Disusun oleh :
dr. Aldo Fatejarum
dr. Diptha Renggani Putri
dr. Rani Pratama Putri
dr. Rendika Oktavia Widiastuti
dr. Yogi Nurbaiti
Pendamping :
dr. Elly Tri Yanuarsih
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
evaluasi program, dengan judul “Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada drg. Lidwina Idona, selaku Kepala
UPT Puskesmas Segala Mider dan dr. Elly Tri Yanuarsih, selaku pendamping PIDI
Mider, sehingga makalah evaluasi program ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu. Rasa terima kasih juga penulis ucapkan kepada para tenaga kesehatan yang bertugas,
Penulis menyadari bahwa makalah evaluasi program ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan adanya makalah
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………... v
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….………... vi
DAFTAR BAGAN……………………………………………………………………... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………….. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………………. 4
1.3 TUJUAN………………...……………………………………………... 4
1.4 MANFAAT………….…………………………………………………. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENYAKIT TIDAK MENULAR...……………………..……………. 6
2.1.1 Definisi……………….…………………………………………. 6
2.1.2 Faktor Resiko……...……………………………………………. 6
2.1.3 Jenis-Jenis Penyakit Tidak Menular….…………………………. 9
2.1.4 Indikator dan Program Prioritas…...……………………………. 10
2.1.5 Program Deteksi Dini Faktor Resiko PTM di Pusbindu..………. 11
2.2 HIPERTENSI………………...…………………………..……………. 16
2.2.1 Definisi……………….…………………………………………. 16
2.2.2 Klasifikasi….……...……………………………………………. 17
2.2.3 Gejala……………………………..….…………………………. 17
2.2.4 Patofisiologi…………………...…...………………...…………. 18
2.2.5 Penatalaksanaan………………………………………...………. 19
2.2.6 Komplikasi……………………………………………………… 21
2.2.7 Pencegahan……………………………………………………... 22
2.3 DIABETES MELITUS……………………………………………..…. 23
2.3.1 Definisi……………….…………………………………………. 23
2.3.2 Klasifikasi….……...……………………………………………. 23
2.3.3 Patofisiologi……………………..….………………………..…. 24
2.3.4 Faktor Resiko.………………...…...……………………………. 28
2.3.5 Diagnosis……..………………………………………...………. 29
2.3.6 Penatalaksanaan………………………………………………… 30
2.3.7 Komplikasi……………………………………………………... 39
2.3.8 Pencegahan……………………………………………………... 40
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 KERANGKA KONSEP EVALUASI....…………………………….... 41
3.2 TOLAK UKUR PENILAIAN……………………….………………... 41
3.3 PENGUMPULAN DATA……………………………………………... 42
3.4 ANALISA DATA………………………………………………………. 42
3.5 WAKTU DAN TEMPAT………………………………………………. 46
BAB IV PROFIL PUSKESMAS
4.1 GEOGRAFI…………………………………………………………….. 47
4.1.1 Wilayah Kerja………………………………………………….... 47
4.1.2 Batas-Batas Wilayah…………………………………………….. 48
4.2 SUMBER DAYA PUSKESMAS……………………………………… 48
4.2.1 Tenaga Kesehatan……………………………………………….. 48
4.2.2 Sarana dan Prasarana……………………………………………. 49
4.3 VISI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER………………………..... 50
4.4 MISI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER………………………… 50
4.5 TATA NILAI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER………………. 50
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………... 51
BAB VI PENUTUP
6.1 KESIMPULAN…………………………………………………………. 58
6.2 SARAN………………………………………………………………….. 59
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................viii
iv
DAFTAR GAMBAR
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan dunia dan
Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan karena
penyakit ini merupakan salah satu dari penyebab kematian. PTM juga dikenal sebagai
penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mereka memiliki durasi yang
Pada tahun 2016, sekitar 71% penyebab kematian di dunia adalah PTM yang membunuh
36 juta jiwa per tahun. Sekitar 80% kematian tersebut terjadi di negara berpenghasilan
menengah dan rendah. 73% kematian saat ini disebabkan oleh penyakit tidak menular,
35% diantaranya karena penyakit jantung dan pembuluh darah, 12% oleh penyakit
kanker, 6% oleh penyakit pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan 15% disebabkan
oleh PTM lainnya (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit., 2020).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu penyakit kardiovaskular yang
merupakan PTM. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014 penyakit
kardiovaskular adalah PTM yang banyak terjadi, mempengaruhi kualitas hidup dan
Indonesia. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan
tekanan darah diastolik >90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. Hipertensi sering diberi gelar The
Sillent Killer
karena penyakit ini merupakan pembunuh tersembunyi. Hipertensi juga menjadi
komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal (Perhi, 2019).
Hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga di dunia setiap tahunnya. WHO
memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah
penduduk yang meningkat. Pada tahun 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29%
berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 pada penduduk >18
tahun berdasarkan pengukuran secara nasional adalah sebesar 34,11%, angka ini lebih
meningkat dibanding hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 25,8%. Yang tertinggi adalah
di Kalimantan Selatan dengan 44,13% dan Lampung berada di posisi ke-16 dengan
29,94%. Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8%
terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat
serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
Selain hipertensi, Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang
8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Prediksi dari international
2
Diabetes Federation (IDF) 2019 juga menjelasakan kenaikan jumlah penyandang DM
dari 10,3 juta menjadi 16,7 juta pada tahun 2045. Indonesia menempati peringkat ke-6
dari 10 Negara dengan jumlah penderita DM tertinggi tahun 2019 dengan 10,7 juta
penyandang DM. Indonesia menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara pada daftar
Prevalensi DM secara nasional menurut Riskesdas tahun 2018 jika dibandingkan dengan
tahun 2013, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur > 15
tahun
meningkat menjadi 2%. Prevalensi tertinggi di provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4%, dan
di provinsi Lampung sebesar 1,4%. Sedangkat untuk prevalensi DM pada semua umur
di indonesia sedikit lebih rendah dibandingkan prevalensi DM umur >15 tahun, yaitu
terjadi
peningkatan sebesar 1,5%. Provinsi dengan prevalensi DM tertinggi untuk semua umur
juga masih DKI Jakarta sebesar 4,1%, dan di provinsi Lampung sebesar 1,0%
(Riskesdas, 2018).
Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Puskesmas Segala Mider merupakan Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) yang salah satu programnya adalah pencegahan dan
pengendalian PTM hipertensi dan DM. Berdasarkan hasil cakupan program hingga
pengendalian PTM untuk hipertensi dan DM bersadarkan data yang diperoleh adalah
sebagai berikut: Hipertensi 8,60% dan DM 12%. Sedangkat targetnya adalah hipertensi
55,00% dan DM 55,00%. Dikarenakan belum tercapainya target program tersebut maka
pengendalian PTM hipertensi dan DM di UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021
(Laporan Kerja UPT Puskesmas Segala Mider, 2021).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari penulisan ini sebagai berikut :
2021.
1.3 TUJUAN
Tujuan dari penulisan ini antara lain :
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
2021.
5
1.4 MANFAAT
Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu :
1. Bagi Penulis
kerjanya.
3. Bagi Masyarakat
2.1.1 Definisi
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang tidak dapat ditularkan
sehingga dianggap tidak mengancam kondisi orang lain. PTM merupakan beban
laporan WHO, di kawasan Asia Tenggara paling serring ditemui lima PTM dengan
tingkat kesakitan dan kematian yang sangat tinggi, beberapa di antaranya adalah
sebagai penyakit degeneratif dan cenderung diderita oleh orang yang berusia lanjut
Faktor penyebab dalam PTM dikenal dengan istilah faktor risiko (risk factor). Istilah
ini berbeda dengan istilah etiologi pada penyakit menular atau diagnosis klinis.
Faktor-faktor risiko yang telah ditemukan serta memiliki kaitan dengan penyakit tidak
a) Tembakau
b) Alkohol
c) Kolesterol
d) Hipertensi
e) Diet
f) Obesitas
g) Aktivitas
h) Stress
i) Pekerjaan
k) Life style
7
RISKESDAS Tahun 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada indikator-
indikator kunci PTM yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019, sebagai berikut:
menjadi 21,8%.
3. Prevalensi merokok penduduk usia ≤18 tahun meningkat dari 7,2%. menjadi
9,1%.
1. Prevalensi Asma pada penduduk semua umur menurun dari 4,5% menjadi
2,4%.
2. Prevalensi Kanker meningkat dari 1,4 per menjadi 1,8 per mil.
3. Prevalensi Stroke pada penduduk umur ≥15 tahun meningkat dari 7 menjadi
4. Prevalensi penyakit ginjal kronis ≥15 tahun meningkat dari 2,0 per mil
Saat ini di Indonesia terdapat kurang lebih 30 jenis penyakit tidak menular yaitu:
Berdasarkan jenis penyakit tidak menular diatas, maka terdapat beberapa jenis
penyakit tidak menular yang memiliki tingkat prevalensi yang tinggi dan pada
umumnya sering dialami oleh masyarakat, penyakit tersebut adalah Penyakit Gagal
Ginjal Kronik Penyakit Mata atau Katarak, Penyakit Rematik, Penyakit Obesitas dan
Indikator dan program prioritas PTM menurut Buku Pedoman Manajemen Penyakit
Target Global
1. Penurunan kematian dini akibat PTM 25% tahun 2025
2. Penurunan komsumsi tembakau 30%
3. Tidak ada peningkatan diabetes/obesitas (0%)
4. Penurunan asupan garam 30%
5. Penurunan kurang aktifi tas fisik 10%
6. Penurunan tekanan darah tinggi 25%
7. Cakupan pengobatan esensial dan teknologi untuk pengobatan PTM 80%
8. Cakupan terapi farmakologis & konseling untuk mencegah serangan jantung & stroke 50%
9. Penurunan komsumsi alkohol 10%
10. Penurunan prevalensi kebutaan yang dapat dicegah sebesar 25% pada tahun 2020
11. Penurunan prevalensi gangguan pendengaran sebesar 90% pada tahun 2030
1) Definisi
Deteksi dini faktor risiko PTM di Posibindu adalah upaya kesehatan berbasis
(Posbindu).
Kegiatan meliputi :
2) Dasar Hukum
Sehat.
3) Sasaran
a) Setiap warga negara berusia 15 tahun keatas di suatu desa atau kelurahan
atau institusi.
tahun ke atas atau kurang dari 40 tahun yang memiliki faktor risiko
4) Tahapan Kegiatan
a) Tahap Persiapan
b) Tahap Pelaksanaan
a) Tahapan Persiapan
wilayahnya.
b) Tahap Pelaksanaan
dilaporkan.
6) Pelaksanaan
Kader terlatih.
7) Capaian Kinerja
50.00%
40.00%
Axis Title
30.00%
20.00%
10.00%
0.00% DIABETES
HIPERTENSI
MELITUS
Target september 55.00% 55.00%
Capaian september 8.60% 12%
8) Rumus Perhitungan
9) Nominator
10) Denominator
2.2 HIPERTENSI
2.2.1 Definisi
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara
dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan
tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu,
partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi,
2.2.3 Gejala
Gejala hipertensi adalah sakit kepala sebelah, wajah kemerahan, mata berkunang-
kunang, sakit tengkuk, dan kelelahan. Gejala-gejala tersebut bisa saja terjadi baik
pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Hipertensi tidak memiliki keluhan dan tanda yang khas, karena itulah hipertensi
disebut sebagai silent killer atau pembunuh yang diam-diam. Jika hipertensinya berat
atau menahun dan tidak diobati bisa muncul gejala sakit kepala, kelelahan, mual,
muntah, sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur, yang terjadi karena adanya
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
akan semakin parah dan dapat memicu kematian (Pusat Data dan lnformasi
2.2.4 Patofisiologi
Penatalaksanaan hipertensi menurut JNC VIII, tahun 2014 adalah sebagai berikut
a) Pasien hipertensi dengan risiko rendah dan menengah, dengan tekanan darah
sistol ≥140 mmHg dan tekanan darah diastol ≥90 mmHg, sebaiknya
dilakukan terapi agar tekanan darahnya turun, yaitu diawali dengan terapi
b) Terapi awal berupa terapi non farmakologi merupakan modifikasi gaya hidup
seperti penurunan berat badan pada orang yang kelebihan berat badan,
hipertensi .
c) Terapi farmakologi dengan satu macam obat biasanya tidak mencukupi pada
tiazid, yang terbukti efektif dengan biaya rendah (Pusat Data dan lnformasi
2.2.6 Komplikasi
2) Angina
3) Infark Miokard
4) Stroke
a) Pencegahan Primordial
b) Pencegahan Primer
c) Pencegahan Sekunder
agar tidak menjadi lebih berat. Tujuan pencegahan sekunder ini ditekankan
kronis.
d) Pencegahan Tersier
yang sudah mengalami kelainan atau sel yang sudah rusak akibat hipertensi,
agar penderita kembali hidup dengan kualitas normal (Pusat Data dan
2.3.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) Tahun 2019, Diabetes Melitus (DM)
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
Dewasa, 2020).
2.3.2 Klasifikasi
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah tinggi
karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup
jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dalam tubuh dibentuk di dalam hati dari
Defisiensi insulin ini menyebabkan penggunaan glukosa dalam tubuh menurun yang
akan menyebabkan kadar glukosa darah dalam plasma tinggi atau hiperglikemi.
glukosa gagal diserap oleh ginjal ke dalam sirkulasi darah dimana keadaan ini akan
eleven) yaitu:
Pada saat diagnosis Diabetes Mellitus tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah
sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia
dan sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada sintesis glukagon yang
3) Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty acid
ini disebut sebagai lipotoksisitas. Obat yang bekerja dijalur ini adalah
tiazolidinedion.
4) Otot
dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah
5) Hepar
Pada penyandang Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat
oleh hepar (hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui
6) Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obese
makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di
otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah agonis GLP-1, amilin dan
bromokriptin.
7) Kolon/Mikrobiota
Diabetes Mellitus.
8) Usus halus
Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin ini
inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya
bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4
9) Ginjal
Mellitus tipe 2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan
puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran
tubulus proksimal, dan 10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1
pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa
glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urin. Obat
10) Lambung
Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respons fase akut (disebut sebagai
pada jaringan perifer seperti adiposa, hepar dan otot (PERKENI, 2019).
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu:
mellitus.
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
pernah menderita diabetes mellitus gestasional (DMG).
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang
Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah
sebelumnya.
2.3.5 Diagnosis
Menurut PERKENI Tahun 2019, diagnosis diabetes mellitus ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan
ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan
ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan
puasa antara 100-125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <
140 mg/dL
-jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100
mg/dL
2.3.6 Penatalaksanaan
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang meliputi:
1) Riwayat Penyakit
2) Pemeriksaan Fisik
3) Evaluasi Laboratorium
4) Penapisan Komplikasi
medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti
hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat
diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang
menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
a) Edukasi
c) Latihan Jasmani
d) Terapi Farmakologis
golongan:
Sulfonilurea
Glinid
Metformin
Tiazolidinedion (TZD)
inhibitor)
Insulin merupakan obat anti hiperglikemia suntik, yaitu agonis GLP-1 dan
HbA1c saat diperiksa 7.5% dan sudah menggunakan satu atau dua obat
antidiabetes
HbA1c saat diperiksa > 9%
Krisis Hiperglikemia
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
akut DM
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
yang fisiologis.
darah basal (puasa/sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi
dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi
belum tercapai.
dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
dipakai 2-3 kali oleh penyandang diabetes yang sama, sejauh sterilitas
dapat dijaga.
Kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL)
samping, kedua lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid), kedua
Injeksi Insulin
hipoglikemik oral gagal untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien
lima jenis insulin dapat digunakan pada pasien dengan diabetes mellitus
berdasarkan pada
panjang kerjanya, yaitu Kerja Cepat, Kerja Pendek, Kerja Menengah, Kerja
mengukur kadar glukosa darahnya secara cepat dan tepat karena pemberian
insulin tergantung kepada kadar glukosa darah. Dari beberapa penelitian telah
untuk penyesuaian dosis insulin. Kadar glukosa darah preprandial, post prandial
yang khusus terutama harus diberikan kepada anak pra-sekolah dan sekolah
tahap awal yang sering tidak dapat mengenali episode hipoglikemia dialaminya.
Pada keadaan seperti ini diperluka pemantauan kadar glukosa darah yang lebih
1. Untuk pasien DM tipe 2 dengan HbA1c saat diperiksa <7,5% maka pengobatan
2. Untuk pasien DM tipe 2 dengan HbA1c saat diperiksa ≥7,5%, atau pasien yang
sudah mendapatkan monoterapi dalam waktu 3 bulan namun tidak bisa mencapai
target HbA1c <7%, maka dimulai terapi kombinasi 2 macam obat yang terdiri
dari metformin ditambah dengan obat lain yang memiliki mekanisme kerja
berbeda. Bila terdapat intoleransi terhadap metformin, maka diberikan obat lain
seperti tabel lini pertama dan ditambah dengan obat lain yang mempunyai
3. Kombinasi 3 obat perlu diberikan bila sesudah terapi 2 macam obat selama 3
4. Untuk pasien dengan HbA1c saat diperiksa >9% namun tanpa disertai dengan
gejala dekompensasi metabolik atau penurunan berat badan yang cepat, maka
boleh diberikan terapi kombinasi 2 atau 3 obat, yang terdiri dari metformin (atau
obat lain pada lini pertama bila ada intoleransi terhadap metformin) ditambah
5. Untuk pasien dengan HbA1c saat diperiksa >9% dengan disertai gejala
hipoglikemik lainnya.
6. Pasien yang telah mendapat terapi kombinasi 3 obat dengan atau tanpa insulin,
namun tidak mencapai target HbA1c <7% selama minimal 3 bulan pengobatan,
7,49% setara dengan rerata glukosa darah puasa atau sebelum makan 152 mg/dL,
atau rerata glukosa darah post prandial 176 mg/dL. HbA1c >9% setara dengan
2.3.7 Komplikasi
a. Komplikasi Makrovaskular
diabetes adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan
b. Komplikasi Mikrovaskular
menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan
Sasaran pencegahan primer. Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada
kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi
Pengendalian Penyakit Tidak Menular di UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021
diperlukan kerangka konsep dengan menggunakan pendekatan sistem berupa input, proses
dan output.
Evaluasi dilakukan pada Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular di
UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021. Adapun sumber rujukan tolak ukur penilaian yang
digunakan adalah:
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2016 tentang PIS-
PK.
HK.02./MENKES/52/2015.
Laporan triwulan I sampai triwulan III mengenai capaian Program Pencegahan dan
Evaluasi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular di UPT Puskesmas
1. Menetapkan indikator dan tolak ukur dari unsur keluaran. Mengetahui atau
menetapkan indikator atau tolak ukur atau standar yang ingin dicapai merupakan
langkah pertama untuk menentukan adanya suatu masalah dari pencapaian hasil
output. Indikator didapatkan dari berbagai rujukan, rujukan tersebut harus realistis
dan sesuai sehingga layak digunakan untuk mengukur. Tolak ukur juga diperoleh dari
rujukan.
dengan tolak ukurnya. Jika terdapat kesenjangan antara tolak ukur dengan hasil
dengan yang lainnya dan bila diselesaikan salah satu masalah yang dianggap paling
42
penting, maka masalah lainnya dapat teratasi pula. Oleh sebab itu, ditetapkanlah
a. Urgency
b. Seriousness
Melihat pengaruh bahwa masalah tersebut akan menyebabkan hal yang serius
atau fatal.
c. Growth
penyebab masalah dapat diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang
tertinggal.
5. Identifikasi Masalah
atau standar komponen-komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan
mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari
durinya. Dalam analisis penyebab masalah pada tulisan ini digunakan kategori 5 M
Untuk menyusun prioritas masalah ada beberapa indikator yang sering dipergunakan,
yaitu:
a. I (Importance) : pentingnya masalah, yang terdiri dari beberapa unsur lagi yaitu;
masalah.
Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa alternatif
masalah ini dibuat dengan memperhatikan kemampuan serta situasi dan kondisi
Puskesmas.
Pemilihan cara pemecahan masalah ini dengan memakai teknik kriteria matriks. Dua
vulnerability) dan efisiensi jalan keluar, Nilai efisiensi ini biasanya dikaitkan dengan
biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya
yang diperlukan, makin tidak efisien jalan keluar tersebut (Azwar, 2010).
𝑀𝑥𝐼𝑥𝑉
𝑃= 𝐶
Keterangan:
P : Priority
M : Magnitude
I : Importancy
V
:Vulnerability C
: Cost
3.5 WAKTU DAN TEMPAT
Data yang diambil mulai dari 8 November 2021- 13 November 2021 di UPT Puskesmas Segala
Mider, Jl. Pagar Alam No. 207, Kel. Gunung Agung, Kec. Langkapura, Bandar Lampung.
BAB IV
PROFIL PUSKESMAS
4.1 GEOGRAFI
UPT Puskesmas Segala Mider merupakan unit pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan
Kota Bandar Lampung yang merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah Kota
Bandar Lampung di bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala puskesmas
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota
Bandar Lampung berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung nomorr
Puskesmas Rawat Inap, Puskesmas Rawat Jalan dan Puskesmas Pembantu pada Dinas
Kesehatan Kota Bandar Lampung. UPT Puskesmas Segala Mider memiliki wilayah
kerja meliputi lima kelurahan, yaitu Kelurahan Gunung Agung, Kelurahan Gunung
Baru. Luas wilayah kerja UPT Puskesmas Segala Mider yaitu sebesar 597 Ha.
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Kedaton dan Kelurahan Gedong Air
Jumlah karyawan di UPT Puskesmas Segala Mider dan jaringannya berdasarkan strata
Tabel 9. Jumlah Karyawan UPT Puskesmas Segala Mider Berdasarkan Strata Pendidikan
No. Strata Pendidikan PNS Non PNS
1. S1 sederajat 13 14
2. DIII 18 21
3. DI 1 0
4. SLTA 3 2
5. SLTP 0 1
6. SD 0 0
Jumlah 35 38
48
Jumlah karyawan di UPT Puskesmas Segala Mider dan jaringannya berdasarkan
Tabel 10. Jumlah Karyawan UPT Puskesmas Segala Mider Berdasarkan Fungsi
No. Profesi Jumlah
1. Kepala Puskesmas 1
2. Kasubag TU 1
3. Administrasi/Ketatausahaan 4
4. Dokter Umum 5
5. Dokter Gigi 1
6. Epidemiolog 0
7. Perawat 19
8. Perawat Gigi 2
9. Bidan 24
10. Farmasi 3
11. Nutrisionis 2
12. Sanitarian 2
13. Analis Kesehatan 1
14. Cleaning Service 1
15. Akuntan 2
16. Sopir 1
17. Satpam 0
18. SMA Umum 1
19. Penjaga Malam 1
20. Penjaga Parkir 1
Jumlah 72
49
4.3 VISI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER
Visi merupakan gambaran menantang dan imajinatif tentang peran, tujuan dasar, karakteristik
dan filosofi organisasi dimasa mendatang yang akan menajamkan tugas-tugas strategik
Untuk mewujudkan visi UPT Puskesmas Segala Mider, dipandang perlu menggariskan misi
pelayanan kesehatan
T: Tanggung Jawab
E: Empati
P: Peduli
A: Akurat
T: Tanggap
50
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyakit Tidak Menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari
orang ke orang. Penyakit tidak menular mempunyai durasi panjang yang umumnya
berkembang lambat. Empat jenis utama dari penyakit tidak menular adalah penyakit
Untuk mengurangi dampat PTM pada individu dan masyarakat, diperlukan pendekatan
komprehensif yang membutuhkan peran banyak sektor, seperti kesehatan, ekonomi, urusan
luar negeri, Pendidikan, pertanian, dan lainnya untuk bekerja sama mengurangi distribusi
factor resiko PTM, melalui intervensi untuk mempromosikan pencegahan dan pengendalian
PTM.
Suatu masalah ditetapkan jika terdapat kesenjangan antara keluaran dengan tolak ukurnya,
sedangkan penyebab masalah ditentukan bila ada kesenjangan antara unsur sistem lainnya
dengan tolak ukur. Proses identifikasi masalah dilakukan secara bertahap, dimulai dari
kesenjangan antara tolak ukur dengan data keluaran tersebut maka harus dicari kemungkinan
penyebab masalah pada unsur masukan (input, proses, atau lingkungan). Identifikasi masalah
dimulai dengan melihat adanya kesenjangan antara pencapaian dan target. Setelah identifikasi
masalah dilakukan, selanjutnya menentukan tolak ukur dari permasalahan tersebut. Dalam
makalah ini,
tolak ukur dari deteksi dini PTM Hipertensi sebesar 55% dan Diabetes Melitus sebesar 55%
Masalah yang ditemukan pada program deteksi dini penyakit PTM Hipertensi dan Diabetes
Melitus di Puskesmas Segala Mider adalah tidak tercapainya angka deteksi dini PTM
Hipertensi sebesar 55% dan Diabetes Melitus sebesar 55% dari bulan Januari hingga bulan
September 2021.
Kerangka Konsep
Untuk mempermudah identifikasi faktor penyebab masalah program deteksi dini penyakit
PTM hipertensi dan diabetes melitus di puskesmas Segala Mider diperlukan kerangka konsep
dengan menggunakan pendekatan sistem. Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi
keberhasilan program yaitu factor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain
Sedangkan faktor eksternal antara lain: pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) masyarakat
Sesuai dengan pendekatan sistem, ketidakberhasilan pencapaian program deteksi dini PTM
hipertensi dan diabetes melitus di Puskesmas Segala Mider merupakan suatu output yang
tidak sesuai dengan target. Untuk mengatasinya, dengan pendekatan sistem harus
diperhatikan kemungkinan adanya masalah pada komponen lain pada sistem mengingat suatu
mengetahui faktor atau masalah dominan, langkah berikutnya adalah mencari akar masalah
dengan menggunakan diagram fishbone. Berdasarkan diagram fishbone tersebut, masih perlu
52
keberhasilan program. Dengan menggunakan model teknik kriteria matriks pemilihan prioritas
MATERIAL
MONEY MAN
Kurangnya alat
terutama chip
Gula Darah untuk
Keterbatasan Dana pemeriksaan Perencanaan
Kurangnya program dan
untuk sarana dan pengetahuan deteksi dini
prasarana penyakit pencapaian kurang
masyarakat tentang baik
skrining HT dan DM
3. Material
a. Kurangnya alat terutama chip Gula Darah untuk 3 3 2 3 3 3 3 3 3 180
pemeriksaan deteksi dini penyakit
b. Perencanaan program dan pencapaian kurang baik 2 2 2 2 2 2 2 2 2 64
4. Man
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang skrining 3 3 2 2 3 2 2 2 3 102
HT dan DM
5 Method
a. Pandemi COVID-19 membuat pelaksanaan terbatas 3 3 2 2 3 2 2 2 2 68
b. Lokasi pelaksanaan yang berpindah-pindah dan 3 3 2 3 3 3 3 3 3 180
jadwal yang tidak tetap membuat masyarakat
kesulitan mengikuti kegiatan
Keterangan :
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh
masalah) RI : Rate of Increase (kenaikan besarnya
masalah)
DU : Degree of Unmeet-need (derajat keinginan masyarakat yang
tidak dipenuhi)
SB : Social Benefit (keuntungan social karena selesainya masalah)
PB : Public Concern (Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah)
PC : Political Climate (suasana politik)
I :Importancy, yaitu makin penting satu masalah, makin diprioritaskan
masalah tersebut.
T : Technical feasibility, yaitu makin layak teknologi yang tersedia dan yang
dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.
R : Resource ability, yaitu makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai, seperti tenaga, dana,
dan sarana untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.
Setelah dilakukan pemilihan prioritas masalah, didapatkan masalah yang berpengaruh besar
pada tidak tercapainya deteksi dini PTM Hipertensi dan Diabetes Melitus yaitu lokasi
pelaksanaan yang berpindah-pindah dan tidak sesuai jadwal membuat masyarakat kesulitan
mengikuti kegiatan dan kurangnya alat terutama chip gula darah untuk pemeriksaan deteksi
dini penyakit.
Peningkatan prevalensi PTM telah mendorong lahirnya kesepakatan tentang strategi global
dalam deteksi dini PTM, khususnya di negara berkembang. Peningkatan beban akibat PTM
sejalan dengan meningkatnya faktor resiko yang meliputi meningkatnya tekanan darah, gula
darah, indeks massa tubuh atau obesitas, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik,
merokok dan alcohol. Tujuan dari deteksi dini PTM Hipertensi dan Diabetes Melitus untuk
menurunkan angka kematian yang dapat dicegah setiap tahun dengan meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan tentang Hipertensi dan Hipertensi dan Diabetes Melitus, dan
mendorong lintas sektor lainnya di luar bidang kesehatan serta individu dan masyarakat
untuk berperan dalam mencegah Hipertensi dan Hipertensi dan Diabetes Melitus. Kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap program deteksi dini Hipertensi dan Hipertensi dan Diabetes
Melitus inilah yang menyebabkan kunjungan deteksi dini Hipertensi dan Hipertensi dan
Belum tercapainya target pelaksanaan kegiatan deteksi dini Hipertensi dan Diabetes Melitus
melalui cara posbindu sebagai kegiatan pencegahan penyakit Hipertensi dan Hipertensi dan
Diabetes Melitus di wilayah kerja Puskesmas Segala Mider menjadi salah satu penyebab
angka penyakit Hipertensi dan Diabetes Melitus masih tinggi. Setelah dilakukan pencarian
masalah utama, diperoleh masalah yaitu kurang baiknya perencanaan kegiatan deteksi dini
Hipertensi dan Hipertensi dan Diabetes Melitus dan pencapaian yang tidak memenuhi target.
Berdasarkan faktor penyebab masalah yang dapat diidentifikasi, maka dibuat beberapa
Pada tabel diatas didapatkan 4 alternatif pemecahan masalah pada deteksi dini di wilayah
kerja Puskesmas Segala Mider sebagai berikut, melakukan penjadwalan posbindu mobile
dengan waktu dan tempat yang tetap pada setiap bulannya dengan cara menggabungkan
beberapa RT di setiap kelurahan yang strategis dan mudah dijangkau pada setiap kegiatan
posbindu agar kegiatan menjadi lebih efesien, membuat whatsapp group per RT agar
informasi adanya kegiatan posbindu tersampaikan dengan baik, menyediakan jumlah alat
pemeriksaan sesuai dengan jumlah target sasaran dan menentukan penanggung jawab sarana
dan prasarana untuk memaintenance alat sehingga tidak mudah rusak. Setelah mendapatkan
alternatif masalah maka diperlukan prioritas pemcahan masalah/ jalan keluar.
Memilih Prioritas Jalan Keluar
Dari analisis prioritas alternatif pemecahan masalah, didapatkan bahwa prioritas pemecahan
masalah adalah dengan melakukan penjadwalan posbindu mobile dengan waktu dan tempat
yang tetap pada setiap bulannya dengan cara menggabungkan beberapa RT di setiap
kelurahan yang strategis dan mudah dijangkau pada setiap kegiatan posbindu agar kegiatan
menjadi lebih efisien
Memilih Prioritas Jalan Keluar
2. 4 3 4 1 48
Menggabungkan beberapa RT di
setiap kelurahan agar kegiatan
lebih efesien..
5 4 3 2 3 8
Melakukan penjadwalan posbindu
mobile dengan waktu dan tempat
yang tetap pada setiap bulannya
agar kegiatan menjadi lebih
efesien.
Dari analisis prioritas alternatif pemecahan masalah diatas, didapatkan bahwa prioritas
pemecahan masalah adalah dengan Membuat Whatsapp Group per RT agar informasi
adanya informasi terkait kegiatan posbindu sampai ke target sasaran sehingga target
deteksi dini tercapai. Selain itu analisis prioritas alternatif pemecahan masalah yang tidak
kalah penting adalah menggabungkan beberapa RT di setiap kelurahan agar kegiatan lebih
efesien serta menyediakan jumlah alat pemeriksaan sesuai dengan jumlah target sasaran.
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil evaluasi program pencegahan dan pengendalian PTM hipertensi dan
Segala Mider tahun 2021 adalah; hipertensi 8,60% dan DM 12% sedangkan
targetnya yaitu hipertensi 55,00% dan DM 55,00%. Hal ini menjadi prioritas
mengikuti kegiatan dan yang kedua adalah kurangnya alat terutama chip Gula
penjadwalan posbindu mobile dengan waktu dan tempat yang tetap pada setiap
Adapun saran dari evaluasi program pencegahan dan pengendalian PTM hipertensi dan
DM di wilayah kerja Puskesmas Segala Mider tahun 2021 adalah sebagai berikut:
59
DAFTAR PUSTAKA
Agoes HA. 2015. Penyakit di Usia Tua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2020. Buku Pedoman Manajemen
Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kemenkes RI
Kementrian Kesehatan RI. 2019. Laporan Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Litbangkes,
Kemenkes
Kementrian Kesehatan RI. 2020. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Jakarta: Badan
Litbangkes, Kemenkes