Anda di halaman 1dari 59

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, KEBIASAAN SERTA

DUKUNGAN DARI APARAT DESA, TOKOH MASYARAKAT


DAN TOKOH AGAMA TERHADAP KEPEMILIKAN JAMBAN
SEHAT PADA MASYARAKAT PESISIR KAMPUNG BUGIS
KOTA TANJUNGPINANG
TAHUN 2017

Proposal
Karya Tulis Ilmiah

Oleh:
Fajar Surya Ramadhan. HR
NIM. PO 7233315 408

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINANG
PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
2018
LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, KEBIASAAN SERTA


DUKUNGAN DARI APARAT DESA, TOKOH MASYARAKAT
& TOKOH AGAMA YANG MEMPENGARUHI KEPEMILIKAN
JAMBAN SEHAT PADA MASYARAKAT PESISIR
KAMPUNG BUGIS KOTA TANJUNGPINANG
TAHUN 2017

Oleh:
Fajar Surya Ramadhan. HR
NIM. PO 7233315 408

PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH

Proposal ini telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing


Tanjungpinang, 23 Januari 2018

Pembimbing I Pembimbing II

Kholilah Samosir, SKM, M.Kes Indra Martias, SKM, MPH


NIP. 19780501 201012 2 001 NIP. 19780325 200604 1 003

i
LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, KEBIASAAN SERTA


DUKUNGAN DARI APARAT DESA, TOKOH MASYARAKAT
& TOKOH AGAMA YANG MEMPENGARUHI KEPEMILIKAN
JAMBAN SEHAT PADA MASYARAKAT PESISIR
KAMPUNG BUGIS KOTA TANJUNGPINANG
TAHUN 2017

Oleh:
Fajar Surya Ramadhan. HR
NIM. PO 7233315 408

PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian


guna memperoleh gelar Ahli Madya Kesehatan Lingkungan

Proposal ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Proposal KTI
Prodi DIII Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang

Tanjungpinang, 26 Januari 2017

1. Dora Herdiana, SKM, M.Epid Ketua Penguji 1.............................


NIP. 198306062008032003

2. Indra Martias, SKM, MPH Anggota 1 2.............................


NIP. 197803252006041003

3. Kholilah Samosir, SKM, M.Kes Anggota 2 3.............................


NIP. 197805012010122001

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 4
1.3 TujuanPenelitian ................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus.......................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ........................................................ 5
1.4.2 Manfaat Praktis......................................................... 5
1.5 Ruang Lingkup .................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Tentang Masyarakat Pesisir ................................. 7
2.1.1 Karakteristik Sosial Masyarakat Pesisir .................... 7
2.2 Tinjauan Tentang Jamban .................................................. 10
2.2.1 Defenisi Jamban ....................................................... 10
2.2.2 Syarat Jamban Sehat ............................................... 11
2.2.3 Hal yang Perlu dalam Pembuatan Jamban .............. 14
2.2.4 Jenis-Jenis Jamban .................................................. 15
2.2.5 Tangki Septik / Tangki Pembusukan ........................ 19
2.2.6 Tangki Pembusukan Untuk Wilayah Pasang Surut .. 20
2.3 Tinjauan Tentang Hubungan Tinja dan Kesehatan ............. 22
2.3.1 Parasit dalam Tinja ................................................... 22
2.3.2 Penyebaran Penyakit oleh Tinja ............................... 22
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Jamban ............. 27
2.4.1 Faktor yang Mempermudah ..................................... 27
2.4.2 Faktor Pemungkin .................................................... 30
2.4.3 Faktor Penguat ......................................................... 31
2.5 Kerangka Teori ................................................................... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Kerangka Konsep................................................................ 34
3.2 Hipotesis Penelitian............................................................. 34
3.3 Variabel Penelitian .............................................................. 35
3.4 Definisi Operasional ............................................................ 35

iii
3.5 Jenis dan Desain Penelitian ................................................ 36
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 36
3.6.1 Lokasi Penelitian ...................................................... 36
3.6.2 Waktu Penelitian....................................................... 36
3.7 Populasi dan Sampel .......................................................... 37
3.7.1 Populasi .................................................................... 37
3.7.2 Sampel ..................................................................... 37
3.8 Pengumpulan Data ............................................................. 40
3.8.1 Jenis Data ................................................................ 40
3.8.2 Sumber Data ............................................................ 40
3.8.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................... 41
3.8.4 Instrumen / AlatPengumpul Data .............................. 41
3.9 Pengolahan Data ................................................................ 42
3.10 Analisis Data ....................................................................... 43
3.10.1 Analisis Univariat ...................................................... 43
3.10.2 Analisis Bivariat ........................................................ 44
3.10.3 Analisis Multivariat .................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Beberapa penyakit menular pada manusia yang limbah


cair mungkin berperan sebagai reservoir atau sumber
infeksi .................................................................................. i
Tabel 3.1 Defenisi Operasional ........................................................... ii

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jamban Cubluk ............................................................... 17


Gambar 2.2 Jamban Air...................................................................... 18
Gambar 2.3 Jamban Leher Angsa ...................................................... 19
Gambar 2.4 Jalur Perpindahan Kuman Penyakit ................................ 26
Gambar 2.5 Pembuangan Tinja dan Limbah Cair .............................. 27
Gambar 2.6 Kerangka Teori ............................................................... 33
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................... 34

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan pembangunan sanitasi di Indonesia merupakan masalah

tantangan sosial-budaya, salah satunya adalah perilaku penduduk yang terbiasa

Buang Air Besar (BAB) di sembarangan tempat, khususnya ke badan air yang

juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya (Sari,

2011). Terkait BAB sembarangan Indonesia menduduki peringkat kedua atau

tepatnya di bawah India dengan lebih dari 51 juta orang penduduk Indonesia

masih melakukan praktik BAB sembarangan (UNICEF, 2015).

Masyarakat pesisir sebagian besar merupakan masyarakat nelayan

memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat lainnya Permasalahan

yang sering timbul di wilayah pesisir yakni rendahnya tingkat kesejahteraan

masyarakat dan rendahnya kualitas lingkungan. Keberadaan jamban merupakan

salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penciptaan kualitas lingkungan

yang sehat. Hal ini dikarenakan oleh limbah yang ditimbulkan dari jamban

tersebut apabila tidak dibuang pada tempat yang disediakan maka dapat

menurunkan kualitas dari lingkungan serta menimbulkan berbagai penyakit yang

berpengaruh pada kesehatan (Kasim, 2012).

Tinja atau kotoran manusia merupakan media sebagai tempat berkembang

dan berinduknya bibit penyakit menular (misal kuman/bakteri, virus dan cacing).

Apabila tinja tersebut dibuang di sembarang tempat, misal kebun, kolam, sungai,

dan lain-lain, maka bibit penyakit tersebut akan menyebar luas ke lingkungan,

dan akhirnya akan masuk dalam tubuh manusia, dan berisiko menimbulkan

1
2

penyakit pada seseorang dan bahkan bahkan menjadi wabah penyakit pada

masyarakat yang lebih luas sehingga, jamban merupakan sanitasi dasar penting

yang harus dimiliki setiap masayarakat (Daryanto, 2004).

Kepulauan Riau merupakan provinsi tertinggi kedua yang telah

menggunakan fasilitas jamban milik sendiri dan merupakan tertinggi kelima

dalam penggunaan tangki septik (Riskesdas, 2013). Kota Tanjungpinang

merupakan salah satu kota yang termasuk kedalam wilayah Provinsi Kepulauan

Riau. Dimana daerah Kelurahan Kampung Bugis merupakan bagian dari

Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang dimana sebagian besar

penduduknya yang merupakan masyarakat wilayah pesisir masih menggunakan

jamban cemplung tanpa memiliki fasilitas tangki septik sesuai dengan

persyaratan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun

2018 sebanyak 7856 penduduk (31,7%) Kelurahan Kampung Bugis belum

memiliki akses terhadap sanitasi yang layak. Sedangkan data Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat (STBM) Kota Tanjung Pinang Tahun 2018 menunjukan

bahwa sebanyak 756 KK (54,5%) di kampung Bugis belum memiliki fasilitas

jamban.

Pengetahuan merupakan variabel pertama yang diduga berhubungan

dengan kepemilikan jamban sehat. Dalam penelitian Kasim (2012) didapatkan

hasil sebanyak 22,7% masyarakat dengan pengetahuan yang baik

menggunakan jamban, sedangkan sebanyak 40,2% masyarakat dengan

pengetahuan yang buruk tidak memiliki jamban. Sikap merupakan variabel kedua

yang diduga berhubungan dengan kepemilikan jamban sehat. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Pebriani, dkk (2012) diperoleh hasil bahwa

sebanyak 55,2% masyarakat dengan sikap yang baik menggunakan jamban,


3

sedangkan sebanyak 81% masyarakat dengan sikap yang buruk tidak

menggunakan jamban. Kebiasaan merupakan variabel ketiga yang diduga

berhubungan dengan kepemilikan jamban sehat. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Kasim (2012) menunjukan bahwa sebanyak 62,1% masyarakat

dengan kebiasaan yang kurang baik tidak menggunakan jamban. Dukungan

Aparat Desa, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama merupakan faktor keempat

yang diduga berhubungan dengan kepemilikan jamban. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Pane (2009) menunjukan bahwa sebanyak 46,2%

masyarakat menggunakan jamban akibat dorongan dari aparat desa.

Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan pada 10 orang yang

masing – masing mewakili 1 KK di RW 1 Kelurahan Kampung Bugis, didapatkan

informasi bahwa keseluruhan warga yang tinggal di daerah pesisir tidak memiliki

fasilitas tangki septik. 8 orang responden beralasan bahwa lokasi pemukiman

yang langsung terhubung ke laut menyebabkan tidak adanya lahan bagi

penduduk untuk membangun tangki septik seperti yang ada di darat. 1 orang

responden beralasan bahwa kurangnya pendapatan yang menjadi masalah.

Sedangkan satu responden lagi berasalan bahwa tindakan BAB sembarangan di

laut sudah merupakan kebiasaan bagi masyarakat setempat yang memang

sudah lazim untuk dilakukan demikian. Berdasarkan hasil survei tersebut, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Pengetahuan,

Sikap, Kebiasaan serta Dukungan dari Aparat Desa, Tokoh Masyarakat & Tokoh

Agama yang mempengaruhi kepemilikan jamban sehat pada Masyarakat Pesisir

Kampung Bugis Kota Tanjungpinang Tahun 2017”.


4

1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah terdapat

hubungan antara Pengetahuan, Sikap, Kebiasaan serta Dukungan dari Aparat

Desa, Tokoh Masyarakat & Tokoh Agama yang mempengaruhi kepemilikan

jamban sehat pada Masyarakat Pesisir Kampung Bugis Kota Tanjungpinang

Tahun 2017”

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui . hubungan antara Pengetahuan, Sikap, Kebiasaan serta

Dukungan dari Aparat Desa, Tokoh Masyarakat & Tokoh Agama yang

mempengaruhi kepemilikan jamban sehat pada Masyarakat Pesisir Kampung

Bugis Kota Tanjungpinang Tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan, sikap, kebiasaan

masyarakat dan dukungan dari aparat desa, tokoh masyarakat dan

tokoh agama dalam kepemilikan jamban sehat oleh masyarakat

Kampung Bugis tahun 2018.

2) Diketahuinya hubungan pengetahuan masyarakat terhadap

kepemilikan jamban sehat oleh masyarakat Kampung Bugis tahun

2018.

3) Diketahuinya hubungan sikap masyarakat terhadap kepemilikan

jamban sehat oleh masyarakat Kampung Bugis tahun 2018.


5

4) Diketahuinya hubungan kebiasaan masyarakat terhadap

pemanfaatan jamban sehat oleh masyarakat Kampung Bugis tahun

2018.

5) Diketahuinya hubungan dukungan dari aparat desa, tokoh

masyarakat dan tokoh agama terhadap pemanfaatan jamban sehat

oleh masyarakat Kampung Bugis tahun 2018.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan referensi Ilmu

Kesehatan Lingkungan pada Sanitasi Pemukiman.

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai bahan evaluasi dan masukan untuk meningkatkan

pengetahuan masyarakat dalam penggunaan jamban.

2) Bagi masyarakat, memberikan informasi tentang pentingnya

berperilaku untuk hidup bersih dan sehat terhadap kebiasaan buang

air besar.

3) Bagi peneliti, sebagai bentuk pengalaman nyata dalam menerapkan

konsep teori dengan riset di lapangan dan sebagai bahan informasi

dalam memperluas atau memperkaya wawasan bagi peneliti maupun

pembaca atau pemerhati kesehatan masyarakat khususnya tentang

berperilaku hidup bersih dan sehat terhadap kebiasaan buang air

besar.
6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Masalah yang diteliti adalah pengetahuan, sikap, kebiasaan masyarakat

dan dukungan dari aparat desa, tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam

rendahnya kepemilikan jamban sehat dengan memakai kuesioner untuk

menentukan adanya pemanfaatan jamban sehat di RW I Kelurahan Kampung

Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang Tahun 2018.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan

desain cross sectional. Analisa yang dipakai pada penelitian ini adalah analisa

univariat dan analisa bivariat. Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini

adalah rendahnya kepemilikan jamban sehat sedangkan variabel bebas

(independen) adalah pengetahuan, sikap, kebiasaan masyarakat dan dukungan

keluarga di RW I Kelurahan Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota,

Kota Tanjungpinang Tahun 2018.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Masyarakat Pesisir

2.1.1 Karakteristik Sosial Masyarakat Pesisir

Secara sosiologis, karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan

karakteristik masyarakat agraris karena perbedaan karakteristik sumber daya

yang dihadapi. Masyarakat agraris yang direpresentasi oleh kaum tani

mengadapi sumber daya yang terkontrol, yakni pengelolaan lahan untuk produksi

suatu komoditas dengan hasil yang relatif bisa diprediksi. Karakteristik tersebut

berbeda dengan sama sekali dengan nelayan. Nelayan menghadapi sumber

daya yang hingga saat ini masih bersifat akses terbuka (open access).

Karakteristik sumber daya seperti ini menyebabkan nelayan mesti berpindah-

pindah untuk memperoleh hasil maksimal, yang dengan demikian elemen resiko

menjadi sangat tinggi. Kondisi sumber daya yang beresiko tersebut

menyebabkan nelayan memiliki karakter keras, tegas dan terbuka (Satria, 2015).

Lebih lanjut Satria (2015) membagi karakteristik sosial masyarakat pesisir

dalam beberapa aspek sebagai berikut.

1) Sistem Pengetahuan

Pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan umumnya didapatkan

dari warisan orang tua atau pendahulu mereka berdasarkan

pengalaman empiris. Kuatnya pengetahuan lokal tersebutlah yang

menjadi salah satu faktor penyebab terjaminnya kelangsungan hidup

mereka sebagai nelayan. Pada masyarakat suku laut, sistem

pengetahuan tradisional nelayan suku laut terhadap lingkungan

7
8

hidupnya cukup tinggi. Hanya saja, karena belum dibarengi dengan

pengetahuan modern tentang dunia luar, kebanyakan nelayan kurang

mampu memanfaatkan peluang-peluang yang tersedia dibanding

masyarakat miskin lainnya. Cukup banyak pengetahuan tradisional

nelayan suku laut yang bersifat positif dan perlu dikembangkan

seperti pengetahuan tentang kondisi dan rahasia alam yang berkaitan

dengan musim ikan, tingkah laku organisme laut, dan berbagai

keterampilan tradisional. Pengetahuan lokal (indigenous knowledge)

tersebut merupakan kekayaan intelektual mereka yang hingga kini

terus di pertahankan.

2) Sistem Kepercayaan

Secara teologis, nelayan masih memiliki kepercayaan cukup kuat

bahwa laut memiliki kekuatan magis, sehingga diperlukan perlakuan-

perlakuan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan agar

keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin. Sistem

kepercayaan tersebut hingga saat ini masih mencirikan kebudayaan

nelayan. Namun, seiring perkembangan teologis berkat

meningkatnya tingkat pendidikan atau intensitas pendalaman

terhadap nilai-nilai agama, upacra-upacara tersebut bagi sebagian

kelompok nelayan hanyalah sebuah ritualisme. Maksudnya, suatu

tradisi yang terus menerus dipertahankan meskipun telah kehilangan

makna sesungguhnya. Jadi, tradisi tersebut dilangsungkan hanya

sebagai salah satu instrumen stabilitas sosial dalam komunitas

nelayan.
9

3) Peran Perempuan

Aktivitas ekonomi perempuan merupakan gejala yang sudah umum

bagi kalangan masyarakat strata bawah, tak terkecuali perempuan

yang berstatus sebagai istri nelayan. Istri nelayan umumnya, selain

banyak bergelut dengan urusan domestik rumah tetangga, juga tetap

menjalankan fungsi-fungsi ekonomi, baik dalam kegiatan

penangkapan di perairan dangkal (seperti beachseine), pengolahan

ikan, maupun kegiatan jasa dan perdagangan. Memang istri nelayan

pada umumnya hanya menjalankan fungsi domestik dan ekonomi,

dan tidak sampai pada wilayah sosial politik. Namun, kalau dicermati

sebenarnya istri nelayan juga kreatif dalam menciptakan pranata-

pranata sosial yang penting bagi stabilitas sosial pada komunitas

nelayan. Karena itu, peran sosial istri nelayan tersebut tidak bisa

dipandang kecil.

4) Posisi Sosial Nelayan

Posisi sosial nelayan dalam masyarakat juga menarik dicermati baik

secara kultural maupun struktural. Hal ini disebabkan di kebanyakan

masyarakat nelayan memiliki status yang relatif rendah. Rendahnya

status sosial nelayan salah satunya disebabkan oleh keterasingan

nelayan. Keterasingan tersebut mengakibatkan masyarakat non

nelayan tidak mengetahui lebih jauh bagaimana dunia nelayan itu

serta sedikitnya waktu dan kesempatan nelayan untuk berinteraksi

dengan masyarakat lainnya. tentu, ini disebabkan banyaknya alokasi

waktu nelayan untuk kegiatan penangkapan ikan daripada untuk

bersosialisasi dengan masyarakat non nelayan yang memang secara


10

geografis lebih jauh dari pantai. Nelayan tradisional pun tidak mampu

berbuat apa-apa atas produk perundangan yang merugikan mereka.

Selain tidak bisa berbuat banyak terhadap produk kebijakan yang

diambil pemerintah, secara empiris nelayan juga tidak mampu

berbuat banyak menghadapi praktik-praktik perikanan dan non

perikanan yang di wilayah pesisir yang ternyata sangat mengganggu

aktivitas mereka.

2.2 Tinjauan Tentang Jamban

2.2.1 Defenisi Jamban

Jamban merupakan tempat yang aman dan nyaman untuk digunakan

sebagai tempat buang air besar. Berbagai jenis jamban yang digunakan di rumah

tangga, sekolah, rumah ibadat, dan lembaga-lembaga lain (WSP-EAP, 2009).

Pembuangan tinja merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan

yang harus memenuhi sanitasi dasar bagi setiap individu. Pembuangan kotoran

yang baik harus dibuang ke dalam tempat penampungan kotoran yang disebut

jamban. Jamban atau tempat pembuangan kotoran adalah suatu bangunan yang

dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut

kakus/WC dan memenuhi jamban sehat dan baik (Yusuf, 2013).

Setiap individu harus menggunakan jamban untuk buang air besar.

Penggunaan jamban akan bermanfaat untuk menjaga lingkungan bersih, sehat,

dan tidak berbau. Jamban mencegah pencemaran sumber air yang ada

disekitarnya. Jamban juga tidak mengundang datangnya lalat atau serangga

yang dapat menjadi penular penyakit diare, kolera disentri, typus, kecacingan,

penyakit saluran pencernaan, penyakit kulit dan keracunan (Yusuf, 2013).


11

2.2.2 Syarat Jamban Sehat

Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit.

Jamban sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan

penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh

penghuni rumah (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 2014).

Lebih lanjut, syarat-syarat jamban sehat adalah sebagai berikut.

a) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)

Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai

dari gangguan cuaca dan gangguan lainnya (Permenkes No. 3 Tahun

2014). Bagian ini secara utuh terdiri dari bagian atap, rangka, dan

dinding. Namun dalam prakteknya, kelengkapan bangunan ini

disesuaikan dengan kemampuan dari masyarakat di daerah tersebut

(WSP-EAP, 2009). Lebih rinci, WSP-EAP (2009) mengemukakan

bagian-bagian tersebut.

‐ Atap memberikan perlindungan kepada penggunanya dari sinar

matahari, angin dan hujan. Dapat dibuat dari daun, genting, seng,

dan lain-lain.

‐ Rangka digunakan untuk menopang atap dan dinding. Dibuat dari

bambu, kayu, dan lain-lain.

‐ Dinding adalah bagian dari rumah jamban. Dinding memberikan

privasi dan perlindungan kepada penggunanya. Dapat dibuat dari

daun, gedek/ anyaman bambu, batu bata, seng, kayu, dan lain-

lain.
12

b) Bangunan Tengah jamban

Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban berdasarkan

Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014, yaitu:

‐ Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter

dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana

(semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa,

tetapi harus diberi tutup.

‐ Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan

mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem

Pembuangan Air Limbah (SPAL).

Sedangkan dalam WSP-EAP (2009) bagian tengah jamban terdiri

dari :

‐ Slab menutupi sumur tinja (pit), dan dilengkapi dengan tempat

berpijak. Slab dibuat dari bahan yang cukup kuat untuk menopang

penggunanya. Bahan-bahan yang digunakan harus tahan lama

dan mudah dibersihkan seperti kayu, beton, bambu dengan tanah

liat, pasangan bata dan sebagainya.

‐ Tempat abu atau air adalah wadah untuk menyimpan abu

pembersih atau air. Penaburan sedikit abu ke dalam sumur tinja

(pit) setelah digunakan akan mengurangi bau, mengurangi kadar

kelembaban dan membuatnya tidak menarik bagi lalat untuk

berkembang biak. Air dan sabun dapat digunakan untuk mencuci

tangan dan membersihkan bagian yang lain.


13

c) Bangunan Bawah

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 dijelaskan

bahwa bangunan bawah merupakan bangunan penampungan,

pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang berfungsi mencegah

terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui vektor

pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:

‐ Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai

penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian

padat dari kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik,

sedangkan bagian cairnya akan keluar dari tangki septik dan

diresapkan melalui bidang/sumur resapan. Jika tidak

memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter untuk

mengelola cairan tersebut.

‐ Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah

padat dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan

meresapkan cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak

mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari limbah

tersebut akan diuraikan secara biologis.

Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi empat, dindingnya

harus aman dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk

diperkuat dengan pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman

bambu, penguat kayu, dan sebagainya.


14

2.2.3 Hal Yang Perlu Dalam Pembangunan Jamban

WSP-EAP (2009) menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan

dalam pembuatan jamban. Apapun jenis jamban sehat yang dapat memutuskan

hubungan antara tinja dan lingkungan akan bermanfaat bagi penggunanya. Oleh

karena itu, membangun dan menggunakan jamban merupakan langkah

terpenting yang harus diambil. Guna mendapatkan lebih banyak manfaat dan

kenyamanan pada penggunaan jamban, dapat diperhatikan hal-hal berikut ini:

1) Pertimbangan untuk bangunan bagian atas:

‐ Sirkulasi udara yang cukup

‐ Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca, pada musim

panas dan hujan

‐ Kemudahan akses di malam hari

‐ Bangunan menghindarkan pengguna terlihat dari luar/ pandangan

dari luar

‐ Disarankan untuk menggunakan bahan lokal

‐ Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk

cuci tangan

2) Pertimbangan untuk bangunan bagian tengah:

‐ Terdapat penutup pada lubang sebagai pelindung terhadap

gangguan serangga atau binatang lain

‐ Dudukan jamban/slab penutup dibuat dengan memperhatikan

keamanan pengguna (tidak licin, runtuh dan terperosok ke dalam

lubang penampungan tinja, dsb.)

‐ Bangunan melindungi dari kemungkinan terciumnya bau yang

tidak sedap, yang berasal dari tinja dalam lubang penampungan


15

‐ Mudah dibersihkan dan dipelihara

‐ Diutamakan menggunakan bahan lokal

‐ Ventilasi udara cukup

3) Pertimbangan untuk bangunan bagian bawah:

‐ Ketinggian muka air tanah

‐ Daya resap tanah (jenis tanah)

‐ Jenis bangunan, jarak bangunan dan kemiringan letak bangunan

terhadap sumber air minum (lebih baik di atas 10 m)

‐ Kepadatan penduduk (ketersediaan lahan)

‐ Umur pakai (kemungkinan pengurasan, kedalaman lubang/

kapasitas)

‐ Diutamakan dapat menggunakan bahan lokal

‐ Bangunan yang permanen dilengkapi dengan manhole

2.2.4 Jenis-Jenis Jamban

Dalam buku karangan Soeparman & Suparmin (2002) menjelaskan bahwa

ada beberapa tipe jamban yang bisa digunakan oleh masyarakat karena telah

memenuhi beberapa persyaratan ditinjau dari berbagai aspek oleh penulis antara

lain.

1) Perkembangbiakan lalat pada tinja.

2) Tutup lubang.

3) Aspek teknik.

4) Aspek manusia.

5) Aspek biaya.

6) Evaluasi dan pemilihan sistem pembuangan tinja.

7) Teknik pembuangan tinja dan sistem jamban.


16

Jenis jamban yang telah memenuhi persyaratan tersebut antara lain.

1) Jamban Cubluk

Jamban cubluk terdiri dari lubang dalam tanah yang digali dengan

tangan, dilengkapi dengan lantai tempat berjongkok dan dibuat rumah

jamban diatasnya. Lubang berfungsi untuk mengisolasi dan menyimpan

tinja manusia sedemikian rupa sehingga bakteri yang berbahaya tidak

dapat berpindah ke inang yang baru. Lubang biasanya berbentuk bulat

atau bujur sangkar untuk instalasi jamban keluarga dan empat persegi

panjang untuk jamban umum. Lubang mempunyai diameter atau panjang

sisi yang bervariasi dari 90 sampai 120 cm. Jamban umum dengan lubang

berbentuk empat persegi panjang biasanya berukuran lebar 90 – 100 cm

dan panjangnya bergantung pada jumlah lubang pemasukan tinja.

kedalaman lubang sekitar 2,5 meter, tetapi dapat bervariasi, dari 1,8 meter

sampai 5 meter. Penentuan volume dan ukuran lubang jamban untuk

periode penggunaan tertentu perlu memperhatikan tipe lubang yang

dipakai, apakah tipe lubang basah yang menembus permukaan air tanah

atau lubang kering yang tidak menembus permukaan air tanah.

Pada tanah yang mudah runtuh, dinding lubang perlu diperkuat

dengan pasangan bata, batu kali atau anyaman bambu. lantai jamban

harus dibuat dari bahan yang kuat, tahan lama, kedap air dengan

permukaan yang keras atau susunan kayu yang diisi dengan campuran

semen. Rumah jamban perlu dibuat mempertahankan persyaratan yang

menyangkut faktor ukuran, ventilasi, pencahayaan serta kebersihan. Bahan

untuk rumah jamban disesuaikan dengan biaya yang tersedia. Dindingnya


17

dapat dibuat dari pasangan bata, kayu atau bambu. Atapnya dapat dibuat

dari seng, genting, sirap atau ilalang.

Gambar 2.1 Jamban Cubluk

(Sumber : Dunggio, 2012)

2) Jamban Air

Jamban air terdiri dari sebuah tangki berisi air, didalam nya terdapat

pipa pemasukan tinja yang tergantung pada lantai jamban. Tinja dan air

seni jatuh melalui pipa pemasukan ke dalam tangki dan mengalami

dekomposisi anaerobik, seperti pada tangki pembusukan. Lumpur hasil

dekomposisi, yang hanya mengandung sekitar 25% dari volume tinja yang

dimasukan, akan berakumulasi dalam tangki dan harus dipindahkan secara

berkala.

Ukuran tangki jamban air bervariasi sesuai dengan jumlah orang

yang akan menggunakan. Kapasitas tangki untuk jamban air keluarga


18

setidaknya tidak kurang dari 1 m3 untuk periode pengurasan enam tahun

atau lebih. Untuk jamban umum kapasitas tangki dapat dibuat dengan

pedoman angka 115 liter perorang dikalikan jumlah maksimum pemakai.

Kedalaman cairan dalam tangki dapat dibuat antara 1,0 dan 1,5 m. Efluen

limoahan dari tangki yang potensial mengandung bakteri patogen serta

telur cacing parasit harus diresapkan kedalam tanah melalui sumur atau

parit resapan.

Gambar 2.2 Jamban Air

(Sumber : Soeparman & Suparmin, 2002)

3) Jamban Leher Angsa

Jamban leher angsa terdiri dari lantai beton biasa yang dilengkapi

leher angsa. Slab itu dapat langsung dipasang diatas lubang galian, lubang

hasil pengeboran atau tangki pembusukan. Satu sampai tiga liter air cukup

untuk menggelontor tinja kedalam lubang. Dengan adanya sekat air pada

leher angsa, lalat tidak akan mencapai bahan yang terdapat pada lubang

jamban, dan bau tidak akan keluar dari lubang itu.


19

Gambar 2.3 Jamban Leher Angsa

(Sumber : Dunggio, 2012)

2.2.5 Tangki Septik / Tangki Pembusukan

Soeparman & Suparmin (2002) menjelaskan bahwa tangki pembusukan

merupakan unit sarana yang terdiri dari sebuah tangki pengendapan yang

tertutup. Limbah cair kasar di masukan kedalamnya melalui saluran limbah cair

bangunan. Proses yang terjadi didalam tangki pembusukan merupakan

pengolahan tahap pertama, sedangkan sedangkan yang terjadi di bidang

peresapan efluen merupakan pengolahan tahap kedua.

Kapasitas tangki pembusukan ditentukan dengan mempertimbangkan

faktor berikut.

1) Volume aliran air limbah cair rata-rata perhari.

2) Waktu penahanan, 1-3 hari, biasanya 24 jam.


20

3) Volume ruang penyimpanan lumpur yang cukup besar, untuk

pengurasan setiap 2-3 tahun.

Volume aliran limbah cair rata-rata perhari tergantung pada konsumsi air

rata-rata di daerah bersangkutan. Pada umumnya, daerah pedesaan lebih

rendah daripada daerah perkotaan. Untuk daerah pedesaan, angka volume

aliran limbah cair rata-rata perhari sebesar 100 liter/orang. Untuk tangki

pembusukan perumahan yang terdiri dari satu ruangan, kapasitas efektif

setidaknya kurang dari 1900 liter.

2.2.6 Tangki Pembusukan untuk Wilayah Pasang Surut

Soeparman & Suparmin (2002) dalam bukunya menjelaskan bahwa ada

dua tipe tangki septik yang bisa digunakan di wilayah pasang surut seperti

daerah pesisir antara lain.

1) Pinastik

Pinastik adalah singkatan dari pipa tuntas septik. Konstruksi pinastik

terdiri dari bagian utama berupa pipa pralon atau pipa dari bahan lain yang

ringan, dengan diameter minimal 15 cm. Panjang pipa disesuaikan dengan

ukuran rumah apung. Kedua ujung pipa ditutup dengan L (elbow). Ujung

muka dihbungkan dengan leher angsa dari kakus atau pembuang limbah

cair rumah tangga lainnya. Ujung belakang diberi lubang pengeluaran air

(outlet) pada ketinggian air di dalam pipa, yakni pada kedalaman 0,8-0,9

kali diameter pipa. Pada jarak 0,5-1 m dan 2,5-3 m dari ujung muka dibuat

dibuat cabang pipa kebawah yang ditutup di bagian bawahnya untuk

menampung lumpur hasil penguraian dalam tangki pembusukan. Pada

jarak 0,5-1 m dari cabang pipa dibawah dibuat percabangan keatas yang

dihubungkan dengan pipa ventilasi, untuk menangkap bahan terapung.


21

Pada jarak 0,5 meter dari ujung B dibuat sekat yang dibagian tengahnya

berlubang dengan diamater 1-2 cm, untuk menahan agar kotoran yang

mengapung tidak lolos ke bagian belakang.

2) Tripikon-S

Istilah Tripikon-S, yang diperkenalkan sejak tahun 1991, merupakan

singkatan dari Tri (tiga) Pi-pa Kon-sentris ‒ S-eptik, yang menggambarkan

konstruksi alat yang terdiri dari tiga buah pipa konsesntris. Konstruksi

Tripikon-S berupa tiga buah pipa pralon dengan ukuran yang berbeda,

yang dipasang sedemikian rupa sehingga sumbu-sumbunya berimpit. Pipa

yang terletak paling dalam berupa pipa kecil dengan diameter 5 cm yang

dihubungkan dengan leher angsa dari jamban rumah tangga. Panjang pipa

itu harus cukup, sehingga ujungnya berada di bagian bawah bagian limbah

yang mengapung (scum). Di luar pipa kecil dipasang pipa sedang yang

berdiameter 15-25 cm. Dalam pipa itu terjadi perombakan limbah rumah

tangga. Pada bagian bawah pipa sedang, pada jarak 10 – 20 cm dari

dasar, dibuat lubang-lubang berdiameter 1 cm untuk jalan air dan pada

ujung bawah dibuat celah-celah sebesar 1-2 cm yang mengelilingi pipa

untuk keperluan pengurasan lumpur tinja. Pipa terluar atau pipa besar

berdiameter 20-30 cm merupakan pipa peluap. Celah antara pipa sedang

dan pipa besar minimum 1 m dan bagian atasnya harus selalu berada di

permukaan air pasang tertinggi. Ukuran pipa ditentukan oleh volume beban

limbah dan keadaan pasang surut serta permukaan tanah di lapangan.


22

2.3 Tinjauan Tentang Hubungangan Tinja Dengan Kesehatan

2.3.1 Parasit Dalam Tinja

Tinja dapat mengandung berbagai macam jasad hidup bersifat parasit

seperti bakteri, protozoa, cacing dan virus diantaranya banyak yang pathogen

dan beracun, hal ini lebih dimungkinkan apabila manusia penghasil tinja tersebut

sedang menderita penyakit atau berbagai karier penyakit yang dapat ditularkan

oleh tinja (Dunggio, 2012).

Spesies protozoa yang terdapat dalam tinja dan sering kali menimbulkan

penyakit adalah Balantidium coli, entamoeba histoliticia dan giardia lamblia. Jenis

cacing pathogen antara lain ancyclostoma duandenale, ascaris lumbricoide,

taenia trichiura. Sedangkan virus yang terdapat dalam tinja, satu gram tinja dapat

mengandung 10 partikel virus yang infektif, walapun tidak dapat memperbanyak

diri diluar sel penjamu yang cocok, virus yang diekskresikan mungkin dapat hidup

selama berminggu-minggu di lingkungan, terutama bila temperaturnya rendah

(<15º C). Tinja yang dihasilkan manusia setiap hari (antara 125 – 300 gram)

terkandung 300 milyar bakteri golongan coli. Tinja manusia tanpa air seni setiap

hari per orang kira-kira (antara 135-270 gram) mengandung kira-kira 1 kali 10

organisme koliform kemungkinan pathogen baik virus maupun bakteri (Dunggio,

2012).

2.3.2 Penyebaran Penyakit oleh Tinja

Tinja merupakan sisa-sisa makanan dan minuman yang telah mengalami

proses pencernaan dalam tubuh manusia dan dikeluarkan dari tubuh melalui

anus, maka penyakit-penyakit yang penyebarannya berasal dari tinja sebagian

besar terdiri dari penyakit saluran pencernaan (Dunggio, 2012).


23

Dunggio (2012) menyebutkan bahwa penyakit infeksi erat hubungannya

dengan pembuangan tinja yang tidak memenuhi aturan kesehatan yaitu :

1) Infeksi bakteri : Salmonela tyhpi, vibrio cholera, disentri basiler,

miscellaneous, diarrhoeas, dan gastro enteritis.

2) Infeksi virus : Hepatitis, infectiosa, polio mielitis.

3) Infeksi protozoa : Disentri amoeba.

4) Infeksi cacing : Ascaris, schistosomiasis, cacing tambang.

Menurut Anderson dan Arnstein Wagner E.G, & J.N. Lonoix (1958) dalam

buku Soeparman & Suparmin (2002), terjadi proses penularan penyakit

diperlukan faktor sebagai berikut :

1) Kuman penyebab penyakit

2) Sumber infeksi dari kuman penyebab penyakit

3) Cara keluar dari sumber

4) Cara berpindah dari sumber ke inang (host) baru yang potensial

5) Cara masuk ke inang yang baru

6) Inang yang peka (susceptible)


24

Tabel 2.1 Beberapa penyakit menular pada manusia yang limbah


cair mungkin berperan sebagai reservoir atau sumber
infeksi

Penyakit Daerah Kuman Cara


Kejadian Penyebab dan Pemindahan
Reservoir
Amoebiasis : Di seluruh Entamoeba Lewat air,
Suatu penyakit dunia, sering histolytica : pemindahan
Usus menyerang 50% Sejenis segar dari
atau lebih protozoa yang tangan ke mulut,
penduduk di dikeluarkan dari sayur-sayuran
daerah yang tubuh manusia yang
kekurangan lewat tinja terkontaminasi,
fasilitas, lalat dan tangan
khususnya di penjamah
negeri tropis makanan yang
ada tanahnya
Ascariasis: Di seluruh dunia Ascaris Dengan
Suatu penyakit Dengan lumbricoides: pemindahan
Usus frekuensi Sejenis cacing secara langsung
terbesar di gelang yang maupun tidak
negeri tropis dikeluarkan dari langsung telur -
yang banyak tubuh manusia telur yang
hujan/lembab, lewat tinja berembrio
prevalensinya dengan infeksi
bias 50% dari tanah ke
mulut atau
dipindahkan
oleh debu
Kolera: Endemis di India Vibrio cholerae: Paling bisa
Suatu infeksi dan Banglades, Sejenis bakteri melalui air,
sistemik yang dimana ia yang tetapi juga
akut menyebar dikeluarkan melalui
dalam bentuk dari tubuh makanan, lalat
epidemic manusia lewat dan makanan
dari waktu ke tinja dan yang
waktu, strain E1 muntahan terkontaminasi
Tor, endemis di
Pasifik Selatan,
Asia dan Timur
Tengah
25

Penyakit cacing Endemis secara Necator Larva dalam


tambang Luas di americanus dan tanah yang
(hookworm kebanyakan Ancylostoma lembab/basah
disease) : suatu negeri tropis duodenale: dan hangat
infeksi saluran dan subtropis, Nematode yang menembus kulit,
usus oleh termasuk dikeluarkan biasanya kulit
cacing peghisap Negara - negara lewat tinja kaki
darah di Amerika, manusia yang
daerah terinfeksi
Mediterania,
dan Asia
Shigellosis: Di seluruh Dua puluh tujuh Dengan kontak
Penyakit bagian serotype dari lagsung melalui
intestinal yang dari dunia, genus shigella: tinja,
akut daerah Sejenis bakteri pemindahan
Kutub Utara, yang melalui mulut,
daerah iklim dikeluarkan tetapi juga
sedang, dan lewat tinja melalui
daerah tropis manusia yang makanan, alat,
terinfeksi dan tanah yang
terkontaminasi
Tifus (typhoid Tersebar di Salmonella Sarana
fever) : Suatu seluruh dunia typhi: Suatu penyebaran
penyakit dan merupakan basil yang yang utama
usus penyakit biasa dikeluarkan adalah air dan
di Timur jauh, lewat tinja dan makanan yang
Timur Tengah, urine manusia terkotaminasi;
Eropa Timur, yangterinfeksi sayur-mayur
Amerika yang tumbuh
Tengah, dan pada tanah
Amerika yang
Selatan, serta terkontaminasi
Afrika merupakan
faktor yang
penting di
beberapa
negeri,
seperti halnya
lalat
Sumber : Soeparman & Soeparmin, 2002

Pola penyakit yang bersumber dari tinja ini perlu untuk diketahui, guna

memutuskan mata rantai penularannya. Adapun penyebaran penyakit tersebut

lingkungan merupakan komponen utamanya. Proses perpindahan kuman

penyakit dari tinja sebagai pusat infeksi sampai ke inang baru yaitu dari anus
26

seseorang ke tubuh orang lain (sebagai inang baru) melalui perantara air,

tangan, serangga, tanah, makanan, minuman (susu) dan sayuran.

Gambar 2.4 Jalur Perpindahan Kuman Penyakit dari Tinja ke Penjamu

yang Baru

(Sumber : Soeparman & Suparmin 2002)

Pembuangan tinja secara saniter (pembuangan tinja dijamban yang sehat)

akan memutuskan mata rantai penularan penyakit karena dapat menghilangkan

ke empat faktor dari enam faktor tersebut dan merupakan penghalang sanitasi

(sanitarian barrier), yaitu penghalang kuman penyakit dari tinja ke inang baru

yang potensial seperti pada gambar 2.4.


27

Gambar 2.5 Pembuangan Tinja dan Limbah Cair Yang Saniter Sebagai

Penghalang Perpindahan Kuman Penyakit dari Tinja Ke

Penjamu Yang Potensial

(Sumber : Soeparman & Suparmin 2002)

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Jamban

Menurut Green (2000) perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan

dimana kesehatan itu dipengaruhi dua faktor pokok yaitu faktor perilaku dan

faktor diluar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor yaitu

faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor pemungkin.

2.4.1 Faktor yang Mempermudah (Predisposising Factor)

Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang mendorong

terjadinya suatu perilaku yang terwujud dalam umur, pengetahuan, sikap, jenis

kelamin, pendidikan, nilai dan kebiasaan.


28

1) Umur

Semakin bertambah umur seseorang, maka semakin matang pula

cara berfikir seseorang tersebut, sehingga termotivasi untuk

menggunakan / memanfaatkan jamban. Sebaliknya semakin muda

umur seseorang, semakin tidak mengerti arti pentingnya BAB di

jamban sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit diare. Pada

usia madya seseorang akan lebih banyak menghabiskan hidupnya

untuk membaca, mempersiapkan kesuksesan sebelum usia tua

(Dunggio, 2012).

2) Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tau

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

hidung, telinga dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui indera pendengaran telinga dan indera

penglihatan mata, pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan

pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang

suatu objek tertentu termasuk ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari

pengetahuan yang diketahui oleh manusia (Notoatmojo, 2012).

3) Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan factor pendapat dan emosi yang

bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak

baik, sebagainya) (Notoatmodjo, 2012).


29

4) Jenis Kelamin

Jenis kelamin dengan gender memiliki arti yang berbeda, yaitu “jenis

kelamin” adalah atribut-atribut fisiologis dan anatomis yang

membedakan antara laki-laki dan perempuan, sedangkan “gender”

dipakai untuk menunjukan perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan

perempuan yang di pelajari. Gender merupakan bagian dari sistem

sosial, seperti status sosial, usia, dan etnis, itu adalah faktor penting

dalam menentukan peran, hak, tanggung jawab dan hubungan antara

pria dan wanita. Penampilan, sikap, kepribadian tanggung jawab

adalah perilaku yang akan membentuk gender (Wade dan Tavris,

2007)

5) Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu pembentukan watak berupa sikap

disertai dengan kemampuan dalam ketrampilan, pengetahuan, dan

kecerdasan. Di Indonesia pendidikan formal dimulai dari SD hingga

Perguruan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga,

semakin mudah menyerap informasi yang didapat guna menanggapi

masalah yang di hadapi (Murwati, 2012).

6) Nilai

Nilai merupakan bagian utama dari sikap dan perilaku yang berfungsi

untuk mempengaruhi persepsi. Menurut Sholeh (2002) nilai dapat

digambarkan seperti halnya seseseorang yang berada di lingkungan

sosial dengan ide ide yang dimiliki sebelumnnya mengenai apa “yang

seharusnya” dan “tidak seharusnya” dilakukan akan mempengaruhi

sebuah perilaku.
30

7) Kebiasaan

Kebiasaan adalah tingkah laku masyarakat yang dilakukan berulang-

ulang mengenai suatu hal yang sama, yang dianggap sebagai aturan

hidup. Masyarakat memiliki kebebasan, tanggung jawab, dan

kesanggupan untuk merancang ulang kehidupannya melalui tindakan

yang di pilihnya. Berlangsungnya suatu kebiasaan itu sendiri, di

batasi oleh waktu, situasi, dan tempat atau daerah (Burhanudin,

2004).

2.4.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor pemungkin yaitu faktor- faktor yang memudahkan individu atau

populasi untuk merubah perilaku dan lingkungan mereka tinggal. Beberapa faktor

pemungkin antara lain :

1) Pendapatan

Tingkat pendapatan yang tinggi memungkinkan seseorang untuk

memanfaatkan pelayanan kesehatan yang baik jika dibandingkan

dengan seseoarang berpenghasilan rendah yang cenderung kurang

memanfaatkan pelayanan kesehatan serta pemeliharaan kesehatan

untuk membeli obat ataupun untuk ongkos transportasi yang dirasa

berat (Notoatmodjo, 2007).

2) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan aktivitas utama yang dilakukan sseorang untuk

mencapai tujuan tertentu yang dapat menunjang kehidupannya.

Pekerjaan dapat mempengaruhi waktu yang di miliki seseorang untuk

memperoleh informasi, termasuk informasi tentang kesehatan.

Apabila informasi yang didapatakan cukup, maka seseorang akan


31

mempunyai pengetahuan yang cukup pula dan kemudian di

aplikasikan ke dalam tindakan nyata.

3) Kepemilikan Jamban

Kepemilikan jamban merupakan faktor pemungkin (factor enabling)

perilaku kesehatan, karena tersedianya jamban sebagai salah satu

fasilitas keluarga memungkinkan tiap anggota keluarga menggunaan

jamban sehingga menjadi kebiasaan (Kurniawati, 2015).

2.4.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor yang ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya suatu perilaku

yang terwujud dalam kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Perilaku

kepala keluarga dalam memanfaatkan jamban dipengaruhi oleh dukungan

keluarga, tenaga kesehatan dan dan tokoh masyarakat.

1) Dukungan Keluarga

Dukungan yang tersedia bagi seseorang melalui interaksi dengan orang

lain disekitarnya, seperti keluarga, akan mempengaruhi kesehatan dan

kesejahteraan orang tersebut. Seseorang yang mendapatkan dukungan

sosial akan lebih merasa nyaman, dipedulikan, dihargai, dibantu, dan

diterima pada suatu kelompok. Dengan adanya dukungan tersebut

maka dapat menciptakan respon yang positif terhadap kesehatan

seseorang (Rustiana, 2005).

2) Peran Petugas Kesehatan

Penyuluhan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan

merupakan salah satu tugas pokok puskesmas. Keluarga merupakan

satuan unit terkecil yang memiliki kewenangan mendapatkan arahan

dari pelaksanaan kegiatan pokok puskesmas tersebut (Kurniawati,


32

2015). Keluarga yang telah mendapatkan pembinaan dari petugas

kesehatan memiliki peluang menggunakan jamban sebesar 4,5 kali

dibandingkan dengan keluarga yang tidak mendapatkan pembinaan

(Pane, 2009).

3) Dukungan Aparat Desa, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama

Menurut Pane (2009) dukungan aparat desa, kader kesehatan, LSM,

serta tokoh masyarakat sangat berpengaruh serta dianggap penting

oleh masyarakat. Hasil penelitiannya menyebutkan adanya hubungan

yang bemakna antara dukungan aparat desa dengan perilaku keluarga

terhadap penggunaan jamban (OR=2,8) yaitu keluarga yang mendapat

dukungan dari aparat desa, kader posyandu, LSM memiliki peluang

menggunakan jamban 2,8 kali dibanding keluarga yang tidak

mendapatkan dukungan.
33

2.5 Kerangka Teori

Pekerjaan

Faktor Kepemilikan
Enabling Jamban

Pendapatan

Umur

Jenis
Kelamin

Pendidikan

Perilaku Faktor
Nilai
Masyarakat Predisposisi

Pengetahuan

Sikap

Kebiasaan

Dukungan
Keluarga

Faktor Peran Petugas


Reinforcing Kesehatan

Dukungan
Aparat Desa
Tokoh Masyarakat
Tokoh Agama

Gambar 2.6 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

(Sumber : L.W Green dan Marshal M.Kreteur, 2000)


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kebiasaan Masyarakat
Penggunaan Jamban
4. Dukungan Aparat Desa
Tokoh Masyarakat dan
Tokoh Agama

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Hipotesis Penelitian

1) Adanya hubungan antara faktor pengetahuan masyarakat dengan

rendahnya penggunaan jamban di RW I Kelurahan Kampung Bugis,

Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang.

2) Adanya hubungan antara faktor sikap masyarakat dengan rendahnya

penggunaan jamban di RW I Kelurahan Kampung Bugis, Kecamatan

Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang.

3) Adanya hubungan antara faktor kebiasaan masyarakat dengan

rendahnya penggunaan jamban di RW I Kelurahan Kampung Bugis,

Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang.

4) Adanya hubungan antara faktor dukungan aparat desa, tokoh

masyarakat dan tokoh agama dengan rendahnya penggunaan jamban

di RW I Kelurahan Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota,

Kota Tanjungpinang.

34
35

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya

penggunaan jamban pada masyarakat RW I Kelurahan Kampung bugis meliputi :

Pengetahuan, Sikap, Kebiasaan Masyarakat dan Dukungan dari Aparat Desa,

Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama

3.4 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

Sub Defenisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Variabel
Kepemilik-Masyarakat Kuesioner Wawancara Ada Nominal
an yang memiliki Tidak ada
Jamban jamban dan
telah berubah
perilakunya.
Pengeta- Masyarakat Kuesioner Wawancara Baik Ordinal
huan yang Kurang
mengetahui
manfaat
jamban bagi
kesehatan.
Sikap Tanggapan Kuesioner Wawancara Baik Ordinal
responden Kurang
terhadap
penggunaan
jamban.
Kebiasaan Perilaku Kuesioner Wawancara Baik Ordinal
masyarakat Kurang
yang biasa
Buang Air
Besar (BAB) di
jamban.
36

Dukungan Pernyataan Kuesioner Wawancara Ada Ordinal


Aparat responden Tidak ada
Desa, tentang ada
Tokoh tidaknya
Masyara- dukungan dari
kat dan aparat desa,
Tokoh tokoh
Agama masyarakat
dan tokoh
agama untuk
membangun
jamban
serta
memanfaat-
kan jamban
sebagai sarana
buang air
besar.

3.5 Jenis dan Desain Penelitian

3.5.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan observasional analitik, yaitu penelitian yang

menjelaskan adanya hubungan antara variabel melaui pengujian hipotesa.

(Notoatmodjo, 2003).

3.5.2 Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang dipakai adalah Potong lintang (Cross sectional)

yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor risiko

dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data

sekaligus pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2003).

3.6 Lokasi dan Waktu

3.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RT 1 dan RT 2 dan RT 3 di RW 1 Kelurahan

Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang.


37

3.6.2 Waktu Penelitian

Waktu yang peneliti perlukan untuk melakukan penelitian kurang lebih 4

bulan yaitu bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2018.

3.7 Populasi dan Sampel

3.7.1 Populasi

Seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang diteliti. Bukan

hanya objek atau subjek yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat

yang dimiliki subjek atau objek tersebut (Aziz, 2007). Populasi penelitian ini

adalah masyarakat RT 1, RT 2 dan RT 3 di RW I Kelurahan Kampung Bugis,

Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang yang berjumlah 372 KK,

dimana penduduk RT 1 berjumlah 125 KK, penduduk RT 2 berjumlah 120 KK

dan penduduk RT 3 berjumlah 127 KK.

3.7.2 Sampel

Merupakan sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2013). Teknik sampling yang digunakan

dalam penelitian ini adalah proportional random sampling. Besar sampel

ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut (Notoatmodjo,

2012):

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (d2 )

Dimana :

n : Besar sampel

N : Besar Populasi

d : Tingkat Kepercayaan yang diinginkan


38

372
𝑛=
1 + 372 (0,052 )

372
𝑛=
1 + 372 (0,0025)

372
𝑛=
1,93

𝑛 = 192,7

𝑛 = 193 KK

Jadi sampel yang diambil sebesar 192,7 atau dibulatkan menjadi 193 KK.

Dimana terdiri dari :

RT 1 :

125
𝑛= 𝑥 193
372

𝑛 = 64,8

𝑛 = 65 KK

RT 2 :

120
𝑛= 𝑥 193
372

𝑛 = 62,2

𝑛 = 62 KK

RT 3 :

127
𝑛= 𝑥 193
372

𝑛 = 65,8

𝑛 = 66

(65 KK + 62 KK + 66 KK = 193 KK)


39

Sampel dalam penelitian ini adalah :

1) Kriteria inklusi

Adalah karakteristik umum setiap penelitian dari sesuatu populasi, suatu

target dan terjangkau untuk diteliti (Nursalam, 2003).

Adapun kriteria inklusi sampel yang akan diteliti adalah :

a) Masyarakat RT 1, RT 2 dan RT 3 di RW I Kelurahan Kampung

Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang

b) Masyarakat yang terdaftar di RT 1, RT 2 dan RT 3 di RW I Kelurahan

Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota

Tanjungpinang

c) Bisa membaca dan menulis

d) Bersedia menjadi responden penelitian.

2) Kriteria eksklusi

Adalah keadaan yang menyebabkan subjek memenuhi kriteria inklusi

namun tidak dapat diikut sertakan dalam penelitian yang meliputi :

a) Masyarakat RT 1, RT 2 dan RT 3 di RW I Kelurahan Kampung Bugis,

Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang yang dalam

keadaan sakit.

3.8 Pengumpulan Data

3.8.1 Jenis Data

a) Data Umum

Data umum dalam penelitian ini adalah data yang terkait dengan

gambaran umum lokasi penelitian seperti batas administrasi,

topografi, demografi.
40

b) Data Khusus

Data khusus dalam penelitian ini adalah data yang terkait dengan

rendahnya kepemilikan jamban sehat pada masyarakat RW I

Kelurahan Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota

Tanjungpinang yang terdiri dari Pengetahuan, Sikap, Kebiasaan

Masyarakat dan Dukungan dari Aparat Desa, Tokoh Mayarakat dan

Tokoh Agama.

3.8.2 Sumber Data

a) Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara

langsung dengan menggunakan koesioner disertai dengan

pengamatan secara langsung sejauh mana pengetahuan, sikap,

kebiasaan masyarakat serta dukungan dari aparat desa, tokoh

masyarakat dan tokoh agama terhadap rendahnya penggunaan

jamban.

b) Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari

instansi-instansi yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu Dinas

Kesehatan dan Kantor Kelurahan.

3.8.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

kuesioner dan dilakukan oleh peneliti sendiri.

3.8.4 Instrumen / Alat Pengumpul Data

Dalam hal ini instrumen yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor

pemanfaatan jamban oleh masyarakat RT 1, RT 2 dan RT 3 di RW I, Kelurahan


41

Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang Tahun

2018 adalah kuesioner. Menurut Aziz (2007), kuesioner merupakan alat ukur

berupa kuesioner dengan beberapa pertanyaan/pernyataan yang digunakan bila

responden jumlahnya banyak dan tidak buta huruf. Selain itu,

pertanyaan/pernyataan yang diajukan dalam kuesioner mampu menggali hal-hal

yang bersifat rahasia. Adapun informasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner.

1) Kuesioner A

Kuesioner ini untuk mengetahui karakteristik responden yang terdiri dari

keterangan wawancara, indentitas responden, pendidikan terakhir,

pekerjaan dan kepemilikan jamban.

2) Kuesioner B

Kuesioner ini digunakan untuk mengukur pengetahuan masyarakat

dengan menggunakan 10 pernyataan dengan kriteria skor jawaban yaitu

benar (1) dan salah (0).

3) Kuesioner C

Kuesioner digunakan untuk mengukur sikap masyarakat dengan

menggunakan 10 pernyataan dengan kriteria skor jawaban yaitu setuju

(1) dan tidak setuju (0).

4) Kuesioner D

Kuesioner digunakan untuk mengukur kebiasaan masyarakat dengan

menggunakan 2 pernyataan dengan kriteria skor jawaban yaitu baik (1)

dan buruk (0)


42

5) Kuesioner E

Kuesioner digunakan untuk mengukur dukungan dari aparat desa, tokoh

masyarakat dan tokoh agama dengan menggunakan 4 pernyataan

dengan kriteria skor jawaban yaitu ya (1) dan tidak (0).

3.9 Pengolahan Data

3.9.1 Editing

Mengecek kembali kuesioner yang telah diberikan kepada responden yang

diberikan responden telah terisi tiap pertanyaan sehingga tidak ada kuesioner

yang perlu dibuang karena tidak lengkap dalam menjawab dan kuesioner yang

telah dibagikan kembali semua.

3.9.2 Coding

Dilakukan dengan memberi tanda silang pada masing-masing jawaban

dengan kode berupa angka, sehingga memudahkan proses pemasukan data di

komputer. Kuesioner dalam penelitian ini terbagi atas : Kuesioner B

(Pengetahuan) berjumlah 10 soal dan diukur dengan skor sebagai berikut:

Jawaban benar kode 1, jawaban salah kode 0. Kuesioner C (Sikap) berjumlah 10

soal dan diukur dengan skor sebagai berikut : Jawaban setuju kode 3, jawaban

kurang setuju kode 2 dan jawaban tidak setuju kode 1. Kuesioner D (Kebiasaan

Masyarakat) berjumlah 2 soal dan diukur dengan skor sebagai berikut : Jawaban

baik kode 1, jawaban buruk kode 2. Kuesioner E (Dukungan Aparat Desa, Tokoh

Masyarakat dan Tokoh Agama) berjumlah 4 soal dan diukur dengan skor sebagai

berikut, jawaban ya kode 1, jawaban tidak kode 2.


43

3.9.3 Entry

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi

sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi.

3.9.4 Tabulasi

Sebelum data klasifikasi, data dikelompokkan terlebih dahulu untuk

kepentingan penelitian ini. Selanjutnya data ditabulasikan sehingga diperoleh

frekuensi dari masing-masing kelompok pertanyaan dan setiap alternatif jawaban

yang tersedia.

3.9.5 Cleaning

Pembersihan data, lihat variabel apakah data sudah benar atau belum.

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data

yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.

3.10 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

analisis univariat dan analisis bivariat.

3.10.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian untuk

mendapatkan gambaran distribusi dan frekuensi dari masing masing variabel

yaitu pengetahuan, sikap, kebiasaan dan Dukungan Aparat Desa, Tokoh

Masyarakat dan Tokoh Agama terhadap rendahnya penggunaan jamban.


44

3.10.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antar dua variabel

(bebas dan terikat). Apakah variabel tersebut mempunyai hubungan yang

signifikan atau hubungan secara kebetulan. Dalam analisis ini digunakan uji chi

square, uji signifikan menggunakan batas kemaknaaan α = 0,05 dengan taraf

signifikan 95%.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan & Tehnik Analisis Data. Jakarta
: Salemba Medika.

Daryanto. 2004. Masalah Pencemaran. Bandung : PT. Tarsito.

Dunggio, N. C. D. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat


tentang Penggunaan Jamban di Desa Modelomo Kecamatan Kabila
Bone Kabupaten Bone Bolango. Universitas Negeri Gorontalo.

Kasim, Delfi sy. 2012. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya


Penggunaan Jamban Pada Masyarakat Pesisir Desa Bulontio Barat
Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara. Universitas Negeri
Gorontalo.

Kurniawati, L. D. 2015. Faktor - Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perilaku


Kepala Keluarga Dalam Pemanfaatan Jamban Di Pemukiman
Kampung Nelayan Tambak Lorok Semarang. Universitas Negeri
Semarang.

L.W Green dan Marshall W.Kreuter. 2000. Health Promotion Planning, An


educational and Environmental Approach. London: Mayfield Publishing
Company.

Murwati. 2012. Faktor Host Dan Lingkungan Yang Mempengaruhi Perilaku


Buang Air Besar Sembarangan. Universitas Diponegoro.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:


Rineka Cipta.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.


Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pane, Erlinawati. 2009. Pengaruh Perilaku Keluarga terhadap Penggunaan


Jamban. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014


Pebriani, Rahma Ayu., dkk. 2012. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan
Penggunaan Jamban Keluarga dan Kejadian Diare Di Desa Tualang
Sembilar Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara.

Rustiana, E. R. 2005. Psikologi Kesehatan. Semarang: Universitas Negeri


Semarang Press.

Salam, Burhanudin. 2004. Etika Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Sari, K. I. M. 2014. Evaluasi Konsistensi Program Sanitasi Total Berbasis


Masyarakat (STBM) Pilar I Stop Buang Air Besar Sembarangan di
Kab. Polewali Mandar. Universitas Gadjah Mada.

Satria, Arif. 2015. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Yayasan


Pustaka Obor Indonesia.

Setiadi. 2013. Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 2.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sholeh, M. 2002. Beberapa Faktor Yang Behubungan Dengan Pemanfaatan


Jamban Keluarga Proyek APBD Kabupaten Jepara Tahun 2001.
Universitas Diponegoro.

Soeparman & Soeparmin. 2002. Pembuangan tinja & Limbah Cair. Jakarta: Buku
Kedokteran.

UNICEF. 2015. Laporan Tahunan Indonesia 2015.


https://www.unicef.org/indonesia/id/Laporan_Tahunan_UNICEF_Indon
esia_2015.pdf.

Usman, Husaini. 2013. Manajemen: Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.

Wade, Carol dan Tavris, Carol. 2007. Psikologi. Terjemahan Widyasinta. Jakarta:
Erlangga.

Water and Sanitation Program East Asia and the Pacific. 2009. Katalog Opsi
Jamban Sehat. Jakarta.

Yusuf, Meiske. 2013. Faktor-Faktor Pemanfaatan Jamban Oleh Masyarakat


Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun
2013. Universitas Negeri Gorontalo.
LAMPIRAN 1

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA


KEPEMILIKAN JAMBAN SEHAT PADA MASYARAKAT PESISIR
KAMPUNG BUGIS KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2017

I. KETERANGAN WAWANCARA
1) Nomor Responden :
2) Tanggal Wawancara :

II. IDENTITAS RESPONDEN


1) Nama Responden :
2) Umur Responden :
3) Jenis kelamin :
4) Agama :
5) Suku bangsa :
6) Jumlah anggota Keluarga :

III. PENDIDIKAN TERAKHIR


a. Tidak tamat SD
b. Tamat SD
c. Tamat SMP
d. Tamat SMA
e. Akademi/ Perguruan Tinggi

IV. PEKERJAAN UTAMA


a. Pegawai Negeri / ABRI
b. Pedagang/ Wiraswasta
c. Petani
d. Buruh
e. Pensiunan
f. Lain-lain, sebutkan
V. DATA KEPEMILIKAN JAMBAN
1) Apakah Bapak/ Ibu memiliki Jamban Sehat?
a. Tidak
b. Ya

VI. PENGETAHUAN
1) Menurut Bapak/ Ibu, apa yang dimaksud dengan BAB sembarangan?
a. Buang air besar dimana saja
b. Buang air besar tidak pada tempat yang tepat seperti jamban atau WC.
2) Menurut Bapak/Ibu dimana tempat BAB yang tepat :
a. Dimana saja tetapi tidak dapat dilihat orang.
b. Jamban/WC
3) Menurut Bapak/ Ibu, apa yang dimaksud dengan jamban keluarga?
a. Tempat pembuangan tinja
b. Suatu bangunan yang diperlukan untuk membuang tinja atau kotoran
manusia yang diperuntukkan untuk keluarga
4) Apakah Bapak/ Ibu mengetahui jenis jamban keluarga yang dianjurkan
dalam kesehatan lingkungan ?
a. Jamban cemplung
b. Jamban leher angsa
5) Tahukah Bapak/ Ibu, berapa jarak lubang penampungan tinja dari sumber
air bersih yang dianjurkan memenuhi syarat kesehatan?
a. < 10 meter
b. > 10 meter
6) Jamban keluarga tidak boleh mencemari air dan tanah permukaan.
a. Tidak
b. Ya
7) Jamban keluarga bermanfaat untuk mencegah penularan penyakit yang
disebabkan kontaminasi tinja.
a. Tidak
b. Ya
8) BAB sembarangan dapat mencemari lingkungan
a. Tidak
b. Ya
9) Tinja yang tidak dikelola dengan baik bisa menimbulkan penyakit seperti
diare, disentri dan cacingan.
a. Tidak
b. Ya
10) Penyakit yang ditularkan oleh tinja dapat ditularkan melalui tangan.
a. Tidak
b. Ya

VII. SIKAP
1) BAB di tempat terbuka memberikan kenyamanan yang sama dengan BAB
di jamban :
a. Setuju
b. Tidak Setuju
2) Setujukah Bapak/Ibu BAB sembarang tempat dapat menimbulkan penyakit:
a. Setuju
b. Tidak Setuju
3) Setujukah Bapak/Ibu BAB sembarang dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan:
a. Setuju
b. Tidak Setuju
4) Setujukah Bapak/Ibu, air sumur dapat tercemar oleh tinja :
a. Setuju
b. Tidak Setuju
5) Setujukah Bapak/Ibu jarak penampungan tinja dengan sumber air minimal
10m:
a. Setuju
b. Tidak Setuju
6) Setujukah Bapak/Ibu jika anggota keluarga BAB di tempat terbuka :
a. Setuju
b. Tidak Setuju
7) Setujukah Bapak/Ibu jika tetangga bapak/ibu BAB dikebun atau dekat
rumah:
a. Setuju
b. Tidak Setuju
8) Setujukah Bapak/Ibu, bahwa mendirikan jamban merupakan cara untuk
memutus rantai penularan penyakit dari tinja :
a. Setuju
b. Tidak Setuju
9) Setujukah Bapak/Ibu dengan anjuran memiliki jamban keluarga :
a. Setuju
b. Tidak Setuju

10) Setujukah Bapak/Ibu dengan air dan makanan yang tercemar tinja dapat
menimbulkan penyakit :
a. Setuju
b. Tidak Setuju

VIII. KEBIASAAN
1) Dimana selama ini Bapak / Ibu buang air besar?
a. Jamban Cemplung
b. Jamban Sehat
2) Apakah Bapak / Ibu merasa nyaman buang air besar ditempat tersebut?
a. Ya
b. Tidak
3) Apakah Bapak / Ibu merasa nyaman BAB di jamban yang tidak memiliki
septic tank (cemplung)?
a. Ya
b. Tidak
4) Apakah ketika Bapak / Ibu memiliki anak balita dan BAB di pampers atau
celana apakah Bapak / Ibu membuangnya ke tempat sampah?
a. Ya
b. Tidak
5) Apakah Bapak / Ibu mencuci tangan dengan sabun setelah BAB?
a. Ya
b. Tidak
IX. DUKUNGAN APARAT DESA, TOKOH MASYARAKAT DAN TOKOH
AGAMA
1) Apakah aparat desa dan tokoh masyarakat (kepala desa, ketua RT/RW)
dan tokoh agama berkoordinasi dengan tiap kepala keluarga untuk ikut
berpartisipasi memanfaatkan jamban?
a. Ya
b. Tidak
2) Apakah aparat desa dan tokoh masyarakat memiliki program
pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan jamban?
a. Ya
b. Tidak
3) Pernahkah aparat desa, tokoh masyarakat atau tokoh agama ikut berperan
dalam penyuluhan mengenai jamban sehat?
a. Ya
b. Tidak
4) Apakah aparat desa, tokoh masyarakat dan tokoh agama pernah
memberikan bantuan yang bertujuan untuk menggunakan dan
memanfaatkan jamban?
a. Ya
b. Tidak

Sumber :
‐ Pulungan, Aminah Arfah. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur
Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013. Universitas Sumatera
Utara.
‐ Kurniawati, Linda Destiya. 2015. Faktor - Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Perilaku Kepala Keluarga dalam Pemanfaatan Jamban di Pemukiman
Kampung Nelayan Tambak Lorok Semarang. Universitas Negeri Semarang.
‐ Simaibang, Martogia Nopa. 2016. Pemeliharaan Jamban Keluarga dan
Perilaku Buang Air Besar Pasca Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) di Desa Pangaribuan Kecamatan Sempat Nempu Hulu Kabupaten
Dairi Tahun 2016. Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai