PENDAHULUAN
Ulkus kornea merupakan suatu kondisi emergensi yang mengancam penglihatan. Bila
dibiarkan, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan progresif dengan perforasi kornea serta
infeksi di jaringan sekitarnya.1 Sikatriks karena ulkus kornea adalah salah satu penyebab utama
dari kebutaan dan penurunan penglihatan di seluruh dunia. Hampir seluruh kejadian kebutaan ini
dapat dihindari dengan diagnosis dini dan tatalaksana awal yang tepat serta meminimalkan faktor
predisposisi.2 Ulkus kornea adalah suatu kondisi patologis berupa lesi yang disebabkan oleh
hilangnya diskontinuitas jaringan disertai adanya infiltrat, yang dapat terjadi pada kornea mata,
mulai dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea dapat dibedakan menjadi lesi infeksius atau lesi
steril. Lesi infeksius dapat disebabkan oleh infeksi mikroba, sedangkan lesi steril biasanya lebih
berkaitan dengan sistem imun yaitu pada keadaan yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh.
Ulkus kornea infeksius dapat disebabkan oleh infeksi mikroorganisme jamur, virus, bakteri, atau
2 parasit misalnya Acanthamoeba, dengan patogenesis dan manifestasi tampilan klinis yang
berbeda.1
Salah satu penyebab utama kebutaan monokular di negara berkembang disebabkan oleh
ulkus kornea. Di berbagai negara, data estimasi yang valid untuk insidensi tahunan dari ulkus
kornea cukup sulit didapatkan. Data yang ada menunjukkan di Amerika angka insidensi nya adalah
11 kasus per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan di India selatan berkisar 10 kali lebih banyak
dengan angka 113 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat
1,5 juta mata yang mengalami kebutaan akibat ulkus kornea, dan angka sebenarnya kemungkinan
lebih besar. Di Indonesia, menurut data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi
1
kekeruhan kornea nasional adalah 5,5%. Prevalensi kekeruhan kornea yang tinggi dikatakan pada
atau kecelakaan kerja pada mata, mengingat pemakaian alat pelindung diri saat bekerja belum
optimal dilaksanakan di Indonesia.3 Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat
dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descemetokel,
perforasi, endoftalmitis bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan
kekeruhan kornea yang terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur,
dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan
kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas yang akhirnya mengarah pada
kebutaan fungsional. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien Tn.JM usia 40 tahun, seorang tukang bengkel, alamat GPI datang ke
poliklinik mata infeksi dan imunologi Rumah Sakit Umum Prof. Dr.R.D Kandou pada tanggal 5
Juni 2022, dengan keluhan mata kiri terasa nyeri. Pasien mengaku keluhan dialami setelah mata
kiri terkena serpihan batu bata saat memotong batu 3 hari sebelum masuk rumah sakit, Keluhan
mata kiri disertai bengkak, perih , berair, dan keluar kotoran mata berwarna keputihan. Pasien juga
merasakan pada mata kiri seperti ada warna putih dan disadari pasien sekitar 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan juga disertai dengan penglihatan buram dan silau jika melihat cahaya.
Riwayat mengucek mata (+). Riwayat darah tinggi (-), riwayat kencing manis (-), riwayat alergi (-
), riwayat batuk lama (-), riwayat nyeri sendi (-), riwayat pengunaan obat – obat dalam jangka
waktu lama (-). Riwayat penggunaan kacamata (-), riwayat penggunaan lensa kontak (-). Riwayat
mata merah sebelumnya (-), riwayat infeksi kulit sebelumnya disangkal, riwayat merokok (+).
Riwayat pengobatan sebelumnya (+), pasien ada memakai obat salep mata namun pasien lupa
Pada tanggal 5 Juni 2022 dilakukan pemeriksaan dengan hasil visus mata kanan pasien
6/6, dan visus mata kiri pasien 1/300. Pemeriksaan tekanan bola mata kanan 17 mmHg, dan
tekanan bola mata kiri n/palpasi . Pada pemeriksaan gerakan bola mata didapatkan hasil normal
dan kedua mata ortoporia. Pada pemeriksaan segment anterior mata kanan didapatkan dalam batas
normal. Pada pemeriksaan anterior mata kiri pasien didapatkan, pada palpebra edema (+). Pada
konjungtiva bulbi didapatkan adanya injeksi konjungtiva dan siliar, pada kornea didapatkan ulkus
2/3 anterior stroma di bagian paracentral berukuran 5 x 3 mm, infiltrate (+), edema (+), fluorescein
3
test (+), seidel test (-). Pada COA tidak dijumpai adanya hipopion. Pada pasien tidak kooperatif,
tidak dapat dilakukan test sensitifitas kornea karena pasien tidak merasa mata perih, nyeri dan sulit
membuka mata. Pasien dilakukan pemeriksaan swab dan scrapping kornea, tampak di temukan
bakteri gram negative (-), dan tidak ditemukan gambaran jamur. Pasien didiagnosa dengan ulkus
kornea OS e.c bakteri dd jamur/ mix infection. Pasien mendapat terapi, levofloxacine 1 tetes per
jam mata kiri, tobramicine 1 tetes per jam mata kiri artificial tears 1 tetes per 6 jam mata kiri,
A B
c D
Gambar 2.1 : A. Foto klinis mata kiri pada kunjungan 1, B. Pemeriksaan segment
4
Pada tanggal 8 Juni 2022, pasien kontrol ke poli infeksi dan imunologi. Keluhan mata merah
berkurang, namun mata nyeri masih ada, secret minimal. Pasien dapat membuka mata namun
sedikit, dan merasakan silau. Visus mata kanan pasien 6/6 dan visus mata kiri pasien 1/300.
Pemeriksaan tekanan bola mata kanan 16.4mmHg, dan tekanan bola mata kiri n/palpasi. Pada
pemeriksaan segement anterior mata kanan dalam batas normal. Pada pemeriksaan segment
anterior mata kiri, ditemukan edema minimal. Pada konjungtiva bulbi terdapat adanya mix injeksi,
pada kornea terdapat pada kornea didapatkan ulkus 2/3 anterior stroma di bagian paracentral
berukuran 4.5x3mm, infiltrate (+), edema (+). Pasien didiagnosa dengan ulkus kornea OS e.c
bakteri dd jamur/ mix infection. Pasien mendapat terapi, levofloxacine 1 tetes per jam mata kiri,
tobramicine 1 tetes per jam mata kiri, gentamicine salep mata per 8 jam mata kanan, siprofloxacine
2 x750 mg per oral, dan di lakukan injeksi intravitreal Vancomicine Seftazidine pada mata kanan.
A B
Gambar 2.2 A.Foto klinis mata kiri kunjungan ke 2, B.Gambaran pemeriksaan swab kornea
5
Pada tanggal 9 Juni 2022, pasien kontrol kembali ke poli infeksi dan imunologi setelah
dilakukan injeksi intravitreal Vancomicine Seftazidine. Keluhan merah pada mata berkurang,
nyeri pada mata minimal, pasien dapat membuka mata, dan silau berkurang. Visus mata kanan
pasien 6/6 dan visus mata kiri pasien 1/300. Pemeriksaan tekanan bola mata kanan 12mmHg, dan
pemeriksaan tekanan bola mata kiri n/palpasi. Pada pemeriksaan segment anterior mata kanan
dalam batas normal. Pada pemeriksaan segment anterior mata kiri, ditemukan edema palpebra (-).
Pada konjungtiva bulbi didapatkan adanya injeksi konjungtiva dan siliar, pada kornea didapatkan
ulkus 2/3 anterior stroma di bagian paracentral terepitelisasi berukuran 3 x 2mm, edema (+
minimal). Pada COA tidak dijumpai adanya hipopion.. Pasien didiagnosa dengan ulkus kornea OS
e.c bakteri dd jamur/ mix infection post injeksi intravitreal Vancomicine Seftazidine. Pasien
mendapat terapi, levofloxacine 1 tetes per jam mata kiri, tobramicine 1 tetes per jam mata kiri,
gentamicine salep mata per 8 jam mata kanan, siprofloxacine 2 x750 mg per oral.
Pada tanggal 15 Juni 2022, pasien kontrol kembali ke poli infeksi dan imunologi setelah
dilakukan injeksi intravitreal Vancomicine Seftazidine. Keluhan merah pada mata berkurang,
nyeri pada mata disangkal, pasien dapat membuka mata, dan silau disangkal. Visus mata kanan
pasien 6/6 dan visus mata kiri pasien 6/9. Pemeriksaan tekanan bola mata kanan 12mmHg, dan
pemeriksaan tekanan bola mata kiri 13mmHg. Pada pemeriksaan segment anterior mata kanan
6
dalam batas normal. Pada pemeriksaan segment anterior mata kiri, ditemukan edema palpebra (-).
Pada konjungtiva bulbi didapatkan adanya injeksi konjungtiva, pada kornea didapatkan ulkus
kornea terepitelisasi 1.8x1.6mm, edema (minimal). Pada COA tidak dijumpai adanya hipopion.
Pasien didiagnosa dengan ulkus kornea OS e.c bakteri dd jamur/ mix infection post injeksi
intravitreal Vancomicine Seftazidine. Pasien mendapat terapi, levofloxacine 1 tetes per jam mata
kiri, tobramicine 1 tetes per jam mata kiri, artificial tears 1 tetes per 4 jam mata kanan,
siprofloxacine 2x750mg per oral, metil predinisolone 3x4mg per orang (tapering off).
7
BAB III
DISKUSI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya dalam perjalanan
pembentukan bayangan di retina. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea akan
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina sehingga kelainan sekecil apapun di
kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan.3 Kornea adalah bagian mata yang avaskuler.
Jika terjadi infeksi maka proses infiltrasi dan vaskularisasi dari limbus baru akan terjadi 48 jam
kemudian. Badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea segera
bekerja sebagai makrofag kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di
limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Selanjutnya, terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuklear, sel plasma dan leukosit polimorfonuklear yang mengakibatkan timbulnya infiltrat
yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan
tidak licin yang kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea.3
Ulkus kornea adalah suatu kondisi patologis berupa lesi yang disebabkan oleh hilangnya
diskontinuitas jaringan disertai adanya infiltrat, yang dapat terjadi pada kornea mata, mulai dari
epitel sampai stroma.2 Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti descemetokel, perforasi,
endoftalmitis bahkan kebutaan.3 Etiologi ulkus kornea dapat disebabkan oleh infeksi seperti
bakteri, jamur, virus, acanthamoeba.3,4 Dapat disebabkan juga oleh non infeksi seperti trauma,
bahan kimia, radiasi atau suhu, sindrom Sjorgen, defisiensi vitamin A, obat-obatan. 3.4 Faktor risiko
8
yang menyebabkan ulkus kornea adalah penggunaan lensa kontak, trauma, kondisi atau penyakit
yang merusak permukaan kornea (keratitis herpetika, keratopati bulosa, dry eye, blefaritis kronik,
trikiasis dan entropion, alergi mata berat, anestesi kornea) dan faktor lainnya seperti kondisi
Pada pasien dijumpai keluhan mata nyeri, silau, mata berair dan keluar kotoran mata,
adanya rasanya mengganjal serta timbul bintik putih pada mata. Keluhan dialami pasien 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Anamnesis gejala, dimana penderita ulkus kornea biasanya
mengalami nyeri, kemerahan, mata berair, sekret, sensasi benda asing, penurunan tajam
penglihatan, fotofobia. Dari gejala dan gambaran klinis pasien didiagnosa dengan OS ulkus kornea
ec bakteri dd jamur/ mix infection. Pasien dengan ulkus kornea atau jamur dapat mengeluhkan
adanya rasa mengganjal di mata yang berkembang menjadi nyeri, mata merah, berair atau adanya
sekret, penurunan penglihatan, serta adanya bintik putih pada bagian tengah mata.6 Pasien dengan
ulkus kornea bakterial akan sering datang dengan onset nyeri yang cepat, fotofobia, dan injeksi
konjungtiva, dan kehilangan penglihatan dengan derajat yang bervariasi. Pada pemeriksaan slit
lamp, ulkus ini tampak sebagai infiltrat yang jelas dengan inflamasi dan edema stroma, necrotic
stroma, sekret purulent dan hipopion.9 Kultur seringkali diperlukan untuk memandu pengobatan.
Infeksi gram positif ( Infiltrat lokal dengan batas yang berbeda, Kabut stroma minimal. Infeksi
gram negatif (Supurasi stroma padat/ Ring Infiltrate, Kornea disekitarnya kabur dengan tampilan
ground glass).7.8 Ulkus kornea bakteri memiliki gejala dan gambaran klinis yang bersifat lebih
progresif dibandingkan dengan ulkus jamur dengan perjalanan penyakit yang cenderung perlahan
(slowly-progressive).10 Pasien dengan ulkus kornea bakteri memiliki gejala sekret yang lebih
purulen dibandingkan pada ulkus kornea jamur. Gambaran klinis ulkus bakteri menunjukkan
adanya lesi ulkus yang cenderung berlokasi di sentral, berbentuk bulat dengan batas yang tegas,
9
infiltrat yang lebih tebal atau terlokalisir, suppurasi stromal, dan kekeruhan kornea sekitar ulkus
Pada pasien dilakukan pemeriksaan swab dan kerokan kornea, dan didapatkan gambaran
hasil bakteri gram negative (-) dan tidak ditemukan adanya gambaran jamur. Apusan dan biakan
konvensional untuk bakteri, jamur dan Acanthamoeba dapat dibuat dengan mengambil dasar dan
tepi depan ulkus kornea menggunakan spatula Kimura atau jarum nomor 26 ataupun pisau bedah
steril nomor 15 pada Bard Parker Handle.11 Setiap kerokan dapat digunakan untuk pemeriksaan
mikroskopis langsung, biakan dan uji kepekaan antibiotik. Scraping ini segera ditempatkan pada
slide kaca untuk mikroskop cahaya dan piring agar untuk kultur (Agar darah, agar coklat, agar
Sabouraud. Untuk kultur, lempeng agar diinokulasi pada suhu 35-37o C(2 hari untuk agar darah)
dan pertumbuhan mikroorganisme dinilai setiap hari. Bila infeksi berhubungan dengan lensa
kontak, kultur lensa kontak dan wadahnya dapat membantu. Dalam kasus pasien yang sudah
menggunakan antibiotik topikal, mungkin perlu untuk menghentikan semua tetes topikal selama
24 jam sebelum kultur. Dalam pengaturan kultur kornea berulang kali negatif atau samar-samar
Slide apusan untuk pemeriksaan mikroskop cahaya diwarnai dengan 10% kalium
hidroksida atau pewarnaan gram atau pewarnaan Giemsa untuk membantu visualisasi
pertumbuhan filamen jamur, bakteri atau kista Acantamoeba masing-masing. Pewarnaan khusus
seperti modifikasi Ziehl Neelsen untuk nocardia, microsporadia dan KOH atau pewarnaan
calcoflour white untuk acanthaomeba dan jamur dapat digunakan.8 Metode pewarnaan gram juga
dapat dipengaruhi faktor yang mengarah pada hasil false-negative misalnya jumlah organisme
rendah pada spesimen, sifat bakteri gram-negatif yang lebih sulit diidentifikasi, pewarnaan yang
kurang adekuat, adanya deposit, partikel karbon, talcum powder, sodium klorida, kristal, melanin
10
dan granule, dan pewarnaan gentian violet yang mengendap sehingga terlihat sebagai artifak.
Pewarnaan gram yang lama tidak digunakan dapat menimbulkan pertumbuhan jamur pada media
pewarna sehingga mengaburkan hasil pemeruksaan dan mengarah pada hasil false positive. 15
Pada kasus ini, pasien dengan anamnesis dan gambaran klinis maka dipertimbangkan
memberikan tatalaksana anti bakteri untuk ulkus kornea bakteri. Walaupun pada pemeriksaan yang
dijumpai adalah gram negative, dipertimbangkan pemberian antibiotic untuk gram positif juga,
dengan kemungkinan adanya hasil yang negative palsu pada saat pemeriksaan. Setelah pemberian
terapi selam 3 hari terlihat respon yang signifikan terhadap pengobatan dengan perbaikan gejala,
tersebut serta pertimbangan klinisi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terapi yang digunakan
seperti antibiotik, anti jamur, anti amoeba, antiviral. Pengobatan keratitis bakteri dan ulkus kornea
adalah antibiotik topikal, paling sering dengan fluoroquinolones. Karena meningkatnya resistensi
antibiotik dari patogen mata umum, kultur kornea dan pengujian sensitivitas dianjurkan untuk
semua ulkus kornea, terutama yang besar, sentral, dan berkorelasi dengan keterlibatan stroma yang
signifikan. Antibiotik topikal (Monoterapi) dapat diberikan pada kasus infiltrat perifer superfisial
<2mm.12 Untuk keterlibatan stroma yang dalam atau infiltrat yang lebih besar dari 2 mm dengan
nanah yang luas, dosis loading setiap 5-15 menit diikuti dengan aplikasi yang sering seperti setiap
jam dianjurkan. Dalam kasus monoterapi, Levofloxacin 1,5% lebih disukai daripada Gatifloxacin
dan Moxifloxacin karena munculnya resistensi dengan Gatifloxacin dan Moxifloxacin dan
ketersediaan Levofloxacin yang lebih mudah. Moksifloksasin 0,5% atau gatifloksasin 0,3 hingga
0,5% untuk ulkus kecil dan tetes antibiotik yang konsentrasi lebih tinggi, seperti tobramisin 15
mg/mL dan cefazolin 50 mg/mL, untuk ulkus yang signifikan, terutama yang berada di dekat pusat
11
kornea. Dosis yang sering (misalnya, setiap 15 menit untuk 4 dosis, diikuti oleh setiap jam
sepanjang waktu) diperlukan di awal. Antibiotik sistemik jarang diperlukan, namun dapat
dipertimbangkan pada kasus yang parah dimana infeksi melibatkan limbus dan sklera. Peran
karena menciptakan lingkungan yang stagnan dan hangat yang mendukung pertumbuhan bakteri
Untuk semua ulkus, pengobatan juga dapat mencakup sikloplegik, seperti atropin 1% atau
skopolamin 0,25% 1 tetes 3 kali/hari, untuk mengurangi nyeri ulkus kornea dan untuk mengurangi
pembentukan sinekia posterior. Dalam kasus yang parah, debridement dari epitel yang terinfeksi
Selain obat- obatan, dapat juga dilakukan tindakan operasi untuk penangan ulkus terutaman
apabila terjadi perforasi, yaitu cyanoacrylate glue, amniotic membrane transplant, penetrating
keratoplasty, dan deep anterior lamellar keratoplaty.8,14 Perawatan bedah tergantung pada
berbagai faktor seperti ukuran, lokasi dan penyebab ulkus. Perekatan Kornea untuk mengatasi
perforasi: Untuk menangani perforasi kornea kurang dari 2mm lem cyanoacrylate diterapkan
(corneal gluing). Penyembuhan kornea terjadi saat jaringan fibrovaskular tumbuh di bawah lem
dan melepaskan lem. Jika perforasi lebih besar dari 2mm maka dapat dilakukan patch atau cangkok
membran amnion multilayer. Telah dilaporkan bahwa Gunderson flap juga telah digunakan untuk
mengobati perforasi namun ternyata tidak efektif. Transplantasi membran amnion (AMT): AMT
dapat memberikan dukungan struktural di area ulserasi kornea. Collagen cross-linking dengan
12
Pada kasus ini, pasien kemudian kontrol kembali dengan adanya perbaikan pada gejala dan
gambaran klinis. Respon terhadap pengobatan pada pasien kasus ini dapat dipantau dengan
melakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan tatalaksana sudah sesuai atau memerlukan
perubahan. Pasien dapat disarankan melakukan pemeriksaan kerokan kornea ulang atau kultur
untuk memastikan mikroorganisme penyebab. Prognosis pasien ini dubia berdasarkan sifat dan
gambaran klinis ulkus kornea jamur yang cenderung cukup berat, tetapi cukup memberikan respon
13
BAB IV
KESIMPULAN
Ulkus kornea adalah suatu kondisi patologis berupa lesi yang disebabkan oleh hilangnya
diskontinuitas jaringan disertai adanya infiltrat, yang dapat terjadi pada kornea mata, mulai dari
epitel sampai stroma. . Data yang ada menunjukkan di Amerika angka insidensi nya adalah 11
kasus per 100.000 penduduk per tahun. Tahap perjalanan ulkus meliputi: infiltrasi progresif,
ulserasi aktif, regresi, pemulihan. Etiologi meliputi infeksi seperti bakteri, jamur, virus,
acanthamoeba dan non infeksi seperti bahan kimia, radiasi, suhu, sindrom sjorgen. Obat-obtan,
kelainan akibat trauma. Diagnosis dilakukan dengan anamnesis gejala menyeluruh, riwayat
penyakit sebelumnya, untuk meggali faktor risiko ulkus kornea, baik eksteral, ocular maupun
sistemik. Pemeriksaan fisik pada bagian mata secara menyeluruh, pemeriksaan slit lamp, apusan,
kultur, biopsi, pencitraan. Tatalaksana sesuai dengan penilaian klinis, diagnosis infeksi maupun
non infeksi.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Cantor, Louis B, Rapuano, Christopher J, dkk. External Eye and Diseases. Dalam: Basic
and Clinical Science Course. American Academy of Ophthalmology. San Francisco: 2020-
2021.
2. Christine, Reinne N. Bacterial Corneal Ulcer: a Case Report: Bunga Rampai Saintifika,
2018: 64-70
3. Paul, R.E. John, P.W. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 19.2019. Penerbit
5. Khurana A.K. 2019. Comprehensive Ophthalmology, 7th edition. New Age International
6. Deschenes, Jean. Corneal Ulcer. 2021. Disitasi pada 6/11/2022. Tersedia pada
https://emedicine.medscape.com/article/1195680-workup#c3
7. Byrd LB, Martin N. Corneal Ulcer. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls [Internet].
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539689/
8. Vaishal P Kenia et.al. Diagnosis and management protocol of acute corneal ulcer.
3; March 2020.
9. Lin, A., Rhee, M. K., Akpek, E. K., Amescua, G., Farid, M., Garcia-Ferrer, F. J., Mah, F.
15
10. Farahani M, Patel R, Dwarakanathan S. Infectious corneal ulcers. Dis Mon. 2017
Feb;63(2):33-37. [PubMed
11. Gupta, Noopur; Mukhija, Ritika; Tandon, Radhika.Cornal infection and inflmammation,
12. Melvin I. Roatt MD, FACS.Corneal Ulcer.Sidney Kimmel Medical College at Thomas
padahttps://www.msdmanuals.com/professional/eye-disorders/corneal-
disorders/corneal-ulcer
13. Stamate, Alina C; Tataru, Calin Petru; Zemba, Mihail. Update on surgical management of
corneal ulceration and perforation. 2019 Apr-Jun; 63(2): 166–173. Disitasi pada 12-06-
14. Murraine, Marc, Duchesne, Bernard, dkk. Chronic Corneal Ulcer. Laboratories Thea.
15. Leck, Astrid, dkk. Taking A Corneal Scrape and Making A Diagnosis. The Journal of
16