Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Obesitas adalah suatu keadaan dimana adanya penimbunan lemak berlebih dari yang

diperlukan fungsi tubuh normal.1 Obesitas merupakan salah satu penyakit tidak menular namun

Obesitas merupakan suatu masalah medic yang prevalensinya semakin meningkat setiap tahun

dan merupakan suatu masalah kesehatan yang sering ditemui baik di Negara maju maupun

Negara berkembang. Masalah kegemukan dan obesitas di Indonesia terjadi pada semua

kelompok umur dan pada semua strata sosial ekonomi.2

Pada anak sekolah, dan remaja kejadian kegemukan dan obesitas merupakan

masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa. Remaja obesitas pada sepanjang

hidupnya mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita sejumlah masalah kesehatan yang

serius seperti diabetes, penyakit jantung, stroke, dll. Obesitas juga dapat berpengaruh pada

psikologi dan social anak maupun remaja yang dapat menimbulkan peningkatan resiko depresi,

seperti yang kita ketahui sebagian besar anak obesitas cenderung di tolak, diejek dan dikucilkan

dalam lingkungan bermain dan social oleh rekan-rekan mereka karena masalah berat badan.2

Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 memperkirakan di

dunia ada sekitar 1,6 milyar remaja berumur 15 tahun kelebihan berat badan dan sebanyak 400

juta orang gemuk (obesitas) dan di perikirakan lebih dari 700 juta orang dewasa akan gemuk

(obesitas) pada tahun 2015.¹ Di Indonesia, prevalensi obesitas yang tinggi pada wilayah kota dan
Kabupaten di temukan pada etnis Sulawesi, Maluku dan Papua di wilayah kota (31,8%-39,8%)

dan di wilayah Kabupaten (25,6%-29,7%).3 Berdasarkan hasil penelitian di Kota Manado

sebelumnya dengan sampel sebanyak 2835 siswa SLTP terdapat 35,71% obesitas pada usia 11-

12 tahun dan 64,29% obesitas pada usia 13-15 tahun. Dengan distribusi prevalensi obesitas

terbanyak pada perempuan sekitar 50,71% sedangkan pada laki-laki 49,29%.4

Obesitas terutama disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor genetik meskipun

diduga juga berperan tetapi tidak dapat menjelaskan terjadinya peningkatan prevalensi

kegemukan dan obesitas. Pengaruh faktor lingkungan terutama terjadi melalui

ketidakseimbangan antara pola makan dan perilaku makan. Hal ini terutama berkaitan dengan

perubahan gaya hidup yang mengarah pada sedentary life style. 2

Pola makan yang tidak teratur dapat menyebabkan obesitas, contohnya kebiasaan

sering makan makanan praktis dan siap saji seperti hamburger,hotdog,pizza dan makanan siap

saji lainya serta minum minuman ringan seperti softdrink yang tidak sehat dan dapat

menimbulkan mutu gizi yang tidak seimbang.2

Kota Bitung merupakan salah satu kota di provinsi Sulawesi Utara yang memiliki

perkembangan yang cepat karena terdapat pelabuhan laut terbesar di sulwesi utara yang

mendorong percepatan pembangunan kota bitung,5 Selain merupakan kota pelabuhan terbesar di

Sulawesi utara Kota bitung juga dikenal sebagai kota cakalang karena kota bitung memiliki

potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar,6 hal ini juga karena kota Bitung merupakan

penghasil produk perikanan untuk pasar domestik dan pasar manca Negara, sehingga tidak heran

apabila di kota bitung banyak dijumpai pabrik pengolahan ikan dan kuliner restoran yang

menawarkan makanan hasil laut.7


Pengetahuan tentang pola makan yang baik perlu mendaptkan perhatian yang

serius,karena apabila ditinjau lagi sepertinya ada hubungan yang erat antara pola makan dan

kejadian obesitas.

Berdasarkan data - data diatas maka peneliti sangat ingin meneliti dan mengetahui

apakah benar ada hubungan pola makan dan obesitas pada remaja sma di kota bitung

1.2 Perumusan masalah :

Apakah ada hubungan pola makan dan obesitas pada remaja di kota bitung ?

1.3 Hipotesis

Ada hubungan bermakna antara pola makan dan obesitas

1.4 Tujuan penelitian :

Untuk mengetahui hubungan pola makan dan obesitas pada remaja di kota bitung

1.5 Manfaat penelitian :

1. Manfaat bagi peneliti :

Dapat memberikan tambahan pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian

dalam hal mengambil sampel data langsung di lapangan, serta menambah pengetahuan

ilmu bagi peneliti tentang masalah obesitas.

2. Manfaat bagi Institusi :

Dapat mengetahui hubungan pola makan dan obesitas pada remaja di kota bitung
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obesitas

2.1.1 Definisi dan epidemiologi obesitas

Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial,yang terjadi akibat akumulasi jaringan

lemak berlebihan, obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan

metabolisme energy yang dikendalikan oleh beberapa factor biologic spesifik.secara fisiologis,

obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau

berlebihan di jaringan adipose sehingga dapat mengganggu kesehatan.8


Berat badan berlebih dan obesitas dapat didefinisikan sebagai akumulasi lemak tubuh

secara berlebihan, pada pria,kandungan lemak tubuh yang sehat mungkin berjumlah 15% dari

keseluruhan berat badan;sedangkan pada wanita mungkin 25%.9 Obesitas biasanya dinyatakan

dengan adanya 25% lemak tubuh total pada pria dan sebanyak 35% atau lebih pada wanita. 10

Obesitas merupakan suatu kondisi yang kronis dengan karakteristik kelebihan lemak

tubuh dan hal itu sekarang merupakan masalah medic yang prevalensinya semakin meningkat

setiap waktu. Obesitas biasanya disebabkan oleh kelebihan masukan makanan bukan dari

kelebihan makan (overeating) yang massif. 11

Di Indonesia, terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup

yang menjurus ke westernisasi dan sedentary berakibat pada perubahan polamakan / konsumsi

masyarakat yang merujuk pada polamakan tinggi kalori , tinggi lemak dan kolesterol,12,13

terutama terhadap penawaran makanan siap saji ( fastfood) yang berdampak meningkatkan risiko

obesitas.12

Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di

berbagai negara , sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun terkait dengan kelebihan

berat badan dan obesitas. Secara keseluruhan lebih dari 10% dari populasi orang dewasa di dunia

menderita obesitas, dan hampir 300 juta adalah wanita.14 Di Indonesia, angka obesitas terus

meningkat. Pada laki-laki dewasa terjadi peningkatan dari 13,9% pada tahun 2007 menjadi

19,7 % pada tahun 2013. Sedangkan pada wanita dewasa terjadi kenaikan yang sangat ekstrim

mencapai 18,1 %. Dari 14,8% pada tahun 2007 menjadi 32,9 % pada tahun 2013. 15
Prevalensi gizi lebih pada anak-anak usia sekolah dasar tertinggi pada tahun 2002-

2005 ada di Jakarta (25%), Semarang (24,3%), Medan(17,75%), Denpasar (11,7%), Surabaya

(11,4%), Padang 7,1%), Manado (5,3%), Yogyakarta (4,1%), Solo (2,1%). Rata-rata prevalensi

di 10 kota besar mencapai12,2%.15

Data Riset kesehatan Dasar tahun 2010 Menyatakanterjadi peningkatan prevalensi

kegemukan pada anak di Indonesia yaitu dari 12,2% pada tahun 2007 menjadi 14% pada Tahun

2010.16

Berdasarkan hasil penelitian di Kota Manado dengan sampel sebanyak 2835 siswa

SLTP terdapat 35,71% obesitas pada usia 11-12 tahun dan 64,29% obesitas pada usia 13-15

tahun. Dengan distribusi prevalensi obesitas terbanyak pada perempuan sekitar 50,71%

sedangkan pada laki-laki 49,29%.17

Prevalensi overweight dan obes pada anak di dunia meningkat dari 4,2% di tahun

1990 menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai 9,1% di tahun 2020.18

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, didapatkan prevalensi

obesitas pada anak berusia 5-12 tahun adalah 8,8%, 13-15 tahun adalah 2,5%, dan 16-18 tahun

adalah 1,6% berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur lebih dari Z score2 menggunakan

baku antropometri WHO 2007 untuk anak berumur 5-18 tahun. 15

2.1.2 Pengukuran Antropometri sebagai Skreening Obesitas

a. IMT
IMT merupakan suatu indicator yang paling sering digunakan dan praktis untuk

mengukur tingkat populasi dan obese pada orang dewasa maupun anak-anak, IMT juga

digunakan untuk penelitian epidemiologi,

IMT atau indeks quatelet rumusnya adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi

tinggi dalam meter kuadrat (m2). Pada anak usia 2-18 tahun menggunakan grafik IMT CDC 2000

yang dimana Ambang batas yang digunakan untuk obesitas adalah lebih dari Persentil 95 grafik

IMT CDC 2000.19 (lampiran 1).

Table 2.1 klasifikasi IMT/BMI

Klasifikasi BMI(kg/m2) Obesity class

Underweight <18,5

Healthy weight 18.5-24.9

Overweight 25.0-29.9

Obesity 30.0-34.9 I

Obesity 35.5-39.9 II

Extreme obesity ≥40 III

Sumber : national institutes of health, national heart, lung, and blood institute: clinical guidelines

on the identification, evaluation, and treatment of overweight and obesity in adults.

U.S.Department of health and human services, public health service,1998.20

Table 2.2 klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut menurut

criteria asia pasifik


RISIKO KEMORBIDITAS

KLASIFIKASI IMT(kg/m2) LINGKAR PERUT

< 90 cm ( laki- ≥90 cm ( laki-laki)

laki)

<80cm ≥80 cm

(perempuan) (perempuan)

Berat badan < 18,5 Rendah (risiko Sedang

kurang meningkat pada

masalah klinis lain)

Kisaran normal 18,5 – 22,9 Sedang Meningkat

Berat badan lebih ≥ 23,0

 Beresiko 23,0 – 24,9 Meningkat Moderat

Obese I 25,0 – 29,9 Moderat Berat

Obese II ≥ 30,0 Berat Sangat berat

Sumber : WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-pacific perspective: Redefining obesity and

its treatment (2000).8

b. Lingkar Pinggang

IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, akan tetapi tetapi IMT

bukan merupakan indikator terbaik untuk obesitas. Selain IMT, metode lain untuk pengukuran

antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar pinggang. Parameter penentuan

obesitas merupakan hal yang paling sulit dilakukan karena perbedaan cutt of point setiap etnis
terhadap IMT maupun lingkar pinggang. Sehinggga IDF (Internasional Diabetes Federation)

mengeluarkan kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis.21

Table 2.3 Kriteria ukuran pinggang berrdasarkan etnis

Negara/grup etnis Lingkar pinggang (cm) pada obesitas

Eropa Pria >94 , Wanita >80

Asia Selatan Populasi China, Melayu, Pria >90 , Wanita >80

dan Asia-India

China Pria >90 , Wanita >80

Jepang Pria >85 , Wanita >90

Amerika tengah Gunakan rekomendasi Asia Selatan

hingga tersedia data spesifik

Sub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa hingga

tersedia data spesifik

Timur tengah Gunakan rekomendasi Eropa hingga

tersedia data spesifik

c. Waist-To - Hip ratio.

Selain IMT dan lingkar perut, rasio antara lingkar perut dan lingkar pinggul

merupakan alternative klinis yang praktis. Lingkar perut dan rasio lingkar perut dengan lingkar

pinggul berhubungan dengan besarnya resiko untuk terjadinya gangguan kesehatan.22


Table 2.4 Nilai Normal untuk Waist-To-hip ratio

jenis kelamin Ukuran waist- to- hip

Wanita < 0,9

Pria <1

2.1.3 Etiologi dan factor penyebab obesitas

Obesitas disebabkan oleh karena adanya pemasukan jumlah makanan yang lebih

besar dari pada pemakaianya oleh tubuh sebagai energy. Makanan yang berlebihan baik lemak,

karbohidrat, maupun protein,kemudian disimpan hampir keseluruhanya sebagai lemak di

jaringan adipose, yang kemudian akan dipakai sebagai energy, Dengan kata lain obesitas

disebabkan oleh imobilisasi lemak yang tidak efektif dari jaringan adipose oleh lipase jaringan

sedangkan penyimpanan dan pembentukan lemak berjalan dengan normal.proses yang berjalan

satu arah ini menyebabkan peningatan penyimpanan lemak secara progresif yang akan

menimbulkan obesitass yang berat.10

Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan energi

positif, sebagai akibat ketidak seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi,

sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak.13,23 Sebagian

besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor eksogen/nutrisional (obesitas
primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek

genetik hanya sekitar 10%.23,24

Penyebab obesitas masih belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu

penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena

interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial

ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan.13,23

Faktor Genetik .

faktor genetik yang yang sangat berperanan besar pada obesitas adalah Parental

fatnes. Apabila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya akan menjadi obesitas; bila salah satu

orang tua obesitas, Maka kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas,

Maka prevalensi menjadi 14%.23 Hipotesis dari Barker menyatakan bahwa perubahan

lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan pada perkembangan organ-organ tubuh

terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan

pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit

dikemudian hari. Mekanisme terjadinya kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada

resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu

makan yang jelek atau tidak baik.25,26 Dengan demikian diketahui kerentanan terhadap obesitas

ditentukan secara genetik sedangkan lingkungan menentukan ekspresi fenotipe.26

Faktor lingkungan.

Kegemukan dan obesitas terutama disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor genetik

meskipun diduga juga berperan pada obesitas akan tetapi tidak dapat menjelaskan terjadinya

peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas. Pengaruh dari faktor lingkungan terutama

terjadi melalui ketidakseimbangan antara pola makan, perilaku makan dan aktivitas fisik. Hal ini
terutama dikaitkan dengan adanya perubahan dari gaya hidup yang mengarah pada sedentary

life style.2

1. Aktifitas fisik.

Energy expenditure merupakan suatu komponen utama dari aktifitas fisik, yaitu di

mana sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan

adanya hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian suatu obesitas. Individu

dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar ≥ 5 kg.25

Penelitian di Jepang menunjukkan adanya risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok

yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedangkan penelitian di Amerika menunjukkan adanya

penurunan berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim

dan tenis tidak menunjukkan adanya suatu penurunan berat badan yang signifikan.27

Penelitian yang dilakukan terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi

yang sama menunjukkan bahwa anak-anak yang menonton TV ≥ 5 jam perhari mempunyai

risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang menonton TV

≤ 2 jam setiap harinya.25

2. Faktor nutrisional dan pola makan

Peranan dari faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah

lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan

lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori

dari karbohidrat dan lemak,23 serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi

tinggi.
Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan

tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompok dengan

asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging

akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali.27 Keadaan ini disebabkan oleh karena

makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih tidak mengenyangkan serta

mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan dengan makanan yang banyak

mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang sangat lezat

sehingga akan meningkatkan selera makan yang pada akhirnya menyebabkan trjadinya konsumsi

yang berlebihan.25 Selain itu kapasitas dari penyimpanan makronutrien juga menentukan

keseimbangan energi. Protein mempunyai suatu kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh

dalam jumlah yang terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat, sehingga

apabila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi; sedang karbohidrat

mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan

dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi

karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila suatu cadangan lemak tubuh

rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-

80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai suatu kapasitas penyimpanan yang

tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi dengan peningkatan oksidasi lemak

sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.28,24

3. Faktor sosial ekonomi.

Suatu pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi dipengaruhi oleh

Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan
pendapatan.23 Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan

gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: pergi ke sekolah dengan naik

kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak

memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer

/ games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan

dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.29,24

2.2 pola makan

2.2.1 Definisi Pola Konsumsi Makanan

Pola konsumsi makanan adalah susunan makanan yang merupakan suatu kebiasaan

yang dimakan seseorang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari

yang umum dikonsumsi /dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu.30

Keadaan obesitas terjadi jika makanan seharinya-harinya mengandung energi yang

melebihi kebutuhan. Biasanya terjadi pada anak yang cepat merasa lapar dan tidak mau menahan

rasa laparnya. Kosumsi makanan sehari-hari dapat dilihat berdasarkan umur, berat badan, tinggi

badan dan jenis kelamin. Banyak atau sedikitnya zat gizi yang dikonsumsi melalui makanan

menentukan status gizi seseorang. Dapat dikatakan bahwa konsumsi makanan merupakan faktor

langsung yang berpengaruh teradap status gizi. Kelebihan konsumsi makanan yang tidak

diimbangi dengan pengeluaran energi yang mencukupi dan aktifitas yang kurang menyebabkan

timbulnya kegemukan/obesitas.31

2.2.2 Penilaian pada pola konsumsi makan


Dalam penilaian konsumsi makanan dapat digunakan beberapa metode yang sering

digunakan, yaitu :

 Recall 24 jam

metode recall 24 jam cara menilainya adalah dengan meminta responden untuk

menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam sebelum wawancara dilakukan.

Untuk lebih mudah dalam mengingat ukuran atau porsi makanan biasanya peneliti menggunakan

alat bantu berupa food model dan alat ukur rumah tangga (URT). Dalam hal melakukan recall

biasanya digunakan patokan waktu makan agar dapat membantu responden mengingat makanan

yang dikonsumsinya. Patokan waktu yang digunakan seperti setelah bangun tidur, pada saat

sekolah, pulang sekolah, sore sampai malam hari menjelang tidur. Dengan melakukan recall

beberapa hari maka biasanya dapat memberikan gambaran tentang konsumsi sesungguhnya dari

orang yang diperiksa32

 Food Frequency Questionnaire (FFQ)

Pada metode ini bertujuan untuk mendapatkan data kualitatif yangmemberikan

informasi tentang pola makan. Daftar pertanyaan berisi tentang dua komponen, yaitu daftar

makanan dan frekuensi makan dalam periode waktu tertentu seperti hari, minggu, bulan dan

tahun. Kelebihan metode ini adalah daftar pertanyaan dapat diisi sendiri oleh responden, biaya

relatif murah, lebih representatif untuk kebiasaan atau pola makan. Sedangkan kelemahannya

adalah tidak ada porsi makanan, tidak bisa menilai konsumsi zat gizi sebenarnya. FFQ sering

digunakan untuk studi epidemiologi yang berkaitan dengan kebiasaan makan dan penyakit.32

2.3 Pola makan tidak sehat


2.3.1 Makanan Jajanan

Jajan merupakan suatu kegiatan yang biasa dilakukan dan sangat digemari oleh anak-

anak sekolah. Makanan jajanan biasanya sangat mudah untuk didapat dan harganya juga relatif

terjangkau oleh anak sekolah. Uang jajan merupakan dana yang diterima oleh seorang anak dari

orangtua baik untuk kebutuhan harian, mingguan atau bulanan. Bagi anak usia sekolah dasar

uang yang didapat lebih cenderung untk membeli jajanan yang berada di lingkungan sekolah

baik berupa makanan maupun barang-barang.Menurut Berg (1985) tingkat pendapatan orangtua

dapat menentukan pola makan termasuk pola jajan anak.31,33

Dalam penelitian ditemukan bahwa terdapat kontribusi sebanyak 14% protein dan

22% karbohidrat dari makanan jajanan.34 Hal ini dapat disimpulkan bahwa peranan makanan

jajanan cukup signifikan dalam memberikan kontribusi energi sebesar 10-25% terhadap

konsumsi makanan sehari.3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan United States Departement of Agriculture

(USDA) pada tahun 1985 dan 1986 ditemukan bahwa sekitar 76% sampai 83% minimal

mengkonsumsi makanan ringan atau makanan jajanan sekali dalam sehari. Makanan jajanan

biasanya mengandung sekitar 20% dari jumlah kalori per hari.31,35

Jenis jajanan dibagi dalam 2 jenis yaitu meals yakni makanan yang cukup banyak

mengandung karbohidrat dan lemak namun mengadung sedikit protein seperti siomay, martabak,

nasiuduk dan lainnya. Jenis yang kedua adalah snack yakni makanan ringan yang mengandung

zat pengatur seperti biskuit susu, pisang goreng, dan jenis makanan lainnya serta minuman

seperti cendol dan sirup,Jenis meals dipercaya lebih risiko mengakibatkan obesitas dibandingkan

dari jenis snack, karena kadar kalori meals yang tinggi.31,36


2.3.2 Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fastfood)

Gaya hidup modern seperti saat ini di penuhi dengan kehadiran makanan cepat saji

sehingga pada awal kemunculannya masyarakat langsung menyukainya. Makan cepat saji

keunggulanya adalah cara penyajiannya yang cepat, dan orang bisa menyantapnya sambil berdiri

dan berjalan-jalan tanpa harus berlama-lama duduk di meja makan. Di kota besar di Indonesia,

telah terjadi suatu perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan yaitu dimana terjadi pergeseran

dari pola makan tradisional menjadi pola makan seperti barat (Western Style) yaitu fastfood.31

Makanan cepat saji merupakan makanan yang tidak seimbang kandungan zat gizinya.

Berbagai makanan yang tergolong dalam makanan cepat saji adalah ayam goreng, kentang

goreng, soft drink, hamburger, pizza, hotdog, donat, minuman berkarbonasi dan lainya. Pola

makan Mengkonsumsi makanan cepat saji semakin sering ditemui pada masyarakat di kota-kota

besar. Selain dengan semakin banyak dan bertambahnya jumlah outlet maupun restoran-restoran

di berbagai penjuru kota, menu dari makanan cepat saji umumnya terkesan enak, lezat dan

praktis. Di kota besar banyak ditemukan konsumen yang lebih memilih menu makanan cepat saji,

karena keterbatasan waktu dalam menyiapkan makanannya sendiri. Mengkonsusmi makanan

cepat saji merupakan kegemaran anak-anak remaja dan makana cepat saji merupakan makanan

favorit mereka. Tempat-tempat makanan cepat saji pada saat ini tidak hanya terletak di pertokoan,

mall maupun plaza, tetapi sudah mulai ada di dekat sekolah-sekolah, terutama di sekolah-

sekolah favorit. Sehingga tidak mengherankan bila konsumsi makanan cepat saji dikalangan

anak-anak dan remaja terus saja meningkat. The American Population Study Cardia menjelaskan
bahwa konsumsi makanan cepat saji positif berhubungan terhadap terjadinya peningkatan berat

badan. Seseorang yang mengkonsumsi makanan cepat saji > 2 kali per minggu berat badannya

akan meningkat 4,5 kg dan 104% meningkatkan resistensi insulin jika dibandigkan dengan

seseorang yang mengkonsumsi makanan cepat saji 1 kali per minggu.31,37

Beberapa faktor yang meyebabkan tingkat konsumsi makanan cepat saji pada anak-

anak dan remaja, adalah tingkat pendapatan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua. Tingkat

pendapatan dari orang tua sangat berpengaruh terhadap bagaimana konsumsi energi. Orang tua

yang mempunyai pendapatan tinggi disetiap bulannya daya belinya pun tinggi, sehingga untuk

memilih berbagai jenis bahan makanan akan lebih besar. Namun pada saat pemilihan bahan

makanan tidak lagi didasarkan pada kebutuhan melainkan lebih mengarah kepada rasa makanan

yang enak, hal ini termasuk makanan cepat saji. Biasanya makanan yang enak cenderung

mengandung protein dan lemak tinggi. Perilaku seperti inilah yang dapat menyebabkan konsumsi

makanan tidak sesuai dengan pertimbangan kesehatan. Konsumsi energi yang tinggi, terutama

yang berasal dari lemak akan berpengaruh terhadap terjadinya masalah kesehatan yaitu obesitas

dan penyakit degeneratif lain seperti jantung koroner dan diabetes mellitus. WHO (2000)27,31

menyatakan perkembangan food industry yang salah satunya berkembangnya makanan cepat saji,

yaitu makanan yang tingi lemak tetapi rendah karbohidrat kompleks merupakan salah satu factor

risiko dari obesitas. Makanan cepat saji kini semakin digemari, baik dimakan hanya untuk

kudapan maupun makanan besar. Pada umumnya menu pada makanan cepat saji mengandung

tinggi kalori, garam, dan lemak termasuk kolesterol, dan menu tipe barat (Western) umumnya

hanya sedikit yang mengandung serat (dietary fiber).31,38


2.4 Pedoman Pola makan sehat

2.4.1 Diet untuk pola makan sehat dan seimbang bagi anak obesitas

Diet untuk pola makan sehat dan seimbang sesuai requirement daily allowances (RDA)

merupakan prinsip pengaturan diet pada anak obesitas.

karena anak masih bertumbuh dan berkembang dengan metode food rules, yaitu:39-43

1. Terjadwal dengan pola makan besar 3x/hari dan camilan 2x/hari yang terjadwal (camilan

diutamakan dalam bentuk buah segar), diberikan air putih di antara jadwal makan utama

dan camilan, serta lama makan 30 menit/kali

2. Lingkungan netral dengan cara tidak memaksa anak untuk mengonsumsi makanan

tertentu dan jumlah makanan ditentukan oleh anak

3. Prosedur dilakukan dengan pemberian makan sesuai dengan kebutuhan kalori yang

diperoleh dari hasil perkalian antara kebutuhan kalori berdasarkan RDA menurut height

age dengan berat badan ideal menurut tinggi badan,

Langkah awal yang dilakukan adalah menumbuhkan motivasi anak untuk ingin

menurunkan berat badan setelah anak mengetahui berat badan ideal yang disesuaikan dengan

tinggi badannya, diikuti dengan membuat kesepakatan bersama berapa target penurunan berat

badan yang dikehendaki.45 Sebagai alternatif pilihan jenis makanan dapat menggunakan the

traffic light diet dan satuan bahan makanan penukar (Lampiran2-3).

The traffic light diet39,44,45 terdiri dari green food yaitu makanan rendah kalori (<20

kalori per porsi) dan lemak yang boleh dikonsumsi bebas, yellow food artinya makanan rendah

lemak namun dengan kandungan kalori sedang yang boleh dimakan namun terbatas, dan red
foody aitu mengandung lemak dan kalori tinggi agar tidak dimakan atau hanya sekali dalam

seminggu.39,45,46

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan kalori dengan metode food

rules, yaitu:47

 Kalori yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan normal.Pengurangan kalori berkisar

200–500 kalori sehari dengan target penurunan berat badan 0,5 kg per minggu.

Penurunan berat badan ditargetkan sampai mencapai kira-kira 20% di atas berat badan

ideal atau cukup dipertahankan agar tidak bertambah karena pertumbuhan linier masih

berlangsung

 Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 30%, dan protein cukup

untuk tumbuh kembang normal (15-20%). Bentuk dan jenis makanan harus dapat

diterima anak, serta tidak dipaksa mengonsumsi makanan yang tidak disukai

 Diet tinggi serat dapat membantu pengaturan berat badan melalui jalur intrinsik,

hormonal dan colonic. Ketiga mekanisme tersebut selain menurunkan asupan makanan

akibat efek serat yang cepat mengenyangkan (meskipun kandungan energinya rendah)

serta mengurangi rasa lapar, juga meningkatkan oksidasi lemak sehingga mengurangi

jumlah lemak yang disimpan. Pada anak di atas 2 tahun dianjurkan pemberian serat

dengan rumus (umur dalam tahun + 5) g per hari.(Lampiran 4)

2.4.2 Pedoman gizi seimbang 2014 (Permenkes RI No.41 Tahun 2014)


Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan

gizi. Keadaan gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat. Pola

makan yang baik adalah berpedoman pada Gizi Seimbang.

Pedoman Gizi Seimbang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 1955.

Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang telah diperkenalkan sejak

tahun 1952 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi. Tahun 1990 an kita

sudah punya Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Lebih dari 15 tahun lalu Pedoman Gizi

Seimbang telah dikenalkan dan disosialisasikan kepada masyarakat, namun masih banyak

masalah dan kendala dalam sosialisasi Gizi Seimbang sehingga harapan untuk merubah perilaku

gizi masyarakat ke arah perilaku gizi seimbang belum sepenuhya tercapai. Konsumsi pangan

belum seimbang baik kuantitas maupun kualitasnya, dan perilaku hidup bersih dan sehat belum

memadai. Memperhatikan hal diatas telah tersusun Pedoman Gizi Seimbang yang baru, pada

tanggal 27 Januari 2014 (lampiran 5).48 Pedoman Gizi Seimbang yang baru ini dilengkapi pula

dengan pesan visualisasi untuk konsumsi kita sehari-hari yang digambarkan “Tumpeng gizi

seibang” (lampiran 6).48


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan pendekatan observasional

analitik

3.2 waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan september-november 2015 dan dilanjutkan sampai

tanggal 14 januari 2016

3.3 Tempat penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di bitung

3.4 Populasi dan sampel

 Penelitian ini akan mengambil populasi siswa SMA di kota bitung .


 Sampel siswa kelas 1-3 SMA

 teknik pengambilan sampel secara purposive random sampling

3.5 Kriteria sampel penelitian

3.5.1 kriteria inklusi

 Siswa dan siswi SMA di kota bitung ,sehat, dan terdaftar aktif sekolah.

 Siswa SMA dikota bitung dengan linggkar pinggang ≥ 90 cm

 Siswi SMA dikota bitung dengan linggkar pinggang ≥ 80cm

 Siswa dan siswi yang bersedia untuk dijadikan sampel penelitian

3.5.2 kriteria eksklusi

 Siswa dan siswi SMA kota bitung yang tidak bersedia dijadikan sampel penelitian

 Siswa dan siswa SMA di kota bitung yang overweight

 Siswa dan siswi SMA di kota bitung yang underweight

 Siswa dan siswi SMA di kota bitung yang mempunyai berat badan normal

 Siswa SMA di kota bitung dengan linggkar pinggang ≤ 90cm

 Siswi SMA di kota bitung dengan linggkar pinggang ≤ 80cm

 Siswa dan siswi sma kota bitung yang menderita penyakit kronis

 Siswa dan siswi sma kota bitung yang menderita kelainan homeostasis atau

hemostasis

3.6 Definisi operasional

1. Obesitas Pada remaja jumlah IMT melebihi persentil > 95 (CDC 2000), Atau memiliki

lingkar pinggang : untuk anak laki-laki ≥90cm dan untuk perempuan ≥80cm berdasarkan

criteria WHO.
Kriteri obesitas menurut IDF dilihat dari lingkar pinggang : usia 10 < 16 tahun : 90

percentile, usia > 16 tahun menggunakan ukuran orang dewasa menurut etnis yaitu asia :

Pria > 90 cm, wanita > 80 cm

2. Remaja adalah anak SMA kelas 1-3 yang berusia 13-18 tahun

3.7 Instrumen peneitian

Pita pengukur lingkar pinggang, timbangan digital, microtoice,alat tulis menulis

Instrumen Penelitian Data umum untuk karakteristik responden menggunakan kuesioner

identitas (Nama, umur, jenis kelamin) dan Frekuensi konsumsi makanan atau FFQ (Food

Frequency Questionaire)

3.8 Pengumpulan data :

Pengumpulan Data umum untuk karakteristik responden dilakukan dengan wawancara

menggunakan kuesioner identitas (Nama, umur, jenis kelamin).

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara pengisian lembar FFQ (Food Frequency

Questionaire).dan pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh) yang nantinya digunakan untuk

menjadi parameter tingkat obesitas.

Data status gizi untuk kelompok obesitas dikumpulkan dengan melakukan pengukuran tinggi

badan (Microtoise) dan Pengukuran berat badan (Timbangan injak kapasitas) serta dengan

pengukuran lingkar pinggang (pita pengukur/meteran)

- Lingkar pinggang
Pengukuran diawali dengan meminta responden mebuka baju maupun melepaskan aksesoris

lain yang menghalangi pengukuran,meminta responden berdiri tegak,letakan pita pengukur

antara batas bawah iga dan crista iliaka,pastikan pita tidak menekan kulit terlalu ketat dn

sejajae dengan lantai,pengukuran dilakukan pada saat akhir ekspirasi normal dan dinyatakan

dalam cm dan catat hasil

- Berat badan

Pengukuran diawali dengan meminta responden melepas aksesoris yang dipakai akan lebih

baik apabila responden memakai pakaian yng minimal dan telah melepas alas kaki kemudian

mempastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka 0,0,meminta responden

berdiri tegak di atas timbangan dengan berat yang tersebar merata pada kedua kaki dan posisi

kepala dengan pandangan menghadap lurus kedepan diusahakan responden tetap tenang

setelah baca berat badan dengan tampilan skala 0,1 terdekat dan catat hasil

- Tinggi badan

Pengukuran diawali dengan mengatur posisi microtoise, meminta responden membuka alas

kaki,reposnden diposisikan tetap dibawah microtoise dengan posisi kaki rapat,lutut

lurus,tumit pantat dan bahu menyentuh dinding dengan posisi tangan di samping dan telapak

tangan menghadap paha,meminta responden manarik napas panjang berdiri tegak tanpa

mengangkat tumit meminta responden menghadap lurus kedepan dan tetap rilek,ditarik

microtoise hingga ujug kepala dan dipegang dengan cara horizontal.pengukuran tinggi badan

ini diambil pada saat menarik nafas maksimum dengan mata pengukur sejajar dengan alat
penunjuk angka untuk menghindari kesalahan penglihatan,catat tinggi badan pada skala 0,1

terdekat

3.9 Masalah etik

Melalui izin pada pada instansi yang berwenang dan informed consent

3.10 Analisis data

Analisa data dimuai dari data yang diperoleh kemudian dikumpul,diolah secara manual dan

computer selanjutnya disajikan dalam bentuk table.

3.11 Jadwal kegiatan

NO KEGIATAN SEP OKT NOV DES JAN

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 MELAPOR KE BAGIAN

2 MENGUMPULKAN

BAHAN PROPOSAL

3 KONSULTASI PROPOSAL

4 SEMINAR PROPOSAL

5 PENGAMBILAN SAMPEL

6 PEMERIKSAAN SAMPEL

7 PENGOLAHAN DATA

8 PENGUMPULAN BAHAN
PEMBAHASAN SKRIPSI

9 PENULISAN/KONSULTASI

SKRIPSI

10 UJIAN SKRIPSI
BAB IV

4.1 Daftar pustaka

1. WHO. Health topic about Obesity.Geneva: Word Health Organization ; 2011.

2. Kementrian kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan

dan Obesitas pada Anak Sekolah. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2011.

3. Imam AA.Manfaat Isoflavon dalam Produk Kedelai Menanggulangi Diabetes serta

Mencegah Obesitas dan Osteoporosis [Skripsi]. Makassar: Universitas

Hasanuddin;2013.

4. Kementrian kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan

dan Obesitas pada Anak Sekolah. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2011.

5. Wikipedia. Kota Bitung. [akses 18 oktober 2015]. Available from:

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bitung.

6. Coastal community development project. Profil Kelautan Dan Perikanan Kota Bitung

2012. Coastal community development project, Dinas kelautan dan perikanan kota

btiung. [Akses18 september 2015]. Available from: URL: http://ccdp-

bitung.com/index.php?option=com_content&view=article&id=26&Itemid=45.

7. Wilhelmina L. Tumengkol, Sutomo Wim Palar dan Debby Ch. Rotinsulu. KINERJA

DAN DAYA SAING EKSPOR HASIL PERIKANAN LAUT KOTA BITUNG.

[akses 18 september 2015]. Available from : URL:

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CC

kQFjACahUKEwi9sdgnqzIAhXKGY4KHXe8DF8&url=http%3A%2F%2Fejournal.u
nsrat.ac.id%2Findex.php%2Fjbie%2Farticle%2Fdownload%2F6376%2F5893&usg=

AFQjCNGM-

_0gxSon3wuy03SQKGdbijkfCA&sig2=GlfF5KqKlHhK_1nWdIecfg&cad=rja.

8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. P. 2563.

9. Barasi, ME. 2007. At a Glance Ilmu Gizi. Dialih bahasakan oleh Halim, H. Penerbit

Erlangga. Jakarta.

10. Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2008). Buku ajar-Fisiologi kedokteran (Eds. 11) (Irawati,

Dian Ramadhani, Fara Indriyani, Frans Dany, Imam Nuryanto, Srie Sisca Prima

Rianti, Titiek Resmisari & Y. Joko Suyono, Penerjemah). Jakarta: EGC. P. 889, 917-

918.

11. Labib M. The Investigation and management obesity. J Clin Pathol 2003;56:17-25.

12. Satoto, Karjati, S., Darmojo, B., Tjokroprawiro, A., Kodyat, BA. Kegemukan,

Obesitas dan Penyakit Degeneratif: Epidemiologi dan Strategi Penanggulangannya,

Dalam: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998. Jakarta: LIPI, hal. 787

– 808.

13. Heird, W.C. Parental Feeding Behavior and Children’s Fat Mass. Am J Clin Nutr,

2002; 75: 451 – 452Suryaputra K, Rahayu S. Perbedaan Pola Makan Dan Aktifitas

Fisik Antara Remaja Obesitas Dengan Non Obesitas.Makara Kesehatan. 2012;16:45-

50.

14. WHO. Health topic about Obesity.Geneva: Word Health Organization ; 2013.

15. Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS.Jakarta:

Balitbang Kemenkes RI.


16. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

2010.Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta.

17. Basuki A, Manampiring, E.A. Tompunu M. (2005). Hubungan Asupan Energi dengan

kejadian obesitas pada remaja sekolah menengah pertama dikota Manado. Media

Kesehatan.

18. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI Tahun

2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.

19. . CDC. 2000. CDC Growth Chart 2000.

20. Longo et al. 2013. Harrison’s Principle of Internal Medicine 18 th Edition.

McGrawHill Companies: USA.

21. International diabetes federation. of metabolic syndrome in children and adolescents.

IDF: International diabetes federation 2007. Available from: URL:

http://www.idf.org/metabolic-syndrome/children/criteria. akses 6 oktober 2015.

22. Flier, J.S & Flier, E. M., 2005. Obesity. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L.,

Braunwald, E., Hauser, S.L., & Jameson, J. L. Harrison’s Principle of Internal

Medicine. New York: McGraw-Hill, 422 - 427.

23. Syarif, D.R. Childhood Obesity: Evaluation and Management, Dalam Naskah

Lengkap National Obesity Symposium II, Editor: Adi S., dkk. Surabaya, 2003; 123 –

139.

24. Siti Nurul Hidayati, Rudi Irawan, Boerhan Hidayat. Obesitas Pada Anak. [akses 18

september 2015]. Available from: URL:

http://old.pediatrik.com/buletin/06224113652-048qwc.pdf

25. Kopelman,G.D. Obesity as a Medical Problem, NATURE, 2000; 404: 635-43.


26. 11. Newnham,J.,P. Nutrition and the early origins of adult disease, Asia Pacific J Clin

Nutr, 2002;11(Suppl): S537-42.

27. Fukuda, S., Takeshita, T., Morimoto,K. Obesity and Lifestyle. Asian Med.J., 2001;

44: 97-102.

28. WHO. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic, WHO Technical

Report Series 2000; 894, Geneva.

29. Kiess W., et al. Multidisciplinary Management of Obesity in Children and

Adolescents-Why and How Should It Be Achieved?. Dalam Obesity in Childhood

and Adolescence, Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel: Karger AG, 2004;

194-206.

30. Harahap, VY. 2012. Hubungan Pola konsumsi Makanan Dengan Status Gizi Pada

Siswa SMA Ngeri 2 Rintisan Sekolh Bertaraf Internasional (RSBI) Banda

Aceh.[ Akses 18 september 2015].

31. Nur Rahmawati. Akttifitas fiik,konsumsi makanan dan siap saji (fastfood)dan

keterpaparan media serta factor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian

obesitas pada siswa SD Islam Al-Azhar 1 jakarta selatan tahun 2009 [skripsi].

Jakarta: Universitas Indonesia;2009.

32. Supariasa, I. D. N, Bakri, B, fajar, I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

33. Berg, Alan. 1985. Factor gizi (sadiaoetama,penerjemah). Jakarta: bhratar karya aksara.

34. Husaini, MA. 1997. Peranan Gizi dan Pola Asuh Meningkatkan Kualitas Tumbuh

Kembang Anak. Puslitbang Gizi, Bogor


35. Guthrie, D.W., dan Guthrie, R.A. (2003). The Diabetes Source Book. New York. Mc

Graw Hills Company. Halaman 13-14.

36. Apriadji,WH. (1986). Gizi Keluarga. Seri Kesejahteraan Keluarga. Jakarta : PT

Penebar Swadaya.

37. Stender, S. Dyerberg, J. Astrup, A. 2007. Fastfood: Unfriendly and Unhealthy,

International Journal of Obesity, 31, 887-890 Amerika: Nature Publishing Group.

Diunduh dari: http://www.nature.com/ijo/journal/v31/n6/full/0803616a.html.

38. Damayanti Rusli Sjarif; Lanny Christine Gultom; Aryono Hendarto; Endang Dewi

Lestari; I Gusti Lanang Sidiartha; Maria Mexitalia. Diagnosis, Tatalaksana dan

pencegahan obesitas pada anak dan remaja. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia

2014.h.22-23

39. sjarif DR. Pediatric nutritional care. Dalam: Pulungan AB, Hendarto A, Hegar B,

Oswari H, penyunting. Continuing Professional Development IDAI Jaya 2006.

Nutrition Growth-Development. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI

Jakarta; 2006.h.1-10.

40. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asuhan Nutrisi Pediatrik. UKK Nutrisi

dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011.

41. Pinhas-Hamiel O, Newfield RS, Koren I, Agmon A, Lilos P, Phillip M. Greater

prevalence of iron deficiency in overweight and obese children and adolescents. Int J

Obesity. 2003;27:416-8.

42. D Arts-Rodas, D Benoit. Feeding problems in infancy and early child-hood:

dentification and management. Paediatr Child Health. 1998;3:21-7.


43. Sjarif DR. Obesitas anak dan remaja. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M,

Nasar

44. Weaver KA, Piatek A. Childhood obesity. Dalam: Samour PQ, Helm KK, Lang CE,

penyunting. Handbook of pediatric nutrition. Edisi ke-2. Maryland: Aspen Publishers

Inc; 1999.h.173-89.

45. Neumann CG, Jenks BH. Obesity. Dalam: Levine MD, Carey WB, Crocker AC,

penyunting. Developmental-behavioral pediatrics. Edisi ke-2. Tokyo: WB Sanders

Co; 1992.h.354-63

46. Pereira MA, Ludwig DS. Dietary fiber and body-weight regulation. Observations and

mechanisms. Pediatr Clin North Am. 2001;48:969-80.

47. Sjarif DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya. Dalam: Trihono PP, Pujiarto PS,

Sjarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, Kadim M, penyunting. Naskah lengkap

PKB-IKA XLV. Hot topics in pediatrics II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2002.h.219-34.

48. Sri Amelia. Pedoman Gizi Seimbang 2014. Februari 17, 2014. [akses 18 september

2015]. Available from : URL: http://gizi.depkes.go.id/pgs-2014-2.

Anda mungkin juga menyukai