Anda di halaman 1dari 63

PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DANA

KAMPUNG DAN BUDAYA ORGANISASI


TERHADAP KINERJA APARATUR KAMPUNG
DI KABUPATEN SORONG PROVINSI PAPUA BARAT

Usulan Penelitian Tesis

Diajukan kepada Program Pascasarjana


Magister Terapan Studi Pemerintahan

Oleh
MUHAMMAD ARYO WIDIYOKO
NIM. MAPD. 31.2705

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JAKARTA
2020
i
PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DANA
KAMPUNG DAN BUDAYA ORGANISASI
TERHADAP KINERJA APARATUR KAMPUNG
DI KABUPATEN SORONG PROVINSI PAPUA BARAT

USULAN PENELITIAN TESIS

Diajukan Oleh
MUHAMMAD ARYO WIDIYOKO
MAPD. 31.2705

Telah disetujui oleh Pembimbing


pada tanggal,

Pembimbing I

Dr. Sampara Lukman, M.A

Pembimbing II

Dr. Mansyur, M.Si

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….. i


LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… iii-iv
DAFTAR TABEL……………………………………………………………... v
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….. vi

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang Penelitian…………………………………….. 1

1.2 Identifikasi Masalah ……..……………………………………. 7

1.3 Pembatasan Masalah…………………………………………. 8

1.4 Perumusan Masalah………………………………………….. 8

1.5 Maksud dan Tujuan Penelitian.………………………………. 9

1.5.1 Maksud Penelitian……………………………………. 9


1.5.2 Tujuan Penelitian……………………………………… 9

1.6 Kegunaan Penelitian………………………………………….. 9

1.6.1 Kegunaan Teoritis……………………………………... 9


1.6.2 Kegunaan Praktis……………………………………… 9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA KERANGKA PEMIKIRAN


DAN HIPOTESIS……………………………………………….. 10
2.1 Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu…………………………. 10

2.2 Kajian Pustaka………………………………………………... 14

2.3 Tinjauan Teoritis……………………………………………… 14

2.3.1 Konsep Kebijakan…………………………………….. 14


2.3.2 Konsep Implementasi Kebijakan….………………...... 15
2.3.3 Konsep Implementasi Dana Desa…………………….. 18

iii
2.3.4 Konsep Budaya……………………………………….. 20
2.3.5 Konsep Organisasi…………………………………….. 20
2.2.5.1 Karateristik Organisasi………………………… 21
2.3.6 Konsep Budaya Organisasi……………………………. 22
2.3.7 Konsep Kinerja………………………………………… 23
2.2.7.1 Indikator Kinerja………………………………. 26
2.2.7.2 Penilaian Kinerja………………………………. 29
2.2.7.3 Faktor-Faktor Mempengaruhi Kinerja………… 32

2.4 Kerangka Pemikiran…………………………………………… 34

2.5 Hipotesis……………………………………………………….. 34

BAB III. METODE PENELITIAN………………………………………… 36

3.1 Desain Penelitian……………………………………………… 36

3.2 Variabel Penelitian……………………………………………. 36

3.3 Unit Analisis, Populasi dan Sampel………………………… 40

3.3.1 Unit Analisis……………………………………………. 40


3.3.2 Populasi………………………………………………… 40
3.3.3 Sampel………………………………………………….. 41
3.3.4 Responden………………………………………………. 42
3.3.5 Sumber, Jenis dan Metode Pengumpulan Data………… 42
3.3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian….. 43
3.3.6.1 Teknik Pengumpulan Data……………………. 43
3.3.6.2 Instrumen Penelitian…………………………… 44
3.3.7 Teknik Analisis Data…………………………………… 44
3.3.8 Uji Koefien Korelasi……………………………………. 45
3.3.9 Uji Signifikansi………………………………………… 46
3.3.10 Lokasi dan Jadwal Penelitian…………………………. 47
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 48
LAMPIRAN……………………………………………………………… 50

iv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Jumlah Anggaran Dana Kampung Kabupaten


Salawati………….................................................................... 3
Tabel 1.2 Angka Kemiskinan Di Kabupaten
Salawati…………………........................................................ 4
Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya…………………... 13
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian………………………. 38
Tabel 3.2 Sampel Penelitian……………………………………………. 41
Tabel 3.3 Skoring / nilai………………………………………………... 44
Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi……………………………... 46
Tabel 3.4 Jadwal Kegiatan Penelitian dan Penyusunan Tesis………. 47

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Elemen Suatu Pendekatan Sistematik Untuk


Menimbulkan Harapan Kinerja……………………… 26
Gambar 3.1 Hubungan variabel independen dan dependen…….. 37
Gambar 3.2 Kedudukan Variabel Penelitian……………………… 38

vi
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian


Perkembangan pemerintahan yang terjadi di Indonesia semakin menuju
kearah yang lebih baik, perkembangan reformasi terus bergulir menuju kearah
perubahan-perubahan berdasarkan lingkungan yang terus berkembang. Salah
satunya adalah desentralisasi yaitu pemberian kewenangan terhadap daerah untuk
mengurusi daerahnya sendiri dan melakukan kreasi terhadap daerahnya sendiri
sebagai bentuk cara yang dilakukan untuk mengembangkan daerahnya. Hal ini
semata mata untuk mendekatkan pemerintah kepada masyarakatnya dan
memberikan pelayanan yang lebih baik.
Pemerintah daerah dapat melakukan hubungan terhadap masyarakatnya
lebih dekat dan lebih mempercepat proses pelayanan yang maksimal kepada
masyarakat. Pemerintah daerah juga melakukan pembagian tugas kerja yang dibagi
menjadi bagian yang lebih kecil agar proses pemerintahan bisa berlangsung lebih
berjalan dengan baik. Kebijakan desentralisasi membentuk bagian daerah provinsi
yang terbagi menjadi bagian yang lebih kecil seperti provinsi terbagi atas
kabupaten-kabupaten/kota dan kabupaten/kota terbagi atas Distrik dan yang
terakhir Distrik terbagi atas Kelurahan dan Kampung.
Tujuan dilakukan hal ini adalah untuk mendekatkan pemerintahan dengan
masyarakat agar proses pelayanan lebih cepat, murah, inovatif dan kreatif.
Pemerintah daerah dituntut agar menjalakan roda pemerintahannya sendiri yang
bersifat otonom dan mengurusi rumah tangganya sendiri. Sampai saat ini proses ini
masih berlangsung dengan kebijakan desentralisasi berdasarkan undang-undang 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam hal ini memandang dari hal terkecil karena segala sesuatu memulai
dari hal yang paling kecil dan akan berdampak kepada hal yang lebih besar. Dalam
bab II (pasal 2 pada angka 2) Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang pemerintahan
2

daerah dibahas tentang Desa sebagai wujud bahwa Desa masuk dalam pembagian
wilayah pemerintahan daerah.
Pengertian Desa menurut Penjelasan Umum angka 43 Undang Undang Nomor 23
Tahun 2014 adalah :
Desa adalah Desa dan Desa adat atau disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa adalah Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarat, hak asal usul dan/atau hak tradisonal yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kampung merupakan satuan terkecil dari pemerintahan dan jangan


memandang Kampung adalah hal yang paling kecil dalam proses pemerintahan
karena dampak Kampung sangat berpengaruh terhadap perkembangan kejenjang
yang lebih tinggi dalam pemerintahan. Sebenarnya pembenahan pertama didalam
roda pemerintahan dimulai dari Kampung dan akan mengembangkan secara
bertahap kepada tingkat yang lebih tinggi diatasnya. Apabila Kampung
berkembang akan mempengaruhi Kampung lain untuk melakukan hal yang sama,
kemudian semua Kampung berkembang maka akan otomatis satu Distrik akan
berkembang dan mempengaruhi Distrik yang lain ingin mengembangkan
Distriknya dan mengembangkan Kabupaten/Kota sampai kejenjang yang lebih
luas.
Pemerintahan Kampung merupakan pemerintahan yang demokratis,
sebelum pada saat sekarang ini sudah dilakukan pemilihan secara langsung.
Kampung sudah melakukan pemilihan secara langsung sebelum demokrasi pada
reformasi pada saat ini. Kampung merupakan pemerintahan yang mandiri karena
masyarakat yang membuat pemerintahannya dan dengan biaya sendiri. Ini
membuat Kampung dapat dikatakan bahwa lembaga kemasyarakatan yang punya
fungsi pemerintahan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa
mempunyai sumber pendapatan berupa pendapatan asli Desa, bagi hasil pajak
daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, bagian dari dana perimbangan
3

keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota, alokasi anggaran
dari APBN, bantuan keuangan dari APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota,
serta hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga.
Dari defenisi diatas dapat dikatakan bahwa Kampung merupakan Otonomi
yang bukan pemberian dari pemerintah. Membuat Kampung memiliki kebebasan
menentukan program dan penyelenggaraan pemerintahannya sendiri. Dengan
kewenangan ini mereka dapat mengelola dan menggali pendapatan yang meliputi
swadaya dan partisipasi, hasil kekayaan Kampung, hasil usaha Kampung, gotong
royong serta pendapatan lain yang sah.
Tujuan Dana Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 adalah
meningkatkan pelayanan publik di Desa, mengentaskan kemiskinan, memajukan
perekonomian Desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar Desa, serta
memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek dari pembangunan berdasarkan
tujuan tersebut diharapkan alokasi dana Desa dapat dikelola oleh kepala Desa dan
aparat Desa.
Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong merupakan salah satu Kabupaten di
Provinsi Papua Barat, Pemerintah daerah Kabupaten Sorong terdiri dari 30 Distrik,
26 Kelurahan dengan memiliki 226 Kampung dengan mendapatkan alokasi dana
kampung sebesar:
Tabel. 1.1
Jumlah Anggaran Dana Kampung Kabupaten Sorong.
NO TAHUN JUMLAH KAMPUNG ALOKASI DANA KAMPUNG
1 2015 226 Rp. 31.301.535.392,00
2 2016 226 Rp. 185.314.876.000,00
3 2017 226 Rp. 246.960.703.000,00
4 2018 226 Rp. 235.202.431.000,00
5 2019 226 Rp. 255.643.302.000,00
6 2020 226 Rp. 256.197.425.000,00
Data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Kab. Sorong Tahun 2015 s.d 2020.
4

Berdasarkan data diatas dilihat bahwa anggaran dari tahun ke tahun besaran
dana alokasi Kampung semakin meningkat dengan harapan Kampung dapat
mengelola keuangan Kampung tersebut untuk pelayanan, pemberdayaan, dan
pembangunan pada masyarakat Kampung. Dengan pengunaan dana seperti ini
seharusnya membutuhkan Aparat Kampung yang dapat bekerja dan berketrampilan
serta Pendidikan yang memadai.
Pada tabel diatas menunjukkan peningkatan anggaran yang signifikan,
kebijakan alokasi dana Kampung memberikan anggaran yang besar terhadap
Kampung seharusnya memberikan dampak dengan penurunan angka kemiskinan
yang ada di Kabupaten Sorong namun berdasarkan data sebagai berikut:

Tabel 1.2
Angka Kemiskinan Kabupaten Sorong
NO TAHUN JUMLAH PENDUDUK PERSENTASE
MISKIN (ribu)
1. 2015 26,69 33,35 %
2. 2016 26,83 33,25 %
3. 2017 27,72 32,86 %
4. 2018 26,10 30,19 %
5. 2019 25,30 28,61 %
Diolah dari Badan Pusat Statistika Kabupaten Sorong Tahun 2020.

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa penurunan angka kemiskinan


di Kabupaten Sorong menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik, namun pada
tahun 2017 merupakan angka tertinggi kemiskinan di kabupaten sorong. Pada tahun
2018 dan tahun 2019 terjadi penurunan angka kemiskinan di kabupaten sorong
tetapi pada tahun 2015 dan tahun 2016 terlihat data angka kemiskinan tidak
memiliki perubahan yang signifikan. Berdasarkan pada data table diatas dapat di
analisis terjadi tidak kekonsistenan penurunan angka kemiskinan, justru sangat
meningkat pada tahun 2017. Padahal dana desa/kampung sudah ada sejak tahun
5

2015. Jika dilihat pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2019 terlihat angka yang
tidak berubah signifikan. Dana Kampung bertujuan untuk meningkatkan
pemerataan pembangunan kampung. Juga meningkatkan pelayanan, mengurangi
kesenjangan pembangunan antar desa serta memperkuat masyarakat sebagai subjek
pembangunan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana
kerja pemerintah yang dinyatakan secara kuantitatif, biasanya dalam satuan
moneter yang mencerminkan sumber sumber penerimaan daerah dan pengeluaran
untuk membiayai kegiatan dan proyek daerah dalam kurun waktu satu tahun
anggaran. Pada hakekatnya anggaran pendapatan belanja daerah (APBD)
merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan
bertanggungjawab. Dengan demikian seharusnya peningkatan anggaran akan
berbanding lurus dengan peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat. (Lasminingsih, 2004 : 223)
Jika dilihat dari Kinerja yang dikelola oleh Aparatur Kampung dengan
Dana Kampung terjadi masalah yaitu menurut media Radar Sorong telah terjadi
penyalahgunaan Dana Kampung sekitar Rp. 400.000.000 tersebut berasal dari 2
kegiatan di tahun anggaran 2017. Proses pemeriksaan dari APIP Inspektorat
Kabupaten Sorong telah terlewati dan masuk dalam penyelidikan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Polres Sorong. Jenis kegiatan yang dilakukan yakni
pembangunan drainase dan rehab balai kampung yang diduga tidak sesuai volume.
Selain dugaan korupsi dana desa/kampung, ada juga dugaan kegiatan fiktif di 2
kampung yang masih dalam tahap verifikasi pada tahun 2019. Pihak penyidik
tipikor telah berkordinasi dengan APIP Inspektorat Kabupaten Sorong terkait
penyalahgunaan dana desa/kampung tahun anggaran 2019. Dugaan Korupsi dana
kampung tahun 2019, dalam tahap ini masih di ambil ahli oleh APIP Inspektorat
Kabupaten Sorong. Penangan oleh APIP berdasarkan Nota Kesepahaman yang
telah ditandatangani oleh Mendagri, Kapolri dan Kejagung.
6

Peningkatan anggaran seharusnya perbanding lurus dengan pelayanan dan


kinerja aparatur kampung. Aparatur Kampung memiliki tugas untuk melayani
masyarakat namun yang terjadi justru dana kampung dimanfaatkan untuk kegiatan
fiktif, sehingga anggaran alokasi dana kampung yang seharusnya untuk
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat justru digunakan untuk menambah
kekayaan oknum aparatur kampung.
Alokasi Dana Kampung mengalami peningkatan namun tidak disertai
dengan peningkatan kinerja. Selain itu juga sarana dan prasarana yang ada di
Kampung untuk peningkatan pelayanan belum memadai dan belum mampu
memanfaatkan fasilitas yang ada. Selain itu juga Kantor Kepala Kampung juga
belum memenuhi tempat pelayanan dan pelayanan masih dilakukan dirumah kepala
kampung. Permasalahannya kantor kepala kampung tidak dimanfaatkan karena
tidak pernah diurus dan fasilitas yang tidak memadai.
Implementasi kebijakan tentang Alokasi Dana Kampung telah berjalan
hingga 5 tahun sejak adanya ketentuan Pasal 72 Undang-Undang nomor 6 tentang
Desa, pendapatan Desa yang bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN), atau dana Desa bersumber dari belanja pusat dengan
mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan. Tahun
2015, merupakan awal kali dikucurkan dana Desa hingga saat ini belum
menunjukkan secara signifikan terhadap peningkatan pembangunan dan pelayan
kepada masyarakat.
Kinerja aparatur berpengaruh pada pembangunan dan pelayanan
pemerintah kearah yang lebih baik. Kontribusi aparatur sebagai penyelenggara
sangat diharapkan, karena mobilitas penyelenggaraan pemerintahan dimotori oleh
pegawainya itu sendiri. Untuk itu dilakukan upaya peningkatan mutu dan kinerja
pegawai.
Mangkunegara (2012 : 9) juga memberikan pendapat bahwa “kinerja
(performance) adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun
kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam
melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
7

kepadanya”. Berlandaskan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja


yang baik tidak terlepas dengan sumber daya aparatur yang baik dan memiliki
tanggung jawab terhadap pekerjaan yang diemban.
Berdasarkan permasalahan ini penulis melakukan penelitian dengan judul
Pengaruh Implementasi Kebijakan Dana Kampung dan Budaya Organisasi
Terhadap Aparatur Kampung di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, penulis mengidenfikasi
masalah sebagai berikut :
1. Belum adanya perubahan angka kemiskinan secara signifikan di
Kabupaten Sorong walaupun ada kebijakan dana kampung.
2. Masih rendahnya ketersediaan infrastruktur pendukung produktivitas
perkampungan.
3. Belum optimalnya peran kinerja aparatur Kampung dalam perencanaan
dan pembangunan Kampung.
4. Belum adanya kesesuaian antara Dana Kampung dengan pelayanan yang
diberikan peningkatan Dana Kampung tidak dengan peningkatan kinerja.
5. Sumber Daya Aparatur Kampung belum memiliki Pendidikan dan
keterampilan dalam mendukung meningkatkan pembangunan dan
pelayanan yang berkualitas.
6. Implementasi Kebijakan Dana Kampung dinilai belum mampu
menunjukan peningkatan yang signifikan terhadap kualitas pelayanan
pemerintahan kepada masyarakat Kabupaten Sorong.
7. Sumber Daya Aparatur Kampung dinilai belum mampu menunjukan
peningkatan yang signifikan terhadap kualitas pelayanan kepada
masyarakat Kabupaten Sorong.
8. Rendahnya kapasitas SDM kepala Kampung dan perangkat Kampung
dalam mengelola keuangan Kampung.
8

1.3 Pembatasan Masalah


Untuk memfokuskan permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis
membatasi masalah penelitian ini pada “Pengaruh Implementasi Kebijakan
Dana Kampung dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Aparatur
Kampung di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat”.

1.4 Perumusan Masalah


Berangkat dari latar belakang penelitian dan identifikasi masalah, maka
penulis mengemukakan rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Seberapa besar pengaruh implementasi kebijakan dana Kampung
terhadap kinerja aparatur Kampung.
2. Seberapa besar pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja aparatur.
3. Seberapa besar pengaruh implementasi kebijakan dana Kampung dan
budaya organisasi terhadap kinerja aparatur Kampung.

1.5 Maksud dan Tujuan Penelitian


1.5.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini bermaksud menganalisis pengaruh implementasi
kebijakan dana kampung terhadap kualitas pelayanan pemerintahan. Penelitian juga
menganalisis besaran pengaruh alokasi dana Kampung terhadap kualitas pelayanan
pemerintahan.

1.5.2 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh implementasi kebijakan dana
kampung terhadap Kinerja Aparatur Kampung.
2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh Budaya Organisasi terhadap
Kinerja Aparatur.
3. Mengetahui dan menganalisis pengaruh Implementasi Kebijakan Dana
Kampung dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Aparatur.
9

1.6 Kegunaan Penelitian


1.6.1 Kegunaan Teoritis
Secara teoritis agar dapat berguna bagi pengembangan ilmu tentang
pemerintahan dan dapat menilai kinerja aparatur dalam menjalankan fungsi
pemerintahan serta dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan
tentang pemerintahan.

1.6.2 Kegunaan Praktis


Adapun kegunaan praktis yang penulis tawarkan dalam penelitian ini yaitu:
1. Sebagai wahana untuk mempraktekan ilmu yang didapat setelah
menempuh pengalaman kerja di Kementerian Dalam Negeri dan
diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman sebagai bekal
untuk melaksanakan tugas di Kementerian Dalam Negeri.
2. Untuk memberikan sumbangan pikiran kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat tentang Dampak Implementasi
Kebijakan Alokasi Dana Kampung (ADK) dan Sumber Daya Aparatur
Kampung terhadap Kulaitas Pelayanan Pemerintahan Kampung.
10

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu


Pada penelitian kali ini, peneliti mengambil Judul Pengaruh Implementasi
Kebijakan Dana Kampung dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Aparatur di
Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat. Adapun Penelitian terdahulu yang relevan
untuk dijadikan acuan atau perbandingan dalam penelitian tersebut diantaranya :
1. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo dengan Judul
Pengaruh Alokasi Dana Desa Terhadap Pemberdayaan dan Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat (Studi Pada Desa Jaya Makmur Kecamatan
Binongko Kabupaten Wakatobi). Penelitian ini bertujuan untuk Untuk
mengetahui pengaruh Alokasi Dana Desa terhadap pemberdayaan
masyarakat Desa Jaya Makmur dan Untuk mengetahui pengaruh Alokasi
Dana Desa terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa Jaya
Makmur Kecamatan Binongko Kabupaten Wakatobi. Populasi dalam
penelitian ini adalah penduduk di Desa Jaya Makmur berjumlah 769 jiwa.
Sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah 263 responden. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik purposive sampling yaitu cara mengambil sampel
dengan secara sengaja yang telah sesuai dan memenuhi segala persyaratan
yang telah dibutuhkan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah menggunakan kuesioner dan wawancara. Penelitian ini
menggunakan analisis Structural Equation Model (SEM). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: (1) Alokasi dana desa berpengaruh positif dan
signfikan terhadap pemberdayaan masyarakat. (2) Alokasi dana desa
berpengaruh positif dan signfikan terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
11

2. Tesis Magister Administrasi Publik Pascasarjana Universitas Tadulaku


dengan judul Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai pada
Sekretariat Daerah Kabupaten Mamuju Utara. Tujuan dari Penelitian ini: (1)
untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi secara simultan terhadap
kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Mamuju Utara; (2) untuk
mengetahui pengaruh budaya organisasi secara parsial terhadap kinerja
pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Mamuju Utara. Teori budaya
organisasi yang digunakan dari Danison, sedangkan teori kinerja dengan
Robbins. Jenis penelitian dengan pendekatan survey kuantitatif. Populasi
penelitian adalah pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Mamuju Utara
yang berjumlah 148 orang yang ditarik dengan menggunakan rumus untuk
60 responden. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, kuesioner, dan
dokumentasi, sedangkan teknik analisa data menggunakan regresi linier
berganda. (1) Pengaruh budaya organisasi secara bersamaan mempengaruhi
pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Mamuju Utara dengan menujukan
hasil; kemampuan beradaptasi (adaptability), konsisten (consistency),
keterlibatan (engagement),dan misi (mission). Besar efek yang diperoleh
dengan tingkat hubungan yang kuat antara variabel 62,2%. Sedangkan hasil
deskriptif 82,22% yang berarti semua anggota organisasi memiliki tujuan
yang sama dalam hal visi dan misi, sedangkan dimensi yang lebih rendah
adalah kemampuan beradaptasi (adaptability) dengan presentase 67,33%
yang berarti bahwa pegawai tersebut belum dapat belajar dari kesalahan
yang dihadapinya dalam pekerjaannya; (2) Pengaruh Budaya organisasi
secara parsial terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten
Mamuju Utara ditentukan oleh pengaruh kemampuan beradaptasi
(adaptability) terhadap kinerja pegawai, pengaruh konsistensi (consistency)
terhadap kinerja pegawai.
3. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Universitas Mulawarman dengan judul Pengaruh Budaya
Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Camat Loa Kulu Kabupaten
12

Kutai Kartanegara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis


pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai kantor Kecamatan
Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara. Penelitian ini adalah penilitaian
kuantitatif. Definisi operasional meliputi independen variabel (budaya
organisasi) dengan 6 indikator yatu aturan perilaku teramati, norma, nilai-
nilai dominan, filosofi, peraturan dan iklim organisasi. Independen variabel
(kinerja pegawai) denga 5 indikator yaitu kualitas pekerjaan, ketepatan
waktu, inisiatif, kecakapan, dan komunikasi. Kemudian, dalam populasi
penelitian ini adalah seluruh pegawai di Kantor Camat Loa Kulu Kabupaten
Kutai Kartanegara. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik
kepustakaan, dan teknik studi lapangan yang terdiri atas teknik observasi,
penggunaan kuisioner, dan dokumentasi. Alat pengukur data yang
digunakan adalah skala likert. Teknik analisa data yang digunakan adalah
koefisien korelasi product moment (rxy), dan analisis linier sederhana.
Kesimpulan berdasarkan analisi data pengujuan hipotesis yang dihasilkan
dengan menggunakan rumus korelasi product moment, hipotesis yang
diajukan dapat diterima untuk N=52, dimana rxy table (0,645 > 0,279) pada
tingkat α 0,000. Dan termasuk dalam pengaruh yang kuat Antara budaya
organisasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor Camat Loa Kulu
Kabupaten Kutai Kartanegara. Kemudian dari hasil uji regresi linier
sederhana diperoleh hasil persamaan Ŷ=19,064+0,438X. Dan selanjutnya
dari hasil perhitungan diketahui bahwa indikator filosofi dominan
berpengaruh terhadap kinerja pegawai Kantor Camat Loa Kulu Kabupaten
Kutai Kartanegara.

Untuk lebih jelasnya maka penulis membuat tabel ringkasan terkait


penelitian sebelumnya, sebagai berikut :
13

Tabel 2.1
Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Judul Metodologi Hasil

1 ERNI Pengaruh Alokasi Metode penelitan yang Alokasi dana desa


TAHIR Dana Desa terhadap digunakan penulis berpengaruh positif
Pemberdayaan Dan adalah kuantitatif dan signfikan
(2018)
Peningkatan dengan menggunakan terhadap
Kesejahteraan analisis Statistika pemberdayaan
Masyarakat Distrik Deskriptif. masyarakat dan
Binongko Kabupaten Alokasi dana desa
Wakatobi berpengaruh positif
dan signfikan
terhadap peningkatan
kesejahteraan
masyarakat

2 INDAH Pengaruh Budaya Metode yang Besarnya pengaruh


ISNADA Organisasi terhadap digunakan dalam budaya organisasi
Kinerja Pegawai pada penelitian ini adalah secara simultan
(2016)
Sekretariat Daerah Kuantitatif dengan terhadap kinerja
Kabupaten Mamuju metode deskriptif pegawai pada
Utara analitis dengan Sekretariat Daerah
pendekatan survey Kabupaten Mamuju
Utara adalah
diperoleh 62,2%
14

No Peneliti Judul Metodologi Hasil

3 WIWIK Pengaruh Budaya Penelitian yang Pengaruh Budaya


DARMAY Organisasi terhadap digunakan dalam Organisasi terhadap
ANTI Kinerja Pegawai Penelitian ini adalah Kinerja Pegawai
(2015) Kantor Camat Loa metode korelasional Kantor Camat Loa
Kulu Kabupaten Kutai dengan menggunakan Kulu Kabupaten
Kartanegara pendekatan kuantitatif Kutai Kartanegara
memliki pengaruh
64,5 %

Sumber: diolah penulis Tahun 2020.


Berdasarkan data diatas dapat dilihat setiap variabel diatas memiliki
hubungan yang kuat dan pengaruh. Dana Kampung memiliki pengaruh terhadap
kinerja aparatur Kampung, variabel budaya organisasi memiliki pengaruh terhadap
kinerja aparatur, namun perbedaan dari penelitian sebelumnya adalah pada lokus
dan fokus. Jika dilihat dari penelitian sebelumnya pada apartur yang merupakan
Aparatur Sipil Negera berbeda pada penelitian ini fokus pada aparatur Kampung
dan lokus daerah yang berbeda. Dapat disimpulkan sementara hubungan dari antara
variabel yaitu Dana Kampung, Budaya Organisasi dan terhadap kinerja aparatur
Kampung memiliki pengaruh dan berkaitan.

2.2 Kajian Pustaka


Kajian Pustaka pada penelitian ini untuk menelaah dan mengkritis setiap
pustaka yang bermanfaat dalam menjawab masalah penelitian. Pustaka dalam
penelitian ini mencakup setiap terbitan/ buku/ jurnal/ pulikasi/ yang relevan.

2.3 Tinjauan Teoritis


2.3.1 Konsep Kebijakan

Kebijakan menurut Dye dalam (Leo Agustino, 2008:7) mengemukakan


bahwa, kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan
15

atau tidak dikerjakan. Sementara menurut Carl Friedrich dalam (Leo Agustino,
2008:7) mengartikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang
diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan
tertentu.
Sedangkan Kebijakan menurut pendapat Carl Friedrich yang dikutip oleh
Wahab (Friedrich dalam Wahab, 2004:3) bahwa,
“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan
adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk
mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”

2.3.2 Konsep Implementasi kebijakan

Sebelum berangkat kepada konsep implementasi kebijakan, maka


dijelaskan bahwa Charles O. Jones mengemukakan teori implementasi kebijakan
yang terdiri dari tiga aktivitas utama yang sangat penting dalam implementasi
kebijakan publik, yaitu organization, interpretation, and application.
Selengkapnya Jones mengemukakan bahwa,
implementation is that set of activities directed toward putting a program into
effect. three activities, in particular, are significant :

1. Organization
the establishment or rearrangement of resources, unit and methods for
putting a policy into effect.
2. Interpretation
the translation of program language (often contaned in a statute) into
acceptable.
and feasible plans and directives
3. Application
the routine provision of service, paymens, or other agree upon objectives
of instruments.
(Jones, 1984:166).

Berdasarkan teori tersebut maka dalam implementasi kebijakan publik


terdapat tiga aktivitas utama yang sangat penting. Aktivitas yang pertama adalah
organisasi pelaksana kebijakan, yang mencakup pembentukan atau penataan
kembali sumber daya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan.
16

Kemudian aktivitas yang kedua adalah interpretasi para pelaksana kebijakan, yaitu
aktivitas pelaksana kebijakan yang menafsirkan agar program (seringkali dalam hal
status) menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta
dilaksanakan. Terakhir, aktivitas yang ketiga adalah aplikasi atau penerapan oleh
para pelaksana kebijakan yang mencakup ketentuan rutin dari pelayanan,
pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan dan perengkapan
program dari kebijakan publik yang telah ditentukan
Bertumpu pada apa yang dikemukakan Jones tersebut, maka masalah
implementasi kebijakan publik semakin lebih jelas dan luas, dimana implementasi
itu merupakan proses yang memerlukan tindakan-tindakan sistematis yang terdiri
dari organisasi, interpretasi dan aplikasi.
Implementasi Ripley dan Franklin dalam Winarno (2012:148) adalah apa
yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program,
kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible
output). Sementara Grindle dalam Winarno (2012:149) memberikan pandangan
tentang implementasi mengatakan secara umum, tugas implementasi adalah
membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa
direalisasiakan sebagai dampak dari sesuatu kegiatan pemerintah.
Implementasi didasarkan atas kebijakan, implementasi merupakan
berkaitan dengan pelaksananaan kebijakan. Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab
(2005:68) Implementasi merupakan :
Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-
undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah/ keputusan-
keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.
Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi,
menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai
cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya.

Implementasi merupakan pelaksanaan dari kebijakan dan kebijakan

United Nation, 1975 dalam Wahab (2012:9) adalah :

Pedoman untuk bertindak. Pedoman itu bisa saja amat sederhana atau
kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas,
17

longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, public atau


privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu
deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan
tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu, atau suatu
rencana.

Thomas Dye dalam Abidin (2012:6) menyebutkan kebijakan sebagai


pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever
governments choose to do or not to do). Dan mempertegas pengertian kebijakan
dikemukakan Knoepfel dan kawan-kawan (2007) dalam wahab (2012:10) adalah :
“a series of decisions or activities resulting from structured and recurrent
interactions between different actors, both public and private, who are
involved in various different ways in the emergence, idenfication and
resolution of a problem defined politically as apublik one” (serangkaian
keputusan atau tindakan-tindakan sebagai akibat dari interaksi terstruktur
dan berulang di antara berbagai aktor, baik publik/pemerintah maupun
privat/swasta yang terlibat berbagai cara dalam merespons,
mengidentifikasi, dan memecahkan suatu masalah yang secara politis
didefinisikan sebagai masalah publik).

Kebijakan dan implementasinya adalah suatu proses pelaksanaan suatu


keputusan yang dilaksanakan. Memperjelas implementasi kebijakan menurut
Daniel A. Mazmamian dan Paul A. Sabatier (1979) dalam Wahab (2012:135)
adalah :
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan
yang timbul sesudah disahkan pedoman-pedoman kebijakan publik yang
mencakup baik usaha usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk
menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-
kejadian.”

Penulis mengambil konsep Mazmamian dan Sabatier implementasi


kebijakan karena berkaitan dengan penelitian dan penulis dapat menyimpulkan
bahwa implementasi kebijakan adalah kejadian-kejadian yang timbul setelah
disahkan kebijakan publik baik pedoman dan peraturan yang ditetapkan dan
menimbulkan dampak dan akibat di masyarakat.
18

2.3.3 Konsep Implementasi Dana Kampung

Alokasi Dana Kampung merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh


pemerintah menjadikan peraturan dan pedoman. Peraturan dan pedoman telah di
implementasikan sebuah kebijakan. Implementasi kebijakan dipandang winarno
(2012:147) adalah :
Tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang.
Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan
undang-undang dimana actor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja
bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih
tujuan-tujuan kebijakan dan program-program.

Implementasi lester dan stewart dalam Winarno (2012:147) merupakan


fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu
keluaran (output) maupun suatu dampak (outcome). Pada pelaksanaanya akan
mempengaruhi beberapa faktor, faktor-faktor mendorong keberhasilan pelaksanaan
kebijakan tersebut semaksimal mungkin Soenarko (1988:209) adalah:
1. Persetujuan, dukungan dan kepercayaan rakyat. Tiga hal ini, yang dapat
menimbulkan partisipasi masyarakat yang benar-benar diperlukan
untuk pelaksanaan kebijakan.
2. Isi dan tujuan kebijakan haruslahlah dimengerti secara jelas terlebih
dahulu. Berhubungan dengan itu maka pelaksana kebijakan harus
mampu melakukan interpensi terhadap kebijakan yang tepat sehingga
mempunyai persepsi yang dikehendaki oleh pembentuk kebijakan.
3. Pelaksana haruslah mempunyai cukup informasi, terutama mengenai
kondisi dan kesadaran masyarakat yang dikenai kebijakan itu
4. Pembagian kerja yang efektif dalam pelaksanaan. Hal ini berarti perlu
pengorganisasian yang baik dengan diferensial secara horizontal
beserta koordinasi dengan baik dan diferensiasi secara horizontal
beserta koordinasi dengan baik dan diferensiasi kegiatan secara vertical
dengan pengawasannya yang efektif.
5. Pembagian kekuasaan dan wewenang (decentralization) yang rasional
dalam pelaksanaan kebijakan.
6. Pemberian tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban (decentralization)
yang memadai dalam pelaksanaan kebijakan.

Pada kenyataanya perfect implementation sebagaimana dikatakan oleh


Hogwood dan Gunn (1984:239-245) dalam Purwanto dan Sulistyastuti (2012:14-
16) tidak pernah terwujud karena beberapa hal :
19

a. Adanya hambatan kondisi eksternal. Kegagalan implementasi bukan


karena lemah kebijakannya, namun bisa jadi karena faktor-faktor diluar
organisasi yang menjadi penyebab utama kegagalan implementasi.
Misalnya, terjadi krisis moneter, bencana alam, gempa bumi.
b. Waktu dan sumberdaya tidak tersedia secara memadai. Hambatan
waktu dan sumberdaya merupakan sesuatu yang klasik. Implementasi
akan gagal ketika tidak tersedianya sumberdaya yang memadai.
c. Kebijakan tidak didasarkan pada landasan pemikiran (teoritis) yang
kuat tentang hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara kebijakan dan
hasil yang ingin dicapai.
d. Hubungan sebab-akibat antara kebijakan dan hasilnya jarang bersifat
langsung. Sering kali terjadi suatu kebijakan akan menimbulkan
dampak (tercapainya tujuan yang ditetapkan) dalam waktu yang lama
atau terjadi time lag sehingga implementasi kebijakan tidak akan secara
cepat dapat diketahui keberhasilannya.
e. Lembaga pelaksana jarang yang bisa mandiri. Mereka sangat
tergantung pada faktor lain. Fakta yang ada menunjukkan bahwa
prasyarat bagi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah
adanya dukungan semua sumberdaya yang dibutuhkan, baik itu sumber
daya financial, teknologi, politik, informasi, sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas.
f. Jarang ada kesepakatan yang besifat umum diantara para aktor tentang
tujuan kebijakan dan cara mencapainya. Implementasi suatu kebijakan
sangat jarang dilakukan oleh aktor atau lembaga tunggal (single
agency). Berbagai penelitian terkini menunjukkan adanya
kecenderungan di mana kebijakan yang dirumuskan oleh para politisi
menghendaki struktur implementator yang bersifat multiple agencies
(pelibatan banyak aktor dan lembaga) untuk melaksanakannya.
g. Jarang ada suatu kondisi terjadinya komunikasi dan koordinasi yang
sempurna. Koordinasi dan komunikasi merupakan dua hal yang mudah
diucapkan akan tetapi paling sulit untuk dilakukan.

Sedangkan Edward III (1980) dalam Syafri dan Setyoko (2008:34-41)


yang menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan sangat ditentukan
oleh beberapa faktor penting yaitu :
a. Komunikasi adalah para pelaksana harus mengetahui apa yang
seharusnya mereka lakukan, sebab hanya dengan demikian proses
komunikasi antar sesamanya akan dapat berjalan dengan baik.
b. Sumber Daya yang akan mendukung implementasi kebijakan yang
efektif disini menyangkut staf yang memadai dengan berbagai keahlian,
wewenang, informasi, dan fasilitas.
c. Sikap Pelaksanan (Disposisi) adalah kecendrungan-kecendrungan
merupakan pradiga-praduga dari pelaksana terhadap suatu kebijakan.
20

Jika pelaksana besikap baik karena menerima suatu kebijakan,


kemungkinan besar mereka akan melaksanakan kebijakan tersebut
secara bersungguh-sungguh seperti yang diharapakan pembuat
kebijakasaan.
d. Struktur Birokrasi merupakan suatu badan yang paling sering terlibat
dalam implementasi kebijakan secara keseluruhan. Para pelaksana
kebijakan dapat mengetahui apa yang harus dilakukan, memiliki
keinginan serta dukungan fasilitas untuk melakukannya.

2.3.4 Konsep Budaya


Menurut Robbins (2006: 247), bahwa budaya organisasi merupakan suatu
persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi; suatu sistem dari
makna bersama.
Definisi lain dikemukakan Menurut Osborne & Plastrik (2000), budaya
organisasi adalah seperangkat perilaku, perasaan, dan kerangka psikologis yang
terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi.
Menurut Taylor dalam Achmad Sobirin (2007:52), budaya adalah
kompleksitas menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral,
hokum, adat kebiasaan dan berbagai kapabilitsas lainnya serta kebiasaan apa saja
yang diperoleh manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat.

2.3.5 Konsep Organisasi

Secara etimologis kata organisasi bersal dari bahasa Yunani organon yang
berarti alat. Kata ini masuk ke bahasa Latin, menjadi organization dan kemudian
kebahsa perancis (abad ke-14) menjadi organisation. Organon terdiri dari bagian-
bagian yang tersusun dan koordinasi hingga mampu menjalankan fungsi tertentu
secara dinamis.
Menurut Poerwanto (2008:10) “Organisasi sering dipahami sebagai
sekelompok orang yang berkumpul dan bekerjasama dengan cara yang terstruktur
untuk mencapai tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan
bersama”.
21

Selanjutnya Kusdi (2009:4) dalam menuju sasaran terkandung ciri seperti


sistem, struktur, kampungin, strategi, dan proses yang seluruhnya dirancang untuk
menggerakkan unsur manusia dalam mencapai tujuan Bersama atau sekelompok
tujuan.

2.3.5.1 Karateristik Organisasi

Menurut Max Weber dalam Thoha (2008:112) suatu organisasi atau


kelompok kerja sama memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Organisasi merupakan tata hubungan sosial, dalam hal ini seseorang
individu melaukan proses interaksi sesamanya di dalam organisasi
tersebut.
b. Organisasi mempunyai batasan-batasan tertentu (boundaries), dengan
demikian seseorang yang melakukan hubungan interaksi dengan lainnya
tidak atas kemauan sendiri. Mereka dibatasi oleh aturan-aturan tertentu.
c. Organisasi merupakan suatu kumpulan tata aturan, yang bisa
membedakan suatu organisasi dengan kumpulan-kumpulan
kemasyarakatan. Tata aturan ini menyusun proses interaksi di antara
orang-orang yang bekerja sama di dalamnya, sehingga interaksi tersebut
tidak muncul begitu saja.
d. Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang bersruktur di
dalamnya berisi wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja
untuk menjalankan sesuatu fungsi tertentu.

Menurut Robbins (1994:480) ada sepuluh karakteristik utama yang dapat


menjadi ciri budaya organisasi, yaitu:
a. Inisiatif individual, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebesan dan
interdepedensi yang dipunyai individu.
b. Toleransi terhadap tindakan yang beresiko, yaitu sejauh mana para
anggota organisasi dianjurkan untuk bertindak aktif, inovatif, dan
mengambil resiko.
c. Arah, yaitu sejauh mana organisasi tersebut menetapkan dengan jelas
sasaran dan harapan mengenai prestasi.
d. Integrasi, yaitu sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk
bekerja dengan cara yang terkordinasi.
e. Dukungan dari manajemen, yaitu sejauh mana para pemimpin memberi
komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap bawahan
mereka.
22

f. Kontrol, yaitu jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang


digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku anggota
organisasi.
g. Identitas, yaitu tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasikan
dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan
kelompok kerja tertentu atau dengan keahlian professional.
h. Sistem imbalan, yaitu sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji atau
promosi jabatan) didasarkan atas kriteria prestasi sebagai kebalikan dari
senioritas, sikap pilih kasih dan sebagainya.
i. Toleransi terhadap konflik, yaitu tingkat sejauh mana para anggota
organisasi didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara
terbuka.
j. Pola-pola komunikasi, yaitu tingkat sejauh mana komunikasi organisasi
dibatasi oleh hirarki kewenangan yang formal.

2.3.6 Konsep Budaya Organisasi


Menurut Wagner dan Hollenbeck dalam Tampubolon (2004:188-189),
budaya organisasi adalah suatu pola dari dasar asumsi untuk bertindak,
menentukan, atau mengembangkan anggota organisasi dalam mengatasi persoalan
dengan mengadaptasinya dari luar dan mengintegrasikan ke dalam organisasi,
dimana karayawan baru sebagai dasar koreksi atas persepsi mereka, pikiran dan
perasaan dalam hubungan mengatasi persoalan.
Selanjutnya Schein dalam Muchlas (2005:531) mengatakan budaya
organisasi sebagai sebuah corak asumsi asumsi dasar yang ditemukan atau
dikembangkan oleh sebuah kelompok tertentu untuk belajar mengatasi masalah-
masalah kelompok dari adaptasi eksternal dan integrase internal yang telah bekerja
baik.
Budaya organisasi menurut Kasali (2006:286) terdiri dari dua lapisan yaitu
lapisan pertama yang umumnya mudah dilihat dan sering dianggap mewakili
budaya secara menyeluruh (visible artifacts) lapisan yang bias dilihat dengan
kasatmata ini terdiri cara orang berperilaku, berbicara, berdandan, serta symbol-
simbol seperti logo, lambing, slogan, ritual, figur dan bahasa serta cerita cerita yang
sering dibicarakan. Pada lapisan kedua yang sesungguhnya disebut budaya yang
23

terdiri dari nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan, sejarah korporat, dan
proses berpikir dalam organisasi.

2.3.7 Konsep Kinerja


Wibowo (2012 : 7) mengatakan bahwa “kinerja berasal dari pengertian
perfomance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil
kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih
luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan
berlangsung”. Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2012 : 7) menambahkan
bahwa “kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan
tujuan strategi organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada
ekonomi”.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat Wibowo, Mangkunegara (2011 : 67)
menyatakan bahwa
istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).
Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Stoner dan Freeman (1992) dalam Wukir (2012:96) menjelaskan bahwa


“kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi secara
keseluruhan dapat berhasil”. Kata kinerja berasal dari terjemahan kata
“performance”, yang secara etimologis berasal dari kata “to perform” yang berarti
menampilkan atau melaksanakan. Wirawan (2012 : 5) mengemukakan bahwa
“kinerja adalah pencapaian atau prestasi sesorang berkenaan dengan tugas - tugas
yang dibebankan kepadanya”. Bernardin dan Russel (1993) dalam Wukir (2012 :
97) “performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job
function or activity during a specific time period”, ” kinerja adalah catatan tentang
hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun
waktu tertentu”.
24

Irham Fahmi (2011 : 2) menjelaskan bahwa “kinerja adalah hasil yang


diperoleh oleh suatu organisasi tersebut bersifat “profit oriented” dan “non profit
oriented” yang dihasilkan selama satu periode waktu”.
Mahsun (2012 : 25) menyatakan bahwa “kinerja adalah gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/kebijaksanaan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam
perumusan skema strategis (strategic palnning) suatu organisasi”. Kinerja bisa
diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria
keberhasilan yang telah ditetapkan. Tanpa adanya tujuan atau target, kinerja
seseorang atau organisasi tidak dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya.
Marwansyah (2010 : 228) mengatakan bahwa “kinerja adalah pencapaian/
prestasi seseorang berkenaan dengan tugas - tugas yang diberikan kepadanya.
Kinerja dapat pula dipandang sebagai perpaduan dari hasil kerja (apa yang harus
dicapai oleh sesorang) dan kompetensi (bagaimana sesorang mencapainya)”.
Levinson dalam Marwansyah (2010 : 229) mendefinisikan “kinerja atau unjuk kerja
sebagai pencapaian atau prestasi seseorang berkenaan dengan tugas - tugas yang
diberikan kepadanya”.
Mahmudi (2010 : 21) menyatakan bahwa,

kinerja merupakan organisasi pada dasarnya merupakan tanggung jawab


setiap individu yang bekerja dalam organisasi. Tanggung jawab terhadap
manajemen kinerja sebenarnya tidak lahir dari manajer tetapi dari
individu. Apabila dalam organisasi setiap individu bekerja dengan baik,
berprestasi dan bersemangat, dan memberikan kontribusi terbaik mereka
terhadap organisasi, maka kinerja organisasi secara keseluruhan akan baik.
dengan demikian, kinerja organisasi merupakan cerminan dari kinerja
individu. Kinerja individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, motivasi dan peran.

Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa kinerja


merupakan proses dan tindakan nyata pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan
dengan standar tertentu yang di dalamnya menyangkut kuantitas, kualitas, mutu dan
ketepatan waktu juga keseluruhan hasil akhir dari pekerjaan yang dilakukan secara
25

sistematis untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kinerja yang baik akan
berpengaruh baik pula pada organisasi.
Menurut Wirawan (2012 : 54-55) secara umum, dimensi kinerja dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu :
a. Hasil kerja adalah keluaran kerja dalam bentuk barang dan jasa yang
dapat dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnnya. Misalnya,
kuantitas dari hasil kerja seorang buruh pabrik sepatu adalah berapa
pasang sepatu yang dihasilkan dalam masa penilaian dibagi dengan
jumlah hari dalam masa penilaian. Kualitasnya adalah seberapa baik
sepatu yang dihasilkan atau apakah sepatu tersebut memenuhi standar
kualitas produksi atau tidak.
b. Perilaku kerja adalah ketika berada di tempat kerjanya, seorang
karyawan mempunyai dua perilaku, yaitu perilaku pribadi dan perilaku
kerja. Perilaku pribadi adalah perilaku yang tidak ada hubungannya
dengan pekerjaan, misalnya cara berjalan, cara berbicara, dan cara
makan siang. Perilaku kerja adalah perilaku karyawan yang ada
hubungannya dengan pekerjaan, misalnya kerja keras, ramah terhadap
pelanggan, dan cara berjalan tentara dalam upacara.
c. Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan adalah sifat
pribadi karyawan yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Sebagai manusia, karyawan mempunyai banyak sifat pribadi yang
dibawak sejak lahir dan diperoleh ketika dewasa dari pengalaman
kerjanya. Untuk melaksanakan suatu jenis pekerjaan, diperlukan sifat
pribadi tertentu. Suatu pekerjaan hanya dapat dikerjakan oleh seorang
karyawan jika mempunyai sifat pribadi tertentu.

Dalam kinerjanya setiap pegawai memberikan perilaku kerja yang


maksimal. Wirawan (2012 : 58) menyatakan bahwa “perilaku kerja adalah tingkat
kesatuan antara sikap kerja pegawai dalam melaksanakan tugas dibandingkan
dengan kompetensi inti dan tingkat kehadiran”. Perilaku kerja yang maksimal akan
mempengaruhi kinerja pegawai tersebut dalam melaksanakan pekerjaan yang
dilimpahkan sehingga standar kerja tercapai dan juga mencapai tujuan atau harapan.

Gambar 2.1
26

Elemen Suatu Pendekatan Sistematik Untuk Menimbulkan Harapan


Kinerja

Bidang Hasil
Deskripsi dengan Tujuan
Standar
Jabatan Indikator
Kinerja
Kinerja

Sumber : Marion E Haynes, Managing Performance: A Comprehensive


Guide to Effective Supervision 1986 : 62

Bagan diatas menjelaskan untuk dapat mencapai tujuan dari suatu


pekerjaan maka ada standart kinerja yang harus dikerjakan sesuai dengan indikator
yang telah ditetapkan dari deskripsi jabatan. Jika pegawai melakukan ketiga elemen
diatas maka diharapkan dapat mencapai tujuan dengan hasil yang maksimal.

2.3.7.1 Indikator Kinerja

Setiap penetapan strategi, pada suatu pekerjaan, proses bisnis atau


organisasi selalu memiliki ukuran keberhasilan. Tanpa ukuran keberhasilan akan
sulit mengevaluasi sejauh mana organisasi atau seseorang dalam suatu proses bisnis
dikatakan efektif. Indikator kinerja akan membantu seorang manajer dalam
manajemen organisasi khususnya dalam mengambil tindakan. Penetapan indikator
kinerja menjadi suatu kebutuhan dalam menjalakan pekerjaan untuk nantinya
mengukur produktivitas. Itulah sebabnya, indikator kinerja juga merupakan salah
satu sumber informasi bagi penentuan tindakan dalam organisasi yang menyangkut
organisasi itu sendiri maupun personil didalamnya dan menjadi ukuran yang lebih
objektif dalam penilaian pekerjaannya.
Mahmudi (2010 : 155) mengatakan bahwa “indikator kerja diartikan
sebagai sarana atau alat (means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan,
atau proses, dan bukan hasil atau tujuan itu sendiri (ends)”. Indikator kinerja akan
menjadi rambu-rambu bagi manajer maupun pihak lain untuk menilai kinerja dan
juga berperan sebagai pembanding terbaik (benchmark).
27

Standar kinerja yang memuat indikator - indikator kinerja dengan nilai


tertentu, yang menjadi acuan dalam melakukan benchmarking. Pada akhirnya,
indikator kinerja akan menjadi suatu laporan hasil kerja sebagai bentuk dari
akuntabilitas organisasi. Dari hasil laporan ini kemudian akan dilakukan evaluasi
untuk perbaikan-perbaikan secara berkelanjutan (continuous improvement).
Moeheriono (2014 : 31) menyatakan sebenarnya banyak organisasi
memberikan pengertian indikator kinerja atau disebut performance indicator
bermacam – macam, seperti :
a. Indikator kinerja sebagai nilai atau karakteristik tertentu yang
dipergunakan untuk mengukur output atau outcome suatu kegiatan.
b. Sebagai alat ukur yang digunakan untuk menentukan derajat
keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.
c. Sebagai ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan oleh
organisasi.
d. Suatu informasi operasional yang berupa indikasi mengenai kinerja
atau kondisi suatu fasilitas atau kelompok fasilitas.

Menurut Mahsun (2012 : 75) menjelaskan bahwa jenis indikator kinerja


pemerintah meliputi indikator masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat dan
dampak yang dijelaskan sebagai berikut :
a. Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.
Indikator ini mengukur jumlah sumber daya seperti anggaran (dana),
sumber daya manusia, peralatan, material, dan masukan lain yang
dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan.
b. Indikator proses (process). Dalam indikator proses, organisasi
merumuskan ukuran kegaiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan,
maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut.
c. Indikator keluaran (output) adalah segala sesuatu yang diharapkan
langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau
non-fisik. Indikator atau tolak ukur keluaran yang digunakan untuk
mengukur keluaran yang dihasilkan dari suatu kegiatan.
d. Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
Indikator ini lebih utama dari sekedar output. Outcome
menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang
mungkin mencakup kepentingan banyak pihak.
28

e. Indikator manfaat (benefit) sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir


dari pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menggambarkan manfaat
yang diperoleh dari indikator hasil. Indikator manfaat menunjukkan hal
yang diharapkan dapat diselesaikan dan berfungsi dengan optimal
(tepat lokasi dan waktu).
f. Indikator dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik
positif maupun negatif.

Palmer dalam Mahsun (2012 : 78) menyatakan jenis indikator kinerja


pemerintah daerah antara lain :
a. Indikator biaya (misalnya biaya total, biaya unit).
b. Indikator produktivitas (misalnya jumlah pekerjaan yang mampu
dikerjakan pegawai dalam jangka waktu tertentu).
c. Tingkat penggunaan (misalnya sejauh mana layanan yang tersedia
digunakan).
d. Target waktu (misalnya waktu rata - rata yang digunakan untuk
menyelesaikan satu unit pekerjaan).
e. Volume pelayanan (misalnya perkiraan atas tingkat volume pekerjaan
yang harus diselesaikan pegawai).
f. Kebutuhan pelanggan (jumlah volume pelayanan yang disediakan
dibandingkan dengan volume permintaan yang potensial).
g. Indikator kualitas pelayanan.
h. Indikator kepuasan pelanggan.
i. Indikator pencapaian tujuan.

Indikator kinerja (performance indicator) sering disamakan dengan


ukuran kinerja (performance measure). Namun sebenarnya meskipun keduanya
merupakan sama - sama kriteria pengukuran kinerja, tetapi terdapat perbedaan arti
dan maknanya. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak
langsung yaitu hal - hal yang bersifat hanya merupakan indikasi kinerja saja
sehingga bentuknya cenderung kualitatif atau tidak dapat dihitung (peningkatan,
ketepatan, perputaran, tingkat efektivitas). Ukuran kinerja adalah kriteria yang
mengacu pada penilaian kinerja secara langsung sehingga lebih bersifat kuantitatif
atau dapat dihitung (dalam bentuk persentase, perkalian, jumlah, unit, rupiah).
Mahmudi (2010 : 157) menambahkan karakteristik indikator kinerja yang
baik antara lain :
a. Konsistensi
b. Dapat diperbandingkan
29

c. Jelas
d. Dapat dikontrol
e. Kontinjensi (Contigency)
f. Komprehensif
g. Fokus
h. Relevan
i. Realistis

2.3.7.2 Penilaian Kinerja

Penilaian prestasi pegawai dikenal dengan istilah perfomance rating,


performance appraisal, personnel assesment, employee evaluation, merit rating,
efficiency rating, service rating. Leon C Megginson dalam Mangkunegara (2011 :
69) mengemukakan bahwa “performance appraisal is the process an employer uses
to determine whether an employee is performing the job as intended”.
“Performance appraisal adalah suatu proses yang digunakan majikan untuk
menentukan apakah seorang pegawai melakukan pekerjaannya sesuai dengan yang
dimaksudkan”.
Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2011 : 69) menjelaskan bahwa
“employee appraising is the systematic evaluation of a worker’s job performance
and potential for development. Appraising is the process of estimating or judging
the value, excellence, qualities, or status of some object, person, or thing”.
“Penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan
potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian adalah suatu proses penaksiran atau
penentuan nilai, kualitas, atau status dari beberapa objek, orang ataupun sesuatu”.
Mangkunegara (2011 : 73) juga mengutip pendapat Andrew E.Sikula bahwa “ruang
lingkup pengukuran kinerja yaitu (5W+ 1H)”.
Menurut Robert L.Mathis dan John H.Jackson dalam Irham Fahmi (2013
: 65) menjelaskan bahwa “penilaian kinerja merupakan proses mengevaluasi
seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan
dengan satu set standar, dan kemudian mengomunikasikan informasi tersebut”.
Penilaian yang dilakukan tersebut nantinya akan menjadi bahan masukan yang
30

berarti dalam menilai kinerja yang dilakukan dan selanjutnya dapat dilakukan
perbaikan, atau yang biasa disebut perbaikan yang berkelanjutan.
Berdasarkan pendapat di atas, penilaian prestasi pegawai adalah suatu
proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan
secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Pemimpin
yang menilai prestasi kerja pegawai, yaitu atasan pegawai langsung dan atasan tak
langsung. Disamping itu pula, kepala bagian pegawai berhak pula memberikan
penilaian prestasi terhadap semua pegawainya sesuai dengan data yang ada.
Menurut Mahmudi (2012 : 6) dikatakan bahwa “manajemen berbasis
kinerja membutuhkan alat yang disebut pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja
digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja yaitu untuk menilai
sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan”. Dengan kata lain
penilaian kinerja memiliki kesamaan fungsi dengan pengukuran kinerja.
Bernardin dalam Sudarmanto (2009 : 12) menyampaikan ada 6 (enam)
kriteria dasar atau dimensi untuk mengukur kinerja yaitu :
a. Quality terkait dengan proses atau hasil mendekati sempurna/ ideal
dalam memenuhi maksud dan tujuan.
b. Quantity terkait dengan jumlah satuan jumlah atau kuantitas yang
dihasilkan.
c. Timeliness terkait dengan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan
aktivitas atau menghasilkan produk.
d. Cost-effectiveness terkait dengan tingkat penggunaan sumber - sumber
organisasi (orang, uang, material, teknologi) dalam mendapatkan atau
memperoleh hasil atau pengurangan pemborosan dalam penggunaan
sumber - sumber organisasi.
e. Need for supervision terkait dengan kemampuan individu dapat
meneyelesaikan pekerjaan atau fungsi - fungsi pekerjaan tanpa asistensi
pimpinan atau intervensi pengawasan pimpinan.
f. Interpersonal impact terkait dengan kemampuan individu dalam
meningkatkan perasaan harga diri, keinginan baik, dan kerja sama
diantara sesama pekerja dan anak buah.

Menurut Wirawan (2012 : 80) menyatakan ada 3 (tiga) dimensi kinerja


yaitu hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang ada hubungannya dengan
31

pekerjaan. Dimana ketiga dimensi tersebut mempunyai indikator kinerja sebagai


berikut :
a. Kuantitas hasil kerja
b. Kualitas hasil kerja
c. Efisinsi dalam melaksanakan tugas
d. Disiplin kerja
e. Inisiatif
f. Ketelitian
g. Kepemimpinan
h. Kejujuran
i. Kreativitas

John Miner dalam Sudarmanto (2009 : 11) mengemukakan 4 (empat)


dimensi yang menjadi tolok ukur dalam menilai kinerja, yaitu :
a. Kualitas, yaitu; tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan.
b. Kuantitas, yaitu; jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
c. Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu: tingkat ketidak hadiran,
keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja hilang.
d. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja.

Dari 4 (empat) dimensi kinerja di atas, dua hal terkait dengan aspek
keluaran atau hasil pekerjaan, yaitu kualitas hasil, kuantitas keluaran, dan dua hal
terkait aspek perilaku individu, yaitu penggunaan waktu dalam kerja (tingkat
kepatuhan terhadap jam kerja, disiplin) dan kerja sama.
Jerry Harbour dalam Sudarmanto (2009 : 13) menambahkan 6 (enam)
aspek penilaian kinerja yang tertulis dalam buku The Basics of Performance
Measurement, yaitu :
a. Produktivitas, kemampuan dalam menghasilkan produk barang dan
jasa.
b. Kualitas, pemroduksian barang dan jasa yang dihasilkan memenuhi
standar kualitas.
c. Ketepatan waktu (timeliness), waktu yang diperlukan dalam
menghasilkan produk barang dan jasa tersebut.
d. Putaran waktu, waktu yang dibutuhkan dalam setiap proses perubahan
barang dan jasa tersebut kemudian sampai kepada pengguna/
konsumen.
e. Penggunaan sumber daya, sumber daya yang diperlakukan dalam
menghasilkan produk barang dan jasa tersebut.
f. Biaya, biaya yang diperlukan.
32

Menurut Sedarmayanti (2013 : 264) menjelaskan beberapa manfaat dari


penilaian kinerja ialah
a. Meningkatkan prestasi kerja
b. Memberikan kesempatan kerja yang adil
c. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan
d. Penyesuaian kompensasi
e. Keputusan promosi dan demosi

2.3.7.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Mangkunegara (2011 : 67) menjelaskan “faktor yang mempengaruhi


pencapaian kinerja adalah faktor kemapuan (ability) dan faktor motivasi
(motivation)”. Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis, (1964 : 484) yang
merumuskan bahwa :

 Human Performance = Ability + Motivation


 Motivation = Attitude + Situation
 Ability = Knowledge + Skill

a. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill).
Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata – rata (110 – 120)
dengan pendidikan yang memadai untuk menduduki jabtannya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari – hari, maka ia akan lebih
mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Pegawai perlu ditempatkan
pada pekerjaan yang sesuai denngan keahliannya (the right man in the
right place, the right man on the right job).
b. Faktor Motivassi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapai situasi (situasion) kerja.Motivasi merupakan kondisi
yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi (tujuan kerja).

Henry Simamora dalam Mangkunegara (2010 : 14) menjelaskan bahwa


kinerja dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu :
a. Faktor individual yang terdiri dari
 Kemampuan dan keahlian
 Latar belakang
33

 Demografi
b. Faktor psikologis yang terdiri dari
 Persepsi
 Attitude
 Personality
 Pembelajaran
 Motivasi
c. Faktor organisasi yang terdiri dari
 Sumber daya
 Kepemimpinan
 Penghargaan
 Struktur
 Job design

Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup


banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Mahmudi (2010:20) faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja adalah:
a. Faktor personal/ induvidu, meliputi pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki
setiap individu.
b. Faktor kepemimpinan, meliputi kualitas dalam memberikan dorongan,
semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manager dan team
leader.
c. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja, atau infrastruktur
yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja
dalam organisasi.
d. Faktor konstektual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan
lingkungan eksternal dan internal.
34

2.4 Kerangka Pemikiran

Implementasi kebijakan Kinerja Aparatur


(Jones, 1984) Kampung (Bernardin
1. Organization dalam Sudarmanto (2009
2. Interpretation : 12)
3. Aplication 1. Quality
2. Quantity
3. Timeliness
4. Cost-effectivenes
5. Need for supervision
6. Interpersonal impact

Budaya Organisasi
(Robbins (1994:480)
1. Inisiatif individual Output :
2. Toleransi 1. Kebijakan Dana
3. Arah Kampung dapat
4. Integrasi meningkatkan kinerja
5. Dukungan manajemen aparatur kampung.
6. Kontrol 2. Budaya Organisasi
7. Identitas Meningkatkan Budaya
8. Sistem imbalan kerja pada aparatur
9. Toleransi kampung.
10. Pola pola komunikasi 3. Dapat meningkatkan
kesejahteraan dan
pemerataan
pembangunan
masyarakat kampung.

2.5 Hipotesis Penelitian


Dalam Penelitian ini Penulis ingin menguji Pengaruh secara parsial variable
independen Implementasai Kebijakan Dana Kampung (X1) terhadap Kualitas
Pelayanan Pemerintahan dan variable Sumber daya Aparatur Kampung (X2)
terhahap Kualitas Pelayanan Pemerintahan serta menguji pengaruh secara
bersama-sama antara variabel implementasai Kebijakan Dana Kampung (X1) dan
Sumber daya Aparatur Kampung (X2) terhadap variable dependen Kualitas
Pelayanan Pemerintahan (Y). Hipotesis penelitian yang diuji adalah:
Ho : Variabel X1 dan X2 tidak signifikan berpengaruh terhadap variable Y.
35

H1 : Variabel X1 dan X2 signifikan berpengaruh terhadap variable Y.


Berdasarkan landasan teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu, maka
hipotesis dalam peelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Implementasi Kebijakan Dana Kampung (X1) berpengaruh positif
terhadap Kinerja Aparatur Kampung (Y);
b. Budaya Organisasi (X2) berpengaruh positif terhadap Kinerja
Aparaur Kampung (Y); dan
c. Implementasi Kebijakan Dana Kampung (X1) dan Budaya
Organisasi (X2) secara bersama sama berpengaruh terhadap
Kinerja Aparatur Kampung (Y).
36

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Penelitian merupakan sentral untuk penyelidikan dan pencarian solusi atas
masalah-masalah social dan kegiatan akademik dan penelitian adalah satu proses
penyelidikan, sistematis, dan metodis, penelitian sebagai solusi atas suatu masalah
dan meningkatkan pengetahuan. (silalahi 2012:2) Kampungin Penelitian
merupakan bagian dari rencana penelitian. Kampungin penelitian dibuat agar
memungkinkan peneliti mampu menjawab pertanyaan penelitian dengan valid,
objektif, tepat, dan hemat. (Bailey,1987) dalam Silalahi (2012:181).
Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Kuantitatif disebut metode
ilmiah/scientific karena memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris,
obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini juga disebut metode
discovery karena metode ini ditemukan dan dikembangkan dengan iptek baru.
Metode ini dikatakan kuantitatif karena data berupa angka angka dan analisis
menggunakan statistik. (Sugiyono, 2012:7) .

3.2 Variabel Penelitian


Konsep atau konstruk yang digunakan dalam penelitian social belum dapat
diteliti secara empiric karena belum menunjuk pada fakta sebenarnya. Agar konsep
dapat diteliti secara empiris harus diubah dari tingkat konseptual ke empiris, konsep
konsep diubah menjadi variable (Ulber Silalahi 2012;114)
Selanjutnya variabel kerlinger (1973) dalam Sugiyono (2012:38) menyatakan
bahwa:
Variabel adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dielajari.
Diberikan contoh misalnya tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan status
sosial, jenis kelamin, golongan gaji, produktivitas kerja dan lain-lain.
Variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai
yang berbeda (different values).
Dalam memahami hubungan antar variabel dalam penelitian ini, maka
Sugiyono (2012:39-40) mengklasifikasi variabel sebagai berikut:
37

1. Variabel independen: variabel ini sering disebut sebagai variabel


stimulus, prediktor antecedent . dalam bahasa Indonesia disebut sebagai
variabel bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang
mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependen (terikat).
2. Variabel dependen: sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuen. Dalam bahasa Indonesia merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

Gambar 3..1
Hubungan variabel independen dan dependen

Variabel
X1
Variabel
Y
Variabel
X2

Dalam penelitian ini, terdapat tiga variabel yaitu Implementasi Kebijakan


Alokasi Dana Kampung dan Budaya Kerja serta Kinerja Aparatur Kampung. Untuk
memperjelas kedudukan setiap variabel yang diteliti, maka dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Pengaruh Implementasi Kebijakan Dana Kampung dan Budaya
Organisasi, merupakan variabel bebas (independet variable) dan diberi
simbol “X1 dan X2”, yaitu variabel yang mempengaruhi variabel
terikat (dependent variable)
2. Kinerja Apartur Kampung, merupakan variabel terikat (dependent
variable) dan diberi simbol “Y”, yaitu variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas (independet variable)
Kedudukan variabel penelitian dapat tergambar pada gambar 3.2 dibawah
ini:
38

Gambar 3.2

Kedudukan Variabel Penelitian

Implementasi
Kebijakan Dana
Kampung X1

Kinerja Aparatur
Kampung Y
Budaya Organisasi
X2

Operasionalisasi variabel dimaksudkan untuk memudahkan atau


mengarahkan dalam mengukur data yang diperlukan. Operasionalisasi variabel
yang diteliti dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian

No. Variabel Dimensi Indikator


Utama
1. Tujuan
2. Spesialisasi
3. Koordinasi
1. Organisasi
4. Wewenang
5. Pelimpahan wewenang
Variabel X1
6. Sumber Daya Manusia
Implementasi
1 1. Kejelasan program
Kebijakan
2. Intrepretasi 2. Konsistensi program
(Jones, 2010)
3. Penyusunan prioritas
1. Pelaksanaan program
2. Pengawasan program
3. Aplikasi
3. Evaluasi dan monitoring
program
Variabel X2 1. Kebebasan
2 Budaya 1. Inisiatif berpendapat
Organisasi 2. Kebebasan berinisiatif
39

No. Variabel Dimensi Indikator


Utama
(Robbins 1. Kesempatan untuk
(1994:480) 2. Toleransi ikut aktif
2. Kebebasan berinovatif
1. Kejelasan standar
3. Arah kerja
2. Kejelasan prestasi
1. Koordinasi
4. Integrasi
2. Kerjasama
1. Komunikasi dengan
5. Dukungan
atasan
Manajemen
2. Dukungan dari atasan
1. Sistem pengawasan
6. Kontrol
2. Ketegasan peraturan
1. Kebanggaan terhadap
organisasi
7. Identitas
2. Nilai-nilai budaya
dalam organisasi
1. Kebijakan tentang
8. Sistem imbalan imbalan
2. Prestasi Kerja
1. Penyelesaian konflik
pada organisasi
9. Toleransi
2. Kebebasan
menyampaikan kritik
1. Hubungan antar
10. Pola organisasi
Komunikasi 2. Sosialisasi kebijakan
kepada aparatur
1. Kemampuan aparat
dalam menyelesaikan
1. Quality pekerjaan
2. Melaksanakan sesuai
Variabel Y prosedur
Penilaian 1. Dapat menyelesaikan
Kinerja pekerjaan dengan cepat
3 2. Quantity
John Miner 2. Menyelesaikan sesuai
(Sudarmanto dengan target
2009 : 11-12) 1. Waktu yang diperlukan
menyelesaikan
3. Timeliness pekerjaan
2. Ketepatan waktu dalam
menyelesaikan
40

No. Variabel Dimensi Indikator


Utama
1. Jumlah sumber daya
4. Cost- aparatur
effectiveness 2. Anggaran
3. Sarana prasana kantor
1. Kemampuan aparatur
secara individual
2. Inisiatif melakukan
5. Need for
pekerjaan secara
supervision
individual
3. Semangat bekerja tanpa
intervensi pimpinan
1. Penampilan yang baik
6. Interpersonal dikantor
impact 2. Kerja sama antar
aparatur

3.3 Unit Analisis, Populasi dan Sampel


3.3.1 Unit Analisis
Dalam penelitian, untuk dapat memperoleh informasi lebih jelas mengenai
masalah penelitian yang sedang dibahas, maka dibutuhkan unit analisis yang sesuai
dengan permasalahan yang diteliti. Menurut Hamidi (2005:75): “Unit analisis
adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu, kelompok, benda atau suatu
peristiwa sosial misalnya aktivitas individu atau kelompok sebagai subjek
penelitian” dan unit analisis dalam penelitian ini adalah pada 226 Kampung di
Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat.

3.3.2 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek
yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Riduwan dan Koncoro
(2011:37)
Sugiyono (2012:80) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Maka dapat
disimpulkan bahwa populasi dari penelitian ini adalah seluruh aparatur Kampung
41

di Kabupaten Sorong sebagai suatu hubungan kerja serta penilai kinerja pemerintah
desa yaitu Badan Permusyawaratan Kampung (BAMUSKAM). Pupulasi penelitian
ini berjumlah 2486 orang dengan 1356 orang sebagai Aparatur pemberi pelayanan
dan melakukan pembangunan dan 1130 orang Badan Permusyawaratan Kampung
selaku menilai kinerja pemerintah desa.

3.3.3 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi dan apabila populasi besar, maka peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi misalnya keterbatasan dana, tenaga dan waktu, untuk
itu dapat diberlakukan pengambilan populasi harus betul betul representative
(mewakili). (Sugiyono, 2012:81)
Sampel dalam penelitian ini Kepala Kampung dan Perangkat Kampung
serta Ketua BAMUSKAM dan Anggota BAMUSKAM, maka sampel yang diambil
adalah 2486 orang terdiri atas :

Tabel 3.3
Sampel Penelitian
No. Stake Holder Jumlah Pegawai
1. Aparatur Kampung 1356
2. BAMUSKAM 1130
Total 2486
Data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK)
Kab.Sorong Tahun 2020.

𝑁
𝑛=
1+𝑁𝑒 2
Keterangan :
N = Ukuran Populasil
42

n = ukuran Sampel
e = tingkat kekeliruan pengambilan sampel sebesar 10%
berdasarkan rumus ini maka sampel minimal yang dapat diambil dari 2486
orang Apartur Kampung:
2486 dibulatkan menjadi 100 sampel
n= = 96,13
1 + (2486(0,1)2

Maka sampel yang diambil adalah 100 orang

3.3.4 Responden
Responden sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah yang
terdiri dari :
1. Aparatur Kampung
2. Kepala BAMUSKAM dan Anggota BAMUSKAM

3.3.5 Sumber, Jenis, dan Metode Pengumpulan Data


1. Sumber Data.
Data yang dikumpulan untuk penelitian ini adalah data sekunder bersifat
makro di Kabupaten Sorong, yang bersumber dari beberapa instansi
pemerintah, antara lain: Bappeda kabupaten Sorong, Badan Pusat
Statistik Kabupaten Sorong, Dinas-Dinas Teknis Lingkup Pemerintah
Kabupaten Sorong serta Distrik Salawati. Sumber Data dibagi atas 3
yaitu orang, dukumen dan tempat, orang yaitu pejabat pemerintahan
yang terkait dalam menjalani tugas. Dokumen dapat dilihat dari data
yang ada di kabupaten Sorong dapat dilihat dari Sorong dalam angka.
Tempat yang melakukan penelitian berdasarkan kebutuhan.
2. Jenis data.
a. Data Primer, diperoleh dengan penelitian lapangan, dilakukan
dengan jalan melihat, mengamati, mencatat serta mewawancarai
43

secara langsung pejabat dan aparatur daerah serta kelompok


sasaran lainnya;
b. Data Sekunder, dikumpulkan untuk melengkapi data primer,
yaitu yang tersedia pada pemerintahan daerah Kabupaten
Sorong dan mempunyai kaitan dengan topik penelitian ini. Data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantititatif
yang bersifat makro.
3. Metode Pengumpulan Data.
Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan metode studi
dokumentasi yakni mempelajari dokumen-dokumen dan laporan-
laporan tahunan yang tersebar di berbagai instansi Pemerintah
Kabupaten Sorong.

3.3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian


3.3.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :
1. Sugiyono (2012;142) Koesioner (angket) adalah teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawab
2. Observasi dalam sifatnya berarti bahwa Black dan Champion
(2009:285) adalah Peneliti melakukan secara terus-menerus melakukan
pengamatan atas perilaku seseorang. Caranya apakah dengan membagi-
bagikan angket dan mengamati orang mengisi angket dan
mendengarkan ucapan-ucapan mengenai berbagai ragam soal, mencatat
ekspresi-ekspresi tertentu dari responden dalam suatu wawancara atau
menanggapi komentar sebagai suatu sisi dalam konteks wawancara atau
mengamati dengan cermat perilaku individu yang digunakan sebagai
subyek dalam perangkat (setting) eksperimental, peneliti bukan sebagai
penguat (insentif) bagi berbagai ragam cara perilaku orang-orang dalam
situasi (setting) riset yang manamereka menemukan sendiri
3. Studi Dokumentasi yaitu mempelajaari data data yang diperoleh dari
dokumen yaitu dari surat kabar, buku, majalah, dokumen-dokumen,
perundang-undangan, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan
penyelenggraan pemerintahan Kampung dan alokasi dana Kampung.
44

3.3.6.2 Instrumen Penelitian


Menurut Arikunto (2007:134) menyatakan bahwa Instrumen penelitian
merypakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulakan data. Kualitas
instrument akan menetukan kualitas data yang terkumpul, sehingga tepatlah jika
hubungan antara instrumen dengan data ini dikemukakan dalam ungkapan :
garbage tool garbage result.
Dalam penelitian ini, pengukuran yang digunakan oleh peneliti untuk
variabel X dan Y adalah skala pengukuran instrumen skala Likert. Artinya variabel
yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel Kemudian indikator
tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat
berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang
menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat
negatif yang berupa kata-kata antara lain seperti pada tabel 3.3 :

Tabel 3.3
Skoring / nilai

Jawaban Skor
Sangat setuju 5
Setuju 4
Ragu-ragu 3
Tidak setuju 2
Sangat tidak setuju 1
Sumber: Sugiyono (2012:93)

3.3.7 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik statistik inferensial
(juga disebut statistik induktif atau statistik probabilitas) adalah teknik statistik
yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk
populasi. Statistic ini kan cocok digunakan bila sampel daimbil dari populasi yang
jelas, dan teknik pengambilan sampel dari populasi yang jelas, dan teknik
pengambilan sampel dari populasi itu dilakukan secara random (Sugiyono
2012;148). Dari penjelasan ini membuktikan bahwa penelitian ini menggunakan
teknik analisis statistic inferensial karena sampel diambil dari sampel tersebut.
Statistik ini disebut statistik probabilitas, karena kesimpulan yang
diberlakukan untuk populasi berdasarkan data sampel itu bersifat peluang
45

(probability). Suatu kesimpulan dari data sampel yang akan diberlakukan untuk
populasi itu mempunyai peluang kesalahan dan kebenaran (trust) yang digunakan
dalam bentuk prosentase. Bila peluang kesalahan 5% maka taraf kepercayaan 95%,
bila peluang kesalahan 1%, maka taraf kepercayaannya 99%. Peluang kesalahan
dan kepercayaan ini disebut taraf signifikansi. (Sugiyono 2012:148-149).

3.3.8 Uji Koefisien Korelasi Product Momment


Tujuan analisa ini adalah untuk mengetahui kuat atau tidaknya pengaruh
antara variabel X dengan variabel Y, atau untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
antar satu variabel dengan variabel lainnya.teknik korelasi yang digunakan adalah
teknik korelasi product moment dari Pearson, dengan rumus sebagai berikut:
𝑛(∑𝑥𝑦)−∑𝑥∑𝑦)
r=
√{𝑛∑𝑥 2 −(∑𝑥)2 }{𝑛∑𝑦 2 −(∑𝑦)2 }

Keterangan:

R : koefisien korelasi product moment


ΣX : jumlah skor dalam sebaran X
ΣY : jumlah skor dalam sebaran Y
ΣXY : jumlah hasil kali skor X dan Y yang berpasangan
ΣX2 : jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
ΣY2 : jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y
N : jumlah sampel

Selanjutnya untuk menentukan tingkat koefisien variabel data yang


dianalisis tersebut, maka digunakan interpretasi koefisien korelasi, yaitu sebagai
berikut:
46

Tabel 3.4
Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval koefisien Tingkat hubungan
0,00 – 0, 199 Sangat rendah
0, 20 – 0, 399 Rendah
0, 40 – 0, 599 Sedang
0, 60 – 0, 799 Kuat
0, 80 – 1,000 Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono (2011:214)

3.3.9 Uji Signifikansi


Untuk menguji signifikansi pengaruhnya, maka harus dites apakah korelasi antara
variabel X dan variabel Y signifikan atau tidak. Maka perlu dilakukan uji t dengan
rumus :

𝑛−2
t=r √
1−𝑟 2

Dimana :
t : Uji t
r : koefisien korelasi
n : jumlah data

Setelah diperoleh harga t hitung , maka signifikansinya ditentukan dengan


menggunakan t tabel , selang kepercayaan yang dipilih b adalah 95 % atau dengan
tingkat kesalahan 5 % dengan ketentuan sebagai berikut
a) Apabila t hitung <t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. (berarti tidak ada
hubungan yang signifikan)
b) Apabila t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. (berarti ada
hubungan yang signifikan)
47

3.3.10 Lokasi dan Jadwal Penelitian


3.3.10.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat.
3.3.10.2 Jadwal Penelitian
Adapun waktu penulisan dilaksanakan kurang lebih selama 3 (tiga)
bulan, mulai 01 April 2020 sampai 30 Juni 2020.

Tabel 3.4
Jadwal Kegiatan Penelitian dan Penyusunan Tesis
Tahun Akademik 2020/ 2021

APR MEI JUN JUL AGS


No. KEGIATAN 2020 2020 2020 2020 2020

Penyusunan dan Pengajuan


1.
Proposal
Ujian Usulan Penelitian
2.
Tesis
Penelitian dan Pengumpulan
3.
Tesis
Penyusunan dan Bimbingan
4.
Teknis
Pengajuan dan Pesetujuan
5.
Tesis
6. Sidang Tesis
7. Revisi
Sumber: KalenderAkademik IPDN 2020/2021

Keterangan:

=Pelaksanaan Kegiatan
48

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Arikunto, Suharsimi, 2007. Manajemen Penelitian, Rineka Cipta Jakarta.

Abidin, Said Zainal, 2012. Kebijakan Publik, Salemba Humanika, Jakarta.

Black and Champion. 2009. Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Refika
Aditama, Bandung.

Bungin, H.M.Burhan, 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Prenada Media,


Jakarta.

Hardiyansyah, 2011. Kualitas Pelayanan Publik, Gava Media, Yogyakarta.

Jones, Charles O, 1984 An Introduction to the Study of Public Policy,


Brooks/Cole Publishing Company, USA.

Labolo, Muhadam, 2012. Memperkuat Pemerintahan Mencegah Negara Gagal,


Grafindo, Jakarta.

Moenir, H.A.S, 2010. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia, Bumi


Aksara, Jakarta.

Nazir, Moh, 2011. Metode Penelitian, Ghalia, Bogor

Ndraha, Taliziduhu, 2003. Kybernology Ilmu Pemerintahan Baru, Rineka Cipta,


Jakarta.

Ndrara, Taliziduhu, 2005. Kybernology Sebuah Rekonsruksi Ilmu


Pemerintahan, Rineka Cipta, Jakarta.

Ndraha, Taliziduhu, 2005. Kybernology Beberapa Kontruksi Utama, Sirao


Credentia Centre. Jakarta.

Nugroho, Riant, 2009. Public Policy, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Purwanto dan Sulistyastuti, 2012. Implementasi Kebijakan Publik, Gava Media,


Yogyakarta.

Riduwan, 2005. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti


Muda, AlfaBeta, Bandung.
49

Riduwan dan Kuncoro, 2011. Cara Menggunakan dan Memaknai Path Analysis
(Analisis Jalur), AlfaBeta, Bandung.

Silalahi, Ulber, 2012. Metode Penelitian Sosial, Refika Aditama. Bandung.

Singodimedjo, Markum. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. SMMAS.


Surabaya.

Sedarmayanti. (2011), Manajemen Sumber Daya Manusia. Cet. ke - 5. Jakarta: PT


Refika Aditama.

Sinambela, Lijan Poltak dkk, 2011. Reformasi Pelayanan Publik, Bumi Aksara,
Jakarta.

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta.


Bandung.

Suharto, edi, 2008. Analisis Kebijkan Publik, AlfaBeta, Bandung.

Syafri, H.Wirman dan Setyoko. 2008, Implementasi Kebijakan Publik dan Etika
Profesi Pamong Praja, Alqaprint, Jatinangor.

Wahab, H.Solichin Abdul, 2012. Analisis Kebijakan, Bumi Aksara, Jakarta.

Wastiono dan Tahir, 2006. Prospek Pengembangan Kampung, Fokusmedia,


Jatinangor.

Winarno, Budi, 2012. Kebijakan Publik Teori,Proses, dan Studi Kasus, CAPS,
Yogyakarta.

B. Peraturan Perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,Dan Transmigrasi


Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Pembangunan Kawasan PerDesaan.
50

Kuesioner Untuk Variabel X1 dan X2 dan Y

Variabel Implementasi Kebijakan Dana Kampung (X1)

1. Seberapa penting tujuan organisasi pemerintahan Kampung dalam


melaksanakan tugasnya?
a. Sangat penting
b. Penting
c. Cukup penting
d. Tidak Penting
e. Sangat Tidak Penting

2. Dalam organisasi pemerintahan kampung, seberapa penting


spesilisasi tugas aparatt pemerintahan kampung ?
a. Sangat penting
b. Penting
c. Cukup penting
d. Tidak Penting
e. Sangat Tidak Penting

3. Apakah koordinasi antar perangkat kampung dapat mempercepat


mencapai tujuan organisasi kampung?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju

4. Dalam penyelenggaraan pemerintahan kampung, apakah terjadi


tumpang tindih kewenangan antara kepala kampung dengan
perangkatnya?
a. Sangat tumpang tindih
b. tumpang tindih
c. Cukup tumpang tindih
d. Tidak tumpang tindih
e. Sangat Tidak tumpang tindih

5. Apakah pembagian kewenangan dapat mempercepat pencapaian


tujuan organisasi secara efektif dan efesien?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
51

6. Menurut saudara, apakah aparat pemerintahan kampung harus


mempunyai kemampuan dalam pelaksanaan Alokasi Dana
Kampung?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju

7. Apakah kebijakan Alokasi Dana Kampung dapat dipahami oleh


aparat pemerintahan kampung?
a. Sangat dipahami
b. Dipahami
c. Ragu-ragu
d. Kurang Dipahami
e. Sangat Tidak Dipahami

8. Apakah kebijakan alokasi dana kampung merupakan kebijakan


yang secara konsistens dilaksanakan oleh aparat pemerintahan
kampung?
a. Sangat konsisten
b. Konsisten
c. Ragu-ragu
d. Kurang konsisten
e. Sangat Tidak konsisten

9. Apakah dalam implementasi kebijakan alokasi dana kampung,


pemerintahan kampung telah menyusun kegiatan proritas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju

10. Dalam pelaksanaan program, perlukah disusun tahapan


pelaksanaan program?
a. Sangat perlu
b. Perlu
c. Cukup Perlu
d. Kurang Perlu
e. Sangat Tidak Perlu

11. Dalam implementasi kebijakan Alokasi Dana Kampung, perlukah


dilakukan pengawasan?
a. Sangat perlu
b. Perlu
c. Cukup Perlu
d. Kurang Perlu
e. Sangat Tidak Perlu
52

12. Dalam implementasi kebijakan Alokasi Dana Kampung, perlukah


dilakukan evaluasi dan monitoring terhadap program yang
dilaksanakan?
a. Sangat perlu
b. Perlu
c. Cukup Perlu
d. Kurang Perlu
e. Sangat Tidak Perlu

Variabel Budaya Organisasi (X2)

1. Saya diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat dalam


setiap pekerjaan yang diberikan atasan?
a. Sangat mudah
b. Mudah
c. Ragu-ragu
d. Sulit
e. Sangat Sulit

2. Atasan memberikan kesempatan kepada aparat desa untuk


berinisiatif menyelesaikan masalah yang ada dalam pekerjaan
tanpa menunggu perintah atasan?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju

3. Saya diberikan kebebasan untuk dapat bertindak aktif dalam


melaksanakan pekerjaan ?
a. Sangat jelas
b. Jelas
c. Cukup jelas
d. Kurang jelas
e. Sangat tidak jelas

4. Saya diberikan kebebasan untuk berinovasi dalam menyelesaikan


pekerjaan.?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju

5. Standar kerja dikantor sudah dirumuskan dengan jelas ?


a. Sangat jelas
b. Jelas
c. Cukup jelas
d. Kurang jelas
e. Sangat tidak jelas
53

6. Saya memahami target/prestasi yang diharapkan Kantor dari


aparatur desa?
a. Sangat jelas
b. Jelas
c. Cukup jelas
d. Kurang jelas
e. Sangat tidak jelas
7. Koordinasi antar bagian di kantor sudah berjalan dengan baik?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
8. Tingkat kerja sama antar bagian sudah berjalan dengan baik?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
9. Atasan memberikan kemudahan berkomunikasi kepada aparatur
desa dalam melaksanakan pekerjaan?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
10. Atasan memberikan dukungan yang positif terhadap pekerjaan
yang anda lakukan?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
11. Atasan anda selalu melakukan pengawasan terhadap pekerjaan
yang anda lakukan
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
12. Atasan memberikan sanksi terhadap aparatur yang melanggar
aturan
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
13. Saya bangga menjadi bagian dari kantor saya
a. Sangat setuju
b. Setuju
54

c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
14. Saya memahami nilai-nilai yang menjadi pedoman perilaku aparatur
yang ada di kantor
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
15. Sistem imbalan memotivasi pegawai untuk meningkatkan prestasi
dalam bekerja
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
16. Imbalan yang diterima sesuai dengan prestasi Aparatur
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
17. Jika terjadi konflik atasan anda menyelesaikan konflik sampai
tuntas
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
18. Atasan memberikan kebebasan kepada anda untuk menyampaikan
kritik
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
19. Komunikasi antar unit yang ada di kantor sudah kondusif ?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
20. Kebijakan yang diambil atasan selalu disosialisasikan kepada para
aparatur ?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
55

Variabel Kualitas Pelayanan Pemerintahan (Y)

1. Saya selalu menyelesaikan pekerjaan yang diberikan atasan


kepada saya?
a. Sangat Mudah
b. Mudah
c. Ragu-ragu
d. Kurang Memahami
e. Sangat Tidak Memahami

2. Saya selalu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur ?


a. Sangat Mudah
b. Mudah
c. Ragu-ragu
d. Kurang Memahami
e. Sangat Tidak Memahami

3. Saya selalu menyelesaikan dengan cepat dan tepat?


a. Sangat Mudah
b. Mudah
c. Ragu-ragu
d. Kurang Memahami
e. Sangat Tidak Memahami

4. Saya menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan target yang ingin di


capai?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju

5. Saya memahami dan mengerti pekerjaan yang saya kerjakan?


a. Sangat Memahami
b. Memahami
c. Ragu-ragu
d. Kurang Memahami
e. Sangat Tidak Memahami

6. Saya selalu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu ?


a. Sangat Cepat
b. Cepat
c. Ragu-ragu
d. Kurang Cepat
e. Sangat Tidak Cepat

7. Apakah jumlah aparatur sudah mencukupi dalam menyelesaikan


pekerjaan?
a. Sangat Cukup
b. Cukup
56

c. Ragu-ragu
d. Kurang Cukup
e. Sangat Tidak Cukup

8. Apakah anggaran sudah mencukupi dalam pelaksanaan pekerjaan


di kantor?
a. Sangat Cukup
b. Cukup
c. Ragu-ragu
d. Kurang Cukup
e. Sangat Tidak Cukup

9. Apakah sarana prasarana sudah memadai untuk mendukung


pekerjaan di kantor ?
a. Sangat Memadai
b. Memadai
c. Ragu-ragu
d. Kurang Memadai
e. Sangat Tidak Memadai

10. Saya selalu mengerjakan pekerjaan secara individual?


a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju

11. Saya selalu bekerja dengan inisiatif tanpa menunggu perintah dari
pimpinan ?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang Setuju
e. Sangat Tidak Setuju

12. Saya selalu bersemangat dalam melaksankan pekerjaan yang di


perintahkan ataupun yang tidak di perintah?
a. Sangat Bersemangat
b. Bersemangat
c. Ragu-ragu
d. Kurang Bersemangat
e. Sangat Tidak Bersemangat

13. Saya selalu berpenampilan baik saat bekerja?


a. Sangat Baik
b. Baik
c. Ragu-ragu
d. Kurang Baik
e. Sangat Tidak Baik
57

14. Saya dapat bekerja sama dengan aparatur lain dan di bagian lain?
a. Sangat Mudah
b. Mudah
c. Ragu-ragu
d. Kurang Mudah
e. Sangat Tidak Mudah

Anda mungkin juga menyukai