PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan
perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan
asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah dan kualitas yang lebih banyak,
karena pada umumnya aktivitas fisik yang cukup tinggi dan masih dalam
perubahan belajar. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi
dan penyakit. Anak balita dengan kekurangan gizi dapat mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan spiritual
serta mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Status gizi
merupakan indikator kesehatan yang penting bagi balita karena anak usia di
bawah lima tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan
gizi yang dampak fisiknya diukur secara antropometri dan dikategorikan
berdasarkan standar baku WHO dengan indeks BB/U (Berat Badan/Umur),
TB/U (Tinggi Badan/Umur) dan BB/TB (Berat Badan/Tinggi Badan)1.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2002 melaporkan
bahwa 54% kematian balita di seluruh dunia disebabkan secara langsung
maupun tidak langsung oleh gizi kurang dan gizi buruk. Angka ini belum
banyak berubah pada data WHO tahun 2011, yang melaporkan bahwa 45%
kematian balita di seluruh dunia terkait dengan malnutrisi. Jenis malnutrisi
terbanyak pada balita di Indonesia adalah perawakan pendek (stunted) dan
sangat pendek (severely stunted). Perawakan pendek karena kekurangan gizi
disebut stunting, sedangkan yang disebabkan faktor genetik atau familial
disebut short stature2.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di
bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu
pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan
dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru
nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat
pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau
tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku
WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006. Sedangkan
definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak
balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan
kurang dari -3SD (severely stunted)2,3.
Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami
stunting (Riset Kesehatan Dasar/ Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia,
Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar.
Balita/Baduta (Bayi dibawah usia Dua Tahun) yang mengalami stunting akan
memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih
rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya
tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan
memperlebar ketimpangan3.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan membuat
100 Kabupaten/Kota prioritas untuk stunting, dimana pemilihan
Kabupaten/Kota tersebut berdasarkan indikator yang telah ditetapkan
diantaranya jumlah balita stunting, prevalensi stunting dan tingkat
kemiskinan. Dari 100 Kabupaten/Kota terdapat 1000 desa yang menjadi
prioritas stunting, dimana pemilihan 10 desa di masing-masing
Kabupaten/Kota tersebut berdasarkan indikator yang telah ditetapkan
diantaranya jumlah penduduk desa, jumlah penduduk miskin desa, tingkat
kemiskinan desa dan penderita gizi buruk desa. Provinsi Jawa Tengah yang
masuk kedalam 100 Kabupaten/Kota prioritas diantaranya adalah Banyumas
dan desa yang berada di Kabupaten Banyumas yang terpilih menjadi 1000
desa prioritas stunting adalah Gunungwetan, Karanglewas dan Gentawangi
yang berada di Kecamatan Jatilawang. Di Banyumas pada tahun 2013
kejadian stunting sebesar 33,49% (49.138 jiwa). Kecamatan Jatilawang
mencatat jumlah kejadian stunting pada desember 2018 adalah sebanyak 81
jiwa3.
B. Tujuan
Untuk mengetahui insiden terjadinya stunting pada anak usia di bawah 5 tahun
dengan cara mengenal faktor risiko yang terkait khususnya di Kecamatan
Jatilawang.
C. Manfaat
Bagi Evaluator
Meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya kejadian Stunting pada anak
khususnya di kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas.
Bagi Puskesmas
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko stunting pada anak usia
dibawah 2 tahun
Bagi Masyarakat
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang stunting sehingga
dapat mencegah kejadian stunting pada anak dan menambah pengetahuan
tentang faktor dan dampak stunting pada kehidupan balita ( balita pendek )
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
c. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di Kecamatan Jatilawang pada tahun
2017 yaitu sebesar 1.506,34 jiwa/km2. Desa terpadat adalah Desa
Tinggarjaya sebesar 2.002,79 jiwa/km2, sedangkan Desa
Karanglewas merupakan desa dengan kepadatan penduduk terendah
yaitu 591,44 jiwa/km2.
3. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Agama
Sebagian besar masyarakat Jatilawang adalah pemeluk
agama Islam yaitu sebesar 70.497 orang (99,50%), sedangkan
lainnya adalah pemeluk agama Katolik, Protestan, Budha, dan
Hindu.
Tabel II.2 Jumlah Penduduk menurut Agama di Kecamatan
Jatilawang Tahun 2017
Persentase
No. Agama Jumlah Pemeluk (%)
1 Islam 72.127 99,50%
2 Kristen Protestan 155 0,21%
3 Kristen Katolik 196 0,27%
4 Budha 4 0,005%
5 Hindu 2 0,002%
Sumber: Kecamatan Jatilawang dalam Angka Tahun 2017
1. Strength
a. Wilayah Kecamatan jatilawang yang tidak terlalu luas sehingga dapat
dilakukan pemantauan dengan lebih mudah
b. Kader yang sudah banyak dan tersebar diseluruh desa di kecamatan
Jatilawang, sehingga lebih mudah jika dilakukan penyuluhan maupun
pelatihan.
2. Weakness
a. Gizi ibu-ibu hamil yang relatif masih rendah di kecamatan Jatilawang,
sehingga berdampak pada meningkatnya angka stunting
b. Dari keseluruhan desa di kecamatan Jatilawang, baru 5 desa yang
dinyatakan ODF, sehingga pengaruh lingkungan ini dampak
berdampak pada meningkatnya angka stunting, dikarenakan higienitas
dari tempat balita tumbuh dapat dikatakan kurang dilihat dari angka
desa yang sudah ODF
c. Gizi dari para remaja putri yang tidak terpantau, sehingga persiapan
gizi untuk hamil dan menyusui menjadi relative kurang atau bahkan
tidak terukur, sehingga berdampak pada janin dan bayi yang akan
dilahirkan.
d. Para remaja putri yang menikah dini, menyebabkan kurangnya
kesiapan fisik maupun edukasi bagi para calon ibu dalam hal memiliki
momongan, sehingga perlakuan yang akan diberikan kepada calon
bayinya nanti berasal dari ajaran orang-orang tua jaman dulu yang
belum diketahui manfaat maupun bahayanya.
e. Masih rendahnya pemberian ASI eksklusif 6 bulan kepada bayi baru
lahir, dari data yang ada,di Kecamatan jatilawang baru sekitar 50%
bayi yang sudah mendapat ASI eksklusif
3. Opportunity
a. Sudah terdapat media-media di Puskemas yang dapat mendukung
dalam kegiatan promotif dan preventif, seperti LCD, sound
system,dan aula pertemuan. Sehingga diharapkan kegiatan promotif
dan preventif dapat terlaksana dengan baik.
b. Sudah terdapatnya program-program yang mengharuskan petugas
puskesmas maupun kader untuk turun langsung ke lapangan, sehingga
sudah terjalin hubungan antara puskesmas dengan desa-desa yang
harapannya jika akan dilakukan penyuluhan maupun pelatihan, akan
lebih mudah untuk mengumpulkan target yang diinginkan
c. Sudah terdapatnya bidan-bidan desa di seluruh desa di Jatilawang,
sehingga pemantauan diharapkan akan dapat lebih mendalam, dan
pengawasan akan dapat dilakukan mulai dari pra nikah hingga
memiliki anak, untuk mencegah meningkatnya angka stunting.
d. Program imunisasi anak bawah dua tahun yang sudah berjalan dengan
teratur, sehingga kebutuhan imunisasi para baduta diharapkan
terpenuhi dengan semestinya.
4. Threat
a. Pengetahuan dan kesadaran para ibu muda yang masih kurang,
sehingga memeriksakan kandungannya / ANC hanya sebagai suatu
kewajiban saja, bukan suatu kesadaran diri
b. Paradigma di masyarakat yang mana jika memiliki anak yang kecil
tidak sesuai umurnya/ pertumbuhannya terhambat, menganggapnya
sebagai suatu gen keturunan, sehingga membiarkan saja anaknya,
tidak berkonsultasi ke Puskesmas maupun dokter.
BAB V
PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
B. Prioritas Masalah
Daftar I Jumlah
No T R Prioritas
Masalah P S RI DU SB PB PC IxTxR
1 Terdapatnya
81 anak
yang 5 5 5 1 5 5 1 4 4 61.71 I
mengalami
Stunting
2 Kurangnya
gizi saat
awal
4 4 4 2 5 4 1 5 3 51.42 II
kehamilan
dan saat
hamil
3 Masih
kurangnya
desa yang
sudah ODF 4 4 4 3 4 5 1 3 3 32.14 IV
di
Kecamatan
Jatilawang
4 Kurangnya
pemberian
3 3 4 2 3 5 1 4 4 48 III
ASI
eksklusif
C. Fishbone
D. Plan of Action
No Prioritas Masalah Plan of Action
1 Terdapatnya 81 anak yang Harus dilakukan Surveilans gizi dan
mengalami Stunting pemantauan status gizi balita dan ibu hamil
secara rutin dan real time. Untuk itu perlu ada
tools atau alat bantu untuk mencatat dan
melaporkan gizi berbasis masyarakat.
2 Kurangnya gizi saat awal Penyuluhan tentang gizi seimbang seperti,
kehamilan dan saat hamil pemberian PMT ibu hamil KEK, pemberian
tablet tambahdarah, pemeriksaan kehamilan,
imunisasi TT, pemberian vitamin A pada ibu
nifas.
3 Kurangnya pemberian ASI penyuluhan tentang pentingnya pemberian ASI
eksklusif Eksklusif selama 6 bulan pada ibu hamil dan ibu
nifas serta pemantauan tumbuh dan kembang
anak tiap bulan oleh petugas kesehatan dan kader
desa.
4 Masih kurangnya desa yang sudah Penyuluhan tentang Perilaku hidup bersih dan
ODF di Kecamatan Jatilawang sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap
rumah tangga.
A. Kesimpulan
Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth
faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama
mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Indikator yang digunakan untuk
mengidentifikasi balita stunting adalah berdasarkan indeks Tinggi badan
menurut umur (TB/U) menurut standar WHO child growth standart dengan
kriteria stunting jika nilai z score TB/U<-2 Standard Deviasi (SD).
Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara
pengukuran. Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak
usia di atas 2 tahun. Antropometri merupakan ukuran dari tubuh,
sedangkan antropometri gizi adalah jenis pengukuran dari beberapa bentuk
tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang
digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin
dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi
bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang
cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau
kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja
sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan
pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas
selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi
berupa kapsul vitamin A.
B. Saran
Penanggulangan Masalah gizi harus diprioritaskan pada Ibu Hamil dan anak
BADUTA (Bawah Dua Tahun) karena Baduta adalah Windows Oportunity
untuk masalah pembangunan sumber daya manusia indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Welasasih & Wirjatmadi (2012) Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan
Status Gizi Balita Stunting. The Indonesian Journal of Public Health. 8 (3):
99–104
2. Ikatan Dokter Indonesia (2015) Praktik Pemberian Makan Berbasis Bukti
pada Bayi dan Batita di Indonesia untuk Mencegah Malnutrisi. Jakarta, IDAI
3. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2017) 100
Kabupaten/Kota Prioritas untuk Anak Kerdil (Stunting). Jakarta, Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
4. Unicef Indonesia (2013) Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak, Oktober 2012.
Akses www.unicef.org Tanggal 16 Desember 2013
5. Bloem MW, Pee SD, Hop LT, Khan NC, Laillou A, Minarto, Pfanner RM,
Soekarjo D, Soekirman, Solon JA, Theary C, Wasantwisut E (2013) Key
Strategies to Further Reduce Stunting In Southeast Asia: Lessons From The
ASEAN Countries Workshop. Food and Nutrition Bulletin, 34(2)
6. Scaling Up Nutrition, 2013. Country Progress in scaling Up Nutrition.
Januari 2013 Akses scalingupnutrition.org/resources tanggal 26 Desember
2013
7. Republik Indonesia, 2012. Kerangka Kebijakan Gerakan Sadar Gizi dalam
rangka Seribu Hari Kehidupan (1000 HPK) versi 5 September 2012. Diakses
dari http://www.kgm.bappenas.go.id tanggal 16 Desember 2013.
8. Millenium Challenge Account Indonesia (2016) Stunting dan Masa Depan
Indonesia. Jakarta, MCA
9. WHO (2014) WHO Global Nutrition Targets 2025: Stunting Policy Brief.
Geneva, World Health Organization.
10. Ni Ketut Aryastami & Ingan Tarigan (2017) Kajian Kebijakan dan
Penanggulangan Masalah Gizi Stunting di Indonesia. Buletin Penelitian
Kesehatan, 45(4), 233-240