Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

1
2
BAB I

PENDAHULUAN

Endoftlamitis adalah diagnosis klinis yang dibuat ketika peradangan intraokular yang
melibatkan ruang posterior dan anterior disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur. 1 Endoftalmitis
adalah bentuk peradangan mata yang jarang terjadi dan berakibat fatal akibat infeksi rongga
intraokular yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang ireversibel jika tidak ditangani
dengan benar dan tepat waktu.2 Dalam studi tentang penyebab mikroba dari semua jenis
endoftalmitis, 85,1% semua hasil kultur disebabkan oleh bakteri gram positif, 10,3% ditemukan
bakteri gram negatif, dan 4,6% kasus lain disebabkan oleh jamur.3-7

Endoftalmitis dapat diklasifikasikan sebagai eksogen atau endogen berdasarkan rute transmisi
sumber infeksi. Endoftalmitis eksogen terjadi ketika organisme yang menginfeksi masuk ke dalam
mata melalui inokulasi langsung, sedangkan endoftalmitis endogen terjadi ketika agen infeksi secara
hematogen menyebar ke mata dari fokus infeksi. Diagnosis endoftalmitis sebagian besar tergantung
pada temuan klinis dan dari pemeriksaan oftalmologis.2

Ulkus kornea merupakan suatu kondisi patologis yang berkembang pada kornea, ulkus kornea
ditandai dengan infiltrat supuratif dan diskontinuitas jaringan kornea mulai dari epitel sampai dengan
stroma. Ulkus kornea sebagian besar disebabkan oleh terjadinya infeksi, dimana 90% infeksi kornea

disebabkan oleh bakteri.8 Di Indonesia Insidensi kekeruhan kornea sebesar 5,5% pada tahun 2013.
Prevalensi ulkus kornea tertinggi terdapat di Provinsi Bali (11,0%), diikuti oleh Daerah Istimewa
Yogyakarta (10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%). Pekerjaan sebagai Petani/nelayan/buruh
mempunyai prevalensi kekeruhan kornea tertinggi (9,7%) dibanding kelompok pekerja lainnya, hal
ini mungkin dapat berkaitan dengan riwayat trauma mekanik atau kecelakaan saat kerja pada mata,
mengingat di Indonesi pemakaian alat pelindung diri saat bekerja masih belum optimal.8,9

Ulkus kornea yang berkembang menjadi suatu endophthalmitis adalah kejadian yang tidak
umum terjadi, kasus ulkus kornea yang berkembang menjadi endophthalmitis terjadi pada kurang dari
1% ulkus kornea yang dilakukan pemeriksaan kultur. Diperlukan kewaspadaan terhadap
kemungkinan terjadinya ulkus kornea yang dapat berkembang menjadi endoftalmitis.10,11

3
BAB II

LAPORAN KASUS

Pasien laki-laki usia 54 tahun datang ke poliklinik mata RSUP Prof. R.D Kandou
pada tanggal 24 Juni 2022 dengan keluhan utama mata kiri nyeri.

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada mata kiri, nyeri pada mata kiri dirasakan
sejak kurang lebih 14 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. 14 hari yg lalu pasien
merasakan pada mata kiri pasien seperti terkena sesuatu yang dicurigai pasien terkena
hewan atau serangga ketika pasien menghadiri acara kedukaan, namun pasien tidak
mengetahui lebih jelasnya terkena apa, mata kiri pasien tampak merah, mata kiri pasien
keluar sekret putih kental kekuningan, setelah terjadi keluhan pasien mengatakan bahwa
pasien langsung menggunakan obat tetes mata insto. 9 hari SMRS mata kiri pasien mulai
tampak putih. 4 hari SMRS mata pasien nyeri hebat dan bengkak, pasien masuk ke RSUD
Kotamobagu dan dirawat disana selama 4 hari sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP Prof.
dr. R.D. Kandou Manado dengan diagnosa OS susp. endoftalmitis ec jamur dd bakteri.

Di RSUD Kotamobagu pasien diberikan Infus Ringer Laktat 14 tetes permenit,


ceftriaxone 2x1gram Intravena, LFX tetes mata 1tetes tiap jam mata kiri, protagenta tetes
mata 1tetes tiap jam mata kiri, Cetirizine tablet 1x10mg, Polidemysine salep mata 2x1
oles pada mata kiri, natamycin tetes mata 1 tetes tiap 2 jam mata kiri, Itraconazole Tablet
2x1 peroral, Dipenhidramine injeksi 1amp intravena

Pasien mempunyai riwayat alergi obat Dexamethason, ibuprofen, antalgin dan


ketorolac. Pasien mempunyai Riwayat penyakit Tuberculosis 10 tahun lalu dan pasien
sudah berobat 6 bulan tuntas, Saat di rujuk hasil foto rontgen thotraks pasien didapatkan
gambaran TB Paru Lama Aktif,Riwayat penyakit Hipertensi dan Diabetes disangkal oleh
pasien. Pasien memiliki riwayat pemakaian kacamata baca. Pasien tidak memiliki riwayat
trauma dan tidak memiliki riwayat operasi mata sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis,
tensi darah pasien 110/60, nadi 70x/ menit, respirasi 20x/ menit dan suhu badan 36,5 °C.

4
Pada pemeriksaan opthalmologi mata kanan didapatkan visus 6/9 ph 6/6, tekanan
bola mata kanan 12mmHg, posisi bola mata dan pergerakan bola mata normal kesegala
arah. Pada pemeriksaan segmen anterior mata kanan tidak dijumpai edem pada palpebra,
konjungtiva tidak dijumpai injeksi dan dijumpai jaringan fibrovaskular melewati kornea
kurang lebih 3 mm (+), kornea jernih, bilik mata depan dalam VH 3-4, iris coklat kripta
(+), pupil bulat Refleks cahaya (+) dan lensa keruh NO1NC1.

Pemeriksaan opthalmologi mata kiri didapatkan visus Light perception, tekanan


bola mata kiri normal perpalpasi, posisi bola mata dan pergerakan bola mata normal
kesegala arah. Pada pemeriksaan segmen anterior mata kiri dijumpai edem minimal pada
palpebra superior, dijumpai mix injeksi konjungtiva, kornea tampak Keruh, tampak ulkus
kornea 1/3 stroma pada arah jam 12 central kornea ukuran 4x4mm, bilik mata depan
Tampak hipopion ukuran 5,5 x 1,8mm, iris pupil dan lensa sulit dievaluasi

A B
OD OS

Gambar 2.1. Pemeriksaan mata saat kunjungan I. (A) Gambaran segment anterior mata kanan, (B)
Gambaran segment anterior mata kiri

5
Pada pemeriksaan segmen posterior mata kanan refleks fundus non uniform, papil
bulat vital batas tegas CD Ratio 0,3-0,4, makula refleks fovea (+), retina pembulu darah
normal retina attached AV ratio 2:3. Pada pemeriksaan segmen posterior mata kiri
didapatkan refleks fundus,papil, makula dan retina sulit dievaluasi
Pada pemeriksaan USG mata kanan gambaran Cavum vitreous tampak
echolusent, retina coroid sclera intak, Pada pemeriksaan USG mata kiri tampak gambaran
Cavum vitreous echogenic, reflektivitas rendah sedang, aftermovement (+), retina coroid
sclera intak.

OD
OS

Gambar 2.2.
Pemeriksaan USG mata

Pada pemeriksaan mata kiri pemeriksaan Swab kornea dengan pewarnaan gram
tampak gambaran seperti gram negative dan pada pemeriksaan pemeriksaan Scrap kornea
dengan KOH pada mata kiri tidak ditemukan seperti gambaran hifa.

A B
Gambar 2.3. (A) Hasil Pewarnaan Gram Pemeriksaan swab kornea mata kiri. (B) Hasil KOH Pemeriksaaan
scrap kornea mata kiri

6
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 24.000, eritrosit 4.50 x 10 6, Hb
13.0 Ht 37.9, trombosit 451.000, gula darah sewaktu 110, ureum 36, creatinine 0.8, PT
17.8 dan APTT 30.3 . Pada pemeriksaan radiologi didapatkan kesan tampak TB paru lama
aktif.

Pasien didiagnosa dengan Mata kanan Pterygium Grade III dan mata kiri susp.
endoftalmitis ec jamur dd bakteri. Pasien diberikan obat IVFD RL 14 tpm, Ceftriaxone IV
2x1 gr, Difenhidramin 1x1 amp, Levofloxacin 1 gtt/jam, Artificial tears 1 gtt/jam, Tropin
ED 2x1 OS, Cetirizine 1x10mg peroral, Natamisin ED 1 gtt/2 jam, Itraconazole 2x200mg
peroral. Pasien direncanakan tindakan Injeksi Intravitreal Vancomycin ceftazidime dan
viterous tap mata kiri pada tanggal 25 Juni 2022.

Pada tanggal 25 Juni 2022 dilakukan tindakan Injeksi Intravitreal Vancomycin


ceftazidime dan viterous tap pada mata kiri. Sebelum dilakukan tindakan, pada pemeriksaan
opthalmologi mata kiri didapatkan visus Light perception, tekanan bola mata kiri normal
perpalpasi, posisi bola mata dan pergerakan bola mata normal kesegala arah. Pada
pemeriksaan segmen anterior mata kiri dijumpai edem minimal pada palpebra superior,
dijumpai mix injeksi konjungtiva, kornea tampak Keruh, tampak ulkus kornea 1/3 stroma
pada arah jam 12 central kornea ukuran 4x4mm, bilik mata depan Tampak hipopion ukuran
5,5 x 1,8mm, iris pupil dan lensa sulit dievaluasi. Pasien didiagnosis dengan mata kanan
Pterygium Grade III dan mata kiri Endoftalmitis ec jamur dd bakteri post injeksi intravitreal
vancomycin ceftazidime. Post operasi pasien diberikan obat IVFD RL 14 tpm, Ceftriaxone
IV 2x1 gr, Difenhidramin 1x1 amp, Levofloxacin 1 gtt/jam, Artificial tears 1 gtt/jam,
Tropin ED 2x1 OS, Cetirizine 1x10mg peroral, Natamisin ED 1 gtt/2 jam, Itraconazole
2x200mg peroral, Glauseta 1 x 1 selama 2 hari, Parasetamol 3 x 500mg. Pada mata yang
dilakukan viterous tap, hasil cairan vitrous yang didapatkan dikirim ke bagian laboratorium
mikrobiologi RSUP Prof. R.D Kandou untuk dilakukan pemeriksaan.
Pada tanggal 26 Juni 2022 hari pertama setelah dilakukan tindakan injeksi
intravitreal vancomycin ceftazidime dan vitreous tap, dilakukan pemeriksaan pada mata
pasien dengan hasil Pada pemeriksaan opthalmologi mata kanan didapatkan visus 6/9 ph
6/6, tekanan bola mata kanan 10 mmHg, posisi bola mata dan pergerakan bola mata normal
kesegala arah. Pada pemeriksaan segmen anterior mata kanan tidak dijumpai edem pada
7
palpebra, konjungtiva tidak dijumpai injeksi dan dijumpai jaringan fibrovaskular melewati
kornea kurang lebih 3 mm (+), kornea jernih, bilik mata depan dalam VH 3-4, iris coklat
kripta (+), pupil bulat Refleks cahaya (+) dan lensa keruh NO1NC1.

pada pemeriksaan opthalmologi mata kiri didapatkan visus Light perception,


tekanan bola mata kiri normal perpalpasi, posisi bola mata dan pergerakan bola mata normal
kesegala arah. Pada pemeriksaan segmen anterior mata kiri dijumpai edem minimal pada
palpebra superior, dijumpai mix injeksi konjungtiva, kornea tampak Keruh, tampak ulkus
kornea 1/3 stroma pada arah jam 12 central kornea ukuran 4x4mm, bilik mata depan sudah
tidak ditemukan adanya hipopion, iris pupil dan lensa sulit dievaluasi.

A B
Gambar 2.4. Pemeriksaan mata saat kunjungan I. (A) Gambaran segment anterior mata kanan, (B)
Gambaran segment anterior mata kiri

Pada pemeriksaan USG mata kanan gambaran Cavum vitreous tampak echolusent,
retina coroid sclera intak, Pada pemeriksaan USG mata kiri tampak gambaran Cavum
vitreous echogenic, reflektivitas rendah sedang, aftermovement (+), retina coroid sclera
intak.

8
OD OS

Gambar 2.5. Pemeriksaan USG mata

Dilakukan pemeriksaan swab kornea dengan pewarnaan gram dan scrap kornea
dengan KOH, ditemukan hasil pemeriksaan Swab kornea dengan pewarnaan gram tampak
gambaran seperti gram negative dan pada pemeriksaan pemeriksaan Scrap kornea dengan
KOH pada mata kiri tampak gambaran seperti Hifa.

A B
Gambar 2.6. Pemeriksaan swab dan scrap setelah H 1 setelah tindakan (A) Hasil Pewarnaan Gram Pemeriksaan
swab kornea mata kiri. (B) Hasil KOH Pemeriksaaan scrap kornea mata kiri.

Pasien direncanakan tindakan Injeksi Intravitreal, intracameral dan intrastromal


flukonazole pada mata kiri ditanggal tanggal 27 Juni 2022 namun pasien menolak dan pasien
meminta untuk pulang paksa dikarenakan masalah keluarga. Pasien didiagnosa dengan Mata
kanan Pterygium Grade III dan mata kiri Endoftalmitis ec Jamur dd Bakteri. Pasien diberikan
obat Ciprofloxacin 2 x 750mg, Levofloxacin 1 gtt/jam, Artificial tears 1 gtt/jam, Tropin ED
9
2x1 OS, Cetirizine 1x10mg peroral, Natamisin ED 1 gtt/2 jam, Itraconazole 2x200mg peroral,
Glauseta 1 x 1 selama 2 hari, Parasetamol 3 x 500mg. Pasien kemudian di edukasi untuk
melakukan eye hygine, cara pemakaian obat-obatan, edukasi bahwa mata masih dalam
penyembuhan dan masih dalam proses infeksi, edukasi dapat terjadinya infeksi kembali dan
infeksi dapat mengenai mata yang seat apabila mata yang sakit tidak diobati secara tuntas.

10
BAB III

PEMBAHASAN

Endoftalmitis adalah peradangan purulen dari cairan intraokular (vitreous dan aqueous)
biasanya karena infeksi. Endoftalmitis biasanya disebabkan oleh gangguan inflamasi intraokular
serius akibat infeksi rongga vitreus. Peradangan yang terjadi pada vitreus terjadi progresif merupakan
tanda dari segala bentuk endoftalmitis. Secara histologis ditemukan infiltrasi masif rongga vitreus
dengan sel inflamasi. Jenis-jenis endoftalmitis biasanya disebabkan oleh faktor eksogen maupun
endogen. Jenis-jenis endoftalmitis eksogen terjadi pada proses pascaoperasi akut, pascaoperasi kronis,
trauma, penyaringan Bleb, kasus setelah injeksi intravitreal maupun kejadian ulkus kornea.
Sedangkan faktor endogen yang dapat menimbulkan kejadian endoftalmitis adalah korioretinitis
endogen bakteri atau jamur +/- vitritis. Pada endoftalmitis karena faktor eksogen dengan riwayat
trauma terjadi pada sekitar 25% kasus endoftalmitis, biasanya disebabkan oleh cedera bola mata
terbuka, kemungkinan terjadinya endoftalmitis adalah sekitar 7%. Cedera akibat benda asing
intraokular (IOFB) memiliki tingkat yang lebih tinggi pada kasus endoftalmitis.12

Pada kasus pasien datang dengan keluhan nyeri pada mata kiri, nyeri pada mata kiri dirasakan
sejak kurang lebih 14 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. 14 hari yg lalu pasien merasakan
pada mata kiri pasien seperti terkena sesuatu yang dicurigai pasien terkena hewan atau serangga ketika
pasien menghadiri acara kedukaan, namun pasien tidak mengetahui lebih jelasnya terkena apa, mata
kiri pasien tampak merah, mata kiri pasien keluar sekret putih kental kekuningan, setelah terjadi
keluhan pasien mengatakan bahwa pasien langsung menggunakan obat tetes mata insto. Saat 9 hari
SMRS mata kiri pasien mulai tampak putih. 4 hari SMRS mata pasien nyeri hebat dan bengkak.

Kejadian endoftalmitis terjadi karena rusaknya sawar darah okular dan kolonisasi intraokular
oleh patogen (bakteri/jamur). Pada endoftalmitis eksogen, cedera atau pembedahan menyebabkan
gangguan integritas bola mata, yang memungkinkan invasi patogen. Dalam kasus yang jarang dari
endophthalmitis pasca operasi tertunda, organisme (biasanya Propionibacterium acnes diasingkan
dalam kantong kapsuler setelah operasi katarak) dapat dilepaskan setelah dilakukan kapsulotomi

11
YAG menyebabkan endoftalmitis. Pada endoftalmitis endogen, sumber umum bakteremia dan
fungemia termasuk endokarditis, infeksi saluran kemih, infus intravena, kateter atau prosedur invasif,
abses hati, dan lain-lain. Kemampuan patogen untuk menyebabkan kerusakan intraokular tergantung
pada virulensi dan respon host. Virulensi suatu organisme tergantung pada kemampuannya untuk
mensintesis faktor toksik seperti hemolisin BL, sitolisin, pneumolisin, lipopolisakarida (selubung luar
bakteri), kecepatan pertumbuhan intraocular, motilitas organisme.12
Kemampuan imunitas bawaan inang untuk meningkatkan respon inflamasi yang efektif
tergantung pada virulensi organisme. Respon inflamasi akut dapat membersihkan organisme yang
kurang ganas. Namun, organisme yang lebih ganas dapat menghindari respon imun inang dengan
mengeluarkan racun atau biofilm di sekitarnya. Dalam hal ini respon inflamasi dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan intraokular dan kehilangan penglihatan. Pelepasan mediator inflamasi seperti
TNFα, interleukin 1-beta, interferon-gamma bertepatan dengan peningkatan tanda inflamasi seperti
fibrin di bilik mata depan, pembentukan sinekia iris, hipopion, dan hilangnya refleks merah.
Peningkatan kadar faktor komplemen dalam akuos dan vitreus pada kasus infeksi intraokular
berkontribusi pada kerusakan jaringan uveoretinal.12

Pada endoftalmitis yang khas, terjadi penurunan ketajaman visual, edema kornea, hipopion,
peradangan vitreous, dan visualisasi fundus yang buruk adalah tanda-tanda klinis yang paling umum
disertai penurunan penglihatan dan nyeri yang memburuk. Dalam studi Endophthalmitis Vitrectomy
Study (EVS), penurunan penglihatan dan nyeri hebat merupakan kejadian yang paling sering dengan
persentase 94% dan 74% dari semua gejala sementara dalam studi ESCRS, dan menyumbang 92,9%
dan 79% dari semua gejala. Studi-studi ini menunjukkan bahwa meskipun nyeri adalah tanda
diagnostik yang signifikan, namun beberapa kasus juga bisa tanpa disertai rasa nyeri hingga 25%
kasus. Gambaran umum lainnya adalah kelopak mata bengkak, mata merah, kongesti sirkumkornea,
fotofobia, sekret okular, membran fibrin di bilik mata depan, pembentukan sinekia iris, hilangnya
refleks merah fundus, dan floaters. Endoftalmitis terkait bleb awalnya muncul sebagai konjungtivitis
bakteri dengan tanda dan gejala seperti hiperemia dan sekret konjungtiva, bleb penyaringan berwarna
kekuningan, dan reaksi inflamasi bilik anterior yang bervariasi, yang kemudian berlanjut ke bilik
posterior juga. Tanda-tanda tertentu, jika terlihat seperti abses cincin kornea, sangat menunjukkan
Bacillus, sementara gelembung gas di bilik mata depan, amaurosis, atau hipopion hijau-coklat
menunjukkan Clostridium. 12
Pada endoftalmitis kronis, pasien datang dengan peradangan bilik mata depan tingkat rendah
12
dan vitritis. Ketajaman visual dapat tetap dipertahankan sampai akhir presentasi. Organisme seperti
Propionibacterium cenderung terlokalisasi di dalam kantong kapsuler dan menunjukkan plak kapsuler
posterior. Pada pasien dengan endoftalmitis endogen, presentasi dapat bilateral dengan morbiditas
sistemik seperti sepsis, mual, muntah, dan demam. Endoftalmitis bakterial endogen ditandai dengan
nyeri, penglihatan kabur, dan kemerahan dengan derajat yang bervariasi pada bilik mata depan dan
keterlibatan vitreus. Abses subretina dapat dicatat. Endoftalmitis jamur endogen awalnya muncul
sebagai koroiditis fokal atau korioretinitis, yang kemudian meluas ke rongga vitreus. Selubung
pembuluh darah retina dan oklusi pembuluh darah dapat hadir dengan lesi satelit dalam kondisi
tertentu. Endoftalmitis setelah keratitis menular muncul dengan hipopion dan kehilangan penglihatan
yang parah, kadang-kadang dengan proyeksi sinar yang tidak akurat. 12
Evaluasi ultrasonografi segmen posterior dapat membantu mendeteksi keterlibatan vitreous
dalam bentuk gema di vitreous dan mengkonfirmasi diagnosis. Perkembangan penyakit dapat
menyebabkan panoftalmitis, infiltrasi dan perforasi kornea, dan phthisis bulbi. Pada anamnesis digali
mengenai riwayat pemicu seperti, pembedahan/trauma/penyebaran yang berdekatan
(keratitis)/endoftalmitis endogen/prosedur lain, onset kejadian (fulminan/akut/kronis) dan sebagian
besar kasus endophthalmitis fulminan disebabkan oleh organisme yang sangat ganas seperti spesies
Pseudomonas aeruginosa / Bacillus. Kecepatan perkembangan pada kasus endoftalmitis akan
berlangsung cepat atau bertahap, cenderung endofthalmitis bakteri berkembang lebih cepat daripada
endophthalmitis jamur. Keterlibatan penyakit sistemik juga melibatkan riwayat infus intravena, rawat
inap berkepanjangan, diabetes, masalah ginjal atau hati. 12

Pada kasus pasien mempunyai riwayat alergi obat Dexamethason, ibuprofen, antalgin dan
ketorolac. Pasien mempunyai Riwayat penyakit Tuberculosis 10 tahun lalu dan pasien sudah berobat
6 bulan tuntas, Saat di rujuk hasil foto rontgen thotraks pasien didapatkan gambaran TB Paru Lama
Aktif,Riwayat penyakit Hipertensi dan Diabetes disangkal oleh pasien. Pasien memiliki riwayat
pemakaian kacamata baca. Pasien tidak memiliki riwayat trauma dan tidak memiliki riwayat operasi
mata sebelumnya.

Pemeriksaan fisik pada mata dilakukan dengan pemeriksaan tajam penglihatan terlebih
dahulu. Ketajaman visual termasuk proyeksi sinar. Ketika ketajaman visual kurang dari menghitung
jari. Setelah menutup mata yang lebih baik, dengan cahaya diarahkan dari belakang pasien, gerakan
tangan diuji pada jarak 60 cm, persepsi cahaya diuji pada jarak 90 cm dengan cahaya terang pada

13
oftalmoskop tidak langsung, setidaknya empat dari lima tanggapan harus benar agar bacaan dapat
dipertimbangkan. Pemeriksaan adneksa mata terutama untuk mencari blefaritis berat, meibomitis,
bintitan, dakriosistitis kronis, dan sumber infeksi lainnya. Gerakan mata dinilai apakah berkurang atau
tidak ada dalam kasus endoftalmitis dengan proptosis dan nyeri yang secara klinis menunjukkan
diagnosis panoftalmitis. Pemeriksaan segmen anterior difokuskan untuk menilai riwayat SICS
(operasi katarak insisi kecil) terowongan/ Luka masuk kornea / Bleb/ trauma perforasi dan mencari
kejelasan kornea, infiltrat kornea, plak kapsul posterior, vitreus pada luka, luka terbuka, luka tidak
dijahit, hipopion, fibrin, sinekia posterior. Pemeriksaan tekanan intraocular, pemeriksaan fundus
(dilatasi) juga dilakukan jika memungkinkan. Standar EVS yaitu dengan pemeriksaan klinis dengan
oftalmoskop tidak langsung dilakukan untuk menilai derajat, sebagai berikut : 12
• Derajat 1: Lebih dari 20/40 (6/12) pandangan retina
• Derajat 2: Pembuluh darah retina urutan kedua terlihat
• Derajat 3: Beberapa kapal terlihat tetapi bukan kapal tingkat kedua
• Derajat 4: Tidak ada pembuluh darah retina yang terlihat, hanya ada refleks merah
• Derajat 5: Tidak terlihat refleks merah
Pemeriksaan imaging dapat dilakukan dengan fotografi slit-lamp untuk didokumentasikan,
foto fundus terutama ultra-widefield imaging menggunakan prinsip pemindaian laser oftalmoskop
yang dapat mencitrakan melalui pupil kecil dan kabut vitreus, fundus fluorescein angiogram (FFA)
jika fundus terlihat, Optical coherence tomography (OCT) dilakukan jika fundus terlihat, OCT dapat
membantu untuk mengkarakterisasi lokasi dan karakteristik lain dari keterlibatan retinochoroidal atau
vascular, OCT segmen anterior dalam kasus endoftalmitis setelah keratitis infektif dan lainnya,
Ultrasound B scan dilakukan karena endoftalmitis menimbulkan peradangan vitreous, yang terlihat
sebagai titik gema di rongga vitreous dengan amplitudo ringan sampai sedang. Pemeriksaan
ultrasonografi juga digunakan untuk mencari fitur lain, termasuk penebalan retinokoroid, dislokasi
lensa/IOL posterior, ablasi retina bersamaan, ablasi koroid, atau IOFB, untuk menindaklanjuti reaksi
inflamasi vitreus secara serial pasca injeksi intravitreal. Abses subretina pada makula dapat terjadi,
terutama pada endoftalmitis endogen. Pemeriksaan CT scan dilakukan untuk mencari IOFB pada
kasus pasca-trauma. 12
Pengambilan sampel mata dilakukan dengan ketuk ruang anterior, dimana pasien melihat
lurus, jarum 30G/27G dimasukkan melalui situs yang dipilih pada kornea perifer secara tangensial
menjaga arah sejajar dengan iris, dengan jarum diarahkan ke eksudat/hipopion. Dengan suction aktif,
0,1 sampai 0,2 cc cairan/eksudat diaspirasi. Aplikator ujung kapas diterapkan, dan jarum dilepas.
14
Ketuk/biopsi vitreous dilakukan untuk melihat hasil yang lebih akurat daripada kultur air. Ketuk
vitreous dilakukan dengan jarum 26 G dihubungkan ke spuit 2 cc dan dimasukkan melalui pars plan
(3 mm di belakang limbus pada afakia, 3,5 mm di belakang limbus pada pseudofakia, dan 4 mm di
belakang limbus pada phakic). Sampel 0,2 hingga 0,3 cc diaspirasi. Hal ini kontroversial di mata non-
vitrectomized karena kemungkinan traksi vitreous dan ablasi retina berikutnya. Dalam kasus seperti
itu, biopsi vitreous melalui pemotong vitrektomi lebih disukai. Tindakan biopsi vitreus dilakukan
melalui satu port vitrector atau dengan menggabungkannya dengan tiga port diagnostik/terapi pars
plana vitrectomy. Jarum suntik 5 ml terhubung ke lubang hisap pemotong vitrektomi, dan setelah
lubang pemotong divisualisasikan melalui pupil, asisten bedah melakukan aspirasi, tanpa memulai
infus. Pada saat yang sama, ahli bedah mengaktifkan pemotong sampai mata terlihat melunak. Ketika
dikombinasikan dengan vitrektomi tiga lubang, infus cairan dihidupkan setelah sampel dikumpulkan
seperti yang dijelaskan. 12
Sampel dikirim untuk pengujian mikrobiologi dan diagnostik molekuler (PCR). Meskipun
PCR memungkinkan peningkatan deteksi patogen bahkan dengan jumlah patogen yang rendah, biaya,
peningkatan risiko kontaminasi, kurangnya pengujian sensitivitas antibiotik, kurangnya standar
kontrol kualitas membatasi penggunaannya secara luas. 12
Pada kasus pemeriksaan opthalmologi mata kanan didapatkan visus 6/9 ph 6/6, tekanan
bola mata kanan 12mmHg, posisi bola mata dan pergerakan bola mata normal kesegala arah. Pada
pemeriksaan segmen anterior mata kanan tidak dijumpai edem pada palpebra, konjungtiva tidak
dijumpai injeksi dan dijumpai jaringan fibrovaskular melewati kornea kurang lebih 3 mm (+),
kornea jernih, bilik mata depan dalam VH 3-4, iris coklat kripta (+), pupil bulat Refleks cahaya (+)
dan lensa keruh NO1NC1. Pemeriksaan opthalmologi mata kiri didapatkan visus Light perception,
tekanan bola mata kiri normal perpalpasi, posisi bola mata dan pergerakan bola mata normal
kesegala arah. Pada pemeriksaan segmen anterior mata kiri dijumpai edem minimal pada palpebra
superior, dijumpai mix injeksi konjungtiva, kornea tampak Keruh, tampak ulkus kornea 1/3 stroma
pada arah jam 12 central kornea ukuran 4x4mm, bilik mata depan Tampak hipopion ukuran 5,5 x
1,8mm, iris pupil dan lensa sulit dievaluasi.

Pada kasus pemeriksaan USG mata kanan gambaran Cavum vitreous tampak echolusent,
retina coroid sclera intak, Pada pemeriksaan USG mata kiri tampak gambaran Cavum vitreous
echogenic, reflektivitas rendah sedang, aftermovement (+), retina coroid sclera intak. Dilakukan
pemeriksaan swab kornea dengan pewarnaan gram dan scrap kornea dengan KOH, ditemukan

15
hasil pemeriksaan Swab kornea dengan pewarnaan gram tampak gambaran seperti gram negative
dan pada pemeriksaan pemeriksaan Scrap kornea dengan KOH pada mata kiri tampak gambaran
seperti Hifa. 12

Banyak pedoman pengobatan saat ini berasal dari Studi Vitrektomi Endophthalmitis, uji
klinis acak multicenter yang merawat pasien dengan endophthalmitis bakteri dengan vankomisin
intravitreal dan amikasin, vankomisin subkonjungtiva, seftazidim, dan deksametason; atau
kortikosteroid sistemik. Studi ini melaporkan manfaat dari PPV hanya di mata dengan ketajaman
visual persepsi cahaya. Beberapa konsep pengobatan telah berubah sejak Endophthalmitis
Vitrectomy Study diterbitkan. Amikasin intravitreal sekarang dihindari karena risiko toksisitas
aminoglikosida. Antibiotik dengan cakupan spektrum luas organisme gram positif dan gram negatif
harus dimulai sebelum hasil kultur dikonfirmasi. Pengobatan intravitreal dengan ceftazidime dan
vankomisin saat ini lebih disukai. Operasi vitrektomi mikro sayatan meminimalkan manipulasi
konjungtiva dan menyebabkan lebih sedikit perdarahan intraoperatif dan ketidaknyamanan pasien
pada mata yang meradang dibandingkan dengan vitrektomi standar 20-gauge. Serupa dengan
pengelolaan endoftalmitis endogen, intervensi bedah cenderung dilakukan lebih awal, dan
vitrektomi dini adalah tatalaksana dalam pengelolaan endoftalmitis eksogen. Prosedur yang
menggabungkan vitrektomi berbasis limbal dan PPV dapat memfasilitasi pengangkatan fibrin dan
hipopion bilik anterior, memungkinkan vitrektomi posterior yang aman dan optimal. Penghapusan
lensa intraokular atau seluruh kapsul mungkin diperlukan dalam kasus refrakter.13

Pada kasus dilakukan tindakan Injeksi Intravitreal, intracameral dan intrastromal


flukonazole pada mata kiri ditanggal tanggal 27 Juni 2022 namun pasien menolak dan pasien
meminta untuk pulang paksa dikarenakan masalah keluarga. Pasien didiagnosa dengan Mata kanan
Pterygium Grade III dan mata kiri Endoftalmitis ec Jamur dd Bakteri. Pasien diberikan obat
Ciprofloxacin 2 x 750mg, Levofloxacin 1 gtt/jam, Artificial tears 1 gtt/jam, Tropin ED 2x1 OS,
Cetirizine 1x10mg peroral, Natamisin ED 1 gtt/2 jam, Itraconazole 2x200mg peroral, Glauseta 1 x
1 selama 2 hari, Parasetamol 3 x 500mg. Pasien kemudian di edukasi untuk melakukan eye hygine,
cara pemakaian obat-obatan, edukasi bahwa mata masih dalam penyembuhan dan masih dalam
proses infeksi, edukasi dapat terjadinya infeksi kembali dan infeksi dapat mengenai mata yang seat
apabila mata yang sakit tidak diobati secara tuntas

16
BAB IV

KESIMPULAN

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Staff AAO. Section 9: Uveitis and Ocular Inflammation In: Rapuano CJ, Stout JT,
McCannel CA, editors. Basic and Clinical Science Course. 1st ed. San Francisco:
European Board of Ophthalmology; 2020-2021. 291-302

2. Sheu SJ. Endophthalmitis. Korean J Ophthalmol. 2017;31(4):283-289.


doi:10.3341/kjo.2017.0036
3. Louis B, Cantor LB, Rapuano JC, Cioffi GA. Retina and Vitreous. American Academy of
Ophthalmology. Section 12. 2018-2019. 78-93.
4. Endophthalmitis Vitrectomy Study Group. Results of the Endophthalmitis Vitrectomy Study.
A Randomized Trial of Immediate Vitrectomy and of Intravenous Antibiotics for the
Treatment of Postoperative Bacterial Endophthalmitis. Arch Ophthalmol 1995; 113: 1479-
1496.
5. ESCRS Endophthalmitis Study Group. Prophylaxis of Postoperative Endophthalmitis
Following Cataract Surgery: Results of the ESCRS Multicenter Study and Identification of
Risk Factors. J Cataract Refract Surg 2007;33: 978-88.
6. Kuhn F, Gini G. Complete and early vitrectomy for endophthalmitis (CEVE) as todays's
alternative to Endophthalmitis Vitrectomy Study. In: Vitreoretina surgery. Essentials in
ophthalmology. Vitreoretinal surgery. Springer; 2007. p.53-68.

7. Maalouf F, Abdulaal M, Hamam RN. Chronic postoperative endophthalmitis: a review of


clinical characteristics, microbiology, treatment strategies, and outcomes. Int J Inflam. 2012;
2012: 313248.

8. Putri AM, Heryati S, Nasution N. Characteristics and Predisposing Factors of Bacterial


Corneal Ulcer in the National Eye Center, Cicendo Eye Hospital, Bandung from January to
December 2011. Althea Med J. 2015; 2(3):443-7.
9. Kementrian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Kemetrian Kesehatan; 2013.
10. Henry CR, Jr. HWF, Miller D, Forster RK, Alfonso EC. Infectious Keratitis Progressing to
Endophthalmitis: A 15-Year- Study of Microbiology, Associated Factors, and Clinical
Outcomes. NIH Public Access. 2012. 12(119):2443-9.

18
11. Kevin Range, Darrin M, York Adam M. 基 因 的 改 变 NIH Public Access. Bone: 2012.
23(1):1-7.
12. SIMAKURTHY, Sriram; TRIPATHY, Koushik. Endophthalmitis. 2020.
13. Sheu SJ. Endophthalmitis. Korean J Ophthalmol. 2017 Aug;31(4):283-289. doi:
10.3341/kjo.2017.0036. Epub 2017 Jun 28. PMID: 28752698; PMCID: PMC5540982.

19

Anda mungkin juga menyukai