Anda di halaman 1dari 90

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja usia 10-24 tahun di dunia berkisar 1,2 milyar jiwa (18%),
merupakan periode rentan oleh masalah gizi. Kebutuhan gizi pada usia ini relatif
lebih tinggi, dibandingkan kebutuhan pada masa anak-anak<10 tahun (Efendi,
2014).Walaupun remaja putri tidak disebutkan dalam upaya 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK),namun status gizi remajaputri atau pra nikah memiliki
kontribusi besar pada kesehatan dan keselamatan kehamilan dankelahiran, apabila
remaja putri menjadi ibu.Menurut data dari WHO (2011) di dunia pada tahun
2010 terdapat 171 juta anak yang mengalami stunting dan 167 juta diantaranya
merupakan anak yang tinggal di negara berkembang.WHO menetapkan stunting
Indonesia juga lebih tinggi dibanding sejumlah negara Asia Tenggara seperti
Vietnam 23%, Filipina 20%, Malaysia 17%, dan Thailand 16%. Target global
adalah menurunkan stunting di dunia sebanyak 40% pada tahun 2025 (Kemenkes,
2015).
Sebanyak 14 provinsi termasuk kategoriberat, dan sebanyak 15 provinsi
termasuk kategori serius. Ke 15 provinsi tersebut adalah Papua, Maluku, Sulawesi
Selatan, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, Aceh, Sumatera
Utara, Sulawesi Tenggara, Lampung, Kalimantan Selatan, Papua Barat, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Timur. Prevalensi stunting
Nasional pada remaja adalah 35,1%. Prevalensi stunting tertinggi pada remaja
laki-laki usia 13 tahun sebesar 40,2% dan anak perempuan 34,1%. Prevalensi
remaja stunting di Kota Semarang sebesar 14,8%, Jawa Tengah data menunjukkan
penduduk dengan Angka Kecukupan Protein (AKP) sangat kurang sebanyak
52,4% dialami oleh penduduk usia 13-18 tahun (Silicia dkk, 2016).
Prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan pada hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yaitu pada anak usia 5-12 tahun sebanyak 30,7 %,
pada remaja dengan rentang usia 13-15 tahun sebanyak 35,1%, dan pada remaja
dengan rentang usia 16-18 tahun sebanyak 31,4 %. Dapat disimpulkan bahwa

1
usiayang paling banyak mengalami stunting adalah usia 13-15 tahun yang
termasuk kategori remaja awal.Hal ini menunjukkan kejadian stunting pada anak
dan remaja di Indonesia yang terbilang masih cukup tinggi, mengingat standar
WHO untuk anak stunting adalah 20% (PSG, 2016).
Pada tahun 2010, gambaran tinggi standar anak usia 5 tahun adalah 110 cm,
namun tinggi rata-rata anak Indonesia umur 5 tahun, < 6,7 cm untuk anak laki-laki
dan<7,3 cm untuk anak perempuan. Ketika memasuki usia 19 tahun, tinggi <
13,6cm untuk anak laki-laki dan <10,4 cm untuk anak perempuan kurang dari
semestinya (Aramico, 2017). Kejadian gagal tumbuh yang terjadi pada usia balita
akan berlanjut ke usia 19 tahun, setelah masa itu terlewati maka tinggi badan
optimal tidak tercapai. Mereka akan menjadi manusia dewasa yang pendek
dengan keterbatasan untuk berproduktivitas optimal. Data menunjukkan masih
tingginya persentase perempuan usia15-19 tahun yang tidak lagi meneruskan
sekolah dan masuk pada usia reproduksi yang selanjutnya melahirkan lagi anak-
anak yang kurang gizi (Trihono, 2015).
Prevalensi tahun 2013 sebesar 37,2% (pada balita), pada anak usia sekolah 31,7%.
Bayi lahir dengan panjang badan pendek pada tahun 2013 tercatat 20,2% yang
berdampak pada jumlah balita pendek sebanyak 8,9 juta dan pendek pada anak
usia sekolah (5-18 tahun) 20,8 juta. Determinan pendek ditemui pada berat badan
waktu lahir<2500 gram dan panjang badan lahir <48 cm. Kelompok ibu dengan
tinggi badan <150 cm cenderung melahirkan bayi pendek (47,2%) dibandingkan
kelompok ibu dengan tinggi normal (36,0%), kelompok ibu yang menikah di
usia<19 tahun, memiliki proporsi anak pendek (37%), dibanding kelompok ibu
yang menikah usia 20-34 tahun (31,9%). Analisis korelasi data agregat
kabupaten/kota yang dihasilkan dari Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat
(IPKM) 2013 menunjukkan bahwa status gizi pendek pada balita dan anak usia
sekolah, dipengaruhi oleh faktor kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan,
perilaku penduduk, kesehatan reproduksi, status ekonomi dan status pendidikan
(Aryastami, 2017).

2
Indonesia menargetkan penurunan angka stunting sebesar 40% pada 2025, dimana
angka stunting pada tahun 2007 sebesar 42,8%, tahun 2010 sebesar 39% dan pada
tahun 2013 sebasar 40%. Kalimantan Selatan mempunyai prevalensi stunting di
usia 13-15 tahun remaja pendek sebanyak 37,5%, dan remaja sangat
pendek/stunting sebanyak 18,4%. Presentase status gizi usia 12-18 tahun menurut
IMT/U, angka Nasional, sangat kurus sebesar 12%, kurus 3,5%, normal 75,8%,
gemuk 15,1%, obesitas 4,3%. Secara Nasional usia 12-18 tahun menurut TB/U
remaja sangat pendek/stunting sebanyak 7,9% pendek 27,6%. Propinsi
Kalimantan Selatan remaja stunting 6,7%, pendek 33,6%, sangat kurus 33,6%,
kurus 3,6%, angka Nasional kurus 74,4%, gemuk 19,0%, obesitas5,8%.
(Riskesdas, 2013). Menurut PSG Propinsi Kalimantan Selatan, (2017)remaja
sangat pendek/stunting sebanyak 29,8% dan pendek sebanyak 18,3%, sedangkan
angka Nasional untuk remaja pendek sebanyak 24,5% dan sangat pendek 12,3%.
lebih dari 40% dan wasting lebih dari 15% (PSG, 2017).
Menurut UNICEF faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah
pelayanan kesehatan, berat badan pada waktu lahir (penyebab temporal), keadaan
gizi ibu hamil, pemberian ASI eksklusif, kemiskinan (penyebab tidak langsung)
dan kejadian diare pada balita (penyebab langsung). Remaja yang mengalami
masalah gizi, akan berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia (SDM)
dimana dapat berakibat pada hilangnya generasi muda serta berdampak pada
keadaan perekonomian bangsa dimasa yang akan datang (Aziza, 2016).
Masyarakat khususnya orang tua belum menyadari remaja pendek merupakan
suatu masalah, karena masih terlihat beraktivitas dengan normal, tidak seperti
anak kurus yang harus segera ditanggulangi (Unicef Indonesia, 2013). Ibu yang
pendek waktu usia 2 tahun cenderung bertubuh pendek pada saat menanjak
dewasa. Apabila hamil ibu pendek akan cenderung melahirkan bayi yang BBLR.
Ibu hamil yang pendek membatasi aliran darah rahim dan pertumbuhan uterus,
plasenta dan janin sehingga akan ahir dengan berat badan rendah. Apabila tidak
ada perbaikan, terjadinya IUGR dan BBLR akan terus berlangsung di generasi
selanjutnya sehingga terjadi masalah anak pendek intergenerasi. Gizi ibu dan
status kesehatan sangat penting sebagai penentu stunting (Aramico, 2017).

3
Pola makan dan pola asuh yang kurang baik, dan perilaku remaja yang ingin
sekali memiliki tubuh kurus juga berisiko membuat anak yang nanti akan
dilahirkannya menjadi stunting. Perilaku, pola asuh yang baik oleh orang tua
termasuk kebiasaan makan, pola makan, dan konsumsi makan berperan untuk
menghindari risiko kejadian stunting (Kristina, 2014).Menurut Chandra dkk, 2016
stunting menjadi permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko
terjadinya kesakitan, kematian, dan perkembangan otak yang suboptimal.Remaja
yang terhambat pertumbuhannya asupan makanan yang tidak seimbang, berkaitan
dengan kandungan zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak,
mineral, vitamin, dan air merupakan salah satu faktor yang dikaitkan dengan
terjadinya stunting (Addina, 2015).
Remaja putri sebagai calon ibu di masa depan perlu dipersiapkan agar kelak
dapat melahirkan generasi yang berkualitas.Salah satunyafaktor pendukung yaitu
peran pelayanan kesehatan dalam upaya pencegahan kejadian stunting dan
peningkatan gizi remaja. Pemberian intervensi pada remajabaik berupa
peningkatan pengetahuan remajamengenai gizimaupun pemberian suplementasi
zat besi, pemberian makanan tambahan, pemberian obat cacing, penjaringan
kesehatan dan gizi anak sekolah. Pelayanan kesehatan di sekolah melalui kegiatan
UKS, PKPR, kader kesehatan disekolah dan konseling gizi masih kurang optimal
(Khoeroh, 2017).
Penelitian oleh Pratama, 2017 masalah gizi pada remaja dipengaruhi oleh
beberapa hal, yang salah satunya adalah kurangnya pengetahuan remaja putri
tentang gizi seimbang sehingga terjadi ketidakseimbangan antara makanan yang
dikonsumsi dengan kebutuhan gizi pada remaja yang akan menimbulkan masalah
gizi kurang atau masalah gizi lebih. Pada penelitian Mokoginta (2016),
pengetahuan remaja tentang gizi seimbang berdasarkan pada Pedoman Umum
Gizi Seimbang (PUGS) yang memuat 13 pesan dasar gizi seimbang dan menurut
prinsip gizi seimbang pada remaja, sangat berpengaruh terhadap status gizi
remaja.Pengetahuan gizi sebaiknya telah ditanamkan sedini mungkin sehingga
apabila seseorang telah memasuki usia remaja atau dewasa mampu memenuhi

4
kebutuhan energi tubuhnya dengan perilaku makannya karena pengetahuan gizi
sangat bermanfaat dalam menentukan apa yang kita konsumsi setiap harinya.
Gizi kurang pada remaja terjadi karena pola makan tidak teratur, perubahan
faktor psikososial seperti pengaruh iklan atau media informasi tentang gizi
maupun persepsi tentang tubuh ideal dalam pandangan remaja, kebutuhan gizi
yang tinggi untuk tumbuh dengan cepat.Informasi melalui media cetak, elekronik,
media massa (telepon genggam, internet dll) tentang status gizi terutama kejadian
stunting, konsumsi gizi, dan penerapan gizi seimbang pada remaja masih kurang.
Sosialisasi edukasi, pendidikan kesehatan serta promosi kesehatan terkait stunting
remaja putri masih rendah (Aryastami, 2017).
Jumlah penduduk Kabupaten Kota Banjarbaru sebanyak 248.428 jiwa, jumlah
remaja usia 10-14 tahun sebanyak 21.739 jiwa, usia 15-19 tahun sebanyak 22.758
jiwa. Jumlah Kecamatan 8 buah, Puskesmas 8 buah, posyandu sebanyak 115 unit
(Dinkes Kabupaten Kota Banjarbaru, 2017).Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru
menyatakan terdapat 21 sekolah SMU Negeri dan Swasta dengan jumlah siswa
3.971 orang. Jumlah kasus stunting remaja usia 12-18 tahun di Kota Banjarbaru
sebanyak 356 (17,0%), remaja putri usia 12-18 tahun menurut IMT/U sebanyak
15,5%, remaja putri usia 12-18 tahun menurut TB/U sebanyak 2,9%. Cakupan
Puskesmas Mampu Tatalaksana PKPR sebesar 58% lebih rendah dari cakupan
Nasional 75%, cakupan penjaringan kesehatan anak sekolah SMA sebanyak 69%
lebih rendah dari cakupan Nasional 90%, cakupan pelayanan UKS sebesar 75%
dengan cakupan Nasional 80%, Masih terdapat sekolah SMU yang belum
melakukan kegiatan UKS dan PKPR di sekolah, kurangnya tenaga konselor
sebaya/teman sebaya, penjaringan anak sekolah melalui pemantauan gizi pada
anak sekolah belum optimal dilakukan oleh pelayanan kesehatan, sehingga
informasi yang diperoleh remaja tentang stunting dan gizi seimbang masih
kurang(Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, 2017). Hal ini diduga menjadi faktor
risiko yang berhubungan dengan kejadian stunting pada remaja putri.Untuk
membuktikan hal tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan.

5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah pola makan remaja putri berpengaruhterhadap kejadian stunting pada
remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan SelatanTahun 2017?
2. Apakah dukungan pelayanan kesehatanberpengaruh terhadap kejadian
stunting pada remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan
SelatanTahun 2017?
3. Apakah pengetahuan tentang stuntingberpengaruh terhadap kejadian stunting
pada remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan SelatanTahun
2017?
4. Apakah media informasi berpengaruh terhadap kejadian stunting pada remaja
putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan SelatanTahun 2017?
5. Manakah faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian stunting pada
remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2017?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruhterhadap kejadian stunting pada
remaja putri, sehingga dapat mencegah dan menurunkan angka kejadian stunting
di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan Selatan.
Tujuan Khusus
a. Menganalisis pengaruhpola makan remajaterhadap kejadian stunting pada
remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan SelatanTahun 2017.
b. Menganalisis pengaruh dukungan pelayanan kesehatanterhadap kejadian
stunting pada remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan
SelatanTahun 2017.
c. Menganalisis pengaruh pengetahuan tentang stuntingterhadap kejadian
stunting pada remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan
SelatanTahun 2017.
d. Menganalisis pengaruh media informasiterhadap kejadian stunting pada
remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan SelatanTahun 2017.

6
e. Menganalisis pengaruhpola makan remaja, dukungan pelayanan kesehatan,
pengetahuan tentang stunting,dan media informasiterhadap kejadian stunting
pada remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan SelatanTahun
2017.
D. Manfaat Penelitian
1) Manfaat bagi peneliti menambah pengetahuan untuk mengetahui berbagai
permasalahan mengenai masalah remaja khususnya stunting remaja putri.
2) Manfaat bagi responden dan masyarakat (keluarga) agar lebih memperhatikan
pentingnya gizi bagi remaja putriterutama balita untuk memperoleh status gizi
yang baik, dan dapat menerapkan pola hidup sehat dan penerapan gizi
seimbang.
3) Manfaat bagi Institusi Pendidikan diharapkan memberikan kontribusi dan
menambah kepustakaan dalam pengembangan penelitian dibidang giziremaja
putri dan penerapan di masyarakat serta institusi terkait.
4) Manfaat bagi Institusi Kesehatan (Dinas Kesehatan dan Puskesmas)
diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya
penanganan stunting pada remaja putri dan Dinas Pendidikan agar dapat
memberikan pengetahuan bagi para murid untuk menerapkan PHBS dan
penerapan gizi seimbang disekolah.
5) Manfaat bagi Pemegang Kebijakan diharapkan penelitian ini dapat
memberikan masukan bagi pemerintah daerah dan DPRD dalam menyusun
strategi maupun rancangan PERDA di bidang kesehatan khususnya masalah
gizi remaja,yang penangannya memerlukan lintas sektor terkait.
6) Manfaat bagi Peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dijadikan
referensi oleh peneliti lain baik secara teoritis maupun metodologi serta
melanjutkan penelitian untuk meneliti faktor yang lain terkait stunting pada
remaja.

7
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang terkait dengan penelitian yang diajukan adalah:
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Nama dan
No Judul Persamaan Perbedaan
Tahun
1 2 3 4 5
1 Pratama Perbedaan Asupan 1. Meneliti 1. Variabel Bebas:
Shavira Putri gizi pada remaja tentang faktor asupan gizi,
(2017) putri stunting dan pengetahuan, konsumsi energy,
non stunting di pola makan, protein, pola
Sukoharjo stunting remaja aktifitas
putri.
2. Desain Cross
Sectional

2 Saniarto. Pola Makan, status 1. Variabel Bebas: 1. Variabel Bebas:


(2014) ekonomi keluarga pengetahuan, Status ekonomi
dan prestasi belajar pola makan, jumlah anggota
pada anak stunting VariabelTerikat keluarga,
12-19 tahun di stuntingremaja pendidikan orang
Semarang Desain Cross tua dan prestasi
Sectional belajar
3. Dyastuti Intervensi Kualitas 1. Variabel Bebas; 1. Variabel
Puspita. Konsumsi pangan pola konsumsi bebas;
(2015) remaja stunting dan gizi, pola asupan gizi
normal di sekolah makan Remaja
Kabupaten Bogor 2. Variabel normal
terikat:
Stunting remaja

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

4 Kevin, dkk Hubungan antara 1. Variabel 1. Variabel Bebas:


(2015) status gizi dan Hb Bebas: haemoglobin
pada usia 12-14 Status gizi,
tahun Pelayanan
kesehatan
Variabel
terikat remaja
Desain Cross
Sectional

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1.1. Remaja
Menurut Menteri Kesehatan RI tahun 2010, batas usiaremaja adalah antara 10
sampai 19 tahun dan belum kawin.Masa remaja adalah masa pertumbuhan dan
perkembangan pada fisikdan mental serta aktivitas yang menyebabkan
meningkatnya kebutuhan asupanzat-zat gizi.Remaja pada umumnya didefinisikan
sebagai orang-orang yang mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa(Mitra, 2015).
Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa.
Didalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait, remaja dikenal sebagai
suatu tahap perkembangan fisik ketika alat-alat kelamin manusia mencapai
kematangan. Hal ini berarti, secara anatomi, alat-alat kelamin maupun organ
tubuh yang lain akan memperoleh bentuknya yang sempurna. Masa pematangan
fisik berjalan kurang lebih selama dua tahun. Biasanya dihitung mulai haid
pertama pada wanita dan mimpi basah pertama pada pria.Masa remaja adalah
masa yang khusus dan penting karena merupakan periode pematangan organ
reproduksi manusia. Khususnya remaja putri yang mengalami menarche tidak
lepas dari keluhan nyeri haid / dismenorhea (Azizah, 2016).
Penggolongan Masa Remaja menurut WHO menjelaskan masa remaja adalah usia
12-24 tahun, sedangkan berdasarkan penggolongan umur masa remaja terbagi
1. Masa remaja awal : masa remaja yang berusia 12 – 15 tahun.
2. Masa remaja tengah : masa remaja yang berusia 15 – 18 tahun.
3. Masa remaja akhir : masa remaja yang berusia 18 – 21 tahun.
Masa remaja merupakan usia diantara masa anak-anak dan dewasa, yang secara
biologis yaitu antara umur 10 sampai 19 tahun. Peristiwa yang terpenting yang
terjadi pada gadis remaja ialah datang haid yang pertama kali, biasanya sekitar
umur 10 sampai 16 tahun. Saat haid yang pertama ini datang dinamakan
menarche.Perubahan fisik karena pertumbuhan yang terjadiakan mempengaruhi

9
status kesehatan dan gizinya. Ketidak cukupan kebutuhanasupan zat-zat gizi pada
remaja mengakibatkan timbulnya masalah-masalah gizibaik itu gizi lebih ataupun
gizi kurang. Masalah gizi yang biasa dijumpai padaremaja antara lain, anemia,
obesitas, kekurangan energi kronis atau KEK,perilaku makan menyimpang seperti
anoreksia nervosa dan bulimia (Yusuf, 2014).
Stunting sangat terkait dengan gangguan perkembangan intelektualselama masa
kanak-kanak, dan perawakan pendek pada masa dewasa, hasil inimenekankan
perlunya pencegahan retardasi pertumbuhan melalui promosi dariperawatan pra
kehamilan dan menyusui, serta pengendalian penyakit infeksi(Pratama, 2017).
Stunting pada remaja merupakan hasil jangka panjangkonsumsi kronis diet
berkualitas rendah yang dikombinasikan dengan morbiditas,penyakit infeksi, dan
masalah lingkungan. Stuntingpada remaja terjadi karena masalah gizi saat balita
atau pra-sekolah. Malnutrisiyang terjadi pada masa balita yang mengindikasikan
stunting, akan berakibatpada pertumbuhan dan perkembangan remaja terhambat.
Dampak jangkapanjang dari stunting pada kesehatan remaja putri adalah berupa
perawakantubuh pendek, peningkatan resiko obesitas, dan penurunan
kesehatanreproduksi, sedangkan dampak pada hal perkembangan ialah
penurunanprestasi dan kapasitas belajar, serta penurunan kemampuan dan
kapasitas kerja(WHO, 2013).
1.2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan
menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu
yang berisiko atau dengan status gizi buruk. Tujuan penilaian status gizi menurut
antara lain mengidentifikasi individu yang membutuhkan dukungan nutrisi cukup,
mempertahankan status gizi seseorang, mengidentifikasi penatalaksanaan medis
yang sesuai, memonitor efektivitas intervensi yang telah dilakukan(Litbangkes,
2014).
Menurut Triharno, (2015) penilaian status gizi dapat dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dibagi
menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
Antropometri secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi

10
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Parameter yang diukur antara
lain BB, TB, LLA, Lingkar kepala, Lingkar dada, Lemak subkutan. Indeks
antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih
pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur. Metode Klinis, didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid.Biokimia adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh
yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain
seperti hati dan otot(Aryastami, 2017).
Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan
struktur jaringan.Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu
survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Survey konsumsi
makanan adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Statistik vital adalah dengan
cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan
data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Malnutrisi merupakan masalah
ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan
budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi
seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain (Aramiko, 2017).

1) Jenis dan Parameter Status Gizi.


Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah bakuWorld
Health Organization-2005 (WHO-2005). Parameter antropometri untuk penilaian
status gizi berdasarkan parameter seperti umur sangat memegang peranan dalam
penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status
gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat,

11
menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderungan untuk memilih
angka yang mudah seperti 1 tahun, 1,5 tahun, 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan
umur anak perlu dihitung dengan cermat.Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12
bulan, 1 bulan adalah 30 hari.Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh,
artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan (Yolanda, 2017).
a) Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa
jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan merupakan pengukuran yang
terpenting pada bayi baru lahir. Dan hal ini digunakan untuk menentukan apakah
bayi termasuk normal atau tidak. Berat badan merupakan hasil
peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot,
lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan yang
terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi kesehatan
(UNICEF, 2016).
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang
digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut mudah digunakan
dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, mudah diperoleh dan relatif murah
harganya, ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg, skalanya mudah dibaca,
aman untuk menimbang balita. Sedangkan jenis timbangan sebaiknya yang
memenuhi persyaratan tersebut, timbangan yang dianjurkan untuk anak balita
adalah dacin dengan kapasitas minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. jenis
timbangan lain yangdapat digunakan adalah detecto, sedangkan timbangan injak
(bath room scale) akurasinya kurang karena menggunakan per, sehingga hasilnya
dapat berubah-ubah (Depkes RI, 2016).
Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut
Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat
pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran
keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan
satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat
menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.

12
Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau
penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot, lemak,
organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan gizi atau
tumbuh kembang anak. Selain menilai berdasarkan status gizi dan tumbuh
kembang anak, berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis
dan makanan yang diperlukan dalam tindakan pengobatan (Efendi, 2014).
Rumus antropometri anak (Azizah, 2016) yang berhubungan dengan umur :
Cara Pengukuran Berat Badan
Umur 1 – 6 bulan = BBL (gr) + (usia x 600 gr)
Usia 7 – 12 bulan = BBL (gr) + (usia x 500 gr) atau (usia / 2) +3
Umur 1- 6 tahun = 2n + 8.

b) Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang cukup penting.
Keistemewaannya bahwa ukuran tinggi badan akanmeningkat terus pada waktu
pertumbuhan sampai mencapai tinggi yang optimal. Di samping itu tinggi badan
dapat dihitung dengan dibandingkan berat badan dan dapat mengesampingkan
umur.Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat
keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir
rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk
(Floera dkk, 2015).
Indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (Berat
Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan
yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini
pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik,
kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun (Kemenkes, 2017).Pengukuran
tinggi badan untuk anak yang sudah bisa berdiri dilakukan dengan alat pengukur
tinggi mikrotoa (microtoise) yang memiliki ketelitian 0,1 cm. Sedangkan pada
anak yang belum bisa berdiri digunakan alat pengukur panjang badan dengan

13
posisi anak berbaring di tempat datar. Pengukuran tinggi badan maupun panjang
badan dapat dilakukan dengan menggunakan pita ukur(Tejayanti, 2014).
Rasio BB/TB bila dikombinasi dengan berat badan menurut umur dan tinggi
badan menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status nutrisi
karena mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antara wasting dan
stunting atau perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak perempuan
hanya sampai tinggi badan 138 cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi badan
145cm. Setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak artinya, karena adanya
percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah tidak
diperlukannya faktor umur, yang sering kali tidak diketahui secara tepat. BB/TB
dinyatakan dalam persentasi dari BB standar yang sesuai dengan TB terukur
individu tersebut (Depkes RI, 2013).
Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) mencerminkan tumbuh kembang
jaringan lemak dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan
tubuhdibandingkan berat badan.Pada pada remaja, LILA saja sudah dapat
menunjukan status gizi.Alat yang digunakan adalah pita ukur yang terbuat dari
fiberglass, atau jenis kertas tertentu berlapis plastik.Pengukuran dilakukan pada
lengan yang tidak aktif pada pertengahan bahu dan siku. Pada orang normal (tidak
kidal) dilakukan pada tangan kiri, sedangkan pada anak remaja yang kidal
dilakukan pengukuran pada lengan kanan. Interpretasinya yaitu <12,5cm
merupakan gizi buruk, 12,5-13,5cm adalah gizi kurang dan >13,5cm ialah gizi
baik. Bila dikaitkan dengan umur, nilai LILA dibanding dengan baku standar dan
dinyatakan dalam persen. Tebalnya lipatan kulit bagian triseps dan subscapular
menggambarkan refleksi tubuh kembang jaringan lemak di bawah kulit, yang
mencerminkan kecukupan energi (Robert, 2014).
Hampir 50% lemak tubuh berada di jaringan subkutis hingga dengan
mengukur lapisan lemak dengan pemeriksaan TLK (total lemak kulit) dapat
diperkirakan jumlah lemak total dalam tubuh. Hasilnya dibandingkan dengan
standar dan dapat menunjukan status gizi dan komposisi tubuh, serta cadangan
energi. Bila dikaitkan dengan indeks BB/TB, pengukuran ini dapat menentukan
malnutrisi kronik. LILA yang dikaitkan dengan nilai (TLK) triseps, dapat dipakai

14
menghitung massa otot. Alat yang digunakan adalah Skin-Fold Calipers dengan
ketelitian 0,1 mm, tekanan konstan 10 gram / mm², dan jangkauan jepitan 20-40
mm². Jenis alat yang sering digunakan adalah Harpenden Caliper (Aramico,
2017).
Pengukuran Tinggi badan
Umur 1 tahun = 1,5 x panjang badan lahir
Umur 2 – 12 tahun = umur (tahun) x 6 + 77

Tabel 2.3. Standart Baku Antropometri Penilaian Status Gizi


Batas
NO INDEKS Status Gizi
Pe nge lompokan
< -3 SD Gizi buruk
-3 s/d < -2 SD Gizi kurang
1 BB/U
-2 s/d +2 SD Gizi baik
> +2 SD Gizi Lebih
< -3 SD Sangat Pendek

2 TB/U -3 s/d < -2 SD Pendek


-2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
< -3 SD Sangat Kurus
-3 s/d < -2 SD Kurus
3 BB/TB
-2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk

Sumber: Kepmenkes No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar


antropometri penilaian status gizi anak (Dep. Kes RI, 2017).
Data baku WHO-2005 indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB disajikan dalam dua
versi, yakni persentil dan skor simpang baku (standar deviation score = z).
Menurut Waterlow et al, gizi remaja di Negara-negara yang populasinya relatif
baik, sebaiknya digunakan “persentil”, sedangkan di Negara untuk remaja yang
populasinya relative kurang, lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSD)
sebagai persen terhadap baku rujukan (Depkes RI, 2017)..
Rumus IMT (BMI)
= Berat Badan (Kg) / Tinggi Badan (meter) x Tinggi Badan (meter).

15
2. Status GiziRemaja
Menurut Pratama, (2017) status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi
antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup manusia. Status gizi adalah
keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan
makanan.Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari status tubuh yang berhubungan
dengan gizi dalam bentuk variabel tertentu.Jadi intinya terdapat suatu variabel
yang diukur (misalnya berat badan dan tinggi badan) yang dapat digolongkan ke
dalam kategori gizi tertentu misalnya baik, kurang, dan buruk.
Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan ukuran
tubuh, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara
asupan dan kebutuhan gizi (status gizi). Oleh karena itu pertumbuhan merupakan
indikator yang baik dari perkembangan status gizi anak (Depkes RI, 2002). Status
gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat kesehatan anak. Status
gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak
untuk mencapai kematangan yang optimal. Gizi yang baik juga dapat
memperbaiki ketahanan tubuh sehingga diharapkan tubuh akan bebas dari segala
penyakit (Waryana, 2016).
g) Stunting Remaja Putri
Stunting adalah keadaan dimana tubuh yang angat pendek hingga melampaui
defisit -2 standar deviasi (SD) dibawah median panjang atau tinggi yang menjadi
referensi internasional. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stunting pada
balita yakni faktor langsung yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi serta
faktor tidak langsung yakni pengetahuan tentang gizi, pendidiakan orang tua,
pendapatan orang tua, distribusi makanan, dan besar keluarga. Oleh karena itu,
masalah stunting merupakan cerminan dari keadaan sosial ekonomi masyarakat
(Sicilia dkk, 2016).
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama. Stunting terjadi mulai dari dalam
kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun damapai berumur 18
tahun, dimana anak secara fisik terlihat lebih pendek daripada anak

16
lainseumurnya. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian
bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit, memiliki postur tubuh
tidak maksimal saat dewasa (stunting) dan tidak memiliki kekampuan kognitif
yang memadai, sehingga tidak saja mengakibatkan kerugian bagi individu tetapi
juga kerugian sosial ekonomi jangka panjang bagi Indonesia. Stunting bukan
hanya karena kurang makan. Stunting disebabkan oleh berbagai faktor yang
berakar pada kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, serta pendidikan. Secara
tidak langsung akar masalah ini mempengaruhi ketersediaan dan pola konsumsi
rumah tangga, pola asuh, pelayanan kesehatan, dan kesehatan lingkungan yang
kemudian mempengaruhi asupan makanan dan menyebabkan berbagai infeksi,
sehingga menimbulkan gangguan gizi ibu dan anak, disesuaikan dengan kondisi
Indonesia.(BPS, 2016)
Untuk mencegah dan mengatasi stunting, dilakukan dua model intervensi
yaitu intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik mencakup upaya-upaya
mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung misalnya melalui imunisasi,
pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan balita, dan pemantauan
pertumbuhan anak sekolah. Intervensi sensitif mencakup upaya-upaya mencegah
dan mengurangi gangguan secara tidak langsung misalnya melalui penyediaan air
bersih, perbaikan sanitasi, peningkatan pendidikan, penanggulangan kemiskinan,
dan peningkatan kesetaraan gender (Rinanti, 2014).
Menurut IDAI, (2013) menemukan bahwa intervensi spesifik hanya
mendukung 20% upaya pencegahan/penurunan stunting, sementara intervensi
sensitif berkontribusi hingga 80%. Sementara itu berbagai studi yang dilakukan
oleh WHO, UNICEF, World Bank, dan dari kalangan akademisi menemukan
bahwa ketersediaan akses air minum yang aman dan sanitasi yang layak
merupakan kunci untuk mencegah paparan penyakit-penyakit berbasis lingkungan
yang menjadi penyebab terjadinya diare, cacingan, infeksi saluran pernafasan, dan
stunting.

17
Secara lebih jelas variabel-variabel yang berhubungan dengan status gizi kurang
adalah sebagai berikut:
KURANG GIZI (STUNTING
REMAJA
Dampak

Makanan Tidak infeksi Penyebab


Seimbang langsung

Pola Asuh Sanitasi dan Penyebab


Tidak Cukup
Anak Tidak air bersih/ Tidak
Persediaan
pelayanan langsung
Pangan memadai
kesehatan
dasar tidak
memadai

Kurangnya Pendidikan,
Pengetahuan dan Keterampilan

Kurangnya Pemberdayaan Wanita dan


keluarga, kurangnya pemanfaatan Pokok
sumberdaya masyarakat masalah di
masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan, dan kemiskinan

KRISIS EKONOMI
Akar
PUBLIK DAN SOSIAL
Masalah

18
Skema 2.1. Status Gizi Kurang Sumber: Pangan dan Gizi, UNICEF (1988)
dan Teori Green and Kreuter (2005)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/ MENKES/ SK/ XII/


2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian
pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang
Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang
merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).
remaja pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang remaja sudah diukur tinggi
badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah
normal. Remaja pendek adalah remaja dengan status gizi yang berdasarkan
panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar
baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, nilai z-
scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya
kurang dari -3SD (Depkes RI, 2016).
Masalah remaja pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis, dipengaruhi
dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit
yang diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi lainnya, tidak hanya terkait
masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi berbagai kondisi lain yang secara
tidak langsung mempengaruhi kesehatan. Intervensi gizi spesifik umumnya
dilakukan di sektor kesehatan, namun hanya berkontribusi 30%, sedangkan 70%
nya merupakan kontribusi intervensi gizi sensitif yang melibatkan berbagai sektor
seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan
kemiskinan, pendidikan, sosial, dan sebagainya (Depkes RI, 2016)
h) Penyebab Stunting
Stunting disebabkan oleh banyak faktor baik secara faktor langsung dan tak
langsung. Faktor langsung ditentukan oleh asupan makanan, berat badan lahir dan
penyakit. Sedangkan faktor tak langsung seperti faktor ekonomi, budaya,
pendidikan dan pekerjaan,fasilitas pelayanan kesehatan.Faktor sosial ekonomi
saling berinteraksi satu dengan yang lainnya seperti masukan zat gizi, berat badan

19
lahir dan penyakit infeksi pada anak (Aramico, 2017). Anak-anak yang
mengalami stunting disebabkan kurangnya asupan makanan dan penyakit yang
berulang terutama penyakit infeksi yang dapat meningkatkan kebutuhan
metabolik serta mengurangi nafsu makan sehingga berdampak terjadi ketidak
normalan dalam bentuk tubuh pendek meskipun faktor gen dalam sel
menunjukkan potensi untuk tumbuh normal (Mitra, 2016).
Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak merupakan suatu
proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang
siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunted pada anak
dan peluang peningkatan stunted terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan dan
akan berlangsung sampai umur 18 tahun bila tidak dilakukan intervensi
penanganan gizi. Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan
penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin, oleh sebab itu perhatian terhadap gizi remaja sangat
diperlukan. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami
intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang
gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Anak-anak yang
mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan makanan
yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan
metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi
pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan
pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted (Chandra dkk, 2016;
Sicilia, 2016).
2.3. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting Remaja
Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted antara lain kekurangan
energi dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan
yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan. Prevalensi stunted meningkat dengan
bertambahnya usia, peningkatan terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan,
proses pertumbuhan anak masa lalu mencerminkan standar gizi dan kesehatan
(Saniarto, 2014).
1. Pola makan pada remaja putri

20
Ada beberapa definisi mengenai pola makan menurut beberapa pakar, yaitu
Baliwati (2004) mengatakan pola makan atau pola konsumsi pangan adalah
susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok
orang pada waktu tertentu.Sedangkan Santoso dkk, 2014mengungkapkan
bahwa pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran
mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh
suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat
tertentu.Secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang
ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan
bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis
makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada
faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup.Pola makan adalah suatu
cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud
tertentu seperti mempertahankan kesehatan,status nutrisi, mencegah atau
membantu kesembuhan penyakit. Dalampola makan sehari-hari seseorang
harus menjaga dan berhubungan dengankebiasaan kesehariannya.
Kemajuan di bidang ekonomi, sosial dan teknologi memberikan dampak
positif dan negatif terhadap gaya hidup dan pola konsumsi makanan pada
masyarakat Indonesia terutama pada remaja putri. Pola konsumsi saat ini
sering mengikuti pola konsumsi kebarat-baratan (western style diet).Pola
konsumsi ini mulai mengeser pola konsumsi gizi seimbang yang selama ini
telah diterapkan oleh sebagian besar remaja Indonesia. Dalam jangka panjang
gaya hidup seperti ini berdampak buruk bagi kesehatan karena mengakibatkan
ketidakseimbangan asupan gizi (Saniarto, 2014). Kemajuan-kemajuan di
berbagai bidang tadi mengakibatkan munculnya gaya hidup baru yang dikenal
dengan sedentary life.Pola hidup sedentary lifemerupakan pola hidup yang
ditandai dengan aktivitas yang rendah dan konsumsi makanan yang
berlebihan.Kemajuan teknologi pengolahan pangan menyebabkan terjadinya
peningkatan kebiasaan konsumsi snack, termasuk di dalamnya junk food dan
fast food.Perubahan kebiasaan pola makan ini tidak hanya dialami oleh orang
dewasa tetapi juga pada anak-anak dan remaja. Snack atau makanan ringan

21
adalah sejenis makanan yang biasanya di konsumsi di luar waktu makan.
Snack yang beredar di pasaran biasanya merupakan produk ekstruksi yang
rata-rata tinggi kalori dan rendah zat gizi (Pratama, 2017). Junk food
dikategorikan sebagai makanan dan minuman yang tinggi garam atau tinggi
kalori dan rendah zat gizi. Kriteria junk food antara lain mengandung lebih
dari 30% kalori yang berasal dari lemak, 10% kalori berasal dari lemak jenuh,
beberapa lemak trans, lebih dari 35% kalori berasal dari gula, lebih dari 200
kalori per sajian untuk snack, dan lebih dari 200 mg garam per sajian untuk
snack. Sedangkan fast food adalah makanan cepat saji yang biasanya
dikonsumsi untuk menggantikan makanan pokok seperti nasi, roti, dan lain-
lain.Perbedaan antara junk food dan fast food yaitu junk food biasanya
dimakan hanya sebagai snack bukan untuk menggantikan makanan pokok
(Dea A, 2014).
Untuk menghitung konsumsi zat-zat gizi, seperti energi digunakan suatu
metode. Metode yang sering dipakai adalah metode recall, yang dilakukan
dalam waktu 24 jam dan sebaiknya dilakukan 2 hari berturut-turut. Metode
food recall24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jmlah bahan makanan
yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Selain mudah dilakukan,
murah dan cepat.Metode ini juga memberi gambaran yang nyata yang benar-
benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari
(Almatsier, 2009).
Pedoman pola makan sehat untuk masyarakat secara umum yang seringdigunakan
adalah pedoman Empat Sehat Lima Sempurna, MakananTriguna, dan pedoman
yang paling akhir diperkenalkan adalah 13 Pesandasar Gizi Seimbang. Pengertian
makanan triguna adalah bahwa makananatau diet sehari-hari harus mengandung:
1) karbohidrat dan lemak sebagaizat tenaga; 2) protein sebagai zat pembangun; 3)
vitamin dan mineralsebagai zat pengatur.(Dirjen Binkesmas Depkes RI (2007).
Pedoman 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang menyampaikan pesan-pesanuntuk
mencegah masalah gizi ganda dan mencapai gizi seimbang gunamenghasilkan
kualitas sumber daya manusia yang andal. Garis besarpesan-pesan tersebut seperti
dijelaskan oleh Dirjen Binkesmas Depkes RI(2007) antara lain:

22
1. Makanlah makanan yang beraneka ragam. Makanan yang beranekaragam
harus mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin,mineral, dan bahkan
serat makanan dalam jumlah dan proporsiyang seimbang menurut kebutuhan
masing-masing kelompok(bayi, balita, anak, remaja, ibu hamil dan menyusui,
orang dewasadan lansia).
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi. Energi dantenaga
dapat diperoleh dari makanan sumber karbohidrat, lemakserta protein. Energi
dibutuhkan untuk metabolisme dasar (sepertiuntuk menghasilkan panas tubuh
serta kerja organ-organ tubuh)dan untuk aktivitas sehari-hari seperti belajar,
bekerja serta berolahraga. Kelebihan energi akan menghasilkan obesitas,
sementarakekurangan energi dapat menyebabkan kekurangan gizi
sepertimarasmus.
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhanenergi.
Karbohidrat sederhana, seperti gula dan makanan manissebaiknya dikonsumsi
dengan memperhatikan azas tepat waktu,tepat indikasi dan tepat jumlah.
Makanan ini sebaiknya dimakanpada siang hari ketika kita akan atau sedang
melakukan aktivitasdan jumlahnya tidak melebihi 3-4 sendok makan gula/hari.
Karbohidrat kompleks sebaiknya dikonsumsi bersama makanan yang
merupakan sumber unsur gizi lain seperti protein, lemak/minyak, vitamin dan
mineral. Seyogyanya 50-60% dari kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat
kompleks.
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat darikecukupan energi.
Konsumsi lemak dan minyak berlebihan, khususnya lemak/minyak jenuh dari
hewan, dapat beresikokegemukan atau dislipidemia pada orang-orang yang
mempunyaikecenderungan ke arah tersebut. Dislipidemia atau kenaikan
kadarlemak (kolesterol atau trigliserida) dalam darah merupakan factor untuk
terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. Konsumsilemak/minyak
dianjurkan tidak melebihi 20% dari total kaori danperlu diingat bahwa unsur
gizi ini juga memiliki peran tersendirisebagai sumber asam lemak esensial
serta juga membantupenyerapan beberapa vitamin yang larut dalam lemak.

23
5. Gunakan garam beryodium. Penggunaan garam beryodium dapatmencegah
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).Namun, penggunaan garam
yang berlebihan juga tidak dianjurkankarena garam mengandung natrium yang
bisa meningkatkantekanan darah. Sebaiknya konsumsi garam tidak melebihi 6
gramatau 1 sendok teh per hari.
6. Makanlah makanan sumber zat besi. Makanan seperti sayuranhijau, kacang-
kacangan, hati, telur dan daging banyak mengandungzat besi dan perlu
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup untukmencegah anemia gizi.
7. Berikan ASI saja pada bayi sampai berumur 4 bulan. Untuk dapatmemberikan
ASI dengan baik, ibu menyusui harus meningkatkanjumlah dan mutu gizi
makanannya selama hamil dan menyusui.Makanan Pendamping ASI (PASI)
hanya boleh diberikan setelah usia bayi lebih dari 4 bulan dan pemberiannya
harus bertahapmenurut umur, pertumbuhan badan serta perkembangan
kecerdasan.
8. Biasakan makan pagi. Makan pagi dengan makanan yang beranekaragam akan
memenuhi kebutuhan gizi untuk mempertahankankesegaran tubuh dan
meningkatkan produktifitas dalam bekerja.Pada anak-anak, makan pagi akan
memudahkan konsentrasi belajarsehingga prestasi belajar bisa lebih
ditingkatkan.
9. Minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya. Air minum harusbersih dan
bebas kuman. Minumlah air bersih sampai 2 liter perhari sehingga
metabolisme tubuh kita bisa berjalan lancar mengingat air sangat dibutuhkan
sebagai pelarut unsur gizi bagikeperluan metabolisme tersebut. Konsumsi air
yang cukup dapatmenghindari dehidrasi dan akan menurunkan resiko infeksi
sertabatu ginjal.
10. Lakukan kegiatan fisik atau olah raga yang teratur. Kegiatan ituakan
membantu mempertahankan berat badan normal disampingmeningkatkan
kesegaran tubuh, memperlancar aliran darah danmencegah osteoporosis
khususnya pada lansia.

24
11. Hindari minum minuman beralkohol. Alkohol bersama-sama rokokdan obat-
obatan terlarang lainnya harus dihindari karena dapatmembawa risiko untuk
terjadinya berbagai penyakit degenerative vaskuler dan kanker.
12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Makanan yangtidak tercemar,
tidak mengandung kuman atau parasit lain, tidakmengandung bahan kimia
berbahaya dan makanan yang diolahdengan baik sehingga unsur gizi serta cita
rasanya tidak rusak,merupakan makanan yang aman bagi kesehatan.Bacalah
label pada makanan yang dikemas. Label pada makanan kemasan harus
berisikan tanggal kadaluwarsa, kandungan gizi dan bahan aktif yang
digunakan. Konsumen yang berhati-hati dan memperhatikan label tersebut
akan terhindar dari makanan rusak, tidak bergizi dan makanan berbahaya.
Selain itu, konsumen dapat menilai halal tidaknya makanan tersebut (Dirjen
Binkesmas, Depkes RI, 2007).
2. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam
memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat.definisi pelayanan
kesehatan menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo adalah sebuah sub sistem
pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif
(pencegahan) dan promotif( peningkatan kesehatan) dengan sasaran
masyarakat. Pelayanan Kesehatan Adalah upaya yang diselenggarakan
sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah, dan mencembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan peroorangan, keluarga, kelompok, atau
masyarakat.Menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok dan atupun masyarakat.Sesuai dengan batasan seperti di atas,
mudah dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang ditemukan
banyak macamnya. Karena kesemuanya ini ditentukan oleh:

25
a. Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi.
b. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan
kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan
kesehatan atau kombinasi dari padanya, termasuk pencegahan stunting,
dan penatalaksanaan stunting.
Pelayanan kesehatan masyarakat :Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam
kelompok kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu
organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.
Secara keseluruhan, pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh remaja
menyangkut hal-hal yang bersifat pencegahan (prevention), pengobatan
(treatment) maupun follow up yang komprehensif. Pelayanan ini mencakup
pendidikan kesehatan tentang gizi remaja, konsultasi psikologis dan konsultasi
medis tentang gizi, pelayanan medis, seperti pelayanan gizi dan nutrisi, dll,
konseling gizi remaja dan pilihan solusinya.
3. Pengetahuan tentang stunting
a. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusiadiperoleh
melalui mata dan telinga. Dalam mendapatkan pengetahuan diperlukanproses
belajar, dengan belajar akan dapat terjadi perubahan tingkah laku.Perubahan
tingkah laku tersebut bias mengarah yang lebih baik jika individutersebut
menganggap bahwa itu bermanfaat, tetapi juga ada kemungkinanmengarah
kepada tingkah laku yang lebih buruk jika individu menganggap objekyang
dipelajari tidak sesuai dengan keyakinannya (Serly, 2015).
Menurut Notoatmodjo (2003)dalamMajid dkk (2018), pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah kesehatan akan mempengaruhi terjadinya
gangguan kesehatan pada kelompok tertentu. Pengetahuan yang kurang
tentang gizi akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk
menerapkan informasi dalam kehidupan seharihari yang merupakan salah satu

26
penyebab terjadinya gangguan gizi. Pengetahuan merupakan faktor langsung
yang mempengaruhi status gizi, namun pengetahuan gizi ini memiliki peran
yang penting. Karena dengan memiliki pengetahuan yang cukup khususnya
tentang kesehatan, seseorang dapat mengetahui berbagai macam gangguan
kesehatan yang mungkin akan timbul sehingga dapat dicari pemecahannya
(Notoatmodjo, 2003). Orang dengan pengetahuan gizi yang baik maka akan
tahu dan berupaya untuk mengatur pola makannya sedemikian rupa sehingga
seimbang, tidak berkurangan dan tidak berlebihan. Masalah gizi yang timbul
sebenarnya disebabkan oleh perilaku seseorang yang salah, karena tidak
adanya keseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi
(Rahmawati, 2018).Pengetahuan pedoman umum gizi seimbang tidak lepas
dari asupan makanan yang sehat, untuk mendapatkan gizi yang optimal
diperlukan pemilihan makanan yang dikonsumsi setiap hari sesuai dengan
kebutuhan tubuh secaranormal (Almatsier, 2011).Menurut Sicilia dkk (2016),
pengetahuan pedoman umum gizi seimbang seseorang memilik pengaruh
cukup besar terhadap upaya seseorang untuk memilih makanan yang memilik
manfaat besar bagi dirinya sendiri.
b. Makanan dan Gizi Seimbang
Menurut Depkes (2005), makanan didefinisikan sebagai bahan selain obat
yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur ikatan kimia yang dapat
diubah menjadi zat gizi oleh tubuh yang berguna bila dimasukkan ke
dalam tubuh. Tanpa makanan, seseorangtidak dapat menjalankan kehidupan
dan aktivitasnya dengan baik. Agar tetap sehat, manusia memerlukan suatu
susunan makanan yang mengandung zat gizi sesuai dengan kebutuhannya,
yang populer dengan istilah gizi seimbang. Gizi seimbang meliputi zat tenaga
(karbohidrat), zat pembangun (protein), zat pengatur (mineral dan vitamin)
yang dikonsumsi setiap hari. Fungsi ketiga zat gizi tersebut dikenal dengan
istilah Tri-Guna Makanan yang menjadi konsep dasar gizi seimbang (Istianti,
2013).
Untuk memelihara proses metabolisme tubuh dan aktivitasnya, perlu zat
giziyang memadai dalam makanan. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin,

27
mineral dan air, baik dari bahan pangan nabati maupun hewani harus
tercukupi. Komposisi dan nilainya harus cukup dan seimbang, sebab jika
kurang maupun berlebih, dapat merugikan kesehatan. Energi diperlukan
manusia untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik dan juga
menggerakkan proses-proses dalam tubuh seperti misalnya sirkulasi darah,
denyut janturrg, pernafasan, pencernaan dan proses-proses fisiologis
(Arisman, 2008).Selain itu energi juga diperlukan untuk melangsungkan
aktivitas kehidupan. Kebutuhan energi sebagian besar tergantung dari
aktivitas fisik, namun dalam keadaan diam pun energi tetap diperlukan
untuk kerja internal; ini yang disebut sebagai Energi Metabolisme Basal
(EMB). Karbohidrat dan lemak merupakan sumber utama energi dalam
makanan. Karbohidrat paling banyak dibutuhkan oleh tubuh, yaitu sebesar
55-65% dari total asupan energi. Dua jenis utama karbohidrat yaitu gula
(karbohidrat sederhana) dan pati (karbohidrat kompleks).
Protein merupakan bahan dasar pembentuk sel dan jaringan baru dalam
tubuh, juga berfungsi untuk pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan
jaringan tubuh yang rusak. Beberapa proteinjuga merupakanenzim dan
hormon. Makanan sumber protein dibedakan menjadi dua, yaitu (1) protein
hewani (berasal dari hewan, merupakan protein lengkap) dan (2) protein
nabati (berasal dari tumbuhan, disebut protein setengah lengkap).
1) Protein lengkap
Protein lengkap mengandung semua asam amino essensial dalam
jumlah cukup dan rasio yang tepat untuk mempertahankan
keseimbangan N dan untuk pertumbuhan normal. Contohnya adalah
albumin pada telur, casein pada susu, daging, ikan dan unggas.
2) Protein setengah lengkap
Protein setengah lengkap dapat berfungsi mempertahankan hidup,
tetapi terdapat kekurangan asam amino essensial, sehingga tidak dapat
membantu pertumbuhan normal. Contohnya adalah protein pada
kacang-kacangan, polong dan biji-bijian.
3) Protein tidak lengkap

28
Protein tidak lengkap adalah protein yang tidak mengandung asam
amino essensial dalam jenis dan jumlah yang cukup, sehingga tidak dapat
berfungsi normal baik untuk mempertahankan hidup maupun
pertumbuhan. Contohnya adalah zein pada jagung, gelatin pada hewan.
Pangan nabati umumnya kekurangan lysine, methionin, threonin,
tryptophan. Protein mempunyai beberapa fungsi, antara lain sebagai
berikut yaitu memperbaiki protein jaringan tubuh yang aus terpakai
(Katabolisme), membangun jaringan baru (anabolisme) terutama pada
periode pertumbuhan (bayi, anak-anak, remaja dan kehamilan), untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, pembentuk ikatan-ikatan
essensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralisis tubuh,
pembentukan antibody. Untuk mengangut zat-zat gizi dari saluran cerna ke
berbagai jaringan dan sebagai sumber energy (Kristina, 2014).
Kebutuhan protein dari makanan ditentukan oleh umur dan berat badan.
Kelebihan konsumsi protein dapat mengkibatkan kerja ginjal yang semakin
berat dan penyakit hati. Lemak adalah bahan-bahan yang mengandungasam
lemak, baik dalam bentuk cair yaitu minyak maupun dalam bentuk padat
yaitu, fat. Ada dua jenis lemak, yaitu (1) lemak jenuh dan (2) lemak tidak
jenuh. Lemak jenuh banyak terdapat pada hewan dan produk hewan,
juga pada minyak kelapa. Lemak ini berbentuk padat pada suhu ruang.
Konsumsi yang tinggi dari lemak jenuh cenderung meningkatkan kolesterol
darah. Lemak tidak jenuh banyak terdapat pada sayuran dan minyak
sayur, berbentuk cairan pada suhu ruang. Lemak pada minyak sayur ada dua
jenis yaitu lemak tidak jenuh tunggal (terdapat pada minyak zaitun) dan
lemak tidak jenuh ganda (pada minyak jagung, minyak biji bunga
matahari dan minyak kedelai). Kedua jenis minyak sehat bagi jantung.
Pada buah-buahan lemak ini terdapat pada alpukat dan pisang. Sumber
lemak tidak jenuh lain adalah ikan, ayam, itik, dan margarin. Lemak
berfungsi sebagai sumber energi, sumber asam lemak essensial, alat
angkut vitamin larut lemak, menghemat protein, memberi rasa kenyang

29
dan kelezatan, sebagai pelumas dan membantu pengeluaran sisa pencernaan,
memelihara suhu tubuh dan pelindung organ tubuh (Santoso, 2014.
Vitamin, secara umum dikelompokkan menjadi vitamin yang larut dalam
lemak (vitamin A, Dl, E dan K) dan vitamin larut dalam air (vitamin B dan
C). Mineral, sama halnya dengan vitamin, merupakan zat gizi mikro yang
sangat dibutuhkan tubuh terutama untuk proses metabolisme. Beberapa
contoh mineral penting adalah kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium,
besi, iodium, seng dan selenium. Serat merupakan bagian pangan nabati yang
tidak dapat dicerna olehtubuh walaupun tidak mengandung zat gizi namun
berperan dalam pemeliharaan kesehatan tubuh. Serat berfungsi dapat
menarik air dari sekitar pembuluh darah sehingga melunakkan feses dan
mendorong pengeluaran yang efisien. Selain itu serat dapat mengurangi
penyerapan lemak, berarti menurunkan tingkat kolesterol darah. Sumber
makanan mengandung serat adalah biji-bijian, kulit dan daging buah-
buahan, serta bahan-bahan berserat pada sayuran. Setiap orang dewasa
sebaiknya mengkonsumsi sekitar 25 g serat per hari (Serly, 2014).
Konsumsi zat-zat gizi, baik yang kurang atau melebihi kecukupan dan bila
berlangsung dalam waktu yang lama, akan memberi dampak pada
kesehatan. Misalnya kurang energi protein (KEP), stunting, anemi gizi,
gangguan penglihatan akibat kekurangan vitamin A (KVA) atau gangguan
akibat kekurangan iodium (GAKI). Sedangkan gizi lebih dapat meningkatkan
prevalensi penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes
mellitus dan obesitas.
4. Media Informasi
Tingginya rasa ingin tahu yang memang merupakan ciri khas remaja, ditambah
dengan banyaknya rangsangan dari luar membuat remaja sangat penasaran dengan
perubahan dan gejolak yang sedang terjadi pada dirinya, terutama yang
menyangkut seksualitasnya.Karena itulah, masa remaja ini merupakan masa yang
rawan bagi kesehatan reproduksi seseorang. Tanpa informasi dan pelayanan
kesehatan reproduksi yang tepat, remaja akan sangat mudah terperdaya oleh
mitos-mitos menyesatkan yang beredar di sekelilingnya. Persoalan kesehatan pada

30
kelompok remaja memiliki karakteristik tersendiri sehingga memerlukan
pelayanan yang juga spesifik (Khoeroh dkk, 2017).
Remaja perlu memperoleh informasi dan pelayanan kesehatan yang benar, terpadu
dan bertanggung jawab. Apabila yang kita hadapi hanya remaja mainstream (yang
tinggal bersama orangtua, bersekolah, serta bergaya hidup sesuai dengan norma
dan nilai yang dianut kebanyakan masyarakat), mungkin layanan kesehatan
reproduksi yang dibutuhkan sebatas pada konseling dan pemberian informasi
seputar kesehatan reproduksi dan seksual, gaya pacaran yang sehat, serta
pemeriksaan fisik apabila dicurigai ada penyakit (Irwandi, 2015).
Penyuluhan tentang gizi sembang masih belum dikenal di kalangan masyarakat
luas khususnya remaja maka dari itu perlu adanya sosialisasi dan penyampaian
Pedoman Gizi Seimbang. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang gizi
seimbang pada remaja memerlukan cara pendekatan yang strategis agar tercapai
secara efektif dan efisien sehingga diperlukan strategi atau metode yang tepat
untuk menyampaikan. Metode penyuluhan kesehatan merupakan salah satu
pendekatan yang sering digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi
sehingga informasi yang diberikan dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh
audien. Berbagai media yang digunakan sebagai penunjang dan alat bantu untuk
metode penyuluhan salah satunya adalah media visual yang dapat menyalurkan
pesan yang berupa simbol-simbol komunikasi visual yang perlu dipahami dalam
bentuk leaflet dan audiovisual yang dapat memberikan stimulasi secara nyata
berisi gambar gerak dan unsur suara dengan durasi waktu relatif pendek yang
ditayangkan dalam bentuk video (Notoatmodjo, 2007).
Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait stunted dan pengaruhnya
antara lain sebagai berikut :
a. Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam
bulan, akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted
yang parah pada anak-anak akan terjadi deficit jangka panjang dalam
perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara
optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal.
Anak-anak dengan stunted cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih

31
sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal
ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam kehidupannya
dimasa yang akan datang.
b. Stunted akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak.
Faktor dasar yang menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan intelektual. Penyebab dari stunted adalah bayi berat lahir
rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak sesuai, diare
berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-
anak dengan stunted mengkonsumsi makanan yang berada di bawah ketentuan
rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga
banyak, bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan.
c. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak stunted pada usia
lima tahun cenderung menetapsepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan anak
usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita
dewasa yang stunted dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan
produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan
BBLR. Stunted terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung
menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal
saat melahirkan.

32
Secara lebih jelas variabel-variabel yang berhubungan dengan stunting adalah
sebagai berikut
Stunting

Asupan Berat Lahir Status Kesehatan Buruk Remaja


Makanan (Riwayat menderita
Rendah
Kurang penyakit

Praktek
pemberian
Kualitas makanan
Penda Pelaya
dan pada bayi Pelaya
patan Jumlah nan air Rumah
kuantitas dan sanitasi dan nan
keluar bersih Tangga
makanan struktur perawatan keseha
ga dan
yang keluarga pada saat tan
rendah sanitas
kurang kehamilan buruk i
buruk

Status Pendidikan Kesehatan Lingkungan


ekonomi, (infrastruktur (kualitas (air bersih, Masyarakat
infrastruktur sekolah, kesehatan, sanitasi)
jalan, kualitas kualitas
lapangan sekolah perawatan,
pekerjaan, peralatan
sumber kesehatan
makanan

Gambar.2.2. Teori Bank Dunia (2007)


2.4. Penilaian Stunting Remaja secara Antropometri
Untuk menentukan stunted pada remaja dilakukan dengan cara pengukuran.
Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada remaja. Antropometri
merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah jenis
pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan

33
tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan
energi. Antropometri dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan dan
berat badan (Dyastuti, 2015).
Standar digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan rekomendasi
NCHS dan WHO. Standarisasi pengukuran ini membandingkan pengukuran
remaja dengan median, dan standar deviasi atau Z-score untuk usia dan jenis
kelamin yang sama pada remaja. Z-score adalah unit standar deviasi untuk
mengetahui perbedaan antara nilai individu dan nilai tengah (median) populasi
referent untuk usia/tinggi yang sama, dibagi dengan standar deviasi dari nilai
populasi rujukan. Beberapa keuntungan penggunaan Z-score antara lain untuk
mengiidentifikasi nilai yang tepat dalam distribusi perbedaan indeks dan
perbedaan usia, juga memberikan manfaat untuk menarik kesimpulan secara
statistik dari pengukuran antropometri (Kevin, 2015).
Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut umur (stunted) adalah
penting dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada wilayah
dengan banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi kurang
dengan stunted sesuai dengan”Cut off point”, dengan penilaian Z-score, dan
pengukuran pada anak balita berdasarkan tinggi badan menurut Umur (TB/U)
Standar baku WHO-NCHS berikut (Sumber WHO 2006 dalam Kristina dkk,
2014).
2.3.1. Penilaian Stunting/ Alat ukur
Status gizi balita dinilai menurut 3 indeks, yaitu berat badan menurut umur
(BB/U), Tinggi badan menurut umur (TB/U), Berat badan menurut tinggi badan
(BB/BT).Ketiga nilai indeks status gizi tersebut dibandingkan dengan buku
pertumbuhan WHO (PSG, 2017).Z Score adalah nilai simpangan BB atau TB dari
nilai BB atau TB normal menurut baku pertumbuhan WHO. Untuk stunting dapat
dilihat dari table katagori status gizi yang telah di terangkan sebelumnya.
1. Sangat pendek jika TB/U Sangat pendek <3,0 SD
2. Pendek jika -3,0 SD s/d ,2,0 SD
3. Normal jika > 2,0 SD
Stanting/pendek adalah gabungan sangat pendek dan pendek.

34
Sifat Indikator status gizi
a. Indeks Berat Badan menurut umur (BB/U)
a) Memberikan indikasi masalah gizi akut secara umum karena berat
badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan.
b) Berat badan menurut umur rendah dapat disebabkan karena pendek
(masalah gizi kronik atau menderita penyakit infeksi (masalah gizi
akut).
b. Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Memberikan indikasi masaalah gizi yang bersifat kronik sebagai akibat
dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya kemiskinan, prilaku hidup
yang tidak sehat, asupan makanan yang kurang daalam jangka waktu yang
lama sehingga mengakibatkan anak menjadi pendek.
c. Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari
peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat). Misalnya
terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan) yang
menyebabkan anak menjadi kurus.
Indikator BB/TB dan IMT/U dapat digunakan untuk identifikasi kurus dan
gemuk. Masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat pada
risiko berbagai penyakit degenerative pada saat dewasa (Teori Berker)
(PSG, 2017).

Tabel. 2.4. KATAGORI MASALAH GIZI KESEHATAN


MASYARAKAT
Masalah Gizi
Prevalensi Pendek Prevalensi Kurus
Masyarakat
Baik Kurang dari 20% Kurang dari 5%
Akut Kurang dari 20% 5% atau lebih
Kronik 20% atau lebih Kurang dari 5%
Akut+Kronik 20% atau lebih 5% atau lebih
Sumber: PSG, 2017
Sesuai dengan Standar WHO, suatu wilayah dikatakan baik bila prevalensi remaja
pendek kurang dari 20% dan prevalensi remaja kurus kurang dari 5%.Suatu

35
wilayah dikatakan mengalami masalah gizi bila prevalensi remaja pendek lebih
dari 20% dan prevalensi remaja kurus ≥ 5%.(PSG, 2017).

2.3.2. Dampak stunting pada Remaja


Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi
belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila mencari
pekerjaan, peluang gagal tes wawancara pekerjaan menjadi besar dan tidak
mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat penghasilan rendah (economic
productivity hypothesis) dan tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu
anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih
pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak
setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek
estetika, seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari
yang tubuhnya pendek (Flora dkk, 2014).
Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya
angka kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan motorik yang rendah
serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang sampai dengan masa remaja
(Chandra dkk, 2016). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-
masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan sulit
diperbaiki. Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka
waktu panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro.
Anak-anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan,
akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun sampai masa
remaja. Stunting yang parah pada anak-anak akan terjadi defisit jangka panjang
dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara
optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal
berlanjut sampai masa remaja (Azizah, 2016).

36
2.3.3. Faktor-faktor penyebab stunting pada remaja

Pertumbuh Pertumbuha
Penyebab an dan n dan
Status Gizi
Temporal perkemban perkemban
Ibu gan anak
gan janin

Penyebab
Langsung Asupan gizi Infeksi

Keamanan Praktik Pelayanan


Penyebab
makanan perawatan Kesehatan,
Tidak langsung rumah air dan
ibu dan anak
tangga sanitasi

Budaya dan kepercayaan tradisional,


pendidikan dan kualitas SDM, prinsip
Akar Penyebab moral dan etika, Kerangka hukum,
SDA, Pengaruh lingkungan,
Infrastruktur

Gambar.2.3. Teori Shrimptom and Kachondham (1989)


.
2.3.4. Strategi Penanggulangan Stunting

37
Cara Mencegah Stunting
1) Mencegah Stunting pada Remaja
Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mencegah dan menangani masalah gizi
di masyarakat. Memang ada hasilnya, tetapi kita masih harus bekerja keras untuk
menurunkan prevalensi balita pendek sebesar 2,9% agar target SDG’s tahun 2020
tercapai yang berdampak pada turunnya prevalensi gizi kurang pada balita kita
(Depkes, 2016).
Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya
umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap kurang
gizi dalam waktu singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan tinggi badan pada
balita, maka untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa
diupayakan, sedangkan anak usia sekolah sampai remaja relatif kecil
kemungkinannya. Maka peluang besar untuk mencegah stunting dilakukan sedini
mungkin. dengan mencegah faktor resiko gizi kurang baik pada remaja putri,
wanita usia subur (WUS), ibu hamil maupun pada balita. Selain itu, menangani
balita yang dengan tinggi dan berat badan rendah yang beresiko terjadi stunting,
serta terhadap balita yang telah stunting agar tidak semakin berat (Pratama, 2017).
Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan
penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga terhadap sumber air terlindung,
serta pemukiman yang layak. Juga meningkatkan akses keluarga terhadap daya
beli pangan dan biaya berobat bila sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan
peningkatan pendapatan. Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak
pada pengetahuan dan kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi
keluarganya, sehingga anak berada dalam keadaan status gizi yang baik.
Mempermudah akses keluarga terhadap informasi dan penyediaan informasi
tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh
setiap keluarga juga merupakan cara yang efektif dalam mencegah terjadinya
balita stunting (Dyastuti, 2015).
2.4. Pola Konsumsi Makanan Pada Remaja Putri
Masalah gizi pada remaja merupakan hal yang serius, namun remaja masih
menjadi kelompok yang terabaikan. Sebahagian besar dari studi gizi buruk di

38
negara-negara berkembang terfokus pada anak-anak atau pada masa kehamilan,
terbukti program kesehatan remaja masih terbatas terutama yang menangani
masalah nutrisi pada remaja. Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang
merupakan program Dinas Kesehatan belum efektif di semua Puskesmas
Indonesia.Status gizi remaja sangat berpengaruh pada pertumbuhan otak yang
diperlukan untuk proses kognitif dan intelektual (Saniarto dkk, 2014). Hasil
penelitian Dyastuti, (2015) menyatakan bahwa nutrisi yang buruk dapat
mengakibatkan partisipasi di sekolah yang kurang, disertai dengan performa yang
tidak baik di kelas. Remaja awal yang mengalami gizi buruk ini dapat
mengakibatkan intelegensi rendah dan memberikan dampak pada penurunan
prestasi akademik. Status gizi yang buruk, apabila tidak mendapat perhatian
khusus maka para remaja akan menemui kesulitan dalam pencapaian prestasi
akademik yang baik dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas para
remaja dikemudian hari khususnya dan kualitas masyarakat pada umumnya
(Addina, 2015).
Status gizi remaja yang kurang maupun berlebih merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Timbulnya masalah gizi remaja pada dasarnya dikarenakan perilaku
konsumsi makan yang salah, yaitu keseimbangan antara konsumsi nutrisi dengan
kecukupan nutrisi yang dianjurkan.Bila konsumsi nutrisi kurang dari kecukupan
maka remaja akan mengalami gizi kurang dan sebaliknya jika konsumsi melebihi
angka kecukupan maka remaja akan menderita gizi lebih dan obesitas, kurus dan
sangat kurus juga merupakan masalah gizi yang paling sering ditemui pada remaja
putri. Seringkali remaja putri memiliki motto bahwa “kurus itu indah” sehingga
mereka seringkali melakukan diet tanpa pengawasan dari dokter atau ahli gizi
sehingga zat-zat gizi penting tidak dapat dipenuhi (Pratama. 2017).
2.5. Pengertian Pola Makan
Pola makan adalahsuatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis
makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi mempertahankan
kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes
RI, 2009).

39
Pengertian pola makan menurut Saniarto dkk, (2014) adalah tingkah laku manusia
atau sekelompok manusia dalam memenuhi makanan yang meliputi sikap,
kepercayaan, dan pilihan makanan, sedangkan menurut Suhardjo pola makan di
artikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan
dan mengkonsumsi makanan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan
sosial.Dan menurut seorang ahlimengatakan bahwa pola makan di definisikan
sebagai karateristik dari kegiatan yang berulang kali makan individu atau setiap
orang makan dalam memenuhi kebutuhan makanan. Secara umum pola makan
memiliki 3 (tiga) komponen yang terdiri dari: jenis, frekuensi, dan jumlah
makanan (Balitbangkes, 2014).
1. Jenis makan
Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari terdiri dari
makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran ,dan buah yang dikonsumsi
setiap hari. Makanan pokok adalah sumber makanan utama di negara indonesia
yang dikonsumsi setiap orang atau sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras,
jangung, sagu, umbi-umbian, dan tepung (Pratama, 2017).
a. Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi makan pagi,
makan siang, makan malam dan makan selingan (Depkes, 2013).sedangkan
menurut Efendi (2014) frekuensi makan merupakan berulang kali makan sehari
dengan jumlah tiga kali makan pagi, makan siang, dan makan malam.
b. Jumlah makan
Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam setiap orang atau
setiap individu dalam kelompok.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan
Pola makanyang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan makan seseorang.
Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor
ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan (Depkes, 2013).
a. Faktor ekonomi
Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk daya beli pangan
dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan menurunan daya beli pangan

40
secara kualitas maupun kuantitas masyarakat.Pendapatan yang tinggidapat
mencakup kurangnya daya beli denganh kurangnya pola makan masysrakat
sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih di dasarkan dalam pertimbangan
selera dibandingkan aspek gizi.Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan
impor (Azizah, 2016).
b. Faktor Sosial Budaya
Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat dipengaruhi oleh faktor
budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat daerah yang menjadi kebiasaan
atau adat. Kebudayaan disuatu masyarakat memiliki cara mengkonsumsi pola
makan dengan cara sendiri.Dalam budaya mempunyai suatu cara bentuk macam
pola makan seperti:dimakan, bagaimana pengolahanya, persiapan dan penyajian,
(Kemenkes, 2017).
c. Agama
Dalamagama pola makan ialah suatu cara makan dengan diawali berdoa sebelum
makan dengan diawali makan mengunakan tangan.
d. Pendidikan
Dalam pendidikan pola makan iala salah satu pengetahuan, yang dipelajari dengan
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan penentuan kebutuhan gizi.
e. Lingkungan
Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh terhadap pembentuk perilaku
makan berupa lingkungan keluarga melalui adanya promosi, media elektroni, dan
media cetak.
f. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ialah suatu cara seseorang yang mempunyai keterbiasaan makan
dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi dan jenis makanan yang dimakan.
Menurut Mukkudem dkk, (2014) mengatakan bahwa suatu penduduk mempunyai
kebiasaan makan dalam tiga kali sehari adalah kebiasaan makan dalam setiap
waktu.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi
Kebutuhan gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada angka kecukupan gizi
yang di anjurkan (AKG).Yang berdasarkan umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan

41
kondisi tempat tinggal seperti yang disebutkan.Faktor yang mempengaruhi gizi
remajaKemampuan keluarga untuk membeli makanan atau mengetahuan tentang
zat gizi. Dalam mengkonsumsi makanan perlu mepertimbangkan kadar lemak
kurang dari 30% dantinggi kalsium(Rianti, 2014).
Faktor penyebab masalah gizi remaja Kebiasaan makan yang burukdapat terjadi
pada usia remaja karena keterbiasaan makan pada keluarga atau teman
sebaya.Pemahaman gizi yang keliru tubuh yang langsing sering menjadi idaman
para remaja terutama pada wanita remaja hal yang sering menjadi penyebab
masalah karena tubuh menerapkan pembatasan makanan secara keliru kesukaan
yang berlebihan makanan menyebabkan kebutuhan gizi tidak terpenuhi (Dea,
2014).Pola makan yang baik dapat mengandung sumber makanan zat pembangun
zat pengatur dan zat energi karena semua zat gizi diperoleh untuk pemeliharaan
dan pertumbuhan serta priduktifitasi dan perkembangan otak.Serta dengan jumlah
yang cukup sesuai dengan kebutuhan pola makan seimbang untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi kesehatan yang optimal (Kevin, 2015) yaitu umur,
aktifitas, jenis kelamin, dan daerah tempat tinggal.
1) Pola Makan Seimbang
Pola makan seimbang adalah suatu cara pengaturan jumlah dan jenis makan
dalam bentuk susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi yang
terdiri dari enam zat yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan
air. dan keaneka ragam makanan. Konsumsi pola makan seimbang merupakan
susunan jumlah makanan yang dikonsumsi dengan mengandung gizi seimbang
dalam tubuh dan mengandung dua zat ialah: zat pembagun dan zat pengatur.
Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Makanan.Pola konsumsi
makandapat dipengaruhi oleh beberapa faktoe-faktor yang terdiri dari:
(Santoso, 2014).
a) Faktor yang berhubungan dengan persediaan bahan makanan termasuk
faktor geografi, kesuburan tanah berkaitan dengan produksi bahan
makanan, daya perairan, kemajuan teknologi, transportasi, distribusi dan
persediaan pangan di suatu daerah.

42
b) Faktor sosial ekonomi dan kebiasaan yang berhubungan dengan konsumen
yang memegang peranan penting dalam pola konsumsi penduduk.
c) Bantuan atau subsidi terhadap bahan-bahan tertentu
d) Makan seimbang ialah makanan yang memiliki banyak kandungan gizi
dan asupan gizi yang terdapat pada makanan pokok, lauk hewani dan lauk
nabati, sayur, dan buah.
e) Jumlah dan jenis makanan sehari-hari ialah cara makan seseorang individu
atau sekelompok orang dengan mengkonsumsi makanan yang
mengandung karbohidrat, protein, sayuran,dan buah frekuensi tiga kali
sehari dengan makan selingan pagi dan siang.Dengan mencapai gizi tubuh
yang cukup dan pola makan yang berlebihan dapat mengakibatkan
kegemukan atau obesitas pada tubuh.
f) Menu seimbang adalah makanan yang beraneka ragam yang memenuhi
kebutuhan zat gizi dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS).
(Depkes RI, 2006). Dalam bentuk penyajian makanan dan bentuk
hidangan makanan yang disajikan seprti hidangan pagi, hidangan siang,
dan hidangan malam dan menganung zat pembangun dan pengatur.
Bahan makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan
nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan dari hewani
adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan seperti keju. Zat
pembangun berperan untuk perkembangan kualitas tingkat kecerdasan
seseorang.Bahan makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur dan
buah banyak mengandung vitamin dan mineral yang berperan untuk
melancarkan fungsi organ tubuh (Pratama, 2017).
2) Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan adalah susunan makanan yang merupakan suatu kebiasaan
yang dimakan seseorang dalam jenis dan jumlah bahan makanan setiap orang
dalam hari yang dikonsumsi atau dimakan dengan jangka waktu tertentu
Pengukuran Konsumsi Makanan Survey konsumsi makanan merupakan
metode yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi perorangan atau
kelompok.Tujuan survey konsumsi makanan adalah untuk pengukuran jumlah

43
makanan yang dikonsumsi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan
perorangan, sehingga diketahui kebiasaan makan dan dapat dinilai kecukupan
makanan yang dikonsumsi seseorang (Istianti, 2013).
a. Kebiasaan Makan
Istilah kebiasaan makan juga menunjukkan terhadap makan dan makanan
yang dipengaruhi oleh pengetahuan, dan perasaan serta persepsi.Saniarto,
(2014) menyatakan bahwa kebiasaan makan individu keluarga dan
masyarakat dipengaruhi oleh Faktor perilaku cara berpikir berperasaan,
perpandangan tentang makanan, dan kebiasaan makan juga berpengaruh
dua faktor yang terdiri dari Faktor lingkungan sosial, segi kependudukan
dengan susunan tingkat dan sifat lingkungan ekonomi, kondisi tanah,
iklim, lingkungan biologi, sistem usaha tani, sistem pasar dan Faktor
kesediaan bahan pangan, dipengaruhi oleh kondisi yang bersifat hasil
karya manusia, seperti sistem pertanian (perdagangan), prasarana dan
sarana kehidupan (jalan raya, dan lain-lain).
Kebiasaan makan ialah seseorang atau suatu kebiasaan individu dalam
keluarga maupun dimasyarakat yang mempunyai cara makan dalam
bentuk jenis makan, jumlah nakan dan frekuensi makan meliputu:
karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayur,dan buah yang dikonsumsi
setiap hari (Litbangkes, 2014).
Kebiasaan sarapan pagi merupakan salah satu dasar dalam Pedoman
Umum Gizi Seimbang (PUGS). Bahwa kebiasaan sarapan pagi suatu cara
makan seseorang individu atau sekelompok masyarakat yang baik karena
sarapan pagi dapat menambah energi yang cukup dan beraktifitas untuk
meningkatkan produktifitas (Depkes RI, 2008).
b. Makanan Sehat
Makanan sehat adalah suatu makanan yang seimbang dengan beraneka
ragamdengan mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dalam
jumlahyang cukup energi makan sehat dapat mengkonsumsi makanan
dengan gizi seimbang berbagai jenis makanan yang mengandung banyak
jumlah kalori (Robert, 2016).

44
Hubungan makanan dan kesehatan ialah salah satu jenis makanan yang
banyak mengandung zat yang dibutuhkan olehtubuh makanan merupakan
suatu kebutuhan yang utama di indonesia yang dikonsumsi sebagai
makanan pokok mengandung zat gizi diantara lain; lemak.
Protein.mineral.vitamin.dan air. Pola konsumsi pangan merupakan
susunan makananjenis dan jumlah makanan setiap satu orang atau per hari
yang dikonsumsikan dalam waktu tertentu yang dikelompokkan meliputi
padi-padian beras, jangung,dan terigu (Atmarita,2014).
2.6. Pelayanan Kesehatan Remaja
Pelayanan kesehatan remaja melalui program Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR) yang ada di Puskesmas berperan penting terhadap
penurunan kasus gizi diwilayah kerjanya.Berikut ini karakteristik PKPR
merujuk WHO (2003) yang menyebutkan agar Adolescent Friendly Health
Services (AFHS) dapat terakses kepada semua golongan remaja, layak,
dapatditerima, komprehensif, efektif dan efisien, memerlukan:
1. Kebijakan yang peduli remaja.
Kebijakan peduli remaja ini bertujuan untuk memenuhi hak remaja sesuai
kesepakatan internasional, mengakomodasi segmen populasi remaja yang
beragam, termasuk kelompok yang rapuh dan rawa, tidak membatasi
pelayanan karena kecacatan, etnik, rentang usia dan status, memberikan
perhatian pada keadilan dan kesetaraan gender dalam menyediakan
pelayanan, menjamin privasi dan kerahasiaan.Mempromosikan kemandirian
remaja, tidak mensyaratkan persetujuan orang tua, dan memberikan
kebebasan berkunjung, menjamin biaya yang terjangkau/gratis. Perlu
kebijakan pemerintah daerah misalnya pembebasan biaya untuk kunjungan
remaja.
2. Prosedur pelayanan yang peduli remaja yaitu pendaftaran dan
pengambilan kartu yang mudah dan dijamin kerahasiaannya.Waktu
tunggu yang pendek.Dapat berkunjung sewaktu-waktu dengan atau tanpa
perjanjian terlebih dahulu. Bila petugas PKPR masih merangkap tugas
lain, berkunjung dengan perjanjian akan lebih baik, mencegah

45
kekecewaan remaja yang datang tanpa bisa bertemu dengan petugasyang
dikehendaki.
Berdasarkan hasil evaluasi program kesehatan remaja di New Delhi (2009)
bahwa persentase klien yang mengatakan bahwa klinik yang dapat diakses
dengan mudah lebih tinggi, waktu menunggu untuk melihat petugas
kesehatan di klinik itu lebih rendah,kerahasiaan yang terjaga serta
lingkungan dan kerahamahan pasien mempengaruhi tingkat kepuasan,
faktor-faktor tersebut berpengaruh pada tinggi tingkat kepuasan pasien
dalam mendapatkan pelayanan kesehatan remaja (Tejayati, 2014).
3. Petugas khusus yang peduli remaja.
a. Mempunyai perhatian dan peduli, baik budi dan penuh pengertian,
bersahabat, memiliki kompetensi teknis dalam memberikan pelayanan
khusus kepada remaja, mempunyai keterampilan komunikasai
interpersonal dan konseling.Termotivasi bekerja-sama dengan remaja.
b. Tidak menghakimi, merendahkan, tidak bersikap dan berkomentar tidak
menyenangkan.Dapat dipercaya, dapat menjaga kerahasiaan.
c. Mampu dan mau mengorbankan waktu sesuai kebutuhan.Dapat ditemui
pada kunjungan ulang.Menunjukkan sikap menghargai kepada semua
remaja dan tidak membedakannya.
d. Memberikan informasi dan dukungan cukup hingga remaja dapat
memutuskan pilihan tepat untuk mengatasi masalahnya atau memenuhi
kebutuhannya.Petugas pendukung yang peduli remaja.
4. Bagi petugas lain yang berhubungan pula dengan remaja, misalnya petugas
loket, laboratorium dan unit pelayanan lain juga perlu menunjukkan sikap
menghargai kepada semua remaja dan tidak membedakannya
5. Fasilitas kesehatan yang peduli remaja yaitu lingkungan yang aman.
6. Tidak adanya stigma. Pemberian informasi kepada semua pihak akan
meniadakan stigma misalnya tentang kedatangan remaja ke puskesmas yang
semula dianggap pasti mempunyai masalah seksual atau penyalahgunaan
NAPZA dan masalah gizi seperti stunting.

46
7. Tersedia materi KIE. Materi KIE perlu disediakan baik di ruang tunggu
maupun di ruang konseling. Perlu disediakan leaflet yang boleh dibawa
pulang tentang berbagai tips atau informasi kesehatan remaja. Hal ini selain
berguna untuk memberikan pengetahuanmelalui bahan bacaan juga
merupakan promosi tentang adanya PKPR kepada sebayanya yang ikut
membaca brosur tersebut.
Menurut hasil penelitian di India tahun 2015 bahwa dalam memberikan
pelayanan kesehatan remaja sangat penting mengutamakan kerahasiaan,
privasi dan ruang tunggu yang tidak sesuai sebagaimana mestinya untuk
membuat layanan yang ramah. Jika kerahasiaan dan privasi tidak terjamin
maka remaja akan ragu untuk memanfaatkan layanan. Kriteria utama untuk
fungsi efektif dari klinik PKRR adalah untuk memisahkan dari pelayanan
kesehatan umum dengan pelayanan kesehatan remaja untuk menjaga privasi
remaja (Dea. 2015).
8. Partisipasi/keterlibatan remaja.
a. Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara
mendapatkan pelayanan, kemudian memanfaatkan dan mendukung
pelaksanaannya serta menyebar luaskan keberadaannya.
b. Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian pelayanan.
9. Keterlibatan masyarakat
10. Strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di Puskesmas.
Mempertimbangkan berbagai keterbatasan Puskesmas dalam menghadapi
hambatan untuk dapat memenuhi elemen karakteristik tersebut diatas, maka
perlu digunakan strategi demi keberhasilan dalam pengembangan PKPR di
puskesmas, sebagai berikut: Penggalangan kemitraan, dengan membangun
kerjasama atau jejaring kerja.Meskipun keempat aspek upaya kesehatan
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) menjadi tugas keseharian
Puskesmas, namun melihat kompleks dan luasnya masalah kesehatan remaja,
kemitraan merupakan suatu hal yang esensial khususnya untuk upaya promotif
dan preventif. Penggalangan kemitraan didahului dengan advokasi kebijakan

47
publik, sehingga adanya PKPR di puskesmas dapat pula dipromosikan oleh
pihak lain, dan selanjutnya dikenal dan didukung oleh masyarakat. Selain itu,
kegiatan di luar gedung, yang menjadi bagian dari kegiatan PKPR, amat
memerlukan kemitraan dengan pihak di luar kesehatan.Kegiatan berupa KIE,
serta Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) dan life Skills Education
(LSE) seperti ceramah, diskusi, role play, seperti halnya konseling, dapat
dilakukan oleh petugas terlatih di luar sektor kesehatan dan LSM.
Mendidik kader kesehatan sekolah (Pendidik/Konselor sebaya), serta
pengenalan PKHS melalui UKS di sekolah yang belum terpapar PKHS.
Kegiatan-kegiatan ini menyebabkan jangkauan pelayanan PKPR akan
meningkat secara berantai dan berkesinambungan, sesuai sifat kelompok
remaja, yaitu senang menyebarkan informasi berantai dan menggulirkan
keahlian kepada adik kelasnya. Dengan demikian kegiatan yang dipilih
masing-masing Puskesmas dapat amat bervariasi dan dapat menjadi terobosan
untuk meningkatkan PKPR di kemudian hari.Pelayanan rujukan, mnitoring
dan evaluasi, pencatatan dan Pelaporan
3. Media informasi
Komponen strategi penyampaian yang dapat di muati pesan yang akan
disampaikan kepada pembelajar bisa berupa alat, bahan, dan orang. Media
sebagai segala sesuatu yang bisa dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan
pengirim pesan kepada penerima pesan, agar dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa,
sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan efektif serta efesien
sesuai dengan yang diharapkan (Irwandi, 2015)
Alat yang secara fisik dipergunakan untuk menyampaikan isi materi, yang
terdiri antara lain yaitu buku, tape-recorder, kaset, video kamera, video
recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer (Yustina,
2014).
Komunikasi kesehatan mencakup pemanfaatan jasa komunikasi untuk
menyampaikan pesan dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan upaya peningkatan dan pengelolaan kesehatan oleh

48
individu maupun komunitas masyarakat. Selain itu, komunikasi kesehatan
juga meliputi kegiatan menyebarluaskan informasi tentang kesehatan kepada
masyarakat agar tercapai perilaku hidup sehat, menciptakan kesadaran,
mengubah sikap dan memberikan motivasi pada individu untuk mengadopsi
perilaku sehat yang direkomendasikan menjadi tujuan utama komunikasi
kesehatan (Rahmawati, 2018).Yustina (2014) juga melakukan penelitian di
bidang komunikasi kesehatan terkait penyebaran informasi gaya hidup sehat.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Food Combiningsebagai inovasi di
bidang kesehatan memiliki wujud sebagai gagasan yang harus disebarkan
kepada masyarakat. Penyebaran informasi ini dapat dipusatkan pada tiga
aspek, yaitu karakteristik inovasi, saluran/ media informasi, dan rentang
waktu adopsi. Penyebaran informasi tentang Food Combining yang dilakukan
melalui seminar, dalam bentuk komunikasi kelompok, lalu dimuat
dalam artikel di media cetak berupa majalah, surat kabar, merupakan
bentuk komunikasi massa. Penelitian tersebut juga memperlihatkan adanya
peran dari media sebagai saluran penyebaran informasi kesehatan.
Penggunaan media informasi yanglain juga disampaikan
Irwandi(2015).Dalam penelitiannya dinyatakanbahwa penggunaan leaflet,
poster, film, dan power point adalah contoh media yang lazim digunakan
dan diharapkan dapat menarik minat anak-anak usia sekolah dasar sehingga
mampu menumbuhkan perilaku hidup sehat.
Unsur kebaruan yang dimiliki Posyandu Remaja dapat dimanfaatkan sebagai
media sosialisasi mengenai stunting dan cara pencegahannya. Berbeda dengan
Posyandu Balita dan Ibu Hamil yang rata-rata hanya datang, timbang, ukur,
lalu pulang.Posyandu Remaja yang dikemas dalam bentuk pertemuan dan
diskusi dapat lebih dioptimalkan dalam rangka pencegahan stunting. Beberapa
saran yang dapat diterapkan sebagai upaya pencegahan stunting melalui
Posyandu Remaja antara lain sebagai berikut.
1. Memanfaatkan kegemaran remaja pada gadget, Bidan Desa atau kader
Posyandu yang menggawangi Posyandu Remaja dapat membuat grup
whatsapp untuk seluruh anggota. Melalui grup tersebut berbagai informasi,

49
sosialisasi, dan edukasi dapat langsung dibagi secara
berkesinambungan.Termasuk di dalamnya informasi tentang stunting,
pentingnya sanitasi dan akses air bersih, serta keragaman makanan dan gizi
seimbang. Dengan begitu, para remaja tetap mempunyai bahan bacaan yang
positif disela-sela kesibukannya bergadget ria.
2. Melalui Posyandu Remaja, Bidan Desa atau kader Posyandu mengajak para
remaja untuk membuat kreativitas yang berhubungan dengan stunting seperti
membuat poster atau majalah dinding tentang stunting, faktor penyebab, dan
cara pencegahannya. Poster atau majalah dinding hasil karya remaja pada
Posyandu Remaja tentang stunting tersebut kemudian dapat dimanfaatkan
ketika pelaksanaan Posyandu Balita dan Ibu Hamil.Selain pengetahuan
tentang stunting bertambah, para remaja juga sekaligus dapat menyalurkan
kreativitasnya melalui media poster atau majalah dinding. Kemudian, rasa
percaya diri para remaja pun akan bertambah manakala hasil karyanya
diapresiasi pada kegiatan yang lain, yaitu Posyandu Balita dan Ibu Hamil.
Energi-energi positif semacam itu harus terus disuntikkan pada para remaja,
agar mereka memiliki semangat dan harapan yang besar untuk masa depan
(pratama, 2017).
Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (SN-PKPR)
Penentuan standar kinerja dari masing-masing komponen (input, proses, output),
penentuan indikator (termasuk numerator dan denominatornya), pengembangan
supervise checklist (daftar tilik) dalam monitoring/evaluasi dikerjakan oleh
propinsi atau kabupaten, beserta dengan pelaku pelayanan, menggunakan sistem
QA yang berlaku di tempat masing-masing.
Pemerintah telah menentapkan berbagai indikator agar puskesmas
Kabupaten/Kota memiliki Puskesmas yang mampu melaksanakan PKPR.
Pencapaian akses dan pelaksaanaan pelayanan tentu harus diimbangi dengan mutu
pelaksaannya sehingaa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun
2014 mengeluarkan pedoman standar nasional Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR), sebagai acuan bagi penanggung jawab program baik di tingkat
Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota khususnya bagi pengelola program PKPR di

50
puskesmas (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Adanya kebijakan dan sistem
manajemen yang mampu menjamin peningkatan kualitas PKPR (Kementrian
Kesehatan RI, 2014).
Strategi Penanggulangan RemajaStunting
Strategi penanggulangan masalah gizi melalui Program penanggulangan gizi
dapat dibedakan antara program langsung yaitu pemberian makanan tambahan,
vitamin dan mineral. Sedangkan program tidak langsung yaitu peningkatan
pendapatan keluarga, pengendalian harga pangan, peningkatan program
kesehatan. Kedua program ini harus dilaksanakan secara simultan apabila
menginginkan berhasilnya usaha peningkatan status gizi (Depkes RI, 2006).
Beberapa program intervensi gizi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
kurang gizi secara langsung dengan Fortifikasi Pangan. Fortifikasi adalah proses
dimana zat gizi ditambahkan kedalam makanan untuk menjaga atau meningkatkan
kualitas diet suatu kelompok, komunitas atau populasi, contohnya adalah
fortifikasi yodium dalam garam, vitamin A dalam tepung dan mie (Waryana,
2016).Suplementasi zat gizi mikro diperlukan bila terjadi kekurangan zat gizi
mikro merupakan penyebab timbulnya masalah gizi dan kesehatan disebagian
besar wilayah Indonesia.Prevalensi anemia pada remaja keluarga miskin masih
tinggi yaitu 20-30%, disertai asupan vitamin A yang sangat rendah.Kekurangan
vitamin A, yodium, Zn dan zat besi mengakibatkan angka kesakitan, angka
kematian, hambatan pertumbuhan, kerusakan sel otak dan rendahnya tingkat
intelegensi dan kinerja pada anak-anak maupun dewasa.Untuk mengatasi hal ini
perlu dilakukan suplemenat gizi mikro seperti vitamin dan mineral, contohnya
pemberian kapsul vitamin A untuk balita, pemberian Fe untuk bumil, pemberian
kapsul yodium untuk wanita usia subur (WUS), anak sekolah (Kemenkes, 2016).
Usaha secara tidak langsung untuk penanggulangan masalah gizi dapat dilakukan
beberapa hal, seperti peningkatan program kesehatan, salah satu program
kesehatan adalah pendidikan gizi. Pendidikan gizi merupakan suatu usaha
mengarahkan beberapa sistem komunikasi yang mengajari masyarakat untuk
menggunakan sumber-sumber makanan yang lebih baik (Pratama, 2017).

51
Peningkatan pendapatan keluarga sangat mempengaruhi kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi makanan dalam keluarga dan penganekaragaman
sumber bahan makanan. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pendapatan keluarga adalah membuka kesempatan kerja yang bisa menghasilkan
uang oleh pemerintah ataupun pihak swasta (Balitbangkes, 2014).Pengendalian
harga pangan merupakan kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan
sangat dipengaruhi oleh harga bahan makanan di pasaran. Pada saat ini harga
kebutuhan pokok terus bergejolak sehingga pemerintah harus melakukan
intervensi pasar untuk menekan harga. Ini bisa dilakukan melalui pengendalian
terarah dengan cara melakukan subsidi pangan yang harus ditingkatkan agar
bahan pangan terjangkau oleh daya beli masyarakat sehingga rakyat miskin dan
petani bisa memenuhi kebutuhan pokok (Mitra, 2015).
Menurut Depkes RI (2015), upaya penanggulangan gizi tersebut dilaksanakan
dalam bentuk pelayanan langsung terhadap kelompok sasaran dan pelayanan
langsung di masyarakat.Pelayanan langsung pada kelompok sasaran dalam bentuk
pelayanan gizi di Puskesmas dan sekolah. Sedang pelayanan tidak langsung
dimasyarakat dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan gizi masyarakat, fortifikasi
bahanmakanan dengan vitamin A atau zat iodium, serta pemanfaatan
tanamanperkarangan. Kegiatan pelayananan langsung dan tidak langsung untuk
menanggulangi masalah gizi dilaksanakan dengan memantapkan Usaha Perbaikan
Gizi Keluarga (UPGK) dalam bentuk pelayanan langsung di Posyandu dan di luar
Posyandu. (Depkes RI, 2002)
Menurut Kemenkes, (2015), strategi utama dalam penanggulangan masalah gizi
terdiri dari penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat,
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas,
meningkatkan system surveilans, monitoring dan informasi kesehatan serta
meningkatkan pembiayaan kesehatan. Untuk menjalankan strategi tersebut
dilaksanakan dengan menjunjung tinggi nila-nilai dasar yaitu berpihak pada
rakyat, bertindak cepat dan tepat, kerjasama tim, integritas yang tinggi,
transparansi dan akuntabilitas. Tiga sasaran yang hendak dicapai dalam
menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat yaitu seluruh

52
desa menjadi desa siaga, seluruh keluarga memperaktekkan perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dan seluruh keluarga sadar gizi (KADARZI) penerapan hal ini
merupakan suatu yang terkait satu dengan yang lain. Keluarga sadar gizi
merupakan awal terbentuknya perilaku hidup bersih dan sehat akan membawa
desa menjadi desa siaga, dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Desa (PKMD).
Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi gizi buruk adalah dengan
Pemberian makanan Tambahan untuk Anak Sekolah (PMT-AS).PMT-AS
bertujuan memulihkan keadaan gizi anak sekolah melalui pemberian makanan
dengan kandungan gizi yang terukur sehingga kebutuhan gizi anak sekolah
terpenuhi.Sasaran PMT-AS adalah seluruhanak sekolah di sekolah sebagai
pengenalan jajanan sehat, gizi seimbang, pembiasaan sarapan, dan PHBS
(Kemnekes, 2016).
Tinggi badan remaja, cikal bakal mrnjadi ibu adalah capaian pertumbuhan ibu
yang juga menggambarkan riwayat status gizi dan ekonomi ibu di masa lalu.
Potensi pertumbuhan ibu dapat diterima oleh anak. Stunting merupakan
kondisi kegagalan pertumbuhan linier yang melibatkan fenotip ibu
sebagai penanggung jawab “cetakan” kapasitas pertumbuhan anak sejak
konsepsi dan selama dalam kandungan. Sehingga ada kecenderungan bahwa ibu
pendek (<150,1 cm) akan melahirkan anak pendek (Kemenkes, 2016).

53
B. Kerangka Teori
Secara lebih jelas variabel-variabel yang berhubungan dengan stunting adalah
sebagai berikut:
Stunting
DAMPAK
Pertumbuhan
Dan Pertumbuhan
Status Dan
Perkembangan
Gizi Ibu Perkembangan
Janin
(Shrimptom and Anak(Shrimpto
(Unicef) Penyebab
Kachondham) m and
Kachondham) Temporal

Konsumsi
Makanan Status Infeksi
(Bank Dunia) (Unicef) Penyebab
langsung
Pola Pemberian
ASI, MPASI, Pola
Ketersediaan Dan Asuh , Psikososial, Pelayanan
Pola Konsumsi Penyediaan Kesehatan Dan
Rumah Tangga MPASI, Kesehatan
(UNICEF, Bank Kebersihan Dan Lingkungan Penyebab
Dunia (UNICEF, Bank Dunia
Sanitasi dan Shrimptom and Tidak
dan Shrimptom and (UNICEF, Bank Kachondham) langsung
Kachondham) Dunia, Shrimptom
and Kachondham)

Daya Beli, Akses Pangan, Akses Informasi, Akses Pelayanan


(UNICEF, Bank Dunia dan Shrimptom and Kachondham)

Kemiskinan, Ketahanan Pangan Dan Pendidikan Kesehatan, Akar


Kependudukan (UNICEF, Bank Dunia dan Shrimptom and Kachondham) Masalah

Pembangunan Ekonomi, Politik, Sosial Dan Budaya


(UNICEF, Bank Dunia dan Shrimptom and Kachondham)

Skema 2.4. Status Gizi Kurang


Sumber: Modifikasi UNICEF (1990), Bank Dunia (2007)
dan Shrimptom and Kachondham (1989)
Penyebab Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh konsumsi
makanan yang tidak seimbang, dan infeksi. Zat gizi di dalam makanan yang

54
dikonsumsi tersebut tidak cukup atau tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh
yang seharusnya, sehingga mempengaruhi daya tahan tubuh menjadi lemah,
dengan keadaan tersebut akan memudahkan munculnya penyakit yang dapat
disebabkan oleh perilaku individu masyarakat yang tidak mendukung kesehatan
dan keadaan lingkungan serta faktor lain pencetus infeksi (Candra dkk, 2016).
Penyebab tidak langsung masalah utama seperti kurangnya pengetahuan
ibu dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat akibat
beragamnya tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan dan pendapatan
dan pola asuh dari masyarakat dan keluarga dalam penanganan balita. Keluarga
yang tidak mampu dalam mengatasi permasalahan krisis ketahanan pangan,
ketidaktahuan mengenali masalah remaja yang baik, serta tidak mampu untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia yang akan berdampak pada
status gizi remaja yaitu terjadinya stunting. Permasalahan akibat pola asuh dari
orang tua ke anaknya tidak sesuai dan pelayanan kesehatan akan berpengaruh
pada status gizi remaja misalnya keluarga mampu memenuhi kebutuhan akan
bahan makanan namun bahan makanan yang disediakan hanya mengikuti selera
remaja tanpa memperhitungkan zat gizi yang terkandung didalamnya.
Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan yang tidak memadai. Pelayanan
kesehatan seharusnya tidak hanya memberikan promosi saja namun melakukan
tinjauan langsung ke masyarakat untuk melihat kesehatan lingkungan dan
langsung menindak lanjuti jika ada anak yang memiliki ciri-ciri kurang gizi.
Kedua faktor yang langsung dan tidak langsung, mempunyai kaitan yang erat
dengan masalah utama yaitu terhadap terjadi Stunting (Trihono dkk, 2015).

55
C. Kerangka Konsep

Variabel Bebas

Penyebab Langsung

Variabel Terikat
Pola Makan Remaja

Penyebab Tidak Langsung

Dukungan Pelayanan Kesehatan Stunting

Akar Masalah

Pengetahuan Tentang Stunting

Media Informasi

Skema. 2.5. Kerangka konsep penelitian

Faktor risiko yang berhubungan terjadinya stunting pada remaja putri yang terdiri
dari penyebab langsung terjadinya stunting pada remaja putri seperti pola
makan.Penyebab tidak langsung terjadinya stunting yaitu dukungan pelyanan
kesehatan.Akar masalah yaitu pengetahuan tentang stunting dan media informasi.
Jika penyebab langsung, tidak langsung dan akar masalah dalam keadaan baik
atau tidak bermasalah maka stunting tidak akan terjadi. Namun, apabila penyebab
langsung, tidak langsung dan akar masalah dalam keadaan tidak baik, maka status
gizi buruk akan semakin menurun dan akan terjadi stunting (Pratama, 2017).

56
D. Hipotesis
1. Ada pengaruhpola makan remajaterhadap kejadian stunting pada remaja putri
di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan SelatanTahun 2017
2. Ada pengaruhdukunganpelayanan kesehatan terhadap kejadian stunting pada
remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan SelatanTahun 2017
3. Ada pengaruhpengetahuan tentang stunting terhadap kejadian stunting pada
remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan SelatanTahun 2017
4. Ada pengaruhmedia informasi terhadap kejadian stunting pada remaja putri di
Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan SelatanTahun 2017
5. Ada pengaruh pola makan remaja, dukungan pelayanan kesehatan,
pengetahuan tentang stunting dan media informasiterhadap kejadian stunting
pada remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan SelatanTahun 2017

57
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian jenis observasi analitik dengan pendekatan cross sectional.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat Penelitian
Penelitian ini direncanakan di seluruh sekolah SMU yang ada di wilayah
Puskesmas Kota Banjarbaru. Rencana penelitian akan dilakukan pada bulan
Oktober 2018 sampai dengan Februari 2019 mulai dari penentuan judul sampai
pengumpulan tesis.

C. Subjek Penelitian
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri di SMU kelas X dan XI di
seluruh sekolah yang ada di wilayah kerja Puskesmas Guntung Payung, Guntung
Payung, Puskesmas Liang Anggang, Puskesmas Landasan Ulin, Puskesmas
Cempaka, Puskesmas Banjarbaru Utara, Puskesmas Sei Ulin, Puskesmas Sei
Besar dan Puskesmas Banjarbaru Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan Selatan.

Sampel
Rinciannya sebagai berikut :
Data nama sekolah dan populasi murid sekolah

58
Tabel 3.1 Jumlah Populasi Penelitian
No Nama Sekolah Jumlah Populasi
1 MA Nurul Hikmah 52
2 MA Al Falah Putri 237
3 MA Darul Ilmi 127
4 MA Miftahul Aula 40
5 MA Miftahul Khairiyah 52
6 MA Misbahul Munir 102
7 MA Plus Zamzam Djailani 17
8 SMA Bethel Banjarbaru 53
9 SMA Islami Qardhan Hasanah 111
10 SMA Nurul Maad 24
11 SMA PGRI 1 Banjarbaru 127
12 SMA PGRI 2 Banjarbaru 206
13 SMALB N C Pembina 4
14 SMAN 1 Banjarbaru 178
15 SMAN 2 Banjarbaru 190
16 SMAN 3 Banjarbaru 501
17 SMAN 4 Banjarbaru 155
18 SMK Bhakti Bangsa 263
19 SMK Farmasi Borneo 98
20 SMK Komputer Mandiri 49
21 SMK Pertambangan 31
22 SMK Telkom Shandy Putra 465
23 SMK YPK Banjarbaru 93
24 SMKN 1 Banjarbaru 400
25 SMKN 2 Banjarbaru 401
26 SMKN 3 Banjarbaru 210
Total 4186
Sumber : BPS, 2017

Sampel
Kriteria sampel Inklusi (remaja putri kelas X dan XI terdaftar sekolah terkait,
remaja putri bersedia menjadi responden). .
Besarnya sampel pada penelitian ini menggunakan rumus perhitungan sampel
dengan besar sampel untuk proporsi tunggal karena N sudah diketahui,
perhitungan besar sampel dihitung menggunakan rumus menurut Lemeshow,
(1997) dalam Sarinia dkk, (2015) yaitu:

59
𝛼
𝑍 2 1− 𝑝 (1−𝑝)𝑁
2
n= 𝛼
d2 (𝑁−1)+ 𝑍 2 1− 𝑝 (1−𝑝)
2

Keterangan :
n = sampel
N = Jumlah total remaja putri, yaitu 4186 orang
𝛼
𝑍 1 − 2 = Standar deviasi dengan confidence level 95% adalah 1,96

d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan adalah 10% (0,1)


p = Proporsi yang digunakan adalah 50% (0,5).
Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel ditentukan sebagai berikut :

𝛼
𝑍 2 1− 𝑝 (1−𝑝)𝑁
2
n= 𝛼
d2 (𝑁−1)+ 𝑍 2 1− 𝑝 (1−𝑝)
2

= (1,96)2 . 0,5. (1-0,5). 2142


(0,1) . (2142-1) + (1,96)2 . 0,5 . (1-0,5)
2

= 3,84. 0,5. 0,5. 2142


0,01.2141 + 3,84. 0,5. 0,5

= 205632
2238

= 91.88

= 91,88 atau digenapkan menjadi 92 orang.

Untuk menghindari bias dan tidak kembalinya kuesioner maka jumlah sampel
ditambah 10% sehingga jumlah sampel adalah 101 orang. Proses pengambilan
sampel dengan menggunakan teknik Proportionalrandom sampling, yaitu
pengambilan sampel secara acak pada populasi yang heterogen dimana jumlah
unit dalam stratanya tidak sama. Sehingga disini seluruh sekolah harus terwakili
dengan menggunakan sampel dari tiap Puskesmas. Setelah diketahui besarnya
sampel maka dilakukan perhitungan untuk masing-masing sekolah dengan

60
pengambilan secara acak proporsional dengan rumusrandom sampling (Arikunto,
2010) :

n1= xn
Keterangan :
Besar sampel untuk masing-masing Sekolah SMA
n 1 : Besar sampel untuk masing-masing sekolah SMA
N1 : Jumlah Remaja Putri di tiap sekolah SMA
N : Jumlah seluruh populasi Remaja Putri
n : Besar sampel yang ditarik populasi

61
Tabel 3.1 Jumlah Populasi Penelitian
No Nama Sekolah Jumlah Populasi Jumlah Responden Jumlah Populasi

1 MA Nurul Hikmah x 101 2 52


1

2 MA Al Falah Putri x 101 5 237


1
1
3 MA Darul Ilmi x 101 3 127
1
4 MA Miftahul Aula x 101 1 40
1
5 MA Miftahul Khairiyah x 101 2 52
1
1
6 MA Misbahul Munir x 101 3 102
1
MA Plus Zamzam 1
7 x 101 1 17
Djailani 1

8 SMA Bethel Banjarbaru x 101 2 53


1
SMA Islami Qardhan 111
9 x 101 2 111
Hasanah 1

10 SMA Nurul Maad x 101 1 24


1
1
11 SMA PGRI 1 Banjarbaru x 101 3 127
1

12 SMA PGRI 2 Banjarbaru x 101 4 206


1

13 SMALB N C Pembina x 101 1 4


1
1
14 SMAN 1 Banjarbaru x 101 4 178
1
1
15 SMAN 2 Banjarbaru x 101 4 190
1
1
16 SMAN 3 Banjarbaru x 101 12 501
1
1
17 SMAN 4 Banjarbaru x 101 3 155
1

18 SMK Bhakti Bangsa x 101 6 263


1

19 SMK Farmasi Borneo x 101 2 98


1

20 SMK Komputer Mandiri x 101 2 49


1
1
21 SMK Pertambangan x 101 2 31
1
SMK Telkom Shandy
22 x 101 11 465
Putra 1

23 SMK YPK Banjarbaru x 101 2 93


1

24 SMKN 1 Banjarbaru x 101 9 400


1
1
25 SMKN 2 Banjarbaru x 101 9 401
1
1
26 SMKN 3 Banjarbaru x 101 5 210
1
Total 101 4186

62
D. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola makan, dukungan pelayanan
kesehatan, pengetahuan tentang stunting dan media informasi.
Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah terjadinya stunting pada remaja putri.
E. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional pada penelitian ini adalah:

Tabel 3.3 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala


1 Pola Makan Gambaran kebiasaan Data Primer (Food Nominal
Remaja Putri makan pada remaja putri Frequency Checlish)
(Sariarto, 2014) dengan penilaian, yaitu;
1. Pola konsumsi
(Jumlah, frekuensi,
jenis) tidaksesuai
dengan gizi
seimbang
2. Pola konsumsi
(Jumlah, frekuensi,
jenis) sesuai dengan
gizi seimbang
(Litbangkes, 2014)

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala

2 Dukungan Pemantauan Data Sekunder dengan Nominal


pelayanan kesehatan remaja penilaian yaitu;
kesehatan putri melalui kegiatan 1.Tidak Baik jika
PKPR dan UKS di cakupan PKPR dan
sekolah (Kemkes RI,, UKS < 85%
2017). 2. Baik jika cakupan
PKPR dan UKS > 85%
(Kemkes RI, 2017)

63
Definisi
No Variabel Cara Ukur Skala
Operasional
3 Pengetahuan Hasil dari Data Sekunder Nominal
remaja purti penerimaan dengan penilaian
tentang informasi tentang yaitu;
stunting stunting (Kemkes 1.Tidak Baik jika
RI,, 2017). jawaban benar<5
2. Baik jika
jawaban benar >5
(Notoadmojo,
2007)
Definisi
No Variabel Cara Ukur Skala
Operasional
4 Media Alat untuk Data primer dengan Nominal
Informasi mengumpulkan dan kriteria;
mencari informasi 1.Tidak Baik jika
(Ysutina dkk, jawaban benar < 5
2014) 2. Baik jika
jawaban benar >5
(Yustina, 2014)

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala

5 Stunting Suatu kondisi remaja Data primer Ordinal


pada remaja putri dengan tinggi dengan penilaian
putri badan kurang dari yaitu;
normal. Penilaian 1.Stunting jika
melalui pengukuran pengukuran
TB/U dan hasilnya TB/U <-2 SD s/d
disamakan dengan < -3 SD
tabel standar penilaian. 2.Normal jika -2
(Kemkes RI, 2017) SD sampai
dengan 2 SD
(Kemkes RI,
2017)

64
F. Intrumen dan Cara Pengumpulan Data
Instrumen Penelitian
Intrumen penelitian ini menggunakan kuesioner Riset Kesehatan Dasar Tahun
2013, Kuesioner Pemantaun Status Gizi (PSG) dan Monitoring Evaluasi Kegiatan
Pembinaan Gizi dan Kuesioner Survei Kesehatan Nasional 2001 (Surkesnas).
Kuesioner dalam penelitian ini adalah format tertutup yang sudah disediakan
jawabannya sehingga peneliti tinggal mengisi memilih jawaban yang
sesuai.Untuk menyusun kuesioner skala yang digunakan adalah Skala Guttman
dikembangkan oleh GuttmanSkala ini mempunyai ciri penting, yaitu merupakan
skala kumulatif dan mengukur satu dimensi saja dari satu variabel yang multi
dimensi (Arikunto, 2010).
Skala Guttman terdapat beberapa pertanyaan yang diurutkan secara hierarkis
untuk melihat sikap tertentu seseorang. Jika seseorang menyatakan tidak terhadap
pernyataan sikap tertentu dari sederetan pernyataan itu, ia akan menyatakan lebih
dari tidak terhadap pernyataan berikutnya. Jadi skala Guttman ialah skala yang
digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. Misalnya:
Yakin – Tidak Yakin, Ya- Tidak, Benar- Salah ; Positif – Negatif, pernah – Belum
pernah ; Setuju- Tidak Setuju dan lain sebagainya.

Pengumpulan Data
Sumber Data
Data Primer adalah data yang didapatkan dari hasil pelaksanaan penelitian yang
termasuk data primer yaitu data pendapatan keluarga dan data stunting remaja
putri.Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, pada penelitian ini
data sekunder didapatkan dari Kepala Seksi Penyehatan Keluarga Dinas
Kesehatan dan Puskesmas Kota Banjarbaru, Propinsi Kalimantan Selatan, yang
termasuk data sekunder yaitu pola makan remaja putri, dukungan pelayanan
kesehatan, pengetahuan tentang stunting dan media informasi.

65
G. Cara Analisis Data
Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan
diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:
Edit data (data editing). Memeriksa kembali data yang terkumpul baik mengenai
cara pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi dari setiap jawaban yang terdapat
pada kuesioner. Pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responden tidak
ditemukan kesalahan dan proses pengumpulan dilakukan dengan baik.
Mengkode data (data coding).Memberikan kode terhadap setiap jawaban yang
diberikan dengan tujuan untuk memudahkan entry data. Kode untuk dukungan
pelayanan kesehatan dengan penilaian yaitu 1.Baik bila jawaban benar < dari 5 2.
Tidak baikjika jawaban benar > dari 5.
Skoring.Proses penentuan skor atas jawaban responden yang dilakukan dengan
membuat klasifikasi dan katagori yang cocok tergantung pada tanggapan atau
opini responden. Perhitungan skoring dilakukan dengan menggunakan skala
likert. Memasukkan data (data entry).Setelah dilakukan edit data, kemudian
memasukkan daftar pertanyaan yang dilengkapi dengan pengisian kode jawaban
kedalam program SPSS. Membersihkan data (data cleaning).Pembersihan data
dilakukan untuk meyakinkan bahwa data yang akan dianalisis sebenar-benar
merupakan data yang sebenarnya dengan membersihkan data dari data yang salah
(missing). Nilai missing dalam penelitian adalah 0 artinya tidak ada kesalahan
dalam data. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer.
Tahapannya sebagai berikut:
Analisis Deskritptif. Pada penelitian ini data mempunyai jenis dan katagorik,
yaitu umur, dan pendidikan. Analisis Bivariat. Pada penelitian ini jenis variabel
independen dan dependennya bersifat katagorik, sehingga untuk mengetahui
apakah ada pengaruh antar variabel bebas dan variabel terikat, menggunakan
analisis uji regresi logistik.Uji regresi logistik adalah sebuah model prediksi atau
peramalan yang sangat berguna apabila skala data variabel terikat adalah nominal
dikotomi.Dikotomi artinya hanya ada dua kategori. Misal: ya dan tidak.Hal
tersebut tertera pada definisi operasional dengan skala ukur nominal.

66
Analisis Statistik. Proses analisis multivariat dengananalisis korelasi berganda
yang merupakan perluasan dari analisis korelasi sederhana. Dalam analisis
korelasi berganda bertujuan untuk mengetahui bagaimana derajat hubungan antara
beberapa variabel independent dengan variabel dependent secara bersama-sama,
yaitu variabel pola makan remaja putri, dukungan pelayanan kesehatan,
pengetahuan tentang stunting dan media informasi, dengan satu variabel dependen
yaitu terjadinya stunting pada remaja putri, pada waktu yang bersamaan. Hasil
analisis multivariat dapat mengetahui variabel independen mana yang paling besar
pengaruhnya terhadap variabel dependen, bentuk hubungan beberapa variabel
independen dengan variabel dependen apakah berhubungan langsung atau
pengaruh tidak langsung.Uji yang digunakan adalah uji Korelasi berganda adalah
teknik statistik yang digunakan untuk meguji ada/tidaknya hubungan serta arah
hubungan dari dua variabel atau lebih.

H. Etika/Protokol Penelitian
Penelitian ini dilaksannakan dengan memperhatikan masalah etika yang
meliputi lembar Persetujuan (Informed consent).Merupakkan cara persetujuan
antara peneliti dengan informan penelitian dengan memberikan lembar
persetujuan (informed consent). Informed consent tersebut diberikan sebelum
penelitian dilaksanakan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi
informan dan ditandatangani oleh responden. Tanpa Nama (Anonimity).
Anonymity merupakan masalah etika dalam penelitian dengan cara tidak
memberikan nama informan pada laporan penelitian hanya menuliskan kode pada
lembar pengumpulan data. Kerahasiaan (confidentialy).Merupakan masalah etikan
dengan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti.

67
I. Rencana Kerja

Tabel 3.4. Rencana Kerja Penelitian


No Kegiatan 18-Oct 18-Nov Des 18 19-Jan Feb Mart Apr Mei Jun Jul
Penulisan
1
Proposal
Studi
2
Pendahuluan
3 Pra Proposal
Ujian
4
Proposal
5 Penelitian
Pengolahan
6
Hasil
7 Ujian Hasil
Perbaikan
dan
8
penjilidan
tesis
J. Jalannya Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, surat permohonan diberi tembusan kepada
Bagian Penyehatan Keluarga, setelah mendapat persetujuan dari Kepala Dinas
Kesehatan dan Kepala Dinas Pendidikan, kemudian peneliti memberi informasi
kepada responden tentang rencana dan tujuan penelitian melalui lisan maupun
tertulis, dengan tetap memperhatikan aspek kebebasan untuk menentukan apakah
responden bersedia atau tidak dalam mengikuti penelitian ini. Setelah responden
memahaminya, maka responden menandatangani surat persetujuan (informed
concent), sebagai bentuk persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian.

68
DAFTAR PUSTAKA

Aryastami Ni Ketut, dan Ingan Tarigan. (2017) Kajian Kebijakan dan


Penanggulangan Masalah Gizi Stunting di Indonesia.Buletin Penelitian
Kesehatan. 45(4); 233 – 240.
Aramico Basri, Nihan Wati Siketang, Abidah Nur. (2017) Hubungan Asupan
Gizi, Aktivitas Fisik, Menstruasi Dan Anemia Dengan Status Gizi Pada
Siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Simpang Kiri Kota Subulussalam.
SEL Jurnal Penelitian Kesehatan. 4(1);21-30.
Addina RF. (2015) Pengaruh Konseling Modifikasi Gaya Hidup terhadap
Penurunan Asupan Natrium, Tekanan Darah, Kadar C-Reactive Protein
(CRP) pada Remaja dengan Sindrom Metabolik. Ilmu gizi, Universitas
Diponegoro. Semarang.Jurnal Undip 1(2); 1-18.
Azizah Nur Anisa, M Sulchan. (2016) Kadar C-Reactive Protein (Crp) Pada
Remaja Putri Stunted Obesity Di Pedesaan Jepara. Journal Of Nutrition
College. 5(2);71 - 76
Adriana M.,& Bambang W. (2012) Peranan Gizi Dalam Siklus
Kehidupan Kencana. Jakarta.
Arisman. (2008) Buku Ajar Ilmu Gizi Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit buku
kedokteran, EGC. Jakarta.
Arikunto S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Penerbit PT.
Rineka Cipta. Jakarta.
Achamad. (2000) Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I, PenerbitAgung.
Jakarta.
Arlinda S. (2008) Statistika Kedokteran dengan disertai Aplikasi dengan SPSS.
Edisi I, Penerbit Percetakan Medan. Medan.
Azwar S. (2010) Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Penerbit Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Almatsier, S. (2009) Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

69
Atmarita. (2014). The rapid assessment of Student Health and Nurition, Indonesia,
Final Report for The Education Sector Analytical and Capacity
Development Partnership (ACDP). Jakarta.
Baliwati F. (2004) Pengantar Pangan dan Gizi.PenerbitSwadaya. Jakarta.
Benih A. (2014) Sosiologi kesehatan. Penerbit Nuha Medika.Yogyakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI.(2016) Riset Kesehatan Dasar Provinsi Kalimantan Selatan, 2016.
Balitbang Kemenkes RI. (2013)Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Balitbang
Kemenkes RI. Jakarta.
BKKBN. (2011) Kajian Profil penduduk Remaja (10-24 tahun) : Ada apa dengan
remaja. Policy Brief Puslitbang kependudukan-BKKBN. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI. Kementerian
Kesehatan RI. (2013). Analisis Situasi Kesehatan Berbasis Siklus
Kehidupan. Lembaga Penerbitan Balitbangkes.Jakarta.
Balitbangkes.Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. (2013) Riset
Kesehatan Dasar. Balitbangkes RI. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan.(2013). Pokok-pokok Hasil Riset Kesehatan
Dasar. Jakarta.
Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,
Kementerian Kesehatan, Macro International USA. (2013). Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta:
Bappenas.(2014) Rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015-2019
Nasional.Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.(2014). Studi Diet Total
Survei Konsumsi Makanan Individu Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan RI.(2014). Pokok-Pokok Hasil Studi Diet
Total Survei Konsumsi Makanan Individu 2014.

70
Badan Pusat Statistik. (2015) Profil Penduduk Kalimantan Selatan Tahun
2014.BPS, Banjarmasin.
Badan Pusat Statistik. (2016) Profil Penduduk Kalimantan Selatan Tahun
2015.BPS, Banjarmasin.
Badan Pusat Statistik. (2017) Profil Penduduk Kalimantan Selatan Tahun
2016.BPS Banjarmasin.
Badan Pusat Statistik. (2018) Profil Penduduk KotamadyaBanjarbaru Tahun
2017. BPS Banjarbaru.
Budiarto E. (2003) Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Bomela NJ. (2009) Social, Economic, Health and Environmental Determinants Of
Child Nutritional Status in Three Central Asia Republics. Journal Public
Health Nutrition. 12(10);187-190.
Chandra Dewi, I.A. & Adhi, K. (2016) Pengaruh Konsumsi Protein dan Seng
Serta Riwayat Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak
Balita Umur 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida III.
arc.com health,journal. 3(1);36 - 46.
Dea, Apoina (2014). Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada
Remaja Putri, Journal of nutrition collage, 3(2), 33-39.
Dyastuti Puspitasari. (2015) Identifikasi Kualitas Konsumsi Pangan Remaja
Stunting dan Normal Di Sekolah SMP Kecamatan Coimas, Bogor.Jurnal
IPB. 1(1);13-19.
Departemen Kesehatan RI. (2000) Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Indikator
Indonesia Sehat 2010. Depkes RI. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2002)Program Gizi Makro. Depkes RI. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2003) Pedoman Pelayanan Gizi Di Puskesmas
Perawatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2004) Analisis Situasi dan Kesehatan Masyarakat.
Depkes RI. Jakarta.

71
Departemen Kesehatan RI. (2005) Info Pangan dan Gizi Volume XV No.2.
Direktorat Jenderal Binkesmas. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2007) Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat, Buku Panduan Pengelolaan Program Perbaikan Gizi.
Depkes RI. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI.(2009a) Gizi dan Kesehatan Dasar.Departemen Gizi
dan Kesehatan Masyarakat Penerbit Rajawali Press. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2009b) Petunjuk Teknis Pelaksanaan Dana Bantuan
Sosial Program Perbaikan Gizi Masyarakat.Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2010) Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Indonesia Tahun 2010, Depkes RI. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2011) Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Dirjen
Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2012) Kerangka Kebijakan Gerakan Sadar Gizi
Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Depkes RI.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2015) Kesehatan Dalam Kerangka Sustainable
Development Goals (SDGs), Dirjen Bina Gizi Kia, Jakarta.
Dinkes Propinsi Kalimantan Selatan (2016) Profil Kalimantan Selatan dalam
Angka.Dinkes, Banjarmasin.
Dinkes Kota Banjarbaru (2015) Data Pemantauan Status Gizi (PSG) Kabupaten
Kota Banjarbaru, Dinkes Kota Banjarbaru.
Dinkes Kota Banjarbaru (2016) Data Pemantauan Status Gizi (PSG) Kabupaten
Kota Banjarbaru, Dinkes Kota Banjarbaru.
Dinkes Kota Banjarbaru (2017) Data Pemantauan Status Gizi (PSG) Kabupaten
Kota Banjarbaru, Dinkes Kota Banjarbaru.
Dinkes Kota Banjarbaru (2017) Profil Kesehatan Kota Banjarbaru, Dinkes Kota
Banjarbaru.

72
Djumadias A. (1990) Aplikasi antropometri sebagai alat ukur status gizi. Penerbit
Percetakan. Bogor.
Dahlan S. (2009) Statistik untuk Kedokteran Kesehatan. Penerbit Salemba
Medika. Jakarta.
Efendi Rusman, Rosihan Anwar, Sanariawan. (2014) Hubungan Antara Tingkat
Konsumsi Energi Protein Dan Daya Beli Makanan Dan Status Gizi Pada
Remaja Di SMP Negeri 2 Banjarbaru.Jurkessia. 4(3);45-49.
Effendi. (2006) Penyakit dan Penanggulangannya. PenerbitPT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Gibney M.J. (2009) Gizi Kesehatan Masyarakat.Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hardinsyah. (2007) Gizi Terapan. Penerbit Pusat Antara Universitas Pangan Dan
Gizi. Bogor.
Hastono SP. (2007) Health Program Planning: An A Educational And Ecological
Approach. Fourth Edition. McGraw-Hill. New York.
Hidayat AA. (2005) Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba Medika.
Jakarta.
Irawadi, Buyung. (2015) Media Informasi Kesehatan Bagi Masyarakat
Menengah Berbasis Sms Gateway. Jurnal Informatika. 9(1); 20-26..
IDAI.(2013) Nutrisi Pada Remaja. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.
Ibrahim H, Sihkabuden, Suprijanta, Kustiawan U.(2001). Psikologi
Perkembangan. PenerbitErlangga. Jakarta.
John. Hoddinott. (2010) Chapter Five The Economic Cost of Malnutrition.
Poverty Health and Nutrition Division, International Food Policy Research
Institute (IFPRI) Washington DC. USA.
Istianti AR, Rusilawati.(2013) Gizi Terapan. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya
Offshet. Bandung.
Kementerian Kesehatan RI. (2010) Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat
2010-2014. Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pokok-pokok Hasil Riskesdas Indonesia 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

73
Kementerian Kesejahteraan Rakyat RI, Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional. (2013). Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi dalam Rangka Seribu Hari
Kementerian Kesehatan RI. (2013) Hasil riset kesehatan dasar (Riskesda) tahun
2013.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Kemenkes.(2015)Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja.Penerbit Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Kemenkes.(2016)Pusat Data Dan InformasiSituasi Kesehatan Reproduksi
Remaja.Penerbit Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016) Profil Kesehatan Indonesia
2015. Kemenkes RI. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI (2016) Info Pusat Data Informasi. Pusdatin, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (2017) Buku Saku PSG. Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta.
Kementerin Kesehatan RI. (2018) Cegah Stunting Itu Penting. Penerbit
Kemenkes. Jakarta.
Krisnansari D. (2010). Nutrisi Dan Gizi Buruk. Journal Mandala of Health.
4(1);60-68.
Khumaidi. (1994) Badan Pengajaran Gizi Masyarakat, Departemen Pendidikan
Kebudayaan, Dirjen Dikti, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
PenerbitIPB. Bogor.
Kristina Reinhard, Jessica Fanzo. (2014) Addressing chronic malnutrition through
multi-sectoral, sustainable approaches: a review of the causes and
consequences. Frontiers in Nutrition Journal. 15;13(1):1-11.
Khoeroh Himatul, Dyah Indriyanti. (2017) Evaluasi Penatalaksanaan Gizi Balita
Stunting DiWilayah Kerja Puskesmas Sirampog.Unnes Journal of Public
Health 6 (3);190-195.
Lameshow S,& David WH (1997) Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan
(terjemahan). Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

74
Laddunuri M. (2013) Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI Kepmenkes, 2003.
Keputusan Menetri Kesehatan RI No. 1457/Menkes/Sk/X/2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
Kepmenkes. Jakarta.
Luthviatin. (2012) Dasar-dasar promosi kesehatan & ilmu perilaku. Penerbit
University Press. Jember.
Majid Makhrajani, Suherna, Haniarti. (2018) Perbedaan Tingkat Pengetahuan
Gizi, Body Image, Asupan Energi Dan Status Gizi Pada Mahasiswa Gizi
Dan Non Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Parepare. Jurnal Ilmiah Manusia dan Kesehatan 1(1);14-33. pISSN 2614-
5073, eISSN 2614-3151
Mickael B. Hoelman. (2015) Panduan SDGs Untuk Pemerintah Daerah (Kota
Dan Kabupaten) Dan Pemangku Kepentingan Daerah. INFID
(International NGO Forum On Indonesia Developmen). Penerbit Program
Officer SDGs–INFID. Jakarta.
Michael J. Gibney. (2009) Gizi Kesehatan Masyarakat. PenerbitEGC. Jakarta.
Mitra.(2015) Stunting Problems and Interventions to Prevent Stunting (A
Literature Review).Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 6;254- 261.
Millenium Challenge Account-Indonesia.(2014) 1000 HPK Stunting Dan masa
Depan Indonesia.Penerbit MCA Indonesia. Jakarta.
Mukuddem-Petersen, H Salome Kruger. (2014) Association between stunting and
overweight among 10–15-y-old children in the North West Province of
South Africa: the THUSA BANA Study. International Journal of
Obesity.1;(28):842-851.
Mubarak. (2007) Promosi kesehatan: Sebuah pengantar proses belajar mengajar
dalam pendidikan. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.
Muhammad. (2006) Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi. Penerbit
Salemba Medika. Jakarta.
Moehji S. (2003) Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk.Penerbit PT Bhratara
Niaga Media. Jakarta.

75
Morissan. (2013) Teori Komunikasi Individual Hingga Massa. Penerbit Kencana.
Jakarta.
Moeloek NF (2015)Penguatan sistem pembiayaan kesehatan menuju universal
health coverage. Keynote speech MenteriKesehatan pada Kongres ke-2
InaHEA, Jakarta.
More, Judi. (2014) Gizi Bayi, Anak Dan Remaja. Penerbit.PT. Pustaka Pelajar.
Jogjakarta.
Mokoginta Farah S, Fona Budiarso, Aaltje E. Manampiring. (2016)Gambaran
pola asupan makanan pada remaja di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara.Jurnal e-Biomedik (eBm), 4(2); 1-9.
Mulyantoro, DK. (2013) Tinggi Badan Usia Dewasa Dan Risiko Penyakit
Diabetes Mellitus, Disertasi FKM UI.
Nachrowi & Usman. (2002) Analisis Regresi Logistic Dengan Aplikasi SPSS.
Penerbit Rajawali Pers. Jakarta.
Notoadmodjo S. (2007a) Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo S. (2007b) Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo S. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta.
Puskesmas Kecamatan Banjarbaru. (2017) Data Puskesmas Kecamatan
Banjarbaru Tahun 2016.
Pratama Shavira Putri. (2017) Perbedaan Asupan Lemak Dan Persen Lemak
Tubuh Pada Remaja Putri Stunting Dan Non-Stunting Di Smp Negeri 1
Nguter Kabupaten Sukoharjo.Journal of Nutrition College, 5(2);71 - 76
Pusat Teknologi Kesehatan Masyarakat Badan Litbangkes Kemenkes RI. (2013).
Laporan Akhir Penelitian Studi Kohor tumbuh Kembang Anak dan Faktor
Risiko Penyakit Tidak Menular Tahun 2013. Jakarta: Pusat Teknologi
Kesehatan Masyarakat

76
Rahmawati, immatul Fauziyah, Ikeu Tanziha, Hardinsyah, Dodik Briawan.(2018)
Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Stunting Remaja Akhir.Jurnal
Kesehatan, 1(2); 90-96. E-ISSN 2614-5375.
Riyadi S, Ratnaningsih I. (2012) Tumbang, Cara Praktis Orang Tua untuk
Memantau Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Penerbit Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Ryadinency R. (2012) Asupan gizi makro, penyakit infeksi dan status
pertumbuhan anak di kawasan pembuangan akhir Makassar.Jurnal Media
Gizi Masy Indonesia. 2(1):49–53.
Rinanti, O.S. (2014) Hubungan Asupan Zat Gizi Makro dan Pengetahuan Gizi
Seimbang Dengan Status Gizi Siswa-Siswi di SMP Muhammadiyah 1
Kartasura.Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Surakarta.Jurnal USU. 1(1);23-29)
Robert Stahl. (2016) Starving, Stunted, Obese?.Berkeley Review of Latin America
Studies.USA.
Sari Nia & Ratna Wardani.(2015) Pengolahan dan analisa data statistic dengan
SPSS.CV Budi Utama.Yogyakarta.
Santrock J.W. (2007) Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Penerbit
Kencana. Jakarta.
Shrimpton R. and C. Rokx, (2013) The Double Burden of Malnutrition in
Indonesia, World Bank Jakarta, Report 76192-ID
Sicilia dan Reni MK. (2016) Menilai Status GiziSiswi Kelas X Dan XI Di SMAN.
Kabupaten Sleman. Jogjakarta. Jurnal Media Kesehatan. 5(1);67-74.
Supariasa IDN. (2002) Penilaian Status Gizi. Penerbit EGC. Jakarta.
Soekirman. (2000) Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat.
Penerbit EGC. Jakarta.
Soetjiningsih. (1995) Tumbuh Kembang Anak. Penerbit EGC. Jakarta.
Suharjo. (1986) Pangan Gizi Dan Pertanian. Penerbit UI-Press. Jakarta.
Sulistiyani. (2010) Gizi Masyarakat 1. Penerbit Jember University Press. Jember.
Suhardjo, Clara. M, Kusharto. (2006) Prinsip-prinsip Ilmu Gizi.Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.

77
Supariasa. (2001) Penilaian Status Gizi. Penerbit EGC. Jakarta.
Solihin P. (2000) Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Edisi keempat. Penerbit FKUI.
Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia.(2007) Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak. PenerbitInfomedika. Jakarta.
Supartini Y. (2002) Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Penerbit EGC.
Jakarta.
Serly.(2015) Hubungan Body Image, Asupan Energi dan Aktifitas Fisik dengan
Status Gizi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Angkatan 2014 Jom FK. 2015; 2 (2);11-19.
Soekirman. (2000) Menghadapi Masalah Gizi Ganda Dalam Pembangunan
Jangka Panjang Kedua. Agenda Repelita VI Dalam Risalah Widya Karya
Pangan dan Gizi V. Penerbit.LIPI. Jakarta.
Saniarto, F., & Panunggal, B. (2014) Pola Makan, Status Sosial Ekonomi
Keluarga Dan Prestasi Belajar Pada Anak Stunting Usia 9-12 Tahun Di
Kemijen Semarang Timur. Journal of Nutrition College. 3(1);163-171.
Santoso, B., Sulistiowati, E., Fajarwati, T.,& Pambudi, J. (2014) Study Diet Total:
Survey Konsumsi Makanan Individu Provinsi Jawa Tengah 2014.Lembaga
Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Bakti.Jakarta.
Trihono, Atmarita, dkk. (2015) Pendek (Stunting ) Di Indonesia Masalah Dan
Solusinya.Balitbangkes. Jakarta.
Tejayanti T., dkk (2012). Disparitas Akses dan Kualitas Kajian Determinan
Kematian Maternal di Lima Region Indonesia. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, United Nations Population Fund (UNFPA)
Tejayanti T., dkk (2014). Kajian Layanan Kesehatan Ibu. Jakarta: Lembaga
Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2014
Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik Badan Litbangkes RI
Kementerian Kesehatan RI.(2014). Riset Kesehatan Dasar Indonesia
Tahun 2013. Jakarta: Lembaga Penerbit Balitbangkes.
Tety Rachmawati (2013).Rancangan Teknokratik Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan 2015 – 2019.

78
Thaha R. (2012). Gerakan Nasional Sadar Gizi Menuju Indonesia Prima, 12
Januari 2012.
Tim COD.(2013). Pengembangan Model Pengendalian Masalah Kesehatan
Berbasis Registrasi Kematian dan Penyebab Kematian di 12
Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Pusat
Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.The United Nations of Children’s
Fund. (2013). Improving Child nutrition, The achievable imperatife for
globall progress.
The United Nations of Children’s Fund. (2012). Improving Child nutrition: The
achievable imperatife for globall
progress.imperative_for_global_progress.pdf
The United Nations of Children’s Fund. (2012). Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan
Anak; Available from: www.unicef.org/Indonesia.
Trihono.(2007). Pengaruh Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin Terhadap
Utilisasi Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Disertasi.
Triwinarto, A.(2013) Tinggi Badan Dewasa Dan Risiko Hipertensi (Analisis Data
Riskesdas 2007). Disertasi FKM UI.179
Unicef (2012) Unicef Global Nutrition Database 2012, based on MICS, DHS and
other national surveys, 2007-2011
Unicef Indonesia (2012) Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak. Jakarta
Unicef (2013) Key facts and figures on Nutrition.
Unicef Report (2013) Improving Child Nutrition: The Achievable imperative for
global progress.
UNICEF. (2007) Progress For Children: A World Fit for Children. UNICEF
Division of Communication.New York.
UNICEF. (2011) Adolescence An Age of Opportunity.United Nations Children's
Fund.New York.
UNICEF Indonesia.(2012) Laporan Tahunan, Penerbit UNICEF. Indonesia.
Jakarta.

79
UNICEF, World Health Organization, World Bank. UNICEF-WHO-World Bank:
(2014) Joint Child Malnutrition Estimates: Levels and Trends (July 2015
update, except for India, which is September 2015 update)
UNICEF. (2016) The Sustainable Development Goals Report, New York,
Department of Economic and Social Affairs.
UNICEF.(2017) Laporan Baseline SDG Tentang Anak-Anak Indonesia.Penerbit
UNICEF Indonesia. Jakarta.
Wahab SA. (1997) Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
World Health Organization.(2010) Interpretation Guide Nutrition Landscape
Information System (NLIS) Country Profile Indicators.
World Health Organization.(2007). WHO Reference 2007 for Child and
Adolescent.WHO. Geneva
World Health Organization.(2005) WHO Child Gold Standards.WHO. Geneva.
WHO. (2013)Childhood Stunting: Context, Causes and Consequences dalam
http://www.who.int/nutrition/, di akses 10Oktober 2018.
World Health Organization.(2014) Comprehensive implementation plan on
maternal, infant and young child nutrition. Geneva.
World Health Organization. (2015)Global Health Observatory Data Repository
2015.Availablefromhttp://apps.who.int/gho/data/node.main.A897A?lang=
en (accessed April 20, 2015).
Waryuna.(2016) Gizi Kesehatan Reproduksi. Penerbit Pustaka Rihana. Jogjakarta.
YayukFB. (2004) Pengantar Pangan Dan Gizi. Penerbit Penebar Swadaya.
Jakarta.
Yupi S. (2004) Konsep Dasar Keperawatan Anak. Penerbit EGC. Jakarta.

Yusuf S. (2014) Psikologi Perkembangan Anak & Remaja.PenerbitPT Remaja


Rosdakarya. Bandung.
Yustisa, Putu Fanny, I Ketut Aryana, I Nyoman Gede Suyasa (2014). Efektivitas
Penggunaan Media Cetak dan Media Elektronika dalam Promosi

80
Kesehatan Terhadap Peningkatan PengetahuanDan Perubahan Sikap
Siswa SD. Jurnal Kesehatan Lingkungan.4(1); 16-20.
.

LEMBAR PENJELASAN
PROSEDUR PENELITIAN
Assalamualaikum, Wr, Wb.

81
Perkenalkan saya: Hertati Citra Anggraini, mahasiswa Fakultas Kedokteran
Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan
Reproduksi dan Gizi, Universitas Lambung Mangkurat, saya bermaksud
melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor Risiko Yang Mempengaruhi
Kejadian Stunting Pada Remaja Putri di Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2017“. Tujuan penelitian ini adalah Menganalisis faktor risiko pola
makan remaja putri, dukungan pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang stunting
dan media informasi, dengan kejadian stunting pada remaja putri di Kota
Banjarbaru Propinsi Kalimantan Selatan.Adapun manfaat penelitian ini adalah
menambah pengetahuan bagi masyarakat (keluarga) dan responden agar lebih
memperhatikan kesehatan remaja.
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, dengan observasional analitik
melalui pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja
putri di seluruh sekolah SMA kelas X dan XI di wilayah Puskesmas Kota Banjar
baru. Pada penelitian ini karena jumlah populasi kasus 101remaja putri. Besar
sampel menggunakan rumus perhitungan sampel dengan besar sampel untuk
proporsi tunggal karena N sudah diketahui, menggunakan rumus Lemeshow
(1997). Proses pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Purposive
sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak pada populasi yang heterogen
dimana jumlah unit dalam stratanya tidak sama. Sehingga disini seluruh remaja
putri harus terwakili dengan menggunakan sampel dari tiap sekolah.
Intrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah format
tentang faktor yang berpengaruh antarapola makan remaja putri, dukungan teman
sebaya, dukungan pelayanana kesehatan dan pendapatan orang tua dengan
kejadian Stunting pada remaja putri di Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan
Selataan. Format yang digunakan dibuat berdasarkan modifikasi dari format
Puskesmas, PSG dan Dinas Kesehatan.

Selama penelitian sebagai pihak-pihak terkait (Pimpinan Puskesmas, Guru


sekolah terkait penelitian) diharapkan dapat membantu mengisi format yang akan
dibagikan sesuai dengan keadaan perasaan secara jujur dan apa adanya. Pengisian

82
seluruh format akan membutuhkan waktu 30 menit. Semua catatan yang
berhubungan dengan identitas responden hanya diketahui oleh peneliti. Identitas
dalam penelitian ini nantinya akan disamarkan dalam bentuk angka, bukan nama
sebenarnya dari data individu.

Pihak terkait berhak mengajukan keberatan pada peneliti bila ada hal-hal yang
tidak berkenan. Keikutsertaan pihak terkait dalam penelitian ini didasarkan pada
prinsip sukarela tanpa tekanan atau paksaan dari peneliti. Pihak terkait berhak
menerima reward dari peneliti berupa snack dan gantungan kunci.

Penelitian ini dilakukan semata-mata untuk kepentingan akademik dan tidak


akan berdampak negatif pada anda maupun pihak lain. Setiap jawaban atau
penjelasan yang anda berikan akan dijaga kerahasiaannnya. Jika ada yang belum
jelas, dipersilahkan untuk mengajukan pertanyaan. Saya sebagai peneliti berterima
kasih atau kebaikan pihak-pihak terkait, semoga amal baik dibalas kebaikan oleh
Allah SWT, Aamiin.

Banjarbaru ……………….. 2018

Peneliti

Hertati Citra Anggraini


Universitas Lambung Mangkurat

SURAT PERNYATAAN
PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

83
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama: …………………………………………………………………

Umur: …………………………………………………………………

Alamat: …………………………………………………………………

Puskesmas: …………………………………………………………………

Telah mendengarkan penjelasan secara terperinci dan saya memahami


sepenuhnya tentang penelitian
Judul Penelitian: “Analisis Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian
Stunting Pada Remaja Putri Di Kota Banjarbaru Timur Propinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2017”,
Nama Peneliti: Hertati Citra Anggraini
Jenis Penelitian: Kuantitatif
Dengan ini saya menyatakan (Bersedia/Tidak Bersedia)* mengikuti penelitian
tersebut secara sukarela sebagai responden penelitian. Saya tidak akan menuntut apapun
kepada pihak-pihak yang terlibat langsung dalam penelitian ini.
Demikian surat pernyataan ini saya tanda tangani secara sadar dan tanpa ada
paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

……..………………… 2018
Yang menyatakan

( ………………………………………… )

1.1.Lampiran Kuesioner kejujuran

SKALA L-MMPI

84
Berilah tanda (x) pada kolom jawaban (ya) bila anda setuju dengan pernyataan ini
atau pernyataan ini berlaku bagi anda atau mengenai anda. Sebaliknya berilah
tanda (x) pada kolom jawaban tidak, bila anda tidak setuju dengan pernyataan ini
atau anda merasa bahwa pernyataan ini tidak berlaku atau tidak mengenai anda.

No Pernyataan Ya Tidak
1 Sekali-kali saya berpikir hal yang buruk untuk diutarakan
2 Kadang-kadang saya merasa ingin mengumpat atau mencaci maki
3 Saya tidak selalu mengatakan yang benar
4 Saya tidak membaca setiap tajuk rencana surat kabar
5 Saya kadang-kadang marah
6 Apa yang dapat saya kerjakan hari ini kadang-kadang saya tunda
sampai besok
7 Bila saya tidak enak badan, kadang-kadang saya mudah tersinggung
8 Sopan santun saya dirumah tidak sebaik seperti jika bersama orang lain
9 Bila saya yakin tidak seorangpun yang melihatnya, mungkin sekali-
kali saya akan menyeludup menonton tanpa karcis
10 Saya akan lebih senang menang daripada kalah dalam suatu permainan
11 Saya ingin mengenal orang-orang penting karena dengan demikian
saya menjadi orang penting juga
12 Saya tidak selalu menyukai setiap orang yang saya kenal
13 Kadang kadang saya mempergunjingkan orang lain
14 Saya kadang-kadang memilih orang-orang yang tidak saya kenal dalam
suatu pemilihan
15 Sekali-kali saya ingin tertawa juga mendengarkan lelucon porno

1. Format Stunting Pada Remaja Putri


ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN

85
STUNTINGPADA REMAJA PUTRI DI KOTA BANJARBARU
PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2017
PETUNJUK PENGISIAN :
1. Nama anda serta identitas tidak perlu ditulis.
2. Isilah Format ini dengan sejujur-jujurnya sebab jawaban anda terjamin
kerahasiaanya
3. Jawaban anda tidak mempengaruhi nilai dan nama baik anda, instansi
maupun isntitusi.
4. Jawaban anda hanya akan digunakan untuk kepentingan ilmiah penelitian
saja
No Sampel :
Nama Pewawancara :
Tanggal Wawancara :
Alamat :
(*beri tanda centang yang dianggap benar)
A. IDENTITAS ORANG TUA DAN SISWI
*Coret yang tidak benar/perlu
1. Nomor Responden :
2. Asal Sekolah :
3. Kelas :
4. Umur :
5. Alamat :
6. No. telp/HP :
7. Umur orang tua : ibu : th ayah : th
8. Pendidikan Ayah : SD/SMP/SMA/PT
9. Pendidikan Ibu : SD/SMP/SMA/PT
10. Pekerjaan orang Ayah :Petani/Nelayan/Pedagang/Swasta/PNS/DLL
11. Pekerjaan ibu : IRT/Petani/Pedangang/Swasta/PNS/DLL
12. Jumlah anggota rumah tangga :`………… orang

POLA MAKAN REMAJA PUTRI

(*beri tanda centang (√) yang dianggap benar)

86
Cheklist Pola Makan Remaja Putri
Harian Mingguan
Jumlah
No Jenis Bahan makanan 1X 2X 3X >3X TP 1X 2X 3X >3X
n % n % n % n % n % n % n % n % n % n %
Makanan Pokok
Beras
Roti
Mie
Jagung
Lauk Pauk
Daging
Ayam
Telur
Ikan
Udang
Tahu
Tempe
Sayur
Bayam
Kangkung
Sawi
Kacang Panjang
Buah
Jeruk
Pepaya
Semangka
Mangga
Susu
Susu Bubuk
Kental Manis
Keterangan: Jumlah Perhari (1x, 2x dst)
TP; Tidak PernaH

87
(*beri tanda centang (√) yang dianggap benar)

Frekuensi Makanan Harian


No Frekuansi Makan N %
1 1X
2 2X
3 3X
4 >3X
Jumlah

(*beri tanda centang (√) yang dianggap benar)

KEBIASAAN MAKAN
MAKAN MAKAN MAKAN
No KEBIASAAN MAKAN PAGI SIANG MALAM
n % n % n %
1 YA
2 KADANG
3 TIDAK
JUMLAH

(*beri tanda centang (√) yang dianggap benar)

Jawaban
No Pernyataan
Tidak Ya
DUKUNGAN PELAYANAN KESEHATAN
1 Selama 3 bulan terakhir anda tidak pernah mendapat informasi tentang
PKPR dari tenaga kesehatan di Puskesmas terdekat
2 Selama 3 bulan terakhir anda tidak pernah mendapat informasi tentang
UKS dari tenaga kesehatan di Puskesmas terdekat
3 Selama 3 bulan terakhir anda tidak pernah mendapat informasi tentang
Gizi remaja putri dari tenaga kesehatan di Puskesmas terdekat
4 Selama 3 bulan terakhir anda tidak pernah mendapat informasi tentang
bahaya Stunting pada remaja dari tenaga kesehatan di Puskesmas
terdekat
5 Selama 3 bulan terakhir anda tidak pernah pergi ke Puskesmas terdekat
6 Selama 3 bulan terakhir anda pergi ke Puskesmas terdekat dikarenakan
sedang sakit
7 Selama 3 bulan terakhir anda pergi ke Puskesmas untuk mengunjungi
Klinik Remaja/Klinik PKPR
8 Selama 3 bulan terakhir anda pergi ke UKSdisekolah dikarenakan

88
sedang sakit
9 Selama 3 bulan terakhir anda dan teman-teman di sekolah
mendapatkan pelayanan pemeriksaan kesehatan oleh petugas kesehatan
10 Selama 3 bulan terakhir anda dan teman-teman di sekolah mendapat
tablet tambah darahdari petugas kesehatan
11 Selama 3 bulan terakhir anda dan teman-teman mendapat Pemberian
Makanan tambahan Anak Sekolah (PMT-AS)
12 Selama 3 bulan terakhir Petugas Kesehatan rutin melakukan
pemeriksaan kesehatan disekolah saya
13 Teman-teman disekolah anda ada yang sudah terlatih untuk menjadi
konselor sebaya
14 Pelatihan konselor sebaya dilakukan di sekolah oleh petugas kesehatan
15 Konselor sebaya adalah siswa yang terlatih untuk melakukan konseling
(curhat) bagi teman sebaya di sekolah maupun di luar sekolah.

PENGETAHUAN TENTANG STUNTING


Jawaban
No Pernyataan
Salah Benar
1 Rentang usia remaja adalah 10-19 tahun dan belum menikah, dan
belum mempunyai hak penuh sebagai orang dewasa
2 Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama.
3 Faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting pada remaja yakni
faktor langsung yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi serta faktor
tidak langsung yakni pola asuh, pola makan, pengetahuan tentang gizi,
pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, distribusi makanan, dan
besar keluarga.
4 Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak
berusia dua tahun sampai berumur 18 tahun, dimana anak secara fisik
terlihat lebih pendek daripada anak lain seumurnya
5 Pemantauan Status Gizi untuk mengukur status gizi seseorang dan
mempertahankan status gizinya.
6 Indeks Masa Tubuh (IMT) untuk mengetahui keadaan status gizi
melalui pengukuran dengan menggunakan Rumus IMT (BMI)
= Berat Badan (kg) / Tinggi Badan (meter) x Tinggi Badan (meter)
7 Pedoman pola makan sehat untuk masyarakat secara umum yang sering
digunakan adalah pedoman Empat Sehat Lima Sempurna, Makanan
Triguna, dan pedoman yang paling akhir diperkenalkan adalah 13
Pesan dasar Gizi Seimbang.
8 Memeriksakan diri ke Puskesmas dan UKS bila sedang sakit saja,
9 Sayasuka sekali makan/jajan, dipinggir jalan, dan tidak tau makanan
yang mengandung zat pewarna
10 Dampak dari stunting mengurangi kecerdasan
11 Mencegah stunting dengan makan obat peninggi badan
12 Untuk mencegah stunting dimasa depan, dilakukan peningkatan

89
konsumsi makanan bergizi mulai dari masa dewasa
13 Yang diperlukan tubuh untuk mencegah stunting yaitu dengan
mengkonsumsi sayuran dan buah saja
14 Kegiatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) hanya
pelayanan kesehatan bagi remaja yang sedang sakit
15 Remaja stunting/pendek adalah keadaan yang biasa saja, dan akan
selamanya pendek.

MEDIA INFORMASI
Jawaban
No Pernyataan
Salah Benar
1 Media informasi adalah alat untuk mencari dan mendapatkan
berita/informasi dan alat komunikasi dengan orang lain
2 Media informasi terdiri dari media cetak, elektronik dan media
komunikasi
3 Informasi kesehatan didapatkan melalui penyuluhan saja
4 Telpon genggam merupakan alat elektronik
5 Di Puskesmas media yang digunakan untuk promosi kesehatan hanya
kertas bergambat
6 Media informasi di Puskesmas dan UKS kurang menarik
7 Pendidikan kesehatan juga dilaksanakan di dalam dan diluar sekolah
8 Konseling online digunakan untuk media komunikasi yang tidak
efektif
9 Perubahan pengetahuan, sikap dan persepsi dapat melalui promosi
kesehatan
10 Dampak media informasi yaitu mudah terjadi kesalahan persepsi
11 Promosi pelayanan kesehatan dan kegiatan remaja (gizi remaja) dapat
dilakukan melalui media informasi

TERIMA KASIH

90

Anda mungkin juga menyukai