan pola makan, menjadi lebih senang mengkonsumsi fast food yang banyak mengandung
kalori, lemak dan kolesterol.
Kecenderungan untuk mengkonsumsi fast food pada remaja dalam penelitian ini didukung oleh mudahnya
memperoleh dan mendapatkan makanan tersebut yakni jarak sekolah dengan tempat yang menyediakan makanan
cepat saji berada cukup dekat dan mudahnya akses untuk kesana. Banyak remaja yang menghabiskan jam istirahat
ataupun waktu makan siang dengan membeli makanan tersebut bahkan tidak sedikit guru yang menitip dan
menyuruh para siswanya untuk membelikan makanan tersebut.
Penelitian11 tentang hubungan konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada anak SD di kota Manado
menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsumsi fast food dan obesitas dengan nilai p = 0,024. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumsi fast food merupakan faktor pendukung yang dapat menyebabkan terjadinya
obesitas pada anak dan remaja.
Selain fast food remaja juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi snack atau makanan ringan. Snack adalah makanan
yang dimakan di antara makan besar, terutama antara makan pagi dan makan siang dan antara makan siang dan
makan malam12. Beberapa studi di negara barat ditemukan indikasi bahwa dengan peningkatan kebiasaan makan
snack, maka total intake energi juga meningkat. Snack memberikan kontribusi sekitar 20-75% total intake kalori di
negara-negara barat seperti Amerika dan Inggris13.
Di Uni Emirat Arab menunjukkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi snack diantara makan pagi dan makan siang
dijumpai pada remaja laki laki (12-17 tahun) 60,5% obes dan dibanding 39,5% remaja laki laki non obes 14.
Remaja dalam penelitian ini sebagian besar sering mengkonsumsi snack. Berdasarkan survei food recall
menunjukkan makanan selingan yang sering dikonsumsi diantara makan besar adalah snack. Berdasarkan lembar
FFQ menunjukkan snack seperti berbagai jenis keripik kentang yang asin dan gurih serta wafer coklat (tango, beng-
beng, top, dan chocolatos) atau coklat batang (silver queen dan delfi) adalah yang paling sering dikonsumsi oleh
responden.
Makan siang dan makan malam remaja menyediakan 60% dari intake kalori, sementara makanan jajanan
menyediakan kalori 25%. Anak obesitas ternyata akan sedikit makan pada waktu pagi dan lebih banyak makan pada
waktu siang dibandingkan dengan anak kurus pada umur yang sama 15. Anak sekolah terutama pada masa remaja
tergolong pada masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental serta peka terhadap rangsangan
dari luar. Teori tersebut sesuai
8
dengan yang didapatkan dalam penelitian, berdasarkan survei food recall 2x24 jam terlihat jelas bahwa anak
obesitas cenderung tidak menyukai dan tidak memiliki kebiasaan untuk makan pagi atau sarapan dan akan makan
dengan porsi yang banyak pada makan siang.
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Aktivitas fisik dalam penelitian ini dibagi menjadi aktivitas fisik ringan, sedang dan berat. Hasil penelitian
menujukkan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas paada siswa di SMA
Negeri 4 Kendari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian 16 tentang aktivitas fisik dan gaya hidup sendentari
pada remaja overweight dan obesitas di Yogyakarta dengan nilai p = 0,001. Penelitian 17 menunjukkan hasil yang
senada dengan adanya perbedaan bermakna antara aktivitas fisik di hari kuliah dan hari libur antara penderita
overweight dan obesitas, dengan nilai p value (p=0,041) dan (p=0,015) pada mahasiswa di Universitas Hasanuddin
Makassar.
Hal ini sesuai dengan teori terjadinya obesitas karena rendahnya aktivitas fisik sehingga asupan energi yang masuk
hanya sedikit terpakai untuk beraktivitas dan sebagian besar tersimpan sebagai lemak tubuh, dengan kata lain,
kelompok obesitas hanya menggunakan sedikit energi untuk melakukan aktivitasnya 18.
Aktivitas fisik adalah hal yang dianjurkan terhadap setiap orang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesegaran tubuh. Aktivitas fisik berguna untuk melancarkan peredaran darah dan membakar kalori. Hasil penelitian
mengenai aktivitas fisik yang dilakukan oleh remaja di SMA Negeri 4 Kendari menunjukkan bahwa sebagian besar
responden melakukan aktivitas fisik sedang yaitu berkisar 600-3000 METs/minggu. Pada remaja yang mengalami
obesitas aktivitas fisik yang mereka lakukan sebagian besar dalam kategori ringan yaitu sebanyak 27 orang dan
tidak ada yang melakukan aktivitas fisik dengan kategori berat. Hal ini dikarenakan masa tubuh yang tidak mampu
menopang tubuh untuk bergerak lebih aktif. Penilaian aktivitas fisik dalam penelitian ini berdasarkan International
Physical Activity Questionaires (IPAQ) dengan melakukan perhitungan menggunakan metode METs.
Menurun dan rendahnya aktivitas fisik dipercaya sebagai salah satu hal yang menyebabkan obesitas. Tren
kesehatan terkini juga menunjukkan prevalensi obesitas meningkat bersamaan dengan meningkatnya perilaku
sedentari dan berkurangnya aktivitas fisik. Perilaku sedentari adalah perilaku duduk atau berbaring dalam sehari-
hari baik di tempat kerja (kerja di depan komputer, membaca, dll), di rumah (nonton TV, main game, dll), di
perjalanan/transportasi (bis, kereta, motor), tetapi tidak termasuk waktu tidur. Perilaku sedentari merupakan
perilaku berisiko terhadap salah satu terjadinya penyakit penyumbatan pembuluh darah, penyakit jantung dan
bahkan mempengaruhi umur harapan hidup..
Penelitian19 mengatakan bahwa penggunaan mobil, air conditioner (di dalam mobil, sekolah dan di rumah) secara
substansial meningkatkan gaya hidup dari penduduk perkotaan dan adanya penurunan aktifitas fisik yang
menyebabkan gaya hidup sedentari sehingga mengakibatkan obesitas sentral.
Penelitian20 tentang analisis aktivitas ringan sebagai faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja di sekolah
menengah pertama negeri 1 manado menunjukkan hasil siswa yang obes memiliki aktivitas fisik ringan dengan
rata-rata total MET 577,56 MET/minggu dan siswa tidak obes sebagian besar memiliki aktivitas fisik sedang dengan
rata-rata total MET 785,62 MET/minggu. Hal ini juga menunjukkan bahwa aktivitas fisik merupakan faktor risiko
terhadap kejadian obesitas dimana remaja dengan aktivitas fisik ringan 6,591 kali lebih berisiko menjadi obes,
dibandingkan dengan remaja dengan aktivitas fisik sedang.
Menurut21, menyatakan bahwa kehilangan aktivitas fisik, akibat menonton televisi atau bermain video game lebih
dari 1 (satu) jam setiap hari memiliki kontribusi yang signifikan terhadap obesitas pada anak dan remaja. Pendapat
ini diperkuat dengan ditemukannya data aktivitas fisik pada penelitian dimana remaja lebih banyak menghabiskan
waktu dengan melakukan aktivitas pada posisi duduk dan berbaring seperti menonton televisi, mengerjakan tugas,
bermain game atau hanya sekedar menghabiskan waktu dengan bersantai, bahkan pada hari libur remaja bisa
menghabiskan 10-12 jam dengan melakukan berbagai aktivitas pada posisi duduk dan berbaring dalam sehari.
Dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak melakukan pekerjaan rumah tangga didalam
rumah seperti mencuci piring, mencuci baju, menyapu, dan mengepel. Hal ini dikarenakan adanya bantuan dari
asisten rumah tangga yang mengurus pekerjaan rumah dan meningkatnya rasa malas dari individu diakibatkan dari
orang tua yang tidak mengajari atau membiasakan dalam membantu pekerjaan rumah tangga. Selain itu semakin
canggihnya alat yang dimiliki untuk membantu pekerjaan rumah tangga sehingga tenaga yang dikeluarkan lebih
sedikit.
Hubungan Uang Jajan dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Keputusan mengkonsumsi suatu makanan biasanya dipengaruhi faktor kesukaan dan besarnya
9
uang jajan. Semakin besar uang jajan yang diperoleh anak maka semakin besar peluang dalam mengkonsumsi
bebagai makanan yang disukai. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara uang jajan dengan kejadian
obesitas pada siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian 22 menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan anatara frekuensi konsumsi makanan cepat saji pada anak obesitas dengan uang jajan
yang diberikan dengan nilai p = 0,006. Penelitian 23 pada siswa SMAN 2 Jember menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara jumlah uang saku siswa mengenai kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dengan kejadian
obesitas.
Uang saku adalah uang yang diberikan oleh orang tua dengan perencanaan uang tesebut digunakan untuk
transportasi atau tabungan anak. Sedangkan uang jajan adalah uang yang diberikan kepada anak untuk membeli
jajanan berupa makanan dan minuman selama berada diluar rumah. Tetapi kebanyakan anak menggunakan uang
saku tersebut untuk membeli makanan yang tidak bergizi atau hal yang tidak berguna.
Uang jajan yang diperoleh remaja di SMA Negeri 4 Kendari sebagian besar termasuk dalam kategori tinggi yaitu
diatas Rp. 30.000. Hal ini dikarenakan rata-rata remaja memliki tingkat sosial ekonomi menengah keatas meski
terdapat juga remaja yang memiliki tingkat sosial ekonomi menengah kebawah. Selain itu pengaruh teman sebaya
dalam membelanjakan uang jajan untuk mengkonsumsi makanan sangat berpengaruh dengan pemilihan makanan
yang akan dikonsumsi remaja.
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil responden yang memiliki uang jajan rendah dengan keadaan obesitas dan
tidak obesitas memiliki prevalensi yang hampir sama. Penderita obesitas pada penelitian ini tidak diberikan uang
jajan lebih oleh orang tua mereka dikarenakan mereka dilarang untuk banyak berbelanja diluar rumah dan
cenderung dibiasakan membawa bekal di sekolah. Sedangkan responden yang tidak obesitas dengan uang jajan
kurang dikarenakan kondisi ekonomi mereka yang tergolong menengah kebawah.
Pada uang jajan tinggi responden yang mengalami obesitas lebih sedikit yaitu sebanyak 20 orang dibandingkan
dengan responden yang tidak obesitas yaitu sebanyak 22 orang. Hal ini dikarenakan responden yang tidak obesitas
memiliki uang jajan tinggi namun tidak membelanjakan seluruh uang jajan mereka dengan makanan atau jajanan di
sekolah. Uang jajan yang mereka peroleh sebagian mereka sisipkan untuk sewa angkot dan ada juga sebagian yang
menabung.
Sebuah penelitian epidemiologi menyebutkan bahwa prevalensi obesitas pada remaja di negara berkembang
meningkat pada golongan sosial ekonomi yang tinggi. Salah satu indikator dari kondisi ekonomi adalah pengeluaran
uang untuk pangan tiap bulannya yang dapat dilihat dari uang saku remaja yang dihabiskan untuk makan 24.
Pemberian uang jajan pada remaja berpengaruh dari tingkat ekonomi yang dimiliki dengan melihat pekerjaan dari
orang tua mereka. Remaja dalam penelitian ini sebagian besar memilki orang tua yang bekerja keduanya sehingga
rata-rata pendapatan orang tua mereka tergolong tinggi. Penelitian 25 menunjukkan 55,9% keluarga dengan
pendapatan tinggi memiliki anak yang obesitas dan hanya 25% keluarga dari tingkat pendapatan rendah memiliki
anak yang obesitas.
Tingkat pendapatan orang tua berkaitan dengan kemampuan orang tua untuk mencukupi kebutuhan, pemilihan
jenis dan jumlah makanan, serta berpengaruh terhadap gaya hidup keluarga yang juga akan berdampak pada anak.
Pendapatan yang tinggi dapat juga mengarah pada pemilihan bahan makanan yang lebih enak, siap santap, cepat,
dan lebih banyak mengandung lemak, minyak, dan bahan lainnya yang dapat menyebabkan obesitas 26.
Hubungan Parental Fatness dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah
sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk (parental fatness) cenderung memiliki anak-anak yang
gemuk pula. Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak
dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang
berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam
kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar 27.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara parental fatness dengan kejadian obesitas pada
siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Hal ini sesuai dengan penelitian 28 tentang analisis faktor penyebab obesitas pada
anak sekolah di SD Islam Al-Azhar 14 kota Semarang yang menunjukkan hasil yang bermakna (p = 0,000) ada
hubungan antara faktor genetik dengan kejadian obesitas pada anak dengan kekuatan hubungan kuat dan arah
hubungan positif.
Dalam penelitian didapatkan hasil orang tua dengan kondisi obesitas (parental fatness) yang memiliki anak obesitas
sebanyak 24 orang dan yang memiliki anak tidak obesitas sebanyak 20 orang. Responden yang tidak obesitas
namun memiliki
10
orang tua yang obesitas dalam penelitian ini sangat memperhatikan bentuk tubuh mereka dengan menjaga pola
makan. Mereka mengaku waktu kecil mereka sempat memiliki tubuh yang gemuk namun semakin mereka beranjak
dewasa mereka menyadari bentuk tubuh ideal yang mereka inginkan seperti apa. Responden pun mengaku tidak
ingin memiliki bentuk tubuh seperti orang tua mereka dikarenakan mereka menyadari akibat dari memiliki tubuh
dengan bobot berlebih dapat beresiko mengalami berbagai banyak penyakit dan mereka mengaggap bobot tubuh
yang berlebihan akan membuat mereka tidak menarik lagi dan akan selalu dijadikan bahan olokan oleh teman
mereka.
Anak yang obesitas cenderung akan mengalami obesitas hingga dewasa dimana 40 – 70 % anak-anak yang obesitas
akan tetap obesitas hingga dewasa. Hasil29 yang menyatakan bahwa dalam satu keluarga dimana kedua
orangtuanya diklasifikasikan mengalami obesitas ternyata 19,8% anak- anaknya akan mengalami obesitas. Hal ini
dapat dibandingkan dengan hanya 6,7% bila kedua orang tuanya tidak obesitas.
Anak yang memiliki orang tua obesitas memiliki resiko mengalami obesitas lebih besar bila dibandingkan dengan
anak yang tidak memiliki riwayat obesitas. Tapi bukan tidak mungkin seorang anak yang tidak memiliki riwayat
obesitas mengalami obesitas. Tidak sedikit ahli kesehatan yang menilai bahwa faktor genetik bukanlah hal utama
dalam peningkatan resiko kegemukan dan obesitas pada anak. Hal ini mengacu pada fakta bahwa tidak terdapat
perubahan genetik yang bermakna pada manusia selama kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, sedangkan
peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas di seluruh dunia menunjukkan fenomena sebaliknya 30.
Menurut31, bila kedua orang tua obes, 80% anaknya menjadi obes, bila salah satu orang tua obes, kejadian obes
menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obes, prevalensi menjadi 14%. Anak yang salah satu orang tuanya
mengalami obesitas, berkemungkinan 40% mengalami obesitas.
Hubungan Durasi Tidur dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar yang menyebabkan reaksi individu terhadap lingkungan sekitar menurun
bahkan hilang. Menurut National Sleep Foundation durasi tidur untuk remaja usia 14-17 tahun yaitu 8 – 10 jam
dalam sehari. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara durasi tidur dengan kejadian obesitas pada
siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Penelitian ini sejalan dengan penelitian 32 tentang hubungan jumlah jam tidur
dengan indeks massa tubuh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang menunjukkan
hasil terdapat korelasi yang sangat lemah dan tidak bermakna pada penurunan jumlah jam tidur dengan
peningkatan IMT dengan nilai p = 0,205.
Remaja di SMA Negeri 4 Kendari memiliki rata-rata waktu tidur 8-9 jam perhari dan tidak biasa melakukan tidur
siang. Remaja dalam penelitian ini cukup aktif dan cenderung memiliki waktu tidur kurang. Dalam penelitian
diperoleh hasil bahwa dari 34 responden yang mengalami obesitas dengan durasi tidur kurang sebanyak 21 orang
dan durasi tidur cukup sebanyak 13 orang . Sedangkan pada kelompok remaja yang tidak obesitas dari 55
responden terdapat 30 orang yang durasi tidurnya kurang dan 25 orang yang durasi tidurnya cukup.
Dari penelitian ini terlihat bahwa pada kelompok remaja yang mengalami obesitas sebagian besar memiliki durasi
tidur yang kurang. Namun hasil yang didapatkan juga menujukkan remaja yang tidak obesitas juga banyak memilki
durasi tidur yang kurang. Remaja yang obesitas maupun yang tidak obesitas sama-sama memiliki waktu tidur yang
kurang hal ini dikarenakan masa remaja yang masih mengalami masa pubertas sehingga cenderung memiliki
kebiasaan tidur larut malam atau munculnya kebiasaan begadang dengan berbagai alasan tertentu seperti
mengerjakan tugas sekolah, bermain game online, menggunakan sosial media, bahkan hanya sekedar chating atau
smsan dengan teman dekat atau pacar.
Penelitian33 mengenai hubungan durasi tidur yang pendek dengan peningkatan risiko obesitas pada remaja di
Eropa. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu orang yang durasi tidurnya lebih singkat menunjukkan nilai
yang tinggi pada Body Mass Index, lemak tubuh, waist and hip circumference, dan fat mass index (p < 0,05),
khususnya pada wanita. Kemudian Chaput dkk pada tahun 2011, menemukan hanya durasi tidur yang pendek (<10
jam/malam) secara independen berhubungan dengan resiko overweight/obesitas. Durasi waktu tidur yang pendek
(<8 jam) dengan kejadian obesitas hanya mempengaruhi usia muda (anak dan remaja) serta dewasa muda,
sedangkan pada dewasa lanjut, tidak terbukti 34.
Penelitian yang banyak dilakukan menemukan bahwa adanya hubungan antara durasi tidur dengan terjadinya
obesitas. Hal ini disebabkan oleh sejumlah hormon memediasi interaksi antara durasi tidur yang pendek,
metabolisme dan tingginya IMT. Dua hormon kunci yang mengatur nafsu makan yaitu leptin dan ghrelin. Kedua
hormon ini memainkan peranan yang signifikan dalam interaksi antara durasi tidur yang pendek dan tingginya IMT.
Leptin adalah adipocyte-derived hormon yang menekan nafsu makan. Ghrelin
11
sebagian besar adalah peptide yang berasal dari abdomen yang menstimulasi nafsu makan. Mediator lain yang
memberi kontribusi terhadap metabolisme adalah adiponektin dan insulin. Adiponektin adalah hormon yang baru
diketahui disekresi oleh adiposit dan berhubungan dengan sensitifitas insulin 35.
Berdasarkan hasil penelitian lebih lanjut diperoleh penyebab kurang tidur pada remaja obesitas diakibatkan oleh
adanya gangguan tidur yang mereka rasakan sehingga menyebabkan remaja sering terbangun ditengah malam dan
sulit untuk tertidur kembali. Sedangkan pada remaja yang tidak obesitas penyebab kurang tidur dikarenakan
mereka memiliki kebiasaan begadang dengan melakukan berbagai kegiatan yang mereka kerjakan. Kedua kelompok
responden memiliki alasan tertentu penyebab mereka mengalami durasi tidur yang singkat namun hal ini tidak
mempengaruhi mereka untuk makan ditengah malam meskipun mereka merasakan lapar. Hal ini dikarenakan rasa
malas untuk kedapur ataupun bangun dari tempat tidur sehingga mereka menahan rasa lapar yang dirasakan.
Meskipun hasil penelitian yang dilakukan tidak mendapatkan hubungan antara durasi tidur dengan terjadinya
obesitas pada remaja namun durasi tidur khususnya pada keadaan kurang tidur kemungkinan besar dapat menjadi
faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja dengan adanya peran berbagai hormon didalam tubuh.
SIMPULAN
1. Ada hubungan antara pola makan dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tahun 2016.
2. Ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari Tahun 2016.
3. Ada hubungan antara uang jajan dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari Tahun
2016.
4. Ada hubungan antara parental fatness dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tahun 2016.
5. Tidak ada hubungan antara durasi tidur dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tahun 2016.

SARAN
1. Bagi pihak sekolah perlu diadakannya program kesehatan pada penderita obesitas melalui usaha
kesehatan sekolah (UKS) atau bimbingan konseling (BK) seperti : diet sehat remaja, penyuluhan gizi
seimbang, dan memberikan
edukasi tentang bahaya konsumsi fast food dan snack secara berlebihan.
2. Diadakannya kembali kegiatan senam pagi bersama 1 hari dalam satu minggu diluar dari jadwal
pelajaran olahraga dan melakukan kegiatan rutin jalan santai bersama dengan seluruh siswa dan guru agar
menumbuhkan kesadaran untuk hidup sehat.
3. Bagi orang tua diharapkan untuk mengontrol uang jajan siswa di sekolah dan menghimbau anak untuk
tidak membeli makanan fast food dan snack secara berlebihan.
4. Diharapkan perhatian dari orang tua yang mengalami obesitas untuk lebih membatasi dan mengawasi
kebiasaan makan anak yang berlebihan, tinggi kalori namun rendah serat agar anak dapat mengkonsumsi
makanan tersebut tidak berlebihan. Orang tua juga perlu membiasakan hidup sehat yaitu mengajak anak
untuk lebih banyak beraktivitas atau berolahraga.
5. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara
durasi tidur dengan terjadinya obesitas pada remaja.

DAFTAR PUSTAKA
1. Proverawati. 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja. Yogyakarta: Nuha Medika
2. Sawello, M.A. & Malonda, N.S.2012. “Analisis Aktivitas Ringan Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas
Pada Remaja Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Manado”. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi Manado
3. Marie Ng, Fleming, T., Robinson, M., Thomson, B., Graetz, N., Margono, C., Mullany, E. C., Biryukov, S.,
Abbafati, C., Abera, S. F., Abraham, J.P., Rmeileh Abu, Achoki, T., Albuhairan, F.S., Alemu, Z.A., Alfonso, R.,
Ali, M.K., Ali, R., Guzman, N.A., Ammar, W., Anwari, P., Banerjee, A., Barquera, S., Basu, S., Bennet, D.A.,
Bhutta, Z., Blore, J., Cabral, N., Nonato, I.C., Chang, J.C., Chowdhury, R., Courville, K.J., Criqui, M.H., Cundiff,
D.K., Dabhadkar, C.K., Dandona, L., Davis, A., Dayama, A., Dharmaratne, S.D. ”Global, Regional, and
National Prevalence of Overweight and Obesity in Children and Adults during 1980–2013: A Systematic
Analysis for the Global Burden of Disease Study 2013”. Lancet 2014; 384: 766–81
4. Kemenkes RI. 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta
5. Sargowo D., & Andarini S. “Pengaruh Komposisi Asupan Makan terhadap Komponen Sindrom Metabolik
pada Remaja. Jurnal Kardiologi
12
Indonesia” · Vol. 32, No. 1 · Januari - Maret 2011. J Kardiol Indones. 2011;32:14-23 ISSN 0126/3773
6. Suryaputra, K, & Nadhiroh, S.R. (2012). “Perbedaan Pola Makan dan Aktivitas Fisik Antara Remaja
Obesitas dengan Non Obesitas” . Makara, Kesehatan, Vol. 16, No. 1, 45-50
7. Utomo, G.T. 2012. Pengaruh Latihan Senam Aerobik terhadap Penurunan Berat Badan, Persen Lemak
Tubuh dan Kadar Kolesterol pada Remaja Putri Penderita Obesitas di Sanggar Senam Studio 88 Salatiga.
Vol. 1 No.1. Semarang: Universitas Negeri Semarang
8. Mujur, A. (2011). Hubungan Antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Berat Badan Lebih
Pada Remaja (Studi Kasus di Sekolah Menengah Atas 4 Semarang).[Skripsi] Semarang : Universitas
Diponegoro
9. Siregar, R. (2013). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Overweight pada Mahasiswa di Stikes
Medistra Indonesia Tahun 2013. [Karya Tulis Ilmiah] Bekasi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra
Indonesia
10. American Academy of Pediatrics. Active Healthy Living : Prevention of Childhood Obesity through
Incresaed Physical Activity. Pediatrics. 2006. p. 1834-1832
11. Damopolii, W., Mayulu, N., Masi, G. 2013. Hubungan Konsumsi Fastfood dengan Kejadian Obesitas
pada Anak SD di Kota Manado. Ejournal Keperawatan (E-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013
12. Bin Zaal, A. A, Musaiger, A. O., and D'Souza, R. “Dietary habits associated with obesity among
adolescents in Dubai, United Arab Emirates,” Nutricion Hospitalaria, vol. 24, no. 4, pp. 437–444, 2009
13. Swinburn, B.A., Caterson, I., Seidell J. C., and James, W. P. T. “Diet, Nutrition and The prevention of
Excess Weight Gain and Obesity,” Public Health Nutrition, vol. 7, no. 1A, pp. 123–146, 2004.
14. Musaiger, A.O. 2004. “Overweight and Obesity in the Eastern Mediterranian Region : Can We Control
It?”. Eastern Mediterranian Health Journal.
15. Franc GC, Hong Li-Tsu, Toma R. 1992. The nutrient analysis and sensory evaluation of a new recipe for
school lunch-modified Chinese meat bun. Abstrack presented at the california dietetic association ; Los
Angeles, California.
16. Kurdaningsih, S.V., Sudargo, T., Lusmilasari, L. 2016. “Physical Activity and Sedentary Lifestyle Towards
Teenagers’ Overweight/Obesity Status”. International Journal Of Community Medicine And Public Health.
Mar;3(3):630-635.
DOI: Http://Dx.Doi.Org/10.18203/2394-6040.Ijcmph20160623
17. Nuraliyah. (2013). Aktivitas Fisik dan Durasi Tidur pada Penderita Overweight dan Obesitas Mahasiswa
Universitas Hasanuddin. [Skripsi] Makassar : Universitas Hasanuddin
18. Proverawati. 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja. Yogyakarta: Nuha Medika
19. Shehu, R. A., Abdullahi, A. A. & Adekeye, D. S. 2010. Sedentary Lifestyle and Wellness in Kaduna State,
Nigeria
20. Sawello, M.A. & Malonda, N.S.2012. “Analisis Aktivitas Ringan Sebagai Faktor Risiko Terjadinya
Obesitas Pada Remaja Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Manado”. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi Manado
21. Meenu, S. & Madhu, S. 2005. Risk Factors for Obesity in Children, Department of Pediatrics, Advanced
Pediatric Center, Postgraduate Institute of Medical Education and Research, Chandigarh, India.
22. Imtihani, T.R. (2012). Hubungan Pengetahuan,Uang Saku,Motivasi, Promosi,dan Peer Group dengan
Frekuensi Makanan Cepat Saji (Western Fast Food) pada Remaja Obesitas.[Skripsi] Semarang : Universitas
Diponegoro
23. Susanti, Eri., 2008. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan
Cepat Saji Siswa SMAN 2 Jember. [Skripi]. Jawa Timur : Universitas Jember.
24. Baum II CL, Ruhm CJ. (2007). “Age, Sosio Economic status and Obesity Growth” Cambridge: National
Bureau of Economic Research Working Paper No. 13289. (Online) Tersedia :
http://www.nber.org/papers/w13289. diakses 23 Maret 2016
25. Parengkuan, R.R., Mayulu, N., Ponidjan, T. (2013). “Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian
Obesitas pada Anak Sekolah Dasar di kota Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran.
Universitas Sam Ratulangi
26. Hadi, S.M., Sulityowati, E., Mifbakhuddin. 2005 “Hubungan pendapatan perkapita, pengetahuan gizi
ibu dan aktivitas fisik dengan obesitas anak kelas 4 dan 5 di SD Hj. Isriati Baiturrahman kota Semarang”.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. 2005; 2(1):7-12.
27. Salam. A. (2010). “Faktor Risiko Kejadian Obesitas Pada Remaja”.Jurnal MKMI Vol 6 No.3 Juli 2010, Hal
185-190
13
28. Budiyati. 2011. Faktor Penyebab Obesitas pada Anak Sekolah di SD Islam Al-Azhar 14 Kota Semarang.
[Tesis]. Depok : Universitas Indonesia
29. Simatupang, R..M. 2008. Pengaruh Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik dan Keturunan terhadap Kejadian
Obesitas pada Siswa Sekolah Dasar Swasta di Kecamatan Medan Baru Kota Medan [Tesis]. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
30. Wahyu, Genis Ginanjar. 2009. Obesitas Pada Anak. Yogyakarta : B First–Bentang Pustaka
31. Hidayati. (2006). Obesitas pada Anak.[terhubungberkala]. (Online) tersedia : www.pediatrik.com.
Diakses 23 Maret 2016.
32. Manik, C.P.N. 2011. Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara [Skripsi] Medan : Universitas Sumatera Utara
33. Garaulet, M., Ortega, FB., Ruiz, JR., Rey-Lopez, JP., Beghin, L., Manios, Y., Cuenca-Garcia, M., Plada, M.,
Diethelm, K., Kafatos, A., Molnar, D., Al-Tahan, J., Moreno, LA. 2011, “Short sleep duration is associated
with increased obesity markers in European adolescents : effect of physical activity and dietary habits”.
Pediatric Original Article : International Journal of Obesity (2011) 35, 1308–1317
34. Magee, CA. Caputi, P., Iverson, DC. (2010). “Is sleep Duration Association with Obesity in Older
Australian Adult?” Journal of aging and health 22(8) 1235–1255.
35. Littman, AJ., Vitiello, MV., Foster-Schubert, K., Ulrich, CM., Tworoger, SS., Weigle, DS and McTiernan, A.
2007. “Sleep, Ghrelin, Leptin and Changes in Body Weight during a 1-year Moderate-intensity Physical
Activity Intervention”. International Journal of Obesity (2007) 31, 466–475
36. Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
1
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA REMAJA DI SMA NEGERI 4
KENDARI TAHUN 2016
Syamsinar Wulandari1 Hariati Lestari2 Andi Faizal Fachlevy3
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo 123
Syamsinarwulandari@ymail.com1 Lestarihariati@yahoo.co.id2 andi.faizal.fachlevy@gmali.com3
Abstrak
Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk
dengan energi yang keluar sehingga menyebabkan terjadinya penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari Tahun 2016. Metode penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian ini
dilaksanakan pada tanggal 29 Februari sampai 5 Maret 2016 dan bertempat di SMA Negeri 4 Kendari. Populasi dalam penelitian
ini adalah jumlah seluruh siswa kelas X dan XI di SMA Negeri 4 Kendari yaitu sebanyak 1.133 siswa, dengan jumlah sampel
sebesar 89 orang. Hasil penelitian menggunakan analisis Chi Square dengan α=0,05 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara pola makan (PValue= 0,018), aktivitas fisik (PValue = 0,000), uang jajan (PValue = 0,017) dan parental fatness (PValue = 0,004)
dengan kejadian obesitas serta tidak terdapat hubungan antara durasi tidur (P Value= 0,654) dengan kejadian obesitas. Disarankan
bagi pihak sekolah perlu diadakannya program kesehatan pada penderita obesitas melalui usaha kesehatan sekolah (UKS) atau
bimbingan dan konseling (BK) seperti : diet sehat remaja, melakukan senam pagi seminggu sekali, melakukan kegiatan rutin
jalan santai bersama dengan seluruh siswa dan guru agar menumbuhkan kesadaran untuk hidup sehat.
Kata kunci : obesitas, pola makan, tingkat aktivitas fisik, uang jajan, parental fatness, durasi tidur
Abstract
Obesity is a health problem that occurs because of an imbalance between energy intakes with energy out thus causing the
accumulation of fat tissue in the body excessively. The purpose of this study was to determine factors related to obesity of
adolescents at SMAN 4 Kendari in 2016. This study was analytical research by approach of cross sectional study. The research
was conducted on February 29th until March 5th, 2016 and located at SMAN 4 Kendari. The population in this study was the
number of all students of class X and XI at SMAN 4 Kendari as many as 1.133 students, with sample size amounted 89 people.
Based on the results of the relationship analysis by chi-square test (P Value<0,05) showed that there was correlation between
dietary pattern (PValue=0,018), physical activity (PValue=0,000), pocket money (PValue=0,017), parental fatness (PValue=0,004) and
obesity. There was no correlation between sleep duration (P Value=0,654) and obesity. Suggested for the school to implement of
health program to students who are obese through the School Health Programme (UKS) or guidance and counseling in school
(BK) such as: healthy diet for adolescents, doing gymnastics in the morning once a week, doing routine work leisurely stroll
along with all the students and teachers in order to raise awareness for life healthy.
Keywords: obesity, dietary pattern, physical activity levels, pocket money, parental fatness, sleep duration
2
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai oleh penimbunan jaringan lemak dalam tubuh
secara berlebihan. Obesitas terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi
yang keluar. Obesitas/overweight telah menjadi pandemi global di seluruh dunia dan dinyatakan oleh World Health
Organization (WHO) sebagai masalah kesehatan kronis terbesar. Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai
kegemukan merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan dikalangan remaja 1.
Masalah obesitas/overweight pada anak dan remaja dapat meningkatkan kejadian diabetes mellitus (DM) tipe 2.
Selain itu, juga berisiko untuk menjadi obesitas pada saat dewasa dan berpotensi mengakibatkan gangguan
metabolisme glukosa dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, penyumbatan pembuluh darah dan lain-
lain2. National Health and Nutrition Examination Survei (NHANES) melaporkan bahwa prevalensi obesitas di
Amerika pada tahun 2011-2012 adalah terdapat 8,4% pada usia 2 sampai 5 tahun, 17,7% pada usia 6 sampai 11
tahun, dan 20,5% pada usia 12 sampai 19 tahun.
Penelitian yang dilakukan dengan melakukan pemantauan berkala perubahan prevalensi kelebihan berat badan
dan obesitas pada semua populasi di dunia dari tahun 1980 hingga 2013 menunjukkan penderita obesitas di Eropa
Barat sebanyak 13,9%. Di Amerika Latin prevalensi obesitas tertinggi yaitu di Uruguay (18,1%), Costa Rica (12,4%),
Chili (11,9%) dan Meksiko (10,5%). Penelitian ini juga menjelaskan bahwa lebih dari 50% dari 671.000.000
penderita obesitas di dunia terdapat pada sepuluh negara yaitu Amerika Serikat, Cina, India, Rusia, Brasil, Meksiko,
Mesir, Jerman, Pakistan, dan Indonesia. Amerika Serikat menyumbang 13% penderita obesitas di seluruh dunia,
Cina dan India bersama-sama menyumbang 15% penderita obesitas di dunia. Dan penelitian ini menunjukkan fakta
bahwa 62% penderita obesitas di dunia berada di negara berkembang 3.
Hasil Riskesdas menunjukkan prevalensi obesitas menurut Indeks Masa Tubuh per Umur (IMT/U) pada usia 16-18
tahun yang tertinggi yaitu pada provinsi Bangka Belitung sebesar 3,4% dan yang terendah yaitu pada provinsi
Bengkulu, NTT, Sulawesi Barat dan Maluku sebesar 0,0%. Di Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri, prevalensi obesitas
menurut IMT/U usia 16-18 yaitu 0,4%. Untuk Provinsi Sulawesi Selatan prevalensi obesitas sebesar 0,9% dan
Sulawesi Tengah 1,3%. Dan untuk keseluruhan (nasional) prevalensi obesitas menurut IMT/U usia 16-18 tahun yaitu
1,4%. Prevalensi obesitas di Provinsi Sulawesi Tenggara masih lebih rendah dibandingkan prevalensi obesitas secara
nasional4.
Masa remaja merupakan salah satu periode tumbuh kembang yang penting dan menentukan pada periode
perkembangan berikutnya. Remaja yang mengalami obesitas, kelak pada masa dewasa cenderung obesitas. Hal ini
telah dibuktikan bahwa insiden obesitas pada periode transisi antara remaja dan dewasa muda dalam kurun waktu
lima tahun meningkat, yaitu dari 10,9% menjadi 22,1% dan 4,3% di antaranya mempunyai IMT 40 5.
Obesitas pada remaja penting untuk diperhatikan karena remaja yang mengalami obesitas 80% berpeluang untuk
mengalami obesitas pula pada saat dewasa. Selain itu, terjadi peningkatan remaja obesitas yang didiagnosis
dengan kondisi penyakit yang biasa dialami orang dewasa, seperti diabetes tipe 2 dan hipertensi. Remaja obesitas
sepanjang hidupnya juga berisiko lebih tinggi untuk menderita sejumlah masalah kesehatan yang serius, seperti
penyakit jantung, stroke, diabetes, asma, dan beberapa jenis kanker. Stigma obesitas juga membawa konsekuensi
psikologis dan sosial pada remaja, termasuk peningkatan risiko depresi karena lebih sering ditolak oleh rekan-rekan
mereka serta digoda dan dikucilkan karena berat badan mereka 6.
Ada tiga penyebab obesitas yakni, faktor fisiologis, faktor psikologis dan faktor kecelakaan. Faktor fisiologis adalah
faktor yang muncul dari berbagai variabel, baik yang bersifat herediter maupun non herediter. Variabel yang bersifat
herediter (faktor internal) merupakan variabel yang berasal dari faktor keturunan sedangkan faktor yang bersifat
non herediter (faktor eksternal) merupakan faktor yang berasal dari luar individu, misalnya pola makan, tingkat
asupan gizi, tingkat aktivitas fisik yang dilakukan individu, serta kondisi sosial ekonomi bahkan beberapa penelitian
menemukan hubungan insomnia atau kurang tidur sebagai faktor risiko kejadian obesitas 7.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan, peneliti mengambil data siswa yang mengalami obesitas dengan melihat
status IMT yaitu 27 kg/m2 keatas. Peneliti memilih 5 sekolah untuk mengambil data dengan mempertimbangkan
beberapa kriteria diantaranya, sekolah yang berlokasi di pusat jalan poros kota, merupakan sekolah favorit dan
terkenal, merupakan sekolah yang memiliki siswa dengan tingkat sosial ekonomi menengah keatas, merupakan
sekolah yang banyak diminati oleh peserta didik.
Berdasarkan kategori diatas maka peneliti memilih ke 5 sekolah tersebut yang dapat dipaparkan diantaranya, SMA
Negeri 1 Kendari memiliki siswa dengan status IMT ≥27 kg/m 2
3
sebanyak 3 orang (8,33%), SMA Negeri 4 Kendari memiliki siswa dengan status IMT ≥27 kg/m 2 sebanyak 15 orang
(41,67%), SMA Negeri 9 Kendari memiliki siswa dengan status IMT ≥27 kg/m 2 sebanyak 9 orang (25%), SMK Negeri
1 Kendari memiliki siswa dengan status IMT ≥27 sebanyak 5 orang (13,89%), dan SMA Swasta Kartika VII-2 Kendari
memiliki siswa dengan status IMT ≥27 sebanyak 4 orang (11,11%).
Hasil studi pendahuluan ditemukan bahwa SMA Negeri 4 Kendari merupakan sekolah yang memiliki siswa yang
paling banyak mengalami obesitas dan dari data tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada
sekolah tersebut.
Berdasarkan beberapa pemaparan dan studi pendahuluan yang dilakukan maka peneliti akan melakukan penelitian
dengan judul “Faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari Tahun
2016”
METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study 36. Dalam
penelitian ini terdiri dari variabel independen (pola makan, aktifitas fisik, uang jajan, parental fatness, durasi tidur
dan variabel dependen (obesitas).
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh siswa kelas X dan XI di SMA Negeri 4 Kendari yaitu sebanyak
1.133 siswa. Teknik Penarikan sampel menggunakan metode purposive sampling. Dalam penelitian ini jumlah
sampel sebanyak 89 orang.
Instrumen atau alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah alat tulis, lembar informed consent, Kuesioner,
lembar survei food recall 24 jam, lembar Food Frequency Questionnaires (FFQ), lembar International Physical
Activity Questionnaires (IPAQ), kamera, timbangan berat badan dan microtoice.
Analisis data dilakukan dengan uji Chi square (Test of Independence) tingkat kepercayaan yang digunakan adalah
95% , dan nilai α= 0,05. Untuk uji Chi square, Ho ditolak jika p> α. Dalam penelitian ini menggunakan taraf
signifikasi 0,05 dengan nilai N= 89.
HASIL
Karakteristik Responden
Jenis Kelamin
N Jenis Kelamin Jumlah (n) Persen (%)
o
1 Laki-laki 42 47,2
2 perempuan 47 52,8
Total 89 100

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat Laki-laki sebesar 47,2% dan Perempuan sebesar 52,8%.
Umur
N Umur (tahun) Jumlah (n) Persen (%)
o
1 15 41 46,1
2 16 43 48,3
3 17 5 5,6
Total 89 100

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan distribusi responden berdasarkan kelompok umur pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat beberapa proporsi kelompok umur, yaitu kelompok umur 15 tahun
sebesar 46,1%, kelompok umur 16 tahun sebesar 48,3, kelompok umur 17 tahun sebesar 5,6%.
Tingkat Kelas
N Tingkat Kelas Jumlah (n) Persen (%)
o
1 X 46 51,7
2 XI 43 48,3
Total 89 100
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada remaja di SMA Negeri
4 Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat beberapa proporsi tingkat kelas, yaitu kelas X 51,7% dan Kelas XI
48,3%.
Pekerjaan Ayah
N Tingkat Kelas Jumlah (n) Persen (%)
o
1 PNS 46 51,7
2 Pegawai Swasta 9 10,1
3 TNI/Polisi 12 13,5
4 Wiraswasta 20 22,5
5 Meninggal 2 2,2
Total 89 100

Berdasarkan tabel 3 11 menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan ayah pada remaja di SMA Negeri
4 Kendari tahun 2016 dari 89 responden terdapat 46 orang (51,7%) yang bekerja sebagai PNS, 9 orang (10,1%) yang
bekerja sebagai pegawai swasta, 12 orang (13,5%) yang bekerja sebagai TNI/Polisi, 20 orang (22,5%) yang bekerja
sebagai wiraswasta, dan 2 orang (2,2%) yang telah meninggal.
Pekerjaan Ibu
N Tingkat Kelas Jumlah (n) Persen (%)
o
1 PNS 38 42,7
2 Pegawai Swasta 4 4,5
3 Wiraswasta 12 13,5
4 IRT 35 39.3
Total 89 100

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan ibu pada remaja di SMA Negeri 4
kendari tahun 2016
4
dari 89 responden terdapat 38 orang (42,7%) yang bekerja sebagai PNS, 4 orang (4,5%) yang bekerja sebagai
pegawai swasta, 12 orang (13,5%) yang bekerja sebagai wiraswasta, dan 35 orang (39,3%) sebagai ibu rumah
tangga.
Analisis Univariat
Status IMT (Indeks Massa Tubuh)
N Status IMT Jumlah (n) Persentase (%)
0
1 Obesitas 34 38,2
2 Tidak Obesitas 55 61,8
Total 89 100

Tabel 4 menunjukan bahwa dari 89 responden yang tergolong dalam status IMT obesitas sebanyak 34 responden
(38.2%) dan yang status IMT tidak obesitas sebanyak 55 responden (61.8%)
Pola Makan
1. Asupan Energi
N0 Status IMT Jumlah (n) Persentase (%)
1 Kurang 15 16,9
2 Cukup 52 58,4
3 Lebih 22 24,7
Total 89 100

Tabel 5 menunjukan bahwa dari 89 responden yang kategori asupan energinya kurang sebanyak 15 responden
(16.9%), yang asupan energinya cukup sebanyak 52 responden (58.4%) dan yang asupan energinya lebih sebanyak
22 responden (24,7%).
2. Frekuensi Makan
N0 Frekuensi Makan Jumlah (n) Persentase (%)
1 2 kali sehari 17 19,1
2 3 kali sehari 50 52,2
3 >3 kali sehari 22 24,7
Total 89 100

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang frekuensi makannya 2 kali sehari sebanyak 17
responden (19,1%), yang frekuensi makannya 3 kali sehari sebanyak 50 responden (56,2%) dan yang frekuensi
makannya > 3 kali sehari sebanyak 22 responden (24,7%).
Pola Konsumsi Fast Food
N0 Frekuensi Makan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Sering 55 61,8
2 Kadang-kadang 24 27,0
3 Jarang 10 11,2
Total 89 100

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa dari 89 responden pola konsumsi fast food yang sering mengkonsumsi
sebanyak 55 responden (61,8%), yang kadang-kadang mengkonsumsi sebanyak 24 responden (27%), dan yang
jarang mengkonsumsi sebanyak 10 responden (11,2%).
Pola Konsumsi Snack/kudapan
N0 Frekuensi Makan Jumlah (n) Persentase (%)
1 sering 58 65,2
2 Kadang-kadang 23 25,8
3 jarang 8 9,0
Total 89 100

Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa dari 89 responden pola konsumsi snak/kudapan yang sering
mengkonsumsi sebanyak 58 responden (65,2%), yang kadang-kadang mengkonsumsi sebanyak 23 responden
(25,8%), dan yang jarang mengkonsumsi sebanyak 8 responden (9%).
Tren Makanan di Kalangan Remaja
N0 Tren Makanan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Makanan Fast Food 55 61,8
2 Makanan tradisional 34 38,2
Total 89 100

Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang lebih menyukai jenis makanan fast food sebanyak
55 responden (61.8%) dan yang lebih menyukai jenis makanan tradisional sebanyak 34 responden (38.2%)
Aktivitas Fisik
N0 Aktivitas Fisik Jumlah (n) Persentase (%)
1 Ringan 33 37,1
2 Sedang 50 56,2
3 berat 86 6,7
Total 89 100

Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang kategori aktivitas fisiknya ringan sebanyak 33
responden (37,1%), yang aktivitas fisiknya sedang sebanyak 50 responden (56,2%) dan yang aktivitas fisiknya berat
sebanyak 6 responden (6,7%).
Uang Jajan
N0 Uang Jajan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Rendah 15 16,9
2 Sedang 32 36,0
3 Tinggi 42 47,1
Total 89 100

Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang memperoleh uang jajan rendah sebanyak 15
responden (16.9%), yang memperoleh uang jajan sedang sebanyak 32 responden (36.0%) dan yang memperoleh
uang jajan tinggi sebanyak 42 responden (47,1%).
Parental Fatness
N0 Parental Fatness Jumlah (n) Persentase (%)
1 Obesitas 44 49,4
2 Tidak Obesitas 45 50,6
Total 89 100

Berdasarkan tabel 12 menunjukkan bahwa dari 89 responden yang memiliki orang tua dengan kondisi tubuh
obesitas sebanyak 44 responden (49.4%) dan yang memiliki orang tua dengan kondisi tubuh tidak obesitas
sebanyak 45 responden (50.6%).
5
Durasi Tidur
N0 Durasi Tidur Jumlah (n) Persentase (%)
1 Kurang tidur 51 57,3
2 Cukup tidur 38 42,7
Total 89 100

Berdasarkan tabel 13 menunjukkan bahwa dari 89 responden dengan durasi tidur kurang sebanyak 51 responden
(57.3%) dan durasi tidur cukup sebanyak 38 responden (42.7%).
Analisis Bivariat
Hubungan Pola Makan dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Pola Makan Status IMT Jumlah ρ Value

Obesitas Tidak Obesitas

n % n % n % 0,018

1 Kurang 4 26,7 11 73,3 1 100


5
2 Cukup 16 30,8 36 69,2 5 100
2
3 Lebih 14 63,6 8 36,4 2 100
2
Total 34 38,2 55 61,8 89 100

Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan pola makan kurang terdapat 15 orang
dengan yang mengalami obesitas sebanyak 4 orang (26,7%) dan yang tidak obesitas sebanyak 11 orang (73,3%).
Sedangkan proporsi responden dengan pola makan cukup terdapat 52 orang dengan yang mengalami obesitas
sebanyak 16 orang (30,8%) dan yang tidak obesitas sebanyak 36 orang (69,2%) dan proporsi responden dengan
pola makan lebih terdapat 22 orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak 14 orang (63,6%) dan yang tidak
obesitas sebanyak 8 orang (36,4%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,018. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,018) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara asupan makanan dengan obesitas
pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Aktivitas Fisik Status IMT Jumlah ρ
Value

Obesitas Tidak Obesitas

N % n % n % 0,000

1 Ringan 27 81,8 6 18,2 3 100


3
2 Sedang 7 14,3 43 85,7 5 100
0
3 Berat 0 0,0 6 100 6 100
Total 34 38,2 55 61,8 89 100

Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan aktivitas fisik ringan terdapat 33
orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak 27 orang (81,8%) dan yang tidak obesitas sebanyak 6 orang
(18,2%). Sedangkan proporsi responden dengan aktivitas fisik sedang terdapat 50 orang dengan yang mengalami
obesitas sebanyak 7 orang (14,3%) dan yang tidak obesitas sebanyak 43 orang (85,7%), dan proporsi responden
dengan aktivitas fisik berat terdapat 6 orang dengan yang mengalami obesitas tidak ada dan yang tidak obesitas
sebanyak 6 orang (100%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,000. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,000) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan obesitas pada
remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
Hubungan Uang Jajan dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Uang Jajan Status IMT Jumlah ρ
Value

Obesitas Tidak Obesitas

n % n % n % 0,017

1 Rendah 8 53,3 7 46,7 15 100


2 Sedang 6 18,8 26 81,2 32 100
3 Tinggi 20 47,6 22 52,4 42 100
Total 34 38,2 55 61,8 89 100

Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan uang jajan rendah terdapat 15 orang
dengan yang mengalami obesitas sebanyak 8 orang (53,3%) dan yang tidak obesitas sebanyak 7 orang (46,7%).
Sedangkan proporsi responden dengan uang jajan sedang terdapat 32 orang dengan yang mengalami obesitas
sebanyak 6 orang (18,8%) dan yang tidak obesitas sebanyak 26 orang (81,2%), dan proporsi responden dengan
uang jajan tinggi terdapat 42 orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak 20 orang (47,6%) dan yang tidak
obesitas sebanyak 22 orang (52,4%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,017. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,017) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara uang jajan dengan obesitas pada
remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
6
Hubungan Parental Fatness dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Parental Fatness Status IMT Jumlah ρ
Value

Obesitas Tidak Obesitas

n % n % n % 0,004

1 Obesitas 24 54,5 20 45, 44 100


5
2 Tidak Obesitas 10 22,2 35 77, 45 100
8
Total 34 38,2 55 61,8 89 100

Tabel 17 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan kondisi parental fatness obesitas
terdapat 44 orang dengan yang memiliki anak obesitas sebanyak 24 orang (54,5%) dan yang tidak obesitas
sebanyak 20 orang (45,5%), dan proporsi responden dengan kondisi parental fatness tidak obesitas terdapat 45
orang dengan yang memiliki anak obesitas sebanyak 10 orang (22,2%) dan yang tidak obesitas sebanyak 35 orang
(77,8%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,004. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,004) < 0,05 maka H0
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara parental fatness dengan obesitas
pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Hubungan Durasi Tidur dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
No Durasi Tidur Status IMT Jumlah ρValue

Obesitas Tidak Obesitas

n % n % N % 0,654

1 Kurang Tidur 21 41,2 30 58,8 51 100

2 Cukup Tidur 13 34,2 25 65,8 38 100

Total 34 38,2 55 61,8 89 100

Tabel 18 menunjukkan bahwa dari 89 responden proporsi responden dengan durasi tidur kurang terdapat 51 orang
dengan yang mengalami obesitas sebanyak 21 orang (41,2%) dan yang tidak obesitas sebanyak 30 orang (58,8%),
dan proporsi responden dengan durasi tidur cukup terdapat 25 orang dengan yang mengalami obesitas sebanyak
13 orang (34,2%) dan yang tidak obesitas sebanyak 25 orang (65,8%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,654. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρ Value (0,654) > 0,05 maka H0
diterima atau H1 ditolak sehingga dapat dimaknai bahwa tidak ada hubungan antara kurang tidur dengan obesitas
pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari.
Diskusi
Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Obesitas pada Siswa di SMA Negeri 4 Kendari
Pola makan dalam penelitian ini digambarkan dengan besarnya asupan energi yang dikonsumsi oleh tubuh dalam
sehari dengan menggunakan merode survei food recall 2x24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pola makan dengan kejadian obesitas pada siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Hal ini sesuai dengan
penelitian8 yang menunjukkan bahwa pola makan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian overweight
pada remaja di SMA Negeri 4 Semarang. Hal ini Sejalan dengan penelitian 9 tentang hubungan pola makan dengan
kejadian overweight pada mahasiswa STIKES Medistra Indonesia tahun 2013 dengan hasil p = 0,001 yang
menyatakan bahwa pola makan memiliki hubungan dengan kejadian overweight.
Pola makan merupakan salah satu faktor yang paling berperan dengan tingkat kejadian obesitas. Pola makan
dipengaruhi oleh asupan energi, frekuensi makan, konsumsi fast food, konsumsi snack, serta tren makanan yang
berkembang dikalangan remaja. Asupan energi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan tenaga dalam tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh prevalensi asupan energi remaja yang melebihi nilai AKG lebih besar
daripada remaja dengan nilai AKG kurang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pola konsumsi remaja dengan
berbagai pertimbangan dalam pemilihan makanan seperti lebih memilih makanan siap saji atau makanan
tradisional.
Sebagian besar remaja dalam peneliian ini lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan cepat saji atau fast food
dibandingkan makanan tradisional. Hal ini dikarenakan oleh berbagai alasan seperti rasanya yang lebih enak,
mudah didapatkan dan praktis. Selain itu pengaruh dari lingkungan yang menyebabkan remaja lebih memilih
makanan jenis fast food dibandingkan makanan tradisional. Asupan makanan yang lebih akan menyebabkan
penimbunan lemak dalam tubuh dan berdampak terhadap terjadinya obesitas jika tidak diseimbangkan dengan
aktivitas fisik yang dilakukan.
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari, hasil penelitian diperoleh prevalensi frekuensi makan lebih
dari 3 kali sehari lebih besar dibanding dengan prevalensi frekuensi makan 2 kali sehari. Hal ini dapat
mempengaruhi jumlah asupan makanan yang masuk kedalam tubuh sehingga menyebabkan penimbunan lemak
dan meningkatkan risiko terjadinya obesitas.
Dalam penelitian juga terlihat bahwa responden dengan asupan makan yang kurang atau hanya berkisar antara 70-
80% AKG dalam sehari
7
terdapat 4 orang yang mengalami obesitas dan 11 orang yang tidak mengalami obesitas. Responden yang
mengalami obesitas namun asupan makan yang diperoleh kurang dikarenakan responden dalam penelitian ini
mengaku sudah dilarang oleh orang tua mereka untuk mengkonsusmi makanan secara berlebihan. Selain itu
berdasarkan lembar FFQ terlihat bahwa mereka cenderung jarang mengkonsumsi jenis makanan fast food dan
snack hal ini dikarenakan larangan dari orang tua mereka pula.
Sedangkan untuk asupan makan lebih atau lebih dari 110% AKG dalam sehari diperoleh hasil responden yang
mengalami obesitas sebanyak 14 orang dan yang tidak mengalami obesitas sebanyak 8 orang. Responden yang
memiliki asupan makan lebih namun tidak mengalami obesitas dikarenakan aktivitas mereka yang cukup aktif dan
berdasarkan IPAQ terlihat aktivitas fisik mereka dalam kategori sedang dan ada pula yang berat.
Keadaan obesitas terjadi jika makanan sehari-harinya mengandung energi yang melebihi kebutuhan. Terutama zat
gizi makro yang menyebabkan kegemukan bila dimakan secara berlebihan. Zat gizi ini akan disimpan dalam bentuk
lemak tubuh dan akan meningkatkan berat badan secara keseluruhan. Pola makan yang dimiliki oleh remaja
diperoleh melalui proses yang menghasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dengan
berbagai pengarahan dan bimbingan dari orang tua tentang makanan yang harus dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan asupan makanan.
Pola makan yang tidak sesuai akan menyebabkan asupan makanan yang berlebihan atau sebaliknya kekurangan.
Asupan makanan yang kurang dari kebutuhan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus, sedangkan asupan
makanan yang lebih dari kebutuhan akan menyebabkan kelebihan berat badan atau overweight. Pola makan yang
berlebihan merupakan fenomena baru yang semakin lama semakin meluas. Keadaan ini sering dialami oleh
masyarakat menengah keatas dengan adanya perubahan pola makan, yakni menyebabkan munculnya obesitas
pada remaja perkotaan.
Pola makan yang tidak seimbang dikarenakan tingginya konsumsi fast food yang mendorong timbulnya peningkatan
deposit lemak, hal ini dikarenakan kandungan dari fast food yang mengandung lemak sekitar 40-50%10. Faktor
utama penyebab overweight dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara asupan energi yang masuk ke dalam
tubuh dan energi yang dikeluarkan tubuh. Perkembangan teknologi, tingkat sosial ekonomi dan faktor budaya
menyebabkan perubahan pola makan, menjadi lebih senang mengkonsumsi fast food yang banyak mengandung
kalori, lemak dan kolesterol.
Kecenderungan untuk mengkonsumsi fast food pada remaja dalam penelitian ini didukung oleh mudahnya
memperoleh dan mendapatkan makanan tersebut yakni jarak sekolah dengan tempat yang menyediakan makanan
cepat saji berada cukup dekat dan mudahnya akses untuk kesana. Banyak remaja yang menghabiskan jam istirahat
ataupun waktu makan siang dengan membeli makanan tersebut bahkan tidak sedikit guru yang menitip dan
menyuruh para siswanya untuk membelikan makanan tersebut.
Penelitian11 tentang hubungan konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada anak SD di kota Manado
menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsumsi fast food dan obesitas dengan nilai p = 0,024. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumsi fast food merupakan faktor pendukung yang dapat menyebabkan terjadinya
obesitas pada anak dan remaja.
Selain fast food remaja juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi snack atau makanan ringan. Snack adalah makanan
yang dimakan di antara makan besar, terutama antara makan pagi dan makan siang dan antara makan siang dan
makan malam12. Beberapa studi di negara barat ditemukan indikasi bahwa dengan peningkatan kebiasaan makan
snack, maka total intake energi juga meningkat. Snack memberikan kontribusi sekitar 20-75% total intake kalori di
negara-negara barat seperti Amerika dan Inggris13.
Di Uni Emirat Arab menunjukkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi snack diantara makan pagi dan makan siang
dijumpai pada remaja laki laki (12-17 tahun) 60,5% obes dan dibanding 39,5% remaja laki laki non obes 14.
Remaja dalam penelitian ini sebagian besar sering mengkonsumsi snack. Berdasarkan survei food recall
menunjukkan makanan selingan yang sering dikonsumsi diantara makan besar adalah snack. Berdasarkan lembar
FFQ menunjukkan snack seperti berbagai jenis keripik kentang yang asin dan gurih serta wafer coklat (tango, beng-
beng, top, dan chocolatos) atau coklat batang (silver queen dan delfi) adalah yang paling sering dikonsumsi oleh
responden.
Makan siang dan makan malam remaja menyediakan 60% dari intake kalori, sementara makanan jajanan
menyediakan kalori 25%. Anak obesitas ternyata akan sedikit makan pada waktu pagi dan lebih banyak makan pada
waktu siang dibandingkan dengan anak kurus pada umur yang sama 15. Anak sekolah terutama pada masa remaja
tergolong pada masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental serta peka terhadap rangsangan
dari luar. Teori tersebut sesuai
8
dengan yang didapatkan dalam penelitian, berdasarkan survei food recall 2x24 jam terlihat jelas bahwa anak
obesitas cenderung tidak menyukai dan tidak memiliki kebiasaan untuk makan pagi atau sarapan dan akan makan
dengan porsi yang banyak pada makan siang.
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Aktivitas fisik dalam penelitian ini dibagi menjadi aktivitas fisik ringan, sedang dan berat. Hasil penelitian
menujukkan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas paada siswa di SMA
Negeri 4 Kendari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian 16 tentang aktivitas fisik dan gaya hidup sendentari
pada remaja overweight dan obesitas di Yogyakarta dengan nilai p = 0,001. Penelitian 17 menunjukkan hasil yang
senada dengan adanya perbedaan bermakna antara aktivitas fisik di hari kuliah dan hari libur antara penderita
overweight dan obesitas, dengan nilai p value (p=0,041) dan (p=0,015) pada mahasiswa di Universitas Hasanuddin
Makassar.
Hal ini sesuai dengan teori terjadinya obesitas karena rendahnya aktivitas fisik sehingga asupan energi yang masuk
hanya sedikit terpakai untuk beraktivitas dan sebagian besar tersimpan sebagai lemak tubuh, dengan kata lain,
kelompok obesitas hanya menggunakan sedikit energi untuk melakukan aktivitasnya 18.
Aktivitas fisik adalah hal yang dianjurkan terhadap setiap orang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesegaran tubuh. Aktivitas fisik berguna untuk melancarkan peredaran darah dan membakar kalori. Hasil penelitian
mengenai aktivitas fisik yang dilakukan oleh remaja di SMA Negeri 4 Kendari menunjukkan bahwa sebagian besar
responden melakukan aktivitas fisik sedang yaitu berkisar 600-3000 METs/minggu. Pada remaja yang mengalami
obesitas aktivitas fisik yang mereka lakukan sebagian besar dalam kategori ringan yaitu sebanyak 27 orang dan
tidak ada yang melakukan aktivitas fisik dengan kategori berat. Hal ini dikarenakan masa tubuh yang tidak mampu
menopang tubuh untuk bergerak lebih aktif. Penilaian aktivitas fisik dalam penelitian ini berdasarkan International
Physical Activity Questionaires (IPAQ) dengan melakukan perhitungan menggunakan metode METs.
Menurun dan rendahnya aktivitas fisik dipercaya sebagai salah satu hal yang menyebabkan obesitas. Tren
kesehatan terkini juga menunjukkan prevalensi obesitas meningkat bersamaan dengan meningkatnya perilaku
sedentari dan berkurangnya aktivitas fisik. Perilaku sedentari adalah perilaku duduk atau berbaring dalam sehari-
hari baik di tempat kerja (kerja di depan komputer, membaca, dll), di rumah (nonton TV, main game, dll), di
perjalanan/transportasi (bis, kereta, motor), tetapi tidak termasuk waktu tidur. Perilaku sedentari merupakan
perilaku berisiko terhadap salah satu terjadinya penyakit penyumbatan pembuluh darah, penyakit jantung dan
bahkan mempengaruhi umur harapan hidup..
Penelitian19 mengatakan bahwa penggunaan mobil, air conditioner (di dalam mobil, sekolah dan di rumah) secara
substansial meningkatkan gaya hidup dari penduduk perkotaan dan adanya penurunan aktifitas fisik yang
menyebabkan gaya hidup sedentari sehingga mengakibatkan obesitas sentral.
Penelitian20 tentang analisis aktivitas ringan sebagai faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja di sekolah
menengah pertama negeri 1 manado menunjukkan hasil siswa yang obes memiliki aktivitas fisik ringan dengan
rata-rata total MET 577,56 MET/minggu dan siswa tidak obes sebagian besar memiliki aktivitas fisik sedang dengan
rata-rata total MET 785,62 MET/minggu. Hal ini juga menunjukkan bahwa aktivitas fisik merupakan faktor risiko
terhadap kejadian obesitas dimana remaja dengan aktivitas fisik ringan 6,591 kali lebih berisiko menjadi obes,
dibandingkan dengan remaja dengan aktivitas fisik sedang.
Menurut21, menyatakan bahwa kehilangan aktivitas fisik, akibat menonton televisi atau bermain video game lebih
dari 1 (satu) jam setiap hari memiliki kontribusi yang signifikan terhadap obesitas pada anak dan remaja. Pendapat
ini diperkuat dengan ditemukannya data aktivitas fisik pada penelitian dimana remaja lebih banyak menghabiskan
waktu dengan melakukan aktivitas pada posisi duduk dan berbaring seperti menonton televisi, mengerjakan tugas,
bermain game atau hanya sekedar menghabiskan waktu dengan bersantai, bahkan pada hari libur remaja bisa
menghabiskan 10-12 jam dengan melakukan berbagai aktivitas pada posisi duduk dan berbaring dalam sehari.
Dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak melakukan pekerjaan rumah tangga didalam
rumah seperti mencuci piring, mencuci baju, menyapu, dan mengepel. Hal ini dikarenakan adanya bantuan dari
asisten rumah tangga yang mengurus pekerjaan rumah dan meningkatnya rasa malas dari individu diakibatkan dari
orang tua yang tidak mengajari atau membiasakan dalam membantu pekerjaan rumah tangga. Selain itu semakin
canggihnya alat yang dimiliki untuk membantu pekerjaan rumah tangga sehingga tenaga yang dikeluarkan lebih
sedikit.
Hubungan Uang Jajan dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Keputusan mengkonsumsi suatu makanan biasanya dipengaruhi faktor kesukaan dan besarnya
9
uang jajan. Semakin besar uang jajan yang diperoleh anak maka semakin besar peluang dalam mengkonsumsi
bebagai makanan yang disukai. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara uang jajan dengan kejadian
obesitas pada siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian 22 menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan anatara frekuensi konsumsi makanan cepat saji pada anak obesitas dengan uang jajan
yang diberikan dengan nilai p = 0,006. Penelitian 23 pada siswa SMAN 2 Jember menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara jumlah uang saku siswa mengenai kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dengan kejadian
obesitas.
Uang saku adalah uang yang diberikan oleh orang tua dengan perencanaan uang tesebut digunakan untuk
transportasi atau tabungan anak. Sedangkan uang jajan adalah uang yang diberikan kepada anak untuk membeli
jajanan berupa makanan dan minuman selama berada diluar rumah. Tetapi kebanyakan anak menggunakan uang
saku tersebut untuk membeli makanan yang tidak bergizi atau hal yang tidak berguna.
Uang jajan yang diperoleh remaja di SMA Negeri 4 Kendari sebagian besar termasuk dalam kategori tinggi yaitu
diatas Rp. 30.000. Hal ini dikarenakan rata-rata remaja memliki tingkat sosial ekonomi menengah keatas meski
terdapat juga remaja yang memiliki tingkat sosial ekonomi menengah kebawah. Selain itu pengaruh teman sebaya
dalam membelanjakan uang jajan untuk mengkonsumsi makanan sangat berpengaruh dengan pemilihan makanan
yang akan dikonsumsi remaja.
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil responden yang memiliki uang jajan rendah dengan keadaan obesitas dan
tidak obesitas memiliki prevalensi yang hampir sama. Penderita obesitas pada penelitian ini tidak diberikan uang
jajan lebih oleh orang tua mereka dikarenakan mereka dilarang untuk banyak berbelanja diluar rumah dan
cenderung dibiasakan membawa bekal di sekolah. Sedangkan responden yang tidak obesitas dengan uang jajan
kurang dikarenakan kondisi ekonomi mereka yang tergolong menengah kebawah.
Pada uang jajan tinggi responden yang mengalami obesitas lebih sedikit yaitu sebanyak 20 orang dibandingkan
dengan responden yang tidak obesitas yaitu sebanyak 22 orang. Hal ini dikarenakan responden yang tidak obesitas
memiliki uang jajan tinggi namun tidak membelanjakan seluruh uang jajan mereka dengan makanan atau jajanan di
sekolah. Uang jajan yang mereka peroleh sebagian mereka sisipkan untuk sewa angkot dan ada juga sebagian yang
menabung.
Sebuah penelitian epidemiologi menyebutkan bahwa prevalensi obesitas pada remaja di negara berkembang
meningkat pada golongan sosial ekonomi yang tinggi. Salah satu indikator dari kondisi ekonomi adalah pengeluaran
uang untuk pangan tiap bulannya yang dapat dilihat dari uang saku remaja yang dihabiskan untuk makan 24.
Pemberian uang jajan pada remaja berpengaruh dari tingkat ekonomi yang dimiliki dengan melihat pekerjaan dari
orang tua mereka. Remaja dalam penelitian ini sebagian besar memilki orang tua yang bekerja keduanya sehingga
rata-rata pendapatan orang tua mereka tergolong tinggi. Penelitian 25 menunjukkan 55,9% keluarga dengan
pendapatan tinggi memiliki anak yang obesitas dan hanya 25% keluarga dari tingkat pendapatan rendah memiliki
anak yang obesitas.
Tingkat pendapatan orang tua berkaitan dengan kemampuan orang tua untuk mencukupi kebutuhan, pemilihan
jenis dan jumlah makanan, serta berpengaruh terhadap gaya hidup keluarga yang juga akan berdampak pada anak.
Pendapatan yang tinggi dapat juga mengarah pada pemilihan bahan makanan yang lebih enak, siap santap, cepat,
dan lebih banyak mengandung lemak, minyak, dan bahan lainnya yang dapat menyebabkan obesitas 26.
Hubungan Parental Fatness dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah
sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk (parental fatness) cenderung memiliki anak-anak yang
gemuk pula. Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak
dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang
berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam
kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar 27.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara parental fatness dengan kejadian obesitas pada
siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Hal ini sesuai dengan penelitian 28 tentang analisis faktor penyebab obesitas pada
anak sekolah di SD Islam Al-Azhar 14 kota Semarang yang menunjukkan hasil yang bermakna (p = 0,000) ada
hubungan antara faktor genetik dengan kejadian obesitas pada anak dengan kekuatan hubungan kuat dan arah
hubungan positif.
Dalam penelitian didapatkan hasil orang tua dengan kondisi obesitas (parental fatness) yang memiliki anak obesitas
sebanyak 24 orang dan yang memiliki anak tidak obesitas sebanyak 20 orang. Responden yang tidak obesitas
namun memiliki
10
orang tua yang obesitas dalam penelitian ini sangat memperhatikan bentuk tubuh mereka dengan menjaga pola
makan. Mereka mengaku waktu kecil mereka sempat memiliki tubuh yang gemuk namun semakin mereka beranjak
dewasa mereka menyadari bentuk tubuh ideal yang mereka inginkan seperti apa. Responden pun mengaku tidak
ingin memiliki bentuk tubuh seperti orang tua mereka dikarenakan mereka menyadari akibat dari memiliki tubuh
dengan bobot berlebih dapat beresiko mengalami berbagai banyak penyakit dan mereka mengaggap bobot tubuh
yang berlebihan akan membuat mereka tidak menarik lagi dan akan selalu dijadikan bahan olokan oleh teman
mereka.
Anak yang obesitas cenderung akan mengalami obesitas hingga dewasa dimana 40 – 70 % anak-anak yang obesitas
akan tetap obesitas hingga dewasa. Hasil29 yang menyatakan bahwa dalam satu keluarga dimana kedua
orangtuanya diklasifikasikan mengalami obesitas ternyata 19,8% anak- anaknya akan mengalami obesitas. Hal ini
dapat dibandingkan dengan hanya 6,7% bila kedua orang tuanya tidak obesitas.
Anak yang memiliki orang tua obesitas memiliki resiko mengalami obesitas lebih besar bila dibandingkan dengan
anak yang tidak memiliki riwayat obesitas. Tapi bukan tidak mungkin seorang anak yang tidak memiliki riwayat
obesitas mengalami obesitas. Tidak sedikit ahli kesehatan yang menilai bahwa faktor genetik bukanlah hal utama
dalam peningkatan resiko kegemukan dan obesitas pada anak. Hal ini mengacu pada fakta bahwa tidak terdapat
perubahan genetik yang bermakna pada manusia selama kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, sedangkan
peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas di seluruh dunia menunjukkan fenomena sebaliknya 30.
Menurut31, bila kedua orang tua obes, 80% anaknya menjadi obes, bila salah satu orang tua obes, kejadian obes
menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obes, prevalensi menjadi 14%. Anak yang salah satu orang tuanya
mengalami obesitas, berkemungkinan 40% mengalami obesitas.
Hubungan Durasi Tidur dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar yang menyebabkan reaksi individu terhadap lingkungan sekitar menurun
bahkan hilang. Menurut National Sleep Foundation durasi tidur untuk remaja usia 14-17 tahun yaitu 8 – 10 jam
dalam sehari. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara durasi tidur dengan kejadian obesitas pada
siswa di SMA Negeri 4 Kendari. Penelitian ini sejalan dengan penelitian 32 tentang hubungan jumlah jam tidur
dengan indeks massa tubuh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang menunjukkan
hasil terdapat korelasi yang sangat lemah dan tidak bermakna pada penurunan jumlah jam tidur dengan
peningkatan IMT dengan nilai p = 0,205.
Remaja di SMA Negeri 4 Kendari memiliki rata-rata waktu tidur 8-9 jam perhari dan tidak biasa melakukan tidur
siang. Remaja dalam penelitian ini cukup aktif dan cenderung memiliki waktu tidur kurang. Dalam penelitian
diperoleh hasil bahwa dari 34 responden yang mengalami obesitas dengan durasi tidur kurang sebanyak 21 orang
dan durasi tidur cukup sebanyak 13 orang . Sedangkan pada kelompok remaja yang tidak obesitas dari 55
responden terdapat 30 orang yang durasi tidurnya kurang dan 25 orang yang durasi tidurnya cukup.
Dari penelitian ini terlihat bahwa pada kelompok remaja yang mengalami obesitas sebagian besar memiliki durasi
tidur yang kurang. Namun hasil yang didapatkan juga menujukkan remaja yang tidak obesitas juga banyak memilki
durasi tidur yang kurang. Remaja yang obesitas maupun yang tidak obesitas sama-sama memiliki waktu tidur yang
kurang hal ini dikarenakan masa remaja yang masih mengalami masa pubertas sehingga cenderung memiliki
kebiasaan tidur larut malam atau munculnya kebiasaan begadang dengan berbagai alasan tertentu seperti
mengerjakan tugas sekolah, bermain game online, menggunakan sosial media, bahkan hanya sekedar chating atau
smsan dengan teman dekat atau pacar.
Penelitian33 mengenai hubungan durasi tidur yang pendek dengan peningkatan risiko obesitas pada remaja di
Eropa. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu orang yang durasi tidurnya lebih singkat menunjukkan nilai
yang tinggi pada Body Mass Index, lemak tubuh, waist and hip circumference, dan fat mass index (p < 0,05),
khususnya pada wanita. Kemudian Chaput dkk pada tahun 2011, menemukan hanya durasi tidur yang pendek (<10
jam/malam) secara independen berhubungan dengan resiko overweight/obesitas. Durasi waktu tidur yang pendek
(<8 jam) dengan kejadian obesitas hanya mempengaruhi usia muda (anak dan remaja) serta dewasa muda,
sedangkan pada dewasa lanjut, tidak terbukti 34.
Penelitian yang banyak dilakukan menemukan bahwa adanya hubungan antara durasi tidur dengan terjadinya
obesitas. Hal ini disebabkan oleh sejumlah hormon memediasi interaksi antara durasi tidur yang pendek,
metabolisme dan tingginya IMT. Dua hormon kunci yang mengatur nafsu makan yaitu leptin dan ghrelin. Kedua
hormon ini memainkan peranan yang signifikan dalam interaksi antara durasi tidur yang pendek dan tingginya IMT.
Leptin adalah adipocyte-derived hormon yang menekan nafsu makan. Ghrelin
11
sebagian besar adalah peptide yang berasal dari abdomen yang menstimulasi nafsu makan. Mediator lain yang
memberi kontribusi terhadap metabolisme adalah adiponektin dan insulin. Adiponektin adalah hormon yang baru
diketahui disekresi oleh adiposit dan berhubungan dengan sensitifitas insulin 35.
Berdasarkan hasil penelitian lebih lanjut diperoleh penyebab kurang tidur pada remaja obesitas diakibatkan oleh
adanya gangguan tidur yang mereka rasakan sehingga menyebabkan remaja sering terbangun ditengah malam dan
sulit untuk tertidur kembali. Sedangkan pada remaja yang tidak obesitas penyebab kurang tidur dikarenakan
mereka memiliki kebiasaan begadang dengan melakukan berbagai kegiatan yang mereka kerjakan. Kedua kelompok
responden memiliki alasan tertentu penyebab mereka mengalami durasi tidur yang singkat namun hal ini tidak
mempengaruhi mereka untuk makan ditengah malam meskipun mereka merasakan lapar. Hal ini dikarenakan rasa
malas untuk kedapur ataupun bangun dari tempat tidur sehingga mereka menahan rasa lapar yang dirasakan.
Meskipun hasil penelitian yang dilakukan tidak mendapatkan hubungan antara durasi tidur dengan terjadinya
obesitas pada remaja namun durasi tidur khususnya pada keadaan kurang tidur kemungkinan besar dapat menjadi
faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja dengan adanya peran berbagai hormon didalam tubuh.
SIMPULAN
1. Ada hubungan antara pola makan dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tahun 2016.
2. Ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4
Kendari Tahun 2016.
3. Ada hubungan antara uang jajan dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari Tahun
2016.
4. Ada hubungan antara parental fatness dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tahun 2016.
5. Tidak ada hubungan antara durasi tidur dengan kejadian Obesitas pada remaja di SMA Negeri 4 Kendari
Tahun 2016.

SARAN
1. Bagi pihak sekolah perlu diadakannya program kesehatan pada penderita obesitas melalui usaha
kesehatan sekolah (UKS) atau bimbingan konseling (BK) seperti : diet sehat remaja, penyuluhan gizi
seimbang, dan memberikan
edukasi tentang bahaya konsumsi fast food dan snack secara berlebihan.
2. Diadakannya kembali kegiatan senam pagi bersama 1 hari dalam satu minggu diluar dari jadwal
pelajaran olahraga dan melakukan kegiatan rutin jalan santai bersama dengan seluruh siswa dan guru agar
menumbuhkan kesadaran untuk hidup sehat.
3. Bagi orang tua diharapkan untuk mengontrol uang jajan siswa di sekolah dan menghimbau anak untuk
tidak membeli makanan fast food dan snack secara berlebihan.
4. Diharapkan perhatian dari orang tua yang mengalami obesitas untuk lebih membatasi dan mengawasi
kebiasaan makan anak yang berlebihan, tinggi kalori namun rendah serat agar anak dapat mengkonsumsi
makanan tersebut tidak berlebihan. Orang tua juga perlu membiasakan hidup sehat yaitu mengajak anak
untuk lebih banyak beraktivitas atau berolahraga.
5. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara
durasi tidur dengan terjadinya obesitas pada remaja.

DAFTAR PUSTAKA
1. Proverawati. 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja. Yogyakarta: Nuha Medika
2. Sawello, M.A. & Malonda, N.S.2012. “Analisis Aktivitas Ringan Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas
Pada Remaja Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Manado”. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi Manado
3. Marie Ng, Fleming, T., Robinson, M., Thomson, B., Graetz, N., Margono, C., Mullany, E. C., Biryukov, S.,
Abbafati, C., Abera, S. F., Abraham, J.P., Rmeileh Abu, Achoki, T., Albuhairan, F.S., Alemu, Z.A., Alfonso, R.,
Ali, M.K., Ali, R., Guzman, N.A., Ammar, W., Anwari, P., Banerjee, A., Barquera, S., Basu, S., Bennet, D.A.,
Bhutta, Z., Blore, J., Cabral, N., Nonato, I.C., Chang, J.C., Chowdhury, R., Courville, K.J., Criqui, M.H., Cundiff,
D.K., Dabhadkar, C.K., Dandona, L., Davis, A., Dayama, A., Dharmaratne, S.D. ”Global, Regional, and
National Prevalence of Overweight and Obesity in Children and Adults during 1980–2013: A Systematic
Analysis for the Global Burden of Disease Study 2013”. Lancet 2014; 384: 766–81
4. Kemenkes RI. 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta
5. Sargowo D., & Andarini S. “Pengaruh Komposisi Asupan Makan terhadap Komponen Sindrom Metabolik
pada Remaja. Jurnal Kardiologi
12
Indonesia” · Vol. 32, No. 1 · Januari - Maret 2011. J Kardiol Indones. 2011;32:14-23 ISSN 0126/3773
6. Suryaputra, K, & Nadhiroh, S.R. (2012). “Perbedaan Pola Makan dan Aktivitas Fisik Antara Remaja
Obesitas dengan Non Obesitas” . Makara, Kesehatan, Vol. 16, No. 1, 45-50
7. Utomo, G.T. 2012. Pengaruh Latihan Senam Aerobik terhadap Penurunan Berat Badan, Persen Lemak
Tubuh dan Kadar Kolesterol pada Remaja Putri Penderita Obesitas di Sanggar Senam Studio 88 Salatiga.
Vol. 1 No.1. Semarang: Universitas Negeri Semarang
8. Mujur, A. (2011). Hubungan Antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Berat Badan Lebih
Pada Remaja (Studi Kasus di Sekolah Menengah Atas 4 Semarang).[Skripsi] Semarang : Universitas
Diponegoro
9. Siregar, R. (2013). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Overweight pada Mahasiswa di Stikes
Medistra Indonesia Tahun 2013. [Karya Tulis Ilmiah] Bekasi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra
Indonesia
10. American Academy of Pediatrics. Active Healthy Living : Prevention of Childhood Obesity through
Incresaed Physical Activity. Pediatrics. 2006. p. 1834-1832
11. Damopolii, W., Mayulu, N., Masi, G. 2013. Hubungan Konsumsi Fastfood dengan Kejadian Obesitas
pada Anak SD di Kota Manado. Ejournal Keperawatan (E-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013
12. Bin Zaal, A. A, Musaiger, A. O., and D'Souza, R. “Dietary habits associated with obesity among
adolescents in Dubai, United Arab Emirates,” Nutricion Hospitalaria, vol. 24, no. 4, pp. 437–444, 2009
13. Swinburn, B.A., Caterson, I., Seidell J. C., and James, W. P. T. “Diet, Nutrition and The prevention of
Excess Weight Gain and Obesity,” Public Health Nutrition, vol. 7, no. 1A, pp. 123–146, 2004.
14. Musaiger, A.O. 2004. “Overweight and Obesity in the Eastern Mediterranian Region : Can We Control
It?”. Eastern Mediterranian Health Journal.
15. Franc GC, Hong Li-Tsu, Toma R. 1992. The nutrient analysis and sensory evaluation of a new recipe for
school lunch-modified Chinese meat bun. Abstrack presented at the california dietetic association ; Los
Angeles, California.
16. Kurdaningsih, S.V., Sudargo, T., Lusmilasari, L. 2016. “Physical Activity and Sedentary Lifestyle Towards
Teenagers’ Overweight/Obesity Status”. International Journal Of Community Medicine And Public Health.
Mar;3(3):630-635.
DOI: Http://Dx.Doi.Org/10.18203/2394-6040.Ijcmph20160623
17. Nuraliyah. (2013). Aktivitas Fisik dan Durasi Tidur pada Penderita Overweight dan Obesitas Mahasiswa
Universitas Hasanuddin. [Skripsi] Makassar : Universitas Hasanuddin
18. Proverawati. 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja. Yogyakarta: Nuha Medika
19. Shehu, R. A., Abdullahi, A. A. & Adekeye, D. S. 2010. Sedentary Lifestyle and Wellness in Kaduna State,
Nigeria
20. Sawello, M.A. & Malonda, N.S.2012. “Analisis Aktivitas Ringan Sebagai Faktor Risiko Terjadinya
Obesitas Pada Remaja Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Manado”. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi Manado
21. Meenu, S. & Madhu, S. 2005. Risk Factors for Obesity in Children, Department of Pediatrics, Advanced
Pediatric Center, Postgraduate Institute of Medical Education and Research, Chandigarh, India.
22. Imtihani, T.R. (2012). Hubungan Pengetahuan,Uang Saku,Motivasi, Promosi,dan Peer Group dengan
Frekuensi Makanan Cepat Saji (Western Fast Food) pada Remaja Obesitas.[Skripsi] Semarang : Universitas
Diponegoro
23. Susanti, Eri., 2008. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan
Cepat Saji Siswa SMAN 2 Jember. [Skripi]. Jawa Timur : Universitas Jember.
24. Baum II CL, Ruhm CJ. (2007). “Age, Sosio Economic status and Obesity Growth” Cambridge: National
Bureau of Economic Research Working Paper No. 13289. (Online) Tersedia :
http://www.nber.org/papers/w13289. diakses 23 Maret 2016
25. Parengkuan, R.R., Mayulu, N., Ponidjan, T. (2013). “Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian
Obesitas pada Anak Sekolah Dasar di kota Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran.
Universitas Sam Ratulangi
26. Hadi, S.M., Sulityowati, E., Mifbakhuddin. 2005 “Hubungan pendapatan perkapita, pengetahuan gizi
ibu dan aktivitas fisik dengan obesitas anak kelas 4 dan 5 di SD Hj. Isriati Baiturrahman kota Semarang”.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. 2005; 2(1):7-12.
27. Salam. A. (2010). “Faktor Risiko Kejadian Obesitas Pada Remaja”.Jurnal MKMI Vol 6 No.3 Juli 2010, Hal
185-190
13
28. Budiyati. 2011. Faktor Penyebab Obesitas pada Anak Sekolah di SD Islam Al-Azhar 14 Kota Semarang.
[Tesis]. Depok : Universitas Indonesia
29. Simatupang, R..M. 2008. Pengaruh Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik dan Keturunan terhadap Kejadian
Obesitas pada Siswa Sekolah Dasar Swasta di Kecamatan Medan Baru Kota Medan [Tesis]. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
30. Wahyu, Genis Ginanjar. 2009. Obesitas Pada Anak. Yogyakarta : B First–Bentang Pustaka
31. Hidayati. (2006). Obesitas pada Anak.[terhubungberkala]. (Online) tersedia : www.pediatrik.com.
Diakses 23 Maret 2016.
32. Manik, C.P.N. 2011. Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara [Skripsi] Medan : Universitas Sumatera Utara
33. Garaulet, M., Ortega, FB., Ruiz, JR., Rey-Lopez, JP., Beghin, L., Manios, Y., Cuenca-Garcia, M., Plada, M.,
Diethelm, K., Kafatos, A., Molnar, D., Al-Tahan, J., Moreno, LA. 2011, “Short sleep duration is associated
with increased obesity markers in European adolescents : effect of physical activity and dietary habits”.
Pediatric Original Article : International Journal of Obesity (2011) 35, 1308–1317
34. Magee, CA. Caputi, P., Iverson, DC. (2010). “Is sleep Duration Association with Obesity in Older
Australian Adult?” Journal of aging and health 22(8) 1235–1255.
35. Littman, AJ., Vitiello, MV., Foster-Schubert, K., Ulrich, CM., Tworoger, SS., Weigle, DS and McTiernan, A.
2007. “Sleep, Ghrelin, Leptin and Changes in Body Weight during a 1-year Moderate-intensity Physical
Activity Intervention”. International Journal of Obesity (2007) 31, 466–475
36. Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai