Disusun oleh :
dr. Aldo Fatejarum
dr. Diptha Renggani Putri
dr. Rani Pratama Putri
dr. Rendika Oktavia Widiastuti
dr. Yogi Nurbaiti
Pendamping :
dr. Elly Tri Yanuarsih
LEMBAR PERSETUJUAN MAKALAH
EVALUASI PROGRAM
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat,
program, dengan judul “Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular Hipertensi dan Diabetes Mellitus
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada drg. Lidwina Idona, selaku Kepala
UPT Puskesmas Segala Mider dan dr. Elly Tri Yanuarsih, selaku pendamping PIDI Angakatan
II Tahun 2021, periode September-Desember 2021 di UPT Puskesmas Segala Mider, sehingga
makalah evaluasi program ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Rasa terima
kasih juga penulis ucapkan kepada para tenaga kesehatan yang bertugas, sehingga laporan
Penulis menyadari bahwa makalah evaluasi program ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan adanya makalah
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………... v
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….………... vi
DAFTAR BAGAN……………………………………………………………………... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………….. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………………. 4
1.3 TUJUAN………………...……………………………………………... 4
1.4 MANFAAT………….…………………………………………………. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENYAKIT TIDAK MENULAR...……………………..……………. 6
2.1.1 Definisi……………….…………………………………………. 6
2.1.2 Faktor Resiko……...……………………………………………. 6
2.1.3 Jenis-Jenis Penyakit Tidak Menular….…………………………. 9
2.1.4 Indikator dan Program Prioritas…...……………………………. 10
2.1.5 Program Deteksi Dini Faktor Resiko PTM di Pusbindu..………. 11
2.2 HIPERTENSI………………...…………………………..……………. 16
2.2.1 Definisi……………….…………………………………………. 16
2.2.2 Klasifikasi….……...……………………………………………. 17
2.2.3 Gejala……………………………..….…………………………. 17
2.2.4 Patofisiologi…………………...…...………………...…………. 18
2.2.5 Penatalaksanaan………………………………………...………. 19
2.2.6 Komplikasi……………………………………………………… 21
2.2.7 Pencegahan……………………………………………………... 22
2.3 DIABETES MELITUS……………………………………………..…. 23
2.3.1 Definisi……………….…………………………………………. 23
2.3.2 Klasifikasi….……...……………………………………………. 23
2.3.3 Patofisiologi……………………..….………………………..…. 24
2.3.4 Faktor Resiko.………………...…...……………………………. 28
2.3.5 Diagnosis……..………………………………………...………. 29
2.3.6 Penatalaksanaan………………………………………………… 31
2.3.7 Komplikasi……………………………………………………... 39
2.3.8 Pencegahan……………………………………………………... 40
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 KERANGKA KONSEP EVALUASI....…………………………….... 41
3.2 TOLAK UKUR PENILAIAN……………………….………………... 41
3.3 PENGUMPULAN DATA……………………………………………... 42
3.4 ANALISA DATA………………………………………………………. 42
3.5 WAKTU DAN TEMPAT………………………………………………. 46
BAB IV PROFIL PUSKESMAS
4.1 GEOGRAFI…………………………………………………………….. 47
4.1.1 Wilayah Kerja………………………………………………….... 47
4.1.2 Batas-Batas Wilayah…………………………………………….. 48
4.2 SUMBER DAYA PUSKESMAS……………………………………… 48
4.2.1 Tenaga Kesehatan……………………………………………….. 48
4.2.2 Sarana dan Prasarana……………………………………………. 49
4.3 VISI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER………………………..... 50
4.4 MISI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER………………………… 50
4.5 TATA NILAI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER………………. 50
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………... 51
BAB VI PENUTUP
6.1 KESIMPULAN…………………………………………………………. 58
6.2 SARAN………………………………………………………………….. 59
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………... viii
LAMPIRAN……………………………………………………………………………. ix
iv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Cakupan Program Deteksi Dini PTM Puskesmas Segala Mider ………….……... 15
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan dunia dan
Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan karena
penyakit ini merupakan salah satu dari penyebab kematian. PTM juga dikenal sebagai
penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mereka memiliki durasi yang
Pada tahun 2016, sekitar 71% penyebab kematian di dunia adalah PTM yang membunuh
36 juta jiwa per tahun. Sekitar 80% kematian tersebut terjadi di negara berpenghasilan
menengah dan rendah. 73% kematian saat ini disebabkan oleh penyakit tidak menular,
35% diantaranya karena penyakit jantung dan pembuluh darah, 12% oleh penyakit
kanker, 6% oleh penyakit pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan 15% disebabkan
oleh PTM lainnya (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit., 2020).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu penyakit kardiovaskular yang
merupakan PTM. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014 penyakit
kardiovaskular adalah PTM yang banyak terjadi, mempengaruhi kualitas hidup dan
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik >90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat atau tenang. Hipertensi sering diberi gelar The Sillent Killer
karena penyakit ini merupakan pembunuh tersembunyi. Hipertensi juga menjadi ancaman
seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal (Perhi, 2019).
Hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga di dunia setiap tahunnya. WHO
memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah
penduduk yang meningkat. Pada tahun 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29%
berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 pada penduduk >18
tahun berdasarkan pengukuran secara nasional adalah sebesar 34,11%, angka ini lebih
meningkat dibanding hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 25,8%. Yang tertinggi adalah di
Kalimantan Selatan dengan 44,13% dan Lampung berada di posisi ke-16 dengan 29,94%.
Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis
hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3%
tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi
(Riskesdas, 2018).
Selain Hipertensi, Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang
menjadi ancaman serius kesehatan global maupun nasional. Diabetes melitus merupakan
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2019).
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Prediksi dari
2
international Diabetes Federation (IDF) 2019 juga menjelasakan kenaikan jumlah
penyandang diabetes melitus dari 10,3 juta menjadi 16,7 juta pada tahun 2045. Indonesia
menempati peringkat ke-6 dari 10 Negara dengan jumlah penderita diabetes melitus
tertinggi tahun 2019 dengan 10,7 juta jiwwa. Indonesia menjadi satu-satunya negara Asia
Tenggara pada daftar tersebut, sehingga dapat diperkirakan besarnya kontribusi Indonesia
Prevalensi diabetes melitus secara nasional menurut Riskesdas tahun 2018 jika
dokter pada penduduk umur > 15 tahun meningkat menjadi 2%. Prevalensi tertinggi di
provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4%, dan di provinsi Lampung sebesar 1,4%. Sedangkat
untuk prevalensi diabetes melitus pada semua umur di indonesia sedikit lebih rendah
dibandingkan prevalensi diabetes melitus umur >15 tahun, yaitu terjadi peningkatan
sebesar 1,5%. Provinsi dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi untuk semua umur
juga masih DKI Jakarta sebesar 4,1%, dan di provinsi Lampung sebesar 1,0% (Riskesdas,
2018).
Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Puskesmas Segala Mider merupakan Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) yang salah satu programnya adalah Deteksi Dini PTM hipertensi
dan diabetes melitus. Berdasarkan hasil cakupan program bulan Januari hingga September
2021 didapatkan bahwa capaian program Deteksi Dini PTM untuk hipertensi dan diabetes
melitus bersadarkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut: hipertensi 8,60% dan
diabetes melitus 12%. Sedangkat targetnya adalah hipertensi 55,00% dan diabetes melitus
55,00%. Dikarenakan belum tercapainya target program tersebut maka penulis tertarik
untuk melakukan evaluasi pelaksanaan program Deteksi Dini PTM hipertensi dan
3
diabetes melitus di UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021 (Laporan Kerja UPT
Hipertensi dan Diabetes Melitus di UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021.
2. Bagaimana evaluasi dan alternatif pemecahan masalah pada program Deteksi Dini
PTM Hipertensi dan Diabetes Melitus di wilayah kerja UPT Puskesmas Segala
1.3 TUJUAN
Tujuan dari penulisan ini antara lain :
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
target yang diharapkan pada kegiatan program Deteksi Dini PTM di wilayah
4
1.4 MANFAAT
Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu :
1. Bagi Penulis
Deteksi Dini PTM wilayah kerja UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021.
3. Bagi Masyarakat
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang tidak dapat ditularkan
sehingga dianggap tidak mengancam kondisi orang lain. PTM merupakan beban
laporan WHO, di kawasan Asia Tenggara paling sering ditemui lima PTM dengan
tingkat kesakitan dan kematian yang sangat tinggi, beberapa di antaranya adalah
sebagai penyakit degeneratif dan cenderung diderita oleh orang yang berusia lanjut
Faktor penyebab dalam PTM dikenal dengan istilah faktor risiko (risk factor). Istilah
ini berbeda dengan istilah etiologi pada penyakit menular atau diagnosis klinis. Macam-
b) Changeable Risk Factors
Faktor-faktor risiko yang telah ditemukan serta memiliki kaitan dengan penyakit tidak
a) Tembakau
b) Alkohol
c) Kolesterol
d) Hipertensi
e) Diet
f) Obesitas
g) Aktivitas
h) Stress
i) Pekerjaan
k) Life style
7
RISKESDAS Tahun 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada indikator-
indikator kunci PTM yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019, sebagai berikut:
menjadi 21,8%.
3. Prevalensi merokok penduduk usia ≤18 tahun meningkat dari 7,2%. menjadi
9,1%.
1. Prevalensi Asma pada penduduk semua umur menurun dari 4,5% menjadi
2,4%.
2. Prevalensi Kanker meningkat dari 1,4 per menjadi 1,8 per mil.
3. Prevalensi Stroke pada penduduk umur ≥15 tahun meningkat dari 7 menjadi
4. Prevalensi penyakit ginjal kronis ≥15 tahun meningkat dari 2,0 per mil
7. Prevalensi konsumsi buah dan sayur kurang pada penduduk umur ≥5 tahun
8
2.1.3 Jenis-Jenis Penyakit Tidak Menular
Saat ini di Indonesia terdapat kurang lebih 30 jenis penyakit tidak menular yaitu:
Berdasarkan jenis penyakit tidak menular diatas, maka terdapat beberapa jenis penyakit
tidak menular yang memiliki tingkat prevalensi yang tinggi dan pada umumnya sering
dialami oleh masyarakat, penyakit tersebut adalah Penyakit Gagal Jantung, Ashma
Penyakit Mata atau Katarak, Penyakit Rematik, Penyakit Obesitas dan Penyakit Jiwa
9
2.1.4 Indikator dan Program Prioritas
Indikator dan program prioritas PTM menurut Buku Pedoman Manajemen Penyakit
Target Global
1. Penurunan kematian dini akibat PTM 25% tahun 2025
2. Penurunan komsumsi tembakau 30%
3. Tidak ada peningkatan diabetes atau obesitas (0%)
4. Penurunan asupan garam 30%
5. Penurunan kurang aktitas fisik 10%
6. Penurunan tekanan darah tinggi 25%
7. Cakupan pengobatan esensial dan teknologi untuk pengobatan PTM 80%
8. Cakupan terapi farmakologis & konseling untuk mencegah serangan jantung & stroke 50%
9. Penurunan komsumsi alkohol 10%
10. Penurunan prevalensi kebutaan yang dapat dicegah sebesar 25% pada tahun 2020
11. Penurunan prevalensi gangguan pendengaran sebesar 90% pada tahun 2030
10
Tabel 2. Indikator Per-Program P2PTM
Program Indikator Keterangan
Penurunan Penurunan prevalensi hipertensi dari 25,8% RPJMN 2015-2019
Faktor pada Tahun 2013 menjadi 23,4% Tahun 2019
Resiko
Penyakit Pelayanan hipertensi sesuai standar PP No. 2 Tahun 2018
Jantung dan Tentang SPM
Stroke Penderita hipertensi berobat teratur PIS PK
Puskesmas yang melaksanakan PANDU PTM Renstra 2015-2019
Deteksi Dini Desa yang memiliki Posbindu PTM Renstra 2015-2019
Faktor
Resiko
Pengendalia 1. Penurunan prevalesi merokok = 18 tahun RPJMN 2015-2019
n Konsumsi dari 7,2% Tahun 2013 menjadi 5,4% Tahun
Rokok 2019
2. 50% Kab/Kota melaksanakan kebijakan Renstra 2015-2019
KTR minimal 50% sekolah
3. Jumlah keluarga yang anggota keluarganya PIS PK
tidak merokok
Pengendalia 50% Puskesmas yang melaksanakan deteksi Renstra 2015-2019
n Kanker dini kanker serviks dan payudara pada
perempuan usia 30-50 tahun
Penanggulan Persentase Puskesmas yang melaksanakan Renstra 2015-2019
gan deteksi dini dan rujukan katarak sebesar 30%
Gangguan pada tahun 2019
Indera dan 1. Pelayanan kesehatan pada usia dasar 1. PP No. 2 Tahun 2018
Fungsional Tentang SPM
2. Pelayanan kesehatan pada usia produktif
2. Permenkes No. 43 Tahun
3. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut 2016 Tentang SPM
Tindak Lanjut Peta Jalan Layanan Kesehatan PP No. 3 Tahun 2018
Unklusi bagi Penyandang Disabilitas Tentang Rencana Aksi
Nasional Hak Asasi Manusia
Tahun 2015-2019
1) Definisi
Deteksi dini faktor risiko PTM di Posibindu adalah upaya kesehatan berbasis
(Posbindu).
Kegiatan meliputi :
11
b) Pengukuran gula darah.
2) Dasar Hukum
Sehat.
3) Sasaran
a) Setiap warga negara berusia 15 tahun keatas di suatu desa atau kelurahan
atau institusi.
tahun ke atas atau kurang dari 40 tahun yang memiliki faktor risiko
4) Tahapan Kegiatan
a) Tahap Persiapan
b) Tahap Pelaksanaan
12
5) Mekanisme Pelaksanaan
a) Tahapan Persiapan
wilayahnya.
13
• Pengelola Program Puskesmas dan Kader memastikan
b) Tahap Pelaksanaan
14
• Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskesmas
6) Pelaksanaan
Kader terlatih.
7) Capaian Kinerja
50.00%
40.00%
Axis Title
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
DIABETES
HIPERTENSI
MELLITUS
Target september 55.00% 55.00%
Capaian september 8.60% 12%
15
8) Rumus Perhitungan
9) Nominator
10) Denominator
2.2 HIPERTENSI
2.2.1 Definisi
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak
terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak,
baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun
16
2.2.2 Klasifikasi
2.2.3 Gejala
Gejala hipertensi adalah sakit kepala sebelah, wajah kemerahan, mata berkunang-
kunang, sakit tengkuk, dan kelelahan. Gejala-gejala tersebut bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Hipertensi tidak memiliki keluhan dan tanda yang khas, karena itulah hipertensi disebut
sebagai silent killer atau pembunuh yang diam-diam. Jika hipertensinya berat atau
menahun dan tidak diobati bisa muncul gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,
sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur, yang terjadi karena adanya kerusakan
17
Penderita hipertensi berat kadang-kadang mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif
2.2.4 Patofisiologi
18
2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi menurut JNC VIII, tahun 2014 adalah sebagai berikut
a) Pasien hipertensi dengan risiko rendah dan menengah, dengan tekanan darah
sistol ≥140 mmHg dan tekanan darah diastol ≥90 mmHg, sebaiknya dilakukan
terapi agar tekanan darahnya turun, yaitu diawali dengan terapi non
b) Terapi awal berupa terapi non farmakologi merupakan modifikasi gaya hidup
seperti penurunan berat badan pada orang yang kelebihan berat badan,
hipertensi.
19
c) Terapi farmakologi dengan satu macam obat biasanya tidak mencukupi pada
20
Tabel 5. Modifikasi Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH)
2.2.6 Komplikasi
2) Angina
3) Infark Miokard
4) Stroke
21
2.2.7 Pencegahan
a) Pencegahan Primordial
b) Pencegahan Primer
penyuluhan mengenai faktor risiko hipertensi serta kiat terhindar dari hipertensi
lainnya.
c) Pencegahan Sekunder
agar tidak menjadi lebih berat. Tujuan pencegahan sekunder ini ditekankan
kronis.
d) Pencegahan Tersier
jantung, stroke dan lain-lain, terapi diupayakan dalam merestorasi jaringan yang
sudah mengalami kelainan atau sel yang sudah rusak akibat hipertensi, agar
22
2.3 DIABETES MELITUS
2.3.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) Tahun 2019, Diabetes Melitus (DM)
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa, 2020).
2.3.2 Klasifikasi
Tabel 6. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Keterangan
Diabetes Melitus Tipe I a. Destruksi sel beta, umumnya menjutus ke defisiensi
insulin absolut
b. Autoimun
c. Idiopatik
Diabetes Melitus Tipe 2 Disebabkan oleh resistensi insulin, namun dalam perjalanan
penyakit dapat terjadi gangguan sekresi insulin yang
progresif
Diabetes Melitus Tipe Lain a. Sindroma Diabetes Monogenik, seperti Maturity Onset
Diabetes of The Young (MODY)
b. Gangguan pada kelenjar eksokrin pancreas misalnya
fibrosis kistik, pankreatitis, dan lain-lain.
c. Endokrinopati
d. Diabetes karena obat atau zat kimia misalnya
glukokortikoid, obat anti retroviral (ARV) untuk pasien
AIDS, pasca transplantasi organ
e. Infeksi
f. Sebab imunologi yang jarang
g. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan Diabetes
Diabetes Melitus Gestasional Diabetes Melitus yang didiagnosis pada saat trimester kedua
atau ketiga kehamilan, dan tidak diketahui sebelum hamil
23
2.3.3 Patofisiologi
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah tinggi
karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup sehingga
dalam darah. Glukosa dalam tubuh dibentuk di dalam hati dari makanan yang
dikonsumsi ke dalam tubuh. Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh pankreas
yang berfungsi untuk memfasilitasi atau mengendalikan kadar glukosa dalam darah
penggunaan glukosa dalam tubuh menurun yang akan menyebabkan kadar glukosa
darah dalam plasma tinggi atau hiperglikemi. Keadaan hiperglikemi ini akan
dalam sirkulasi darah dimana keadaan ini akan menyebabkan gejala umum diabetes
mellitus yaitu polyuria, polydipsia, dan polyphagia (Kerner and Brückel, 2014,
Ozougwu, 2013).
24
Secara garis besar patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal (egregious
eleven) yaitu:
Pada saat diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah
sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan
sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada sintesis glukagon yang
3) Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty acid (FFA))
insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoksisitas.
4) Otot
25
tirosin, sehingga terjadi gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan
sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur
5) Hepar
Pada penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat
oleh hepar (hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui
6) Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obese
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga
terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah agonis GLP-1, amilin dan
bromokriptin.
7) Kolon/Mikrobiota
tipe 1, Diabetes Melitus tipe 2, dan obesitas sehingga menjelaskan bahwa hanya
8) Usus halus
Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin ini
26
inhibitory polypeptide (GIP). Pada penyandang Diabetes Melitus Tipe 2
inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya
bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4
9) Ginjal
Melitus Tipe 2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan
puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran
proksimal, dan 10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1 pada
tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urin.
ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urin. Obat yang bekerja di jalur
10) Lambung
27
beta pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan percepatan pengosongan
Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respons fase akut (disebut sebagai
Inflamasi sistemik derajat rendah berperan dalam induksi stres pada endoplasma
Tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer dan penurunan produksi insulin,
disertai dengan inflamasi kronik derajat rendah pada jaringan perifer seperti
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu:
Melitus.
• Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
28
• Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang
• Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah serat
2.3.5 Diagnosis
Menurut PERKENI Tahun 2019, diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan
atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang
29
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria Diabetes Melitus
puasa antara 100-125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <
140 mg/dL
setelah TTGO antara 140-199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dL
30
2.3.6 Penatalaksanaan
Melitus.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang meliputi:
1) Riwayat Penyakit
2) Pemeriksaan Fisik
3) Evaluasi Laboratorium
4) Penapisan Komplikasi
Penatalaksanaan Diabetes Melitus dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi
nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan
obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral
dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan
31
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang
menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
a) Edukasi
c) Latihan Jasmani
d) Terapi Farmakologis
golongan:
• Sulfonilurea
• Glinid
• Metformin
• Tiazolidinedion (TZD)
inhibitor)
Insulin merupakan obat anti hiperglikemia suntik, yaitu agonis GLP-1 dan
32
Insulin digunakan pada keadaan :
• HbA1c saat diperiksa 7.5% dan sudah menggunakan satu atau dua obat
antidiabetes
• Krisis Hiperglikemia
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
• Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
33
Efek Samping Terapi Insulin
• Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
fisiologis.
darah basal (puasa/sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi
glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau
panjang)
• Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan
dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum
tercapai.
34
• Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan
(rapid acting) yang disuntikan 5-10 menit sebelum makan atau insulin
dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
35
oleh penyandang diabetes yang sama, sejauh sterilitas penyimpanan
3 kali oleh penyandang diabetes yang sama asal sterilitas dapat dijaga.
dan dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia
samping, kedua lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid), kedua
Injeksi Insulin
hipoglikemik oral gagal untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien
36
menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian
lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral. Ada lima jenis insulin
panjang kerjanya, yaitu Kerja Cepat, Kerja Pendek, Kerja Menengah, Kerja
mengukur kadar glukosa darahnya secara cepat dan tepat karena pemberian
insulin tergantung kepada kadar glukosa darah. Dari beberapa penelitian telah
glikemik. Pengukuran kadarglukosa darah beberapa kali per hari harus dilakukan
penyesuaian dosis insulin. Kadar glukosa darah preprandial, post prandial dan
khusus terutama harus diberikan kepada anak pra-sekolah dan sekolah tahap awal
keadaan seperti ini diperluka pemantauan kadar glukosa darah yang lebih sering.
(PERKENI, 2015)
37
Gambar 5. Alur Tatalaksana Diabetes Melitus
1. Untuk pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan HbA1c saat diperiksa <7,5% maka
pengobatan dimulai dengan modifikasi gaya hidup sehat dan monoterapi oral.
2. Untuk pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan HbA1c saat diperiksa ≥7,5%, atau
pasien yang sudah mendapatkan monoterapi dalam waktu 3 bulan namun tidak bisa
mencapai target HbA1c <7%, maka dimulai terapi kombinasi 2 macam obat yang
terdiri dari metformin ditambah dengan obat lain yang memiliki mekanisme kerja
berbeda. Bila terdapat intoleransi terhadap metformin, maka diberikan obat lain
seperti tabel lini pertama dan ditambah dengan obat lain yang mempunyai
3. Kombinasi 3 obat perlu diberikan bila sesudah terapi 2 macam obat selama 3 bulan
4. Untuk pasien dengan HbA1c saat diperiksa >9% namun tanpa disertai dengan
gejala dekompensasi metabolik atau penurunan berat badan yang cepat, maka
38
boleh diberikan terapi kombinasi 2 atau 3 obat, yang terdiri dari metformin (atau
obat lain pada lini pertama bila ada intoleransi terhadap metformin) ditambah obat
dari lini ke 2.
5. Untuk pasien dengan HbA1c saat diperiksa >9% dengan disertai gejala
hipoglikemik lainnya.
6. Pasien yang telah mendapat terapi kombinasi 3 obat dengan atau tanpa insulin,
namun tidak mencapai target HbA1c <7% selama minimal 3 bulan pengobatan,
7. Jika pemeriksaan HbA1c tidak dapat dilakukan, maka keputusan pemberian terapi
8. HbA1c 7 % setara dengan rerata glukosa darah sewaktu 154 mg/dL. HbA1c 7-
7,49% setara dengan rerata glukosa darah puasa atau sebelum makan 152 mg/dL,
atau rerata glukosa darah post prandial 176 mg/dL. HbA1c >9% setara dengan
2.3.7 Komplikasi
a. Komplikasi Makrovaskular
diabetes adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan
39
dislipidemia dan atau kegemukan.(Fowler, 2011)
b. Komplikasi Mikrovaskular
menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan
2.3.8 Pencegahan
Sasaran pencegahan primer. Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada
kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi
40
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Untuk mempermudah identifikasi faktor penyebab masalah Program Deteksi Dini Penyakit
Tidak Menular di UPT Puskesmas Segala Mider tahun 2021 diperlukan kerangka konsep
Evaluasi dilakukan pada Program Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular di UPT Puskesmas
Segala Mider tahun 2021. Adapun sumber rujukan tolak ukur penilaian yang digunakan adalah:
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2016 tentang PIS-
PK.
HK.02./MENKES/52/2015.
3.3 PENGUMPULAN DATA
Laporan triwulan I sampai triwulan III mengenai capaian Program Deteksi Dini
Evaluasi Program Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular di UPT Puskesmas Segala Mider
1. Menetapkan indikator dan tolak ukur dari unsur keluaran. Mengetahui atau menetapkan
indikator atau tolak ukur atau standar yang ingin dicapai merupakan langkah pertama
untuk menentukan adanya suatu masalah dari pencapaian hasil output. Indikator
didapatkan dari berbagai rujukan, rujukan tersebut harus realistis dan sesuai sehingga
layak digunakan untuk mengukur. Tolak ukur juga diperoleh dari rujukan.
dengan tolak ukurnya. Jika terdapat kesenjangan antara tolak ukur dengan hasil
dengan yang lainnya dan bila diselesaikan salah satu masalah yang dianggap paling
42
penting, maka masalah lainnya dapat teratasi pula. Oleh sebab itu, ditetapkanlah
a. Urgency
b. Seriousness
Melihat pengaruh bahwa masalah tersebut akan menyebabkan hal yang serius
atau fatal.
c. Growth
penyebab masalah yang telah diprioritaskan tersebut, maka dibuatlah kerangka konsep
masalah dapat diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.
5. Identifikasi Masalah
atau standar komponen-komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan
dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan
43
dengan suatu permasalahan. Konsep dasar dari diagram fishbone adalah permasalahan
mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari
kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya.
Dalam analisis penyebab masalah pada tulisan ini digunakan kategori 5M (Man,
Untuk menyusun prioritas masalah ada beberapa indikator yang sering dipergunakan,
yaitu:
a. I (Importance) : pentingnya masalah, yang terdiri dari beberapa unsur lagi yaitu;
waktu tertentu.
44
b. T (Technology feasibility), ketersediaan teknologi dalam mengatasi suatu
masalah.
Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa alternatif
masalah ini dibuat dengan memperhatikan kemampuan serta situasi dan kondisi
Puskesmas.
Pemilihan cara pemecahan masalah ini dengan memakai teknik kriteria matriks. Dua
dan efisiensi jalan keluar, Nilai efisiensi ini biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang
diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan,
𝑀𝑥𝐼𝑥𝑉
𝑃 =
𝐶
Keterangan:
P : Priority
M : Magnitude
I : Importancy
V :Vulnerability
C : Cost
45
3.5 WAKTU DAN TEMPAT
Data yang diambil mulai dari 8 November 2021- 13 November 2021 di UPT Puskesmas Segala
Mider, Jl. Pagar Alam No. 207, Kel. Gunung Agung, Kec. Langkapura, Bandar Lampung.
46
BAB IV
PROFIL PUSKESMAS
4.1 GEOGRAFI
UPT Puskesmas Segala Mider merupakan unit pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan
Kota Bandar Lampung yang merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah Kota
Bandar Lampung di bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala puskesmas
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota
Bandar Lampung berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung nomorr
Puskesmas Rawat Inap, Puskesmas Rawat Jalan dan Puskesmas Pembantu pada Dinas
Kesehatan Kota Bandar Lampung. UPT Puskesmas Segala Mider memiliki wilayah
kerja meliputi lima kelurahan, yaitu Kelurahan Gunung Agung, Kelurahan Gunung
Baru. Luas wilayah kerja UPT Puskesmas Segala Mider yaitu sebesar 597 Ha.
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Kedaton dan Kelurahan Gedong Air
Jumlah karyawan di UPT Puskesmas Segala Mider dan jaringannya berdasarkan strata
Tabel 9. Jumlah Karyawan UPT Puskesmas Segala Mider Berdasarkan Strata Pendidikan
No. Strata Pendidikan PNS Non PNS
1. S1 sederajat 13 14
2. DIII 18 21
3. DI 1 0
4. SLTA 3 2
5. SLTP 0 1
6. SD 0 0
Jumlah 35 38
48
Jumlah karyawan di UPT Puskesmas Segala Mider dan jaringannya berdasarkan
Tabel 10. Jumlah Karyawan UPT Puskesmas Segala Mider Berdasarkan Fungsi
No. Profesi Jumlah
1. Kepala Puskesmas 1
2. Kasubag TU 1
3. Administrasi/Ketatausahaan 4
4. Dokter Umum 5
5. Dokter Gigi 1
6. Epidemiolog 0
7. Perawat 19
8. Perawat Gigi 2
9. Bidan 24
10. Farmasi 3
11. Nutrisionis 2
12. Sanitarian 2
13. Analis Kesehatan 1
14. Cleaning Service 1
15. Akuntan 2
16. Sopir 1
17. Satpam 0
18. SMA Umum 1
19. Penjaga Malam 1
20. Penjaga Parkir 1
Jumlah 72
49
4.3 VISI UPT PUSKESMAS SEGALA MIDER
Visi merupakan gambaran menantang dan imajinatif tentang peran, tujuan dasar, karakteristik
dan filosofi organisasi dimasa mendatang yang akan menajamkan tugas-tugas strategik
Untuk mewujudkan visi UPT Puskesmas Segala Mider, dipandang perlu menggariskan misi
pelayanan kesehatan
T: Tanggung Jawab
E: Empati
P: Peduli
A: Akurat
T: Tanggap
50
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyakit Tidak Menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari
orang ke orang. Penyakit tidak menular mempunyai durasi panjang yang umumnya
berkembang lambat. Empat jenis utama dari penyakit tidak menular adalah penyakit
Untuk mengurangi dampat PTM pada individu dan masyarakat, diperlukan pendekatan
komprehensif yang membutuhkan peran banyak sector, seperti kesehatan, ekonomi, urusan
luar negeri, Pendidikan, pertanian, dan lainnya untuk bekerja sama mengurangi distribusi factor
Suatu masalah ditetapkan jika terdapat kesenjangan antara keluaran dengan tolak ukurnya,
sedangkan penyebab masalah ditentukan bila ada kesenjangan antara unsur system lainnya
dengan tolak ukur. Proses identifikasi masalah dilakukan secara bertahap, dimulai dari
keluaran (output) program kerja Puskesmas, kemudian apabila ditemukan adanya kesenjangan
antara tolak ukut dengan data keluaran tersebut maka harus dicari kemungkinan penyebab
masalah pada unsur masukan (input, proses, atau lingkungan). Identifikasi masalah dimulai
dengan melihat adanya kesenjangan antara pencapaian dan target. Setelah identifikasi masalah
dilakukan, selanjutnya menentukan tolak ukur dari permasalahan tersebut. Dalam makalah ini,
tolak ukur dari deteksi dini PTM Hipertensi sebesar 55% dan Diabetes Melitus sebesar 55%
Masalah yang ditemukan pada program deteksi dini penyakit PTM Hipertensi dan Diabetes
Melitus di Puskesmas Segala Mider adalah tidak tercapainya angka deteksi dini PTM
Hipertensi sebesar 55% dan Diabetes Melitus sebesar 55% sejak bulan Januari hingga bulan
September 2021.
Kerangka Konsep
Untuk mempermudah identifikasi faktor penyebab masalah program deteksi dini penyakit
PTM hipertensi dan diabetes melitus di Puskesmas Segala Mider diperlukan kerangka konsep
dengan menggunakan pendekatan sistem. Terdapat dua factor utama yang mempengaruhi
keberhasilan program yaitu factor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain pendanaan
kegiatan, pelaksana atau SDM (Petugas Puskesmas), dan promosi kesehatan. Sedangkan faktor
eksternal antara lain: pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) masyarakat mengenai pentingnya
Sesuai dengan pendekatan sistem, ketidakberhasilan pencapaian program deteksi dini PTM
hipertensi dan diabetes melitus di Puskesmas Segala Mider merupakan suatu output yang tidak
sesuai dengan target. Untuk mengatasinya, dengan pendekatan sistem harus diperhatikan
kemungkinan adanya masalah pada komponen lain pada sistem mengingat suatu system
Setelah mengetahui faktor atau masalah dominan, langkah berikutnya adalah mencari akar
52
masih perlu mencari masalah-masalah yang paling memiliki peranan dalam mencapai
keberhasilan program. Dengan menggunakan model teknik kriteria matriks pemilihan prioritas
MATERIAL
MONEY MAN
Kurangnya alat
terutama chip
Gula Darah untuk
Keterbatasan Dana Perencanaan
Kurangnya pemeriksaan
untuk sarana dan deteksi dini program dan
pengetahuan pencapaian kurang
prasarana masyarakat tentang penyakit
baik
skrining HT dan
Diabetes Melitus
53
Tabel 12. Identifikasi Penyebab Masalah
I JUMLAH
No. Daftar Masalah P S R DU SB PB PC T R
IxTxR
I
1. Money
a. Keterbatasan dana untuk sarana dan prasarana 3 3 2 3 2 2 3 2 2 72
2. Machine
a. Petugas terlalu banyak memegang program sehingga 2 2 2 2 2 2 2 2 3 84
tidak terfokus pada program yang ada
3. Material
a. Kurangnya alat terutama chip Gula Darah untuk 3 3 2 3 3 3 3 3 3 180
pemeriksaan deteksi dini penyakit
2 2 2 3 3 2 2 2 2 64
b. Perencanaan program dan pencapaian kurang baik
4. Man
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang skrining 3 3 2 2 3 2 2 2 3 102
Hipertensi dan Diabetes Melitus
5 Method
a. Pandemi COVID-19 membuat pelaksanaan terbatas 3 3 2 2 3 2 2 2 2 68
b. Lokasi pelaksanaan yang berpindah-pindah dan 3 3 2 3 3 3 3 3 3 180
jadwal yang tidak tetap membuat masyarakat
kesulitan mengikuti kegiatan
Keterangan :
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
RI : Rate of Increase (kenaikan besarnya masalah)
DU : Degree of Unmeet-need (derajat keinginan masyarakat yang tidak
dipenuhi)
SB : Social Benefit (keuntungan social karena selesainya masalah)
PB : Public Concern (Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah)
PC : Political Climate (suasana politik)
I :Importancy, yaitu makin penting satu masalah, makin diprioritaskan
masalah tersebut.
T : Technical feasibility, yaitu makin layak teknologi yang tersedia dan yang
dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.
R : Resource ability, yaitu makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai, seperti tenaga, dana,
dan sarana untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.
Setelah dilakukan pemilihan prioritas masalah, didapatkan masalah yang berpengaruh besar
pada tidak tercapainya deteksi dini PTM Hipertensi dan Diabetes Melitus yaitu lokasi
pelaksanaan yang berpindah-pindah dan tidak sesuai jadwal membuat masyarakat kesulitan
mengikuti kegiatan dan kurangnya alat terutama chip gula darah untuk pemeriksaan deteksi
dini penyakit.
54
Peningkatan prevalensi PTM telah mendorong lahirnya kesepakatan tentang strategi global
dalam Deteksi Dini PTM, khususnya di negara berkembang. Peningkatan beban akibat PTM
sejalan dengan meningkatnya faktor resiko yang meliputi meningkatnya tekanan darah, gula
darah, indeks massa tubuh atau obesitas, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik,
merokok dan alcohol. Tujuan dari deteksi dini PTM Hipertensi dan Diabetes Melitus untuk
menurunkan angka kematian yang dapat dicegah setiap tahun dengan meningkatkan kesadaran
dan pengetahuan tentang Hipertensi dan Diabetes Melitus, dan mendorong lintas sektor lainnya
di luar bidang kesehatan serta individu dan masyarakat untuk berperan dalam mencegah
Hipertensi dan Diabetes Melitus. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap program deteksi
dini Hipertensi dan Diabetes Melitus inilah yang menyebabkan kunjungan deteksi dini
Belum tercapainya target pelaksanaan kegiatan pengendalian Hipertensi dan Diabetes Melitus
melalui cara posbindu sebagai kegiatan pencegahan penyakit Hipertensi dan Diabetes Melitus
di wilayah kerja Puskesmas Segala Mider menjadi salah satu penyebab angka penyakit
Hipertensi dan Diabetes Melitus masih tinggi. Setelah dilakukan pencarian masalah utama,
diperoleh masalah yaitu kurang baiknya perencanaan kegiatan Deteksi Dini Hipertensi dan
Diabetes Melitus dan pencapaian yang tidak memenuhi target. Berdasarkan faktor penyebab
masalah yang dapat diidentifikasi, maka dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah sebagai
berikut:
55
Tabel 13. Alternatif Penyelesaian Masalaqwe
Masalah Penyebab Alternatif
Tidak tercapainya Lokasi pelaksanaan yang 1. Membuat Whatsapp Group per RT
angka kunjungan berpindah-pindah dan agar informasi adanya informasi
untuk deteksi dini tidak sesuai jadwal terkait kegiatan posbindu sampai ke
penyakit Hipertensi membuat masyarakat target sasaran sehingga target
<55% dan Diabetes kesulitan mengikuti deteksi dini tercapai.
Melitus <55% kegiatan 2. Menggabungkan beberapa RT di setiap
kelurahan pada setiap kegiatan
posbindu agar kegiatan menjadi lebih
efesien.
3. Melakukan penjadwalan posbindu
mobile dengan waktu dan tempat
yang tetap pada setiap bulannya agar
kegiatan menjadi lebih efesien
Pada tabel diatas didapatkan 4 alternatif pemecahan masalah pada deteksi dini di wilayah
dengan waktu dan tempat yang tetap pada setiap bulannya dengan cara menggabungkan
beberapa RT di setiap kelurahan yang strategis dan mudah dijangkau pada setiap kegiatan
posbindu agar kegiatan menjadi lebih efesien, membuat whatsapp group per RT agar
informasi adanya kegiatan posbindu tersampaikan dengan baik, menyediakan jumlah alat
pemeriksaan sesuai dengan jumlah target sasaran dan menentukan penanggung jawab
sarana dan prasarana untuk memaintenance alat sehingga tidak mudah rusak. Setelah
mendapatkan alternatif masalah maka diperlukan prioritas pemcahan masalah/ jalan keluar
56
Memilih Prioritas Jalan Keluar
Dari analisis prioritas alternatif pemecahan masalah diatas, didapatkan bahwa prioritas
pemecahan masalah adalah dengan Membuat Whatsapp Group per RT agar informasi
adanya informasi terkait kegiatan posbindu sampai ke target sasaran sehingga target
deteksi dini tercapai. Selain itu analisis prioritas alternatif pemecahan masalah yang tidak
lebih efesien serta menyediakan jumlah alat pemeriksaan sesuai dengan jumlah target
sasaran.
57
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil evaluasi Program Deteksi Dini PTM Hipertensi dan Diabetes Melitus
1. Angka capaian program Deteksi Dini PTM di Puskesmas Segala Mider tahun 2021
adalah; hipertensi 8,60% dan Diabetes Melitus 12% sedangkan targetnya yaitu
hipertensi 55,00% dan Diabetes Melitus 55,00%. Hal ini menjadi prioritas
masalah dalam pelaksanaan program Deteksi Dini PTM hipertensi dan Diabetes
2. Penyebab masalah angka capaian program Deteksi Dini PTM hipertensi dan
Diabetes Melitus adalah yang pertama karena lokasi pelaksanaan yang berpindah-
pindah dan tidak sesuai jadwal membuat masyarakat kesulitan mengikuti kegiatan
dan yang kedua adalah kurangnya alat terutama chip gula darah untuk
penjadwalan posbindu mobile dengan waktu dan tempat yang tetap pada setiap
bulannya dan yang kedua adalah menyediakan tempat pelaksanaan di tempat yang
6.2 SARAN
Adapun saran dari evaluasi program Deteksi Dini PTM hipertensi dan Diabetes Melitus
di wilayah kerja Puskesmas Segala Mider tahun 2021 adalah sebagai berikut:
59
DAFTAR PUSTAKA
Agoes HA. 2015. Penyakit di Usia Tua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2020. Buku Pedoman Manajemen
Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kemenkes RI
Kementrian Kesehatan RI. 2019. Laporan Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Litbangkes,
Kemenkes
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kegiatan Posbindu
x
xi