Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Obesitas merupakan masalah yang muncul di seluruh dunia baik dunia yang
sedang berkembang maupun negara yang sudah maju. Obesitas dan overweight,
adalah dua istilah yang sering digunakan untuk menyatakan adanya kelebihan
berat badan. Kedua istilah ini sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda.
Kata obesitas yang berasal dari bahasa latin mempunyai arti makan berlebihan,
tetapi saat ini obesitas atau gemuk didefinisikan sebagai suatu kelainan atau
penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara
berlebihan. Overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat
ideal yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau jaringan non
lemak, misalnya pada seorang atlit binaragawan kelebihan berat badan dapat
disebabkan oleh hipertrofi otot. Obesitas terjadi bila besar dari jumlah sel lemak
bertambah pada tubuh. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel
lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlah sel lemak tersebut akan
berambah di sekitar jaringan adiposa yang dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan (Oetomo, 2011).
Menurut WHO obesitas merupakan suatu masalah global. Pada tahun 2005
sekitar 1,6 miliar orang dewasa di atas usia 15 tahun kelebihan berat badan,
setidaknya 400 juta orang dewasa menderita obesitas dan setidaknya 20 juta anak
di bawah usia 5 tahun kelebihan berat badan. Para ahli percaya jika
kecenderungan ini terus berlangsung pada tahun 2015 sekitar 2,3 miliar orang
dewasa akan kelebihan berat badan dan lebih dari 700 juta akan obesitas. Skala
masalah obesitas memiliki sejumlah konsekuensi serius bagi individu dan sistem
kesehatan pemerintah (News medical, 2012).
Data obesitas yang ada di Indonesia belum mampu menggambarkan
prevalensi obesitas dari seluruh jumlah penduduk yang ada di Indonesia. Dari
penelitian yang pernah dilakukan bahwa 8,1% penduduk laki-laki yang ada di
Jakarta mengalami overweight dengan rata-rata usia sekitar lebih dari 18 tahun,
dan sekitar 6,8% mengalami obesitas. Sedangkan untuk wanita yang mengalami
overweight sekitar 10,5%, dan 13,5% mengalami obesitas (Depkes RI, 2004).
Obesitas dapat berdampak pada psikososial bagi individu karena dapat
menghambat kegiatan jasmani, sosial dan psikososial. Obesitas merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya beberapa penyakit seperti diabetes millitus, batu
empedu, penyakit kardiovaskuler, hipertensi, osteoarthritis, stroke dan kanker.
Semakin tinggi prevalensi obesitas akan meningkatkan kejadian penyakit tersebut.
Selain itu resiko obesitas sangat bervariasi mulai dari kematian dini sampai
dengan kualitas hidup yang rendah (Soegih,2009).
Berdasarkan gambaran tersebut diatas diperlukan pengelolaan obesitas yang
tepat mulai dari pencegahan, pengelolaan dan pengobatannya baik untuk
mencegah tidak terjadinya obesitas, menurunkan berat badan serta mengobati
penyakit komorbid. Saat ini kecenderungan pengelolaan obesitas mengalami
peningkatan tidak hanya menurunkan berat badan dan mengobati komorbid tetapi
saat ini pasien menghendaki bentuk tubuh yang proporsional dan serasi.
1.2 Rumusan Masalah
1

2
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7
1.2.8
1.2.9

Apa pengertian dari morbid obesity?


Apa saja klasifikasi dari morbid obesity?
Bagaimana etiologi dari morbid obesity?
Bagaimana patofisiologi dari morbid obesity?
Bagaimana WOC dari morbid obesity?
Bagaimana manifestasi klinis dari morbid obesity?
Apa saja pemeriksaan penunjang dari morbid obesity?
Bagaimana penatalaksanaan medis dari morbid obesity?
Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
morbid obesity?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mengerti dan memahami tentang konsep dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan morbid obesity dan komplikasinya pada sistem
endokrin dan metabolik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang definisi dari morbid obesity.
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang klasifikasi dari morbid
obesity.
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi dari morbid obesity.
4. Mahasiswa mengetahui dan memahami patofisiologi dari morbid obesity.
5. Mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu menjelaskan proses
perjalanan penyakit dari WOC morbid obesity.
6. Mahasiswa mengetahui dan mengerti manifestasi klinis dari morbid obesity.
7. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang dari
morbid obesity.
8. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan penatalaksanaan medis dari
morbid obesity.
9. Mahasiswa mampu membuat proses asuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah morbid obesity.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian ilmu keperawatan
dan bahan pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam Asuhan
Keperawatan Klien dengan kasus Morbid Obesity.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan
pengetahuan, pencegahan dan penatalaksanan morbid obesity.
2. Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan terutama perawat dalam
penatalaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan morbid obesity.

BAB 2

3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Obesitas
Kata obesitas berasal dari bahasa latin: obesus, obedere yang artinya gemuk
atau kegemukan. Obesitas atau gemuk merupakan suatu kelainan atau penyakit
yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan
(Sudoyo et al, 2006).
Obesitas adalah peningkatan lemak tubuh (body fat). Overwight adalah
peningkatan berat badan relatif apabila dibandingkan terhadap standar. Obesitas
sentral adalah peningkatan lemak tubuh yang lokasinya lebih banyak di daerah
abdominal dari pada di daerah pinggul, paha atau lengan (Soegih,2009)
Ditinjau dari segi klinis, obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang
umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh
dan kadang terjadi perluasan kedalam jaringan organnya. Obesitas merupakan
salah satu bentuk salah gizi yang banyak dijumpai di antara golongan masyarakat
dengan sosial ekonomi tinggi. Menurut World Health Organization (WHO) 2006,
obesitas didefenisikan sebagai kumpulan lemak berlebih yang dapat mengganggu
kesehatan dengan Body Mass Index (BMI) 30 kg/m2.
2.2 Epidemiologi Obesitas
2.2.1 Distribusi dan Frekuensi Obesitas
1) Menurut Orang (Person)
Masalah obesitas banyak dialami oleh beberapa golongan masyarakat,
antara lain balita, anak sekolah, remaja, orang dewasa, dan orang lanjut usia.
Hasil pemantauan masalah gizi lebih pada orang dewasa yang dilakukan
oleh Departemen Kesehatan tahun 1997 menunjukkan, prevalensi obesitas
pada orang dewasa (18 tahun) adalah 2,5% (pria) dan 5,9% (wanita).
Prevalensi obesitas tertinggi terjadi pada kelompok wanita berumur 41-55
tahun (9,2%).
Dari survei Indeks Masa Tubuh (IMT) pada kelompok usia 60 tahun
di kota besar di Indonesia tahun 2004, 15,6% pria dan 26,1% wanita
mengalami obesitas.16 Sedangkan menurut penelitian pada usia lanjut
kelompok binaan Puskesmas di Kecamatan Kota Arga Makmur Kabupaten
Bengkulu Utara (2005), 19 orang (30,6%) lansia mengalami obesitas dari 62
responden. Menurut penelitian Juwita (2007), pada lansia di Posyandu
Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Medan, 25 orang (20,7%) lansia
mengalami obesitas dari 121 responden.
Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat
badan berlebih (overweight), dan 400 juta diantaranya mengalami obesitas.
Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami
overweight dan 700 juta di antaranya obesitas. Di Indonesia, menurut data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas
pada penduduk berusia 15 tahun adalah laki-laki 13,9% dan perempuan
23,8%.
2) Menurut Tempat (Place)

4
WHO (2004) menyatakan bahwa obesitas telah menjadi masalah
dunia. Panama tercatat sebagai negara dengan prevalensi obesitas tertinggi
di dunia, yakni 37%. Setelah itu Peru (32%) dan Amerika Serikat (31%). Di
daerah perkotaan Cina, prevalensi overweight adalah 12,0% pada laki-laki
dan 14,4% pada perempuan, sedang di daerah pedesaan prevalensi
overweight pada laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 5,3% dan
9,8%.
Menurut penelitian Sjarif, dkk (2002) melakukan penelitian di 10
kota-kota besar yaitu Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Semarang, Solo,
Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Manado dengan subyek siswa sekolah
dasar. Hasilnya memperlihatkan prevalensi obesitas pada anak sebesar
17,7% di Medan, Padang 7,1%, Palembang 13,2%, Jakarta 25,0%,
Semarang 24,3%, Solo 2,1%, Yogyakarta 4,0%, Surabaya 11,4%, Denpasar
11,7%, dan Manado 5,3%.
Prevalensi nasional obesitas pada penduduk dewasa berusia 15
tahun di 10 provinsi di Indonesia tahun 2007 adalah Sulawesi Utara
(33,3%), Jakarta (26,9%), Gorontalo (26,3%), Maluku Utara (24,4%),
Kalimantan Timur (23,5%), Papua Barat (23,0%), Kepulauan Riau (22,8%),
Papua (22,4%), Bangka Belitung (22,2%), dan Sumatera Utara (20,9%).
3) Menurut Waktu (Time)
National Health Survey (2004-2005), pada penduduk Australia
menunjukkan data hasil prevalensi overweight meningkat dari 29,5%
menjadi 32,6% dan obesitas dari 11,1% menjadi 16,4% pada kelompok
umur 55-64 tahun. WHO menyatakan bahwa obesitas telah menjadi
masalah dunia. Data yang dikumpulkan dari seluruh dunia memperlihatkan
bahwa terjadi peningkatan prevalensi overweight dan obesitas pada 10-15
tahun terakhir, saat ini diperkirakan sebanyak lebih dari 100 juta penduduk
dunia menderita obesitas.
Jumlah penderita obesitas di Indonesia terus bertambah dari tahun ke
tahun. Berdasarkan data SUSENAS tahun 1989, prevalensi obesitas di
Indonesia adalah 1,1 % dan 0,7%, masing-masing untuk kota dan desa.
Angka tersebut meningkat hampir lima kali menjadi 5,3 % dan 4,3 % pada
tahun 1999. SUSENAS (2004) prevalensi obesitas mencapai 11,0%.32 Di
Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi Obesitas
Indonesia (HISOBI) tahun 2004 mendapatkan angka prevalensi obesitas
(IMT30 kg/m2) 9,16 % pada pria dan 11,02 % pada wanita.
2.3 Etiologi
Obesitas penyebabnya multifaktorial, dan berbagai penemuan terbaru yang
berkaitan dengan penyebab obesitas menyebabkan obesitas terus berkembang.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa obesitas (peningkatan lemak tubuh)
70% dipengaruhi oleh lingkungan dan 30% genetik.
Menurut Soegih, 2009 penyebab morbid obesity terdiri dari :
1) Perilaku dan Lingkungan
1. Makanan
Faktor yang berpengaruh dari asupan makanan terhadap
terjadinya obesitas adalah: kuantitas, porsi perkali makan,
kepadatan energi dari makanan yang dimakan, kebiasaan makan

5
(contohnya kebiasaan makan malam hari), frekuensi makan, dan
jenis makan.
2. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan kebutuhan energi, sehingga apabila aktifitas fisik
rendah maka kemungkinan terjadinya obesitas akan meningkat.
Obesitas banyak dijumpai pada orang yang kurang melakukan
aktifitas fisik dan kebanyakan duduk. Saat sekarang ini, dengan
meningkatnya mekanisasi dan kemudahan transportasi, orang
cenderung kurang gerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk
aktifitas. Dengan demikian, kurangnya pemanfaatan tenaga akan
menyebabkan simpanan tenaga/energi di dalam tubuh yang lambat
laun akan semakin bertumpuk sehingga menyebabkan obesitas.
Jadi memperbanyak aktifitas fisik sangat dianjurkan Kemajuan
teknologi menyebabkan berkuranganya kebutuhan untuk
menggunakan tenaga otot manusia dalam melaksanakan tugas
manual yang memerlukan banyak energi. Dari segi transportasi,
semakin banyak orang menggunakan kendaraan, ketimbang
berjalan kaki atau bersepeda walaupun pada jarak yang tidak jauh.
Dengan kemajuan teknologi, dimana tenaga manusia telah banyak
digantikan oleh mesin, sehingga manusia menjadi semakin
dimanjakan. Oleh karena itu, manusia menjadi kurang melakukan
aktifitas fisiknya sehingga obesitas menjadi lebih merupakan
masalah kesehatan masyarakat.
3. Obat
Terdapat beberapa obat-obatan yang terbukti meningkatkan
kemungkinan terjadinya obesitas.
Tabel 1. Obat-obatan yang dapat meningkatkan berat badan
menurut Bray (2004) ditinjau dari Soegih (2009).
Category
Drugs that cause weight gain
Neuroleptics
Thioridazine, olanzepine quetiapine,
Antidepressants
resperidone clozapine, ziprasodone
Tricyclics
Amitriptyline, nortriptyline
Monoamine oxidase inhibitors
Impramine, mitrazapine paroxitine
Selective seronim reuptake
Valproate, cerbamazepine
inhibitors
gabapentin
Anti-convulsants
Insulin, sulfonylireas
Anti-diabetic drugs
thiazolidinediones
Anti-serotonim
Pizotifen
Antihistamines
Cyproheptidine
-adrenargic blokers
Propanol, terazosin
Steroid hormones
Contraceptives, glucocorticoids,
progestational steroids
Terdapat beberapa obat yang dapat merangsang pusat lapar di
dalam tubuh. Dengan demikian, seseorang yang mengkonsumsi
obat tersebut akan meningkatkan nafsu makannya. Apalagi jika
digunakan dalam waktu yang relatif lama, seperti dalam keadaan
penyembuhan suatu penyakit. Misalnya pemberian obat oral

4.

5.

6.

7.

antidiabetes (OAD) pada penderita diabetes mellitus tipe II dapat


menyebabkan penambahan berat badan. Oleh karena itu,
penggunaan obat ini sebaiknya bila diperlukan saja. Obat yang
dapat merangsang nafsu makan lainnya yaitu pil kontrasepsi,
kortikosteroid, dan antidepresan trisiklik.
Faktor Psikologis
Faktor psikologis sering juga disebutkan sebagai salah satu
faktor predisposisi yang dapat mendorong terjadinya obesitas.
Gangguan emosional akibat adanya tekanan psikologis atau
lingkungan kehidupan masyarakat yang dirasakan tidak
menguntungkan, dapat mengubah kepribadian seseorang sehingga
orang tersebut menjadikan makanan sebagai pelariannya.
Genetik (Riwayat keluarga)
Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang juga
berperan dalam timbulnya obesitas. Telah lama diamati bahwa
anak-anak obesitas umumnya berasal dari keluarga dengan orang
tua obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas sekitar 40-50%
anak-anaknya akan mengalami obesitas, sedangkan bila kedua
orang tuanya obesitas, 80% anak-anaknya akan menjadi obesitas.
Timbulnya obesitas dalam keluarga semacam ini lebih ditentukan
karena kebiasaan makan dalam keluarga yang bersangkutan, dan
bukan karena faktor genetis yang khusus. Hanya saja penelitian di
laboratorium gizi Dunn di Cambridge, Inggris baru-baru ini
menunjukkan peran faktor genetis.
Metabolisme Basal
Metabolisme basal adalah metabolisme yang dilakukan oleh
organ-organ tubuh dalam keadaan istirahat total (tidur). Kecepatan
metabolisme basal setiap orang berbeda, ada yang tinggi dan ada
juga yang rendah. Seseorang yang mempunyai kecepatan
metabolisme rendah akan cenderung lebih mudah gemuk jika
dibandingkan dengan orang yang mempunyai kecepatan
metabolisme tinggi. Pada umumnya, berat badan akan semakin
meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Secara alami,
metabolisme basal pada usia yang semakin senja akan semakin
menurun. Sejalan dengan itu, aktifitas fisiknya pun juga semakin
berkurang.
Hormon
Hormon adalah salah satu faktor obesitas. Hormon leptin,
estrogen dan hormon pertumbuhan mempengaruhi nafsu makan,
metabolisme dan distribusi lemak tubuh. Orang obesitas memiliki
kadar hormon ini yang mendorong akumulasi lemak tubuh. Pada
wanita yang telah mengalami menopause, fungsi hormon tiroid di
dalam tubuhnya akan menurun. Akibatnya, kemampuan untuk
menggunakan energi akan berkurang. Apalagi pada usia lanjut
terjadi penurunan metabolisme basal tubuh sehingga mempunyai
kecenderungan untuk meningkat berat badan. Selain hormon tiroid,
hormon insulin juga dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas.
Hormon insulin mempunyai peranan dalam menyalurkan energi ke

7
dalam sel-sel tubuh. Seseorang yang mengalami peningkatan
hormon insulin akan meningkat pula timbunan lemak di dalam
tubuhnya.
2.4 Manifestasi Klinis
Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi pada anak
biasanya timbul menjelang remaja dan dalam masa remaja terutama anak wanita,
selain berat badan meningkat dengan pesat, juga pertumbuhan dan perkembangan
lebih cepat (ternyata jika periksa usia tulangnya), sehingga pada akhirnya remaja
yang cepat tumbuh dan matang itu akan mempunyai tinggi badan yang relative
rendah dibandingkan dengan anak sebayanya.
Bentuk tubuh, Penampilan dan raut muka penderita obesitas:
1)
Paha tampak besar, terutama pada bagian proximal, tangan relatif kecil
dengan jari-jari yang berbentuk runcing.
2)
Kelainan emosi raut muka, hidung relatif tampak kecil dengan dagu yang
berbentuk ganda
3)
Dada dan payudara membesar, bentuk payudara mirip dengan payudara
yang telah tumbuh pada anak pria keadaan demikian menimbulkan
perasaan kurang menyenangkan.
4)
Abdomen, membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk lonceng,
kadang-kadang terdapat strie putih atau ungu.
5)
Lengan atas membesar, pada pembesaran lengan atas ditemukan biasanya
pada biseb dan trisebnya.
Pada penderita sering ditemukann gejala gangguan emosi yang mungkin
merupakan penyebab atau keadaan dari obesitas. Penimbunan lemak yang
berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa menekan paruparu, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun
penderitanya hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan bisa
terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara
waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut
dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seorang
yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit
dibandingkan dengan berat badan, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang
secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan
edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan
pergelangan kaki.
2.5 Patofisiologi
Metabolisme glukosa berperan penting dalam mengatur penumpukan lemak,
selama kelebihan kalori disimpan sebagai lemak dan kekurangan glukosa akan
terjadi pelepasan lemak sebagai sumber energi. Individu yang obesitas mampu
menyimpan lemaknya dengan mudah, namun tidak mampu melepas lemak ini
atau membakarnya untuk energi.
Faktor hereditas juga berperan penting dalam perkembangan obesity. Individu
yang mengalami kelebihan berat badan ditandai dengan kebiasaan makan pada
malam hari dan sering kali tidak makan saat pagi hari.

8
Ada teori yang menjelaskan mengenai perkembangan obesitas yaitu pertama,
teori sel adipose menjelaskan jumlah sel di jaringan adipose meningkat maka
ukuran sel lemak juga meningkat. Kedua, teori point set bahwa individu yang
mempunyai tingkat predetermine untuk berat badan relatif stabil selama usia
dewasa, maka dengan meningkatnya intake kalori maka metabolik rate meningkat
untuk membakar kelebihannya, bila intake dikurangi maka metabolisme menurun
untuk menyimpan energi.
Faktor sosial budaya juga berperan penting dalam peningkatan berat badan.
Pola makan tiap budaya dan sosial berbeda. Begitu juga dengan faktor psikologis
bisa memberikan suatu dasar untuk pola makan. Pada remaja juga kebiasaan
makannya adalah mencoba berbagai makanan dan senang makan dengan kawan
bermainn dibandingkan dengan keluarga. Para remaja umumnya emosional
mereka yang dipengaruhi adalah gangguan body image, harga diri rendah, isolasi
sosial, depresi dan merasa ditolak.

9
WOC

10
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
2.6.1 Pemeriksaan Metabolik atau Endokrin
Dapat
menyatakan
ketidaknormalan
misalnya
hipotiroidisme,
hipogonadisme, peningkatan pada insulin, hiperglikemia. Dapat juga
menyebabkan gangguan neuroendokrin dalam hipotalamus yang mengakibatkan
berbagai gangguan kimia.
2.6.2 Pemeriksaan Antropometri
Dapat memperkirakan rasio lemak dan otot
2.7 Pengukuran Obesitas
Banyak metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kriteria overweight
dan obesitas pada seseorang diantaranya adalah pengukuran Indeks Massa Tubuh
(IMT), tebal lemak bawah kulit, dan dengan menghitung rasio lingkar pinggang
terhadap lingkar panggul. Dalam hal ini, untuk menentukan overweight dan
obesitas dapat diketahui dengan menghitung indeks massa tubuh yang merupakan
indikator status gizi. Nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan
menggunakan rumus:
Berat Badan( Kg)
Indeks Massa Tubuh=
2
Tinggi Badan(m )
Tabel 2. WHO telah mendefenisikan sejumlah klasifikasi/kategori IMT yang dapat
mencerminkan risiko penyakit tertentu.
Klasifikasi
IMT
Risiko Penyakit
Kurus (underweight)
< 18,5
Rendah
Berat badan normal
18,5 24,9
Rata rata
Berat badan berlebih 25 29,9
Meningkat
(overweight)
Obesitas kelas 1
30 34,9
Sedang
Obesitas kelas 2
35 39,9
Berbahaya
Obesitas kelas 3 40,0
Sangat berbahaya
(obesitas morbid)
Mengemukakan batasan terhadap tingkat kegemukan dengan menggunakan
IMT, dimana berat badan dikatakan normal bila IMT 20,1-25 untuk laki-laki dan
18,7-22,8 untuk perempuan. Bila IMT di atas 25 maka digolongkan sebagai
overweight dan bila di atas 30 dinyatakan sebagai obese. Seseorang dikatakan
kurus atau underweight bila IMT nya sekitar 18,5-20. Sedangkan bila IMT nya
17,0-18,5 dinyatakan kurus dengan risiko tinggi terhadap infeksi.24Saat ini indeks
massa tubuh (IMT) sudah digunakan untuk penentuan status gizi pasien dewasa di
beberapa rumah sakit seperti di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo).
Dalam menentukan status gizi orang dewasa IMT ternyata sangat sensitif untuk
menentukan berat badan kurang, normal, dan lebih, baik pada laki-laki maupun
perempuan (Gibney et al,2008).

11
2.8 Jenis-Jenis Obesitas
2.8.1 Obesitas Berdasarkan Tempat Penimbunan Lemaknya
1. Obesitas Android (Tipe Apel)
Merupakan karakteristik obesitas pada laki-laki dengan ciri abdomen
besar, namun bagian paha dan pantat relatif kecil. Juga dapat terjadi pada
wanita menopause, yaitu bila lemak tertimbun di tengah bagian atas tubuh
(perut, dada, punggung, dan muka). Lemak yang menumpuk pada tipe
android sebagian besar merupakan lemak jenuh yang mengandung sel-sel
lemak yang besar, sehingga lebih mudah mengalami metabolisme.
Menurut Vague, seorang peneliti dari Perancis, tipe android
mempunyai risiko lebih tinggi terhadap penyakit yang berhubungan dengan
metabolisme lemak dan glukosa, seperti penyakit diabetes mellitus, jantung
koroner, stroke, dan tekanan darah tinggi. Namun kegemukan tipe ini lebih
mudah untuk menurunkan berat badan dibanding tipe ginoid asalkan
melaksanakan diet dan olahraga dengan disiplin
2. Obesitas Ginoid (Tipe Pear)
Merupakan karakteristik dari obesitas pada wanita dengan ciri
abdomen kecil, namun bagian panggul atau pantat dan paha relatif besar.
Hal ini disebabakan karena sel-sel yang ada pada daerah tersebut lebih
banyak terdiri dari lipoprotein lipase. Tipe ginoid lebih aman bila
dibandingkan dengan tipe android, sebab lebih kecil kemungkinan terserang
penyakit yang berhubungan dengan metabolisme lemak dan glukosa. Jenis
timbunan lemaknya adalah lemak tidak jenuh dengan ukuran sel lemaknya
lebih kecil dan lembek.

Obesitas Android

Obesitas Genoid

2.8.2 Obesitas Berdasarkan Kondisi Sel


1. Tipe Hiperplastik
Tipe hiperplastik merupakan kegemukan yang disebabkan oleh jumlah
sel lemak lebih banyak dibandingkan dengan kondisi normal. Akan tetapi,
ukuran sel lemak tersebut masih sesuai dengan ukuran sel yang normal.
Kegemukan tipe hiperplastik biasanya terjadi sejak masa anak-anak dan
sulit untuk diturunkan ke berat badan normal. Bila terjadi penurunan berat
tubuh sifatnya hanya sementara dan kondisi tubuh akan mudah kembali ke
keadaan semula.

12
2. Tipe Hipertropik
Kegemukan yang termasuk dalam tipe ini mempunyai jumlah sel yang
normal, tetapi ukuran sel lebih besar dari ukuran normal. Kegemukan ini
biasanya terjadi pada orang dewasa dan relatif lebih mudah menurunkan
berat tubuh dibanding tipe hiperplastik. Namun, kegemukan tipe ini
mempunyai risiko lebih mudah terserang penyakit gula dan tekanan darah
tinggi.
3. Tipe Hiperplastik-Hipertropik
Pada kegemukan tipe ini jumlah maupun ukuran sel yang terdapat
pada tubuh seseorang melebihi ukuran normal. Proses kegemukan dimulai
sejak masa anak-anak dan berlangsung terus hingga dewasa. Mereka yang
mengalami kegemukan tipe ini paling sukar menurunkan berat tubuh.
Dengan demikian, seseorang dengan tipe kegemukan seperti ini paling
mudah terserang berbagai penyakit degeneratif.
2.8.3 Obesitas Berdasarkan Tingkatan
Obesitas berdasarkan tingkatannya dapat dibagi menjadi lima tinkatan yaitu:
1) Simple obesity (kegemukan ringan), merupakan kegemukan akibat
kelebihan berat tubuh sebanyak 20% dari berat ideal dan tanpa disertai
penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan hiperlipidemia.
2) Mild obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh
antara 20-30% dari berat ideal yang belum disertai penyakit tertentu,
tetapi sudah perlu diwaspadai.
3) Moderat obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh
antara 30-60% dihitung dari berat ideal. Pada tingkat ini penderita
termasuk berisiko tinggi untuk menderita penyakit yang berhubungan
dengan obesitas.
4) Morbid obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh
dari berat ideal lebih dari 60% dengan risiko sangat tinggi terhadap
penyakit pernapasan, gagal jantung, dan kematian mendadak.
5) Sedangkan kegemukan atau obesitas berdasarkan usia yaitu kegemukan
masa bayi (infancy-onset obesity), masa anak-anak (childhood-onset
obesity), dan masa dewasa(adult-onsetobesity).
2.9 Komplikasi Obesitas
2.9.1 Hipertensi
Penderita kegemukan mempunyai risiko yang tinggi terhadap hipertensi.
Seseorang dikatakan menderita hipertensi bila tekanan systole >140 mmHg dan
diastole >90 mmHg. Penderita obesitas tipe buah apel beresiko lebih tinggi dalam
kemungkinan menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang kurus dan
penderita obesitas tipe buah pear.
Berat badan yang berlebih sudah tentu akan meningkatkan beban jantung
dalam memompa darah keseluruh tubuh. Hal ini menyebabkan tekanan darah
cenderung akan lebih tinggi. Selain itu, pembuluh darah pada lansia lebih tebal
dan kaku atau disebut aterosklerosis, sehingga tekanan darah akan meningkat.
Untuk itu lansia hendaknya mengurangi konsumsi natrium (garam), karena garam
yang berlebih dalam tubuh dapat meningkatkan tekanan darah.

13
2.9.2

Diabetes Mellitus (DM)


Obesitas dapat menyebabkan penyakit diabetes mellitus tipe II.
Sebagaimana diketahui, diabetes mellitus adalah suatu keadaan/kelainan dimana
terdapat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan
oleh kekurangan insulin atau tidak berfungsinya insulin, akibatnya gula dalam
darah tertimbun (tinggi). Biasanya 75% penderita DM tipe II adalah orang yang
mengalami obesitas atau riwayat obesitas.
Diabetes mellitus sebenarnya merupakan penyakit keturunan, tetapi
kondisi tersebut tidak selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan.
Pada umumnya, penderita diabetes mempunyai kadar lemak yang abnormal dalam
darah.
2.9.3 Kanker
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang mengalami obesitas
akan berisiko lebih tinggi untuk menderita kanker usus besar, rektum, dan kelenjar
prostat. Adapun pada wanita penderita obesitas, akan mengalami risiko terkena
penyakit kanker payudara dan rahim. Wanita yang telah menopause, umumnya
pada usia lebih dari 50 tahun dan mengalami kelebihan berat badan akan mudah
terserang penyakit kanker payudara. Untuk mengurangi risiko terkena kanker,
konsumsi lemak total harus dikurangi.
2.9.4 Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang terjadi akibat
penyempitan pembuluh darah koroner (pembuluh darah yang mendarahi dinding
jantung). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 500 penderita kegemukan
sekitar 88% mendapat risiko terserang penyakit jantung koroner. Meningkatnya
faktor risiko penyakit jantung koroner sejalan dengan terjadinya penambahan
berat badan seseorang.
Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang berlebihan akan meningkatkan
risiko penyakit ini. Lemak jenuh dan kolesterol hanya terdapat pada bahan
makanan hewani. Oleh karena itu, usia lanjut lebih disarankan mengkonsumsi
ikan karena dapat menurunkan risiko menderita penyakit jantung dibandingkan
sumber protein hewan lain. Pengaruh kegemukan pada penyakit jantung koroner
tidak selalu berdiri sendiri, tetapi biasanya diperburuk oleh faktor risiko lain
seperti hipertensi, diabetes, dan hiperlipidemia.
2.9.5 Arthritis dan Gout
Orang yang menderita kegemukan dan obesitas mempunyai risiko tinggi
terhadap penyakit arthritis (radang sendi) yang lebih serius bila dibandingkan
dengan orang yang memiliki berat badan ideal atau gemuk.
Gout merupakan salah satu bentuk penyakit arthritis atau lebih tepatnya
radang sendi akibat meningkatnya kadar asam urat dan terbentuknya kristal asam
urat pada sendi. Penyakit ini sering menyerang penderita kegemukan yang
mengalami kelebihan berat badan > 30% dari berat badan ideal dan kandungan
asam urat dalam darahnya tinggi.
2.9.6 Batu Empedu
Sewaktu tubuh mengubah kelebihan lemak makanan menjadi lemak tubuh,
cairan empedu lebih banyak diproduksi di dalam hati dan di simpan dalam
kantong empedu. Hal inilah yang meningkatkan risiko terkena penyakit batu
empedu (adanya endapan zat-zat berbentuk seperti batu di dalam empedu). Lebih
sering terjadi pada penderita obesitas tipe buah apel. Penurunan berat badan tidak

14
akan mengobati penyakit batu empedu, tetapi hanya akan membantu dalam
pencegahannya (Soegih, 2009).
2.10 Perawatan Obesitas
Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam perawatan obesitas antara
lain adalah:
1)
Haruslah ditumbuhkan keyakinan pada diri penderita, alasan-alasan apa
yang mengharuskan melakukan upaya menurunkan berat badannya.
Jadi langkah pertama adalah menumbuhkan motivasi dalam diri
penderita mengapa ia harus menurunkan berat badan.
2)
Penderita obesitas perlu diberikan pengetahuan dasar mengenai zat gizi
dan fungsinya, proses pembentukan dan penggunaan energi dalam
tubuh. Dengan demikian, penderita dituntun untuk mengusahakan
terjadinya keseimbangan antara pemasukan energi yang berasal dari
makanan yang dimakannya dan penggunaan energi oleh tubuh sehingga
ia mampu mengendalikan konsumsi makanan.
3)
Penderita obesitas harus dibebaskan dari berbagai informasi yang salah
yang mungkin didapatnya dari tulisan-tuisan yang bernada promosi atau
yang dibuat oleh penulis yang bukan ahli yang dapat membawa akibat
buruk bagi dirinya. Karena dasar penurunan berat badan adalah
mengurangi jumlah energi yang masuk yang berasal dari makanan dan
menaikkan pengeluaran energi melalui penambahan kegiatan fisik.
4)
Mendorong terjadinya perubahan perilaku. Tidak dapat di sangkal
bahwa untuk memenuhi diet secara sungguh-sungguh untuk penurunan
berat badan tidaklah mudah. Oleh karena itu, disamping pendekatan
dari sudut medis dan dietetika dalam upaya penanggulangan obesitas
juga dilakukan pendekatan psikologis untuk mendorong perubahan
perilaku.
5)
Mengenai kepatuhan penderita terhadap diet yang harus dijalani.
6)
Mengenai penyusunan diet yang diberikan harus didasarkan atas
kebiasaan dan perilaku penderita sehari-hari dalam hal makanan.
Mereka yang biasa sarapan pagi dengan roti sebagai makanan pokok,
harus diberi diet roti untuk makan pagi. Apabila penderita selalu merasa
tidak puas itu justru merupakan pendorong baginya untuk tidak
mematuhi dietnya (Aru et al, 2006).
2.11

Pencegahan Obesitas
Menurut Aru (2006) pencegahan obesitas terdiri dari:
1) Pencegahan Primer
Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan kepada
semua orang, khususnya kelompok yang berisiko menderita obesitas.
Dalam hal ini upaya promotif dan preventif dilakukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan lansia guna mencegah terjadinya
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan, termasuk
obesitas. Kegiatan yang dilakukan berupa:
1. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan
yang datang ke posyandu lansia secara periodik atau di puskesmas
dengan menggunakan KMS lansia.

15
2. Promosi kesehatan untuk mengubah perilaku masyarakat
khususnya lansia dalam hal konsumsi pangan (merencanakan menu
harian makanan dengan gizi seimbang, seperti membatasi konsumsi
lemak dan mengkonsumsi makanan berserat) dalam bentuk
penyuluhan.
3. Melakukan olahraga atau aktifitas fisik secara teratur sesuai dengan
kemampuan dan kondisi masing-masing lansia.
2) Pencegahan Sekunder
Upaya yang dilakukan bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang diakibatkan oleh proses degeneratif. Upaya yang
dilakukan adalah pengobatan bagi penderita obesitas. Diantaranya
penggunaan obat-obat pelangsing, akupuntur, dan pembedahan.

16
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2)

3.1 Pengkajian
1. Identitas
Obesitas dapat terjadi pada semua usia, baik anak-anak, dewasa maupun
lansia. Prevalensi terbanyak terjadi pada usia 15 tahun. Obesitas lebih
banyak dialami oleh wanita dibanding pria.
2. Keluhan utama
Sesak, nyeri sendi, takikardia.
3. Riwayat penyakit sekarang
Mulai terjadinya gejala dampak dari obesitas.
4. Riwayat penyakit dahulu
1) Riwayat penyakit
Penyakit yang berhubungan dengan metabolisme dan obesitas, seperti
hipertensi, stroke, batu empedu dan diabetes.
Obat-obatan
Mengkonsumsi pil diet atau produk herbal.
3) Operasi
Pernah menjalani operasi, seperti gastroplasti, bypass gaster.
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga dengan obesitas.
6. Riwayat psikososial
Tidak percaya diri, malu, dikucilkan oleh lingkungan.
7. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernafasan (B1 : Breath)
Distress nafas, wheezing, dispnea, orthopnea, sleep apnea.
2) Sistem Sirkulasi (B2 : Blood)
Hipertensi, takikardia, disritmia.
3) Sistem Persyarafan (B3 : Brain)
Somnolen. Cefalgia.
4) Sistem Perkemihan(B4 : Bladder)
Poliuri. Oliguri.
5) Sistem Pencernaan (B5 : Bowel)
Jumlah dan frekuensi makan berlebihan.
6) Sistem Muskuloskeletal ( B6 : Bone)
Malaise, nyeri sendi, edema, penurunan mobilitas dan fleksibilitas,
peningkatan sekresi keringat.
7) Sistem Reproduksi
Infertil: pada wanita: gangguan menstruasi, amenorea;
pada pria:
ginekomastia, hipogonad.
8. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial.
3) Nyeri akut berhubungan dengan ischemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri koroner.

17
4) Ketidakseimbangan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan berlebihan dalam kaitannya dengan kebutuhan metabolik, konsumsi
kalori.
5) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
perubahan tingkat kesadaran.
6) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
7) Harga diri rendah kronik berhubungan dengan pesepsi kurang dihargai orang
lain.
9. Intervensi Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : mempertahankan ventilasi adekuat.
Kriteria hasil : menunjukkan pola nafas efektif, tidak ditemukan suara nafas
tambahan, tidak terlihat otot bantu napas,RR dalam batas normal (1620x/menit).
Intervensi :
(1) Berikan oksigen tambahan.
Rasional : memaksimalkan bernapas dan murunkan kerja napas.
(2) Berikan posisi semi fowler.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan.
(3) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, ekspansi dada dan penggunaan
otot bantu pernapasan.
Rasional : kecepatan biasanya meningkat. Kedalaman tergantung pada
derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas berhubungan dengan
atelektasis/nyeri dada pleuritik.
(4) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas tambahan.
Rasional : bunyi napas menurun apabila terjadi obstruksi. Ronkhi atau
wheezing menyertai obtruksi jalan napas.
(5) Motivasi pasien untuk napas dalam.
Rasional : mengurangi ketidaknyamanan upaya bernapas.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial.
Tujuan : mempertahankan tekanan darah
Kriteria hasil : tekanan darah 110-100/90-70 mmHg, nadi 60-100x/menit,
CRT > 2 detik, akral hangat kering merah, tidak ada edema.
Intervensi :
(1) Berikan oksigen tambahan.
Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard agar
tidak hipoksia/iskemia.
(2) Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah dan nadi).
Rasional : monitor terjadinya takikardia dan hipotensi akibat penurunan
curah jantung.
(3) Auskultasi bunyi jantung
Rasional : mengidentifikasi adanya suara jantung tambahan (murmur).
(4) Pertahankan bedrest selama periode akut.
Rasional ; Menurunnya konsumsi/keseimbangan oksigen mengurangi
beban kerja otot jantung dan resiko dekompensasi.

18
(5) Pantau intake dan output cairan.
Rasional : ginjal berespons untuk menurunkan curah jantung dengan
menahan cairan dan natrium.
3) Nyeri akut berhubungan dengan ischemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri koroner.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri teratasi.
Kriteria hasil : menyatakan nyeri hilang, mendemonstrasikan penggunaan
teknik relaksasi, menunjukkan menurunnya
tegangan, rileks, mudah
bergerak.
Intervensi :
(1) Pantau karakteristik nyeri,catat laporan verbal,petunjuk nonverbal, dan
respon hemodinamik ( contoh, gelisah,nafas cepat,berkeringat).
Rasional : variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri terjadi
sebagai temuan pengkajian.
(2) Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi,
intensitas (0-10); lamanya; kualitas (dangkal/menyebar) dan penyebaran.
Rasional : nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan
oleh pasien.
(3) Bantu melakukan teknik relaksasi misalnya, napas dalam.
Rasional : membantu dalam penurunan persepsi nyeri dan meningkatkan
perilaku positif.
(4) Kolaborasi pemberian O2 nasal/masker.
Rasional : meningkatkan jumlah oksigen.
(5) Kolaborasi analgesik, contoh morfin sesuai indikasi
Rasional : Morfin IV adalah pilihan untuk menurunkan nyeri hebat.
4) Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan berlebihan dalam kaitannya dengan kebutuhan metabolik, konsumsi
kalori.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat menontrol
berat badan dihubungkan dengan makanan yang sehat
Kriteria hasil : pola makan sehat dan kontrol BB teridentifikasi, penurunan
BB dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
Intervensi :
(1) Kaji penyebab individu kegemukan misalnya, organik atau non organik.
Rasional : mengidentifikasi pilihan intervensi.
(2) Buat rencana makan dengan pasien.
Rasional : rencana dibuat dengan dan persetujuan pasien akan lebih
berhasil.
(3) Diskusikan pembatasan masukan garam dan obat diuretik.
Rasional : retensi air dapat menjadi masalah karena meningkatkan
masukan cairan dan mengakibatkan metabolisme lemak.
(4) Konsul dengan ahli gizi untuk menentukan kalori/kebutuhan nutrisi.
Rasional : pemasukan individu dapat dikalkulasi dengan berbagai
penghitungan berbeda, tetapi penurunan BB berdasarkan kebutuhan
basal kalori selama 24 jam.
(5) Rujuk ke intervensi bedah mis. Bypass sesuai indikasi.

19
Rasional : intervensi ini diperlukan bila kegemukan mengancam hidup.
5) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perubahan
tingkat kesadaran.
Tujuan : kesadaran membaik atau mempertahankan tingkat kesadaran.
Kriteria hasil : kesadaran membaik atau mempertahankan tingkat kesadaran,
fungsi kognitif, motorik/sensori baik, menunjukan tanda-tanda vital stabil
dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Intervesi :
(1) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab
khusus selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya
peningkatan TIK.
Rasional : menentukan penetapan intervensi dan tindakanselanjutnya.
(2) Pantau dan catat setatus neurologis sesering mungkin dibandingan
dengan kedaan normalnya.
Rasional : mengetahui tingkat kesadaran dan pontensial peningkatan
TIK.
(3) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : mendeteksi dini perubahan-perubahan yang memperparah
(4) Berikan oksigen sesuai dengan indikasi.
Rasional : menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi
serebral dan tekanan meningkat terbentuknya edema.
(5) Atur posisi kepala dengan posisi semi fowler dan dalam posisi anatomis
(netral).
Rasional : menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral.
(6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat sesuai dengan
indikasi
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : kebutuhan beraktivitas terpenuhi.
Kriteria hasil : aktivitas fisik meningkat, ROM normal, pasien bisa
melakukan aktivitas.
Intervensi:
(1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas pasien.
Rasional : menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
(2) Buat jadwal kegiatan yang harus dilakukan klien dan minta klien
melakukannya dengan disiplin.
Rasional : mengurangi kekakuan dan membiasakan klien beraktivitas.
(3) Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan.
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
(4) Kolaborasi dengan fisioterapi.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.

20
7) Harga diri rendah kronik berhubungan dengan pesepsi kurang dihargai orang
lain.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat meningkatkankan
perbaikan harga diri.
Kriteria hasil : menunjukkan penerimaan diri, mengakui diri sebagai individu
yang mempunyai tanggung jawab sendiri.
Intervensi:
(1) Diskusikan dengan pasien pandangan menjadi gemuk dan apa artinya
bagi individu dan berikan privasi selama aktivitas perawatan.
Rasional : gemuk dan perilaku makan terus menerus mempunyai akar
dalam implikasi psikologis, misalnya kurang cinta.
(2) Tingkatkan komunikasi terbuka menghindari kritikan/penilaian tentang
perilaku pasien.
Rasional : mendukung tanggung jawab pasien sendiri untuk penuruna
BB.
(3) Waspadai mitos pasien/orang terdekat yang dapat dimiliki tentang BB
dan penurunan BB.
Rasional : keyakinan tentang tubuh ideal dapat menyabotase upaya
penurunan BB.
(4) Kolaborasi : rujuk ke kelompok terapi pendukung.
Rasional :
Kelompok pendukung dapat memberikan teman,
meningkatkan motivasi. Terapi kelompok dapat membantu penerimaan
dengan masalah psikologis.
10. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilaksanakan berdasarkan intervensi keperawatan.
11. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan didasarkan pada tujuan dari pelaksanaan asuhan
keperawatan.

21
BAB 4
TINJAUAN KASUS
Kasus Semu
Ny.N usia 55 tahun seorang ibu rumah tangga datang ke IGD RSUA dengan
keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Sesak semakin
berat pada saat pasien beraktivitas. Pasien memiliki BB 95 kg dengan riwayat
penyakit hipertensi 10 tahun. Pasien mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
lemak. BB pasien semakin bertambah 5 kg sejak 1 bulan yang lalu.

2)
3)
4)
5)

4.1 Pengkajian
2. Identitas Pasien
Nama
: Ny. N
Umur
: 55 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Mulyorejo Surabaya
No. RM
: 23569
Diagnosis
: Hipertensi
3. Keluhan Utama
Sesak napas
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak dirasakan sejak 3 hari yang
lalu. BB pasien semakin bertambah 5 kg sejak 1 bulan yang lalu.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat hipertensi 10 tahun.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah pasien mempunyai riwayat hipertensi dan meninggal karena stroke.
7. Riwayat Psikososial
Pasien merasa tidak percaya diri dan malu dengan kondisi tubuhnya yang
kelebihan berat badan sehingga jarang berkumpul dengan warga disekitarnya.
8. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernafasan (B1 : Breath)
Bentuk dada simetris. Pergerakan dada simetris. Dyspnea. Orthopnea. Sleep
apnea. Terdapat wheezing. RR : 32x/menit.
Sistem sirkulasi (B2 : Blood)
Konjungtiva anemis. Akral dingin, basah, pucat. CRT > 2 detik. Suhu :
36.5C. Nadi : 108x/menit. TD : 170/110 mmHg. S3 terdengar.
System persyarafan (B3 : Brain)
Kesadaran Composmentis. GCS : 456. Cefalgia.
System Perkemihan(B4 : Bladder)
Warna urine kuning pekat. Jumlah urine 500 cc/24 jam.
System Pencernaan (B5 :Bowel)
Frekunsi makan 7x/hari (makanan pokok 3x, makanan tambahan 4x dalam
porsi penuh). BB : 100 kg. TB : 150 cm. Lingkar pinggang : 115 cm. IMT :
44,4. BAB 1x sehari dengan konsistensi lunak.

22
9. System Muskuloskeletal ( B6: Bone)
Malaise. Edema pada tungkai. Peningkatan sekresi keringat/diaphoresis.
Pasien tidak pernah berolahraga.
10. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorim
GDA : 140 mg/dl
Kolestrol : 300 mg/dl
HDL : 38 mg/dl
LDL : 250 mg/dl
TG : 320 mg/dl
Hb : 8 gr%
11. Analisa Data
Data
S:
pasien mengeluh sesak
napas.
O:
Bentuk dada simetris.
Pergerakan dada simetris.
Dyspnea. Orthopnea. Sleep
apnea. Terdapat wheezing.
RR : 32x/menit.
S:
pasien mengeluh pusing.
O:
Konjungtiva anemis. Akral
dingin, basah, pucat. CRT >
2 detik. Suhu : 36.5C. Nadi
: 108x/menit. TD : 170/110
mmHg. Edema pada
tungkai.
Kolestrol : 300 mg/dl
HDL : 38 mg/dl
LDL : 250 mg/dl
TG : 320 mg/dl
Hb : 8 gr%
S:
Pasien mengatakan BB nya
bertambah sejak 1 bulan
yang lalu.
O:
Frekunsi makan 7x/hari
(makanan pokok 3x,
makanan tambahan 4x
dalam porsi penuh)

Masalah
Ketidakefektifan
pola napas

Etiologi
Penurunan ekspansi
paru karena obesitas

Penurunan curah
jantung

Perubahan kontraktilitas
miokardial

Ketidakseimbangan
nutrisi : lebih dari
kebutuhan tubuh

Asupan kalori lebih dari


kebutuhan

23
BB : 100 kg. TB : 150 cm.
Lingkar pinggang : 115 cm.
IMT : 44,4.
12. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sintesis miokardial.
3) Ketidakseimbangan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh asupan berlebihan
dalam kaitannya dengan kebutuhan metabolik,konsumsi kalori.
13. Intervensi Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : mempertahankan ventilasi adekuat.
Kriteria hasil : menunjukkan pola nafas efektif, tidak ditemukan suara nafas
tambahan, tidak terlihat otot bantu napas,RR dalam batas normal (1620x/menit).
Intervensi :
(6) Berikan oksigen tambahan.
Rasional : memaksimalkan bernapas dan murunkan kerja napas.
(7) Berikan posisi semi fowler.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan.
(8) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, ekspansi dada dan penggunaan
otot bantu pernapasan.
Rasional : kecepatan biasanya meningkat. Kedalaman tergantung pada
derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas berhubungan dengan
atelektasis/nyeri dada pleuritik.
(9) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas tambahan.
Rasional : bunyi napas menurun apabila terjadi obstruksi. Ronkhi atau
wheezing menyertai obtruksi jalan napas.
(10)
Motivasi pasien untuk napas dalam.
Rasional : mengurangi ketidaknyamanan upaya bernapas.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial.
Tujuan : mempertahankan tekanan darah
Kriteria hasil : tekanan darah 110-100/90-70 mmHg, nadi 60-100x/menit,
CRT > 2 detik, akral hangat kering merah, tidak ada edema.
Intervensi :
(1) Berikan oksigen tambahan.
Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard agar
tidak hipoksia/iskemia.
(2) Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah dan nadi).
Rasional : monitor terjadinya takikardia dan hipotensi akibat penurunan
curah jantung.
(3) Auskultasi bunyi jantung

24
Rasional : mengidentifikasi adanya suara jantung tambahan.
(4) Pertahankan bedrest selama periode akut.
Rasional ; Menurunnya konsumsi/keseimbangan oksigen mengurangi
beban kerja otot jantung dan resiko dekompensasi.
(5) Pantau intake dan output cairan.
Rasional : ginjal berespons untuk menurunkan curah jantung dengan
menahan cairan dan natrium.
3) Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan berlebihan dalam kaitannya dengan kebutuhan metabolik,konsumsi
kalori.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat menontrol
berat badan dihubungkan dengan makanan yang sehat
Kriteria hasil : pola makan sehat dan kontrol BB teridentifikasi, penurunan
BB dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
Intervensi :
(6) Kaji penyebab individu kegemukan misalnya, organik atau non
organik.
Rasional : mengidentifikasi pilihan intervensi.
(7) Buat rencana makan dengan pasien.
Rasional : rencana dibuat dengan dan persetujuan pasien akan lebih
berhasil.
(8) Diskusikan pembatasan masukan garam dan obat diuretik.
Rasional : retensi air dapat menjadi masalah karena meningkatkan
masukan cairan dan mengakibatkan metabolisme lemak.
(9) Konsul dengan ahli gizi untuk menentukan kalori/kebutuhan nutrisi.
Rasional : pemasukan individu dapat dikalkulasi dengan
berbagapenghitungan berbeda, tetapi penurunan BB berdasarkan
kebutuhan basal kalori selama 24 jam.
(10) Rujuk ke intervensi bedah misalnya bypass sesuai indikasi.
Rasional : intervensi ini diperlukan bila kegemukan mengancam hidup.

25

26

BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Obesitas adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat ideal yang
ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Penimbunan
lemak tersebut terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara jumlah energi
yang dikonsumsi dengan yang digunakan. Obesitas merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya beberapa penyakit seperti diabetes millitus, batu empedu,
penyakit kardiovaskuler, hipertensi, osteoarthritis, stroke dan kanker. Perawatan
pada pasien obesitas yaitu memotivasi pada diri pasien untuk menurunkan berat
badan dan mengusahakan terjadinya keseimbangan antara pemasukan energi yang
berasal dari makanan yang dimakan pasien dengan penggunaan energi oleh tubuh.
5.2 Saran
Obesitas merupakan keadaaan yang dapat terjadi kepada siapapun dan dapat
menimbulkan morbiditas maupun mortalitas. Oleh karena itu pengetahuan akan
pencegahan dan penatalaksanaan obesitas perlu diketahui oleh perawat sebagai
bahan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien ataupun masyarakat
luas sehingga kejadian obesitas dapat dicegah dan diatasi dengan baik.

27

DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Lynda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
Jakarta: EGC.
Doenges,EM, et.all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Ganong. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis.
Jakarta: EGC.
Gibney, et all. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
Herdman H. 2012. Nanda International, Diagnosis Keperawatan, definisi dan
Klasifikasi 2012 2014. Jakarta: EGC.
Lewis,et. all. 2011. Medical Surgical Nursing, Assessment and Management
Clinical Problem. New South. Wales: Mosbylnc.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G.Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Soegih, et. all. 2009. Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis. Jakarta: Sagung
Seto.
Sudoyo A, et all. 2006. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tucker, Susan M. 2007. Standar Perawatan Pasien : Perencanaan Kolaboratif
dan Intervensi keperawatan. Jakarta: EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28147/4/Chapter%20II.pdf
diunduh jam 12.00 WIB.

28

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35837-Kep%20PencernaanAskep%20Morbid%20Obesity.html diunduh jam 11.46 WIB.

Anda mungkin juga menyukai