Anda di halaman 1dari 47

HUBUNGAN IMT DAN ASUPAN ZAT GIZI DENGAN

PERSEN LEMAK TUBUH PADA MAHASISWA


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

PROPOSAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti


Ujian Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh
MOHAMAD REZA MOONTUNO
811417127

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022

1
HUBUNGAN IMT DAN ASUPAN ZAT GIZI DENGAN
PERSEN LEMAK TUBUH PADA MAHASISWA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

PROPOSAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti


Ujian Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh
MOHAMAD REZA MOONTUNO
811417127

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan salah satu fase kehidupan saat fungsi fisik hampir

mencapai puncaknya. Pada periode ini kesehatan fisik mencapai titik optimal, akan

membentuk pola kesehatan di masa dewasa. Secara global, kesehatan remaja

menempati posisi penting, dimana populasi penduduk dunia Seperempatnya adalah

remaja 10-24 tahun (Isfandari dan Lelong, 2014).

Remaja merupakan periode pertumbuhan fisik paling kritis, sebanyak 25%

tinggi badan saat dewasa diperoleh pada masa itu. Kualitas dan kuantitas asupan

makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja

(Fatmah, 2010). Masa remaja merupakan masa perubahan yang dramatis dalam diri

seseorang. Pertumbuhan pada usia anak yang relatif terjadi dengan kecepatan yang

sama, secara mendadak meningkat saat memasuki usia remaja. Peningkatan

pertumbuhan mendadak ini disertai dengan perubahan-perubahan hormonal, kognitif

dan emosional. Semua perubahan ini membutuhkan zat gizi secara khusus. Usia

remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab. Pertama, remaja

memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan fisik dan

perkembangan. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja

mempengaruhi baik asupan maupun kebutuhan gizinya. Ketiga, remaja mempunyai

kebutuhan gizi yang khusus, yaitu remaja yang aktif dalam kegiatan olahraga,

3
menderita penyakit kronis, sedang hamil, melakukan diet secara berlebihan, pecandu

alcohol atau obat terlarang (Almatsier dkk, 2011).

IMT merupakan salah satu indikator relatif lemak tubuh seseorang yang

digunakan untuk menentukan status berat badan apakah seseorang memiliki badan

kurus, ideal, atau terlalu gemuk dan membantu menilai status berat badan seseorang

terhadap risiko masalah kesehatan akibat kekurangan atau kelebihan berat badan

(Vistabunda,2013).

Menurtu supariasa, (2012) indeks massa tubuh diterjemahkan menjadi yang

merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi khususnya yang berkaitan

dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Masalah kelebihan dan kekurangan

gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting saat ini karena selain mempunyai

faktor risiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerja

oleh karena itu, maka dilakukan pemantauan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Menurunkan berat badan tidak sekedar diet makanan, tetapi juga menyangkut

perubahan gaya hidup, olahraga, meninggalkan sedentary lifestyle atau gaya hidup

yang santai. Banyak indikator yang telah digunakan dalam menilai status gizi lebih

salah satunya dengan pengukuran persen lemak tubuh. Adapun persen lemak tubuh

dapat mencerminkan proporsi komposisi tubuh. Apabila persentase lemak tubuh

seseorang lebih tinggi dari angka normal, artinya massa lemak tubuh seseorang

berlebihan dari seharusnya (Amelia, 2010). Overweight merupakan masalah global

maupun nasional. Overweight merupakan preobes dimana berat badan baik karena

kelebihan lemak maupun nonlemak dengan indeks massa tubuh ≥25.0-27.0.


Data WHO pada tahun 2014 menunjukkan lebih dari 1,9 miliar orang dewasa,

yang berusia 18 tahun keatas mengalami overweight, dan 600 juta diantaranya

mengalami obesitas. Persentase orang dewasa berusia 18 tahun keatas di seluruh

dunia yang mengalami overweight adalah 39%. Jumlah keseluruhannya adalah 38%

dari jumlah populasi laki-laki dan 40% dari semua populasi wanita. Berdasarkan data

Global Nutrition Report, sebanyak 10% penduduk dewasa di Indonesia mengalami

berat badan berlebih (overweight), dan sebanyak 2% mengalami obesitas (WHO,

2016).

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi masalah status gizi remaja

usia 16-18 tahun mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2010.

Remaja dengan kategori sangat kurus pada tahun 2010 sebesar 1,8% meningkat

menjadi 1,9% pada tahun 2013. Remaja dengan kategori kurus pada tahun 2010

sebesar 7,1% meningkat menjadi 7,5% pada tahun 2013, dan remaja dengan kategori

gemuk pada tahun 2010 sebesar 1,4% meningkat menjadi 7,3% pada tahun 2013

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014).

5
Sumber :Riskesdas Kementerian Kesehatan Tahun 2018

Gambar 1.2 Proporsi Berat Badan Lebih (Overweight) Berdasarkan Hasil

Riskesdas Tahun 2018

Data dari Riskesdas Depkes RI tahun 2018, prevalensi penduduk usia dewasa

berusia lebih dari 18 tahun di Indonesia yang mengalami overweight sebesar 13,6%,

dan 21,8% lainnya mengalami obesitas (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun

2018 mengenai proporsi berat badan lebih (overweight) menunjukkan bahwa di tahun

2007, 2013, dan 2018 selalu mngalami peningkatan jumlah proporsi. Di tahun 2007

proporsi berat badan lebih (overweight) sebesar 8.6%, tahun 2013 naik menjadi

11,5% dan di tahun 2018 meningkat menjadi 13,6%.

Provinsi Gorontalo menduduki peringkat kedua di Indonesia, dengan prevalensi

obesitas diatas prevalensi nasional yaitu 21% sedangkan prevalensi nasional 15,4%.
Prevalensi obesitas tertinggi di Kota Gorontalo sebesar 24,2% dan terendah di

Kabupaten Boalemo sebesar 13,6% (Kemenkes, 2013).

Dengan masih tingginya prevalensi obesitas, diperlukan pemeriksaan agar dapat

mengetahui risiko terjadinya penyakit tidak menular. Sebagaimana diketahui

overweight sebagai preobes sering dianggap bukan masalah, sehingganya hal ini

menjadi salah satu faktor tingginya obesitas karena kurangnya perhatian dalam

mengontrol berat badan khususnya saat mengalami overweight.

Banyak indikator yang telah digunakan dalam menilai status gizi lebih salah

satunya dengan pengukuran persen lemak tubuh. Adapun persen lemak tubuh dapat

mencerminkan proporsi komposisi tubuh. Apabila persentase lemak tubuh seseorang

lebih tinggi dari angka normal, artinya massa lemak tubuh seseorang berlebihan dari

seharusnya (Amelia, 2010).

Energi yang digunakan dalam tubuh tidak digunakan dengan semestinya,

sehingga dapat masuk dalam jaringan lemak, dan penambahan kalori secara terus

menerus meningkatkan produksi lemak meningkat dan dapat memicu kelebihan berat

badan yang akan berujung pada overweight. Asupan zat gizi yang seimbang dan

sesuai dengan kebutuhan remaja akan membantu remaja mencapai pertumbuhan dan

perkembangan yang optimal. Ketidakseimbangan antara kebutuhan atau kecukupan

akan menimbulkan masalah gizi baik dan gizi lebih maupun gizi kurang Menurut

Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi remaja (16-18 tahun) remaja kurus

relatif sama tahun 2007 dan 2013, dan prevalensi sangat kurus naik 0,4%. Sebaliknya

7
prevalensi gemuk naik dari 1,4% (2007) menjadi 7,3 persen (2013). Prevalensi

penduduk umur > 18 tahun kurus 8,7%, berat badan lebih 13,5% dan obesitas 15,4%.

Berdasarkan pengambilan data awal berupa pengukuran IMT yang dilakukan

pada 20 mahasiswa terdapat sebanyak didapatkan hasil 1 berkategori obesitas, 4

mahasiswa berkategori preobes atau berat badan berlebih, 7 mahasiswa berkategori

kurus dan 8 mahasiswa berkategori normal. Untuk asupan zat gizi berdasarkan

wawancara terdapat sekitar 20 mahasiswa (100%) tidak beragam dan berimbang.

Makanan yang dikonsumsi banyak bersumber dari karbohidrat dan lemak.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Hubungan IMT dan Asupan Zat Gizi dengan

Persen Lemak Tubuh Mahasiswa Universitas Gorontalo”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat di identifikasi beberapa masalah, yakni

sebagai berikut:

1. Berdasarkan data WHO 2014 lebih dari 1,9 miliar orang dewasa (18 tahun keatas)

kelebihan berat badan. Berdasarkan jumlah tersebut lebih dari 600 juta mengalami

obesitas, dimana 39% dari orang dewasa berusia 18 tahun ke atas (38% pria dan 40%

wanita) mengalami kelebihan berat badan kategori berat.

2. Prevalensi obesitas di Indonesia khususnya orang dewasa mengalami peningkatan, di

tahun 2013 sebanyak 13,5% kelebihan berat badan, dimana 28% mengalami obesitas

dan berdasarkan data Global Nutrition Report, sebanyak 10% penduduk dewasa di
Indonesia mengalami berat badan berlebih (overweight) dengan 2% mengalami

obesitas.

3. Provinsi Gorontalo menduduki peringkat kedua di Indonesia, dengan prevalensi

obesitas diatas prevalensi nasional yaitu 21% sedangkan prevalensi nasional 15,4%.

Prevalensi obesitas tertinggi di Kota Gorontalo Sebesar 24,2% dan terendah di

Kabupaten Boalemo sebesar 13,6%

4. Berdasarkan pengambilan data awal berupa pengukuran IMT yang dilakukan pada 20

mahasiswa terdapat sebanyak didapatkan hasil 1 berkategori obesitas, 4 mahasiswa

berkategori preobes atau berat badan berlebih, 7 mahasiswa berkategori kurus dan 8

mahasiswa berkategori normal.

5. Berdasarkan wawancara didapatkan sebanyak 20 mahasiswa memiliki asupan eneregi

yang berlebihan. Dimana asupan zat gizi berupa karbohidrat dan lemak lebih tinggi

dari pada protein dan vitamin.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan IMT dengan persen lemak tubuh pada mahasiswa Universitas

Negeri Gorontalo?

2. Apakah ada hubungan asupan zat gizi dengan persen lemak tubuh pada mahasiswa

Universitas Negeri Gorontalo?

9
1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan IMT dan asupan zat gizi dengan persen lemak tubuh

pada mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui IMT pada mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo.

2. Untuk mengetahui asupan zat gizi pada mahasiswa Universitas Negeri

Gorontalo.

3. Untuk mengetahui persen lemak tubuh pada mahasiswa Universitas Negeri

Gorontalo.

4. Untuk menganalisis hubungan IMT dengan persen lemak tubuh pada

mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo.

5. Untuk menganalisis hubungan asupan zat gizi dengan persen lemak tubuh pada

mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan bahan ajar untuk mata

kuliah gizi khususnya materi tentang IMT, asupan gizi dan persen lemak tubuh.
1.5.2 Manfaat praktis

1. Bagi responden

Untuk memberikan informasi terkait IMT, asupan zat gizi dan persen lemak,

sehingganya responden dapat megelola dan menyeimbangkan asupan makanan

dengan persen lemak dalam tubuh.

2. Bagi peneliti lain

Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui prevalensi kelebihan berat

badan dan persen lemak tubuh khususnya para mahasiswa, sehingganya bisa

digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Persen Lemak Tubuh

2.1.1 Definisi persen lemak tubuh

Persen lemak tubuh adalah salah satu komposisi tubuh dimana merupakan

persentase berat lemak total dalam tubuh terhadap berat badan seseorang. Dalam

penilaian persen lemak tubuh digunakan pengukuran antropometri dengan objek

pengukuran lemak yang terakumulasi di bawah kulit yang disebut lemak subkutan.

Persentase lemak tubuh merupakan salah satu komponen utama dalam komposisi

tubur dan paling umum diukur. Seseorang yang memiliki berat badan dan tinggi

badan yang hampir sama namun belum tentu memiliki persentase lemak tubuh yang

sama pula. Persentase lemak tubuh tergantung pada jenis aktivitas fisik yang

dilakukan pada sehari-hari dan pola makan yang dikonsumsi (Dewi dan Mustika,

2015).

Komposisi tubuh meliputi dua hal, yaitu indeksmassa tubuh dan persenlemak

tubuh. Persentaselemak tubuh adalah perbandingan massa lemak tubuh dibandingkan

dengan komposisi tubuh. Persen lemak tubuh menurut Gibson (2005), merupakan

persentase dari perbandingan massa jaringan lemak dan non lemak (fat free mass)

pada tubuh seseorang. Pada seseorang dengan berat badan dan tinggi badan yang

hampir sama namun belum tentu memiliki persentasilemak tubuh yang sama pula.

Persentaselemak tubuh tergantung pada jenis aktivitas fisik yang dilakukan pada

sehari-hari dan pola makan yang dikonsumsi. Persen lemak tubuh tidak hanya
mempengaruhi kesehatan seseorang, melainkan mempengaruhi berat badan dan

bentuk tubuh (Mira, 2012).

2.1.2 Manfaat persen lemak tubuh

Lemak sangat berguna untuk proses pembentukan energi tubuh, dimana zat ini

kaya akan energi yang berperan penting dalam proses metabolisme. Lemak berasal

dari dua sumber, yaitu dari makanan dan hasil produksi organ hati dan biasanya

disimpan dalam sel-sel lemak sebagai cadangan energi.

Menurut Dewi dan Mustika (2015) lemak terbagi atas:

a. Sebagai sumber cadangan energi

b. Sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K

c. Sebagai pembentuk dan pembangun tubuh

d. Pelumas diantara persendian

e. Sebagai pelindung organ-organ vital, dsb.

2.1.3 Klasifikasi persen lemak tubuh

Persen lemak tubuh adalah salah satu indikator antropometri gizi yang

menggambarkan perbandingan massa lemak dengan massa non lemak tubuh yang

berfungsi untuk memantau cadangan lemak sekaligus melihat tingkat obesitas, karena

sebagian besar penderita obesitas massa lemak tubuh yang tinggi (Pakar Gizi

Indonesia, 2017).

13
Tabel 2.1 Klasifikasi Persentase Lemak Tubuh
Kelompok Persen Lemak Tubuh (%)
Jenis
Umur
Kelamin Underfat Healthy Overfat Obese
(Tahun )

20-39 <8 8-20 20.1-25 >25.1

Laki-laki 40-59 <11 11-22 22.1-28 >28.1

60-79 <13 13-25 25.1-30 >30.1

20-39 <21 21-33 33.1-39 >39.1

Perempuan 40-59 <23 23-34 34.1-40 >40.1

60-79 <24 24-36 36.1-42 >42.1

Sumber : WHO, 2004 dalam Dewi dan Mustika, 2015.

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi persen lemak tubuh

Menurut Amelia (2010) persen lemak tubuh antara individu satu dengan

individu lain sangatlah bervariasi. Terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi persentase lemak tubuh seseorang. Antara lain:

a. Postur tubuh

Seseorang yang memiliki postur tubuh yang gemuk dimana Lean Body Mass

(LBM) atau massa bebas lemak yang lebih banyak dibandingkan dengan tebal

lemaknya. Tebal lemak tubuh yang tinggi dapat mengurangi kinerja dan

aktivitas fisik (Amelia, 2010).


b. Umur

Komposisi tubuh mulai berkembang dengan cepat sejalan berjalannya usia

termasuk tebal lemak tubuh yang menjadi salah satu indikator status gizi dan

kesehatan. Dengan bertambahnya usia dapat meningkatkan kandungan lemak

tubuh total terutama distribusi lemak pusat yang dapat menyebabkan obesitas.

Ketika dewasa terjadi penurunan massa otot dan perubahan beberapa jenis

hormon karena metabolisme tubuh yang lambat. Seseorang yang telah

menopause akan mengalami kenaikan lemak tubuh yang berkaitan dengan

hormon estrogen (Amelia, 2010).

c. Jenis kelamin

Penyebaran lemak tubuh pada laki-laki dan perempuan cenderung berbeda.

Penumpukan jaringan lemak pada perempuan terjadi di sekitar daerah pinggul,

paha, lengan, punggung dan perut. Pada laki-laki penimbunan jaringan lemak

terjadi di bagian perut. Lemak pada daerah tertentu sesuai dengan jumlah dan

sel-sel lemak. Perempuan memiliki lemak tubuh yang lebih tinggi dibandingkan

laki-laki. Jumlah tumpukan lemak tubuh normal pada perempuan sekitar 25-

30% dan 18-23% pada laki-laki (Pakar Gizi Indonesia, 2017).

d. Aktivitas Fisik

Olahraga yang baik dapat menurunkan berat badan pada orang yang mengalami

obesitas atau overweight. Selain olahraga aktivitas fisik harus banyak

15
dilakukan, maka lebih banyak kalori yang dibakar untuk digunakan sebagai

energi dalam menurunkan berat badan (Dewi dan Mustika, 2015).

e. Keturunan

Lemak tubuh sangat berkaitan erat dengan penderita obesitas yang memiliki

persen lemak tubuh yang tinggi. Faktor-faktor yang berkaitan dengan obesitas

tidak berbeda jauh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi lemak tubuh.

Salah satunya yang berkaitan adalah faktor keturunan atau genetik. Faktor ini

menentukan jumlah unsur sel lemak dalam lemak yang melebihi ukuran

normal, sehingga dapat diturunkan kepada bayi selama dalam kandungan dan

kemungkinan bisa bertambah terus seiring berjalannya usia (Henuhili, 2010).

f. Asupan energi

Penimbunan lemak yang terjadi secara terus menerus menyebabkan obesitas

akibat dari mengonsumsi energy yang kurang berimbang, dimana hanya

bersumber dari karbohidrat. Karbohidrat (glukosa) yang melebihi kebutuhan

energi tidak ada dipecah, tapi akan berubah menjadi glikogen yang disimpan di

hati dan otot sebagai cadangan energi jangka pendek. Karbohidrat dapat

berubah menjadi jaringan lemak sebagai cadangan energi ketika kapasitas

penyimpanan glikogen sudah penuh (Proverawati, 2010).

g. Gaya hidup (Lifestyle)

Gaya hidup dapat mempengaruhi persen lemak tubuh seseorang, dimana

dengan gaya hidup yang sehat tentu dapat menyeimbangi keadaan lemak tubuh

seseorang. Adapun gaya hidup yang dimaksud yaitu berkaitan dengan


kebiasaan sarapan dan kebiasaan konsumsi Fast Food (Amelia, 2010). Sarapan

merupakan kegiatan makan di pagi hari sebelum beraktivitas dari pukul 6-9

pagi, yang terdiri dari makanan pokok berupa lauk dan makanan kudapan.

Melewati sarapan dapat meningkatkan juga dapat meningkatkan risiko kenaikan

berat badan dibandingkan di antara mereka yang sarapan (Smith et al, 2010).

Kebiasan konsumsi fast food yang zat gizinya banyak mengandung lemak dapat

berpengaruh pada persentase lemak tubuh seseorang. Bukan hanya fast food

saja banyak cemilan-cemilan tradisional yang dikonsumsi orang dewasa

mengandung kalori tinggi karena merupakan bahan berbahan dasar tepung dan

gula.

2.1.5 Cara mengukur persen lemak tubuh

Banyak metode yang bisa digunakan dalam mengevaluasi lemak dalam tubuh.

Cara yang cukup sederhana namun kurang sensitive adalah menggunakan Indeks

Massa Tubuh (IMT). Cara pengukuran lain yaitu:

a. Underwater Weighing

Tehnik pengukuran ini cukup akurat dan non-inovativ untuk mengukur

komposisi tubuh. Pengukuran berat badan dilakukan dua kali di dalam dan di

luar serta di dalam air dan perbedaan jumlah berat tersebut digunakan untuk

menentukan volume. Meskipun cukup akurat, kekurangannya yaitu

membutuhkan alat khusus dan tidak bisa digunakan untuk mengukur

17
komposisi tubuh anak-anak dan yang sudah dewasa dengan keadaan tubuh

lemah (Barasi, 2010).

b. DEXA (dual energy X-Ray absorptiometry)

Metode ini hampir menyerupai metode skrinning tulang. Metode ini memkai

sinar x rendah energy dalam menentukan jumlah dan lokasi dari lemak tubuh.

Kelebihan dari metode ini adalah pemeriksaan tunggal , sehingga alat ini

dapat menentukan dengan akurat total massa tubuh, densitas tulang dan juga

persen lemak tubuh (Barasi, 2010).

c. Waist Circumference

Metode ini merupakan metode praktis dalam pengurukan lemak di abdomen.

Pengukuran ini dapat meilihat jumlah seberapa besar risiko penyakit kronis

(Barasi, 2010).

d. Skinfold Thickness

Metode ini mengukur ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian tubuh dengan

menggunakan alat. Alat yang digunakan yaitu jangka yang terbuat dari logam

yang menyerupai forceps. Standar pengukuran menggunakan metode in ini

ada 9 tempat diantaranya subskapula. Trisep, bisep, paha, dsb (Barasi, 2010).

e. Bioelectrical Impedance Analysis (BIA)

BIA (Bioelectric Impedance Analysis) merupakan salah satu metode

pengukuran persen lemak tubuh dan lemak viseral berdasarkan konduktifitas

elektrik. Jaringan lemak tubuh memiliki konduktifitas elektrik yang besar.

Pengukuran kadar lemak tubuh menggunakan metode BIA berdasarkan


tingkat kekeringan tubuh (lean body mass). Keuntungan atau kelebihan

metode BIA adalah aman, non invensive, dan lebih cepat dalam pengukuran

komposisi tubuh dibandingkan memakai metode lain (Barasi, 2010).

2.2 Tinjauan Asupan Zat Gizi

2.2.1 Definisi asupan zat gizi

Asupan zat gizi merupakan kebutuhan yang berperan dalam proses

pertumbuhan terutama dalam perkembangan otak. Kemampuan seseorang untuk

dapat mengembangkan saraf motoriknya adalah melalui pemberian asupan gizi yang

seimbang (Aramico,dkk., 2017). Asupan gizi merupakan salah satu faktor lain yang

menentukan kebugaran jasmani. Asupan gizi digunakan untuk sumber energi dalam

melakukan aktifitas atau pekerjaan. Tingkat Kebugaran Jasmani berpengaruh

terhadap tinggi rendahnya prestasi belajar. mahasiswa yang mempunyai tingkat

kebugaran jasmani yang baik akan memiliki daya tahan, daya konsentrasi, dan

ketersediaan tenaga untuk melakukan aktivitas belajar (Ridwan,dkk., 2017).

2.2.2 Macam-macam Unsur Gizi

1) Karbohidrat

Karbohidrat merupakan jenis sumber energi utama bagi manusia sehingga

dikenal sebagai sumber tenaga. Jenis karbohidrat yang terkandung di dalam makanan

adalah pati, sukrosa, laktosa, dan fruktosa. Hasil akhir dari penguraian karbohidrat

adalah monosakarida, yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa.

19
Glukosa merupakan monosakarida terpenting diantara ketiganya karena

metabolisme glukosa dikendalikan secara hormonal. Karbohidrat dapat menghasilkan

panas dan energi melalui proses oksidasi dalam tubuh dengan produk akhir berupa

karbondioksida dan air. Kedua bahan tersebut diekskresikan melalui paru-paru serta

ginjal. Satu gram karbohidrat menghasilkan 16 kj (4 kal) pada proses oksidasi di

dalam tubuh (Yuniastuti,2015).

2) Lemak

Lemak merupakan cadangan energi bagi manusia dan hewan seperti halnya

karbohidrat. Lemak terdiri dari beberapa senyawa organik diantaranya karbon,

hidrogen, oksigen, fosfor, dan nitrogen. Tumbuh-tumbuhan juga menyimpan lemak

dalam lembaga, biji dan buahnya yang juga dikonsumsi oleh manusia. Lemak berasal

dari lemak hewani dan lemak nabati yang mana kedua jenis lemak ini berbeda dalam

susunan asam lemaknya. Lemak hewani mengandung asam lemak jenuh yang dalam

suhu kamar berbentuk padat. Lemak nabati lebih banyak mengandung asam lemak

tak jenuh yang dalam suhu kamar dapat berbentuk cair yang disebut minyak. Lemak

berfungsi sebagai zat tenaga yang digunakan untuk pelarut beberapa vitamin yang

larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K. Fungsi lain dari lemak adalah

sebagai bantalan pelindung organ-organ tubuh seperti pada mata, ginjal, alat

reproduksi dan sistem pencernaan. Lemak juga berfungsi sebagai pelindung tubuh

dari kedinginan (Yuniastuti,2015).


3) Protein

Protein merupakan konstituen penting pada semua sel yang berupa struktur

kompleks yang terbuat dari asam amino. Protein terkandung di dalam makanan yang

berasal dari hewan maupun tumbuhan. Protein dihidrolis oleh enzim-enzim

proteolitik untuk melepaskan asam-asam amino yang kemudian diserap lewat usus.

Protein merupakan konstituen penting bagi semua jaringan tubuh. Fungsi protein

adalah sebagai pengganti protein yang hilang selama proses metabolisme dan proses

pengausan yang normal. Protein juga dapat menghasilkan jaringan baru yang

terbentuk selama masa pertumbuhan, pemulihan dari cidera, kehamilan dan laktasi.

Protein dapat dipakai sebagai sumber energi sama halnya dengan karbohidrat

(Yuniastuti,2015).

4) Vitamin

Vitamin adalah senyawa organik yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk

mempertahankan kehidupan dan kesehatan walaupun hanya dalam jumlah yang

sedikit. Menurut Winarno (2004) vitamin dikelompokkan dalam 2 golongan besar

yaitu vitamin larut lemak meliputi vitamin A, D, E, dan K dan vitamin larut air yang

meliputi vitamin B dan Vitamin C. Vitamin larut lemak diangkut ke hati melalui

sistem limfa sebagai bagian dari lipoprotein dan sebagian besar vitamin larut air

merupakan komponen sistem enzim yang membantu metabolisme energi

(Yuniastuti,2015).

21
a. Vitamin A

Vitamin A atau retinal merupakan senyawa poliisoprenoid yang mengandung

cincin sikloheksenil. Vitamin A merupakan istilah generik untuk semua senyawa dari

sumber hewani yang memperlihatkan aktivitas biologik vitamin A. Senyawa-senyawa

tersebut adalah retinal, asam retinoat dan retinol. Hanya retinol yang memiliki

aktivitas penuh vitamin A, yang lainnya hanya mempunyai sebagian fungsi vitamin A

(Yuniastuti,2015).

Vitamin A mempunyai provitamin yaitu karoten.Pada sayuran vitamin A

terdapat sebagai provitamin dalam bentuk pigmen berwarna kuning ß karoten, yang

terdiri atas dua molekul retinal yang dihubungkan pada ujung aldehid rantai

karbonnya. Tetapi karena ß karoten tidak mengalami metabolisme yang efisien ,maka

ß karoten mempunyai efektifitas sebagai sumber vitamin A hanya sepersepuluh

retinal (Yuniastuti,2015).

Ester retinal yang terlarut dalam lemak makanan akan terdispersi di dalam getah

empedu dan dihidrolisis di dalam lumen intestinum diikuti oleh penyerapan langsung

ke dalam epitel intestinal. ß – karoten yang dikonsumsi mungkin dipecah lewat reaksi

oksidasi oleh enzim ß – karoten dioksigenase. Pemecahan ini menggunakan oksigen

molekuler, digalakkan dengan adanya garam-garam empedu dan menghasilkan 2

molekul retinaldehid (retinal). Demikian pula, di dalam mukosa intestinal, retinal

direduksi menjadi retinal oleh enzim spesifik retinaldehid reduktase dengan

menggunakan NADPH.
Retinal dalam fraksi yang kecil teroksidasi menjadi asam retinoat. Sebagian

besar retinal mengalami esterifikasi dengan asam-asam lemak dan menyatu ke dalam

kilomikron limfe yang masuk ke dalam aliran darah.Bentuk ini kemudian diubah

menjadi fragmen kilomikron yang diambil oleh hati bersama-sama dengan kandungan

retinolnya.

Di dalam hati, vitamin A disimpan dalam bentuk ester di dalam liposit, yang

mungkin sebagai suatu kompleks lipoglikoprotein. Untuk pengangkutan ke jaringan,

vitamin A dihidrolisis dan retinal yang terbentuk terikat dengan protein pengikat

aporetinol ( RBP ). Holo- RBP yang dihasilkan diproses dalam apparatus golgi dan

disekresikan ke dalam plasma . Asam retinoat diangkut dalam plasma dalam keadaan

terikat dengan albumin. Begitu di dalam sel-sel ekstrahepatik, retinal terikat dengan

protein pengikat retinol seluler (CRBP). Toksisitas vitamin A terjadi setelah kapasitas

RBP dilampaui dan sel-sel tersebut terpapar pada retinal yang terikat.

Retinal dan retinol mengalami interkonversi dengan adanya enzim-enzim

dehidrogenase atau reduktase yang memerlukan NAD atau NADP di dalam banyak

jaringan. Namun demikian, begitu terbentuk dari retinal, asam retinoat tidak dapat

diubah kembali menjadi retinal atau menjadi retinol. Asam retinoat dapat mendukung

pertumbuhan dan differensiasi, tetapi tidak dapat menggantikan retinal dalam

peranannya pada penglihatan atau pun retinol dalam dukungannya pada system

reproduksi.

23
Retinol setelah diambil oleh CRBP diangkut ke dalam sel dan terikat dengan

protein nucleus,di dalam nucleus inilah retinal terlibat dalam pengendalian ekspresi

gen-gen tertentu, sehingga retinal bekerja menyerupai hormon steroid.

Retinal merupakan komponen pigmen visual rodopsin,yang mana rodopsin

terdapat dalam sel-sel batang retina yang bertanggung jawab atas penglihatan pada

saat cahaya kurang terang. 11 – sis – Retinal yaitu isomer all – transretinal,terikat

secara spesifik pada protein visual opsin hingga terbentuk rodopsin.Ketika terkena

cahaya, rodopsin akan terurai serta membentuk all-trans retinal dan opsin. Reaksi ini

disertai dengan perubahan bentuk yang menimbulkan saluran ion kalsium dalam

membran sel batang. Aliran masuk ion-ion kalsium yang cepat akan memicu impuls

syaraf sehingga memungkin cahaya masuk ke otak.

Asam retinoat turut serta dalam sintesis glikoprotein. Hal ini dapat dijelaskan

bahwa asam retinoat bekerja dalam menggalakkan pertumbuhan dan differensiasi

jaringan. Retinoid dan karotenoid memiliki aktivitas antikanker.Banyak penyakit

kanker pada manusia timbul dalam jaringan epitel yang tergantung pada retinoid

untuk berdifferensiasi seluler yang normal .ß–karoten merupakan zat antioksidan dan

mungkin mempunyai peranan dalam menangkap radikal bebas peroksi di dalam

jaringan dengan tekanan parsial oksigen yang rendah. Kemampuan ß–karoten

bertindak sebagai antioksidan disebabkan oleh stabilisasi radikal bebas peroksida di

dalam struktur alkilnya yang terkonjugasi. Karena ß – karoten efektif pada

konsentrasi oksigen yang rendah, zat provitamin ini melengkapi sifat-sifat


antioksidan yang dimiliki vitamin E yang efektif dengan konsentrasi oksigen yang

lebih tinggi.

Kekurangan atau defisiensi vitamin A disebabkan oleh malfungsi berbagai

mekanisme seluler yang di dalamnya turut berperan senyawasenyawa retinoid.

Defisiensi vitamin A terjadi gangguan kemampuan penglihatan pada senja hari (buta

senja). Ini terjadi karena ketika simpanan vitamin A dalam hati hampir habis. Deplesi

selanjutnya menimbulkan keratinisasi jaringan epitel mata, paru-paru, traktus

gastrointestinal dan genitourinarius, yang ditambah lagi dengan pengurangan sekresi

mucus. Kerusakan jaringan mata, yaitu seroftalmia akan menimbulkan kebutaan.

Defisiensi vitamin A terjadi terutama dengan dasar diet yang jelek dengan

kekurangan komsumsi sayuran, buah yang menjadi sumber provitami A.

2.3 IMT (Indeks Masa Tubuh)

2.3.1 Pengertian IMT

IMT adalah suatu cara sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa.

Berat badan yang kurang lebih beresiko terserang penyakit infeksi. Berat badan yang

berlebihan beresiko terserang penyakit Degenerative (Iswanto, 2015)

2.3.2 Tujuan IMT

Pemeriksaan IMT dilakukan untuk mengetahui cara menghitung IMT yang di

hitung berat badan dan tinggi badan. untuk itu gunakan alat timbangan dan pengukur

tinggi badan. Berat badan dinyatakan satuan meter. Data tinggi badan kemudian

dikuadratkan (Iswanto, 2015).

25
2.3.3 Rumus menghitung IMT

Untuk menghitung IMT perlu mengukur berat badan dan tinggi badan. untuk

itu gunakan alat timbangan dan pengukur tinggi badan. Berat badan dinyatakan dalam

satuan meter. Data tinggi badan kemudian dikuadratkan. Berikut ini adalah rumus

perhitungan IMT menurutWHO :

Rumus IMT :

Sumber : Aini, 2017.

Keterangan :

IMT :Indeks Massa Tubuh

BB :Berat Badan dalamsatuan kilogram

TB : Tinggi Badan dalamsatuan meter

Nilai IMT menunjukan berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus atau

gemuk. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk yang berumur lebih dari 18 tahun.

IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan

(Iswanto, 2015).

2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi IMT

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh

1) Usia

Penelitian yang dilakukan oleh Kantachuvessiri, Sirivichayakul, Kaew

Kungwal, Tungtrochitr dan Lotrakul menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang


signifikan antara usia yang lebih tua dengan IMT kategori obesitas. Subjek penelitian

pada kelompok usia 40-49 dan 50-59 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami

obesitas dibandingkan kelompok usia kurang dari 40 tahun. Keadaan ini dicurigai

oleh karena lambatnya proses metabolisme, berkurangnya aktivitas fisik, dan

frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering (Abramowitz dalam Prada, 2014).

2) Jenis kelamin

IMT dengan kategori kelebihan berat badan lebih banyak ditemukan pada laki-

laki. Namun, angka kejadian obesitas lebih tinggi pada perempuan dibandingkan

dengan laki-laki. Data dari National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES) periode 1999- 2000 menunjukkan tingkat obesitas pada laki-laki sebesar

27,3% dan pada perempuan sebesar 30,1% di Amerika (Abramowitz dalam Prada,

2014).

3) Genetik

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa lebih dari 40% variasi IMT

dijelaskan oleh faktor genetik. IMT sangat berhubungan erat dengan generasi

pertama keluarga. 24 Studi lain yang berfokus pada pola keturunan dan gen spesifik

telah menemukan bahwa 80% keturunan dari dua orang tua yang obesitas juga

mengalami obesitas dan kurang dari 10% memiliki berat badan normal (Abramowitz

dalam Prada, 2014).

4) Pola Makan

Pola makan adalah pengulangan susunan makanan yang terjadi saat makan.

27
Pola makan berkenaan dengan jenis, proporsi dan kombinasi makanan yang dimakan

oleh seorang individu, masyarakat atau sekelompok populasi. Makanan cepat saji

berkontribusi terhadap peningkatan indeks massa tubuh sehingga seseorang dapat

menjadi obesitas. Hal ini terjadi karena kandungan lemak dan gula yang tinggi pada

makanan cepat saji. Selain itu peningkatan porsi dan frekuensi makan juga

berpengaruh terhadap peningkatan obesitas. Orang yang mengkonsumsi makanan

tinggi lemak lebih cepat mengalami peningkatan berat badan dibanding mereka yang

mongkonsumsi makanan tinggi karbohidrat dengan jumlah kalori yang sama

(Abramowitz dalam Prada, 2014).

5) Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik menggambarkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi

otot menghasilkan energi ekspenditur. Menjaga kesehatan tubuh membutuhkan

aktifitas fisik sedang atau bertenaga serta dilakukan hingga kurang lebih 30 menit

setiap harinya dalam seminggu. Penurunan berat badan atau pencegahan peningkatan

berat badan dapat dilakukan dengan beraktifitas fisik sekitar 60 menit dalam sehari

(Abramowitz dalam Prada, 2014).

2.3.5 Klasifikasi indeks masa tubuh (IMT)

Berikut ini adalah klasifikasi IMT yang dipakai pada penelitian ini berdasarkan

klasifikasi IMT dariDepkes RI, yaitu :


Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Masa Tubuh (IMT)
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) (kg/m2)

Kurus <18,5

Normal 18,5–25,0

Berat Badan Lebih (Overweight) 25,1 – 27,0

Obesitas >27,0

Sumber :Kemenkes, 2019

2.4 Kajian Penelitian Yang Relevan

Kajian penelitian mengenai asupan energi dan aktivitas fisik dengan persen

lemak tubuh, yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Purwanti Susantini dengan judul “Hubungan

Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Persen Lemak Tubuh, dan Lemak Viscelar

di Kota Semarang”. Hasil Berdasarkan uji korelasi pearson didapat ada

hubungan antara Indek Masa Tubuh dengan persen lemak (p=0,000), hal ini

sesuai dengan hasil penelitian Siti Nur Fatimah, Ieva B Akbar, Ambrosius

Purba, Vita Murniati Tarawan, Gaga Irawan Nugraha, Putri Tessa Radhiyanti,

dan Titing Nurhaya, bahwa Koefisien bernilai positif artinya terdapat

hubungan positif antara nilai IMT dengan persen massa lemak, semakin tinggi

IMT akan meningkatkan persen massa lemak.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Habibaturochman dengan judul “Hubungan

Konsumsi Air, Asupan Zat Gizi dan Aktivitas Fisik Dengan Persen Lemak

Tubuh Pada Remaja Putri”. Hasil dari penelitian ini adalah adanya hubungan

29
konsumsi air, asupan karbohidrat, dan lemak dengan persen lemak tubuh pada

remaja putri. Tidak terbukti adanya hubungan asupan energi, protein, dan

aktivitas fisik dengan persen lemak tubuh pada remaja putri.


2.5 Kerangka Berpikir
2.5.1 Kerangka teori
Gaya Hidup Hereditas

Normal Overweight Obesitas Protein Karbohidrat Lemak Vitamin A

IMT Asupan zat gizi

Underfat Persen Lemak Tubuh Obese

Healthy Overfat

Sumber: Modifikasi dari WHO 2013, Amelia 2010 dan Wilda 2015
Keterangan : = Diteliti

= Tidak Diteliti

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori

Persen lemak tubuh merupakan persentase berat lemak total dalam tubuh

terhadap berat badan seseorang. Berdasarkan bagan di atas, persen lemak tubuh

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya gaya hidup dan hereditas. Berdasarkan

kategorinya persen lemak tubuh terbagi menjadi 4 kategori, yaitu underfat, healthy,

Overfat dan Obese.

31
Faktor yang mempengaruhi persen lemak tubuh yaitu IMT. IMT diperoleh dari

hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan yang dihitung menggunakan rumus

IMT yaitu dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi

badan (dalam meter). Salah satu faktor yang mempengaruhi IMT seseorang yaitu pola

makan. Pola makan berkenaan dengan jenis, proporsi dan kombinasi makanan yang

dimakan oleh setiap individu.

Menurut Abramowitz dalam Prada, 2014 IMT ini sendiri dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya usia, jenis kelamin, genetik, pola makan dan aktivitas

fisik.

Faktor persen lemak tubuh berikutnya yaitu asupan zat gizi. Asupan zat gizi

merupakan kebutuhan yang berperan dalam proses pertumbuhan terutama dalam

perkembangan otak. Kemampuan seseorang untuk dapat mengembangkan saraf

motoriknya adalah melalui pemberian asupan gizi yang seimbang (Aramico,dkk.,

2017). Asupan gizi merupakan salah satu faktor lain yang menentukan persen lemak

tubuh dalam tubuh seseorang.

2.5.2 Kerangka konsep

Berdasarkan uraian di atas bisa dilihat kerangka konsep yaitu:

IMT
Persen
Lemak
Tubuh
Asupan Zat Gizi
Keterangan:

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

= Hubungan antar variabel

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan Indeks Massa Tubuh dengan persen lemak tubuh pada

mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo.

2. Ada Hubungan Asupan zat gizi dengan persen lemak tubuh pada mahasiswa

Universitas Negeri Gorontalo.

33
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Penetapan Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Penetapan lokasi

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Universitas Negeri Gorontalo Jurusan

Kesehatan Masyarakat yang beralamatkan di Jalan Jenderal Sudirman No.6,

Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo.

3.1.2 Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 1 bulan November-Desember 2021.

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian survey analitik dengan rancangan

Cross Sectional. Cross Sectional, yaitu untuk mengetahui hubungan variabel

independen IMT dan asupan zat gizi dengan variabel dependen yaitu persen lemak

yang diteliti secara bersamaan.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel menurut Notoatmodjo (2012) adalah konsep yang mempunyai

bermacam- macam nilai. Sedangkan lain lagi dengan yang disampaikan (Nursalam,

2013) Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain– lain). Dalam riset, variabel

dikarakteristikkan sebagai derajat, jumlah dan perbedaan. Variabel juga merupakan


konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk

pengukuran suatu penelitian.

3.3.1 Variabel bebas (independent)

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya

variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah IMT dan asupan zat gizi.

3.3.2 Variabel terikat (dependent)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah persen

lemak.

3.4 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


Definisi operasional
Variabel Definisi konseptual
Dimensi Skala Pengukuran

Indeks Status gizi yang Status gizi diukur dengan Rasio


massa ditentukan melalui menggunakan perhitungan IMT/U,
tubuh pengukuran mulanya responden diukur tinggi
(IMT) antropometri berupa badan munggunakan BIA
berat badan dan tinggi kemudian hasil yang diperoleh
badan yang dimasukan kedalam rumus IMT/U.
ditentukan dengan
indeks IMT/U sesuai
dengan standar
kemenkes (2010)

Asupan Makanan dan 1. Makanan dan minuman yang Rasio


zat gizi minuman yang dikonsumsi setiap hari
dikonsumsi 2. Sumber karbohidrat yang
mahasiswa setiap dikonsumsi

35
Definisi operasional
Variabel Definisi konseptual
Dimensi Skala Pengukuran

hari, yang dilihat dari 3. Sumber protein yang dikonsumsi


asupan karbohidrat, 4. Sumber lemak yang dikonsumsi
protein, lemak dan 5. Sumber vitamin A yang
vitamin berdasarkan dikonsumsi
hasil wawancara
langsung
menggunakan
metode Food
Frequency
Qustionnarie.
Persen Persen lemak tubuh 1. Umur Rasio
lemak adalah persentase 2. Jenis Kelamin
tubuh total lemak tubuh 3. Berat Badan
mahasiswa yang 4. Tinggi badan
merupakan
komposisi tubuh
mahasiswa selain
massa tulang, massa
otot dan kadar air.

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa

Uneversitas Negeri Gorontalo di Jurusan Kesehatan Masyarakat angkatan tahun 2020

berjumlah 160 orang.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut sampel yang diambil dari populasi tersebut harus betul representative
(mewakili). Ukuran sampel merupakan banyaknya sampel yang akan diambil dari

suatu populasi (Sugiyono, 2018). Sampel pada penelitian ini yaitu mahasiswa

Universitas Negeri Gorontalo Jurusan Kesehatan Masyarakat angkatan tahun 2020

sebanyak 113 orang.

a. Besar sampel

Penentuan besar sampel pada penelitian memperhatikan untuk mengetahui

jumlah sampel minimal, penetuan ukuran sampel menggunakan rumus

Lameshow 1997 (dalam Sugiyono, 2018) sebagai berikut:

Keterangan : N = Besarpopulasi

n = Besarsampel

P = Proporsisubyekdalampopulasi

Q = (1-P) Proporsi non subyekdalampopulasi

d2 = Presisi (nilaiabsolut) = menggunakan 5%

Z21- α/2 = Tingkatkemaknaan yang diinginkan

37
Hasil perhitungan :

Berdasarkan perhitungan diatas, maka diketahui bahwa besar sampel dalam

penelitian ini sebanyak 113,14 dan dibulatkan menjadi 113 responden.

b. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu Purposive Sampling.

Menurut Sugiyono (2016:85) bahwa purposive sampling adalah teknik pengambilan

sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Alasan menggunakan teknik

Purposive Sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria yang sesuai

dengan fenomena yang diteliti. Oleh karena itu, penulis memilih teknik Purposive

Sampling yang menetapkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu


yang harus dipenuhi oleh sampel-sampel yang digunakan dalam penelitian ini.

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu :

1) . Responden yang bersedia untuk diwawancara

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini pengumpulan data disesuaikan dengan jenis data sebagai

berikut :

3.6.1 Sumber data

1. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung bedasarkan wawancara dan

pengukuran kepada responden.

2. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh langsung dari

jurusan kesehatan masyarakat.

3.6.2 Instrumen penelitian

Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data

(Sugiyono, 2012).

1. Alat tulis

Adalah alat yang digunakan untuk mencatat, melaporkan hasil penelitian. Alat

tersebut berupa pulpen, kertas, dan pensil.

2. Kuisioner

39
Kuisioner adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data karakteristik

responden seperti nama, umur, jenis kelamin, dan juga memperoleh variabel yang

ingin diteliti seperti berat badan, tinggi badan dan persen lemak dalam tubuh

mahasiswa kesmas angkatan tahun 2020.

3. Timbangan BIA (Bioelectrical Impedance Analysis)

Adalah metode pengukuran estimasi komposisi lemak dan air dalam tubuh.

Metode ini menggunakan aliran listrik yang melewati berbagai jaringan tubuh yang

memiliki kepadatan yang beragam, kemudian dilakukan estimasi persentase lemak,

air, dan massa otot dalam tubuh.

4. Timbangan Berat Badan

Timbangan berat badan adalah timbangan yang digunakan untuk mengukur

bobot berat pada seseorang.

5. Microtoise

Microtoise adalah alat ukur tinggi badan yang bisa dipasang ditembok, sehingga

mudah dalam pengukuran dan simple dalam penempatannya.

6. Kamera

Kamera dalam penelitian ini digunakan untuk mengambil dokumentasi sebagai

bukti selama penelitian berlangsung.

3.7 Teknik Anlisis Data

3.7.1 Analisis univariat

Analisis univariat data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dapat dilihat

dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase yang disajikan dalam bentuk tabel.
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel

yang akan diteliti.

3.7.2 Analisis bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mencari hubungan

variabel dependen (persen lemak tubuh), dengan variabel independen (IMT dan

asupan zat gizi). Dalam penelitian ini, teknik analisis data menggunakan uji analisis

korelasi Rank Spearman dengan bantuan SPSS.

Rumus Korelasi Spearman Rank (p = rho) :

Keterangan :

ρ = Nilai korelasi Spearman Rank

= selisih setiap pasangan rank

n = jumlah pasangan rank untuk spearman (5 < n < 30)

41
DAFTAR PUSTAKA
Abramowitz, M. 2014. Diseases and Disorder: Obesity. USA: Lucent Books
Almatsier, S, dkk. 2011. Gizi seimbang dalam daur kehidupan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Amelia. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Generatif terhadap Kemampuan
Koneksi Matematis Siswa. (Skripsi). UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aramico, Basri., Siketang, Nihan, Nur, A. 2017. Hubungan Asupan Gizi, Aktivitas
fisik, Menstruasi dan Anemia dengan Status Gizi pada Siswi Madrasah Aliyah
Negeri (MAN) Simpang Kiri Kota Subulussalam (Relationship Beetwen
Nutrition Intake, Physical Activity, Menstruation And Anemia With The
Nutritional Status Among Female Students in Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Simpang Kiri Subulussalam City). Banda Aceh: SEL Jurnal Penelitian
kesehatan Vol.4 No.1, Juli 2017, 21-30.
Badan penelitian dan pengembangan kesehatan Kementerian kesehatan RI. 2014.
Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Badan penelitian dan
pengembangan kesehatan Kementerian kesehatan RI.
Barasi, Mary E. 2010. At a Glance ILMU GIZI. Jakarta : Erlangga
Cakrawati, dewi dan Mustika NH. 2014. Bahan pangan, Gizi, dan Kesehatan.
Alfabeta. Bandung.
Fatmah., 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.
Gibson , R. 2005. Principles of nutrional assesment. Oxford university. New york.
Henuhili. 2010. Gen-gen Penyebab Obesitas dan Hubungannya dengan perilaku
Makan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, pendidikan dan Peneran
MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta
Iswanto, 2007. Pola Hidup Sehat Dalam Keluarga. Jakarta :Sunda Kelapa Pustaka.
Kemenkes RI. 2018. Hasil Utama RISKESDAS 2018, Kemenkes RI: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Nursalam. 2013. Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Notoatmodjo . 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Proverawati, Atikah. 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Depertemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
Ridwan, Muhammad, dkk., 2017. hubungan antara asupan energi dan aktifitas fisik
dengan kebugaran jasmani :Journal of Holisticand Health Sciences Vol.1 No.
1, Januari-Juni 2017
Sugiyono. 2018. Penelitian Pendekatan Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung:
Alfabeta.
Supariasa. 2012. Pendidikan Dan Konsultasi Gizi. Jakarta : EGC
Vistabunda. 2013. Indeks Masa Tubuh dan Hidup Sehat.
http//www.vistabunda.com.akses 21 Oktober 2021.
World Health Organization (WHO). 2014. Commission on Ending Childhood
Obesity. Geneva, World Health Organization, Departement of
Noncommunicable disease surveillance.
WHO World Health Organization. 2016. World Health Statistics. Dunia : WHO.
Yuniastuti, A. 2015 Gizi dan kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

43
Lampiran 1
FORMULIR INFORMED CONCENT

Bapak/Ibu yang terhormat, terimakasih atas kesediaannya menjadi responden


penelitian ini, yang berjudul “Hubungan antara IMT dan Asupan Zat Gizi Dengan
Persen Lemak Tubuh Pada Mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo”. Penelitian ini
bertujuan untuk menganilisis hubungan IMT dan asupan zat gizi yang dikonsumsi
sehari-hari. Adapun salah satu manfaatnya untuk pedagang adalah bapak/ibu dapat
memperhatikan kesehatan khususnya faktor risiko obesitas mengetahui bagaimana
asupan gizi, dsb.

Dalam penelitian ini saya memohon kesediaan bapak/ibu untuk diwawancara,


mengisi kuesioner dan di ukur persen lemak tubuhnya. Bila ada hal- hal yang ingin
ditanyakan lebih lanjut mengenai penelitian ini, bapak/ibu dapat menghubungi saya,
Mohamad Reza Moontuno (082393228863).

Setelah mendapatkan penjelasan secara rinci dan memahami prosedur


penelitian ini maupun risiko yang akan timbul, saya bersedia berpartisipasi
sebagai responden dalam penelitian “Hubungan antara IMT dan Asupan Zat Gizi
Dengan Persen Lemak Tubuh Pada Mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo”.

Gorontalo, November 2021

Responden Peneliti
………………………… Mohamad Reza Moontuno

Lampiran 2
LEMBAR IDENTITAS

Kode responden :

Tanggal Pengambilan data :

A. IDENTITAS NAMA RESPONDEN

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis kelamin :

B. INDEKS MASA TUBUH (IMT)

1. Berat badan :

2. Tinggi badan :

3. Hasil IMT :

C. ASUPAN ZAT GIZI (FFQ)

1.

D. PERSEN LEMAK TUBUH

1. Umur :

2. Jenis Kelamin :

3. Tinggi Badan :

4. Berat Badan :
45
5. Hasil persen lemak tubuh :

Anda mungkin juga menyukai