Anda di halaman 1dari 72

EVALUASI PROGRAM

DETEKSI DINI PENYAKIT TIDAK MENULAR


HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS DI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER

Disusun oleh :
dr. Aldo Fatejarum
dr. Diptha Renggani Putri
dr. Rani Pratama Putri
dr. Rendika Oktavia Widiastuti
dr. Yogi Nurbaiti

Pendamping :
dr. Elly Tri Yanuarsih

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER
BANDAR LAMPUNG
2021



LEMBAR PERSETUJUAN MAKALAH
EVALUASI PROGRAM

JUDUL : DETEKSI DINI PENYAKIT TIDAK MENULAR HIPERTENSI


DAN DIABETES MELITUS DI UPT PUSKESMAS SEGALA
MIDER

Disusun oleh : Dokter Umum, Program Dokter Internship Indonesia Angkatan II


Tahun 2021
1. dr. Aldo Fatejarum
2. dr. Diptha Renggani Putri
3. dr. Rani Pratama Putri
4. dr. Rendika Oktavia Widiastuti
5. dr. Yogi Nurbaiti

Bandar Lampung, 22 November 2021


Pendamping Internship

dr. Elly Tri Yanuarsih


NIP. 19790103 200804 2 00



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat,

karunia, serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah evaluasi

program, dengan judul “Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular Hipertensi dan Diabetes Mellitus

di UPT Puskesmas Segala Mider” ini.

Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada drg. Lidwina Idona, selaku Kepala

UPT Puskesmas Segala Mider dan dr. Elly Tri Yanuarsih, selaku pendamping PIDI Angakatan

II Tahun 2021, periode September-Desember 2021 di UPT Puskesmas Segala Mider, sehingga

makalah evaluasi program ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Rasa terima

kasih juga penulis ucapkan kepada para tenaga kesehatan yang bertugas, sehingga laporan

kasus ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah evaluasi program ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan adanya makalah

evaluasi program ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 22 November 2021

Penulis



DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………... v
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….………... vi
DAFTAR BAGAN……………………………………………………………………... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………….. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………………. 4
1.3 TUJUAN………………...……………………………………………... 4
1.4 MANFAAT………….…………………………………………………. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENYAKIT TIDAK MENULAR...……………………..……………. 6
2.1.1 Definisi……………….…………………………………………. 6
2.1.2 Faktor Resiko……...……………………………………………. 6
2.1.3 Jenis-Jenis Penyakit Tidak Menular….…………………………. 9
2.1.4 Indikator dan Program Prioritas…...……………………………. 10
2.1.5 Program Deteksi Dini Faktor Resiko PTM di Pusbindu..………. 11
2.2 HIPERTENSI………………...…………………………..……………. 16
2.2.1 Definisi……………….…………………………………………. 16
2.2.2 Klasifikasi….……...……………………………………………. 17
2.2.3 Gejala……………………………..….…………………………. 17
2.2.4 Patofisiologi…………………...…...………………...…………. 18
2.2.5 Penatalaksanaan………………………………………...………. 19
2.2.6 Komplikasi……………………………………………………… 21
2.2.7 Pencegahan……………………………………………………... 22
2.3 DIABETES MELITUS……………………………………………..…. 23
2.3.1 Definisi……………….…………………………………………. 23
2.3.2 Klasifikasi….……...……………………………………………. 23
2.3.3 Patofisiologi……………………..….………………………..…. 24
2.3.4 Faktor Resiko.………………...…...……………………………. 28
2.3.5 Diagnosis……..………………………………………...………. 29
2.3.6 Penatalaksanaan………………………………………………… 31
2.3.7 Komplikasi……………………………………………………... 39
2.3.8 Pencegahan……………………………………………………... 40
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 KERANGKA KONSEP EVALUASI....…………………………….... 41
3.2 TOLAK UKUR PENILAIAN……………………….………………... 41
3.3 PENGUMPULAN DATA……………………………………………... 42
3.4 ANALISA DATA………………………………………………………. 42



3.5 WAKTU DAN TEMPAT………………………………………………. 46
BAB IV PROFIL PUSKESMAS
4.1 GEOGRAFI…………………………………………………………….. 47
4.1.1 Wilayah Kerja………………………………………………….... 47
4.1.2 Batas-Batas Wilayah…………………………………………….. 48
4.2 SUMBER DAYA PUSKESMAS……………………………………… 48
4.2.1 Tenaga Kesehatan……………………………………………….. 48
4.2.2 Sarana dan Prasarana……………………………………………. 49
4.3 VISI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER………………………..... 50
4.4 MISI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER………………………… 50
4.5 TATA NILAI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER………………. 50
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………... 51
BAB VI PENUTUP
6.1 KESIMPULAN…………………………………………………………. 58
6.2 SARAN………………………………………………………………….. 59
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………... viii
LAMPIRAN……………………………………………………………………………. ix

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Klasifikasi Hipertensi……...…………………………..………….……... 17


Gambar 2 Patofisiologi Hipertensi…...…………………………..………….……... 18
Gambar 3 Penatalaksanaan Hipertensi……………………………..………….…… 12
Gambar 4 The Egregious Eleven…………………………………..………….……. 24
Gambar 5 Alur Tatalaksana Diabetes Melitus….………………..………….……... 37
Gambar 6 Peta Wilayah Kerja UPT Puskesmas Segala Mider…..………….……... 12



DAFTAR TABEL

Tabel 1 Indikator Program P2PTM………………….……..…..………….……... 10


Tabel 2 Indikator Per-Program P2PTM………………………..………….……... 11
Tabel 3 Obat Anti Hipertensi…………………………………..………….……... 20
Tabel 4 Pedoman Gizi Seimbang Bagi Penderita Hipertensi…..………….……... 20
Tabel 5 Modifikasi Dietery Approaches To Stop Hypertension…………..……... 21
Tabel 6 Klasifikasi Diabetes Melitus…………………………..………….……... 23
Tabel 7 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus…………………..………….……... 30
Tabel 8 Onset, Puncak, Efek, dan Durasi Insulin…..…………..………….……... 36
Tabel 9 Jumlah Karyawan UPT Puskesmas Segala Mider Berdasarkan Strata
Pendidikan……………………………………………………………….. 48
Tabel 10 Jumlah Karyawan UPT Puskesmas Segala Mider Berdasarkan Fungsi..... 49
Tabel 11 Sarana Pelayanan Kesehatan di UPT Puskesmas Segala Mider………..... 49
Tabel 12 Identifikasi Penyebab Masalah…………………………………..……..... 54
Tabel 13 Alternatif Penyelesaian Masalah………………………………...……..... 56
Tabel 14 Prioritas Jalan Keluar…………………………………………….……..... 57



DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Cakupan Program Deteksi Dini PTM Puskesmas Segala Mider ………….……... 15



DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kegiatan Posbindu ……………………………………………….……... ix



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan dunia dan

Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan karena

penyakit ini merupakan salah satu dari penyebab kematian. PTM juga dikenal sebagai

penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mereka memiliki durasi yang

panjang dan umumnya berkembang lambat (Agoes, 2015).

Pada tahun 2016, sekitar 71% penyebab kematian di dunia adalah PTM yang membunuh

36 juta jiwa per tahun. Sekitar 80% kematian tersebut terjadi di negara berpenghasilan

menengah dan rendah. 73% kematian saat ini disebabkan oleh penyakit tidak menular,

35% diantaranya karena penyakit jantung dan pembuluh darah, 12% oleh penyakit

kanker, 6% oleh penyakit pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan 15% disebabkan

oleh PTM lainnya (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit., 2020).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu penyakit kardiovaskular yang

merupakan PTM. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014 penyakit

kardiovaskular adalah PTM yang banyak terjadi, mempengaruhi kualitas hidup dan

produktifitas seseorang serta penyebab kematian dengan persentase tertinggi di Indonesia.

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah

diastolik >90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam

keadaan cukup istirahat atau tenang. Hipertensi sering diberi gelar The Sillent Killer



karena penyakit ini merupakan pembunuh tersembunyi. Hipertensi juga menjadi ancaman

kesehatan masyarakat karena potensinya yang mampu mengakibatkan kondisi komplikasi

seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal (Perhi, 2019).

Hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga di dunia setiap tahunnya. WHO

memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah

penduduk yang meningkat. Pada tahun 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29%

warga di dunia terkena hipertensi (WHO, 2014).

Penyakit hipertensi di Indonesia masih cukup tinggi. Prevalensi hipertensi di Indonesia

berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 pada penduduk >18

tahun berdasarkan pengukuran secara nasional adalah sebesar 34,11%, angka ini lebih

meningkat dibanding hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 25,8%. Yang tertinggi adalah di

Kalimantan Selatan dengan 44,13% dan Lampung berada di posisi ke-16 dengan 29,94%.

Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis

hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3%

tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi

tidak mengetahui bahwa dirinya hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan

(Riskesdas, 2018).

Selain Hipertensi, Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang

menjadi ancaman serius kesehatan global maupun nasional. Diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2019).

Badan kesehatan WHO memprediksikan kenaikan jumlah pasien Diabetes Melitus di

Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Prediksi dari

2
international Diabetes Federation (IDF) 2019 juga menjelasakan kenaikan jumlah

penyandang diabetes melitus dari 10,3 juta menjadi 16,7 juta pada tahun 2045. Indonesia

menempati peringkat ke-6 dari 10 Negara dengan jumlah penderita diabetes melitus

tertinggi tahun 2019 dengan 10,7 juta jiwwa. Indonesia menjadi satu-satunya negara Asia

Tenggara pada daftar tersebut, sehingga dapat diperkirakan besarnya kontribusi Indonesia

terhadap prevalensi kasus diabetes melitus di Asia Tenggara (Perkeni, 2019).

Prevalensi diabetes melitus secara nasional menurut Riskesdas tahun 2018 jika

dibandingkan dengan tahun 2013, prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis

dokter pada penduduk umur > 15 tahun meningkat menjadi 2%. Prevalensi tertinggi di

provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4%, dan di provinsi Lampung sebesar 1,4%. Sedangkat

untuk prevalensi diabetes melitus pada semua umur di indonesia sedikit lebih rendah

dibandingkan prevalensi diabetes melitus umur >15 tahun, yaitu terjadi peningkatan

sebesar 1,5%. Provinsi dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi untuk semua umur

juga masih DKI Jakarta sebesar 4,1%, dan di provinsi Lampung sebesar 1,0% (Riskesdas,

2018).

Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Puskesmas Segala Mider merupakan Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama (FKTP) yang salah satu programnya adalah Deteksi Dini PTM hipertensi

dan diabetes melitus. Berdasarkan hasil cakupan program bulan Januari hingga September

2021 didapatkan bahwa capaian program Deteksi Dini PTM untuk hipertensi dan diabetes

melitus bersadarkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut: hipertensi 8,60% dan

diabetes melitus 12%. Sedangkat targetnya adalah hipertensi 55,00% dan diabetes melitus

55,00%. Dikarenakan belum tercapainya target program tersebut maka penulis tertarik

untuk melakukan evaluasi pelaksanaan program Deteksi Dini PTM hipertensi dan

3
diabetes melitus di UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021 (Laporan Kerja UPT

Puskesmas Segala Mider, 2021).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah dari penulisan ini sebagai berikut :

1. Sejauh mana tingkat keberhasilan pelaksanaan program Deteksi Dini PTM

Hipertensi dan Diabetes Melitus di UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021.

2. Bagaimana evaluasi dan alternatif pemecahan masalah pada program Deteksi Dini

PTM Hipertensi dan Diabetes Melitus di wilayah kerja UPT Puskesmas Segala

Mider tahun 2021?

1.3 TUJUAN
Tujuan dari penulisan ini antara lain :

1. Tujuan Umum

Mengevaluasi program Deteksi Dini PTM di wilayah kerja UPT Puskesmas

Segala Mider tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pelaksanaan kegiatan program Deteksi Dini PTM di wilayah

kerja UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021.

b. Mengetahui kemungkinan masalah yang menyebabkan tidak tercapainya

target yang diharapkan pada kegiatan program Deteksi Dini PTM di wilayah

kerja UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021.

c. Membuat perumusan alternatif pemecahan masalah terhadap tidak

tercapainya target pelaksanaan program Deteksi Dini PTM di wilayah kerja

UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021.

4
1.4 MANFAAT
Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu :

1. Bagi Penulis

a. Memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang evaluasi pada program

Deteksi Dini PTM di Puskesmas dalam lingkup wilayah kerjanya.

b. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program Deteksi Dini

PTM di Puskesmas dalam lingkup wilayah kerjanya.

2. Bagi Puskesmas yang di evaluasi

a. Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan program

Deteksi Dini PTM wilayah kerja UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021.

b. Memperoleh masukan dari saran-saran yang diberikan sebagai umpan balik

agar keberhasilan program di masa mendatang dapat tercapai secara optimal.

3. Bagi Masyarakat

a. Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya pelayanan

program Deteksi Dini PTM khususnya hipertensi dan Diabetes Melitus di

wilayah kerja UPT Puskesmas Segala Mider.

b. Dengan tercapainya keberhasilan program diharapkan dapat meningkatkan

pelayanan program Deteksi Dini PTM khususnya Hipertensi dan Diabetes

Melitus di wilayah kerja UPT Puskesmas Segala Mider.

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENYAKIT TIDAK MENULAR

2.1.1 Definisi

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang tidak dapat ditularkan

sehingga dianggap tidak mengancam kondisi orang lain. PTM merupakan beban

kesehatan utama di negara-negara berkembang dan negara industri. Berdasarkan

laporan WHO, di kawasan Asia Tenggara paling sering ditemui lima PTM dengan

tingkat kesakitan dan kematian yang sangat tinggi, beberapa di antaranya adalah

penyakit Jantung (Kardiovaskuler), Diabetes Melitus, kanker, penyakit pernafasan

obstruksi kronik dan penyakit karena kecelakaan. Kebanyakan PTM dikategorikan

sebagai penyakit degeneratif dan cenderung diderita oleh orang yang berusia lanjut

(Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular, 2020).

2.1.2 Faktor Resiko

Faktor penyebab dalam PTM dikenal dengan istilah faktor risiko (risk factor). Istilah

ini berbeda dengan istilah etiologi pada penyakit menular atau diagnosis klinis. Macam-

macam faktor risiko:

1) Menurut Dapat-Tidaknya Resiko itu diubah :

a) Unchangeable Risk Factors

Faktor risiko yang tidak dapat diubah, misalnya : umur, genetik.



b) Changeable Risk Factors

Faktor risiko yang dapat berubah, misalnya : kebiasaan merokok, olahraga.

2) Menurut Kestabilan Peranan Faktor risiko :

a) Suspected Risk Factors (Faktor risiko yg dicurigai)

Peranannya sebagai faktor yang memengaruhi suatu penyakit. Misalnya

merokok yang merupakan penyebab kanker leher rahim.

b) Established Risk Factors (Faktor risiko yang telah ditegakkan)

Yaitu Faktor risiko yang telah mendapat dukungan ilmiah/penelitian, dalam

peranannya sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian suatu penyakit.

Misalnya, rokok sebagai faktor risiko terjadinya kanker paru.

Faktor-faktor risiko yang telah ditemukan serta memiliki kaitan dengan penyakit tidak

menular yang bersifat kronis antara lain :

a) Tembakau

b) Alkohol

c) Kolesterol

d) Hipertensi

e) Diet

f) Obesitas

g) Aktivitas

h) Stress

i) Pekerjaan

j) Lingkungan masyarakat sekitar

k) Life style

7
RISKESDAS Tahun 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada indikator-

indikator kunci PTM yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019, sebagai berikut:

1. Prevalensi tekanan darah tinggi pada penduduk usia 18 tahun keatas

meningkat dari 25,8% menjadi 34,1%.

2. Prevalensi obesitas penduduk usia 18 tahun ke atas meningkat dari 14,8%

menjadi 21,8%.

3. Prevalensi merokok penduduk usia ≤18 tahun meningkat dari 7,2%. menjadi

9,1%.

Untuk data PTM lainnya menunjukkan hasil sebagai berikut:

1. Prevalensi Asma pada penduduk semua umur menurun dari 4,5% menjadi

2,4%.

2. Prevalensi Kanker meningkat dari 1,4 per menjadi 1,8 per mil.

3. Prevalensi Stroke pada penduduk umur ≥15 tahun meningkat dari 7 menjadi

10,9 per mil.

4. Prevalensi penyakit ginjal kronis ≥15 tahun meningkat dari 2,0 per mil

menjadi 3,8 per mil.

5. Prevalensi Diabetes Melitus pada penduduk umur ≥ 15 tahun meningkat dari

6,9 % menjadi 10,9%.

6. Prevalensi aktivitas fisik kurang pada penduduk umur ≥ 10 tahun meningkat

dari 26,1% menjadi 33,5%.

7. Prevalensi konsumsi buah dan sayur kurang pada penduduk umur ≥5 tahun

meningkat dari 93,5% menjadi 95,5% (Buku Pedoman Manajemen Penyakit

Tidak Menular, 2020).

8
2.1.3 Jenis-Jenis Penyakit Tidak Menular

Saat ini di Indonesia terdapat kurang lebih 30 jenis penyakit tidak menular yaitu:

1. Hipertensi 16. Glukoma

2. Diabetes Melitus 17. Gagal Ginjal

3. Ashma Bronchiale 18. Alzheimer

4. Osteoporosis 19. Varises

5. Depresi 20. Keloid

6. Keracunan makanan/minuman 21. Usus buntu

7. Sariawan 22. Varikokel

8. Rematik 23. Amandel

9. Stroke 24. Ambien

10. Kanker 25. Asam Urat

11. Maag 26. Kolesterol

12. Asam Lambung 27. Migrain

13. Tukak Lambung 28. Vertigo

14. Obesitas 29. Katarak

15. Penyakit Jiwa

Berdasarkan jenis penyakit tidak menular diatas, maka terdapat beberapa jenis penyakit

tidak menular yang memiliki tingkat prevalensi yang tinggi dan pada umumnya sering

dialami oleh masyarakat, penyakit tersebut adalah Penyakit Gagal Jantung, Ashma

Bronchiale, Hipertensi, Kanker Serviks, Diabetes Melitus, Gagal Ginjal Kronik

Penyakit Mata atau Katarak, Penyakit Rematik, Penyakit Obesitas dan Penyakit Jiwa

(Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular, 2020).

9
2.1.4 Indikator dan Program Prioritas

Indikator dan program prioritas PTM menurut Buku Pedoman Manajemen Penyakit

Tidak Menular Tahun 2020, adalah:

Tabel 1. Indikator Program P2PTM


Indikator
SDGs
Mengurangi hingga sepertiga angka kematian dini akibat penyakit tidak menular pada tahun
2030

Target Global
1. Penurunan kematian dini akibat PTM 25% tahun 2025
2. Penurunan komsumsi tembakau 30%
3. Tidak ada peningkatan diabetes atau obesitas (0%)
4. Penurunan asupan garam 30%
5. Penurunan kurang aktitas fisik 10%
6. Penurunan tekanan darah tinggi 25%
7. Cakupan pengobatan esensial dan teknologi untuk pengobatan PTM 80%
8. Cakupan terapi farmakologis & konseling untuk mencegah serangan jantung & stroke 50%
9. Penurunan komsumsi alkohol 10%
10. Penurunan prevalensi kebutaan yang dapat dicegah sebesar 25% pada tahun 2020
11. Penurunan prevalensi gangguan pendengaran sebesar 90% pada tahun 2030

RPJMN 2015 - 2019


a. Penurunan prevalensi hipertensi dari 25,8% pada tahun 2013 menjadi 23,4% tahun 2019
b. Pengendalian obesitas usia ≥18 tahun tetap 15,4%
c. Penurunan Prevalensi merokok ≤ 18 tahun dari 7,2% tahun 2013 menjadi 5,4% tahun 2019

RENSTRA 2015 - 2019


1. 50% puskesmas melaksanakan pengendalian terpadu PTM (PANDU PTM)
2. 50% Desa/kelurahan melaksanakan posbindu PTM
3. 50% Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini kanker serviks dan payudara pada
perempuan usia 30-50tahun.
4. 50% kab/kota melaksanakan kebijakan KTR minimal 50% sekolah
5. 30% puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak

10
Tabel 2. Indikator Per-Program P2PTM
Program Indikator Keterangan
Penurunan Penurunan prevalensi hipertensi dari 25,8% RPJMN 2015-2019
Faktor pada Tahun 2013 menjadi 23,4% Tahun 2019
Resiko
Penyakit Pelayanan hipertensi sesuai standar PP No. 2 Tahun 2018
Jantung dan Tentang SPM
Stroke Penderita hipertensi berobat teratur PIS PK
Puskesmas yang melaksanakan PANDU PTM Renstra 2015-2019
Deteksi Dini Desa yang memiliki Posbindu PTM Renstra 2015-2019
Faktor
Resiko
Pengendalia 1. Penurunan prevalesi merokok = 18 tahun RPJMN 2015-2019
n Konsumsi dari 7,2% Tahun 2013 menjadi 5,4% Tahun
Rokok 2019
2. 50% Kab/Kota melaksanakan kebijakan Renstra 2015-2019
KTR minimal 50% sekolah
3. Jumlah keluarga yang anggota keluarganya PIS PK
tidak merokok
Pengendalia 50% Puskesmas yang melaksanakan deteksi Renstra 2015-2019
n Kanker dini kanker serviks dan payudara pada
perempuan usia 30-50 tahun
Penanggulan Persentase Puskesmas yang melaksanakan Renstra 2015-2019
gan deteksi dini dan rujukan katarak sebesar 30%
Gangguan pada tahun 2019
Indera dan 1. Pelayanan kesehatan pada usia dasar 1. PP No. 2 Tahun 2018
Fungsional Tentang SPM
2. Pelayanan kesehatan pada usia produktif
2. Permenkes No. 43 Tahun
3. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut 2016 Tentang SPM
Tindak Lanjut Peta Jalan Layanan Kesehatan PP No. 3 Tahun 2018
Unklusi bagi Penyandang Disabilitas Tentang Rencana Aksi
Nasional Hak Asasi Manusia
Tahun 2015-2019

2.1.5 Program Deteksi Dini Faktor Resiko PTM di Posbindu

1) Definisi

Deteksi dini faktor risiko PTM di Posibindu adalah upaya kesehatan berbasis

masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan di Pos Pembinaan Terpadu

(Posbindu).

Kegiatan meliputi :

a) Pengukuran tekanan darah.

11
b) Pengukuran gula darah.

c) Pengukuran indeks massa tubuh.

d) Wawancara perilaku berisiko.

e) Edukasi perilaku gaya hidup sehat.

2) Dasar Hukum

a) Instruksi Presiden No.1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup

Sehat.

b) Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2015 tentang Penanggulangan

Penyakit Tidak Menular.

c) Petunjuk Teknis Posbindu PTM.

d) Buku Pintar Kader.

e) Buku Monitoring Faktor Risiko PTM.

3) Sasaran

a) Setiap warga negara berusia 15 tahun keatas di suatu desa atau kelurahan

atau institusi.

b) Sasaran pemeriksaan gula darah adalah setiap warga negara berusia 40

tahun ke atas atau kurang dari 40 tahun yang memiliki faktor risiko

obesitas dan atau hipertensi.

4) Tahapan Kegiatan

a) Tahap Persiapan

b) Tahap Pelaksanaan

c) Tahap Pembinaan dan Monitoring Evaluasi.

12
5) Mekanisme Pelaksanaan

a) Tahapan Persiapan

a. Dinas Kesehatan Provinsi

• Menetapkan jumlah target sasaran di kabupaten/kota yang harus

dicakup dalam 1 tahun.

• Melakukan integrasi kegiatan UKBM (UKK, Posyandu Lansia,

UKS, Posyandu Remaja).

• Menetapkan sasaran di wilayah Kabupaten/Kota menggunakan


data yang telah disepakati bersama dengan Kab/Kota, dan
institusi.
b. Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas

• Pengelola Program Kab/Kota menetapkan jumlah target sasaran

yang harus dicakup dalam 1 tahun. Penetapan sasaran peserta

Posbindu di wilayah desa / kelurahan / institusi menggunakan

data yang telah ditetapkan secara bersama oleh pengelola

program, petugas puskesmas dan institusi.

• Pengelola Program Kab/Kota bersama Pengelola Program.

• Puskesmas menetapkan target dan sasaran puskesmas sesuai

jumlah penduduk di wilayahnya.

• Pengelola Program Puskesmas bersama Kader menetapkan

jumlah dan target sasaran di desa sesuai jumlah penduduk di

wilayahnya.

• Kegiatan dilaksanakan paling kurang 1 kali perbulan.

• Pengelola Program Puskesmas bersama Kader menetapkan

jadwal kegiatan Posbindu.

• Kader mensosialisasikan kepada masyarakat jadwal Posbindu.

13
• Pengelola Program Puskesmas dan Kader memastikan

ketersediaan bahan habis pakai.

b) Tahap Pelaksanaan

a. Dinas Kesehatan Provinsi

• Memfasilitasi peningkatan kapasitas kader melalui dana

dekonsentrasi dan APBD.

• Melakukan koordinasi dengan lintas sektor terkait.

b. Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas

• Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskesmas

memastikan kegiatan dilakukan tercatat dan dilaporkan.

• Kegiatan dilaksanakan oleh kader terlatih.

• Setiap sasaran/klien Posbindu memiliki buku monitor faktor

risiko PTM yang diisi pada setiap kunjungan.

• Kader melakukan rujukan ke FKTP sesuai ketentuan.

c) Tahap Pembinaan dan Monev

a) Dinas Kesehatan Provinsi

• Melakukan Monev dan Bintek berkala.

• Mengkoordinir pencatatan dan pelaporan secara berjenjang.

b) Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas

• Melakukan Monev dan Bintek berkala.

• Mengkoordinir pencatatan dan pelaporan secara berjenjang.

• Pengelola Program Kab/Kota memastikan kegiatan dilakukan

tercatat dan dilaporkan.

14
• Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskesmas

melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi secara

berjenjang dan berkala.

6) Pelaksanaan

Kader terlatih.

7) Capaian Kinerja

Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan posbindu PTM di

suatu wilayah. Berikut merupakan cakupan program deteksi dini PTM di

Puskesmas Segala Mider sejak bulan Januari hingga September 2021.

Bagan 1. Cakupan Program Deteksi Dini PTM Puskesmas Segala Mider

CAKUPAN PROGRAM PTM JANUARI s/d


SEPTEMBER 2021
60.00%

50.00%

40.00%
Axis Title

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%
DIABETES
HIPERTENSI
MELLITUS
Target september 55.00% 55.00%
Capaian september 8.60% 12%

15
8) Rumus Perhitungan

Persetase desa/kel. desa/kel. yang melaksanakan


yang melaksanakan kegiatan posbindu PTM di suatu
kegiatan Posbindu = wilayah x 100%
PTM di suatu jumlah seluruh desa/kel. di wilayah
wilayah tersebut

9) Nominator

Desa/kelurahan yang melaksanakan kegitan posbindu PTM di suatu wilayah.

10) Denominator

Jumlah seluruh desa/kelurahan di wilayahnya (Buku Pedoman Manajemen

Penyakit Tidak Menular, 2020).

2.2 HIPERTENSI

2.2.1 Definisi

Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik

lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali

pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)

dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung

koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak

terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak,

baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun

masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan.

16
2.2.2 Klasifikasi

Gambar 1. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebab, hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu :

1) Hipertensi esensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya.

2) Hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat ditentukan melalui tanda-tanda

di antaranya kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid

(hipertiroid), dan penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme).

2.2.3 Gejala

Gejala hipertensi adalah sakit kepala sebelah, wajah kemerahan, mata berkunang-

kunang, sakit tengkuk, dan kelelahan. Gejala-gejala tersebut bisa saja terjadi baik pada

penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Hipertensi tidak memiliki keluhan dan tanda yang khas, karena itulah hipertensi disebut

sebagai silent killer atau pembunuh yang diam-diam. Jika hipertensinya berat atau

menahun dan tidak diobati bisa muncul gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,

sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur, yang terjadi karena adanya kerusakan

pada otak, mata, jantung, dan ginjal.

17
Penderita hipertensi berat kadang-kadang mengalami penurunan kesadaran dan bahkan

koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif

yang memerlukan penanganan segera. Apabila tidak ditangani keadaannya akan

semakin parah dan dapat memicu kematian.

2.2.4 Patofisiologi

Patofisiologi hipertensi adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Patofisiologi Hipertensi

18
2.2.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi menurut JNC VIII, tahun 2014 adalah sebagai berikut

Gambar 3. Penatalaksanaan Hipertensi

a) Pasien hipertensi dengan risiko rendah dan menengah, dengan tekanan darah

sistol ≥140 mmHg dan tekanan darah diastol ≥90 mmHg, sebaiknya dilakukan

terapi agar tekanan darahnya turun, yaitu diawali dengan terapi non

farmakologi. Jika tidak berhasil diatasi dengan terapi farmakologi.

b) Terapi awal berupa terapi non farmakologi merupakan modifikasi gaya hidup

seperti penurunan berat badan pada orang yang kelebihan berat badan,

olahraga, mengurangi asupan alkohol, mengonsumsi banyak buah dan sayur,

dan mengurangi asupan garam natrium, dapat menurunkan kejadian

hipertensi.

19
c) Terapi farmakologi dengan satu macam obat biasanya tidak mencukupi pada

pasien hipertensi dengan indikasi yang komplek. Pada pasien tanpa

komplikasi, pengobatan harus dimulai dengan diuretik dosis rendah seperti

tiazid, yang terbukti efektif dengan biaya rendah.

Tabel 3. Obat Anti Hipertensi

Tabel 4. Pedoman Gizi Seimbang bagi Penderita Hipertensi


Garam (Natrium Clorida) Makanan Berlemak
• Batasi garam <5gr (1 sendok teh) • Batasi daging berlemak, lemak susu, dan
per hari minyak goreng (1,5-3 sendok makan per hari)
• Kurangi garam saat memasak • Ganti sawit/minyak kelapa dengan zaitun,
• Membatasu makanan olahan dan kedelaim jagung, lobak, atau minyak sunflower
cepat saji • Ganti daging lainnya dengan ayam (tanpa
kulit)
Buah dan Sayur Ikan
• 5 porsi (400-500 gr) buah dan sayur • Makan ikan sedikitnya 3 kali per minggu
per hari • Utamakan ikan berminyak seperti tuna,
(1 porsi setara dengan 1 buah jeruk, apel, makarel, salmon
mangga, pisang, atau 3 sendok makan
sayur yang sudah dimasak)

20
Tabel 5. Modifikasi Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH)

2.2.6 Komplikasi

1) Chronic Heart Failure (CHF)

2) Angina

3) Infark Miokard

4) Stroke

5) Acute Kidney Injury (AKI)

21
2.2.7 Pencegahan

Pencegahan terhadap hipertensi dapat dikategorikan menjad 4 tingkatan:

a) Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial merupakan usaha pencegahan predisposisi terhadap

hipertensi, belum terlihatnya faktor yang menjadi risiko hipertensi, contohnya

adanya peraturan pemerintah merupakan peringatan pada rokok dan melakukan

senam kesegaran jasmani untuk menghindari terjadinya hipertensi.

b) Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya pencegahan sebelum seorang penderita

terserang hipertensi. Dilakukakan pencegahan melalui pendekatan, seperti

penyuluhan mengenai faktor risiko hipertensi serta kiat terhindar dari hipertensi

dengan cara menghindari merokok, konsumsi alkohol, obesitas, stres, dan

lainnya.

c) Pencegahan Sekunder

Upaya pencegahan hipertensi ditujukan kepada penderita yang sudah terserang

agar tidak menjadi lebih berat. Tujuan pencegahan sekunder ini ditekankan

pengobatan pada penderita hipertensi untuk mencegah penyakit hipertensi

kronis.

d) Pencegahan Tersier

Pencegahan terjadinya komplikasi yang berat akan menimbulkan kematian,

contoh melakukan rehabilitasi. Pencegahan tersier ini tidak hanya mengobati

juga mencakup upaya timbulnya, komplikasi kardiovaskuler seperti infark

jantung, stroke dan lain-lain, terapi diupayakan dalam merestorasi jaringan yang

sudah mengalami kelainan atau sel yang sudah rusak akibat hipertensi, agar

penderita kembali hidup dengan kualitas normal.

22
2.3 DIABETES MELITUS

2.3.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) Tahun 2019, Diabetes Melitus (DM)

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Pedoman

Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa, 2020).

2.3.2 Klasifikasi

Menurut Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia (PERKENI) Tahun 2019, klasifikasi

Diabetes Melitus adalah sebagai berikut:


Tabel 6. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Keterangan
Diabetes Melitus Tipe I a. Destruksi sel beta, umumnya menjutus ke defisiensi
insulin absolut
b. Autoimun
c. Idiopatik
Diabetes Melitus Tipe 2 Disebabkan oleh resistensi insulin, namun dalam perjalanan
penyakit dapat terjadi gangguan sekresi insulin yang
progresif
Diabetes Melitus Tipe Lain a. Sindroma Diabetes Monogenik, seperti Maturity Onset
Diabetes of The Young (MODY)
b. Gangguan pada kelenjar eksokrin pancreas misalnya
fibrosis kistik, pankreatitis, dan lain-lain.
c. Endokrinopati
d. Diabetes karena obat atau zat kimia misalnya
glukokortikoid, obat anti retroviral (ARV) untuk pasien
AIDS, pasca transplantasi organ
e. Infeksi
f. Sebab imunologi yang jarang
g. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan Diabetes
Diabetes Melitus Gestasional Diabetes Melitus yang didiagnosis pada saat trimester kedua
atau ketiga kehamilan, dan tidak diketahui sebelum hamil

23
2.3.3 Patofisiologi

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah tinggi

karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup sehingga

mengakibatkan terjadinya penumpukan gula dalam darah yang menyebabkan

terjadinya hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu

dalam darah. Glukosa dalam tubuh dibentuk di dalam hati dari makanan yang

dikonsumsi ke dalam tubuh. Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh pankreas

yang berfungsi untuk memfasilitasi atau mengendalikan kadar glukosa dalam darah

dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Defisiensi insulin ini menyebabkan

penggunaan glukosa dalam tubuh menurun yang akan menyebabkan kadar glukosa

darah dalam plasma tinggi atau hiperglikemi. Keadaan hiperglikemi ini akan

menyebabkan terjadinya glukosuria dikarenakan glukosa gagal diserap oleh ginjal ke

dalam sirkulasi darah dimana keadaan ini akan menyebabkan gejala umum diabetes

mellitus yaitu polyuria, polydipsia, dan polyphagia (Kerner and Brückel, 2014,

Ozougwu, 2013).

Gambar 4. The Egregious Eleven.

24
Secara garis besar patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal (egregious

eleven) yaitu:

1) Kegagalan sel beta pankreas

Pada saat diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah

sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah

sulfonilurea, meglitinid, agonis glucagon-like peptide (GLP-1) dan penghambat

dipeptidil peptidase-4 (DPP-4).

2) Disfungsi sel alfa pankreas

Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan

sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada sintesis glukagon yang

dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan

ini menyebabkan produksi glukosa hati (hepatic glucose production) dalam

keadaan basal meningkat secara bermakna dibanding individu yang normal.

Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon

meliputi agonis GLP-1, penghambat DPP-4 dan amilin.

3) Sel lemak

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan

peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty acid (FFA))

dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan

mencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot, sehingga mengganggu sekresi

insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoksisitas.

Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidinedion.

4) Otot

Pada penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin

yang multipel di intramioselular, yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi

25
tirosin, sehingga terjadi gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan

sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur

ini adalah metformin dan tiazolidinedion.

5) Hepar

Pada penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat

dan memicu glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal

oleh hepar (hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui

jalur ini adalah metformin, yang menekan proses glukoneogenesis.

6) Otak

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obese

baik yang diabetes maupun non-diabetes, didapatkan hiperinsulinemia yang

merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini

asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga

terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah agonis GLP-1, amilin dan

bromokriptin.

7) Kolon/Mikrobiota

Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam keadaan

hiperglikemia. Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan Diabetes Melitus

tipe 1, Diabetes Melitus tipe 2, dan obesitas sehingga menjelaskan bahwa hanya

sebagian individu berat badan berlebih akan berkembang Diabetes Melitus.

8) Usus halus

Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar dibanding kalau

diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin ini

diperankan oleh 2 hormon yaitu glucagon-like polypeptide-1 (GLP-1) dan

glucosedependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric

26
inhibitory polypeptide (GIP). Pada penyandang Diabetes Melitus Tipe 2

didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap hormon GIP. Hormon

inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya

bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4

adalah DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam

penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim alfa glukosidase yang akan

memecah polisakarida menjadi monosakarida, dan kemudian diserap oleh usus

sehingga berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang

bekerja untuk menghambat kinerja enzim alfa glukosidase adalah acarbosa.

9) Ginjal

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis Diabetes

Melitus Tipe 2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan

puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran

enzim sodium glucose co-transporter (SGLT-2) pada bagian convulated tubulus

proksimal, dan 10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1 pada

tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urin.

Pada penyandang Diabetes Melitus terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2,

sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi glukosa di dalam tubulus ginjal dan

mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah. Obat yang menghambat

kinerja SGLT-2 ini akan menghambat reabsorbsi kembali glukosa di tubulus

ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urin. Obat yang bekerja di jalur

ini adalah penghambar SGLT-2. Dapaglifozin, empaglifozin dan canaglifozin

adalah contoh obatnya.

10) Lambung

Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi kerusakan sel

27
beta pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan percepatan pengosongan

lambung dan peningkatan absorpsi glukosa di usus halus, yang berhubungan

dengan peningkatan kadar glukosa postprandial.

11) Sistem Imun

Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respons fase akut (disebut sebagai

inflamasi derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi sistem imun

bawaan/innate) yang berhubungan kuat dengan patogenesis Diabetes Melitus

Tipe 2 dan berkaitan dengan komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis.

Inflamasi sistemik derajat rendah berperan dalam induksi stres pada endoplasma

akibat peningkatan kebutuhan metabolisme untuk insulin. Diabetes Melitus

Tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer dan penurunan produksi insulin,

disertai dengan inflamasi kronik derajat rendah pada jaringan perifer seperti

adiposa, hepar dan otot (PERKENI, 2019).

2.3.4 Faktor Resiko

Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi:

• Ras dan etnik

• Riwayat keluarga dengan Diabetes Melitus

• Umur: risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring dengan

meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan skrining Diabetes

Melitus.

• Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat

pernah menderita Diabetes Melitus Gestasional (DMG).

28
• Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang

lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding

dengan bayi yang lahir dengan BB normal.

b. Faktor yang bisa dimodifikasi

• Berat badan lebih (IMT ≥ 23 kg/m2).

• Kurangnya aktivitas fisik

• Hipertensi (>140/90 mmHg)

• Dislipidemia (HDL <35 mg/dL dan/atau trigliserida >250 mg/dL)

• Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah serat

akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan

Diabetes Melitus Tipe 2.

c. Faktor lain yang terkait dengan risiko Diabetes Melitus

• Penyandang sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa

terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.

• Penyandang yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke,

PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases) (PERKENI, 2019).

2.3.5 Diagnosis

Menurut PERKENI Tahun 2019, diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan atas dasar

pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah

pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan

hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan

atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang

Diabetes Melitus yaitu:

• Keluhan klasik Diabetes Melitus: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan

29
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi

pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Tabel 7. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus


Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO).
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).


Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria Diabetes Melitus

digolongkan ke dalam kelompok pre-diabetes yang meliputi toleransi glukosa terganggu

(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

• Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma

puasa antara 100-125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <

140 mg/dL

• Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam

setelah TTGO antara 140-199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dL

• Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT

• Diagnosis pre-diabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan

HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

30
2.3.6 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang

diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :

1) Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan Diabetes Melitus, memperbaiki

kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.

2) Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati dan makroangiopati.

3) Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas Diabetes

Melitus.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan

darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.

Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum

Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang meliputi:

1) Riwayat Penyakit

2) Pemeriksaan Fisik

3) Evaluasi Laboratorium

a. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah TTGO.

b. Pemeriksaan kadar HbA1c

4) Penapisan Komplikasi

Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus

Penatalaksanaan Diabetes Melitus dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi

nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan

obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral

dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan

31
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang

menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan

kesehatan sekunder atau tersier.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan

darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.

a) Edukasi

b) Terapi Nutrisi Medis (Diet)

c) Latihan Jasmani

d) Terapi Farmakologis

1. Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi 6

golongan:

a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

• Sulfonilurea

• Glinid

b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin

• Metformin

• Tiazolidinedion (TZD)

c. Penghambat Alfa Glukosidase

d. Penghambat enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4 inhibitor)

e. Penghambat enzim Sodium Glucose co-Transporter 2 (SGLT-2

inhibitor)

2. Obat Antihipergilkemi Suntik

Insulin merupakan obat anti hiperglikemia suntik, yaitu agonis GLP-1 dan

kombinasi insulin-agonis GLP-1.

32
Insulin digunakan pada keadaan :

• HbA1c saat diperiksa 7.5% dan sudah menggunakan satu atau dua obat

antidiabetes

• HbA1c saat diperiksa > 9%

• Penurunan berat badan yang cepat

• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

• Krisis Hiperglikemia

• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)

• Kehamilan dengan diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali

dengan perencanaan makan

• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

• Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Jenis dan Lama Kerja Insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 6 jenis :

• Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)

• Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)

• Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)

• Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)

• Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin)

• Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat

dengan menengah (Premixed insulin)

• Insulin campuran tetap, kerja ultra panjang dengan kerja cepat

33
Efek Samping Terapi Insulin

• Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya Hipoglikemia

• Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian komplikasi

akut Diabetes Melitus

• Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin

Dasar Pemikiran Terapi Insulin

• Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.

Terapi insulin diupayakan mampu menyerupai pola sekresi insulin yang

fisiologis.

• Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin

prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan

timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi

insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.

• Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi

terhadap defisiensi yang terjadi.

• Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa

darah basal (puasa/sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi

oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran

glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau

panjang)

• Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan

dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum

tercapai.

34
• Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan

HbA1c belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa

darah prandial (meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk

mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat

(rapid acting) yang disuntikan 5-10 menit sebelum makan atau insulin

kerja pendek (short acting) yang disuntikkan 30 menit sebelum makan.

Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan obat antihiperglikemia

oral untuk menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat

peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau

penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose), atau

metformin (golongan biguanid)

Cara Penyuntikan Insulin

• Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),

dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.

• Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau drip.

• Insulin campuran (mixed insulin) merupakan kombinasi antara insulin

kerja pendek dan insulin kerja menengah, dengan perbandingan dosis

yang tertentu, namun bila tidak terdapat sediaan insulin campuran

tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan

pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.

• Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus

dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

• Penyuntikan insulin dengan menggunakan semprit insulin dan jarumnya

sebaiknya hanya dipergunakan sekali, meskipun dapat dipakai 2-3 kali

35
oleh penyandang diabetes yang sama, sejauh sterilitas penyimpanan

terjamin. Penyuntikan insulin dengan menggunakan pen, perlu

penggantian jarum suntik setiap kali dipakai, meskipun dapat dipakai 2-

3 kali oleh penyandang diabetes yang sama asal sterilitas dapat dijaga.

• Kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan

semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit) harus diperhatikan,

dan dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia

hanya U100 (artinya 100 unit/mL).

• Penyuntikan dilakukan pada daerah: perut sekitar pusat sampai ke

samping, kedua lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid), kedua

paha bagian luar.

Tabel 8. Onset, Puncak, Efek, dan Durasi Insulin


Onset, Puncak Efek, dan Durasi Insulin
Insulin Onset Puncak Efek Lama Kerja
Kerja Cepat 5-15 menit 30-90 menit < 5 jam
- Aspart
- Lispro
Kerja Pendek 30-60 menit 2-3 jam 5-8 jam
- Reguler
Kerja Menengah 2-4 jam 4-10 jam 10-16 jam
- NPH
Kerja Panjang 2-4 jam No Peak 20-24 jam
- Glargine
Campuran
75% NPL / 25% Lispro 5-15 menit Dual 10-16 jam
70% APS / 30% Aspar 5-15 menit Dual 10-16 jam
70% NPH / 30% Regular/NPH 30-60 menit Dual 10-16 jam

Injeksi Insulin

Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup dan obat

hipoglikemik oral gagal untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien

diabetes. Pada pasien dengan Diabetes Tipe-1, pankreas tidak dapat

36
menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian

insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam

lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral. Ada lima jenis insulin

dapat digunakan pada pasien dengan diabetes mellitus berdasarkan pada

panjang kerjanya, yaitu Kerja Cepat, Kerja Pendek, Kerja Menengah, Kerja

Panjang, dan Campuran. (PERKENI, 2015)

e) Pemantauan Kadar Glukosa

Tujuan utama dalam pengelolaan pasien diabetes adalah kemampuan mengelola

penyakitnya secara mandiri, penderita diabetes dan keluarganya mampu

mengukur kadar glukosa darahnya secara cepat dan tepat karena pemberian

insulin tergantung kepada kadar glukosa darah. Dari beberapa penelitian telah

dibuktikan adanya hubungan bermakna antara pemantauan mandiri dan kontrol

glikemik. Pengukuran kadarglukosa darah beberapa kali per hari harus dilakukan

untuk menghindari terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia, serta untuk

penyesuaian dosis insulin. Kadar glukosa darah preprandial, post prandial dan

tengah malam sangat diperlukan untuk penyesuaian dosis insulin.Perhatian yang

khusus terutama harus diberikan kepada anak pra-sekolah dan sekolah tahap awal

yang sering tidak dapat mengenali episode hipoglikemia dialaminya. Pada

keadaan seperti ini diperluka pemantauan kadar glukosa darah yang lebih sering.

(PERKENI, 2015)

37
Gambar 5. Alur Tatalaksana Diabetes Melitus

Penjelasan Algoritma Tatalaksana Diabetes Melitus

1. Untuk pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan HbA1c saat diperiksa <7,5% maka

pengobatan dimulai dengan modifikasi gaya hidup sehat dan monoterapi oral.

2. Untuk pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan HbA1c saat diperiksa ≥7,5%, atau

pasien yang sudah mendapatkan monoterapi dalam waktu 3 bulan namun tidak bisa

mencapai target HbA1c <7%, maka dimulai terapi kombinasi 2 macam obat yang

terdiri dari metformin ditambah dengan obat lain yang memiliki mekanisme kerja

berbeda. Bila terdapat intoleransi terhadap metformin, maka diberikan obat lain

seperti tabel lini pertama dan ditambah dengan obat lain yang mempunyai

mekanisme kerja yang berbeda.

3. Kombinasi 3 obat perlu diberikan bila sesudah terapi 2 macam obat selama 3 bulan

tidak mencapai target HbA1c <7%

4. Untuk pasien dengan HbA1c saat diperiksa >9% namun tanpa disertai dengan

gejala dekompensasi metabolik atau penurunan berat badan yang cepat, maka

38
boleh diberikan terapi kombinasi 2 atau 3 obat, yang terdiri dari metformin (atau

obat lain pada lini pertama bila ada intoleransi terhadap metformin) ditambah obat

dari lini ke 2.

5. Untuk pasien dengan HbA1c saat diperiksa >9% dengan disertai gejala

dekompensasi metabolik maka diberikan terapi kombinasi insulin dan obat

hipoglikemik lainnya.

6. Pasien yang telah mendapat terapi kombinasi 3 obat dengan atau tanpa insulin,

namun tidak mencapai target HbA1c <7% selama minimal 3 bulan pengobatan,

maka harus segera dilanjutkan dengan terapi intensifikasi insulin.

7. Jika pemeriksaan HbA1c tidak dapat dilakukan, maka keputusan pemberian terapi

dapat menggunakan pemeriksaan glukosa darah.

8. HbA1c 7 % setara dengan rerata glukosa darah sewaktu 154 mg/dL. HbA1c 7-

7,49% setara dengan rerata glukosa darah puasa atau sebelum makan 152 mg/dL,

atau rerata glukosa darah post prandial 176 mg/dL. HbA1c >9% setara dengan

rerata glukosa darah sewaktu 212 mg/dL.

2.3.7 Komplikasi

Secara umum komplikasi daripada diabetes melitus dibagi menjadi 2 yaitu;

a. Komplikasi Makrovaskular

Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah

arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosklerosis. Akibat

atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, dan

stroke.Komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita

diabetes adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan

penyakit pembuluh darah perifer.Komplikasi makrovaskular ini sering terjadi

pada penderita diabetes melitus tipe-2 yang umumnya menderita hipertensi,

39
dislipidemia dan atau kegemukan.(Fowler, 2011)

b. Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus

tipe-1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi

menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan

terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang

mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain

retinopati, nefropati, dan neuropati (Fowler, 2011).

2.3.8 Pencegahan

Sasaran pencegahan primer. Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada

kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi

berpotensi untuk menderita Diabetes Melitus tipe 2 dan intoleransi glukosa.

40
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 KERANGKA KONSEP EVALUASI

Untuk mempermudah identifikasi faktor penyebab masalah Program Deteksi Dini Penyakit

Tidak Menular di UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021 diperlukan kerangka konsep

dengan menggunakan pendekatan sistem berupa input, proses dan output.

3.2 TOLAK UKUR PENILAIAN

Evaluasi dilakukan pada Program Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular di UPT Puskesmas

Segala Mider tahun 2021. Adapun sumber rujukan tolak ukur penilaian yang digunakan adalah:

1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2015 tentang Penanggulangan PTM.

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2016 tentang PIS-

PK.

3. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal di

Kabupaten dan Provinsi.

4. RENSTRA 2015-2019 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02./MENKES/52/2015.

5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 (Peraturan

Presiden Nomor 2 tahun 2015).



3.3 PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data yang dilakukan berupa:

1. Sumber data primer

Melakukan wawancara langsung dengan koordinator pelaksana Program Deteksi Dini

Penyakit Tidak Menular di UPT Puskesmas Segala Mider.

2. Sumber data sekunder

Laporan triwulan I sampai triwulan III mengenai capaian Program Deteksi Dini

Penyakit Tidak Menular di UPT Puskesmas Segala Mider.

3.4 ANALISA DATA

Evaluasi Program Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular di UPT Puskesmas Segala Mider

Tahun 2021 dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Menetapkan indikator dan tolak ukur dari unsur keluaran. Mengetahui atau menetapkan

indikator atau tolak ukur atau standar yang ingin dicapai merupakan langkah pertama

untuk menentukan adanya suatu masalah dari pencapaian hasil output. Indikator

didapatkan dari berbagai rujukan, rujukan tersebut harus realistis dan sesuai sehingga

layak digunakan untuk mengukur. Tolak ukur juga diperoleh dari rujukan.

2. Langkah selanjutnya adalah membandingkan hasil pencapaian program (output)

dengan tolak ukurnya. Jika terdapat kesenjangan antara tolak ukur dengan hasil

pencapaian pada unsur keluaran maka disebut sebagai masalah.

3. Menetapkan prioritas masalah. Masalah-masalah pada komponen output tidak

semuanya dapat diatasi secara bersamaan mengingat keterbatasan kemampuan

Puskesmas. Selain itu adanya kemungkinan masalah-masalah tersebut berkaitan satu

dengan yang lainnya dan bila diselesaikan salah satu masalah yang dianggap paling

42
penting, maka masalah lainnya dapat teratasi pula. Oleh sebab itu, ditetapkanlah

prioritas masalah yang akan dicari solusi untuk memecahkannya.

Metode pemecahan masalah yang digunakan adalah USG, yaitu ;

a. Urgency

Menilai ketersediaan waktu untuk pemecahan masalah yang ada.

b. Seriousness

Melihat pengaruh bahwa masalah tersebut akan menyebabkan hal yang serius

atau fatal.

c. Growth

Aspek kemungkinan meluasnya atau berkembangnya masalah maupun

kemungkinan timbulnya masalah

Untuk penilaiannya; nilai 1 (rendah), 2 (sedang), 3 (cukup), 4 (tinggi), 5 (sangat tinggi).

4. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan. Untuk menentukan

penyebab masalah yang telah diprioritaskan tersebut, maka dibuatlah kerangka konsep

masalah. Dengan menggunakan kerangka konsep diharapkan semua faktor penyebab

masalah dapat diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.

5. Identifikasi Masalah

Identifikasi penyebab masalah dilakukan dengan membandingkan antara tolak ukur

atau standar komponen-komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan

pencapaian di lapangan. Bila terdapat kesenjangan, maka ditetapkan sebagai penyebab

masalah yang diprioritaskan tadi. Identifikasi masalah/akar masalah dalam penulisan

ini menggunakan diagram fishbone.

Diagram fishbone merupakan suatu alat visual untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi,

dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan

43
dengan suatu permasalahan. Konsep dasar dari diagram fishbone adalah permasalahan

mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari

kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya.

Dalam analisis penyebab masalah pada tulisan ini digunakan kategori 5M (Man,

Money, Material, Method, Machine). Setelah didapatkan faktor-faktor penyebab

masalah selanjutnya ditentukan prioritas faktor penyebab masalah dengan

menggunakan teknik kriteria matriks.

Untuk menyusun prioritas masalah ada beberapa indikator yang sering dipergunakan,

yaitu:

a. I (Importance) : pentingnya masalah, yang terdiri dari beberapa unsur lagi yaitu;

1) P (Prevalence), jumlah suatu masyarakat yang terkena masalah, semakin

besar maka semakin harus diprioritaskan.

2) S (Severity), berat tingginya masalah yang dihadapi, serta seberapa jauh

akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut.

3) PB (Public concern), menyangkut besarnya keprihatinan masyarakat

terhadap suatu masalah.

4) RI (Rate of increase), yaitu jumlah kenaikan angka penyakit dalam periode

waktu tertentu.

5) DU (Degree of unmeet need), yaitu adanya keinginan/dorongan besar dari

masyarakat agar masalah tersebut dapat segera diselesaikan

6) SB (Social Benefit), sejauh mana keuntungan sosial yang diperoleh dari

penyelesaian masalah tersebut.

7) PC (Politicial climate), besarnya dukungan politik dari pemerintah sangat

menentukan besarnya keberhasilan penyelesaian masalah.

44
b. T (Technology feasibility), ketersediaan teknologi dalam mengatasi suatu

masalah.

c. R (Resource avaibility), menyangkut ketersediaan sumber daya yang dapat

dipergunakan untuk menyelesaikan suatu masalah

Kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus: “I x T x R”; masalah

dengan skor paling tinggi merupakan masalah yang paling dominan.

6. Membuat Alternatif Pemecahan Masalah

Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa alternatif

pemecahan masalah. Alternatif-alternatif pemecahan masalah tersebut dibuat untuk

mengatasi penyebab-penyebab masalah yang telah ditentukan. Alternatif pemecahan

masalah ini dibuat dengan memperhatikan kemampuan serta situasi dan kondisi

Puskesmas.

7. Menentukan Prioritas Pemecahan Masalah

Pemilihan cara pemecahan masalah ini dengan memakai teknik kriteria matriks. Dua

kriteria yang lazim digunakan adalah efektivitas (magnitude, inportancy, vulnerability)

dan efisiensi jalan keluar, Nilai efisiensi ini biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang

diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan,

makin tidak efisien jalan keluar tersebut (Azwar, 2010).

𝑀𝑥𝐼𝑥𝑉
𝑃 =
𝐶
Keterangan:
P : Priority
M : Magnitude
I : Importancy
V :Vulnerability
C : Cost

45
3.5 WAKTU DAN TEMPAT

Data yang diambil mulai dari 8 November 2021- 13 November 2021 di UPT Puskesmas Segala

Mider, Jl. Pagar Alam No. 207, Kel. Gunung Agung, Kec. Langkapura, Bandar Lampung.

46
BAB IV
PROFIL PUSKESMAS

4.1 GEOGRAFI

4.1.1 Wilayah Kerja

Gambar 6. Peta Wilayah Kerja UPT Puskesmas Segala Mider

UPT Puskesmas Segala Mider merupakan unit pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan

Kota Bandar Lampung yang merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah Kota

Bandar Lampung di bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala puskesmas

yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota



Bandar Lampung berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung nomorr

442.I/IV.41/HK/TAHUN 2011 tentang Penetapan Nama-Nama dan Wilayah Kerja

Puskesmas Rawat Inap, Puskesmas Rawat Jalan dan Puskesmas Pembantu pada Dinas

Kesehatan Kota Bandar Lampung. UPT Puskesmas Segala Mider memiliki wilayah

kerja meliputi lima kelurahan, yaitu Kelurahan Gunung Agung, Kelurahan Gunung

Terang, Kelurahan Bilabong Jaya, Kelurahan Langkapura, dan Kelurahan Langkapura

Baru. Luas wilayah kerja UPT Puskesmas Segala Mider yaitu sebesar 597 Ha.

4.1.2 Batas-Batas Wilayah

Adapun batas-batas wilayah kerja UPT Puskesmas Mider :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Raja Basa

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Susunan Baru

3. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Kedaton dan Kelurahan Gedong Air

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kemiling

4.2 SUMBER DAYA PUSKESMAS

4.2.1 Tenaga Kesehatan

Jumlah karyawan di UPT Puskesmas Segala Mider dan jaringannya berdasarkan strata

pendidikan dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 9. Jumlah Karyawan UPT Puskesmas Segala Mider Berdasarkan Strata Pendidikan
No. Strata Pendidikan PNS Non PNS
1. S1 sederajat 13 14
2. DIII 18 21
3. DI 1 0
4. SLTA 3 2
5. SLTP 0 1
6. SD 0 0
Jumlah 35 38

48
Jumlah karyawan di UPT Puskesmas Segala Mider dan jaringannya berdasarkan

fungsinya dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 10. Jumlah Karyawan UPT Puskesmas Segala Mider Berdasarkan Fungsi
No. Profesi Jumlah
1. Kepala Puskesmas 1
2. Kasubag TU 1
3. Administrasi/Ketatausahaan 4
4. Dokter Umum 5
5. Dokter Gigi 1
6. Epidemiolog 0
7. Perawat 19
8. Perawat Gigi 2
9. Bidan 24
10. Farmasi 3
11. Nutrisionis 2
12. Sanitarian 2
13. Analis Kesehatan 1
14. Cleaning Service 1
15. Akuntan 2
16. Sopir 1
17. Satpam 0
18. SMA Umum 1
19. Penjaga Malam 1
20. Penjaga Parkir 1
Jumlah 72

4.2.2 Sarana dan Prasarana


Proporsi sarana pelayanan kesehatan yang ada di UPT Puskesmas Segala Mider beserta
jaringannya adalah sebagai berikut.

Tabel 11. Sarana Pelayanan Kesehatan di UPT Puskesmas Segala Mider


Total Luas
Nama Luas Tanah &
No. Jumlah Lantai & Kondisi Kekurangan
Sarpras Status
Gedung
1. Roda 4 1 Baik
2. Roda 2 1 Baik
3. Puskesmas 1
600/Pemkot 400 Baik Lahan
Induk
Parkir
4. Pustu 1 110/Tanah
100 Baik
Gunter Kelurahan
5. Pustu Kulit 1 120/Pemkot 100 Baik

49
4.3 VISI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER

Visi merupakan gambaran menantang dan imajinatif tentang peran, tujuan dasar, karakteristik

dan filosofi organisasi dimasa mendatang yang akan menajamkan tugas-tugas strategik

organisasi. Visi UPT Puskesmas Segala Mider adalah:

“Puskesmas dengan Pelayanan Prima Menuju Masyarakat Sehat dan Mandiri“

4.4 MISI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER

Untuk mewujudkan visi UPT Puskesmas Segala Mider, dipandang perlu menggariskan misi

yang harus dilaksanakan Pengelola Program Kesehatan, antara lain :

1. Memberikan pelayanan secara prima

2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia

3. Mengembangkan sarana dan prasarana yang mengutamakan kualitas pelayanan

4. Meningkatkan akses dan keterjangkauan masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan

5. Meningkatkan peran serta aktif masyarakat terhadap kesehatan

4.5 TATA NILAI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER

Tata nilai UPT Puskesmas Segala Mider adalah “TEPAT”

T: Tanggung Jawab

E: Empati

P: Peduli

A: Akurat

T: Tanggap

50
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyakit Tidak Menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari

orang ke orang. Penyakit tidak menular mempunyai durasi panjang yang umumnya

berkembang lambat. Empat jenis utama dari penyakit tidak menular adalah penyakit

kardiovaskular, kanker, penyakit pernafasan kronis, dan diabetes melitus.

Untuk mengurangi dampat PTM pada individu dan masyarakat, diperlukan pendekatan

komprehensif yang membutuhkan peran banyak sector, seperti kesehatan, ekonomi, urusan

luar negeri, Pendidikan, pertanian, dan lainnya untuk bekerja sama mengurangi distribusi factor

resiko PTM, melalui intervensi untuk mempromosikan Deteksi Dini PTM.

Identifikasi Masalah dan Menetapkan Tolak Ukur yang Digunakan

Suatu masalah ditetapkan jika terdapat kesenjangan antara keluaran dengan tolak ukurnya,

sedangkan penyebab masalah ditentukan bila ada kesenjangan antara unsur system lainnya

dengan tolak ukur. Proses identifikasi masalah dilakukan secara bertahap, dimulai dari

keluaran (output) program kerja Puskesmas, kemudian apabila ditemukan adanya kesenjangan

antara tolak ukut dengan data keluaran tersebut maka harus dicari kemungkinan penyebab

masalah pada unsur masukan (input, proses, atau lingkungan). Identifikasi masalah dimulai

dengan melihat adanya kesenjangan antara pencapaian dan target. Setelah identifikasi masalah

dilakukan, selanjutnya menentukan tolak ukur dari permasalahan tersebut. Dalam makalah ini,



tolak ukur dari deteksi dini PTM Hipertensi sebesar 55% dan Diabetes Melitus sebesar 55%

hingga bulan September 2021.

Membandingkan Pencapaian Keluaran Program dengan Tolak Ukur Keluaran

Masalah yang ditemukan pada program deteksi dini penyakit PTM Hipertensi dan Diabetes

Melitus di Puskesmas Segala Mider adalah tidak tercapainya angka deteksi dini PTM

Hipertensi sebesar 55% dan Diabetes Melitus sebesar 55% sejak bulan Januari hingga bulan

September 2021.

Kerangka Konsep

Untuk mempermudah identifikasi faktor penyebab masalah program deteksi dini penyakit

PTM hipertensi dan diabetes melitus di Puskesmas Segala Mider diperlukan kerangka konsep

dengan menggunakan pendekatan sistem. Terdapat dua factor utama yang mempengaruhi

keberhasilan program yaitu factor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain pendanaan

kegiatan, pelaksana atau SDM (Petugas Puskesmas), dan promosi kesehatan. Sedangkan faktor

eksternal antara lain: pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) masyarakat mengenai pentingnya

deteksi dini PTM Hipertensi dan Diabetes Melitus.

Identifikasi Penyebab Masalah

Sesuai dengan pendekatan sistem, ketidakberhasilan pencapaian program deteksi dini PTM

hipertensi dan diabetes melitus di Puskesmas Segala Mider merupakan suatu output yang tidak

sesuai dengan target. Untuk mengatasinya, dengan pendekatan sistem harus diperhatikan

kemungkinan adanya masalah pada komponen lain pada sistem mengingat suatu system

merupakan keadaan yang berkesinambungan dan saling mempengaruhi.

Setelah mengetahui faktor atau masalah dominan, langkah berikutnya adalah mencari akar

masalah dengan menggunakan diagram fishbone. Berdasarkan diagram fishbone tersebut,

52
masih perlu mencari masalah-masalah yang paling memiliki peranan dalam mencapai

keberhasilan program. Dengan menggunakan model teknik kriteria matriks pemilihan prioritas

dapat dipilih masalah yang paling dominan.

MATERIAL
MONEY MAN
Kurangnya alat
terutama chip
Gula Darah untuk
Keterbatasan Dana Perencanaan
Kurangnya pemeriksaan
untuk sarana dan deteksi dini program dan
pengetahuan pencapaian kurang
prasarana masyarakat tentang penyakit
baik
skrining HT dan
Diabetes Melitus

Tidak tercapainya angka


kunjungan untuk deteksi
dini penyakit HT <55% dan
Diabetes Melitus <55%
Petugas terlalu banyak
memegang program
sehingga tidak terfokus
pada program yang ada
Pandemi
COVID-19
membuat
pelaksanaan
terbatas Lokasi
pelaksanaan yang
berpindah-pindah
dan jadwal yang
tidak tetap
membuat
masyarakat
kesulitan MACHINE
mengikuti
kegiatan
METHODE

53
Tabel 12. Identifikasi Penyebab Masalah
I JUMLAH
No. Daftar Masalah P S R DU SB PB PC T R
IxTxR
I
1. Money
a. Keterbatasan dana untuk sarana dan prasarana 3 3 2 3 2 2 3 2 2 72

2. Machine
a. Petugas terlalu banyak memegang program sehingga 2 2 2 2 2 2 2 2 3 84
tidak terfokus pada program yang ada

3. Material
a. Kurangnya alat terutama chip Gula Darah untuk 3 3 2 3 3 3 3 3 3 180
pemeriksaan deteksi dini penyakit
2 2 2 3 3 2 2 2 2 64
b. Perencanaan program dan pencapaian kurang baik

4. Man
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang skrining 3 3 2 2 3 2 2 2 3 102
Hipertensi dan Diabetes Melitus

5 Method
a. Pandemi COVID-19 membuat pelaksanaan terbatas 3 3 2 2 3 2 2 2 2 68
b. Lokasi pelaksanaan yang berpindah-pindah dan 3 3 2 3 3 3 3 3 3 180
jadwal yang tidak tetap membuat masyarakat
kesulitan mengikuti kegiatan

Keterangan :
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
RI : Rate of Increase (kenaikan besarnya masalah)
DU : Degree of Unmeet-need (derajat keinginan masyarakat yang tidak
dipenuhi)
SB : Social Benefit (keuntungan social karena selesainya masalah)
PB : Public Concern (Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah)
PC : Political Climate (suasana politik)
I :Importancy, yaitu makin penting satu masalah, makin diprioritaskan
masalah tersebut.
T : Technical feasibility, yaitu makin layak teknologi yang tersedia dan yang
dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.
R : Resource ability, yaitu makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai, seperti tenaga, dana,
dan sarana untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.

Setelah dilakukan pemilihan prioritas masalah, didapatkan masalah yang berpengaruh besar

pada tidak tercapainya deteksi dini PTM Hipertensi dan Diabetes Melitus yaitu lokasi

pelaksanaan yang berpindah-pindah dan tidak sesuai jadwal membuat masyarakat kesulitan

mengikuti kegiatan dan kurangnya alat terutama chip gula darah untuk pemeriksaan deteksi

dini penyakit.

54
Peningkatan prevalensi PTM telah mendorong lahirnya kesepakatan tentang strategi global

dalam Deteksi Dini PTM, khususnya di negara berkembang. Peningkatan beban akibat PTM

sejalan dengan meningkatnya faktor resiko yang meliputi meningkatnya tekanan darah, gula

darah, indeks massa tubuh atau obesitas, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik,

merokok dan alcohol. Tujuan dari deteksi dini PTM Hipertensi dan Diabetes Melitus untuk

menurunkan angka kematian yang dapat dicegah setiap tahun dengan meningkatkan kesadaran

dan pengetahuan tentang Hipertensi dan Diabetes Melitus, dan mendorong lintas sektor lainnya

di luar bidang kesehatan serta individu dan masyarakat untuk berperan dalam mencegah

Hipertensi dan Diabetes Melitus. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap program deteksi

dini Hipertensi dan Diabetes Melitus inilah yang menyebabkan kunjungan deteksi dini

Hipertensi dan Diabetes Melitus Puskesmas Segala Mider masih rendah.

Menyusun Alternatif Jalan Keluar

Belum tercapainya target pelaksanaan kegiatan pengendalian Hipertensi dan Diabetes Melitus

melalui cara posbindu sebagai kegiatan pencegahan penyakit Hipertensi dan Diabetes Melitus

di wilayah kerja Puskesmas Segala Mider menjadi salah satu penyebab angka penyakit

Hipertensi dan Diabetes Melitus masih tinggi. Setelah dilakukan pencarian masalah utama,

diperoleh masalah yaitu kurang baiknya perencanaan kegiatan Deteksi Dini Hipertensi dan

Diabetes Melitus dan pencapaian yang tidak memenuhi target. Berdasarkan faktor penyebab

masalah yang dapat diidentifikasi, maka dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah sebagai

berikut:

55
Tabel 13. Alternatif Penyelesaian Masalaqwe
Masalah Penyebab Alternatif
Tidak tercapainya Lokasi pelaksanaan yang 1. Membuat Whatsapp Group per RT
angka kunjungan berpindah-pindah dan agar informasi adanya informasi
untuk deteksi dini tidak sesuai jadwal terkait kegiatan posbindu sampai ke
penyakit Hipertensi membuat masyarakat target sasaran sehingga target
<55% dan Diabetes kesulitan mengikuti deteksi dini tercapai.
Melitus <55% kegiatan 2. Menggabungkan beberapa RT di setiap
kelurahan pada setiap kegiatan
posbindu agar kegiatan menjadi lebih
efesien.
3. Melakukan penjadwalan posbindu
mobile dengan waktu dan tempat
yang tetap pada setiap bulannya agar
kegiatan menjadi lebih efesien

Kurangnya alat terutama 1. Menyediakan jumlah alat pemeriksaan


chip Gula Darah untuk sesuai dengan jumlah target sasaran.
pemeriksaan deteksi dini 2. Menentukan penanggung jawab
penyakit sarana dan prasarana untuk
memaintenance alat sehingga tidak
mudah rusak.

Pada tabel diatas didapatkan 4 alternatif pemecahan masalah pada deteksi dini di wilayah

kerjaPuskesmas Segala Mider sebagai berikut, melakukan penjadwalan posbindu mobile

dengan waktu dan tempat yang tetap pada setiap bulannya dengan cara menggabungkan

beberapa RT di setiap kelurahan yang strategis dan mudah dijangkau pada setiap kegiatan

posbindu agar kegiatan menjadi lebih efesien, membuat whatsapp group per RT agar

informasi adanya kegiatan posbindu tersampaikan dengan baik, menyediakan jumlah alat

pemeriksaan sesuai dengan jumlah target sasaran dan menentukan penanggung jawab

sarana dan prasarana untuk memaintenance alat sehingga tidak mudah rusak. Setelah

mendapatkan alternatif masalah maka diperlukan prioritas pemcahan masalah/ jalan keluar

56
Memilih Prioritas Jalan Keluar

Tabel 14. Prioritas Jalan Keluar


Efektivitas Efisiensi Jumlah
No Alternatif Pemecahan Masalah
M I V C (MIV/C)
1. Membuat Whatsapp Group per RT
agar informasi adanya informasi
terkait kegiatan posbindu sampai ke 4 4 4 1 64
target sasaran sehingga target deteksi
dini tercapai
2. Menggabungkan beberapa RT di
setiap kelurahan agar kegiatan lebih 4 3 4 1 48
efesien..
3. Menyediakan jumlah alat
pemeriksaan sesuai dengan jumlah 4 4 4 3 21
target sasaran.
4. Menentukan penanggung jawab
sarana dan prasarana untuk
memaintenance alat sehingga tidak 2 2 2 1 8
mudah rusak.

5. Melakukan penjadwalan posbindu


mobile dengan waktu dan tempat
yang tetap pada setiap bulannya agar
4 3 2 3 8
kegiatan menjadi lebih efesien.
Keterangan :
M = Magnitude (besarnya masalah yang dapat diselesaikan)
I = Importance (pentingnya jalan keluar)
V = Vulnerability (sensitivitas jalan keluar )
C = Cost (efisiensi jalan keluar)

Dari analisis prioritas alternatif pemecahan masalah diatas, didapatkan bahwa prioritas

pemecahan masalah adalah dengan Membuat Whatsapp Group per RT agar informasi

adanya informasi terkait kegiatan posbindu sampai ke target sasaran sehingga target

deteksi dini tercapai. Selain itu analisis prioritas alternatif pemecahan masalah yang tidak

kalah penting adalah menggabungkan beberapa RT di setiap kelurahan agar kegiatan

lebih efesien serta menyediakan jumlah alat pemeriksaan sesuai dengan jumlah target

sasaran.

57
BAB VI
PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil evaluasi Program Deteksi Dini PTM Hipertensi dan Diabetes Melitus

di Puskesmas Segala Mider tahun 2021, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Angka capaian program Deteksi Dini PTM di Puskesmas Segala Mider tahun 2021

adalah; hipertensi 8,60% dan Diabetes Melitus 12% sedangkan targetnya yaitu

hipertensi 55,00% dan Diabetes Melitus 55,00%. Hal ini menjadi prioritas

masalah dalam pelaksanaan program Deteksi Dini PTM hipertensi dan Diabetes

Melitus di Puskesmas Segala Mider.

2. Penyebab masalah angka capaian program Deteksi Dini PTM hipertensi dan

Diabetes Melitus adalah yang pertama karena lokasi pelaksanaan yang berpindah-

pindah dan tidak sesuai jadwal membuat masyarakat kesulitan mengikuti kegiatan

dan yang kedua adalah kurangnya alat terutama chip gula darah untuk

pemeriksaan deteksi dini penyakit.

3. Prioritas alternatif pemecahan masalah yang pertama adalah dengan melakukan

penjadwalan posbindu mobile dengan waktu dan tempat yang tetap pada setiap

bulannya dan yang kedua adalah menyediakan tempat pelaksanaan di tempat yang

strategis agar dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat.



6.2 SARAN

Adapun saran dari evaluasi program Deteksi Dini PTM hipertensi dan Diabetes Melitus

di wilayah kerja Puskesmas Segala Mider tahun 2021 adalah sebagai berikut:

1. Menggabungkan beberapa RT di setiap kelurahan pada setiap kegiatan posbindu

agar kegiatannya menjadi lebih efisisien.

2. Menyediakan jumlah alat pemeriksaan sesuai dengan jumlah target sasaran.

59
DAFTAR PUSTAKA

Agoes HA. 2015. Penyakit di Usia Tua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2020. Buku Pedoman Manajemen
Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kemenkes RI

WHO. 2014. World Health Statistic 2014. Geneva: WHO Press.

PERKENI. 2019. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran TataLaksana Diabetes Melitus


Tipe 2 Dewasa di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI

PERKI. 2019. Konsensus Penatalaksaan Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Hipertensi


Indonesia

Kementrian Kesehatan RI. 2019. Laporan Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Litbangkes,
Kemenkes



LAMPIRAN



Lampiran 1. Kegiatan Posbindu

x
xi

Anda mungkin juga menyukai