Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN STATUS GIZI ANAK TERHADAP TUMBUH KEMBANG

ANAK USIA 1-3 TAHUN DI DESA POYOWA BESAR

PROPOSAL/SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana

OLEH:
SANTIKA MAHARANI POTABUGA
220831075

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA DAN


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PROGRAM PROFESI
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Nutrisi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang tidak baik akan
menimbulkan permasalahan gizi seperti gizi kurus, gizi sangat kurus, gizi gemuk,
dan obesitas sehingga status gizi yang tidak normal akan berdampak pada struktur
dan fungsi otak sehingga sel otak akan berkurang yang dapat menyebabkan
permaalahan perkembangan pada balita. Permasalahan perkembanganya
diantaranya bahasa, motorik halus, motorik kasar, kongnitif, sensorik, dan sosial,
akan tetapi masalah keterlambatan yang sering terjadi pada balita yaitu bahasa dan
keterlambatan motorik pada balita. Perkembangan yang mengalami keterlambatan
juga berakibat pada fungsi dan struktural otak, perkembangan pada anak balita
dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya nutrisi yang di konsumsi setiap hari,
yang tidak mengandung cukup gizi untuk tubuh anak balita yang berdampak pada
perkembangan anak balita (Yogi ahmad fauzi 2019)

Golden age yang dapat berdampak pada perkembangan fisik dan kognitif
anak terjadi pada 1000 hari pertamanya. Laporan World Health Organization
(WHO) menunjukkan setidaknya terdapat seperempat anak di seluruh dunia yang
mengalami gangguan perkembangan motorik halus. Angka ini terus meningkat
dari 5,76% pada 2014 menjadi 6,9% pada tahun 2016 di USA (3). Data UNICEF
mengungkapkan setidaknya 27.5% atau sekitar tiga juta anak di seluruh dunia
mengalami keterlambatan perkembangan . Di Indonesia, keterlambatan tumbuh
kembang anak balita juga mencapai 10%. Beberapa bentuk keterlambatan tumbuh
kembang tersebut seperti gangguan motorik, gangguan pendengaran, serta
kecerdasan kurang dan keterlambatan bicara. Mengingat sekitar sepertiga (33%)
populasi di Indonesia merupakan anak- anak dan diprediksi jumlahnya akan terus
meningkat sehingga diperlukan perhatian khusus dari semua pihak terkait masalah
ini.(Evi rahmiyati 2021)
Data di dunia terdapat jutaan anak selalu mengalami permasalahan di
perkembanga, data UNICEF tahun 2011 meneyebut 27,5% atau setara tiga juta
anak yang mengalami keterlambatan perkembangan (Asthiningsih & Muflihatin,
2018). WHO tahun 2013 terdapat 162 juta anak yang mengalami stunting dan 100
juta balita mengalami gizi kurus (Amaliah, 2018).

Status gizi balita usia 1-3 tahun dapat diukur dengan indeks berat badan
per umur (BB/U), tinggi badan per umur (TB/U) dan berat badan per tinggi badan
(BB/TB). Hasil pengukuran status gizi PSG tahun 2016 dengan indeks BB/U
pada balita 0-59 bulan, mendapatkan persentase gizi buruk sebesar 3,4%, gizi
kurang sebesar 14,4% dan gizi lebih sebesar 1,5%. Angka tersebut tidak jauh
berbeda dengan hasil PSG 2015, yaitu gizi buruk sebesar 3,9%, gizi kurang
sebesar 14,9% dan gizi lebih sebesar 1,6%. Sedangkan berdasarkan Riskesdas
tahun 2018 diketahui bahwa prevalensi gizi kurang sebesar 13,8% dan gizi
buruk menjadi 3,9%. Provinsi dengan gizi buruk dan kurang tertinggi tahun
2016 adalah Nusa Tenggara Timur (28,2%) dan terendah Sulawesi Utara
(7,2%), sedangkan untuk Provinsi Lampung persentase gizi buruk sebesar
1,6%, gizi kurang sebesar 12,4% (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Status gizi balita usia 1-3 tahun dapat diukur dengan indeks berat
badan per umur (BB/U), tinggi badan per umur (TB/U) dan berat badan per tinggi
badan (BB/TB). Hasil pengukuran status gizi PSG tahun 2016 dengan indeks
BB/U pada balita 0-59 bulan, mendapatkan persentase gizi buruk sebesar 3,4%,
gizi kurang sebesar 14,4% dan gizi lebih sebesar 1,5%. Angka tersebut tidak
jauh berbeda dengan hasil PSG 2015, yaitu gizi buruk sebesar 3,9%, gizi
kurang sebesar 14,9% dan gizi lebih sebesar 1,6%. Sedangkan berdasarkan
Riskesdas tahun 2018 diketahui bahwa prevalensi gizi kurang sebesar 13,8% dan
gizi buruk menjadi 3,9%.

Provinsi dengan gizi buruk dan kurang tertinggi tahun 2016 adalah
Nusa Tenggara Timur (28,2%) dan terendah Sulawesi Utara (7,2%),
sedangkan untuk Provinsi Lampung persentase gizi buruk sebesar 1,6%, gizi
kurang sebesar 12,4% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Status gizi
balita usia 1-3 tahun dapat diukur dengan indeks berat badan per umur (BB/U),
tinggi badan per umur (TB/U) dan berat badan per tinggi badan (BB/TB).

Hasil pengukuran status gizi PSG tahun 2016 dengan indeks BB/U pada
balita 0-59 bulan, mendapatkan persentase gizi buruk sebesar 3,4%, gizi kurang
sebesar 14,4% dan gizi lebih sebesar 1,5%. Angka tersebut tidak jauh berbeda
dengan hasil PSG 2015, yaitu gizi buruk sebesar 3,9%, gizi kurang sebesar
14,9% dan gizi lebih sebesar 1,6%. Sedangkan berdasarkan Riskesdas tahun
2018 diketahui bahwa prevalensi gizi kurang sebesar 13,8% dan gizi buruk
menjadi 3,9%.

Provinsi dengan gizi buruk dan kurang tertinggi tahun 2016 adalah
Nusa Tenggara Timur (28,2%) dan terendah Sulawesi Utara (7,2%),
sedangkan untuk Provinsi Lampung persentase gizi buruk sebesar 1,6%, gizi
kurang sebesar 12,4% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Status gizi
balita usia 1-3 tahun dapat diukur dengan indeks berat badan per umur (BB/U),
tinggi badan per umur (TB/U) dan berat badan per tinggi badan (BB/TB). Hasil
pengukuran status gizi PSG tahun 2016 dengan indeks BB/U pada balita 0-59
bulan, mendapatkan persentase gizi buruk sebesar 3,4%, gizi kurang sebesar
14,4% dan gizi lebih sebesar 1,5%. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan
hasil PSG 2015, yaitu gizi buruk sebesar 3,9%, gizi kurang sebesar 14,9% dan
gizi lebih sebesar 1,6%. Sedangkan berdasarkan Riskesdas tahun 2018 diketahui
bahwa prevalensi gizi kurang sebesar 13,8% dan gizi buruk menjadi 3,9%.
Provinsi dengan gizi buruk dan kurang tertinggi tahun 2016 adalah Nusa
Tenggara Timur (28,2%) dan terendah Sulawesi Utara (7,2%), sedangkan untuk
Provinsi Lampung persentase gizi buruk sebesar 1,6%, gizi kurang sebesar 12,4%
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

Perkembangan anak merupakan segala perubahan yang terjadi pada anak,


dilihat dari berbagai aspek, antara lain aspek motorik, emosi, kognitif, dan
psikososial (bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungannya). Salah satu
perkembangan batita adalah perkembangan motorik, secara umum perkembangan
motorik dibagi menjadi dua yaitu motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar
adalah bagian dari aktivitas motor yang melibatkan keterampilan otot-otot besar.
Gerakan-gerakan seperti tengkurap, duduk, merangkak, dan mengangkat leher.
Gerakan inilah yang pertama terjadi pada 3 tahun pertama usia anak. Motorik
halus merupakan aktivitas keterampilan yang melibatkan gerakan otot-otot kecil
seperti, menggambar, meronce manik, menulis, dan makan. Kemampuan motorik
halus ini berkembang setelah kemampuan motorik kasar si kecil berkembang
(Setiawati 2020)

Secara global masalah gizi anak balita berdasarkan data berat badan
menurut usia (BB/U), tinggi badan menurut usia (TB/U), dan berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB) masih sangat tinggi dan menjaditantangan kesehatan
terutama bagi negara berkembang.4 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018 menunjukkan prevalensi nasional anak balita yang mengalami masalah gizi
underweight berdasarkan indeks BB/U sebanyak 17,7%, stunting berdasarkan
indeks TB/U sebanyak 30,8% dan wasting berdasarkan indeks BB/TB sebanyak
10,2% wasting.5 Jawa Barat diketahui memiliki prevalensi underweight, stunting
dan wasting sebesar 14,6%, 31,1%, dan 8,5%. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
mencatat sebanyak 24.592 anak gizi kurang dan 4.264 anak gizi buruk.6 Masalah
kekurangan gizi akan berdampak pada gangguan pertumbuhan, rentan terhadap
infeksi, dan dapat menghambat perkembangan anak. Beberapa penelitian
menemukan hasil bahwa stunting dan underweight berhubungan dengan
perkembangan anak terutama pada perkembangan motorik, kognitif, dan bahasa
anak.(Sarah melati 2019)

B.Rumusan Masalah

Apakah ada Hubungan status gizi terhadap tumbuh kembang anak usia 1-3 tahun
di posiandu Poyowa besar?
C.Tujuan

Untuk mengevaluasi Hubungan status gizi terhadap tumbuh kembang anak usia 1-
3 tahun di posiandu Poyowa besar?

Tujuan Khusus:

1.Mengevaluasi status gizi anak usia 1-3 tahun

2.Mengukur tumbuh kembang anak usia 1-3 tahun

3.Mengetahui apakah terdapat hubungann antara status gizi anak terhadap tumbuh
kembang anak usia 1-3 tahun

D.Manfaat

1.Manfaat Teoritis

Menambah dan mengembangkan pengetahuan tentang hubungan status gizi


terhadap tumbuh kembang anak usia 1-3 tahun.

2.Manfaat Praktis

Memberikan informasi pentinh tentang pentingnya status gizi pada usia dini untuk
mendukung tumbuh kembang anak yang optimal.

Anda mungkin juga menyukai