1
MASALAH GIZI BURUK DAN PENYAKIT
TIDAK MENULAR HANTUI 2019
2
sangat pendek turun dari 37,2 persen (Riskesdas 2013) menjadi 30,8 persen
(Riskesdas 2018). Demikian pula pada proporsi status gizi kurang turun menjadi
17,7 persen (Riskesdas 2018) dari 19,6 persen (Riskesdas 2013).
Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru akan terlihat saat
anak berusia dua tahun. Stunting memiliki efek jangka panjang berupa
berkurangnya kemampuan kognitif dan perkembangan fisik.
Selain terhadap stunting, gizi buruk juga berpengaruh pada kian tingginya
angka obesitas di Indonesia. Catatan Riskesdas 2018 menunjukkan angka 21,8
3
persen untuk obesitas di Indonesia. Angka itu terus beranjak naik sejak Riskesdas
2007 sebesar 10,5 persen dan 14,8 persen pada Riskesdas 2013.
Konsumsi makanan dan minuman manis ini sulit dihindari. Betapa tidak,
makanan dan minuman kemasan dengan kadar gula tinggi begitu mudah ditemui
di pasaran.
"Kita perlu waspada juga untuk PTM, karena angkanya bisa accelerate dan
nanti bisa sama dengan kasus gizi buruk," kata Rina.
PTM bukan penyakit yang muncul tiba-tiba. Ada asap ada api, faktor gaya
hidup masyarakat Indonesia yang semakin buruk menjadi penyebab terbesar
tingginya angka PTM.
4
misalnya."Kita perlu waspada juga untuk PTM, karena angkanya bisa accelerate
dan nanti bisa sama dengan kasus gizi buruk," kata Rina.
PTM bukan penyakit yang muncul tiba-tiba. Ada asap ada api, faktor gaya
hidup masyarakat Indonesia yang semakin buruk menjadi penyebab terbesar
tingginya angka PTM. "Gaya hidup dan gejala penyakit itu bisa muncul dalam
hitungan tahun," ujar ahli gizi FK UI, Endang L Achadi. Mengubah kebiasaan
atau gaya hidup, kata dia, bukan hal yang mudah.
5
1. 17,7% Balita Indonesia Masih Mengalami Masalah
Gizi
6
pada grafik di bawah ini. Sementara dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2019, bayi yang mengalami masalah gizi
ditargetkan turun menjadi 17%. Adapun prevalensi balita yang mengalami
stunting (tinggi badan di bawah standar menurut usia) sebesar 30,8%, turun
dibanding hasil Riskesdas 2013 sebesar 37,2%.
7
Porsi balita pada usia yang sama dengan gizi buruk cenderung mengalami
penurunan. Pada 2007, tercatat ada 5,4 persen anak berusia 0-59 bulan yang
mengalami masalah ini. Porsinya berkurang menjadi 3,4 persen pada 2016
Tiga Provinsi dengan Porsi Balita Kurang Gizi Paling Minimal Jika dilihat
berdasarkan provinsi, pada 2016, hanya tiga dari 34 provinsi yang proporsi balita
dengan gizi kurang dan buruk berjumlah kurang dari 10 persen, yaitu Sulawesi
Utara, Bengkulu, serta Bali. Sebanyak 9,1 persen Balita di Bali mengalami
masalah ini, dengan 1 persen untuk gizi buruk dan 8,1 persen untuk gizi kurang.
Sedangkan di Bengkulu dan Sulawesi Utara, masing-masing ada 8,7 dan 7,2
persen balita yang masuk dalam kategori gizi kurang dan buruk.
Ada 16 Provinsi dengan Proporsi Balita Gizi Buruk > Rata-Rata Bila
dilihat hanya berdasarkan balita dengan gizi buruk, tercatat ada 14 provinsi yang
memiliki proporsi gizi buruk lebih besar dibandingkan rata-rata nasional. Nusa
Tenggara Timur merupakan provinsi yang memiliki jumlah balita dengan gizi
buruk terbesar, yaitu 6,9 persen terhadap populasi balita di daerah tersebut. Papua
Barat, pada 2016, tercatat memiliki 5,6 persen balita yangmengalamigiziburuk.
8
Di Provinsi Papua, yang sedang mengalami wabah gizi buruk, proporsi
balita yang mengalaminya sebanyak 3,2 persen dari populasi, di bawah rata-rata
nasional yang berada di angka 3,4 persen. Masih terjadinya kasus gizi buruk
menjadi paradoksal di tengah kampanye swasembada pangan yang gencar
disuarakan oleh pemerintahan Jokowi. Pemerintah masih memiliki banyak
pekerjaan rumah. Yang terdekat adalah upaya pencegahan sedini mungkin untuk
menangani permasalahan gizi di Indonesia. Baca juga: Wapres Targetkan
Swasembada Pangan Tercapai di 2018 Peningkatan kesadaran masyarakat akan
asupan gizi seimbang sejak masa kehamilan adalah kunci awal untuk memerangi
kasus gizi buruk. Imunisasi juga bisa menjadi tameng untuk menjaga kesehatan
balita sehingga akan memberikan dampak positif bagi tumbuh kembangnya.
9
Tak hanya itu, respons pemerintah, khususnya yang berada di tingkatan
terdekat dengan masyarakat, atas kejadian gizi buruk seharusnya dipercepat.
Bukan hanya sekedar memberikan bantuan beras ataupun makanan tambahan,
akses terhadap fasilitas dan tenaga kesehatan juga perlu dipermudah. Gizi buruk
bukanlah masalah yang terjadi secara mendadak, melainkan disebabkan oleh
sulitnya akses terhadap nutrisi. Terlebih lagi, ketika ada 14 dari 34 provinsi
dengan proporsi gizi buruk lebih tinggi dari rata-rata seluruh Indonesia, artinya
ada yang keliru secara sistemik terkait ketersediaan pangan dan kesehatan.
Pemerintah seharusnya sadar bahwa alarm berbunyi ketika ada kasus gizi buruk
yang mencuat dan mencari solusi yang bisa menyelesaikannya secara sistemik
pula. Bukan sekadar menunjuk "pola hidup" sebagai akar masalah dari persoalan
gizi buruk.
10
DAFTAR PUSTAKA
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20181228120411-255-356988/gizi-
buruk-dan-penyakit-tidak-menular-hantui-2019
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/25/177-balita-indonesia-
masih-mengalami-masalah-gizi
https://tirto.id/gizi-buruk-di-berbagai-wilayah-indonesia-cDLi
http://www.neraca.co.id/article/111097/masalah-gizi-buruk-dan-penyakit-tidak-
menular-hantui-2019
11