Anda di halaman 1dari 21

iI.

PENDAHULUAN
Kkkkatarak kongenital adalah kekeruhan dari lensa yang di temukan sejak
lahir.Kekeruhan pada lensa ini akan menggangu perkembangan fungsi pengliha
tan normal bila tidak terdeteksi dari lahir.(2,20)
Insiden katarak kongenital di Amerika Serikat 1.2 – 6.0 per 10.000 kasus,
WHO memperkirakan tingkat kejadian katarak kongenital lebih tinggi pada
negara – negara berkembang.(2)
Di Singapura insiden katarak kongenital diperkirakan 1 : 5,000 sampai
1 : 10,000 lahir hidup, pada negara - negara berkembang insiden sampai 1: 1,000
lahir hidup, terjadi nya peningkatan insiden katarak kongenital disebabkan oleh
infeksi intra uterin dan program imunisasi yang jelek.
Angka kelahiran di Singapura diperkirakan 40,000 per tahun, dan ditemukan 4
sampai 8 kasus katarak kongenital baru.Dari hasil survei Opthalmologis pediatrik
Singapura di perkirakan 15 – 20 bayi katarak kongenital di lakukan operasi
dinegara tersebut tiap tahun, dimana 1/3 nya berasal dari negara – negara
tetangga.(11)
Kemala S dan Hafid A dalam suatu penelitian di RSUP Dr. M Djamil
Padang dari tahun 1993-1999, terdapat 30 pasien katarak kongenital yang telah
dioperasi.. Sebahagian besar pasien-pasien katarak kongenital ini dioperasi pada
usia diatas 6 bulan ( 73 %). Katarak kongenital bilateral ditemukan lebih banyak
dari pada katarak kongenital unilateral dengan perbandingan 63 % : 37 % . (3,4)
Pada penelitian Khalilul R ,katarak kongenital merupakan urutan 8 ( 16
kasus atau 3,4 % ) dari 10 penyakit mata terbanyak pada anak-anak yang berobat
ke poliklinik mata RSUP Dr. M Djamil padang pada tahun 1994. (5)
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, pasien datang berobat
biasanya sudah dalam keadaan terlambat, dengan berbagai komplikasi seperti
nistagmus, ambliopia dan strabismus. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor
ekonomi yang rendah, pendidikan orangtua yang rendah, dan terbatasnya
pelayanan kesehatan spesialis mata di daerah-daerah. Di samping itu belum
dilaksanakan skrining terhadap semua bayi baru lahir yang sangat membantu
menegakkan diagnosis dini katarak kongenital. ( 6)

1
Sampai saat ini manajemen katarak kongenital masih menemui banyak
kesulitan. Hal ini disebabkan karena manajemennya yang berbeda dengan katarak
pada orang dewasa. Kemudian juga melibatkan multidisiplin ilmu , komitmen
orangtua, dan waktu dilakukan operasi yang harus sesegera mungkin. Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, ekstraksi lensa saat ini
tidak begitu menjadi masalah, tetapi rehabilitasi visus pasca operasi masih
(1,6,7,8
mengalami kesulitan agar didapatkan ketajaman penglihatan yang maksimal
Pada makalah ini akan di laporkan suatu kasus katarak kongenital bilateral
dan penatalaksanaanya mengenai satu keluaga terdiri dari orang tua perempuan
dan empat orang anak nya

2
II. LAPORAN KASUS
Satu keluarga yang terdiri dari 5 orang anak ( 4 orang anak yang sakit )
dan orang tua perempuan datang berobat kepoli mata RS M.Djamil Padang dan
kemudian dirawat tanggal, 3 April 2004
Empat orang anak beserta orang tua perempuan datang berobat dengan keluhan
pada orang – orang mata kanan dan kiri terlihat memutih ( leukocoria ) dan kabur
melihat sejak lahir. Satu orang anak lagi ( anak pertama ) dan orang tua laki – laki
tidak ada kelainan ( normal ).
Orang tua perempuan berumur 38 tahun dari lahir ke dua mata tampak
memutih dan kabur waktu melihat.Dari pemeriksaan yang dilakukan visus mata
kanan 1½ / 60, mata kiri 1½ / 60 dari koreksi visus dan pin hole yang dilakukan
tidak maju.Pada pemeriksaan slit lamp reflek fundus negatif kedua mata, kornea
bening dengan diameter 9 mm,kamera okuli anterior cukup dalam,pupil bulat
reflek +, lensa keruh total ke dua mata.Funduskopi tidak tembus kedua mata,TIO
normal ,kelainan strabismus kedua mata (+) yaitu Esotropia dan Nistagmus.
Orang tua perempuan tersebut dianjurkan untuk dilakukan tindakan
penganggkatan katarak nya tapi dia menolak.
Kasus I.
Anak laki – laki umur 13 tahun kedua mata nampak memutih sejak lahir,
visus mata kanan dan kiri 1 ½ / 60, dari koreksi refraksi yang dilakukan tidak
maju reflek fundus negative ke dua mata.Pada pemeriksaan slit lamp kornea
bening kedua mata diameter 8,6 mm kedua mata, kamera okuli anterior cukup
dalam, pupil bulat reflek +, lensa keruh total kedua mata.Funduskopi tidak tembus
kedua mata, TIO normal, kelainan strabismus esotropia (+) pada mata kiri dan
Nistagmus kedua mata.
Dari pemeriksaan lain seperti, kulit, kelenjar getah bening, kepala, rambut,
telingga, hidung, tenggorokan, dada, perut,alat kelamin dan angota gerak dalam
batas normal.
Hasil pemeriksaan labor : Hb : 12,5 g %, Leukosit : 10.600 / mm
DC : 0/7/1/50/38/4, CT,BT dan Trombosit dalam batas
normal.
Kimia darah : Galaktosa 70 mg %

3
Hasil Pemeriksaan Imunologi Serologi: Tidak ditemukan dalam Status
Hasil konsul dari bagian anak : Tidak ada kelainan dari bagian anak dan tidak ada
kontra indikasi untuk dilakukan operasi dalam narkose.
Setelah surat persetujuan operasi di tanda tangani dan disetujui bagian anestesi
maka dilakukan operasi ECCE tanpa IOL pada mata kiri, dengan therapi
Kemicetin tablet , prednison dan mefenamid acid 250 mg.
Hari pertama pasca operasi didapatkan visus OS 1/60, dengan sisa cortek
(+) pada jam 9, iridektomi jam 12 dan diberi terapi topical Polydek ED.
Pada hari ke lima pasca operasi dilakukan koreksi refraksinya dengan spheris+ 9 50
koreksinya jadi 6 / 30.
Tujuh hari pasca operasi mata kiri kemudian dilakukan operasi ECCE
pada mata kanan dengan therapi pasca operasi Kemicetin tablet, Prednison tablet
dan Mefenamid acid 250 mg.
Hari pertama pasca operasi mata kanan visus 1/60, dengan sisa cortek (+) pada
jam 6, iridektomi jam 12. Pada hari kedua pasca operasi dilakukan koreksi
refraksi afakia dengan streak retinoskopi pada mata kanan hasil koreksi spheris +
11 menjadi 6/20, pada mata kiri spheris + 11 menjadi 6/20 dan diberi kaca mata
baca Addisi + 3. Dua minggu pasca operasi pasien pulang dan rawat jalan.
KASUS ke 2
Anak perempuan umur 11 tahun, ke dua orang – orang mata nampak
memutih sejak lahir, visus mata kanan 1/60 dan mata kiri 4/60 koreksi refraksi
yang dilakukan visus tidak maju, reflek fundus mata kanan negative,mata kiri
bagian perifer (+) .Pemeriksaan slit lamp yang dilakukan kornea bening dengan
diameter 8,5 mm,kamera okuli anterior cukup dalam, pupil bulat Reflek +,lensa
keruh subkapsularis anterior dan posterior kedua mata.Funduskopi kedua mata
tidak tembus.TIO normal, kelainan strabismus esotropia (+) dan nistagmus (+).
Dari pemeriksaan lain pada kepala dan belakang telinga gatal.Kulit gatal ,merah
dan badan demam.
Hasil pemeriksaan laboratorium : Hb 12,7 g %, Leukosit : 18.100 /mm
DC : 0/1/14/78/17/4 LED : 65 / mm
Kimia darah : Galaktosa 74 mg %
Hasil Pemeriksaan Imunologi Serologi:

4
TORCH : Anti toxoplasma IgG : 173 IU/ ml :(+) nilai rujukan < 4,0 : (-)
> = 8 : (+)
Anti toxoplasma IgM : 0,12 IU / ml (-) nilai rujukan < 0,55 : (-)
> = 0,65 : (+)
Anti Rubella IgG :
Anti Rubella IgM :
Anti CMV IgG : 149,6 : (+) nilai rujukan < 4 : (-)
> 6 : (+)
Anti CMV IgM : 0,6 : (-) nilai rujukan < 0,70 : (-)
> 0,9 : (+)
Anti HSV IgG :
Anti HSV IgM :
VDRL : negatif nilai rujukan : non reaktif
Dilakukan konsultasi bagian anak :
D/ Urtikaria ec alergi obat gol penecillin
Ulkus basal di occipital + limfadenitis pre aurikuler
Terapi : Clindamicyn 2 x 100mg, CTM 3 x 2mg
Konsul dari bagian kulit kelamin :
D/ Eritroderma ec allergi obat suspek Clindamicyn + Dermatitis
Seborroik
Terapi : Clindamicin stop, Prednison, 3 x 5mg, Hidrocortison salep kulit.
Setelah surat persetujuan operasi di tanda tangani dan disetujui bagian anestesi
maka dilakukan operasi ECCE tanpa IOL pada mata kanan,dengan therapi
Kemicetin tablet , Prednison dan Mefenamid acid 250 mg.
Hari pertama pasca operasi visus mata kanan 1/60, kornea bening, pupil
bulat, afakia, sisa kortek (+), iridektomi (+) ,diberi terapi topical Polydek ED
Hari kedua dilakukan koreksi afakia dengan spheris + 12 visus maju 6/30.
Tujuh hari pasca operasi pertama dilakukan ECCE pada mata kiri,terapi
Kemicetin tablet, Prednison tablet.
Hari pertama pasca operasi mata kiri visus 1/60,kornea oedem sentral,iris nampak
menonjol dari bibir luka pada jam 12, pupil lonjong, iridektomi (+).
Besoknya dilakukan reposisi iris dan dilakukan 1 jahitan.

5
Pada hari ke enam pasca operasi mata kiri dilakukan koreksi refraksi afakia
dengan streak retinoskopi pada mata kanan dengan spheris + 12 visus menjadi
6/30, pada mata kiri dengan spheris + 12 visus menjadi 6/30
Dua minggu pasca operasi pasien pulang dan rawat jalan.
KASUS ke 3
Anak perempuan umur 4 tahun, ke dua orang – orang mata nampak
memutih sejak lahir, visus mata kanan dan kiri following objek (+), reflek fundus
mata kanan dan kiri negative.Pemeriksaan slit lamp yang dilakukan kornea bening
dengan diameter 9 mm,kamera okuli anterior cukup dalam, pupil bulat Reflek
+,lensa keruh subkapsularis anterior, posterior kedua mata.Funduskopi kedua
mata tidak tembus .TIO normal, posisi sentral dan Nistagmus (+) ke dua mata.
Dari pemeriksaan lain tidak ada kelainan yang ditemukan.
Hasil pemeriksaan laboratorium : Hb 12,1 g %, Leukosit : 9.800 /mm
DC : 0/5/0/42/45/8
Kimia darah : Galaktosa 70 mg %
Hasil Pemeriksaan Imunologi Serologi:
TORCH : Anti toxoplasma IgG : 8,0 IU/ ml : (+) nilai rujukan < 4,0 : (-)
> = 8 : (+)
Anti toxoplasma IgM : 0,05 IU / ml (-) nilai rujukan < 0,55 : (-)
> = 0,65 : (+)
Anti Rubella IgG :
Anti Rubella IgM :
Anti CMV IgG : 108,0 : (+) nilai rujukan < 4 : (-)
> 6 : (+)
Anti CMV IgM : 0,9 : - nilai rujukan < 0,70 : (-)
boderline > 0,9 : (+)
Anti HSV IgG :
Anti HSV IgM :
VDRL : negatif nilai rujukan : non reaktif

6
Dilakukan konsul ke bagian anak : Tidak ada kelainan yang ditemukan saat ini
dan tidak ada kontra indikasi untuk dilakukan operasi.
Setelah surat persetujuan operasi di tanda tangani dan disetujui bagian
anestesi maka dilakukan operasi ECCE tanpa lensa pada mata kanan dan
kiri,dengan therapi Kemicetin sirup , Prednison 4 x 3/4 tablet dan Paracetamol
sirup.
Hari pertama pasca operasi visus mata kanan following objek (+) kornea
bening, pupil up drown, sisa kortek (+), iridektomi (+) dan mata kiri following
objek (+), kornea bening, iridektomi (+), pupil bulat.Terapi topical Polydek ED .
Pada hari ke enam pasca operasi dilakukan koreksi refraksi afakia dengan streak
retinoskopi pada mata kanan spheris + 10, mata kiri spheris + 10.
Dua minggu pasca operasi pasien pulang dan rawat jalan.
KASUS ke 4
Anak laki – laki umur 9 bulan kedua mata nampak memutih sejak lahir,
visus mata kanan dan kiri following objek (+), reflek fundus negative ke dua
mata.Pada pemeriksaan slit lamp kornea bening kedua mata diameter 9 mm kedua
mata, kamera okuli anterior cukup dalam, pupil bulat, reflek +, lensa keruh
subkapsul anterior dan posterior kedua mata.Funduskopi tidak tembus kedua
mata, TIO normal, posisi bola mata sentral dan Nistagmus (+) kedua mata.
Dari pemeriksaan lain seperti, kulit, kelenjar getah bening, kepala, rambut,
telingga, hidung, tenggorokan, dada, perut,alat kelamin dan angota gerak tidak ada
kelainan.
Pasien demam dan mencret > 4 X dan gelisah.
Hasil pemeriksaan labor : Hb : 11,5 g %, Leukosit : 14.800 / mm, LED : 40/mm
DC : 0/4/2/45/46/3 CT,BT dan Trombosit dalam batas
normal
Kimia darah : Galaktosa 68 mg %
Hasil Pemeriksaan Imunologi Serologi: tidak ditemukan dalam status.
Hasil konsul dari bagian anak : Diare akut tanpa dehidrasi .
Terapi : Oralit 100 cc, paracetamol 60 mg.

7
Setelah surat persetujuan operasi di tanda tangani dan disetujui bagian anestesi
maka dilakukan operasi ECCE tanpa IOL pada mata kanan dalam narkose, dengan
therapi Kemicetin sirup , Prednison 4 X 3/4 tablet, Paracetamol sirup
Hari pertama pasca operasi visus mata kanan following objek (+) kornea
bening, pupil bulat, iridektomi (+).Terapi topical Polydek ED.
Pada hari ke lima pasca operasi I dlakukan ECCE pada mata kiri .terapi Kemicetin
sirup, Prednison 4 x 3/4 tablet.Follow up pasca operasi following objek (+),
kornea bening, COA cukup dalam, udara (+), pupil bulat, reflek (+),iridektomi
(+). Pada hari ke tujuh pasca operasi mata kiri dilakukan koreksi refraksi afakia
dengan streak retinoskopi pada mata kanan dengan spheris + 10, mata kiri dengan
spheris + 10. Dua minggu pasca operasi pasien pulang dan rawat jalan.

III. DISKUSI
Katarak kongenital bilateral merupakan kekeruhan dari lensa kristalin,
yang didapat dari lahir, kelainan ini sering menggangu perkembangan dari visual
normal anak.(2,13)
Etiologi terjadi nya katarak kongenital bilateral dapat dibagi kedalam
lima katagori :(8,9,10,13,16,20)
1. Familiar ( inherediter dan biasanya autosomal dominant.)
2. Infeksi intra uterin TORCH ( toxoplasmosis, syphilis, rubella,
cytomegalovirus, dan virus herpes simplex)
3. Syndroma (Down, Edward, Patau atau Lowe)
4. Metabolik (galaktosemia, hypo / hyperglycemia atau hypocalcemia)
5. Idiopatik
Pada negara – negara berkembang katarak kongenital bilateral 20% kasus
disebabkan familiar, 20% kasus disebabkan sindroma atau kelainan metabolik,
5% kasus disebabkan infeksi intra uterin, dan 50% kasus disebabkan idiopatik.(12)
Penyebab Katarak kongenital Bilateral :(8,13,17,18,20)
1. Idiopatik ( 60 %)
2. Herediter ( 30% ) tanpa kelainan sistemik
a. autosomal dominant
b. autosomal resesif

8
c. X – linked
3. Genetik, metabolikdan sistemk ( 5% )
- Hallermann – streiff syndrome
- Oweˆs oculo – cerebro – renal syndrome
- Smith – lemli – Optiz
- Galaktosemia
- Hypoglicemia
- Trisomy : - Down syndrome ( 21 % )
- Edward syndrome ( 28 % )
- Patau syndrome ( 13 % )
- Alport syndrome
- Myotonic dystrophy
- Fabryˆs disease
- Hypoparathyroidism
- Conradi sindrome
- Diabetes Melitus
- Peroxisomal biogenesis disorder
- Wilsonˆs disease
4. Maternal Infection ( 3% )
- Rubella
- Cytomegalovirus
- Varicella
- Syphilis
- Toxoplasmosis
- Herpes simplex
5. Ocular abnormalities ( 2% )
- Aniridia
- Anterior segment dysgenesis
- Micropthalmia

9
Katarak herediter.
Autosomal dominant inherediter adalah penyebab terbanyak katarak
kongenital bilateral.Kira – kira 25% merupakan kasus mutasi autosomal dominant
baru. Autosomal recessive katarak tidak diketahui dan X – lingked katarak jarang.
(7,14,15)

Infeksi Intra uterin


Infeksi intra uterin menyebabkan katarak kongenital bilateral.Infeksi
disebabkan oleh TORCHS, ( toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes
simplex, syphilis).Katarak yang terjadi pada infeksi intra uterin kekeruhan nya
sentral dan bisa bilateral atau unilateral.Meningkatnya titer IgM antibodi rubella
anak atau peninggian dari titer IgG diindikasikan bahwa anak sudah terdapat
infeksi intra uterin oleh rubella.(2,7,14,15)
Wolff pada penelitiannya menemukan 15% pasien dengan infeksi virus
rubella menyebabkan katarak kongenital dimana 20% menyebabkan katarak
kongenital bilateral,retinopathi 25%, kelainan strabismus 20%, micropthalmus
15%, atrophi nervus optic 10%, kekeruhan kornea 10%, glaukoma 10%, dan
phtisis bulbi 2%.(15)
Kelainan metabolik,genetik dan sistemik
Galactosemia jarang menyebabkan katarak kongenital bilateral,terjadi
pada masa infant disebabkan oleh defisiensi enzim yaitu galaktokinase,
galaktosae –1-phosphate uridyl transferase dan uridine diphosphate galactose–
epimerase.Kelainan ini inherediter sebagai autosomal recessive.Bentuk katarak
nya oil droplet dapat progresif , difus dan lamelar.
Hypoglycemia kasus nya jarang menyebabkan katarak kongenital bilateral dan
terlihat pada kasus – kasus dengan komplikasi, sering pada anak laki- laki dengan
mental retardasi dan bentuk katarak nya lamelar.(7,20)
Diabetes mellitus jarang pada anak – anak ,bentuk katarak sub kapsularis .
Fabry,s disease kelainan metabolik X- lingked recessive disebabkan defisiensi
enzim alpha galactosidase.gejala, nyeri ektremitas, lesi pada genitalia, hipertensi,
aneurisma cerebral, cardiomyopathi, infark miokard, gagal ginjal, katarak( 50%)
kasus. (7,20)

10
Pada kasus pertama sampai kasus ke empat katarak diderita sejak dari lahir
dan mengenai kedua mata.Dari anamnesa dan pemeriksaan pada mata orang tua
perempuan terdapat katarak sejak lahir, jadi katarak kongenital bilateral yang
terdapat pada ke empat orang anak tersebut bisa diturunkan dari ibunya.
B.KLINIS
Keluhan Utama dari orangtua pasien adalah memutihnya orang-orang
mata ( leukocoria) pada mata anaknya.Leukocoria pada orang-orang mata
ukurannya bisa kecil bisa juga total. Bila ukurannya masih kecil, orang tua belum
memeriksakan anaknya ke dokter. Leukocoria yang kecil tadi makin lama makin
besar sampai terlihat jelas oleh orangtua.(7,8,20)
Adanya riwayat keluarga perlu ditelusuri mengingat sepertiga katarak
kongenital bilateral merupakan herediter.Riwayat kelahiran yang berkaitan
dengan prematuritas,infeksi maternal dan pemakaian obat-obatan selama
kehamilan.(17,20)
Katarak kongenital bilateral sering hadir bersamaan dengan anomali
okuler atau sistemik. Ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan
kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan okuler yang dapat ditemukan antara
lain mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina dan atrofi
retina. Sedangkan kelainan non okuler yang didapatkan antara lain : retardasi
mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, facies mongoloid.
(7,8,17,20)

Skrining pada bayi baru lahir sangat membantu penemuan dini katarak
kongenital bilateral. Skrining ini termasuk pemeriksaan refleksi fundus dan
oftalmoskopi. Refleksi fundus yang ireguler atau negative merupakan suatu
indikasi adanya katarak kongenital. Kekeruhan lensa sentral atau kortikal > 3 mm
sudah dapat dideteksi dengan oftalmoskop direk.(2,7,20)
Nistagmus bisa ditemukan sebagai akibat deprivasi visual dini. Pada
beberapa kasus kelainan strabismus dapat ditemukan sebagai tanda adanya katarak
kongenital terutama unilateral. (7,8,9,20)
Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan ditemukannya leukocoria pada ke 4
anak – anak nya dan orang tua perempuan pada kedua mata dan tanpa diikuti
dengan kelainan lain. Kekeruhan lensa sejak lahir dan pemeriksaan mata baru di

11
lakukan saat berobat ke RS saat ini. Diantara anak – anak tersebut 2 orang sekolah
dengan visus 2/60 dan mereka bisa mengikutinya.
Pada pasien ini ditemukan kelainan strabismus pada kasus pertama dan kasus ke
dua yaitu esotropia, sedang kasus ke tiga dan ke empat tidak.
Nistagmus muncul pada 50% anak – anak dengan katarak kongenital
bilateral , nistagmus ditemukan sebagai akibat deprivasi visual dini.(7,20)
Pada pasien ini ditemukan kelainan nistagmus pada ke empat anak – anak nya
pada kedua mata artinya sudah terjadi deprivasi dini pada mata anak – anak
tersebut.
C. KLASIFIKASI MORFOLOGI(2,7,13,20)
1. Polar yaitu kekeruhan lensa pada bahagian subkapsular, korteks, kapsul
anterior dan kapsul posterior.
A. Katarak polaris anterior : biasanya kecil, bilateral,simetris,non
progresif dan tidak terlalu mengganggu penglihatan.
B. Katarak polaris posterior : umumnya mengganggu penglihatan,
bertendensi menjadi lebih besar dan unilateral.
2. Sutural (Stellate) : Kekeruhan pada Y-Suture dari nukleus, biasanya tidak
menggangu penglihatan, bercabang-cabang, bilateral, simetrik. Merupakan
herediter dengan pola Autosomal dominan.
3. Coronary : Kekeruhan pada korteks kecil-kecil dan berkelompok tersusun
sekitar ekuator lensa berbentuk seperti mahkota ( Corona ). Kekeruhan
tidak dapat dilihat tanpa dilatasi pupil. Tidak mempengaruhi penglihatan,
merupakan herediter dengan pola Autosomal dominan.
4. Cerulean ( Blue-dot Cataract ) : kekeruhan kecil kebiru-biruan sekitar
korteks, non progresif, dan tidak mengganggu penglihatan.
5. Nuklear : Kekeruhan yang terjadi pada nukleus lensa embrional atau
nukleus fetal. Biasanya bilateral, dan jika luas gejalanya berat. Kekeruhan
dapat total mengenai nukleus
6. Kapsular : kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul anterior.
Merupakan diferensiasi dari katarak polaris anterior. Umumnya tidak
menggnaggu penglihatan.

12
7. Lamellar ( Zonular ) : Merupakan bentuk katarak kongenital terbanyak,
bilateral, dan simetrik. Efek terhadap penglihatan bervariasi tergantung
pada ukuran dan densitas kekeruhan lensa. Pada beberapa kasus, katarak
lamelar adalah transisi dari pengaruh toksik selama perkembangan lensa
fetus. Katarak lamellar juga diwariskan secara autosomal dominan.
Katarak lamellar adalah kekeruhan zone atau lapisan spesifik lensa. Secara
klinik katarak dapat dilihat sebagai lapisan keruh dengan sentral jernih.
Kekeruhan yang berbentuk tapal kuda disebut Riders.
8. Komplit atau total adalah katarak dengan morfologi semua serat lensa
keruh. Refleksi fundus tidak ada, dan retina tidak dapat dilihat dengan
oftalmoskopi direk maupun indirek. Beberapa katarak bisa sub total waktu
lahir dan berkembang sangat cepat menjadi katarak komplit. Katarak bisa
unilateral dan bilateral yang menimbulkan gangguan penglihatan berat.
9. Rubella : Katarak yang muncul akibat infeksi Rubella terutama trimester
pertama kehamilan. Kekeruhan pada bahagian nukleus, keputih-putihan
seperti mutiara. Pada gambaran histopatologi terlihat nukleus serat
lensa tertahan di dalam substansi lensa. Partikel virus terkurung dalam
lensa paling tidak 3 tahun setelah kelahiran. Manifestasi lain dari
Sindroma Rubella Kongenital ini adalah Retinopathy Pigmentasi,
Mikroptalmus, Glaukoma, kekeruhan kornea permanen atau transien.
D. LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium pada katarak kongenital bilateral sangat
diperlukan untuk menegakkan etiologinya.Pemerikasaan laboratorium yang
diperlukan :(2,14,15,20)
Laboratorium rutin,TORCH titer, Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)
test, Urine Reduksi, Red cell galactokinase.
Pada pasien ini pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan
rutin, pemeriksaan TORCH dimana hasilnya untuk kasus 1 dan ke2 pemeriksaan
Toxoplasma IgG hasilnya (+), pemeriksaan Citomegalovirus IgG hasilnya (+) dan
pemeriksaan VDRL hasilnya negatif.Jadi pada kasus 1dan kasus 2 telah terjadi
suatu infeksi oleh Toxoplasma dan Citomegalovirus .Pada pemerisaan kimia darah
galaktosa hasilnya normal

13
E. PENATALAKSANAAN
Berbeda dengan katarak pada orang dewasa, penatalaksanaan katarak
kongenital bilateral memerlukan beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Ini
disebabkan karena penatalaksanaannya lebih sulit dan melibatkan bagian lain.
Dahulu untuk melakukan operasi katarak kongenital bilateral ditunggu anak
menjadi agak besar.Tapi sekarang berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, operasi sudah dapat dilakukan sedini mungkin, sehingga komplikasi-
komplikasi yang terjadi selama dan setelah operasi dapat dicegah.(1,8,9)
1. KONSERVATIF
Operasi pengangkatan lensa (ekstrasi lensa) merupakan terapi defenitif
katarak kongenital bilateral. Menurut Arkin dkk, katarak pada daerah sentral
dengan diameter kurang dari 2 mm, biasanya tidak begitu mempengaruhi visus.
Mereka menyatakan bahwa ketebalan kekeruhan pada lensa lebih penting
dibandingkan ukuran atau tipe katarak. Bila tingkat kekeruhannya sedikit atau
parsial ( tidak mengganggu visus) maka tindakan pengobatan belum perlu
diberikan. Jika kekeruhan daerah sentral dengan diameter >3 mm ,maka perlu
operasi segera karena sangat besar kemungkinan terjadinya Ambliopia.
Pada katarak yang belum memerlukan operasi, pada tahap awal dapat
diberikan obat untuk dilatasi pupil seperti Atropin ED 1%, Midriasil ED 1%, dan
Homatropin ED. Pemberian obat ini hanya bersifat sementara, karena kalau
kekeruhan lensa sudah tebal sehingga fundus tidak dapat dilihat maka harus
dilakukan operasi. Oleh karena itu pada katarak kongenital bilateral dengan
tingkat kekeruhan sedikit atau partial perlu dilakukan follow-up yang teratur dan
pemantauan yang cermat terhadap visusnya.(1,8,9)
2.OPERATIF
Manajemen dari katarak kongenital bilateral adalah operasi pengangkatan
katarak nya.Pengangkatan katarak tersebut dilakukan pada umur pasien dibawah
17 minggu.Para ahli mata menginginkan operasi idealnya di bawah umur 2 bulan
untuk mencegah ambliopia reversibel.(2)

14
Operasi pada katarak kongenital :(2,13)
1. Lensectomy
2. Extra capsular cataract extraction (ECCE)
Kapsul anterior pada anak – anak lebih elastis dari orang dewasa,
sehingga membuat continous curvilinear capsulorhexis (CCC) lebih
sulit.maka dipakai dengan cara kapsulotomi.
Pada pasien ini ke empat anak – anak tersebut dilakukan ECCE dengan
membuat luka operasi 3 mm kemudian dilakukan kapsulotomi, dilakukan
aspirasi irigasi hingga material lensa bersih kemudian dibuat iridektomi
dan dilakukan jahitan.
3.PEMAKAIAN INTRA OCCULAR LENS ( IOL )
Sampai saat ini Food and Drug Administration ( FDA) belum merekomen
dasikan penggunaan IOL yang aman dan efektif pada anak-anak. Dengan
demikian pemasangan IOL masih memerlukan banyak pertimbangan-
pertimbangan. Selain terjadi komplikasi pada anak, juga sulit ditentukan kekuatan
lensa yang dipasang, dan kapan sebaiknya lensa dipasang.
Untuk pemasangan IOL pada kantong kapsul diperlukan kapsul lensa yang utuh.
Keadaan ini dapat dilakukan dengan teknik Continous Curvilinear Capsulorhexis (
CCC ). Dengan teknik ini didapatkan hasil yang baik dengan komplikasi sedikit.
Komplikasi implantasi IOL yang terbanyak adalah timbulnya katarak sekunder
pada kapsul posterior. Ini dapat diatasi dengan Nd : YAG Laser.
Indikasi pemasangan IOL adalah koreksi optik untuk afakia. Alternatif lain
untuk koreksi afakia adalah pemakaian kaca mata dan lensa kontak. Karakteristik
dari sistem visual anak-anak seperti pertumbuhan bola mata, perubahan refraktif
yang cepat, resiko ambliopia , dan respon inflamasi terhadap operasi katarak,
menambah kompleksnya masalah pemasangan IOL pada anak.
Pada sejumlah kasus, pemasangan IOL pada anak-anak di bawah 2 tahun
masih kontroversial oleh karena belum aman dan efektif. Oleh karena itu
pemasangan IOL pada anak-anak masih perlu penelitian lebih lanjut. Kontra
indikasi relatif adalah pada Mikrokornea, Sklerokornea, Mikroptalmus, Katarak
Rubella, abnormalitas Iris, Glaukoma tak terkontrol dan Uveitis. (1,2,7,19)

4.PEMAKAIAN KORTIKOSTEROID DAN SIKLOPLEGIK

15
Pasca operasi katarak diberikan kortikosteroid topikal secara intensif
karena bisa menekan inflamasi post operatif secara signifikan. Ini berhubungan
dengan karakteristik sistem visual pada anak berupa respon inflamasi yang tinggi.
Beberapa ahli menganjurkan pemberian kortikosteroid sistemik jangka pendek,
khususnya pada pemasangan IOL.
Sikloplegik diberikan untuk menghindari terdapatnya sinekia bila ada inflamasi.
(2,7)

5.KOREKSI AFAKIA
Rehabilitasi visus segera sangat penting untuk mencegah Ambliopia.
Dalam satu minggu setelah operasi katarak, kestabilan refraksi sudah didapatkan
oleh karena insisi yang kecil dan penyembuhan luka yang cepat pada anak-anak.
a.Koreksi Dengan Kaca Mata
Pemakaian kaca mata lebih bisa ditoleransi oleh anak-anak usia diatas 1 tahun
dengan katarak bilateral. Anak-anak lebih mudah beradaptasi terhadap distorsi
yang disebabkan oleh pemakain kaca mata dibandingkan orang dewasa. Berat dan
ukuran lensa harus dibuat seminimal mungkin untuk menghindari
ketidaknyamanan pada telinga dan pangkal hidung. Pada bayi biasanya
digunakan kekuatan lensa > 25 Dioptri untuk koreksi hiperopik. Karena dalam
masa pertumbuhan, koreksi jarak dan adisi dekat, lebih diperhatikan.(2,18)
b. Lensa Kontak
Koreksi lensa kontak digunakan untuk afakia binokuler dan monokuler. Ini
juga merupakan metode terbaik untuk koreksi optik pada bayi.
Orangtua umumnya bisa diajarkan cara memasang lensa kontak pada anaknya.
Lensa kontak yang dipakai terus-menerus atau harian bisa digunakan. Lensa
silikon relatif mudah dipasang dan untuk dipakai lebih lama. Lensa kontak harus
dibersihkan tiap minggu untuk menghindari resiko Keratitis infeksi atau
komplikasi-komplikasi lain.(2,18)

F. PROGNOSIS(2)

16
.Pasien dengan katarak kongenital bilateral,70% menghasilkan visus 20/60
atau lebih baik.
- Prognosis lebih jelek pada pasien dengan ada nya kelainan mata yang lain
seperti kelainan sistemik.
Pada pasien ini sebelum dilakukan operasi ECCE koreksi visus yang
dilakukan tidak maju,tapi setelah dilakukan operasi dan dilakukan koreksi afakia
nya keempat anak – anak tersebut visus nya jadi maju 6/20 dan 6/30, sedangkan
kelainan stabismus , nistagmus tetap ada dan kelainan sistemik tidak ada.
G. KESIMPULAN
Telah dilaporkan suatu kasus Katarak Kongenital bilateral yang mengenai
satu keluarga yang terdiri ibu dan empat orang anak – anak nya dari lima
bersaudara, katarak di derita sejak lahir.
Setelah dilakukan pemeriksaan mata dan laboratorium, penyebab dari katarak
kongenital bilateral tersebut bisa berasal dari Herediter ( yang diturunkan dari
ibu ) dan infeksi oleh Toxoplasma dan Citomegalovirus pada kasus 1 dan 2.
Dalam perjalananya katarak ini terdapat kelainan – kelainan seperti kelainan
strabismus ( esotropia ), nistagmus dan kemungkinan sudah terdapatnya ambliopia
karena pasca operasi dan dilakukan koreksi afakia visus tidak maksimal.
Katarak kongenital ini dilakukan operasi ECCE dengan kapsulotomi tanpa
pemberian IOL dan telah dilakukan koreksi afakia sebelum pasien pulang dimana
hasil koreksi tersebut visus maju tapi tidak sampai dengan koreksi maksimal.

.
KEPUSTAKAAN

17
1. American Academy of Opthalmology . Lens and Cataract.
Basic and Clinical Science Course, Section 11. The Foundation of AAO.
San Francisco. 2004.30 – 31, 187 – 190
2. Bashour M. Cataract Congenital. Diakses dari http : // www.
E medicine. Com / Oph/ Topic Cataract Congenital. 2006.
3. Sayuti K , Ardy H . Katarak Kongenital di RSUP Dr M Djamil
Padang. FKUA . Padang .2000.
4. Ardy H . Penyakit Mata II. Lab Ilmu Penyakit Mata FKUA. Padang.
1986 : 14-20
5. Rahman K . Penyebab Gangguan Penglihatan Pada Anak-anak di
bagian Mata FK_Unand/ RSUP Dr. M Djamil. Padang. 1982.
6. Lee David A . Higginbotham Eve J . Clinical Guide to Comprehensive
Ophthalmology. Thieme. New York. 1999 : 303-331.
7. Wright KW  et al . Pediatric Opthalmology and Strabismus. Mosby. St
Louis. : 367-384
8. American Academy of Opthalmology . Pediatric and Strabismus, Basic
and Clinical Science Course, Section 6. The Foundation of The AAO . San
Francisco. 2004 : 21-32, 96-37, 153-154 , 282
9. Wong TY . The Ophthalmology Examination Review. World Scientific.
Singapore. 2001 : 9-12
10. Kanski J.J Congenital Cataract chapter 8.Clinical Ophthalmology Fifth
edition. Butterworth Heinemann. Edinburgh, London,New Yurk, Oxford,
Philadelpia, Sydney, Toronto. 2003. 183 – 189
11. Chia A, Balakhrisnan V.Congenital Cataract Chapter 9.7 .Clinical
Ophthalmology An Asia Perspective.Ed Ang CL, Chee SP, Jap AH, Tan
D, Wong TY.Sauders.Singapore, Edinburgh,London,New Delhi,New
York, Oxford, Philadelphia,Sydney,Tokyo,Toronto.2005. 699 – 70
12. Kunimoto D Y, Kanitkar K D, Makar M S.Pediatrics chapter 8. The Wills
Eye Manual. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelpia,
Baltimore,New York, London, Buenos Aires, Hongkong,Sydney, Tokyo
2004.150 – 152
13. Lambert S R. Cataract and Persistent Hyperplastic Primery Vitreus
(PHPV).Pediatric Ophthalmology and Strabismus .Third edition. Ed
Taylor D, Hoyt C S.Saunders. Edinburgh, London, New York, Oxford,
philadelpia,Toronto. 2005. 441- 456
14. Schaffer D B. TORCH Syndromes.Chapter 2.Pediatric Eye disease Color
Atlas and Synopsis.Ed Hertle R W,Foster J A. McGraw – Hill .New
York,Chichago, San Fransisco, London, Sydney. 2002. 9 – 21
15. Pavan D, Langston. Viral Disease of The Ocular Anterior Segment : Basic
Science and Clinical Disease.Chapter 14.The Cornea Scientific
Foundation and clinical Practice. Ed Foster C S, Azar D T, Dohlman C H.
Lippincott William and Wilkins. Philadelpia, Baltimore, New York,
London, Hongkong.2004. 298 – 377

18
16. Morris D A. Catarac and Systemic Disease. Chapter 41. Duane,s Clinical
Ophthalmology Vol 5. Ed Tasman W, Jaeger E.Lippincott – Raven.
Philadelphia, New York.1997.1 – 15
17. Douros S, Jain S D, Gorman B D,Cotliar A M. Leukocoria .Chapter
19.Pediatric Ophthalmology A Clinical Guide.Ed Gallin P F. Thime.New
York, Stuttgart. 2002. 241 – 244
18. Robb R M.Congenital and Childhood Cataracts. Chapter 219.Albert DM ,
Jacobiec FA . Principles and Practice of Opthalmology Vol 4. WB
Saunders Company. Philadelphia. 1994 :2761 – 2766
19. Walton D S .Surgical Management Of Pediatric Cataracts.Chapter
220.Albert DM , Jacobiec FA . Principles and Practice of Opthalmology
Vol 4. WB Saunders Company. Philadelphia. 1994 :2767 – 2769
20. American Academy of Opthalmology . Pediatric Ophthalmology and
Strabismus .Basic and Clinical Science Course, Section 6. The
Foundation of AAO. San Francisco. 2004.242 – 250

19
LAPORAN KASUS

KATARAK KONGENITAL BILATERAL

NOVIANDRI

SUB BAGIAN PEDIATRIK OPTHALMOLOGI BAGIAN ILMU


PENYAKIT MATA
FK. UNAND - PERJAN RS Dr. M.DJAMIL
PADANG, 2006

20
21

Anda mungkin juga menyukai