Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Ulkus kornea merupakan suatu kondisi emergensi yang mengancam penglihatan. Bila

dibiarkan, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan progresif dengan perforasi kornea serta

infeksi di jaringan sekitarnya.1 Sikatriks karena ulkus kornea adalah salah satu penyebab utama

dari kebutaan dan penurunan penglihatan di seluruh dunia. Hampir seluruh kejadian kebutaan ini

dapat dihindari dengan diagnosis dini dan tatalaksana awal yang tepat serta meminimalkan faktor

predisposisi.2 Ulkus kornea adalah suatu kondisi patologis berupa lesi yang disebabkan oleh

hilangnya diskontinuitas jaringan disertai adanya infiltrat, yang dapat terjadi pada kornea mata,

mulai dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea dapat dibedakan menjadi lesi infeksius atau lesi

steril. Lesi infeksius dapat disebabkan oleh infeksi mikroba, sedangkan lesi steril biasanya lebih

berkaitan dengan sistem imun yaitu pada keadaan yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh.

Ulkus kornea infeksius dapat disebabkan oleh infeksi mikroorganisme jamur, virus, bakteri, atau

2 parasit misalnya Acanthamoeba, dengan patogenesis dan manifestasi tampilan klinis yang

berbeda.1

Salah satu penyebab utama kebutaan monokular di negara berkembang disebabkan oleh

ulkus kornea. Di berbagai negara, data estimasi yang valid untuk insidensi tahunan dari ulkus

kornea cukup sulit didapatkan. Data yang ada menunjukkan di Amerika angka insidensi nya adalah

11 kasus per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan di India selatan berkisar 10 kali lebih banyak

dengan angka 113 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat

1,5 juta mata yang mengalami kebutaan akibat ulkus kornea, dan angka sebenarnya kemungkinan

lebih besar. Di Indonesia, menurut data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi

1
kekeruhan kornea nasional adalah 5,5%. Prevalensi kekeruhan kornea yang tinggi dikatakan pada

kelompok pekerjaan petani/nelayan/buruh mungkin berkaitan dengan riwayat trauma mekanik

atau kecelakaan kerja pada mata, mengingat pemakaian alat pelindung diri saat bekerja belum

optimal dilaksanakan di Indonesia.3 Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat

dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descemetokel,

perforasi, endoftalmitis bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan

kekeruhan kornea yang terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur,

dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan

kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas yang akhirnya mengarah pada

kebutaan fungsional. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila

diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang pasien Tn.JM usia 40 tahun, seorang tukang bengkel, alamat GPI datang ke

poliklinik mata infeksi dan imunologi Rumah Sakit Umum Prof. Dr.R.D Kandou pada tanggal 5

Juni 2022, dengan keluhan mata kiri terasa nyeri. Pasien mengaku keluhan dialami setelah mata

kiri terkena serpihan batu bata saat memotong batu 3 hari sebelum masuk rumah sakit, Keluhan

mata kiri disertai bengkak, perih , berair, dan keluar kotoran mata berwarna keputihan. Pasien juga

merasakan pada mata kiri seperti ada warna putih dan disadari pasien sekitar 2 hari sebelum masuk

rumah sakit. Keluhan juga disertai dengan penglihatan buram dan silau jika melihat cahaya.

Riwayat mengucek mata (+). Riwayat darah tinggi (-), riwayat kencing manis (-), riwayat alergi (-

), riwayat batuk lama (-), riwayat nyeri sendi (-), riwayat pengunaan obat – obat dalam jangka

waktu lama (-). Riwayat penggunaan kacamata (-), riwayat penggunaan lensa kontak (-). Riwayat

mata merah sebelumnya (-), riwayat infeksi kulit sebelumnya disangkal, riwayat merokok (+).

Riwayat pengobatan sebelumnya (+), pasien ada memakai obat salep mata namun pasien lupa

nama dan bentuk salep mata.

Pada tanggal 5 Juni 2022 dilakukan pemeriksaan dengan hasil visus mata kanan pasien

6/6, dan visus mata kiri pasien 1/300. Pemeriksaan tekanan bola mata kanan 17 mmHg, dan

tekanan bola mata kiri n/palpasi . Pada pemeriksaan gerakan bola mata didapatkan hasil normal

dan kedua mata ortoporia. Pada pemeriksaan segment anterior mata kanan didapatkan dalam batas

normal. Pada pemeriksaan anterior mata kiri pasien didapatkan, pada palpebra edema (+). Pada

konjungtiva bulbi didapatkan adanya injeksi konjungtiva dan siliar, pada kornea didapatkan ulkus

2/3 anterior stroma di bagian paracentral berukuran 5 x 3 mm, infiltrate (+), edema (+), fluorescein

3
test (+), seidel test (-). Pada COA tidak dijumpai adanya hipopion. Pada pasien tidak kooperatif,

tidak dapat dilakukan test sensitifitas kornea karena pasien tidak merasa mata perih, nyeri dan sulit

membuka mata. Pasien dilakukan pemeriksaan swab dan scrapping kornea, tampak di temukan

bakteri gram negative (-), dan tidak ditemukan gambaran jamur. Pasien didiagnosa dengan ulkus

kornea OS e.c bakteri dd jamur/ mix infection. Pasien mendapat terapi, levofloxacine 1 tetes per

jam mata kiri, tobramicine 1 tetes per jam mata kiri artificial tears 1 tetes per 6 jam mata kiri,

siprofloxacine 2 x750 mg per oral (selama 10 hari)

A B

c D

Gambar 2.1 : A. Foto klinis mata kiri pada kunjungan 1, B. Pemeriksaan segment

anterior, C.Gambaran USG, D.Gambaran fluorescein

4
Pada tanggal 8 Juni 2022, pasien kontrol ke poli infeksi dan imunologi. Keluhan mata merah

berkurang, namun mata nyeri masih ada, secret minimal. Pasien dapat membuka mata namun

sedikit, dan merasakan silau. Visus mata kanan pasien 6/6 dan visus mata kiri pasien 1/300.

Pemeriksaan tekanan bola mata kanan 16.4mmHg, dan tekanan bola mata kiri n/palpasi. Pada

pemeriksaan segement anterior mata kanan dalam batas normal. Pada pemeriksaan segment

anterior mata kiri, ditemukan edema minimal. Pada konjungtiva bulbi terdapat adanya mix injeksi,

pada kornea terdapat pada kornea didapatkan ulkus 2/3 anterior stroma di bagian paracentral

berukuran 4.5x3mm, infiltrate (+), edema (+). Pasien didiagnosa dengan ulkus kornea OS e.c

bakteri dd jamur/ mix infection. Pasien mendapat terapi, levofloxacine 1 tetes per jam mata kiri,

tobramicine 1 tetes per jam mata kiri, gentamicine salep mata per 8 jam mata kanan, siprofloxacine

2 x750 mg per oral, dan di lakukan injeksi intravitreal Vancomicine Seftazidine pada mata kanan.

A B

Gambar 2.2 A.Foto klinis mata kiri kunjungan ke 2, B.Gambaran pemeriksaan swab kornea

5
Pada tanggal 9 Juni 2022, pasien kontrol kembali ke poli infeksi dan imunologi setelah

dilakukan injeksi intravitreal Vancomicine Seftazidine. Keluhan merah pada mata berkurang,

nyeri pada mata minimal, pasien dapat membuka mata, dan silau berkurang. Visus mata kanan

pasien 6/6 dan visus mata kiri pasien 1/300. Pemeriksaan tekanan bola mata kanan 12mmHg, dan

pemeriksaan tekanan bola mata kiri n/palpasi. Pada pemeriksaan segment anterior mata kanan

dalam batas normal. Pada pemeriksaan segment anterior mata kiri, ditemukan edema palpebra (-).

Pada konjungtiva bulbi didapatkan adanya injeksi konjungtiva dan siliar, pada kornea didapatkan

ulkus 2/3 anterior stroma di bagian paracentral terepitelisasi berukuran 3 x 2mm, edema (+

minimal). Pada COA tidak dijumpai adanya hipopion.. Pasien didiagnosa dengan ulkus kornea OS

e.c bakteri dd jamur/ mix infection post injeksi intravitreal Vancomicine Seftazidine. Pasien

mendapat terapi, levofloxacine 1 tetes per jam mata kiri, tobramicine 1 tetes per jam mata kiri,

gentamicine salep mata per 8 jam mata kanan, siprofloxacine 2 x750 mg per oral.

Gambar 2.3 Foto klinis mata kiri kunjungan ke 3

Pada tanggal 15 Juni 2022, pasien kontrol kembali ke poli infeksi dan imunologi setelah

dilakukan injeksi intravitreal Vancomicine Seftazidine. Keluhan merah pada mata berkurang,

nyeri pada mata disangkal, pasien dapat membuka mata, dan silau disangkal. Visus mata kanan

pasien 6/6 dan visus mata kiri pasien 6/9. Pemeriksaan tekanan bola mata kanan 12mmHg, dan

pemeriksaan tekanan bola mata kiri 13mmHg. Pada pemeriksaan segment anterior mata kanan

6
dalam batas normal. Pada pemeriksaan segment anterior mata kiri, ditemukan edema palpebra (-).

Pada konjungtiva bulbi didapatkan adanya injeksi konjungtiva, pada kornea didapatkan ulkus

kornea terepitelisasi 1.8x1.6mm, edema (minimal). Pada COA tidak dijumpai adanya hipopion.

Pasien didiagnosa dengan ulkus kornea OS e.c bakteri dd jamur/ mix infection post injeksi

intravitreal Vancomicine Seftazidine. Pasien mendapat terapi, levofloxacine 1 tetes per jam mata

kiri, tobramicine 1 tetes per jam mata kiri, artificial tears 1 tetes per 4 jam mata kanan,

siprofloxacine 2x750mg per oral, metil predinisolone 3x4mg per orang (tapering off).

Gambar 2.4 Foto klinis mata kiri kunjungan ke 4

7
BAB III

DISKUSI

Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya dalam perjalanan

pembentukan bayangan di retina. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea akan

mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina sehingga kelainan sekecil apapun di

kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan.3 Kornea adalah bagian mata yang avaskuler.

Jika terjadi infeksi maka proses infiltrasi dan vaskularisasi dari limbus baru akan terjadi 48 jam

kemudian. Badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea segera

bekerja sebagai makrofag kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di

limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Selanjutnya, terjadi infiltrasi dari sel-sel

mononuklear, sel plasma dan leukosit polimorfonuklear yang mengakibatkan timbulnya infiltrat

yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan

tidak licin yang kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea.3

Ulkus kornea adalah suatu kondisi patologis berupa lesi yang disebabkan oleh hilangnya

diskontinuitas jaringan disertai adanya infiltrat, yang dapat terjadi pada kornea mata, mulai dari

epitel sampai stroma.2 Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat

kematian jaringan kornea. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat

untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti descemetokel, perforasi,

endoftalmitis bahkan kebutaan.3 Etiologi ulkus kornea dapat disebabkan oleh infeksi seperti

bakteri, jamur, virus, acanthamoeba.3,4 Dapat disebabkan juga oleh non infeksi seperti trauma,

bahan kimia, radiasi atau suhu, sindrom Sjorgen, defisiensi vitamin A, obat-obatan. 3.4 Faktor risiko

8
yang menyebabkan ulkus kornea adalah penggunaan lensa kontak, trauma, kondisi atau penyakit

yang merusak permukaan kornea (keratitis herpetika, keratopati bulosa, dry eye, blefaritis kronik,

trikiasis dan entropion, alergi mata berat, anestesi kornea) dan faktor lainnya seperti kondisi

imunosupresi, diabetes, dan defisiensi vitamin A.5

Pada pasien dijumpai keluhan mata nyeri, silau, mata berair dan keluar kotoran mata,

adanya rasanya mengganjal serta timbul bintik putih pada mata. Keluhan dialami pasien 3 hari

sebelum masuk rumah sakit. Anamnesis gejala, dimana penderita ulkus kornea biasanya

mengalami nyeri, kemerahan, mata berair, sekret, sensasi benda asing, penurunan tajam

penglihatan, fotofobia. Dari gejala dan gambaran klinis pasien didiagnosa dengan OS ulkus kornea

ec bakteri dd jamur/ mix infection. Pasien dengan ulkus kornea atau jamur dapat mengeluhkan

adanya rasa mengganjal di mata yang berkembang menjadi nyeri, mata merah, berair atau adanya

sekret, penurunan penglihatan, serta adanya bintik putih pada bagian tengah mata.6 Pasien dengan

ulkus kornea bakterial akan sering datang dengan onset nyeri yang cepat, fotofobia, dan injeksi

konjungtiva, dan kehilangan penglihatan dengan derajat yang bervariasi. Pada pemeriksaan slit

lamp, ulkus ini tampak sebagai infiltrat yang jelas dengan inflamasi dan edema stroma, necrotic

stroma, sekret purulent dan hipopion.9 Kultur seringkali diperlukan untuk memandu pengobatan.

Infeksi gram positif ( Infiltrat lokal dengan batas yang berbeda, Kabut stroma minimal. Infeksi

gram negatif (Supurasi stroma padat/ Ring Infiltrate, Kornea disekitarnya kabur dengan tampilan

ground glass).7.8 Ulkus kornea bakteri memiliki gejala dan gambaran klinis yang bersifat lebih

progresif dibandingkan dengan ulkus jamur dengan perjalanan penyakit yang cenderung perlahan

(slowly-progressive).10 Pasien dengan ulkus kornea bakteri memiliki gejala sekret yang lebih

purulen dibandingkan pada ulkus kornea jamur. Gambaran klinis ulkus bakteri menunjukkan

adanya lesi ulkus yang cenderung berlokasi di sentral, berbentuk bulat dengan batas yang tegas,

9
infiltrat yang lebih tebal atau terlokalisir, suppurasi stromal, dan kekeruhan kornea sekitar ulkus

yang lebih terlihat dibandingkan pada ulkus kornea jamur.15

Pada pasien dilakukan pemeriksaan swab dan kerokan kornea, dan didapatkan gambaran

hasil bakteri gram negative (-) dan tidak ditemukan adanya gambaran jamur. Apusan dan biakan

konvensional untuk bakteri, jamur dan Acanthamoeba dapat dibuat dengan mengambil dasar dan

tepi depan ulkus kornea menggunakan spatula Kimura atau jarum nomor 26 ataupun pisau bedah

steril nomor 15 pada Bard Parker Handle.11 Setiap kerokan dapat digunakan untuk pemeriksaan

mikroskopis langsung, biakan dan uji kepekaan antibiotik. Scraping ini segera ditempatkan pada

slide kaca untuk mikroskop cahaya dan piring agar untuk kultur (Agar darah, agar coklat, agar

Sabouraud. Untuk kultur, lempeng agar diinokulasi pada suhu 35-37o C(2 hari untuk agar darah)

dan pertumbuhan mikroorganisme dinilai setiap hari. Bila infeksi berhubungan dengan lensa

kontak, kultur lensa kontak dan wadahnya dapat membantu. Dalam kasus pasien yang sudah

menggunakan antibiotik topikal, mungkin perlu untuk menghentikan semua tetes topikal selama

24 jam sebelum kultur. Dalam pengaturan kultur kornea berulang kali negatif atau samar-samar

pada pasien dengan penyakit progresif, biopsi kornea harus dilakukan.7,8

Slide apusan untuk pemeriksaan mikroskop cahaya diwarnai dengan 10% kalium

hidroksida atau pewarnaan gram atau pewarnaan Giemsa untuk membantu visualisasi

pertumbuhan filamen jamur, bakteri atau kista Acantamoeba masing-masing. Pewarnaan khusus

seperti modifikasi Ziehl Neelsen untuk nocardia, microsporadia dan KOH atau pewarnaan

calcoflour white untuk acanthaomeba dan jamur dapat digunakan.8 Metode pewarnaan gram juga

dapat dipengaruhi faktor yang mengarah pada hasil false-negative misalnya jumlah organisme

rendah pada spesimen, sifat bakteri gram-negatif yang lebih sulit diidentifikasi, pewarnaan yang

kurang adekuat, adanya deposit, partikel karbon, talcum powder, sodium klorida, kristal, melanin

10
dan granule, dan pewarnaan gentian violet yang mengendap sehingga terlihat sebagai artifak.

Pewarnaan gram yang lama tidak digunakan dapat menimbulkan pertumbuhan jamur pada media

pewarna sehingga mengaburkan hasil pemeruksaan dan mengarah pada hasil false positive. 15

Pada kasus ini, pasien dengan anamnesis dan gambaran klinis maka dipertimbangkan

memberikan tatalaksana anti bakteri untuk ulkus kornea bakteri. Walaupun pada pemeriksaan yang

dijumpai adalah gram negative, dipertimbangkan pemberian antibiotic untuk gram positif juga,

dengan kemungkinan adanya hasil yang negative palsu pada saat pemeriksaan. Setelah pemberian

terapi selam 3 hari terlihat respon yang signifikan terhadap pengobatan dengan perbaikan gejala,

dan mengecil nya ukuran ulkus.

Penatalaksaan ulkus kornea bergantung pada mikroorganisme yang menyebabkan ulkus

tersebut serta pertimbangan klinisi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terapi yang digunakan

seperti antibiotik, anti jamur, anti amoeba, antiviral. Pengobatan keratitis bakteri dan ulkus kornea

adalah antibiotik topikal, paling sering dengan fluoroquinolones. Karena meningkatnya resistensi

antibiotik dari patogen mata umum, kultur kornea dan pengujian sensitivitas dianjurkan untuk

semua ulkus kornea, terutama yang besar, sentral, dan berkorelasi dengan keterlibatan stroma yang

signifikan. Antibiotik topikal (Monoterapi) dapat diberikan pada kasus infiltrat perifer superfisial

<2mm.12 Untuk keterlibatan stroma yang dalam atau infiltrat yang lebih besar dari 2 mm dengan

nanah yang luas, dosis loading setiap 5-15 menit diikuti dengan aplikasi yang sering seperti setiap

jam dianjurkan. Dalam kasus monoterapi, Levofloxacin 1,5% lebih disukai daripada Gatifloxacin

dan Moxifloxacin karena munculnya resistensi dengan Gatifloxacin dan Moxifloxacin dan

ketersediaan Levofloxacin yang lebih mudah. Moksifloksasin 0,5% atau gatifloksasin 0,3 hingga

0,5% untuk ulkus kecil dan tetes antibiotik yang konsentrasi lebih tinggi, seperti tobramisin 15

mg/mL dan cefazolin 50 mg/mL, untuk ulkus yang signifikan, terutama yang berada di dekat pusat

11
kornea. Dosis yang sering (misalnya, setiap 15 menit untuk 4 dosis, diikuti oleh setiap jam

sepanjang waktu) diperlukan di awal. Antibiotik sistemik jarang diperlukan, namun dapat

dipertimbangkan pada kasus yang parah dimana infeksi melibatkan limbus dan sklera. Peran

kortikosteroid dalam mengobati ulkus bakteri masih kontroversial. Patching dikontraindikasikan

karena menciptakan lingkungan yang stagnan dan hangat yang mendukung pertumbuhan bakteri

dan mencegah pemberian obat topikal.7,13

Untuk semua ulkus, pengobatan juga dapat mencakup sikloplegik, seperti atropin 1% atau

skopolamin 0,25% 1 tetes 3 kali/hari, untuk mengurangi nyeri ulkus kornea dan untuk mengurangi

pembentukan sinekia posterior. Dalam kasus yang parah, debridement dari epitel yang terinfeksi

atau bahkan keratoplasti penetrasi mungkin diperlukan.13

Selain obat- obatan, dapat juga dilakukan tindakan operasi untuk penangan ulkus terutaman

apabila terjadi perforasi, yaitu cyanoacrylate glue, amniotic membrane transplant, penetrating

keratoplasty, dan deep anterior lamellar keratoplaty.8,14 Perawatan bedah tergantung pada

berbagai faktor seperti ukuran, lokasi dan penyebab ulkus. Perekatan Kornea untuk mengatasi

perforasi: Untuk menangani perforasi kornea kurang dari 2mm lem cyanoacrylate diterapkan

(corneal gluing). Penyembuhan kornea terjadi saat jaringan fibrovaskular tumbuh di bawah lem

dan melepaskan lem. Jika perforasi lebih besar dari 2mm maka dapat dilakukan patch atau cangkok

membran amnion multilayer. Telah dilaporkan bahwa Gunderson flap juga telah digunakan untuk

mengobati perforasi namun ternyata tidak efektif. Transplantasi membran amnion (AMT): AMT

dapat memberikan dukungan struktural di area ulserasi kornea. Collagen cross-linking dengan

photo-activated riboflavin (PACK-CXL. Transplantasi kornea yang diperlukan pada perforasi

kornea dengan diameter lebih dari 3 mm.8,14

12
Pada kasus ini, pasien kemudian kontrol kembali dengan adanya perbaikan pada gejala dan

gambaran klinis. Respon terhadap pengobatan pada pasien kasus ini dapat dipantau dengan

melakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan tatalaksana sudah sesuai atau memerlukan

perubahan. Pasien dapat disarankan melakukan pemeriksaan kerokan kornea ulang atau kultur

untuk memastikan mikroorganisme penyebab. Prognosis pasien ini dubia berdasarkan sifat dan

gambaran klinis ulkus kornea jamur yang cenderung cukup berat, tetapi cukup memberikan respon

terhadap pengobatan yang diberikan.

13
BAB IV

KESIMPULAN

Ulkus kornea adalah suatu kondisi patologis berupa lesi yang disebabkan oleh hilangnya

diskontinuitas jaringan disertai adanya infiltrat, yang dapat terjadi pada kornea mata, mulai dari

epitel sampai stroma. . Data yang ada menunjukkan di Amerika angka insidensi nya adalah 11

kasus per 100.000 penduduk per tahun. Tahap perjalanan ulkus meliputi: infiltrasi progresif,

ulserasi aktif, regresi, pemulihan. Etiologi meliputi infeksi seperti bakteri, jamur, virus,

acanthamoeba dan non infeksi seperti bahan kimia, radiasi, suhu, sindrom sjorgen. Obat-obtan,

kelainan akibat trauma. Diagnosis dilakukan dengan anamnesis gejala menyeluruh, riwayat

penyakit sebelumnya, untuk meggali faktor risiko ulkus kornea, baik eksteral, ocular maupun

sistemik. Pemeriksaan fisik pada bagian mata secara menyeluruh, pemeriksaan slit lamp, apusan,

kultur, biopsi, pencitraan. Tatalaksana sesuai dengan penilaian klinis, diagnosis infeksi maupun

non infeksi.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Cantor, Louis B, Rapuano, Christopher J, dkk. External Eye and Diseases. Dalam: Basic

and Clinical Science Course. American Academy of Ophthalmology. San Francisco: 2020-

2021.

2. Christine, Reinne N. Bacterial Corneal Ulcer: a Case Report: Bunga Rampai Saintifika,

2018: 64-70

3. Paul, R.E. John, P.W. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 19.2019. Penerbit

Buku Kedokteran ECG:Jakarta.

4. Sidarta, I. Yuliantini,R. Ilmu Penyakit Mata.2014. Fakultas Kedokteran Indonesia:Jakarta.

5. Khurana A.K. 2019. Comprehensive Ophthalmology, 7th edition. New Age International

(P) Ltd. p 89-126.

6. Deschenes, Jean. Corneal Ulcer. 2021. Disitasi pada 6/11/2022. Tersedia pada

https://emedicine.medscape.com/article/1195680-workup#c3

7. Byrd LB, Martin N. Corneal Ulcer. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls [Internet].

Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539689/

8. Vaishal P Kenia et.al. Diagnosis and management protocol of acute corneal ulcer.

International Journal of Health Sciences and Research (www.ijhsr.org) 76 Vol.10; Issue:

3; March 2020.

9. Lin, A., Rhee, M. K., Akpek, E. K., Amescua, G., Farid, M., Garcia-Ferrer, F. J., Mah, F.

S. AAO (American Academy of Opthalmology. Bacterial Keratitis Preferred Practice

Pattern®. Ophthalmology.2018. doi:10.1016/j.ophtha.2018.10.018

15
10. Farahani M, Patel R, Dwarakanathan S. Infectious corneal ulcers. Dis Mon. 2017

Feb;63(2):33-37. [PubMed

11. Gupta, Noopur; Mukhija, Ritika; Tandon, Radhika.Cornal infection and inflmammation,

A Colour Atlas. 2021. Boca Raton, FL : CRC Press, 202

12. Melvin I. Roatt MD, FACS.Corneal Ulcer.Sidney Kimmel Medical College at Thomas

Jefferson University. Dikutip pada 12-6-2022.Tersedia

padahttps://www.msdmanuals.com/professional/eye-disorders/corneal-

disorders/corneal-ulcer

13. Stamate, Alina C; Tataru, Calin Petru; Zemba, Mihail. Update on surgical management of

corneal ulceration and perforation. 2019 Apr-Jun; 63(2): 166–173. Disitasi pada 12-06-

2022. Tersedia pada https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6626930

14. Murraine, Marc, Duchesne, Bernard, dkk. Chronic Corneal Ulcer. Laboratories Thea.

France: 2016. hlm. 38-47.

15. Leck, Astrid, dkk. Taking A Corneal Scrape and Making A Diagnosis. The Journal of

International Medical Research. London: 2015. hlm. 1-9.

16

Anda mungkin juga menyukai