Disusun oleh :
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Perencanaan Dan Evaluasi Kesehatan
Aplikasi Model Precede Proceed Pada Permasalahan Kesehatan Di Kabupaten
Klaten Provinsi Jawa Tengah”. Ucapan terima kasih juga tidak lupa disampaikan
kepada Ratih Indraswari, S.KM., M. Kes. selaku dosen mata kuliah Perencanaan
dan Evaluasi Kesehatan. Terima kasih juga tak luput disampaikan pada orang tua
penulis yang selalu mendoakan. Serta teman teman angkatan yang selalu
memberikan semangat kepada penulis.
Tujuan dari penyusunan makalah ini ialah dalam rangka tugas mata kuliah
Perencanaan dan Evaluasi Kesehatan yang diampu oleh Ibu Ratih Indraswari,
S.KM., M. Kes. Makalah dengan judul “Perencanaan Dan Evaluasi Kesehatan
Aplikasi Model Precede Proceed Pada Permasalahan Kesehatan Di Kabupaten
Klaten Provinsi Jawa Tengah” dengan menyertakan dasar dasar sumber yang kuat
dan kredibel.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 9
1.2 Tujuan………………………………………………………………………...
11
1.3 Manfaat……………………………………………………………………….
11
2.1 PRECEDE-PROCEED……………………………………………………… 12
3
3.2.2 Jumlah RT, RW, dan LPMK/LPMD, 2021……………………………….. 29
5.1.1. Kemiskinan……………………………………………………………….. 38
5.1.2 Pengangguran………………………………………………………………39
5.1.3 Pendidikan………………………………………………………………….41
5.2.4 HIV…………………………………………………………………………51
5.2.5 Kusta………………………………………………………………………. 52
4
5.3.2 Diagnosis Lingkungan……………………………………………………...
70
6.1 Simpulan…………………………………………………………………….
111
6.2 Saran………………………………………………………………………...112
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 1 Diagram Jumlah Penduduk Miskin………………………….. 38
Gambar 5.1 2 Diagram Jumlah Penduduk Miskin………………………….. 39
Gambar 5.1 3 Diagram Jumlah Pengangguran……………………………… 41
Gambar 5.1 4 Diagram Tingkat Pengangguran Terbuka……………………. 41
Gambar 5.1 5 Diagram Beban Tanggungan………………………………… 43
Gambar 5.2 1 Diagram Target dan kasus AFP tahun 2014 – 2021…………. 48
Gambar 5.2 2 Diagram kasus AFP 2018 – 2021……………………………. 48
Gambar 5.2 3 Diagram Jumlah kasus, IR, dan CFR 2013 – 2021…………...
Gambar 5.2 4 Diagram Jumlah kasus, IR, dan CFR…………………………49
Gambar 5.2 5 Diagram Jumlah kasus, IR, dan CFR 2018-2021……………. 49
Gambar 5.2 6 Diagram Kasus TB BTA (+) dibanding seluruh kasus TB…... 50
Gambar 5.2 7 Diagram Kasus TBC………………………………………… 50
Gambar 5.2 8 Diagram Kasus HIV, AIDS, dan kematian…………………... 52
Gambar 5.2 9 Diagram Kasus HIV…………………………………………. 52
Gambar 5.2 10 Diagram Kasus kusta MB dan PB………………………….. 53
Gambar 5.2 11 Diagram Kasus kusta PB dan MB…………………………..53
6
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 1 Letak Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten
Klaten, 2017-2021………………………………………………………………. 28
Tabel 3.2 2 Jumlah RT, RW, dan LPMK/LPMD, 2021………………………… 29
Tabel 3.3 1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur Tahun……….30
Tabel 3.3 2 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Klaten 2020-2021……….. 30
Tabel 3.3 3 Persentase dan kepadatan penduduk Klaten 2020-2021……………. 31
Tabel 3.3 4 Rasio jenis kelamin penduduk Klaten 2020-202…………………… 31
Tabel 5.1. 1 Garis kemiskinan, jumlah penduduk miskin, dan persentase penduduk
7
miskin…………………………………………………………………………….39
Tabel 5.1. 2 Data Pengangguran………………………………………………… 40
Tabel 5.1. 3 Angka partisipasi sekolah………………………………………….. 42
Tabel 5.1. 4 Angka beban tanggungan 2021……………………………………. 43
Tabel 5.1. 5 Analisis Diagnosis Sosial………………………………………….. 44
8
Tabel 5.6. 4 Lokasi dan Waktu Perencanaan KBJ……………………………... 100
Tabel 5.6. 5 Rundown Penyuluhan (KBJ)………………………………………
101
Tabel 5.6. 6 Rundown Pengembangan Masyarakat……………………………. 101
BAB I
PENDAHULUAN
9
terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatan dengan berbasis filosofi yang
jelas tentang pemberdayaan diri sendiri.
10
masyarakat juga mampu mengolah dan mengatasi seluruh permasalahan terkhusus
di Kabupaten Klaten.
1.2 Tujuan
11
4. Menganalisa faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat pola
perilaku masyarakat di Kabupaten Klaten.
5. Menetapkan metode dan strategi pendidikan dalam program promosi
kesehatan yang sesuai pada masyarakat di Kabupaten Klaten.
6. Menganalisa kemungkinan pendukung dan penghambat program dari segi
administrasi dan kebijakan yang ada di Kabupaten Klaten.
7. Menetapkan metode evaluasi proses, dampak dan hasil terhadap implementasi
program promosi kesehatan masyarakat di Kabupaten Klaten.
1.3 Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PRECEDE-PROCEED
12
membantu perencana memfokuskan dalam membuat target untuk intervensi.
Selain itu, memberikan tujuan khusus dan kriteria untuk evaluasi serta menjamin
sebuah program yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
individu atau masyarakat. PRECEDE dikembangkan sebagai bentuk alur analisis
berpikir terbalik dimana untuk membuat sebuah program intervensi kesehatan
dimulai dari menganalisis outcome dari kualitas hidup manusia.
PROCEED merupakan singkatan dari Policy (Kebijakan), Regulatory
(Regulasi), Organizational (Organisasional), Construct (Membangun), in
Educational and Environmental Development (pada pendidikan dan
pengembangan lingkungan). PROCEDE adalah proses yang berlangsung dalam
Promosi Kesehatan dan hasilnya. PROCEDE dibuat dalam kerangka berpikir
bahwa implementasi program kesehatan harus selalu dievaluasi mulai dari input
(evaluasi proses) - proses (evaluasi dampak) - output (evaluasi hasil), dimana
objective goal menjadi indikator utama dalam evaluasi dampak.
Model PRECEDE-PROCEED diaplikasikan secara bersama-sama, model
ini diaplikasikan dengan proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penentuan prioritas, dan
tujuan program sedangkan PROCEED digunakan dalam menetapkan sasaran dan
kriteria kebijakan, pelaksanaan, evaluasi. Kombinasi model ini memberikan
struktur yang komprehensif dalam menilai kesehatan, kualitas hidup, serta hal
yang dibutuhkan masyarakat untuk melakukan perencanaan dan evaluasi program
kesehatan.
PRECEDE dan PROCEDE adalah tahapan berseri proses perencanaan,
implementasi dan evaluasi. PROCEDE menjamin program yang dijalankan akan:
- Tersedia sumber dayanya
- Mudah diakses/dicapai
- Dapat diterima secara politik dan peraturan yang ada
- Dapat dievaluasi oleh policy maker, consumers, dan administrators.
13
dirasakan oleh masyarakat berdasarkan pada quality of life yang menjadi
kebutuhan dasar bagi manusia. Diagnosa sosial biasa disebut juga dengan
penilaian kebutuhan sosial yaitu suatu proses untuk menganalisis persepsi orang
atas pemenuhan kebutuhan dan kualitas hidupnya, serta keinginan mereka atas
kehidupan yang layak melalui partisipasi pengumpulan informasi dari masyarakat
baik dalam masalah sosial, ekonomi, budaya, dan masalah lingkungan lainnya.
Data permasalahan sosial dapat ditentukan dengan menggunakan data
sensus, viral statistik, ataupun dengan pengumpulan data secara langsung, seperti
teknik wawancara dan Forum Group Discussion (FGD). Selanjutnya, dilakukan
penentuan prioritas masalah yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode
USG (Urgency, Seriousness, Growth), MCUA (Multi Criteria Utility Assessment),
CARL (Capability, Accessibility, Readiness, Leverage), Hanlon, ataupun metode
penentuan lainnya.
14
Pada tahap diagnosis epidemiologi yang menyoroti hubungan antara
masalah kesehatan dan masalah sosial, akan menganalisis hubungan masalah
kesehatan yang menjadi sasaran program dan kualitas hidup. Diagnosis
epidemiologi kajian penyakit yang mengarah pada terjadinya penyakit dan perlu
identifikasi yang tepat dan akurat. Penentuan prioritas masalah dapat dilakukan
dengan menggunakan metode USG (Urgency, Seriousness, Growth), MCUA
(Multi Criteria Utility Assessment), CARL (Capability, Accessibility, Readiness,
Leverage), Hanlon, ataupun metode penentuan lainnya.
15
3. Melihat importance (penting tidaknya) perilaku.
4. Melihat changeability (mudah tidaknya berubah) perilaku.
5. Melihat target perilaku menggunakan matriks diagnosis perilaku.
6. Membuat objective goals.
1. Pengertian
Diagnosis (Analisis) pendidikan dan organisasi merupakan tahap yang
keempat dalam kerangka PRECEDE-PROCEED yang berisi penelusuran
masalah-masalah yang menjadi penyebab terjadinya masalah perilaku yang
diprioritaskan pada bab sebelumnya.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, antara lain :
1. Melakukan identifikasi berbagai kondisi perilaku dan lingkungan yang
berhubungan dengan status kesehatan/kualitas hidup dengan memperhatikan
faktor-faktor penyebabnya.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang harus diubah untuk kelangsungan
perubahan perilaku dan lingkungan.
3. Merancang target antara/tujuan dari program.
16
sendiri dalam berperilaku memenuhi kebutuhan gizi ibu dan bayinya.
2. Keyakinan
Pendirian terhadap suatu kebenaran yang diyakini. Misal orang tua
percaya banyak anak akan mempermudah kehidupannya di masa depan nanti,
sehingga orang tua tersebut cenderung tidak menggunakan alat kontrasepsi
meskipun sudah memiliki anak lebih dari dua.
3. Nilai
Kepercayaan seseorang terhadap sesuatu hal baik itu benar/salah. Nilai
yang dianut masyarakat setempat akan mempengaruhi bagaimana masyarakat
tersebut berperilaku terkait masalah kesehatan.
4. Sikap
Tanggapan yang bersikap afektif/perasaan yang relatif konstan terhadap
suatu hal, berupa objek, situasi, atau perseorangan. Misal Sikap seseorang
terhadap perilaku merokok pada perempuan. Ada yang bersikap biasa saja dan
tidak sepantasnya dilakukan.
5. Persepsi
Kesan yang didapatkan seseorang setelah munculnya stimulus yang
diterima indera seseorang. Misal pelayanan konseling yang dilakukan oleh
psikolog, seseorang dapat memiliki persepsi terkait keramahan psikolog tersebut.
6. Motivasi
Dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang baik secara sadar/tidak
sadar yang membuat seseorang melakukan perilaku mengarah pada tujuan dan
kebutuhannya. Seseorang pergi ke dokter ketika merasakan gejala sakit. Motifnya
adalah gejala sakit.
b. Kelompok Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor dari luar orang tersebut yang memungkinkan untuk terjadinya
perilaku. Berikut faktor-faktor pemungkin, diantaranya :
1. Sumber Daya
Meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, klinik, sekolah, biaya, jarak,
ketersediaan transportasi, kondisi jalan, dan sumber daya yang serupa. Misal jarak
yang jauh dan akses jalan yang buruk di pedesaan menyebabkan ibu yang ingin
17
melahirkan terlambat mendapat pertolongan oleh tenaga medis di pelayanan
kesehatan. Sehingga, jumlah AKI di pedesaan tinggi.
2. Keterampilan
Kemampuan seseorang untuk menjalankan upaya sesuai dengan perilaku
yang diharapkan. Misal upaya peningkatan pengetahuan kesehatan di beberapa
desa bisa menumbuhkan kesadaran untuk berperilaku sehat.
3. Peraturan
Dikeluarkan oleh pemerintah untuk mendukung atau menghambat perilaku
seseorang. Misalnya peraturan Kawasan Tanpa Rokok di fasilitas umum seperti
pom bensin, rumah sakit, dsb.
c. Kelompok Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
Faktor yang berasal dari luar orang tersebut untuk memperkuat atau
memperlunak terjadinya suatu perilaku. Sumber penguat baik positif/negatif
bergantung pada tujuan. Perencana program menilai faktor penguat dengan hati-
hati untuk menjamin peserta program mendapat kesempatan dan dukungan selama
proses perubahan perilaku. Faktor penguat berupa pendapat, dukungan, kritik.
Misal seorang ibu yang tidak divaksin karena dilarang suaminya, maka suaminya
adalah faktor penguat negatif.
3. Pemrioritasan Masalah
Hal yang harus diperhatikan dalam prioritas masalah tahap ketiga, yaitu :
a. Importance
Seberapa penting masalah kesehatan perlu diselesaikan dengan memperhatikan
prevalensi, urgensi, dan keperluan diatasi.
b. Changeability
Bisa atau tidaknya mengubah perilaku seseorang dalam masyarakat dapat
dilihat melalui laporan hasil program sebelumnya, teori difusi inovasi pada tahap
awareness, interest, persuasion, decision, adoption.
Tahap penentuan prioritas masalah, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan memilah faktor kedalam 3 kategori tersebut
18
2. Menentukan prioritas diantara kategori (Priority Among Category)
3. Menetukan prioritas dalam kategori (Priority Within Category)
4. Pembuatan Objective Goal
Tahap ini sangat penting karena merupakan kunci untuk melakukan
intervensi kegiatan baik jenis, metode, dan dana yang diperlukan. “When” pada
objective goal diagnosis pendidikan harus lebih dahulu dicapai sebelum “When”
pada objective goal diagnosis perilaku.
2.6 Diagnosis Metode dan Strategi Pendidikan
Metode dan strategi pendidikan merupakan tahapan dan cara yang tepat
dalam proses perubahan tingkah laku oleh pendidik. Pemilihan metode ini
bergantung pada objective goal (“Who” siapa dan “what” perilaku apa yang akan
dicapai). Hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode dan strategi
pendidikan, yaitu :
a. Sesuaikan dengan tujuan, sasaran, waktu, fasilitas dan kemampuan
pendidik
b. Kelebihan dan kekurangan tiap metode
c. Menggunakan 3 kombinasi metode salah satunya audiovisual
d. Dimulai dari metode paling sederhana seperti ceramah dan tanya jawab
e. Metode makin bervariasi jika waktu lama dan penyebab perilaku
kompleks
f. Memperhatikan faktor predisposing dan reinforcing.
19
d. Murah dan mudah
e. Materi yang disampaikan pokok-pokok yang penting
f. Perhatian pembicara tidak terpecah-pecah
Kelemahan metode ceramah :
a. Penceramah sulit memahami tingkat pemahaman pendengar
b. Membosankan
c. Kurang cocok untuk anak-anak
d. Dapat menimbulkan konsep yang berbeda-beda
e. Hanya melibatkan indra pendengar
f. Kurang merangsang pengembangan kreativitas dan keterampilan
Diskusi kelompok kecil
Suatu kelompok yang berjumlah 5-20 orang yang saling bertukar ide atau
pendapat masing-masing terhadap suatu masalah yang ingin diselesaikan.
Keunggulan metode diskusi :
a. Siapapun bisa mengungkapkan pendapatnya
b. Pendekatan yang demokratis
c. Mendorong rasa persatuan dan kerjasama
d. Memperluas pandangan dalam mengambil keputusan
e. Mengembangkan kepemimpinan
Kelemahan metode diskusi :
a. Tidak dapat dipakai dalam kelompok besar
b. Informasi terbatas
c. Membutuhkan waktu lama
d. Perlu kepemimpinan yang terampil
e. Didominasi oleh orang yang suka berbicara
Konseling perseorangan
Suatu proses memberikan bantuan terhadap suatu masalah yang dihadapi
secara perseorangan antara konselor dan konseli
Keunggulan metode konseling perseorangan, yaitu :
a. Keamanan terjamin
b. Dapat diterapkan pada individual maupun kelompok
20
c. Konseli merasa senang dapat mengekspresikan dirinya dan tidak
dijustifikasi
Kelemahan metode konseling perseorangan
a. Konselor sulit bersikap netral dalam situasi hubungan interpersonal
b. Konseling tidak efektif ketika konselor terlalu pasif
c. Teknik masih minim dalam memecahkan masalah konseli
d. Tidak sistematik
e. Konselor menjadi terpusat pada konseli sehingga melupakan keasliannya
4 teknik media (media massa, audiovisual, televisi pendidikan, belajar
terprogram )
1. Metode Pelatihan
1. Pengembangan keterampilan
2. Simulasi dan permainan
3. Inquiry learning
4. Diskusi kelompok kecil
5. Peneladanan
6. Modifikasi perilaku
7. Lokakarya
8. Sosiodrama
9. Demonstrasi
10. Studi kasus
2. Metode Organisasi
1. Pengembangan masyarakat
2. Aksi Sosial
3. Perencanaan Sosial
4. Pengembangan organisasi
21
menghambat program promosi kesehatan. Salah satu faktor penting dalam
diagnosis administrasi adalah pengalokasian sumber daya.
Pengukuran faktor penentu diagnosis administrasi ini mempertimbangkan hal-
hal :
1. Tahap 1 (Menilai Kebutuhan Sumber Daya)
a. Waktu
Ketepatan waktu sesuai rencana awal, apabila tidak sesuai akan berdampak pada
ketersediaan dan biaya material
b. Personel
Pertimbangan staf harus sesuai dengan kemampuan, kepribadian, pengalaman,
dan attitude yang mengarah pada tujuan program.
c. Biaya
Pola pengaturan biaya akan mempengaruhi kinerja aspek program ketika
dilaksanakan
2. Tahap 2 (Menilai Ketersediaan Sumber Daya)
a. Personel
Kebutuhan staf disesuaikan dengan perkembangan program kerja.
b. Biaya
Diskusi sebelum adanya perubahan budgeting tiap program.
3. Tahap 3 (Menilai Hambatan Saat Implementasi)
a. Komitmen dan attitude staf
b. Konflik tujuan
c. Tingkat perubahan
d. Kesesuaian prosedur dan metode kerja
e. Kompleksitas
f. Jarak Pelaksanaan program
g. Kerja sama lintas sektoral
Tahapan Diagnosis Administratif
1. Within Program Analysis
Analisis di dalam program yang menyangkut faktor yang berhubungan
dengan program pendidikan kesehatan baik yang berdiri sendiri atau proyek
22
kesehatan secara luas. Hal yang perlu dipertimbangkan yaitu ukuran dan
kerumitan program, tempat program, susunan pegawai, ruang, pendanaan, dan
sistem pendukung umum.
2. Within Organizational Analysis
Analisis untuk melihat perlunya kerja sama lintas program. Hal yang perlu
dipertimbangkan yaitu, pendidikan kesehatan dalam organisasi, tingkat
penerimaan pendidikan kesehatan, status organisasi, pengaruh program-program,
kesiapan organisasi untuk berubah.
3. Inter Organizational Analysis
Analisis untuk menentukan perlu tidaknya sektor-sektor lain yang bisa
diajak kerja sama antar sektor.
Tahapan Diagnosis Kebijakan
Tahap ini digunakan untuk menganalisis kebijakan dan pengaturan yang
berlaku maupun sumber daya yang dapat mendukung atau menghambat program
promosi kesehatan yang dilaksanakan.
Tahapan- Tahapannya sebagai berikut :
1. Tahap 1 (Menilai Kebijakan, Regulasi, dan Organisasi)
Hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Issue of Loyality
Kesetiaan terhadap organisasi bukan karena gaji yang diperoleh.
b. Consistency
Memperkuat rencana yang konsisten dapat dilakukan dengan menggunakan
kebijakan yang berlaku dan komunikasi yang efektif.
c. Flexibility
Kebijakan yang baik memiliki fleksibilitas karena tidak mungkin mengetahui
segala masalah dan kesempatan yang akan dihadapi oleh sebuah organisasi.
d. Administrative or Professional Discretion
Fleksibilitas yang paling umum adalah memperbolehkan seorang administrator
memegang jabatan untuk melaksanakan kebijakan tertentu.
2. Tahap 2 (Menilai Kekuatan Politik)
Hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu :
23
a. Level of Analysis
Tiap individu, organisasi, maupun kelompok masyarakat memiliki pengaruh yang
berbeda-beda.
b. The Zero-Sum Game
Perspektif konflik politik yang berlawanan satu dirugikan dan satu diuntungkan,
ada yang menang atau kalah.
c. System Approach
Menggabungkan pendekatan sistem perspektif politik yang dapat menguntungkan
semua pihak.
d. Exchange Theory
Teori organisasi yang digunakan untuk mencapai tujuan individu masing-masing
dengan berbagai cara.
e. Power Equalization Approach
Memilih hal yang paling baik untuk banyak orang berdasarkan analisis politik.
f. Power Educative Approach
Mendidik komunitas atau pemimpin organisasi yang berpengaruh terhadap
perilaku kesehatan orang lain.
g. Conflict Approach
Mengorganisasi konflik yang ada dengan cara lobbying dengan mengorganisasi
kelompok yang digemari masyarakat, demonstrasi atau meningkatkan
kewaspadaan masyarakat terhadap isu yang ada.
h. Advocacy & Educating the Electorate
Pendekatan spesifik untuk membuat program lebih terarah dan efektif.
i. Empowerment Education & Community Development
Digunakan untuk memperkuat masyarakat dalam mengontrol seluruh proses,
mendefinisikan masalah, menentukan prioritas, mengembangkan program, dan
menyingkirkan risiko, serta membuat tersedianya sumber daya.
24
umumnya didasarkan pada standar perbandingan. Ruang lingkup evaluasi
meliputi tujuan, kegunaan, dan tingkat evaluasi. Tujuan evaluasi diantaranya,
mengkaji suatu keputusan, menjalin hubungan pemerintah dengan masyarakat
melalui program-program, aktivitas pengembangan staf.
Evaluasi dapat dirancang untuk menilai proses, dampak, dan hasil. Evaluasi
proses dirancang sebagai acuan untuk memprediksi efek dari proses tersebut.
Evaluasi dampak dirancang untuk menentukan apakah metode dan aktivitas
individu yang digunakan dalam program mengakibatkan perubahan yang
diinginkan secara cepat pada individu. Evaluasi hasil merupakan evaluasi yang
paling sukar karena harus memahami isi program secara detail.
Tingkatan evaluasi menurut Blum, yaitu :
1. Tingkat 1 (Activity)
Meliputi kumpulan bukti yang menunjukkan apakah program sedang berlangsung.
Digunakan untuk menilai apakah suatu program diterapkan sesuai jadwal.
2. Tingkat 2 (Meeting Minimum Standard)
Untuk menentukan apakah program sedang berfungsi seperti apa yang dirancang
sesuai standard yang berkaitan dengan sasaran, biaya, dan jasa.
3. Tingkat 3 (Efficiency of Operation)
Penilaian terhadap efisiensi program yang dapat dilihat dari ukuran biaya yang
diperlukan dalam suatu program.
4. Tingkat 4 (Effectiveness)
Pada tingkat ini dilihat dari seberapa baik program menghasilkan hasil yang
diinginkan.
5. Tingkat 5 (Outcome Validity)
Dapat dilihat dari besarnya keberhasilan program dalam mengatasi masalah
kesehatan.
6. Tingkat 6 (Overall Appropriateness)
Berkaitan dengan seberapa baik program sesuai dengan program lain dengan
tujuan serupa misalnya dengan program dalam seluruh sistem pelayanan
kesehatan.
Jenis-Jenis Metode Evaluasi (Green et al, 1980), yaitu :
25
1. The Historical, Record-Keeping Approach
Melakukan pencatatan secara rutin. Misal jumlah peserta hadir, jenis kelamin,
usia. Metode ini sangat tepat untuk evaluasi proses.
2. The “Stop-Everything”, Inventory Approach
Pencatatan data secara periodik apabila tidak sesuai kebutuhan. Digunakan pada
evaluasi impact dan outcome.
3. The Comparative, “How We Stack Up Against Others,” Approach
Dilakukan apabila program yang sama digunakan di tempat lain.
4. The Controlled-Comparison, Quasi Experimental, Approach
Dilakukan pada lebih dari satu kelompok sasaran dengan lebih dari satu jenis
intervensi untuk mendapatkan perbedaan dan kesimpulan hasil akhirnya.
5. The Controlled-Experimental Approach
Digunakan untuk membandingkan kelompok masyarakat yang menerima program
intervensi dengan kelompok masyarakat yang tidak menerima program intervensi.
6. The Evaluate Research Project
Pendekatan evaluasi yang paling kompleks bukan hanya memperoleh determinan
kesehatannya saja namun secara menyeluruh.
BAB III
GAMBARAN WILAYAH
26
48’33” Lintang Selatan dan antara 110° 26’14” dan 110° 47’51” Bujur Timur.
Berdasarkan posisi geografisnya, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
Boyolali, timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, selatan berbatasan
dengan Gunung Kidul, Yogyakarta, dan barat berbatasan dengan Kabupaten
Sleman.
Luas wilayah Kabupaten Klaten seluas 65.556 Ha yang terdiri dari Lahan
Pertanian seluas 39.647 Ha. Untuk lahan pertanian terdiri dari lahan sawah seluas
33.066 Ha dan lahan bukan sawah seluas 6.581 Ha. Selama tahun 2016 terjadi
perubahan lahan sawah menjadi bangunan untuk perumahan, industri, perusahaan
dan jasa seluas 45.391 Ha.
27
3.2.1 Letak Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten
Klaten, 2017-2021
Tabel 3.2 1 Letak Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten Klaten, 2017-2021
28
Tabel 3.2 2 Jumlah RT, RW, dan LPMK/LPMD, 2021
Jumlah penduduk pria dan wanita di Kabupaten Klaten pada tahun 2021
sebesar 630.845 pria dan 636.427 wanita. Penduduk di Kabupaten Klaten lebih
banyak didominasi oleh penduduk berjenis kelamin perempuan dengan selisih
sebesar 5.582 orang
29
Tabel 3.3 1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur Tahun
30
Tabel 3.3 3 Persentase dan kepadatan penduduk Klaten 2020-2021
31
3.4 Kondisi Kesehatan
32
Tabel 3.4. 2 Kondisi kesehatan (poliklinik)
33
Tabel 3.4. 4 Kondisi kesehatan (puskesmas pembantu)
34
3.5 Kondisi pendidikan
35
Tabel 3.5 2 Jumlah Murid Sekolah Menengah Pertama (SMP)
36
BAB IV
37
BAB V
PROSES PELAKSANAAN
5.1.1. Kemiskinan
38
Tabel 5.1. 1 Garis kemiskinan, jumlah penduduk miskin, dan persentase penduduk miskin
5.1.2 Pengangguran
39
2018 sebesar 19.152 penduduk dengan angkatan kerja sebesar 616.680 penduduk.
Maka dapat diketahui bahwa TPT pada tahun 2018 sebesar 3.11%. Pengangguran
pada tahun 2019 sebesar 22.686 penduduk dengan total angkatan kerja 639.214
penduduk. Dapat diketahui bahwa TPT atau tingkat pengangguran terbuka sebesar
3.55%. Sedangkan, pada tahun 2020 didapatkan bahwa jumlah pengangguran
adalah 34.992 penduduk dengan total angkatan kerja adalah 641.245 penduduk.
Dapat kita ketahui bahwa TPT pada tahun 2020 adalah 5.46%. Yang terakhir pada
tahun 2021 didapatkan bahwa jumlah pengangguran sebesar 34.584 penduduk
dengan jumlah angkatan kerja 631.245 penduduk. Dari sini dapat diketahui
bahwa TPT Kabupaten Klaten pada tahun 2021 sebesar 5,48%.
40
Gambar 5.1 3 Diagram Jumlah Pengangguran
5.1.3 Pendidikan
41
Tabel 5.1. 3 Angka partisipasi sekolah
42
Gambar 5.1.5 Diagram APM dan APK
43
Tabel 5.1. 4 Angka beban tanggungan 2021
44
dimana pada tahun 2021 di Kabupaten Klaten, setiap 100 orang penduduk usia
produktif menanggung 47 - 48 orang penduduk usia non produktif.
Pengangguran 4 3 4 11
Kemiskinan 5 5 4 14
Pendidikan 3 4 3 10
Beban Tanggungan 3 4 3 10
Tabel 5.1. 5 Analisis Diagnosis Sosial
Penjelasan indikator
Urgensi
1 = Sangat Tidak Mendesak, jika satu tahun ke depan tidak ditangani
memungkinkan kasus tidak mengalami kenaikan tajam
2 = Tidak Mendesak, jika satu tahun ke depan tidak ditangani memungkinkan
kasus tidak mengalami kenaikan
3 = Cukup Mendesak, jika satu tahun ke depan tidak ditangani memungkinkan
kasus akan stabil
4 = Mendesak, jika satu tahun ke depan tidak ditangani memungkinkan kasus
akan meningkat
5 = Sangat mendesak, jika satu tahun ke depan tidak ditangani memungkinkan
kasus akan meningkat tajam
Seriousness
1 = Sangat tidak mengganggu aktivitas sosial masyarakat dan tidak menghambat
sedikit sektor saja
2 = Tidak mengganggu aktivitas sosial masyarakat dan menghambat sangat
sedikit sektor saja
45
3 = Cukup mengganggu aktivitas sosial masyarakat dan menghambat sedikit
sektor saja
4 = Mengganggu aktivitas sosial masyarakat dan menghambat banyak sektor saja
5 = Sangat mengganggu aktivitas sosial masyarakat dan menghambat sangat
banyak sektor lainnya
Urgensi
1. Kemiskinan diberi angka 5 karena merupakan permasalahan yang sangat
mendesak. Ada kemungkinan di tahun 2022 garis kemiskinan meningkat tajam
karena dari tahun ke tahun selalu terjadi peningkatan garis kemiskinan. Terdapat
juga target di tahun 2023 mengenai penurunan garis kemiskinan dan menjadi
masalah prioritas di tahun 2023. Selain itu, Klaten juga menjadi salah satu
kabupaten yang masuk dalam kategori kemiskinan ekstrim dan memiliki 18.000
rumah tidak layak huni.
2. Pengangguran diberi angka 4 karena merupakan merupakan
permasalahan yang mendesak dan jika dilihat dari grafik ada kemungkinan di
tahun 2022 kasus dapat meningkat lagi. Pengangguran menjadi prioritas
pembangunan di Kabupaten Klaten di tahun 2023.
3. Pendidikan diberi angka 3 karena permasalahan yang cukup mendesak
diproyeksikan tingkat APM dan APK tersebut akan stabil di tahun berikutnya
melihat di tahun-tahun sebelumnya bahwa angka APK dan APM tergolong stabil
dan belum ada target peningkatan angka partisipasi sekolah di tahun berikutnya.
46
4. Beban Tanggungan diberi angka 3 karena beban tanggungan ada
kemungkinan untuk landai kasusnya di tahun berikutnya mengingat bahwa grafik
di tahun tahun sebelumnya selalu landai dan ini merupakan kasus yang belum
terlalu mendesak. Selain itu, beban tanggungan juga berhubungan dengan faktor
yang tidak dapat diubah karena berkaitan dengan usia penduduk. Intervensi yang
dapat dilakukan hanyalah KB dan untuk mencapai hasilnya membutuhkan waktu
yang cukup lama.
Seriousness
1. Kemiskinan diberi skor 5 karena kemiskinan dapat mengganggu aktivitas
sosial masyarakat Kabupaten Klaten. Selain itu, kemiskinan dapat berdampak
dengan permasalahan di sektor lainnya seperti terhambatnya akses pendidikan dan
fasilitas kesehatan. Serta dapat mengganggu masalah gizi masyarakat dan
sebagainya.
2. Pengangguran diberi skor 3 karena masalah pengangguran tidak terlalu
berdampak dengan banyak sektor.
3. Pendidikan diberi skor 4 karena dapat berdampak pada produktivitas
masyarakat dan pendidikan itu dapat berpengaruh pada pola pemikiran dan
kemampuan masyarakat. Selain itu dapat menyebabkan pengangguran serta
kemiskinan. Berkaitan juga dengan kesehatan apabila pengetahuan mereka rendah
dapat berdampak pada perilaku mereka terhadap kesehatan.
4. Beban Tanggungan diberi skor 4 karena pembangunan dapat berdampak
pada pembangunan ekonomi di Kabupaten Klaten. Beban tanggungan juga dapat
berdampak pada kemiskinan dan sarana prasarana yang mungkin didapatkan.
Selain itu juga berhubungan dengan beban dalam biaya akses pendidikan dan
kesehatan pada mereka.
Growth
1. Kemiskinan diberi skor 4 karena garis kemiskinan dari 2018 ke tahun
2021 mengalami peningkatan namun tidak signifikan.
2. Pengangguran diberi skor 4 karena dari tahun 2018 ke tahun 2021
mengalami peningkatan namun tidak signifikan
47
3. Pendidikan diberi skor 3 karena dari tahun 2018 ke tahun 2021
mengalami peningkatan dan penurunan.
4. Beban tanggungan diberi skor 3 karena dari tahun 2018 ke tahun 2021
mengalami peningkatan dan penurunan
Berdasarkan analisis USG yang telah dilakukan maka prioritas masalah
dalam diagnosis sosial adalah kemiskinan. Dimana kemiskinan di Kabupaten
Klaten mengalami kenaikan. Puncaknya pada tahun 2019 garis kemiskinan di
Kabupaten Klaten adalah 436.896. Selain itu, Kabupaten juga memasuki 19
kabupaten atau kota di Jawa Tengah yang memasuki wilayah dengan kemiskinan
ekstrim.
48
Gambar 5.2 1 Diagram Target dan kasus AFP tahun 2014 - 2021
49
Gambar 5.2 4 Diagram Jumlah kasus, IR, dan CFR
50
penelitian, kasus kedua terbanyak DBD di Klaten ditempati oleh penduduk usia
15-44 tahun sebesar 139 kasus dengan persentase 35,37%.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular endemis
yang mematikan dan juga berpotensi menjadi KLB. Penyakit ini tidak hanya
berdampak pada kesehatan individu tetapi juga pada keluarga dan masyarakat.
Dengan demikian diperlukan kesadaran dari seseorang dalam melakukan tindakan
preventif agar terhindar dari DBD. Sebab, kebutuhan pengobatan DBD
memerlukan biaya yang tidak sedikit dan memakan waktu yang tidak cepat, hal
ini akan memberatkan sebagian masyarakat hingga timbul kemiskinan baru.
51
Jumlah kasus Tuberculosis Paru Terkonfirmasi Bakteriologis adalah
sejumlah 348 orang dari semua kasus yang terdaftar dan diobati sejumlah 674
orang. Angka pengobatan lengkap (complete rate) berjumlah 388 orang (57,6%).
Angka keberhasilan pengobatan lengkap (success/SR) dari semua kasus 588
(87,2%). Angka kesembuhan dari kasus Tuberkolusis yang terkonfirmasi
bakteriologi sebanyak 200 orang atau 57,5% dan angka kematian pada tahun 2021
sebanyak 25 orang atau sekitar 3,7%.
Penyakit TB berdampak di beberapa sektor, salah satunya sektor ekonomi.
Dari penyakit TB terlihat adanya biaya ekonomi yang muncul baik berupa direct
cost (biaya langsung) dan indirect cost (biaya yang tidak langsung). Direct cost
dari penyakit TB berupa biaya pengobatan, pelayanan kesehatan, obat-obatan,
tenaga dan fasilitas kesehatan. Sedangkan, indirect cost timbul dari pendapatan
yang hilang akibat menurunnya produktivitas penderita TBC. Dengan hilangnya
produktivitas akibat terkena penyakit TB, negara juga akan kehilangan potensi
PDB yang bisa dihasilkan. Di Indonesia total biaya yang dihasilkan akibat
penyakit TB mencapai US$ 6,9 miliar. Disimpulkan bahwa Tuberculosis
memberikan dampak dalam hal ekonomi yang sangat tinggi, hal ini juga yang
menjadikan TB sebagai salah satu kontributor yang signifikan bagi kemiskinan di
dunia
5.2.4 HIV
52
Gambar 5.2 8 Diagram Kasus HIV, AIDS, dan kematian
5.2.5 Kusta
53
menunjukkan adanya 3 kasus tipe PB dan 14 kasus tipe MB, sedangkan pada
tahun 2021 tidak ditemukan kasus tipe PB, tetapi ditemukan 16 kasus tipe MB.
Kusta adalah satu dari beberapa penyakit menular yang berakibat pada
cacat fisik yang dapat memunculkan masalah yang sangat kompleks. Di
Indonesia, beban yang diakibatkan oleh kusta masih sangat tinggi meliputi fisik,
sosial, ekonomi, dan psikis. Kecacatan yang dialami penderita kusta seperti
lagophthalmos, mutilasi, absorbsi, kebutaan, kelainan fisik, jari keriting (claw
hand), kaki semper, dan infeksi sekunder bisa memunculkan stigma buruk dan
diskriminasi yang mengakibatkan penderita kusta dijauhi, dikucilkan, dan
diabaikan oleh keluarga, dan masyarakat sekitar sehingga berdampak pada
sulitnya mendapatkan pekerjaan dan produktivitas dari penderita kusta akan
menurun. Akibatnya, angka kemiskinan dapat meningkat.
54
5.2.6 Analisis Diagnosis Epidemiologi
AFP 3 2 3 8
TB 5 4 3 12
DBD 5 5 3 13
HIV 4 4 3 11
Kusta 3 3 3 9
Tabel 5.2. 1 Analisis Diagnosis Epidemiologi
Penjelasan indikator
Urgensi
1 = Sangat Tidak Mendesak, jika satu tahun ke depan tidak ditangani
memungkinkan kasus tidak mengalami kenaikan tajam
2 = Tidak Mendesak, jika satu tahun ke depan tidak ditangani memungkinkan
kasus tidak mengalami kenaikan
3 = Cukup Mendesak, jika satu tahun ke depan tidak ditangani memungkinkan
kasus akan stabil
4 = Mendesak, jika satu tahun ke depan tidak ditangani memungkinkan kasus
akan meningkat
5 = Sangat mendesak, jika satu tahun ke depan tidak ditangani memungkinkan
kasus akan meningkat tajam.
Seriousness
1 = Tidak berdampak pada kematian maupun kecacatan
2 = Berdampak kecacatan pada individu
3 = Berdampak kecacatan dan meluas di masyarakat
4 = Berdampak banyaknya kematian pada individu
5 = Banyaknya kematian dan dapat meluas di masyarakat
Growth (dalam 4 tahun terakhir)
1 = Masalah mengalami penurunan terus menerus dan signifikan
2 = Masalah mengalami penurunan yang tidak signifikan
3 = Masalah mengalami peningkatan dan penurunan
55
4 = Masalah mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan
5 = Masalah mengalami peningkatan yang signifikan
Alasan Pemberian Indikator
Urgensi
1. AFP diberi skor 3 karena AFP merupakan kasus yang cukup mendesak
karena dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Namun, kasus yang
ditemukan tidak terlalu banyak dan sempat mencapai target pada tahun 2020
2. TBC diberi skor 5 karena TB merupakan kasus yang sangat mendesak dan
dibutuhkan intervensi segera. Apabila tidak segera ditangani maka akan ada
kemungkinan peningkatan kasus karena TB merupakan penyakit menular.
3. DBD diberi skor 5 karena DBD merupakan kasus yang sangat mendesak
dan dibutuhkan intervensi segera. Apabila tidak segera ditangani terdapat
kemungkinan peningkatan kasus yang tajam jika dilihat bahwa DBD merupakan
penyakit yang dapat ditularkan oleh vektor nyamuk.
4. HIV diberi skor 4 karena HIV merupakan penyakit yang mendesak namun
hanya menyerang beberapa kelompok usia tertentu seperti remaja dan orang
dewasa. Selain itu, HIV juga memiliki riwayat alamiah yang panjang.
5. Kusta diberi skor 3 karena kusta merupakan penyakit yang cukup
mendesak namun kasusnya tergolong sedikit dan terdapat kestabilan kasus
diantara 2020-2021.
Seriousness
1. AFP diberi skor 2 karena AFP menyebabkan kecacatan pada individu.
AFP merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus polio. Selain itu, AFP juga
sudah tersedia vaksinnya.
2. TBC diberi skor 4 karena dapat menyebabkan kematian, jika tidak diobati
berdampak komplikasi tetapi tidak menyebar meluas secara mendadak ke
masyarakat.
3. DBD diberi skor 5 karena CFR-nya juga tinggi, DBD juga dapat menjadi
KLB, dan dapat menimbulkan kemiskinan.
56
4. HIV diberi skor 4 karena HIV lebih berdampak ke individu dan penularan
juga melalui hubungan seksual. Namun, ARV sudah diberi secara gratis kepada
masyarakat.
5. Kusta diberi skor 3 karena tidak ditemukan adanya dampak kematian dan
dampaknya lebih ke arah individu yang terkena.
Growth
1. AFP diberi skor 3 karena dari grafik diketahui jumlah kasusnya naik
turun
2. TBC diberi skor 3 karena dari grafik diketahui jumlah kasusnya naik turun
3. DBD diberi skor 3 karena dari grafik diketahui jumlah kasusnya naik turun
4. HIV diberi skor 3 karena dari grafik diketahui jumlah kasusnya naik turun
5. Kusta diberi skor 3 karena dari grafik diketahui jumlah kasusnya naik
turun
57
5.3 Diagnosis Perilaku dan Lingkungan
58
Penjelasan:
1. Perilaku Kebiasaan Menggantung Banyak Pakaian
Menurut Dermala (2012), pakaian bekas yang digantung di dalam kamar
merupakan media yang disenangi nyamuk dan faktor risiko terjadinya penyakit
DBD. Tempat-tempat yang lembab dan gelap adalah tempat nyamuk beristirahat
dan menunggu proses pematangan telur yaitu dengan menggantung baju bekas
pakai karena intensitas cahaya dan kelembapan udara mempengaruhi aktivitas
terbang nyamuk dan meletakkan telurnya.
Sebuah penelitian yang dilakukan Anton Sitio (2008) didapatkan
hubungan yang sejalan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian
DBD, dari seluruh responden yang menderita DBD terdapat 32,7% tidak memiliki
kebiasaan menggantung banyak pakaian dan yang buruk sebanyak 67,3%. Selain
itu, sebuah penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Klaten Utara
Kabupaten Klaten menghasilkan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan
menggantung pakaian dengan kejadian DBD.
2. Perilaku tidak menjalankan 3M (menguras, menutup tempat penampungan
air, dan menimbun barang bekas)
Dengan melakukan 3M dan meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa
kebersihan lingkungan dapat menekan terjadinya DBD. Menurut Soeprapto 2016,
menemukan bahwa kesadaran masyarakat dalam melaksanakan 3M masih rendah
hal ini terbukti dengan CFR yang belum mencapai target nasional yaitu <1%.
Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara perilaku
3M dengan kejadian DBD. Perilaku tidak melaksanakan 3M berisiko 4,285 kali
lebih besar untuk menderita penyakit DBD (Susilowati, 2021). Wulandari, 2016
menyatakan bahwa ada hubungan antara praktik 3M dengan kejadian DBD di
Dusun Branjangan Tijayan Manisrenggo Klaten. Selain itu menurut data riskesdas
2018 diketahui bahwa hanya 32,21 % masyarakat Kabupaten Klaten yang
melaksanakan 3M.
3. Perilaku tidak menggunakan lotion anti nyamuk
Dengan menggunakan lotion anti nyamuk merupakan langkah pencegahan
agar tidak terpapar penyakit DBD. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa
59
responden yang tidak menggunakan lotion anti nyamuk lebih berisiko terkena
DBD sebesar 3,3 kali dibandingkan dengan responden yang menggunakan obat
anti nyamuk. Wardhani, Anastasia Pramudya (2013) menyatakan ada hubungan
antara kebiasaan memakai lotion anti nyamuk dengan kejadian DBD di Wilayah
Kerja Puskesmas Klaten Utara Kabupaten Klaten.
60
sampai 1 minggu, jadi langkah yang paling efektif untuk membunuh nyamuk
adalah dengan 3M.
7. Perilaku tidak memeriksakan diri segera apabila muncul gejala DBD
Data Dinkes Klaten menunjukkan bahwa hingga Juli 2022, kasus
terkonfirmasi DBD mencapai 240 kasus. Dari kasus tersebut, terdapat 13 pasien
meninggal dunia dan sebanyak 11 pasien diantaranya merupakan anak-anak.
Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Bidang Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Klaten mengatakan bahwa
sebagian kasus pasien DBD yang meninggal dunia disebabkan terlambatnya
memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan.
8. Perilaku masyarakat yang tidak mau melakukan pengobatan apabila
terkena DBD
Menurut World Health Organization, pengobatan berupa rawat inap
sangat diperlukan apabila pasien mengalami demam berdarah serius. Dalam
kondisi tersebut, pasien akan melewati beberapa fase DBD, termasuk fase kritis
selama 24 hingga 48 jam lamanya. Masa-masa tersebut akan menentukan peluang
pasien untuk bertahan hidup. Jika pengobatan pasien tidak tepat atau bahkan tidak
dilakukan, akibatnya bisa fatal dan bahkan berujung pada kematian. Selain itu,
Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Dinkes Klaten, juga
menyatakan bahwa kasus kematian pada epidemi DBD terjadi karena pasien tak
kunjung dibawa ke pelayanan kesehatan sehingga tidak mendapatkan penanganan
medis.
1. Mengembangkan penyebab perilaku
Penyebab Perilaku
61
tempat penampungan air seperti demam, dan setelah selesai
dan menimbun barang sebagainya. melakukan pengobatan
bekas)
3. Tidak rajin memakai lotion
anti nyamuk
4. Tidak memasang kawat
kasa di seluruh ventilasi
pintu dan jendela yang
berada didalam rumah.
5. Tidak memakai kelambu
saat tidur
6. Tidak melakukan fogging
Tabel 5.3 2 Pengembangan Penyebab Perilaku
62
berada didalam
rumah.
5. Memakai kelambu
saat tidur
6. Melakukan fogging
Tabel 5.3 3 Pengembangan Intervensi Penyebab Perilaku
63
tindakan ini dinilai perlu dilakukan oleh
masyarakat untuk menekan angka
kejadian DBD.
Perilaku tidak rajin memakai lotion anti Lotion anti nyamuk berfungsi
nyamuk melindungi gigitan nyamuk. Seseorang
yang tidak memakai lotion anti nyamuk
berisiko 3,596 kali lebih besar
menderita DBD dibandingkan dengan
yang memiliki kebiasaan memakai
lotion anti nyamuk. Perilaku memakai
lotion anti nyamuk merupakan langkah
pencegahan agar terhindar dari gigitan
nyamuk Aedes aegypti
Perilaku tidak memakai kelambu saat Pemakaian kelambu saat tidur dapat
tidur mencegah gigitan nyamuk demam
berdarah
64
Perilaku tidak memeriksakan diri ke Memeriksakan diri ke fasilitas
fasilitas pelayanan kesehatan apabila pelayanan kesehatan apabila terdapat
terdapat gejala DBD seperti demam, gejala DBD merupakan salah satu
dan sebagainya upaya diagnosis dini dan agar
mendapatkan penanganan segera
apabila terkena DBD
65
di seluruh ventilasi pintu dan jendela
yang berada didalam rumah
● Perilaku tidak rajin memakai lotion
anti nyamuk
● Perilaku tidak memeriksakan diri ke
fasilitas pelayanan kesehatan apabila
terdapat gejala DBD seperti demam,
dan sebagainya
● Perilaku tidak melakukan
pengobatan, penanganan, dan
pemantauan kondisi kesehatan
pasien DBD setelah selesai
melakukan pengobatan
Tabel 5.3 5 Indikator Penilaian Perilaku
dan sebagainya.
66
Perilaku tidak memeriksakan diri ke
fasilitas pelayanan kesehatan apabila
terdapat gejala DBD seperti demam,
dan sebagainya
67
pintu dan jendela yang melakukan fogging
berada didalam rumah
- Perilaku tidak rajin
memakai lotion anti
nyamuk
- Perilaku tidak
memeriksakan diri ke
fasilitas pelayanan
kesehatan apabila
terdapat gejala DBD
seperti demam, dan
sebagainya
- Perilaku tidak
melakukan pengobatan,
penanganan, dan
pemantauan kondisi
kesehatan pasien DBD
setelah selesai
melakukan pengobatan
Tabel 5.3 7 Matriks Diagnosis Perilaku
Terdapat dua perilaku di kuadran 1 yang penting dan mudah diubah, sehingga
diperlukan matriks diagnosis perilaku lagi untuk menentukan target perilaku.
68
Lebih Sulit Diubah
Tabel 5.3 8 Matriks Diagnosis Perilaku
69
How much: 55%
Objective goal: Pada bulan Oktober 2025, 55% masyarakat dengan usia 15-44
tahun di Kabupaten Klaten dapat berperilaku menjalankan 3M (menguras,
menutup tempat penampungan air dan menimbun barang bekas)
Dasar Pertimbangan
What: merupakan perilaku menjalankan 3M (menguras, menutup tempat
penampungan air, dan menimbun barang bekas) yang didasarkan oleh matriks
changeability dan importance.
Who: Ibu-ibu memiliki peran sentral dalam menciptakan lingkungan yang bersih
dan sehat di dalam keluarga salah satunya dengan gerakan PSN DBD yakni 3M.
Selain itu, berdasarkan data BPS tahun 2019 persentase kedua terbanyak wanita
menikah di Kabupaten Klaten yakni sebesar 23,42% ditempati oleh wanita dengan
usia lebih dari 25. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa penduduk dengan
usia kurang dari 35 tahun sudah melakukan PSN DBD dengan baik. Maka dari
itu, sasaran dari perilaku adalah ibu-ibu dengan usia 25-35 tahun
Where: Kabupaten Klaten karena merupakan daerah dengan endemis DBD di
Jawa Tengah.
When: adalah Oktober 2025 dengan pertimbangan sasaran yang begitu luas
mencakup masyarakat di Kabupaten Klaten usia 15-44 tahun dan untuk
mengubah perilaku dari masyarakat membutuhkan waktu dan proses yang lama.
How Much: 55%, karena berdasarkan data riskesdas Jawa Tengah 2018 sebanyak
32,21% warga Klaten telah melaksanakan 3M upaya pemberantasan sarang
nyamuk. Dengan target waktu pada bulan Oktober 2025 maka penulis
menargetkan sebanyak 55% warga telah melaksanakan 3M. Selain itu juga
mempertimbangkan sasaran atau target yaitu masyarakat dengan usia 15-44 tahun
di Kabupaten Klaten yang berjumlah 555.554 jiwa.
70
5.3.2 Diagnosis Lingkungan
71
Langkah-langkah dalam diagnosis lingkungan:
1. Membedakan penyebab perilaku dan non-perilaku
72
kasa dilakukan diseluruh ventilasi
pintu dan jendela yang berada
didalam rumah.
● Perilaku pencarian pengobatan
yang tidak tepat
● Tidak memakai kelambu saat tidur
● Tidak dilakukannya fogging
Tabel 5.3 9 Perilaku dan Non Perilaku
Penjabaran:
1. Tutupan vegetasi yang luas
Tutupan vegetasi adalah tutupan lahan yang berupa hutan primer, hutan
sekunder, perkebunan, kebun campuran, dan semak-belukar. Penggunaan lahan di
Kabupaten Klaten terbagi atas lahan pertanian dan lahan non pertanian. Lahan
pertanian terbagi atas lahan sawah, lahan non sawah atau pertanian lahan kering
(kebun dan tegalan) dan kolam/empang/tebat. Lahan non pertanian berupa
kawasan permukiman, sarana dan prasarana, jasa, dan industry dimana
berdasarkan data, jenis lahan yang paling luas adalah lahan dengan bangunan,
rumah, dan halaman. Dalam hal ini, jika dikaitkan dengan kasus DBD, diketahui
bahwa semakin luas daerah tutupan vegetasi (lahan, hutan, perkebunan maka
dapat meningkatkan terjadinya kasus DBD, karena tutupan vegetasi bisa dijadikan
sebagai tempat istirahat serta tempat breeding place nyamuk dengan meletakkan
telurnya di batang pohon.
2. Udara lembab di daerah tropis mendukung perkembangbiakan virus
dengue
73
Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Klaten tahun ini
melonjak. Jumlah warga Klaten yang meninggal akibat DBD lebih banyak
daripada total sepanjang tahun 2021. Di bulan Juni sampai Desember yang mana
kasus DBD mengalami kenaikan dikarenakan sedang mengalami musim
penghujan. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang merupakan tempat
hidup yang sangat disukai oleh nyamuk. Dimana udara lembab di daerah iklim
tropis yang berkisar 22-30°C adalah rentang yang sangat disukai untuk nyamuk di
berkembang biak.
3. Kepadatan penduduk di Klaten
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten, kepadatan
penduduk Klaten sebesar 1.933,11 jiwa per km2 dengan wilayah paling padat
adalah Klaten Utara. Kepadatan ini sebabkan karena pertumbuhan penduduk
yang tinggi. Tingginya jumlah dan tingkat kepadatan penduduk cenderung
menyebabkan suatu wilayah semakin rawan terhadap DBD. Kepadatan
penduduk turut menunjang atau sebagai salah satu faktor risiko penularan
penyakit DBD di Kabupaten Klaten. Semakin tinggi tingkat kepadatan
penduduk maka sasaran gigitan nyamuk semakin banyak dan jarak antar
aktivitas manusia semakin dekat sehingga memungkinkan dijangkau oleh
nyamuk.
4. Curah hujan yang tinggi di Kabupaten Klaten
Menurut pengamatan iklim di stasiun KBB Klaten, Kecamatan Klaten
Tengah, curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan November 2021, yaitu 434 mm
dengan 25 hari hujan. Sedangkan curah hujan terendah yaitu pada Bulan Juli 2021
sebanyak 1 mm dalam 1 hari hujan. Pengamatan Unsur Iklim Menurut Bulan di
Stasiun Klaten KBB di kabupaten Klaten, 2021
74
Tabel 5.3 10 Curah Hujan di Klaten
75
2. Menghilangkan penyebab non-perilaku yang tidak bisa diubah
Tabel 5.3 11 Penyebab Non-perilaku yang Tidak Bisa Diubah dan Bisa Diubah
76
Tutupan vegetasi yang luas
77
Selanjutnya faktor lingkungan tempat tinggal yang padat penduduk. Kepadatan
penduduk/pemukiman yang padat meningkatkan potensi penularan penyakit
karena tingkat populasi pada daerah padat memudahkan transmisi dari satu orang
ke orang lain. Selain itu, kepadatan penduduk dinilai sulit diubah karena susah
dilakukan relokasi rumah dan atau penataan kembali area tempat tinggal sehingga
terjadi kepadatan penduduk.
Dasar Pertimbangan
What: Merupakan non perilaku yang berdasarkan matriks adalah more important
dan more changeable
When: November 2025 karena dalam upaya ketersediaan tutup kontainer
membutuhkan dana yang tidak sedikit dan membutuhkan waktu.
Where: Kabupaten Klaten karena merupakan daerah dengan endemis DBD di
Jawa Tengah.
How Muc : Alasan 70% di diagnosis lingkungan karena sudah banyak warga
yang memakai shower atau ember. Dan di riskesdas klaten 2018 sebanyak 41,41
% warga di Kabupaten Klaten telah memiliki tutup kontainer TPA yang memadai
78
predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Pada fase ini dilakukan
identifikasi kondisi perilaku dan lingkungan yang berhubungan dengan status
kesehatan dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya, dilanjut dengan
identifikasi faktor yang harus diubah untuk kelangsungan perubahan perilaku dan
lingkungan, sehingga dapat ditetapkan tujuan program yang akan dicapai.
79
Masih ada yang beranggapan bahwa penularan DBD hanya terjadi di
daerah kumuh (substandard). Akibatnya, dengan anggapan seperti itu membuat
masyarakat merasa jika rumahnya bersih dan enggan melakukan 3M, maka
anggota keluarga sudah terlindung dari penyakit DBD.
4. Sikap terhadap perilaku 3M DBD
Sikap merupakan reaksi atau respons tertutup seseorang terhadap stimulus
atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan
sebagainya). Masyarakat yang memiliki sikap mendukung memiliki kemungkinan
untuk melakukan 3M DBD 4 kali lebih besar daripada masyarakat yang memiliki
sikap kurang mendukung.
80
yaitu, 271 dokter, 61 dokter gigi, 2.049 perawat, 755 bidan, 354 tenaga
kefarmasian, 96 tenaga kesehatan masyarakat, 73 tenaga kesehatan lingkungan,
108 tenaga gizi, 184 ahli teknologi laboratorium medik.
Berdasarkan rasio ideal untuk ketersediaan tenaga kesehatan di suatu
kabupaten menurut Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Target Rasio Kebutuhan SDMK Tahun
2014, 2019. Maka proyeksi rasio kebutuhan SDMK untuk tahun 2025 untuk
setiap 100.000 penduduk adalah: (a) 12 dokter spesialis, (b) 50 dokter umum; (c)
14 dokter gigi, (d) 200 perawat, (e) 130 bidan, (f) 21 perawat gigi, (g) 15
apoteker, (h) 30 asisten apoteker, (i) 18 tenaga kesehatan masyarakat, (j) 20
tenaga kesehatan lingkungan, (k) 12 ahli gizi, (l) 5 keterapian fisik, (m) 18
keterapian medis.
Dapat disimpulkan dari jumlah penduduk Kabupaten Klaten 1.260.506 jiwa untuk
ketersediaan tenaga kesehatan masih belum dikategorikan ideal karena rasionya
masih dibawah yang telah ditetapkan.
2. Ketersediaan Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan menyediakan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan
penyakit DBD meliputi pengendalian serta penjaringan suspek, pengobatan
pengarahan juga pencatatan logistik. Pada Kabupaten Klaten terdapat fasilitas
kesehatan yaitu apotek sebanyak 119 Apotek yang tersebar di 26 Kecamatan.
Sedangkan yang lainnya, seperti poliklinik berjumlah 62, puskesmas berjumlah
36, puskesmas pembantu berjumlah 80, dan Rumah Sakit merupakan fasilitas
kesehatan yang angkanya paling rendah yaitu 13 dan hanya ada di beberapa
kecamatan. Jumlah puskesmas di Kabupaten Klaten sudah memenuhi jumlah
minimal puskesmas di satu wilayah kabupaten yaitu minimal 1 puskesmas di
setiap kecamatan.
3. Ketersediaan tutup kontainer TPA
Semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk melakukan Gerakan 3M dan
kesadaran mengelola lingkungan, kasus DBD akan menurun dengan
sendirinya. Perilaku masyarakat seperti kebiasaan menampung air untuk
keperluan sehari-hari seperti menampung air sumur, air hujan, membuat bak
81
mandi atau drum/tempayan yang tidak ditutup sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk; kebiasaan menyimpan barang-barang bekas atau
kurang memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang tertampung di dalam
wadah-wadah akan berkurang jika pengetahuan dan sikap serta perilaku dalam
melaksanakan PSN dilakukan secara terus menerus. Persentase ketersediaan
tutup kontainer di Klaten sebesar 41,41%, artinya ketersediaan tutup kontainer
tersebut belum banyak. Ketersediaan tutup pada kontainer yang berada di luar
maupun di dalam rumah sangat penting untuk menekan jumlah nyamuk yang
hinggap pada kontainer, dimana kontainer merupakan media tempat
berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti sehingga dapat menular dan
terjadinya DBD.
4. Peraturan Daerah Kabupaten Klaten No. 3 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang Bersumber dari Binatang
Kebijakan pengendalian dan pencegahan DBD di Kabupaten Klaten sudah
memiliki hukum yang kuat yaitu Peraturan Daerah (Perda) nomor 3 tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang Bersumber dari Binatang,
dimana DBD masuk di dalamnya. Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan
oleh vektor nyamuk Aedes aegypti, dalam pasal 7 peraturan daerah (Perda) nomor
3 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang Bersumber
dari Binatang, disebutkan bahwa pencegahan penyakit yang disebabkan karena
binatang dilakukan melalui tindakan pencegahan terhadap binatang yang
berpotensi dalam menimbulkan penyakit. Dengan adanya Perda ini diharapkan
akan memperkuat dan mendorong keberhasilan pelaksanaan program
pemberantasan sarang nyamuk di Kabupaten Klaten.
82
perilaku. Di antara faktor penguat adalah keluarga, teman sebaya, petugas
kesehatan, kelompok pemimpin, pekerja, dan pembuat kebijakan
1. Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan merupakan seorang pembawa perubahan perilaku yang
baik bagi masyarakat. Penyakit DBD ini tidak hanya berdampak pada kesehatan
individu saja akan tetapi juga pada keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu,
dibutuhkan sosialisasi dan penyuluhan dari petugas kesehatan dalam tindak
pencegahan dan pengendalian DBD. Peran petugas kesehatan merupakan faktor
penguat atau melemahkan terjadinya perubahan perilaku. Penyuluhan yang
diberikan oleh petugas kesehatan kepada masyarakat secara tidak langsung dapat
berpengaruh positif terhadap sikap dan pengetahuan masyarakat yang kemudian
akan mendorong mereka untuk melakukan perilaku 3M sebagai upaya pencegahan
DBD (Nuryanti, 2013; Kureh, 2020).
Petugas kesehatan dari Puskesmas II Cawas memberikan dukungan
terhadap 3M, salah satu bentuknya yaitu dengan mengadakan kegiatan
penyuluhan tentang penerapan 3M sebagai bentuk pencegah DBD. Warga di
lingkungan tersebut terlihat antusias menyambut kegiatan yang diadakan oleh
petugas kesehatan karena dengan demikian perilaku tersebut dapat mencegah
jatuhnya korban akibat DBD.
2. Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat dalam suatu lingkungan tempat tinggal dapat berperan
menyebarluaskan informasi dalam pengendalian DBD. Selain itu seorang tokoh
mempunyai pengaruh yang besar dalam menggerakkan masyarakat, karena
masyarakat umum lebih mudah menerima apa yang dijelaskan oleh tokoh
panutannya (Bahtiar, 2012). Pemberian contoh pelaksanaan kegiatan 3M DBD
oleh tokoh masyarakat di lingkungan tempat tinggal juga dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk melakukan perilaku 3M DBD. Peran aktif
masyarakat dan tokoh masyarakat inilah yang menjadi motivasi dan upaya
pengendalian DBD.
3. Keluarga
83
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan peran keluarga
sangat besar untuk terlibat dalam pencegahan DBD karena keluarga adalah satu-
satunya lembaga sosial yang dapat diberikan tanggung jawab pertama untuk
mengatur perilaku yang dikehendaki pemerintah yaitu perilaku 3M DBD. Tiap
anggota keluarga juga dapat berperan dalam pertukaran atau pemberian informasi
terkait perilaku 3M kepada anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, dukungan
keluarga terhadap perilaku 3M dapat menguatkan terlaksananya perilaku tersebut
khususnya di lingkungan rumah.
Kepala Seksi (Kasi) Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Bidang
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan
Klaten, Wahyuning Nugraheni menegaskan bahwa upaya membasmi jentik
nyamuk merupakan salah satu cara yang dinilai cukup efektif untuk mencegah
kasus DBD. Beliau menjelaskan bahwa kuncinya terdapat di masyarakat, untuk
membasmi jentik nyamuk agar dilakukan secara rutin maksimal 7 hari sekali
mengingat siklus dari telur hingga menjadi nyamuk berlangsung sekitar 10 hari.
Oleh karena keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, maka dari itu
keluarga memegang peranan yang amat penting dalam pencegahan DBD salah
satunya dengan perilaku 3M ini. Selain itu, Bupati Klaten, Sri Mulyani, S.M., juga
menekankan bahwa salah satu cara paling efektif dalam mencegah DBD dari
nyamuk Aedes aegypti adalah melakukan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) baik di dalam rumah maupun di lingkungan sekitar.
4. Kader Kesehatan
Kader kesehatan merupakan sekelompok orang yang dipilih dan dipercaya
oleh masyarakat yang mendapat pelatihan tertentu di bawah puskesmas atau dinas
kesehatan untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat. Dalam
pencegahan DBD, kader kesehatan berperan penting dan bertanggung jawab
dalam membina dan memantau masyarakat supaya menerapkan perilaku 3M.
Peran kader kesehatan ini menjadi faktor penguat pengendalian DBD, karena
masyarakat akan tergerak apabila kader kesehatannya aktif mengajak dalam
menerapkan perilaku 3M.
84
Menurut Anggit Budiarto, Sekretaris Dinas Kesehatan Klaten, jajaran
Klaten mendorong adanya juru pemantau jentik (Jumantik) bergerak hingga level
RW. Meskipun saat ini jumantik sudah terbentuk di tingkat desa, tetapi untuk
menekan kasus DBD, diharapkan jumantik ini bisa dibentuk pada tingkat RW.
Adanya Jumantik ini bertujuan agar gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) terus dilakukan oleh masyarakat secara intensif supaya masyarakat selalu
siaga dengan serangan nyamuk aedes aegypti. Namun, keberhasilan tim jumantik
juga perlu didukung dengan kepedulian desa, agar pemantauan terwujud secara
maksimal.
Berdasarkan wawancara dalam penelitian “Efektifitas Pemberantasan
Tempat Perkembangbiakan Nyamuk dan Peran Wiggler Controller Terhadap
Upaya Penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Klaten” khususnya di
wilayah kerja Puskesmas Juwiring, wilayah kerja Puskesmas Ngawen dan wilayah
kerja Puskesmas Klaten Utara Kabupaten Klaten, hambatan yang dialami kader
kesehatan adalah belum idealnya dana operasional. Dimana dana ini merupakan
modal untuk sosialisasi, pembentukan kader, dan peralatan kegiatan seperti senter
dalam jumantik.
1. Faktor Pemudah
85
More important : Karena perilaku 3M DBD berkaitan erat dengan faktor-faktor
pemudah seperti pengetahuan, sikap, motivasi, keyakinan, dan persepsi.
More changeable: Karena faktor-faktor yang terdapat di dalamnya mudah
ditingkatkan dengan upaya edukasi, persuasi, dan lain sebagainya.
2. Faktor Pemungkin
More important: Karena tenaga dan fasilitas kesehatan serta peraturan sangat
diperlukan untuk mendukung perilaku pencegahan DBD berupa perilaku 3M
Less changeable: Karena faktor-faktor yang ada di dalamnya berkaitan dengan
biaya, dapat dilihat Kabupaten Klaten memiliki kasus kemiskinan yang
merupakan permasalahan yang mendesak. Ada kemungkinan di tahun 2022 garis
kemiskinan meningkat tajam karena dari tahun ke tahun selalu terjadi peningkatan
garis kemiskinan. Klaten juga menjadi salah satu kabupaten yang masuk dalam
kategori kemiskinan ekstrim dan punya 18.000 rumah tidak layak huni, serta
sumber daya manusia seperti tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang masih
kurang sehingga sulit untuk diubah. Dalam hal ini juga bisa dikatakan tidak
sedikit mengeluarkan biaya. Selain itu, pembuatan regulasi yang baru terkait
dengan perilaku 3M juga cenderung sulit dan membutuhkan waktu yang cukup
lama dikarenakan perlu adanya pertimbangan beberapa pihak bukan hanya satu
atau dua pihak saja.
3. Faktor penguat
More important: Karena peran dan dukungan dari tenaga kesehatan, tokoh
masyarakat, keluarga, dan kader kesehatan sebagai role model atau teladan sangat
dibutuhkan untuk mendorong dan memberikan dukungan untuk melakukan
perilaku 3M DBD di masyarakat.
Less changeable: Karena peran mereka sebagai role model harus diimbangi
dengan pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni serta harus mengikuti
perkembangan zaman dan teknologi yang ada dimana untuk menguasai hal
tersebut diperlukan waktu yang tidak sebentar sehingga sulit diubah. Selain itu,
untuk bisa menjadi role model dalam menjalankan perilaku 3M DBD diperlukan
kemauan dan dorongan yang kuat agar bisa menggerakkan dan membimbing
masyarakat dengan baik untuk dapat menjalankan perilaku 3M DBD tersebut.
86
2. Menentukan Prioritas di dalam Kategori (Priority Within Category)
87
perilaku itu karena keyakinan adalah kepercayaan yang terdapat di dalam diri
seseorang.
Less changeable : Karena berhubungan dengan stereotype yang ada di dalam
pikiran seseorang itu dan berkaitan dengan stigma mengenai penyakit DBD yang
biasanya sudah melekat di masyarakat sehingga sulit diubah.
4) Sikap terhadap perilaku 3M DBD
More important : sikap merupakan tanggapan seseorang terhadap perilaku dalam
upaya 3M DBD. Ketika seseorang merasa bahwa perilaku 3M DBD adalah
perilaku yang tepat untuk mencegah penularan DBD maka orang tersebut akan
melakukan perilaku tersebut dan sebaliknya.
Less changeable : dalam mengubah sikap seseorang mengenai perilaku 3M DBD
membutuhkan waktu yang relatif lama dan proses yang cukup panjang. Selain itu,
sikap juga dipengaruhi beberapa faktor lain seperti pengetahuan, keyakinan, dan
lingkungan sekitar sehingga sulit untuk diubah.
3. Membuat Objective Goal
What : Pengetahuan mengenai perilaku 3M DBD
Who : Ibu-ibu dengan usia 25 - 35 tahun
When : Oktober 2024
Where : Kabupaten Klaten
How much : 90%
Objective goals : Pada Oktober 2024, sebanyak 90% ibu-ibu dengan usia 25-35
tahun di Kabupaten Klaten mendapat pengetahuan mengenai perilaku 3M DBD
Dasar pertimbangan
What : merupakan pengetahuan perilaku menjalankan 3M (menguras, menutup
tempat penampungan air dan menimbun barang bekas) yang didasarkan oleh
matriks changeability dan importance dan dalam melakukan perilaku tersebut
membutuhkan dasar berupa pengetahuan mengenai 3M DBD
Who : Ibu-ibu memiliki peran sentral dalam menciptakan lingkungan yang bersih
dan sehat di dalam keluarga salah satunya dengan gerakan PSN DBD yakni 3M.
Selain itu, berdasarkan data BPS tahun 2019 persentase kedua terbanyak wanita
88
menikah di Kabupaten Klaten yakni sebesar 23,42% ditempati oleh wanita dengan
usia lebih dari 25. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa penduduk dengan
usia kurang dari 35 tahun sudah melakukan PSN DBD dengan baik. Maka dari
itu, sasaran dari perilaku adalah ibu-ibu dengan usia 25-35 tahun
Where : Kabupaten Klaten karena merupakan daerah dengan endemis DBD di
Jawa Tengah.
How much : 90%, karena pada diagnosis perilaku diketahui bahwa target
perubahan perilaku adalah 55% sehingga membutuhkan pengetahuan yang luas
mengenai perilaku 3M. Selain itu dari sasaran yang ditentukan yaitu kader
kesehatan di Kabupaten Klaten yang mana nantinya dengan mereka memiliki
pengetahuan yang baik terkait perilaku 3M, mereka dapat memberi contoh kepada
masyarakat terkait dengan perilaku tersebut. Selanjutnya peningkatan
pengetahuan mengenai 3M dilakukan sebagai permulaan sebab berdasarkan
pernyataan dari kepala seksi P2PM Dinkes Klaten penyebab kasus pasien DBD
yang meninggal dunia disebabkan oleh kurangnya pemahaman terkait siklus DBD
oleh sebagian masyarakat. Siklus DBD berkaitan dengan pengetahuan mengenai
3M DBD.
89
peningkatan pengetahuan (knowledge), perubahan sikap dan keterampilan atau
tingkah laku yang berhubungan dengan masalah kesehatan masyarakat (Abdullah,
2007).
1. Ceramah
Metode ceramah adalah suatu cara mengajar dengan pengaturan lisan di
depan sekelompok pendengar tentang suatu bahan yang telah ditetapkan dan dapat
menggunakan alat-alat pembantu berupa gambar, potret, benda. Metode ceramah
dipilih karena beberapa hal, diantaranya murah sebab tidak melibatkan banyak
alat bantu. Mudah, karena dapat menyampaikan ke satu kelompok besar dalam
satu waktu, serta mudah dalam mempengaruhi dan menggerakkan pendengar. Di
dalam metode ceramah ini juga terdapat sesi tanya jawab antara narasumber
dengan peserta sehingga peserta dapat ikut berpartisipasi secara aktif. Selain
memiliki banyak kelebihan, metode ceramah juga memiliki beberapa kekurangan
diantaranya, pembicara sulit mengetahui sejauh mana pemahaman pendengar
mengenai materi yang disampaikan serta dapat menimbulkan konsep atau
pemahaman yang berbeda.
Pelaksanaannya yang dilakukan di Kabupaten Klaten terbagi atas 4 tahap
yaitu pre-test menggunakan kuesioner dengan tujuan untuk melihat tingkat
pengetahuan awal masyarakat, penyuluhan mengenai perilaku 3M pada penyakit
DBD dengan metode ceramah yang dibantu dengan media poster dan pamflet,
demonstrasi 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur) dan serta post-test
menggunakan kuesioner di tahap terakhir yang digunakan untuk melihat
peningkatan nilai dari pretest, apabila meningkat berarti terjadi peningkatan
pengetahuan kader kesehatan di Kabupaten Klaten mengenai perilaku 3M.
2. Pemutaran Film
Media yang digunakan biasanya melalui pemutaran film yang
berhubungan dengan perilaku 3M pada penyakit DBD sebagai media penyuluhan
yang bersifat audio visual atau visual.
Keunggulan dari pemutaran film
90
1. Dapat mencapai sasaran besar
2. Dapat membantu proses pengamatan, pengenalan, dan ingatan
3. Penyajian lebih menarik
Kelemahan dari pemutaran film
1. Biaya mahal
2. Memerlukan peralatan dan teknologi tinggi
3. Memerlukan ruang khusus baik terbuka/tertutup
4. Kesulitan dalam menerima informasi
Langkah - langkah pemutaran film
1. Persiapan pengecekan peralatan, tema film sesuai dengan tujuan yaitu
tentang perilaku 3M pada penyakit DBD.
2. Menyimpulkan kepada penonton agar memahami keseluruhan film
tersebut dengan cara menceritakan secara ringkas isi, tujuan, bagian-bagian yang
mendapatkan perhatian khusus sesudah pemutaran film.
91
2. Dapat lebih menjelaskan suatu prosedur secara visual sehingga mudah
dipahami;
3. Kader kesehatan dapat menguji kepandaiannya untuk mempraktekkan
mengenai materi apa yang telah disampaikan.
4. Suasana yang dibangun ketika metode demonstrasi lebih menarik dan
menyenangkan
5. Dapat mengurangi kesalahan bila dibandingkan dengan hanya membaca
buku, karena kader kesehatan telah memperoleh gambaran yang jelas dari
hasil pengamatan langsung
Kekurangan dari metode demonstrasi
1. Suatu alat yang didemonstrasikan di dalam kelas, prosesnya akan berlainan
jika berada dalam situasi yang sebenarnya;
2. Alat-alat yang sangat besar tidak didemonstrasikan di dalam kelas, sehingga
terpaksa menggunakan alat yang ukurannya lebih kecil akibatnya kurang
dapat diamati dengan saksama oleh kader kesehatan;
3. Demonstrasi menjadi kurang efektif apabila tidak diikuti dengan sebuah
aktivitas dimana kader latih dapat ikut bereksperimen.
4. Dalam pelaksanaannya demonstrasi memerlukan waktu dan persiapan yang
cukup matang, sehingga dapat menyita waktu yang cukup banyak
Langkah-langkah pelaksanaan dalam metode demonstrasi adalah sebagai berikut:
1. Kader dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mempermudah penyampaian
demonstrasi
2. Selanjutnya menyiapkan peralatan 3M seperti peralatan kebersihan untuk
kader kesehatan. Peralatan 3M ini akan digunakan bergantian setiap
kelompok ketika melakukan demonstrasi.
3. Menjelaskan tujuan demonstrasi tersebut dengan teori singkat sebagai
pengantar. Demonstrasi dalam penyuluhan ini bertujuan untuk memberi
gambaran sekaligus mempraktekkan bagaimana cara melakukan perilaku 3M
dengan baik dan benar.
4. Setiap langkah atau proses demi proses diperlihatkan dengan jelas.
92
5. Setelah selesai melakukan demonstrasi dilanjutkan dengan re-demonstrasi
oleh kader kesehatan yang lain.
6. Apabila demonstrasi selesai dilakukan, kader kesehatan dapat memberikan
contoh dan menyebarkan kepada masyarakat perilaku 3M di kehidupan
sehari-hari, agar proses tujuan pembelajaran tercapai.
93
a. Menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri masyarakat Klaten
b. Program lebih sustainable
c. Terwujudnya peningkatan derajat kesehatan masyarakat menjadi
lebih baik khususnya dalam pencegahan DBD
d. Masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam penyusunan dan
pelaksanaan program
e. Dapat secara optimal memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada
di masyarakat.
2. Kekurangan metode pengembangan masyarakat :
a. Membutuhkan waktu yang relatif lama agar program dapat berjalan
secara berkelanjutan
b. Minimnya ruang keterlibatan dalam perencanaan program
menyebabkan masyarakat tidak termotivasi untuk berpartisipasi
secara aktif sehingga program berjalan dengan kurang baik.
94
5.6.1 Diagnosis Administrasi
95
Peserta : 20 orang x 26 kecamatan
Sehingga jumlah total personel sebanyak : 806
2. Biaya perlengkapan (backdrop, administrasi, fee narasumber, sewa
sound system, alat peraga, transportasi, konsumsi)
Tahap 2 : Menilai Ketersediaan Sumber Daya
a. Personel :
Terdiri dari 20 peserta, 10 panitia, dan 1 Narasumber di setiap kecamatan
b. Biaya :
1) Biaya penyuluhan atau ceramah
Fee narasumber (1 narasumber x 26 kecamatan): Rp5.200.000,00
2) Biaya pemutaran film
Tidak ada biaya karena memutar video yang tersedia dari Kementerian Kesehatan
3) Biaya perlengkapan keseluruhan
Backdrop, administrasi,alat peraga sewa LCD proyektor, sewa sound system,
properti film, transportasi dan konsumsi (26 kecamatan): Rp19.870.000
Terkait dengan biaya, beberapa hal harus dipikirkan terlebih dahulu sebelum
diadakan perubahan budgeting bagi tiap bagian program.
Tahap 3 : Menilai Hambatan Saat Implementasi
a. Komitmen dan attitude staff
Adanya permasalahan internal antara panitia dan keterlambatan
narasumber datang ke lokasi sehingga dilakukan perubahan rundown acara. Selain
itu juga terdapat hambatan dalam pembuatan film seperti keterlambatan pemeran
film dan sebagainya.
b. Konflik Tujuan
Partisipasi peserta ceramah atau penyuluhan yang tidak memenuhi target
dan masyarakat yang tidak menghadiri atau menyaksikan pemutaran film.
c. Tingkat perubahan
Tingkat perubahan perilaku dari masyarakat yang tidak sesuai dengan
harapan karena hanya terdapat beberapa masyarakat yang menerapkan perilaku
3M pencegahan DBD.
d. Kesesuaian Prosedur dan Metode Kerja
96
Ketidaksesuaian program yang telah dilaksanakan dengan perencanaan
sebelumnya karena terdapat miss communication dan hambatan yang ditemukan
saat pelaksanaan.
e. Kerja sama lintas sektoral
Kurangnya dukungan dari para stakeholder, seperti para kepala desa,
kepala kecamatan, dan organisasi lokal.
B. Alokasi Sumber Daya
1) Ceramah
Pelaksanaan metode ceramah pada program “KBJ” melibatkan 1 orang
dari UPTD Puskesmas di setiap kecamatan di Kabupaten Klaten bidang P2M
sebagai narasumber. Selain itu dihadiri pula 20 orang dari Kader Kesehatan pada
setiap kecamatan di Kabupaten Klaten.
2) Pemutaran Film
Pada pemutarannya melibatkan penyelenggara dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten bidang P2M, serta melibatkan 520 peserta dari kader kesehatan
di seluruh Kabupaten Klaten.
3) Demonstrasi
Pelaksanaan metode ceramah pada program “KBJ” melibatkan 1 orang
dari UPTD Puskesmas di setiap kecamatan di Kabupaten Klaten bidang P2M
sebagai narasumber. Selain itu dihadiri pula 20 orang dari Kader Kesehatan pada
setiap kecamatan di Kabupaten Klaten
4) Pengembangan Masyarakat
Pelaksanaan metode pengembangan masyarakat dilakukan dengan
melibatkan 20 kader kesehatan di setiap kecamatan sebagai fasilitator untuk
mengajarkan perilaku 3M kepada masyarakat dan memantau pelaksanaannya.
C. Alokasi Anggaran
1 Konsumsi
20 x26 6.000,00 3.120.000,00
- Peserta (20)
97
kecamatan
- Panitia (10)
10x26 6.000,00 1.560.000,00
kecamatan
- Narasumber
1x26 kecamatan 15.000,00 390.000,00
(1)
2
Fee Narasumber 1x26 kecamatan 200.000,00 5.200.000,00
3
Backdrop 1 × 26 100.000,00 2.600.000,00
Total 25.070.000
D. Teknis Pelaksanaan
98
Perencanaan dan Persiapan Januari 2023
- Penyusunan proposal dan anggaran
- Pendekatan dengan sosialisasi kepada instansi terkait
seperti kecamatan, kepala desa, tokoh masyarakat, dan
UKBM.
- Persiapan materi
- Survey lokasi dan waktu
- Perizinan dan persetujuan
- Pencairan dana program
- Persiapan fasilitas, konsumsi, dan undangan
99
Monitoring Pendidikan Februari 2023
- Pemantauan dan pengawasan selama keberjalanan
kegiatan ceramah, pemutaran film, demonstrasi
100
Kebonarum Balai kecamatan
101
Rundown Penyuluhan (ceramah dan demonstrasi)
11.00-11.10 Break -
102
21 Maret - 30 April 2023 Pendataan jumlah tempat Kader Kesehatan
penampungan air dan
timbunan barang bekas
di masyarakat
103
d. Sasaran
Kader Kesehatan di Kabupaten Klaten
e. Ruang, pendanaan dan sistem pendukung umum
Dana diperoleh dari anggaran daerah dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Klaten. Dengan melihat keadaan yang ada di Kabupaten Klaten, maka ruang dan
dana yang tersedia di wilayah tersebut dianggap mencukupi untuk menerapkan
strategi pendidikan tersebut sehingga objective goals yang ada dapat tercapai.
Adapun pendanaan yang digunakan untuk kegiatan sesuai yang tertera di
anggaran.
2. Whitin Organizational Analysis
a. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
Kepala dinas dapat membantu mengawasi keberjalanan program,
membantu memudahkan perizinan program kepada pihak lain terutama pada
pemerintah kabupaten dan di bawahnya. Kepala dinas juga dapat ikut serta
melakukan evaluasi program.
b. Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
Sekretaris dinas dapat membantu memudahkan kegiatan surat menyurat
dan perizinan, serta membantu dalam penyusunan semua laporan yang diperlukan
selama keberjalanan program.
c. Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten Bagian Pembiayaan Kesehatan
Bagian pembiayaan kesehatan dapat membantu penyusunan dan
penganggaran program, pembukuan, dan penyusunan laporan
pertanggungjawaban anggaran program.
d. Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten Bidang Promosi Kesehatan
Bidang Promosi Kesehatan akan membantu menyebarkan informasi terkait
program Klaten Bebas Jentik (KBJ) bagi Kader Kesehatan untuk mencegah
DBD.
3. Inter Organizational Analysis
a. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Pada pelaksanaan program ini melibatkan Dinas Kesehagan Provinsi Jawa
Tengah dalam hal pendanaan.
104
b. Pemerintah Tingkat Kabupaten Klaten
Pada pelaksanaan program ini juga akan melibatkan Pemerintah tingkat
Kabupaten Klaten memberikan perizinan, memantau keberjalanan program, dan
menyediakan sarana prasarana serta sosialisasi kepada tingkat pemerintahan di
bawahnya untuk mempermudah keberjalanan program.
c. Pemerintah Tingkat Kecamatan di Kabupaten Klaten
Pemerintah tingkat kecamatan berperan membantu menyediakan sarana
dan prasarana yang dibutuhkan selama pelaksanaan program karena kegiatan
dilaksanakan di tiap-tiap balai kecamatan yang ada di Kabupaten Klaten
d. Pemerintah Tingkat Kelurahan atau Desa di Kabupaten Klaten
Pemerintah tingkat kelurahan atau desa membantu dalam menyalurkan
informasi terkait keikutsertaan kader yang akan berperan dalam pelaksanaan
kegiatan perilaku 3M
e. UPTD (Puskesmas se-Kabupaten Klaten)
Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten bagian P2PM bekerja sama dengan
Puskesmas setempat untuk menyelenggarakan program KBJ. Puskesmas berperan
sebagai eksekutor dan narasumber dari program KBJ di Kabupaten Klaten.
Berdasarkan analisis diatas diperoleh Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten bagian
P2PM sebagai Within Program Analysis, Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
bagian Promosi Kesehatan sebagai Within Organizational Analysis, dan UPTD
Puskesmas sebagai Inter Organizational Analysis.
105
a. Penilaian Kebijakan
Dalam SDGs terdapat salah satu tujuan yang berhubungan dengan perilaku
3M DBD yaitu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 nomor 3 “Good Health
and Well-being”. Perilaku 3M DBD merupakan salah satu langkah awal dalam
mencegah penyakit DBD, jika seseorang dapat menerapkan 3M DBD dengan baik
dan benar, maka seseorang dapat terhindar dari penyakit DBD. Sehingga tujuan
dari SDGs nomor 3 dapat tercapai.
Kelebihan : Kebijakan SDGs ini merupakan komitmen dan tujuannya secara
global dan nasional untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Kelemahan : Penerapan kebijakan SDGs ini, khususnya dalam perilaku 3M DBD
belum menyeluruh dilakukan dalam mencegah penyakit demam berdarah karena
masih tingginya kasus DBD.
b. Penilaian Regulasi
1) Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2010
Terdapat peraturan daerah No. 3 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Yang Bersumber dari Binatang. Namun, dalam regulasi ini
belum di bahasa secara khusus mengenai Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
DBD.
1. Bab IV Pasal 6 dijelaskan bahwa DBD termasuk kedalam kategori penyakit
yang bersumber dari binatang.
2. Bab I Pasal 1 Ayat 12 berbunyi “Penyakit yang bersumber dari binatang
adalah penyakit atau infeksi yang secara alami ditularkan dari binatang ke
manusia, baik kontak langsung maupun melalui perantara”. DBD merupakan
penyakit yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk. Kemudian dalam Ayat 13
dijelaskan “Vektor adalah binatang yang tidak bertulang belakang yang dapat
bertindak sebagai induk semang perantara atau pemindahan secara langsung.
Kemudian pada pasal 3 dijelaskan tujuan pencegahan dan pengendalian penyakit
yang bersumber dari binatang adalah :
a. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat terhadap
pencegahan dan pengendalian penyakit yang bersumber dari binatang;
106
b. Melindungi masyarakat dari penyakit yang bersumber dari binatang dalam
rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat;
c. Melindungi binatang yang sehat agar tidak tertular penyakit; dan
d. Mencegah meluasnya penyakit yang bersumber dari binatang;
Kelebihan :
Pemerintah daerah Klaten telah melakukan usaha untuk mencegah dan
mengendalikan penyakit yang bersumber dari binatang.
Kekurangan:
a. Masih kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai cara
mencegah dan mengendalikan penyakit yang bersumber dari binatang.
Seperti penyakit DBD yang masih cukup tinggi.
b. Peraturan tersebut belum spesifik tentang cara mencegah penyakit DBD
terutama terkait perilaku 3M
3. Bab V Pasal 8 Ayat 1 dijelaskan bahwa pencegahan timbulnya penyakit yang
bersumber dari binatang pada manusia dilakukan melalui tindakan sebagai
berikut:
a. penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan untuk memberikan
informasi tentang penyakit yang bersumber dari binatang;
b. vaksinasi;
c. Pengamatan penyakit.
Kelebihan :
Pemerintah sudah memberikan pedoman tindakan pencegahan dan pengendalian
penyakit yang bersumber dari binatang
Kelemahan :
Penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan masih kurang, karena masih
ada masyarakat yang belum mengetahui cara mencegah dan mengendalikan
penyakit yang bersumber dari binatang seperti penyakit DBD. Selain itu, belum
adanya regulasi khusus yang mengatur mengenai pencegahan timbulnya penyakit
DBD di Kabupaten Klaten.
4. Bab V pasal 9 ayat 2 yaitu pengendalian penyakit pada binatang bukan
peliharaan dilaksanakan melalui tindakan sebagai berikut:
107
a. pengamatan dan penyidikan penyakit yang bersumber dari binatang;
b. pengendalian vektor dan atau penyebab penyakit;
c. pengendalian populasi binatang bukan peliharaan
Kelebihan :
Sudah ada tindakan dari pemerintah untuk melakukan pengendalian penyakit pada
binatang
Kelemahan :
Di Kabupaten Klaten yang termasuk dalam tindakan pengendalian vektor atau
penyebab penyakit khususnya DBD yaitu sosialisasi dan perilaku 3M yang belum
optimal mengakibatkan keberadaan vektor nyamuk masih belum bisa
dikendalikan dengan baik, sehingga kasus DBD masih terus meningkat. Selain itu,
belum adanya regulasi khusus mengenai pengendalian penyakit DBD pada vektor
nyamuk di Kabupaten Klaten.
5. Bab V pasal 10 ayat 1 yaitu pengendalian penyakit yang bersumber dari
binatang pada manusia dilakukan melalui tindakan sebagai berikut:
a. pengamatan dan penyidikan penyakit yang bersumber dari binatang;
b. pengendalian vektor dan atau penyebab penyakit;
c. pengendalian mobilitas penduduk dan bahan terpapar;
d. upaya pengupayaan pengobatan/penyembuhan penyakit.
Kelebihan :
Sudah ada tindakan dari pemerintah untuk melakukan pengendalian penyakit pada
manusia
Kelemahan :
Kesadaran masyarakat Klaten mengenai perilaku 3M masih kurang dan peran para
camat dan kepala desa kurang optimal dalam menggerakan kebiasaan 3M DBD
sehingga pengendalian vektor belum optimal. Selain itu, belum adanya regulasi
khusus mengenai pengendalian penyakit DBD pada manusia di Kabupaten Klaten.
6. Pada Bab IX Tentang Pembinaan dan Pengawasan
- Pasal 13 ayat:
1) Bupati melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan
pencegahan dan pengendalian penyakit yang bersumber dari binatang,
108
2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
secara teknis dikoordinasikan oleh Kepala Dinas dengan melibatkan
satuan kerja terkait, Camat, Kepala Desa/Kelurahan dan masyarakat.
- Pasal 14 ayat:
1) Camat melaksanakan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan
kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit yang bersumber dari
binatang di wilayah kerjanya.
2) Camat wajib membuat laporan secara rutin setiap 3 (tiga) bulan untuk
kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit yang bersumber dari
binatang di wilayahnya berdasarkan laporan dari kepala
desa/kelurahan untuk disampaikan kepada Bupati dan Kepala Dinas
terkait.
Kelebihan :
Pemerintah Kabupaten Klaten sudah ada upaya pembinaan dan pengawasan
terhadap kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit yang bersumber dari
binatang
Kelemahan :
Peran para camat dan kepala desa kurang optimal dalam membina dan mengawasi
perilaku 3M DBD sehingga pengendalian vektor belum optimal. Selain itu, belum
adanya regulasi khusus yang mengatur mengenai pembinaan dan pengawasan
perilaku 3M DBD di Kabupaten Klaten.
2) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
581/MENKES/SK/VII/1992
Kemudian dijelaskan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue. Tujuan dari Keputusan Menteri ini adalah untuk
memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan
sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah dan membatasi penyebaran
penyakit Demam Berdarah Dengue sehingga terjadinya kejadian luar biasa/wabah
dapat dicegah dan angka kesakitan dan kematian dapat diturunkan serendah-
rendahnya. Kemudian Keputusan ini menitikberatkan pada upaya pencegahan
109
dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) selain penatalaksanaan
penderita DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan dan sumber
daya, memperkuat surveilans epidemiologi dan optimalisasi kewaspadaan dini
terhadap Kejadian Upaya Pemberantasan dijelaskan upaya pemberantasan
penyakit Demam Berdarah Dengue dilakukan melalui kegiatan meliputi: (1)
pencegahan, (2) penemuan, pertolongan dan pelaporan, (3) pengamatan penyakit
dan penyelidikan epidemiologi, (4) penanggulangan seperlunya. Luar Biasa
(KLB) DBD.
Kelebihan :
Sudah ada upaya untuk mencegah dan membatasi penyebaran penyakit Demam
Berdarah Dengue
Kelemahan :
Kurangnya peran masyarakat, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan
sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah dan membatasi penyebaran
penyakit Demam Berdarah Dengue khususnya dalam perilaku 3M.
c. Penilaian Organisasi
Penanggulangan DBD lebih mengutamakan kegiatan preventif yaitu
melaksanakan PSN melalui 3M dengan melibatkan masyarakat dan memfasilitasi
terbentuknya tenaga jumantik (juru pemantau jentik). Jumantik adalah
Sukarelawan yang berasal dari lingkungan sekitar yang secara sukarela mau
bertanggung jawab untuk melakukan pemantauan jentik nyamuk DBD Aedes
Aegypti di wilayahnya serta melakukan pelaporan ke kelurahan secara rutin dan
berkesinambungan. Peran jumantik dalam upaya penanggulangan DBD di
Kabupaten Klaten cukup penting dalam menurunkan kasus DBD.
Untuk mendukung terlaksananya program ini dibentuk kemitraan melalui
wadah Pokjanal bersama lintas sektor lain. Peran jumantik sangat penting dalam
sistem kewaspadaan dini mewabahnya DBD karena berfungsi untuk memantau
keberadaan dan menghambat perkembangan awal vektor penular DBD.
Hambatan dalam pelaksanaan jumantik belum aktifnya jumantik dalam
melakukan PJB (Pemantau Jentik Berkala) serta masih kurangnya tenaga
kesehatan dalam pelaksanaan Program PSN ini. Kelemahan dalam pelaksanaan
110
jumantik ini adalah belum terlaksananya jumantik di tingkat RW, karena baru
berlaku di tingkat Desa. Keberadaan jumantik di tingkat RW sangat penting,
karena meningkatkan pengamatan sarang nyamuk pada seluruh rumah dan
melibatkan komponen masyarakat lainnya juga.
Tahap 2 : Menilai Kekuatan Politik
Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya
dalam negara. Pada tahap menilai kekuatan politik, penting dilakukan untuk
mengetahui langkah-langkah yang tepat agar program yang telah dirancang dapat
diterima oleh masyarakat. Kekuatan politik yang bisa didapatkan untuk
mendukung program “KBJ: Klaten Bebas Jentik” antara lain:
a. Dukungan dari Kementerian Kesehatan agar masyarakat aktif melakukan
upaya promotif dan preventif terkait dengan DBD melalui Gerakan 1
Rumah 1 Jumantik (G1R1J). Gerakan tersebut mendorong semua anggota
keluarga khususnya untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
di lingkungan rumah maupun tempat umum untuk mencapai angka bebas
jentik lebih dari 95%. Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik merupakan peran serta
dan pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit tular vektor
nyamuk khususnya dengue. G1R1J yang digalakkan Kementerian
Kesehatan ini dilaksanakan serentak di 154 kabupaten/kota dengan
melibatkan 6.122 koordinator jumantik. 4.498 supervisor, dan 1.047 kader
jumantik pelabuhan (KJP).
b. Dukungan dari Dinas Kesehatan Klaten bagian Pengendalian Penyakit
Bersumber Binatang Bidang Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) terkait
adanya juru pemantau jentik (jumantik) di tingkat RW. Dengan dukungan
tersebut, gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dapat diintensifkan
karena adanya tim jumantik di tingkat RW mengingat dibutuhkan
pengamatan dalam pemberantasan sarang nyamuk di sekitar lingkungan
rumah.
c. Dukungan dari Pemerintah daerah Kabupaten Klaten. Sri Mulyani (Bupati
Klaten) meminta Dinkes Klaten untuk melakukan sosialisasi kepada
111
masyarakat terkait pencegahan dan mengetahui hal hal yang menjadi
sumber penularan penyakit DBD. Sri Mulyani menambahkan bahwa cara
3M merupakan langkah yang paling efektif untuk membasmi jentik nyamuk
dan penularan DBD, apalagi jika dibandingkan dengan fogging.
112
BAB V
PENUTUP
6.1 Simpulan
1. Berdasarkan dari data-data yang diperoleh dan analisis USG yang telah
dilakukan maka prioritas masalah dalam diagnosis sosial di Kabupaten
Klaten adalah kemiskinan.
2. Berdasarkan analisis USG yang telah dilakukan prioritas masalah dalam
diagnosis epidemiologi di Kabupaten Klaten adalah penyakit Demam
Berdarah (DBD).
3. Dari matriks diagnosis perilaku, diperoleh prioritas perilaku di Kabupaten
Klaten yaitu tidak melaksanakan 3M (menguras, menutup tempat
penampungan air dan menimbun barang bekas) dan menjadi fokus
program Klaten Bebas Jentik (KJB).
4. Dari matriks diagnosis lingkungan di atas, didapatkan prioritas faktor
lingkungan di Kabupaten Klaten, yaitu kurangnya ketersediaan tutup
kontainer TPA.
5. Dari matriks Priority Within Category pada diagnosis analisis pendidikan
dan organisasi didapatkan prioritasnya adalah pengetahuan. Sehingga
objective goal difokuskan pada peningkatan pengetahuan masyarakat di
Kabupaten Klaten tentang perilaku 3M DBD.
6. Penetapan metode dan strategi pendidikan yang tepat untuk pelaksanaan
program Klaten Bebas Jentik (KJB) yaitu melalui metode komunikasi
(ceramah dan pemutaran film), metode pelatihan (demonstrasi), dan
metode organisasi (pengembangan masyarakat).
7. Berdasarkan diagnosis administrasi dan kebijakan didapat bahwa masih
belum adanya regulasi yang mengatur tentang pengendalian dan
pencegahan DBD terutama terkait perilaku 3M secara spesifik dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Klaten. Namun, dukungan dari pemerintah Daerah
Kabupaten Klaten melalui program-program yang mengarah pada perilaku
113
3M DBD sudah dilakukan hal tersebut mengacu pada Peraturan daerah
No. 3 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Yang
Bersumber dari Binatang.
6.2 Saran
114
DAFTAR PUSTAKA
115
Pemerintah Kabupaten Klaten. (2010). Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 3
Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang
Bersumber dari Binatang.
Peraturan Badan Pusat Statistik Nomor 1 Tahun 2021 Tanggal 25 Mei 2021
tentang Kode dan Nama Wilayah Kerja Statistik Tahun 2020
Peraturan Badan Pusat Statistik Nomor 3 Tahun 2020
Peraturan Badan Pusat Statistik Nomor 5 Tahun 2021 Tanggal 30 Desember 2021
tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pusat Statistik Nomor 1 Tahun
2021 tentang Kode dan Nama Wilayah Kerja Statistik Tahun 2021
Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 3 Tahun 2019 Tanggal 6 Mei 2019
tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor
90 Tahun 2018 tentang Kode dan Nama Wilayah Kerja Statistik Tahun
2018/Chief Statistician Regulation Number 3/ 2019, May 6 2019, as a
revision of Chief Statistician Regulation Number 90 of 2018 on Code
and Name of Regional Level of Data Collection.
Pradana, Darmawan, & Sulaeman. (2016). The Effectiveness of Mosquito
Breeding Site Eradication and Role of Wiggler Controller toward
Countermeasure Effort of Dengue Hemorrhagic Fever in Klaten, Central
Java. Journal of Epidemiology and Public Health. 1(1), 37-48
Pradana, R. C., Dharmawan, R., & Sulaeman, E. S. (2016). The effectiveness of
mosquito breeding site eradication and role of wiggler controller toward
countermeasure effort of Dengue Hemorrhagic Fever in Klaten, Central
Java. Journal of Epidemiology and Public Health, 1(1), 37-48.
Radarsolo.jawapos.com. (2022). 19 Orang Meninggal Dunia Akibat DBD, Dinkes
Klaten Minta Warga Lebih Waspada. Diakses pada tanggal 7 November
2022
Radarsolo.jawapos.com. (2022). Tekan Kasus DBD, Dinkes Klaten Dorong
Adanya Jumantik hingga Tingkat RW. Diakses pada tanggal 15
November 2022
Samsudrajat, A. (2010). Hubungan Antara Peran Serta Kader Kesehatan dan
Pemerintah Desa Dengan Upaya Penanggulangan Demam Berdarah
116
Dengue (DBD) di Desa Ketitang Kecamatan Nogosari Kabupaten
Boyolali Tahun 2009 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
Sari, C. S. N. Hubungan Pengetahuan Masyarakat Tentang DBD Terhadap
Perilaku Pengendalian DBD di DUkuh Sudimoro Kradenan Trucuk
Klaten.
Siregar, P. A., & Ashar, Y. K. (2021). Analisis Pengetahuan, Motivasi Dan
Tindakan Masyarakat Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue.
Jurnal Kesehatan Lingkungan: Jurnal dan Aplikasi Teknik Kesehatan
Lingkungan, 18(2), 87-96.
Sitio, Anton. Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk dan
Kebiasaan Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di
Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2008, Tesis Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara Medan. 2008.
United Nations. Sustainable Development: The 17 Goals. Diakses pada tanggal 15
November 2022
Wahyudi, R., Mufidah, N., Niam, K., & Kulsum, U. (2021). Pemberdayaan
Masyarakat Dengan Metode Peri Cantik Sebagai Upaya Untuk
Mengurangi Kecacatan Kusta. Journal of Community Engagement in
Health, 4(2), 573-578.
Widodo, Cahyono. (2021). Profil Kesehatan Kabupaten Klaten Tahun 2021. Dinas
Kesehatan Kabupaten Klaten. www.dinkes.klaten.go.id.
Wijaya, Y. N., Bestari, R. S., Dewi, L. M., & Nurhayani, N. (2021). Hubungan
Tingkat Pengetahuan dan Persepsi dengan Perilaku Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) pada Siswa SMA
2 Bae Kudus. Proceeding of The URECOL, 136-142.
Wulandari, D.A. (2016). Analisa Menguras Menutup dan Mengubur (3M Plus)
Pada Kepala Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Dusun Branjangan Tijayan Manisrengggo Klaten. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 9(1), 531-539.
117