Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam

struktur dan fungsi yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil proses pematangan.

Perkembangan anak berhubungan dengan perubahan kualitatif yang meliputi

beberapa dimensi perkembangan anak yaitu perkembangan mental, motorik,

bahasa, sosial, emosi dan pekembangan moral (Sotjiningsih, 2015).

Salah satu faktor biofisikopsikososial yang mempengaruhi perkembangan

anak, pascanatal adalah gizi, gizi merupakan hal yang sangat penting dalam

menentukan perkembangan anak di Indonesia. Seiring dengan perkembangan

zaman, asupan nutrisi yang mengandung gizi tinggi sangatlah kurang, para ibu

lebih mengedepankan aspek praktis atau cepat saji, dari pada mengedepankan

kandungan makanan ynag terdapat pada sajian tersebut (Soetjiningsih, 2015).

Pada tahun 2014 sekitar 35,4% anak balita usia dini di Indonesia menderita

penyimpangan perkembangan seperti penyimpangan dalam motorik kasar,

motorik halus, serta penyimpangan mental emosional. Dan pada tahun 2008

berdasarkan pemantauan status tumbuh kembang balita usia dini, prevalensi

tumbuh kembang turun menjadi 23,1% (Profil Anak Indonesia, 2015).

Pemantauan tumbuh kembang balita merupakan fase penting karena

menentukan kualitas kesehatan, kesejahteraan, pembelajaran dan perilaku di

1
2

masa mendatang. Perkembangan otak yang sangat pesat pada usia dibawah 2

tahun merupakan periode kritis perkembangan dan merupakan waktu yang

tepat untuk melakukan pemulihan bila ada gangguan perkembangan.

Diperkirakan sekitar 1-3 % anak dibawah usia 5 tahun mengalami

keterlambatan tumbuh kembang (IDAI 2015).

Data Riset Kesehatan Dasar 2016 menyebutkan bahwa angka kejadian

anak mengganggu perkembangann sekitar 16% dari 267,7 juta anak usia di

bawah lima tahun (balita) di Indonesia mengalami gangguan perkembangan

saraf dan otak mulai ringan sampai berat (Depkes, 2015). Sekitar 5 – 10% anak

diperkirakan mengalami keterlambatan perkembangan. Data angka kejadian

keterlambatan perkembangan umum belum diketahui dengan pasti, namun

diperkirakan sekitar 1 – 3% anak di bawah usia 5 tahun mengalami

keterlambatan perkembangan umum yang meliputi perkembangan motorik,

bahasa, sosio–emosional, dan kognitif (Medise, 2013).

Berdasarkan data Provinsi Lampung Penyimpangan Perkembangan

anak pada sub motoric kasar, motoric halus, bicara sosial kemandirian dengan

jumlah total keseluruhan 1532 anak, dengan terbanyak pada daerah Tulang

Bawang dengan dengan jumlah 392 anak, kategori motoric kasar 91 anak

(23,1%), motoric halus 33 anak (8,41%), bicara 82 (20,91%), kemandirian

186 (47,44%), sedangkan urutan no dua yaitu Lampung Selatan sebanyak 218

anak, dengan kategori motoric kasar 51 anak (23,39%), motoric halus 63 anak

(28,89%), bicara 41 (18,80%), kemandirian 63 (28,89%), sedangkan

gangguan perkembangan di Kota Bandar Lampung sebanyak 24 anak, pada


3

gangguan motoric kasar sebanyak 4 anak (16,6%), motoric halus sebnyak 3

anak (12,5%), bicara 7 anak (29,16%), dan kemandirian 10 anak (41,66%)

(Dinas Provinsi Lampung, 2018).

Berdasarkan data Word Healt Organization (WHO) data gizi anak

mengalami peningkatan hingga stabil berada distatus yang konstan.

Peningkatan ini terjadi pada tahun 2011-2014 mengalami peningkatan

sebanyak 69%. Namun masih juga terdapat penurunan status gizi balita pada

pada Negara-negara miskin di Dunia, seperti Eutopia, dan India (WHO,

2014).

Hasil pengukuran status gizi PSG 2016 dengan indeks BB/U pada

balita 0-23 bulan di Indonesia, menunjukkan persentase gizi buruk sebesar

3,1%, gizi kurang sebesar 11,8% dan gizi lebih sebesar 1,5%.Sedangkan

provinsi dengan gizi buruk dan kurang tertinggi tahun 2016 pada usia tersebut

adalah Kalimantan Barat (24,5%) dan terendah Sulawesi Utara (5,7%)

(Kemenkes RI, 2018).

Kasus Gizi buruk pada balita setiap tahun selalu ada namun semua

kasus gizi buruk tersebut telah dilakukan perawatan (100%). Secara nasional

prevalensi BB/U berat-kurang pada anak balita di Provinsi Lampung sebesar

18,8 persen, yang artinya masalah berat-kurang di Provinsi Lampung belum

merupakan masalah kesehatan akan tetapi tetap perlu diwaspadai (Profil

Dinkes Lampung, 2014).

Masalah status gizi kurang sangatlah berpengaruh terhadap

perkembangan dan kemampuan anak, dampak dari gizi kurang dapat


4

menurunkan kecerdasan anak, kemampuan skill dan motorik anak.

Sedangkan perkembangan mental dan motorik anak, merupakan rangkaian

proses dari asupan gizi yang diterima, asupan gizi yang baik akan

menghasilkan perkembangan yang baik untuk anak (Muharis, 2006).

Perkembangan anak dipengaruhi juga dengan gizi dan asupan nutrisi

yang adekuat, gizi merupakan faktor penunjang disetiap perkembangan anak,

anak usia 3-5 tahun atau disebut juga periode emas (Golden Age) dimana anak

sangat aktif dan rasa ingin tahu yang sangat besar, sehingga sangat penting

untuk memberikan gizi seimbang terhadap anak (Wijayanti, 2012).

Perkembangan anak dapat diukur menggunakan alat ukur KPSP

(Kuisioner Pra Skrining Perkembangan Anak), ibu dapat memeriksakan

perkembangan anak sejak usia anak 3 bulan-72 bulan (6 tahun) (Dony, 2014).

Sedangkan status gizi anak dapat diukur dengan menggunakan alat ukur yang

disebut antropometri, alat ukur ini berdasarkan perhitungan berat badan

terhadap usia, berat badan terhadap tinggi badan atau berat badan terhadap

panjang badan (untuk usia dibawah 1 tahun) (Kemenkes RI, 2012)

Berdasarkan hasil prasurvey di PAUD Sabila Karang Anyar Bandar

Lampung terhadap gizi 10 orang anak, 8 orang anak (80%) dengan gizi baik,

sedangkan 2 orang anak (20%) dengan gizi kurang, selanjutnya dilihat dari

perkembangan KPSP 10 orang anak, diketahui 4 orang anak (40%) dengan

perkembangan meragukan, hal ini disebabkan karena anak merasa malu

terhadap orang asing, sedangkan 6 orang anak (60%) diantaranya diperoleh

perkembangan KPSP sesuai.


5

Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa perlu untuk melakukan

penelitian tetang Hubungan Antara Status Gizi Dengan Perkembangan

(KPSP) Anak di PAUD Sabila Karang Anyar Bandar Lampung Tahun 2019.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis membuat

rumusan masalah sebagai berikut“Apakah ada hubungan status gizi anak

dengan perkembangan anak usia prasekolah di PAUD Sabila Karang Anyar

Bandar Lampung Tahun 2019 ?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan status gizi anak dengan perkembangan anak usia prasekolah di

PAUD Sabila Karang Anyar Bandar Lampung Tahun 2019.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Diketahui distribusi frekuensi status gizi pada anak di PAUD Sabila

Karang Anyar Bandar Lampung Tahun 2019.

2. Diketahui distribusi frekuensi perkembangan anak di PAUD Sabila

Karang Anyar Bandar Lampung Tahun 2019.

3. Diketahui hubungan status gizi anak dengan perkembangan anak usia

prasekolah di PAUD Sabila Karang Anyar Bandar Lampung Tahun

2019.
6

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai tambahan keperpustakan serta untuk

meningkatkan pengetahuan pembaca tentang status gizi dan

perkembangan anak usia 3-5 tahun.

1.4.2. Bagi PAUD Sabila Karang Anyar

Dapat menambah informasi mengenai hubungan antara status gizi

dengan perkembangan (KPSP) anak usia 3-5 tahun, sehingga dapat

dijadikan pedoman dalam menentukan dan mengambil suatu kebijakan.

1.4.3. Bagi Peneliti

Dapat mengatahui hubungan antara status gizi dengan

perkembangan (KPSP) anak usia 3-5 tahun sehingga menambah

pengetahuan dan mengetahui lebih detail tentang perkembangan pada

anak.

1.4.4. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini akan digunakan sebagai data dasar bagi peneliti

selanjutnya yang berhubungan dengan status gizi dengan perkembangan

anak.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Judul penelitian ini adalah hubungan antara status gizi dengan

perkembangan (KPSP) anak di PAUD Sabila Karang Anyar Bandar Lampung

Tahun 2019. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli 2019.

Anda mungkin juga menyukai