Anda di halaman 1dari 77

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN

MASYARAKAT MENGENAI SANITASI DAN RUMAH SEHAT


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUNTUNGAN

Oleh:
HANDAN RIZKY 110100025
MUHAMMAD RAJA AGUNG 110100046
PRISKA KRINANTA GINTING 110100334
PATHRECIA NATALIA S. 110100165
CLAUDY BUNGA H. SAING 110100347

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/


ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN/
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.

Oleh:
HANDAN RIZKY 110100025
MUHAMMAD RAJA AGUNG 110100046
PRISKA KRINANTA GINTING 110100334
PATHRECIA NATALIA S. 110100165
CLAUDY BUNGA H. SAING 110100347

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/


ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN/
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
laporan Karya Tulis Ilmiah ini.
Karya Tulis Ilmiah ini diberi judul Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan
Tindakan Masyarakat Mengenai Sanitasi dan Rumah Sehat di Wilayah Kerja
Puskesmas Tuntungan disusun sebagai syarat menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dalam pengerjaan Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti mendapatkan bantuan
dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Dr. dr. Juliandi Harahap, MA,
selaku dosen pembimbing.
Peneliti menyadari laporan Karya Tulis Ilmiah ini masih ada kekurangan
baik dari segi isi maupun bahasanya. Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata, peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini dapat membawa
manfaat terutama bagi peneliti sendiri dan para pembaca sekalian.

Medan, September 2016

Peneliti

i
DAFTAR ISI

Halaman

ii
HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR.............................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................. ii

DAFTAR TABEL.................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 1
Latar Belakang........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang....................................................................... 6
1.2. Rumusan Masalah.................................................................. 6
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................... 6
1.3.1. Tujuan Umum............................................................... 6
1.3.2. Tujuan Khusus.............................................................. 7
1.4. Manfaat Penelitian.................................................................
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 8
2.1. Pengetahuan............................................................................ 9
2.2. Sikap....................................................................................... 10
2.3. Tindakan................................................................................. 10
2.4. Sanitasi.................................................................................... 12
2.4.1. Penyediaan Air Bersih.................................................. 16
2.4.2. Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)..................... 17
2.4.3. Pembuangan Air Limbah.............................................. 19
2.4.4. Pengelolaan Sampah..................................................... 21
2.5. Rumah Sehat........................................................................... 21
2.5.1. Definisi Rumah Sehat................................................... 22
2.5.2. Penerapan Rumah Sehat............................................... 24
2.5.3. Syarat Rumah Sehat.....................................................
33
33
BAB 3 DEFINISI OPERASIONAL.......................................................
3.1. Definisi Operasional.............................................................. 37
37
37
BAB 4 METODE PENELITIAN............................................................ 37
4.1. Rancangan Penelitian............................................................. 37
37
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 38
39
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian............................................. 39
39
4.3.1. Populasi ....................................................................... 39

4.3.2. Besar Sampel ............................................................... 40


40
4.3.3. Teknik Pengambilan Sampel ........................................ 40
42
4.3.4. Kriteria Inklusi ............................................................. 43
4.3.5. Kriteria Eksklusi............................................................ 44
46
4.4. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 47
49
4.5. Pengolahan dan Analisa Data ................................................. 49
49
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................... 51 iii
5.1. Hasil........................................................................................ 52
5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Demografi... 53
5.1.2. Karakteristik Sampel....................................................
5.1.3. Pengetahuan.................................................................. 54
DAFTAR TABEL

Nomor Judul
Halaman
4.1. Penyebaran Sampel di Setiap Kelurahan Wilayah Kerja Puskesmas
Medan Tuntungan................................................................................... 38
5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas
Medan Tuntungan Tahun 2015............................................................... 41
5.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Puskesmas
Medan Tuntungan Tahun 2015............................................................... 41
5.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku di Puskesmas Medan
Tuntungan Tahun 2015........................................................................... 41
5.4. Karakteristik Sampel............................................................................... 42
5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Sanitasi
Dasar dan Rumah Sehat........................................................................... 43
5.6. Gambaran Pengetahuan Responden......................................................... 44
5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Sanitasi Dasar dan
Rumah Sehat............................................................................................. 44
5.8. Gambaran Sikap Responden.................................................................... 46

iv
5.9. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Sanitasi Dasar dan
Rumah Sehat............................................................................................ 46
5.10. Gambaran Tindakan Responden.............................................................. 47
5.11. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Rumah Sehat.................... 48
5.12. Gambaran Kondisi Rumah Responden.................................................... 49

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha yang
mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia
terutama terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik,
kesehatan, dan kelangsungan hidup.1 Menurut Notoatmodjo, sanitasi itu sendiri
merupakan perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan
berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan
kesehatan manusia, sedangkan untuk pengertian dari sanitasi lingkungan, sanitasi
lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan,
pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya.2
Laporan WHO tahun 2008 memperkirakan hampir 10% beban penyakit
secara global berhubungan dengan air, melalui air minuman yang terkontaminasi,
sanitasi dan hygiene inadekuat, dan manajemen air yang buruk. Secara global, 2,6
milyar orang belum menggunakan sanitasi yang baik. Sebanyak 11% berbagi
fasilitas sanitasi yang baik dengan rumah-rumah tangga yang lain. Di seluruh
dunia, hanya 61% orang yang memiliki akses untuk menggunakan fasilitas
sanitasi yang baik. Sebagai hasilnya, UNICEF tahun 2006 melaporkan secara
global, 1,5 juta anak meninggal tiap tahunnya. Diperkirakan bahwa hampir 1,2
milyar (1 dari 5) orang melakukan defekasi bebas, baik sebagai kebutuhan
ataupun pilihan sendiri. Lebih dari 30% mortalitas dan 37% morbiditas anak
menurun ketika keadaan beralih ke arah sanitasi yang lebih baik. 3 WHO
meginformasikan bahwa kematian yang disebabkan karena waterborne disease
mencapai 3.400.000 jiwa/tahun. Masih menurut WHO, dari semua kematian yang
berakar pada buruknya kualitas air dan sanitasi, diare merupakan penyebab
kematian terbesar yaitu 1.400.000 jiwa/tahun.4
Secara keseluruhan penduduk Indonesia yang hidup dengan kondisi
sanitasi buruk mencapai 72.500.000 jiwa. Mereka tersebar di perkotaan (18,2%)

1
dan perdesaan (40%). Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa di Indonesia
ada 226 kota yang masih bermasalah dengan pengelolaan air limbah, 240 kota
menghadapi masalah pengelolaan sampah, serta 100 kota masih bermasalah
dengan drainase. Sedangkan kota yang bermasalah dengan ketiganya sebanyak 52
Kota (Zainal Nampira dalam Kick off High Five Program).5
Kerugian ekonomi dari buruknya sanitasi merupakan dampak negatif
lainnya yang nilainya sangat besar. Di Indonesia, pada tahun 2006 perkiraan biaya
yang dikeluarkan per tahun mencapai Rp 56 triliun. Biaya ekonomi sebesar itu,
bila problem sanitasi teratasi dan perilaku hidup bersih dan sehat diwujudkan
dapat dialihkan untuk kegiatan produktif meningkatkan kesejahteraan masyarakat
miskin yang memang paling banyak menjadi korban waterborne disease.4
Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial
budaya perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar di sembarang tempat,
khususnya ke badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan
kebutuhan higienis lainnya. Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu
penyebab kematian anak dibawah 3 tahun yaitu sebesar 19% atau sekitar 100.000
anak meninggal karena diare setiap tahunnya dan kerugian ekonomi diperkirakan
sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto (studi World Bank, 2007). Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, penanganan masalah sanitasi merupakan
kewenangan daerah, tetapi sampai saat ini belum memperlihatkan perkembangan
yang memadai. Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu memperlihatkan
dukungannya melalui kebijakan dan penganggarannya.6
Kebijakan Nasional untuk Persediaan Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat memberikan kerangka kerja yang memungkinkan. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), STBM adalah pendekatan untuk
mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan
cara pemicuan, yang mana pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan
perilaku higiene dan sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri
dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan individu atau
masyarakat. Pilar STBM adalah stop buang air besar sembarangan, cuci tangan

2
pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengamanan
sampah rumah tangga, dan pengamanan limbah cair rumah tangga. Kelima pilar
STBM ini ditujukan untuk memutus mata rantai penularan penyakit dan
keracunan.7
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum,
higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector
Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih
berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun, dan tempat terbuka.7
Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006,
perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah (i) setelah buang air besar
12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan
14%, (iv)sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan
makanan 6%. Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air
minum rumah tangga menunjukkan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air
minum, tetapi 47,50% dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.
Kondisi inilah yang berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di
Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006
sebesar 423 per seribu penduduk pada semua umur dan 16 provinsi mengalami
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52.
Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui
pendekatan sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007,
yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat
terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan
39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan
dengan mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare
menurun sebesar 94%.4
Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang higiene dan sanitasi
dengan menetapkan Open Defecation Free (ODF) dan peningkatan perilaku
hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Hal ini sejalan dengan komitmen
pemerintah dalam mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) tahun

3
2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara
berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum
mendapatkan akses.6
Menyadari hal tersebut diatas, pemerintah telah melaksakan berbagai
kegiatan, antara lain melakukan uji coba implementasi Community Led Total
Sanitation (CLTS) di 6 kabupaten pada tahun 2005, dilanjutkan dengan
pencanangan gerakan sanitasi total oleh Menteri Kesehatan pada tahun 2006 di
Sumatera Barat serta pencanganan kampanye cuci tangan secara nasional oleh
Menko Kesra bersama Mendiknas dan Meneg Pemberdayaan Perempuan tahun
2007.6
Sebagai tindak lanjut, dilakukan replikasi CLTS di berbagai lokasi oleh
berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah yang menghasilkan
perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat, sehingga pada tahun
2006 sebanyak 160 desa telah ODF dan tahun 2007 mencapai 500 desa (Depkes,
2007).6
Perlunya strategi STBM berangkat dari pelaksanaan kegiatan dengan
pendekatan sektoral dan subsidi perangkat keras selama ini tidak memberi daya
ungkit terjadinya perubahan perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi,
sehingga diperlukan strategi yang baru dengan melibatkan lintas sektor sesuai
dengan tugas dan pokok dan fungsi masing-masing dengan leading sektor
Departemen Kesehatan karena STBM ini menekankan pada 5 perubahan perilaku
higienis.8
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping
kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi pula sebagai tempat tinggal
serta digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup
lainnya. Selain itu rumah juga merupakan pengembangan kehidupan dan tempat
berkumpulnya anggota keluarga untuk menghabiskan sebagian besar waktunya.
Bahkan bayi, anak-anak, orang tua dan orang sakit menghabiskan hampir seluruh
waktunya di rumah. Rumah sehat dan nyaman merupakan sumber inspirasi
penghuninya untuk berkarya sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya.9

4
Berdasarkan profil kesehatan tahun 2014, menunjukkan bahwa secara
nasional terdapat 61,81% rumah yang memenuhi syarat kesehatan. Provinsi
dengan persentase tertinggi adalah Bali yaitu 88,12% .Sedangkan provinsi
terendah adalah Maluku dengan persentase 33,05%. Pada provinsi Sumatera Utara
mencapai persentasi 73,40%. Hasil ini belum memenuhi target Renstra
Kementerian Kesehatan tahun 2014 yaitu 77%.10
Program penyehatan pemukiman memang belum menjadi program
prioritas di daerah. Selain itu koordinasi dan kemitraan terkait penyehatan
pemukiman yang belum optimal dan minimnya SDM dan dana untuk melakukan
penilaian rumah sehat juga menjadi penghambat dalam program penyehatan
pemukiman. Hambatan lainnya adalah tidak semua pemilik rumah mampu
memperbaiki rumah sesuai rekomendasi sanitarian puskesmas.10
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut antara
lain melakukan koordinasi dan kemitraan antar stakeholder yang terkait, advokasi
dan sosialisasi ke daerah untuk melakukan penilaian dan pendataan rumah sehat,
menyebarluaskan media komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) terkait rumah
sehat, dan mengoptimalkan kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan (klinik
sanitasi) di puskesmas.10
Berdasarkan penelitian Riana (2008) juga menunjukkan ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kepemilikan rumah sehat dan tindakan sanitasi dasar
di Kecamatan Peureulak Timur Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008, yaitu
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, tindakan, dan peran
petugas kesehatan. Dari beberapa faktor di atas, faktor pengetahuan merupakan
variabel yang paling dominan mempengarui kepemilikan rumah sehat.11
Puskesmas Tuntungan merupakan salah satu dari 39 kecamatan di kota
Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Lingkungan luas wilayah kerja Puskesmas
Tahun 2012 sekitar 806,3 Ha dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 4.432
pada tahun 2015. Puskesmas Medan Tuntungan melayani 6 Kelurahan, yaitu
Kelurahan Tanjung Selamat: 9 lingkungan, Kelurahan Namo Gajah: 3 lingkungan,
Kelurahan Kemenangan Tani: 5 lingkungan, Kelurahan Ladang Bambu: 5

5
lingkungan, Kelurahan Laucih: 3 lingkungan, Kelurahan Sidomulyo: 4
lingkungan.12
Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis melakukan penelitian tentang
Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Terhadap Sanitasi dan Rumah Sehat
di Wilayah Kerja Puskesmas Tuntungan Medan.

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi perumusan
masalah adalah belum diketahuinya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat
terhadap sanitasi dan rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan Medan.

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku masyarakat terhadap sanitasi dan rumah sehat di
wilayah kerja Puskesmas Tuntungan Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui karakteristik (umur, pendidikan, dan pekerjaan) masyarakat
yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan Medan.
2. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang sanitasi dan rumah sehat di
wilayah kerja Puskesmas Tuntungan Medan.
3. Untuk mengetahui sikap masyarakat tentang sanitasi dan rumah sehat di
wilayah kerja Puskesmas Tuntungan Medan.
4. Untuk mengetahui tindakan masyarakat tentang sanitasi dan rumah sehat di
wilayah kerja Puskesmas Tuntungan Medan.
5. Untuk mengetahui jumlah masyarakat dengan rumah sehat.

6
1.4. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat
tentang sanitasi dan rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan Medan
sehingga masyarakat dapat terhindar dari berbagai penyakit yang mungkin
disebabkan oleh lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah
tentang rumah sehat dan sanitasi sehingga dapat mendukung tersedianya sarana
sanitasi bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan Medan.
3. Dengan melaksanakan penelitian ini maka wawasan dan ilmu pengetahuan
penulis akan bertambah, khususnya di bidang rumah sehat dan sarana sanitasi.
4. Sebagai referensi bagi peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian lebih
lanjut khususnya tentang rumah sehat dan sarana sanitasi.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan
peraba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku manusia.13
Terdapat 6 tingkat pengetahuan yang tercakup di dalam kognitif, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk juga mengingat kembali terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang diterima.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari
dari situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan suatu materi atau objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungi bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.

8
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal
dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku
petunjuk, petugas kesehatan, poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan
mempengaruhi sikap dan tindakan, pengetahuan dan sikap menentukan apakah
responden mampu atau tidak mampu dalam melakukan prinsip sanitasi dasar.

2.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tetutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas
namun merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu.2 Sikap seseorang dapat berubah dengan
diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui persuasi serta
tekanan dari kelompok sosialnya.14
Ada beberapa tingkatan dalam sikap, yaitu :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengajarkan dan menyelesaikan tugas
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengajarkan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

9
2.3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya
sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.13
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan :
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.
3. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai tingkatan
ketiga.
4. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya
tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.2

2.4. Sanitasi
Menurut KBBI, sanitasi adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu
keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat; sanitasi
lingkungan adalah cara menyehatkan lingkungan hidup manusia terutama
lingkungan fisik, yaitu tanah, air dan udara.15 WHO menjelaskan bahwa sanitasi
adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin
menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi
perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
852/Menkes/SK/IX/2008, sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya.6

10
Tahun Sanitasi Internasional 2008 yang telah ditetapkan oleh Majelis
Umum PBB sangat sejalan dan berhubungan erat dengan program pemerintah di
sektor air dan penyehatan lingkungan. Sanitasi Total melibatkan perlunya
kebersihan diri, toilet yang dipakai dan terawat, pengelolaan air dan air limbah
serta promosi kesehatan yang semuanya bertujuan untuk memutus perpindahan
bakteri yang bersumber dari limbah dan kotoran manusia. Ketika itu tidak dirawat
dengan baik, tentu saja bakteri tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan, dan
seringkali mengurangi kesempatan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan
yang baik, berpengaruh terhadap masalah sosial dan pertumbuhan ekonomi.8
Pemerintah Republik Indonesia telah mengadopsi Kebijakan mengenai
Sanitasi Total sebagai bagian dari Strategi Nasional mengenai sanitasi di pedesaan
dan higenitas untuk dapat diterapkan didalam kegiatan sehari-hari. Tujuan dari
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ini untuk memberi arahan
dan mendukung Pemerintah Daerah dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
serta evaluasi program sanitasi total di daerah perdesaan dengan begitu akan dapat
meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat, terutama di
pedesaan. Dalam rangka mempercepat peningkatan cakupan akses sanitasi
pedesaan sesuai dengan target Millenium Development Goals (MDGs) melalui
peningkatan perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, maka disusunlah
suatu strategi nasional gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (Community
Led Total Sanitation).8 Sanitasi Total dapat dicapai oleh masyarakat di pedesaan,
kecamatan dan kabupaten apabila setiap Kepala Keluarga (KK) akan:
a. Menghentikan BAB sembarangan
b. Menggunakan WC yang dirawat dan bersih
c. Mencuci tangan pakai sabun setelah BAB dan sebelum makan ataupun
menyuapi bayi/Balita
d. Menjaga agar WC tetap bersih dan berfungsi dengan baik
e. Menggunakan air minum yang aman dan mengelola makanan dengan baik
f. Mengelola limbah dengan baik, termasuk di dalamnya limbah padat dan limbah
cair.

11
Terdapat lima pilar STBM yang bertujuan untuk memutus mata rantai
penularan penyakit dan keracunan, yaitu:
1. Stop buang air besar sembarangan
2. Cuci tangan pakai sabun
3. Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga
4. Pengamanan sampah rumah tangga
5. Pengamanan limbah cair rumah tangga
Setiap intervensi dari Sanitasi Total tersebut akan memberikan dampak
dan persentase yang berbeda-beda. Menurut UNICEF, Badan Dunia PBB yang
mengurusi anak-anak, perilaku cuci tangan pakai sabun dapat mengurangi resiko
terkena diare hingga 44 % melalui pengelolaan air yang aman mencapai 39%,
perbaikan kondisi sanitasi mencapai 32% dan dengan perilaku hidup bersih dan
sehat bisa mengurangi resiko terkena penyakit diare hingga 28%.8

2.4.1. Penyediaan Air Bersih


Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia
sepanjang masa. Sumber air yang banyak dipergunakan oleh masyarakat adalah
berasal dari :
1. Air Permukaan, yaitu air yang mengalir di permukaan bumi akan membentuk
air permukaan. Air ini umumnya mendapat pengotoran selama pengalirannya.
2. Air Tanah, secara umum terbagi menjadi : air tanah dangkal yaitu terjadi akibat
proses penyerapan air dari permukaan tanah, sedangkan air tanah dalam terdapat
pada lapis rapat air yang pertama.
3. Air Atmosfer/meteriologi/air hujan, dalam keadaan murni sangat bersih tetapi
sering terjadi pengotoran karena industri, debu dan lain sebagainya.16
Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila tidak
diperhatikan, maka air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu
kesehatan manusia. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar
tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar
oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari
kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan
lainnya.17

12
Ada 4 macam klasifikasi penyakit yang berhubungan dengan air sebagai media
penularan penyakit yaitu18 :
1. Water Borne Disease, yaitu penyakit yang penularannya melalui air yang
terkontaminasi oleh bakteri patogen dari penderita atau karier. Bila air yang
mengandung kuman pathogen terminum maka dapat terjadi penjangkitan pada
orang yang bersangkutan, misalnya Cholera, Typhoid, Hepatitis dan Dysentri
Basiler.
2. Water Based Disease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain
melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara, misalnya Schistosomiasis.
3. Water Washed Disease, yaitu penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air
untuk pemeliharaan kebersihan perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat
terutama alat dapur dan alat makan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh
tersedianya air yang cukup maka penularan penyakit-penyakit tertentu pada
manusia dapat dikurangi. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara penularan,
diantaranya : penyakit infeksi saluran pencernaan. Salah satu penyakit infeksi
saluran pencernaan adalah diare. Penyakit diare dapat ditularkan melalui beberapa
jalur, diantaranya melalui air (Water borne) dan melalui alat-alat dapur yang
dicuci dengan air (Water washed). Contoh penyakit ini adalah cholera, thypoid
dan Dysentry basiller. Berjangkitnya penyakit ini erat kaitannya dengan
ketersediaan air untuk makan, minum, memasak dan kebersihan alat-alat makan.
4. Water Related Insect Vectors, Vektor-vektor insektisida yang berhubungan
dengan air yaitu penyakit yang vektornya berkembang biak dalam air, misalnya
Malaria, Demam Berdarah, Yellow Fever, Trypanosomiasis.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
416/Menkes/Per/IX/1990, yang dimaksud air bersih adalah air yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan
dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan
manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan
air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap
individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan.19
Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :

13
a. Syarat Fisik : tidak berbau, tidak berasa.
b. Syarat Kimia : Kadar besi maksimum yang diperbolehkan 1,0 mg/L, kesadahan
maksimal 500 mg/L.
c. Syarat Mikrobiologis : Jumlah total koliform dalam 100 ml air yang diperiksa
maksimal adalah 50 untuk air yang berasal dari bukan perpipaan dan 10 untuk air
yang berasal dari perpipaan.
Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya
yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk
masyarakat. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu sumur gali, sumur
pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam, tempat penampungan air
hujan, penampungan mata air, dan perpipaan.19
Air sumur merupakan sumber air yang paling banyak dipergunakan
masyarakat Indonesia. Sumur gali yang dipandang memenuhi syarat kesehatan
ialah20 :
1. Lokasi
- Jarak minimal 10 meter dari sumber pencemaran misalnya jamban, tempat
pembuangan air kotor, lubang resapan, tempat pembuangan sampah, kandang
ternak dan tempat-tempat pembuangan kotoran lainnya.
- Pada tempat-tempat yang miring misalnya pada lereng-lereng pegunungan, letak
sumur gali diatas sumber pencemaran.
- Lokasi sumur gali harus terletak pada daerah yang lapisan tanahnya mengandung
air sepanjang musim.
- Lokasi sumur gali supaya diusahakan pada daerah yang bebas banjir.

2. Konstruksi
- Dinding sumur harus kedap air sedalam 3 meter dari permukaan tanah untuk
mencegah rembesan dari air permukaan.
- Bibir sumur harus kedap air minimal setinggi 0,7 meter dari permukaan tanah
untuk mencegah rembesan air bekas pemakaian ke dalam sumur.

14
- Cara pengambilan air dari dalam sumur sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah masuknya kotoran kembali melalui alat yang dipergunakan misalnya
pompa tangan, timba dengan kerekan dan sebagainya.
- Lantai harus kedap air dengan jarak antara tepi lantai dengan tepi luar dinding
sumur minimal 1 meter dengan kemiringan ke arah tepi lantai.
- Saluran pembuangan air kotor atau bekas harus kedap air sepanjang minimal 10
meter dihitung dari tepi sungai.
- Dilengkapi dengan sumur atau lubang resapan air limbah bagi daerah yang tidak
mempunyai saluran penerimaan air limbah.
Pengolahan air untuk keperluan rumah tangga dapat dilakukan dengan
sederhana dengan cara sebagai berikut21 :
a. Sediakanlah bahan-bahan seperti pasir, arang aktif (dapat dari batok kelapa,
tawas, kaporit dan bubuk kapur).
b. Sediakan pula empat buah kaleng. Kaleng pertama dipakai untuk menampung
air yang akan dibersihkan, dalam proses pengolahan kedalamnya dibubuhi
setengah sendok teh kaporit, 2 sendok makan tawas yang telah dilarutkan terlebih
dahulu, kemudian kesemuanya diaduk dalam beberapa menit. Setelah tampak
keping-keping bubuhkanlah satu sendok makan bubuk kapur, kemudian aduk lagi,
setelah beberapa menit akan tampak kepingan yang lebih besar. Setelah itu
endapkan selama setengah jam.
c. Ke dalam kaleng kedua yang berisi pasir dialirkan air dari kaleng pertama.
d. Kaleng ketiga adalah sebagai penampung air yang telah disaring dari kaleng
kedua. Air yang mengalir mula-mula keruh, tetapi lama-lama akan jernih. Air
dalam kaleng ketiga ini digunakan untuk proses pengendapan sisa kotoran yang
mungkin ada.
e. Kaleng keempat diisi dengan arang aktif gunanya untuk menghilangkan bau
khlor yang ada. Air yang keluar dari kaleng keempat ini, telah dapat dipergunakan
untuk sumber air bersih.

2.4.2. Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)

15
Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai
lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus
dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine) dan CO2
sebagai hasil dari proses pernafasan.
Pembuangan kotoran manusia dalam ilmu kesehatan lingkungan dimaksudkan
hanya tempat pembuangan tinja dan urine, pada umumnya disebut latrine, jamban
atau kakus.2
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang
cukup penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan
kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan
sumber air.2
Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai macam
penyakit seperti : thypus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang,
kremi, tambang dan pita), schistosomiasis dan sebagainya.
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban
sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan :
1. Tidak mencemari air. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar
dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika
keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan
tanah liat atau diplester. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10
meter. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari
lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. Tidak membuang air kotor
dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut.
2. Tidak mencemari tanah permukaan. Tidak buang besar di sembarang tempat,
seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.
Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
3. Bebas dari serangga. Jika menggunakan bak air atau penampungan air,
sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya
nyamuk demam berdarah.

16
Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang
bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya. Lantai jamban harus selalu
bersih dan kering. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan. Jika menggunakan jamban
cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan. Jika
menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat
oleh air. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi
untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran. Lantai jamban harus kedap air
dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodik
5. Aman digunakan oleh pemakainya. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada
penguat pada dinding lubang kotoran dengan pasangan bata atau selongsong
anyaman bambu atau bahan penguat lain yang terdapat di daerah setempat.
6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya. Lantai
jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran. Jangan membuang plastik,
puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat
saluran. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena
jamban akan cepat penuh. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut
mati. Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci.
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan. Jamban harus berdinding
dan berpintu. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya
terhindar dari kehujanan dan kepanasan.

2.4.3. Pembuangan Air Limbah


Yang dimaksud dengan air limbah, air kotoran atau air bekas adalah air yang tidak
bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan
manusia atau hewan, dan lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia
termasuk industrialisasi.21 Beberapa sumber air buangan :
a. Air buangan rumah tangga (domestic waste water)

17
Air buangan dari pemukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang terdiri
dari ekskreta (tinja dan urine), air bekas cucian, dapur dan kamar mandi, dimana
sebagian besar merupakan bahan-bahan organik.
b. Air buangan kotapraja (minicipal waste water)
Air buangan ini umumnya berasal dari daerah perkotaan, perdagangan, selokan,
tempat ibadah dan tempat-tempat umum lainnya.
c. Air buangan industri (industrial waste water)
Air buangan yang berasal dari berbagai macam industri. Pada umumnya lebih
sulit pengolahannya serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat yang terkandung
didalamnya misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak dan lain-lain.22
Dalam kehidupan sehari-hari pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara
menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah
sebelumnya. Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media
perkembangbiakan mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga
yyang dapat menjadi media transmisi penyakit seperti Cholera, Thypus
Abdominalis, Dysentri Basiler, dan sebagainya. Pengelolaan air buangan yang
tidak baik akan berakibat buruk terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat,
yaitu18 :
1. Terhadap Lingkungan
Air buangan antara lain mempunyai sifat fisik, kimiawi, bakteriologis yang dapat
menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan dapat
menimbulkan pencemaran terhadap air permukaan, tanah, atau lingkungan hidup
lainnya. Disamping itu kadang-kadang dapat menimbulkan bau yang tidak enak
serta pemandangan yang tidak menyenangkan.
2. Terhadap Kesehatan Masyarakat
Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat menyebabkan
gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat menjadi media
tempat berkembang biaknya mikroorganisme pathogen, terutama penyakit-
penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar.

18
2.4.4. Pengelolaan Sampah
Para ahli kesehatan masyarakat menyebutkan sampah adalah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal
dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya.2
Berdasarkan bahan asalnya, sampah dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Sampah organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan maupun
tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah organik basah dan
sampah organik kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah yang
mempunyai kandungan air yang cukup tinggi, contohnya kulit buah dan sisa
sayuran. Sementara bahan yang termasuk sampah organik kering adalah bahan
organik lain yang kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering
diantaranya kertas, kayu atau ranting pohon dan dedaunan kering.
2. Sampah anorganik
Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini bisa berasal
dari bahan yang bisa diperbarui dan bahan yang berbahaya serta beracun. Jenis
yang termasuk ke dalam kategori ini bisa didaur ulang (recycle) ini misalnya
bahan yang terbuat dari plastik dan logam.
Pengelolaan sampah adalah meliputi penyimpanan, pengumpulan dan
pemusnahan sampah yang dilakukan sedemikian rupa sehingga sampah tidak
mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
a. Penyimpanan sampah
Penyimpanan sampah adalah tempat sampah sementara sebelum sampah tersebut
dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang (dimusnahkan) dan untuk
ini perlu disediakan tempat yang berbeda untuk macam dan jenis sampah tertentu.
Maksud dari pemisahan dan penyimpanan disini ialah untuk memudahkan
pemusnahannya. Syarat-syarat tempat sampah antara lain : (i) konstruksinya kuat
agar tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya sampah, (ii) mempunyai
tutup, mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat dianjurkan afar
tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan, (iii) ukuran
tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu orang.

19
b. Pengumpulan sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga
atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu setiap rumah tangga
harus mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari
masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke Tempat
Penampungan Sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke Tempat
Penampungan Akhir (TPA).
Mekanisme, sistem atau cara pengangkutannya untuk daerah perkotaan
adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat, yang didukung oleh
partisipan masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan.
Sedangkan untuk daerah pedesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh
masing-masing keluarga tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampah rumah
tangga daerah pedesaan umumnya dibakar atau dijadikan pupuk.2
c. Pemusnahan sampah
Pemusnahan atau pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui berbagai cara,
antara lain :
(1) ditanam (landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang diatas
tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan sampah;
(2) dibakar (incenerator) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di
dalam tungku pembakaran;
(3) dijadikan pupuk (composting) yaitu pengelolaan sampah menjadikan pupuk,
khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan dan sampah lain
yang dapat membusuk.
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh negatif
terhadap masyarakat dan lingkungan. Adapun pengaruh-pengaruh tersebut antara
lain (Kusnoputranto, 2000) :
1. Terhadap Kesehatan
Pengelolaan sampah yang tidak baik akan menyediakan tempat yang baik bagi
vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk
mencari makan dan berkembang biak dengan cepat sehingga dapat menimbulkan
penyakit.

20
2. Terhadap Lingkungan
- Dapat mengganggu estetika serta kesegaran udara lingkungan masyarakat akibat
gas-gas tertentu yang dihasilkan dari proses pembusukan sampah oleh
mikroorganisme.
- Debu-debu yang berterbangan dapat mengganggu mata serta pernafasan.
- Bila terjadi proses pembakaran dari sampah maka asapnya dapat mengganggu
pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara karena ada asap di udara.
- Pembuangan sampah ke saluran-saluran air akan menyebabkan estetika yang
terganggu, menyebabkan pendangkalan saluran serta mengurangi kemampuan
daya aliran saluran.
- Dapat menyebabkan banjir apabila sampah dibuang ke saluran yang daya serap
alirannya sudah menurun.
- Pembuangan sampah ke selokan atau badan air akan menyebabkan terjadinya
pengotoran badan air.

2.5. Rumah Sehat


2.5.1. Definisi Rumah Sehat
Menurut Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 1992 menjelaskan bahwa rumah
adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang
23
dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga. Menurut WHO
(2004), rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung,
dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan
sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu. 24
Rumah sehat adalah suatu tempat untuk tinggal permanen, berfungsi
sebagai tempat bermukim, beristirahat, berekreasi (bersantai) dan sebagai tempat
perlindungan dari pengaruh lingkungan yang memenuhi syarat fisiologis,
psikologis, dan bebas dari penularan penyakit. 25
Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh
tersedianya sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan
masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana

21
orang menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia. Rumah juga merupakan salah satu bangunan tempat
tinggal yang harus memenuhi kriteria kenyamanan, keamanan dan kesehatan guna
mendukung penghuninya agar dapat bekerja dengan produktif. 26

2.5.2. Penerapan Rumah Sehat


Penerapan rumah sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor yang
dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Konsep tersebut melibatkan
pendekatan sosiologis dan teknis pengelolaan faktor risiko dan berorientasi pada
lokasi, bangunan, kualifikasi, adaptasi, manajemen, penggunaan dan pemeliharaan
rumah dan lingkungan di sekitarnya, serta mencakup unsur apakah rumah tersebut
memiliki penyediaan air minum dan sarana yang memadai untuk memasak,
mencuci, menyimpan makanan, serta pembuangan kotoran manusia maupun
limbah lainnya.27
Bertitik tolak dengan teori di atas, maka penerapan rumah sehat dapat
dilihat dari keadaan rumah tersebut. Menurut American Public Health Association
(APHA) Rumah yang sehat menurut harus memenuhi empat persyaratan yang
dianggap pokok. Empat syarat tersebut adalah : 9
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis
a. Memepertahankan temperatur lingkungan untuk menjaga
keseimbangan pengeluaran panas tubuh dan kelembaban ruangan.
b. Membuat ketentuan tentang kadar pengotoran udara yang
diperkenankan oleh bahan-bahan kimia.
c. Tentang illuminasi cahaya siang yang cukup.
d. Ketentuan tentang direct sunlight yang diperkenankan.
e. Ketentuan tentang cahaya buatan yang cukup baik.
f. Perlindungan terhadap gangguan suara/keributan yang berlebihan.
g. Adapun lapangan terbuka untuk olah raga, rekreasi dan tempat
anak-anak bermain.

2. Memenuhi kebutuhan psikis

22
a. Ketentuan-ketentuan tentang privacy yang cukup bagi setiap
individu.
b. Kebebasan dan kesempatan bagi setiap keluarga yang normal.
c. Kebebasan dan kesempurnaan hidup bermasyarakat.
d. Fasilitas yang memungkinkan pelaksanaan pekerjaan tanpa
menyebabkan kelelahan fisik dan mental
e. Fasilitas-fasilitas untuk mempertahankan kebersihan rumah dan
lingkungan.
f. Ketentuan tentang kenyamanan dirumah dan sekitarnya.
g. Membuat indeks standar standar sosial dari masyarakat yang secara
lokal.
3. Perlindungan terhadap penularan penyakit
a. Penyediaan air sehat bagi setiap penduduk
b. Ketentuan tentang perlindungan air minum dari pencemaran
c. Ketentuan tentang fasilitas pembuangan kotoran (jamban)
d. Melindungi interior rumah terhadap sewage contamination
e. Menghindarkan insanitary condition sekitar rumah
f. Ketentuan tentang space dikamar tidur
g. Menghindarkan adanya sarangan tikus dan kutu busuk dalam
rumah
4. Terhindar dari kecelakaan
a. Membuat kontruksi rumah yang kokoh untuk menghindarkan
ambruk.
b. Menghindarkan bahaya kebakaran
c. Mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan jatuh dan
kecelakaan lainnya
d. Perlindungan terhadap Electrical shock
e. Perlindungan terhadap bahaya keracunan oleh gas
f. Menghindarkan bahaya-bahaya lalu lintas kendaraan

2.5.3. Syarat Rumah Sehat

23
Menurut Kepmenkes RI No. 829/ MENKES/ SK/ VII/ 1999 tentang
persyaratan Perumahan ketentuan rumah yang memenuhi persyaratan kesehatan
sebagai berikut : 10
1. Bahan bangunan
a) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain : debu total kurang dari 150
mikrogram/ m2, asbestoskurang dari 0,5 serat/m2 per 24 jam dan timah
hitam (Pb) kurang dari 300 mg/kg
b) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembang
mikroorganisme pathogen.
2. Komponen dan penataan ruangan rumah
a) Lantai
Lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan. Lantai harus cukup kuat
untuk manahan beban di atasnya. Bahan untuk lantai biasanya digunakan
ubin,kayu plesteran, atau bambu dengan syarat-syarat tidak licin, stabil
tidak lentur waktu diinjak, tidak mudah aus, permukaan lantai harus rata
dan mudah dibersihkan, yang terdiri dari:
1. Lantai tanah stabilitas terdiri dari tanah,pasir, semen, dan kapur, seperti
tanah tercampur kapur dan semen, dan untuk mencegah masuknya air
kedalam rumah sebaiknya lantai dinaikkan 20 cm dari permukaan tanah
2. Lantai papan pada umumnya dipakai di daerah basah/rawa. Hal yang perlu
diperhatikan dalam pemasanan lantai adalah :
a. Sekurang-kurangnya 60 cm diatas tanah dan ruang bawah tanah harus ada
aliran air yang baik.
b. Lantai harus disusun dengan rapi dan rapat satu sama lain,sehingga tidak
ada lubang-lubang ataupun lekukan dimana debu bisa bertepuk. Lebih baik
jika lantai seperti ini dilapisi dengan perlak atau kampal plastik ini juga
berfungsi sebagai penahan kelembaban yang naik dari dikolong rumah.
c. Untuk kayu-kayu yang tertanam dalam air harus yang tahan air dan rayap
serta untuk konstruksi diatasnya agar digunakan lantai kayu yang telah
dikeringkan dan diawetkan.

24
3. Lantai ubin adalah lantai yang terbanyak digunakan pada bangunan
perumahan karena : Lantai ubin murah/tahan lama,dapat mudah
dibersihkan dan tidak dapat mudah dirusak rayap.
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak
lembab. Bahan lantai harus kedap air, mudah dibersihkan dan tidak
menghasilkan debu.28
b) Dinding
Dinding adalah pembatas, baik antara ruangan dalam dengan ruang luar
ataupun ruang dalam dengan ruang dalam yang lain. Bahan dinding dapat
terbuat dari papan, triplek, batu merah, batako, dan lain-lain. 29
Dinding berfungsi sebagai pendukung atau penyangga atap, untuk
melindungi ruangan rumah dari gangguan serangga, hujan dan angin, serta
melindungi dari pengaruh panas dan angin dari luar. Bahan dinding yang
paling baik adalah batu, tembok, sedangkan kayu, papan, bambu kurang
baik. Menurut Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan; komponen dan penataan ruangan
rumah sehat dimana dinding rumah sehat harus memiliki ventilasi, kedap
air dan mudah dibersihkan. Adapun syarat-syarat untuk dinding antara
lain: 29
1. Dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat sendiri, beban tekanan
angin, dan bila sebagai dinding pemikul harus pula dapat memikul beban
diatasnya.
2. Dinding harus terpisah dari pondasi oleh suatu lapisan air rapat air
sekurangkurangnya 15 cm di bawah permukaan tanah sampai 20 cm di
atas lantai bangunan, agar air tanah tidak dapat meresap naik keatas,
sehingga dinding tembok terhindar dari basah dan lembab dan tampak
bersih tidak berlumut.
3. Lubang jendela dan pintu pada dinding, bila lebarnya kurang dari 1 m
dapat diberi susunan batu tersusun tegak diatas batu,batu tersusun tegak
diatas lubang harus dipasang balok lantai dari beton bertulang atau kayu
awet.

25
4. Untuk memperkuat berdirinya tembok bata digunakan rangka pengkaku
yang terdiri dari plester-plester atau balok beton bertulang setiap luas 12
meter.
c) Langit-langit
Langit-langit merupakan bidang pembatas antara atap rumah dan
ruangan di bawahnya. Langit-langit rumah memiliki banyak fungsi, fungsi
utama dari langit-langit adalah untuk menjaga kondisi suhu di dalam
ruangan akibat sinar matahari yang menyinari atap rumah. Udara panas di
ruang atap ditahan oleh langit-langit sehingga tidak langsung mengalir ke
ruang di bawahnya sehingga suhu ruang dibawahnya tetap terjaga.
Dibawah kerangka atap/ kuda-kuda biasanya dipasang penutup yang
disebut langit-langit yang tujuannya antara lain:
1. Untuk menutup seluruh konstruksi atap dan kuda-kuda penyangga agar
tidak terlihat dari bawah, sehingga ruangan terlihat rapi dan bersih.
2. Untuk menahan debu yang jatuh dan kotoran yang lain juga menahan
tetesan air hujan yang menembus melalui celah-celah atap.
3. Untuk membuat ruangan antara yang berguna sebagai penyekat sehingga
panas atas tidak mudah menjalar kedalam ruangan dibawahnya.
Adapun persyaratan untuk langit-langit yang baik adalah:
a. Langit-langit harus dapat menahan debu dan kotoran lain yang
jatuh dari atap.
b. Langit-langit harus menutup rata kerangka atap kuda-kuda
penyangga dengan konstruksi bebas tikus.
c. Tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,40 dari permukaan
lantai
d. Langit-langit kasaunya miring sekurang-kurangnya mempunyai
tinggi rumah 2,40 m,dan tinggi ruang selebihnya pada titik
terendah titik kurang dari 1,75m.
e. Ruang cuci dan ruang kamar mandi diperbolehkan sekurang
kurangnya sampai 2,40 m.
d) Atap

26
Atap genteng umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun di
pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis juga
dapat terjangkau oleh masyarakat dan dan bahkan masyarakat dapat
membuatnya sendiri. Namun demikian banyak masyarakat pedesaan
yang tidak mampu menggunakan atap genteng, maka atap daun rumbia
atau daun kelapa yang digunakan. 11
Secara umum konstruksi atap harus didasarkan kepada perhitungan yang
teliti dan dapat dipertanggung jawabkan kecuali untuk atap yang sederhana
tidak disyaratkan adanya perhitungan-perhitungan. Maksud utama dari
pemasangan atap adalah untuk melindungi bagian-bagian dalam bangunan
serta penghuninya terhadap panas dan hujan, oleh karena itu harus dipilih
penutup atap yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Rapat air serta padat dan letaknya tidak mudah bergeser
2. Tidak mudah terbakar dan bobotnya ringan dan tahan lama
Bentuk atap yang biasa digunakan ialah bentuk atap datar dari konstruksi
beton bertulang dan bidang atap miring dari genteng, sirap, seng
gelombang atau asbes semen gelombang. Pada bidang atap miring
mendaki paling banyak digunakan penutup/atap genteng karena harga
rumah dan cukup awet.
e) Pembagian Ruangan
Telah dikemukakan dalam persyaratan rumah sehat, bahwa rumah sehat
harus mempunyai cukup banyak ruangan-ruangan seperti : ruang
duduk/ruang makan, kamar tidur, kamar mandi, jamban, dapur, tempat
cuci pakaian, tempat berekreasi dan tempat beristirahat, dengan tujuan
agar setiap penghuninya merasa nikmat dan merasa betah tinggal di rumah
tersebut. Adapun syarat-syarat pembagian ruangan yang baik adalah
sebagai berikut : 27
a. Adanya pemisah yang baik antara ruangan kamar tidur kepala
keluarga (suami istri) dengan kamar tidur anak-anak, baik laki-laki
maupun perempuan, terutama anak-anak yang sudah dewasa.

27
b. Memilih tata ruangan yang baik, agar memudahkan komunikasi
dan perhubungan antara ruangan didalam rumah dan juga
menjamin kebebasan dan kerahasiaan pribadi masing-masing
terpenuhi.
c. Tersedianya jumlah kamar/ruangan kediaman yang cukup dengan
luas lantai sekurang-kurangnya 8 m2 agar dapat memenuhi
kebutuhan penghuninya untuk melakukan kegiatan kehidupan.
d. Bila ruang duduk digabung dengan ruang tidur, maka luas lantai
tidak boleh kurang dari 11 m2 untuk 1 orang, 14 m2 bila digunakan
2 orang, dalam hal ini harus dipisah.
e. Dapur
a) Luas dapur minimal 14 m2 dan lebar minimal 1,5 m2,
b) Bila penghuni tersebut lebih dari 2 orang, luas dapur
tidak boleh kurang dari 3 m2,
c) Di dapur harus tersedia alat-alat pengolahan makanan,
alat-alat masak, tempat cuci peralatan dan air bersih,
d) Didapur harus tersedia tempat penyimpanan bahan
makanan. Atau makanan yang siap disajikan yang dapat
mencegah pengotoran makanan oleh lalat, debu dan
lain-lain dan mencegah sinar matahari langsung.
f. Kamar Mandi dan jamban keluarga
a) Setiap kamar mandi dan jamban paling sedikit salah satu dari
dindingnya yang berlubang ventilasi berhubungan dengan udara
luar. Bila tidak harus dilengkapi dengan ventilasi mekanis untuk
mengeluarkan udara dari kamar mandi dan jamban tersebut,
sehingga tidak mengotori ruangan lain.
b) Pada setiap kamar mandi harus bersih untuk mandi yang cukup
jumlahnya.
c) Jamban harus berleher angsa dan 1 jamban tidak boleh dari 7 orang
bila jamban tersebut terpisah dari kamar mandi.

28
3. Pencahayaan
Cahaya yang cukup kuat untuk penerangan didalam rumah merupakan kebutuhan
manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan pengaturan cahaya buatan dan
cahaya alam. 30
a. Pencahayaan alam
Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam
ruangan melalaui jendela, celah-celah atau bagian ruangan yang terbuka.
Sinar sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon maupun
tembok pagar yang tinggi. Kebutuhan standar cahaya alam yang
memenuhi syarat kesehatan untuk kamar keluarga dan kamar tidur
menurut WHO 60-120 Lux. Suatu cara untuk menilai baik atau tidaknya
penerangan alam yang terdapat dalam rumah, adalah sebagai berikut :
a) Baik, bila jelas membaca koran dengan huruf kecil.
b) Cukup, bila samar-samar membaca huruf kecil.
c) Kurang, bila hanya huruf besar yang terbaca.
d) Buruk, bila sukar membaca huruf besar.
Pemenuhan kebutuhan cahaya untuk penerangan alamiah sangat
ditentukan oleh letak dan lebar jendela. Untuk memperoleh jumlah cahaya
matahari pada pagi hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur
menghadap ke timur. Luas jendela yang baik paling sedikit mempunyai
luas 10-20 % dari luas lantai. Apabila luas jendela melebihi 20 % dapat
menimbulkan kesilauan dan panas, sedangkan sebaliknya kalau terlalu
kecil dapat menimbulkan suasana gelap dan pengap.
b. Pencahayaan buatan
Penerangan pada rumah tinggal dapat diatur dengan memilih sistem
penerangan dengan suatu pertimbangan hendaknya penerangan tersebut
dapat menumbuhkan suasana rumah yang lebih menyenangkan. Lampu
Flouresen (neon) sebagai sumber cahaya dapat memenuhi kebutuhan
penerangan karena pada penerangan yang relatif rendah mampu
menghasilkan cahaya yang baik bila dibandingkan dengan penggunaan
lampu pijar. Bila ingin menggunakan lampu pijar sebaiknya dipilih yang

29
warna putih dengan dikombinasikan beberapa lampu neon. Untuk
penerangan malam hari alam ruangan terutama untuk ruang baca Dan
ruang kerja, penerangan minimum adalah 150 lux sama dengan 10 watt
lampu TL, atau 40 watt dengan lampu pijar.

4. Kualitas udara
Menurut Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan, kualitas udara sebagai berikut : 10
a. Suhu udara nyaman antara 18 30OC
b. Kelembaban udara 40 70 %
c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam
d. Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni
e. Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam
f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3

5. Ventilasi
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar kedalam suatu ruangan dan
pengeluaran udara kotoran suatu ruangan tertutup baik alamiah maupun secara
buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk menghindari pengaruh buruk yang
dapat merugikan kesehatan manusia pada suatu ruangan kediaman yang tertutup
atau kurang ventilasi. Pengaruh-pengaruh buruk itu ialah : 31
a. Berkurangnya kadar oksigen diudara dalam ruangan kediaman.
b. Bertambahnya kadar asam karbon (CO2) dari pernafasan manusia.
c. Bau pengap yang dikeluarkan oleh kulit, pakaian dan mulut
manusia.
d. Suhu udara dalam ruangan naik karena panas yang dikeluarkan oleh badan
manusia.
e. kelembaban udara dalam ruang kediaman bertambah karena penguapan air
dan kulit pernafasan manusia.
Dua macam cara yang dapat dilakukan agar ruangan mempunyai sistem aliran
udara yang baik, yaitu : 13

30
(i) Ventilasi alamiah, dimana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi
secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada
dinding dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak
menguntungkan, karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan
serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain
untuk melindungi penghuninya dari gigitan serangga tersebut.
(ii) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk
mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin pengisap
udara.

6. Vektor Penyakit
Menurut Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan, vektor penyakit : tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus
yang bersarang di dalam rumah. 10

7. Penyediaan air
Menurut Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan, rumah sehat memiliki penyediaan air : 10
o Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/
orang/hari
o Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum

8. Sarana Penyimpanan Makanan : tersedia sarana penyimpanan makanan yang


aman 10

9. Pembuangan Limbah
Menurut Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan, limbah rumah : 10
a. Limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air,
tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah

31
b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,
tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.

10. Kepadatan Hunian


Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan untuk lebih dari dua
orang tidur.10

BAB 3
DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Definisi Operasional


1. Pengetahuan

32
Definisi : Kemampuan subjek dalam menjawab pertanyaan
kuesioner yang berisi tentang pengetahuan subjek
mengenai sanitasi dan rumah sehat.
Alat Ukur : Kuesioner
Cara Ukur : Kuesioner pengetahuan terdiri dari 15 pertanyaan.
Jika responden memilih jawaban yang benar (pilihan
jawaban a) akan mendapat skor 3
Jika responden memilih jawaban yang tidak benar (pilihan
jawaban b akan mendapat 2 atau c) akan mendapat skor 1.
Hasil Ukur : Berdasarkan total nilai yang diperoleh dari 15 pertanyaan,
maka total nilai maksimal adalah 15.
Pengelompokan skor menggunaan skala Likert, maka
didapatkan :2
Pengetahuan baik : apabila total nilai yang diperoleh
responden > 66,7% dengan rentang (30-45).
Pengetahuan kurang baik : apabila total nilai yang
diperoleh responden < 66,7% dengan rentang (1-29).
Skala Ukur : Nominal

2. Sikap
Definisi : Sikap subjek terhadap pertanyaan kuesioner mengenai
sanitasi dan rumah sehat apakah setuju, kurang setuju, atau
tidak setuju.
Alat Ukur : Kuesioner
Cara Ukur : Kuesioner sikap terdiri dari 14 pertanyaan.
Adapun sistem pemberian skor sikap untuk pertanyaan
nomor 1,3,4,6,9,10,11,13 dan 14 adalah sebagai berikut :
Jika responden memilih jawaban setuju mendapat skor 3.
Jika responden memilih jawaban kurang setuju mendapat
skor 2.

33
Jika responden memilih jawaban tidak setuju mendapat
skor 1.
Sistem pemberian skor sikap untuk pertanyaan 2,5,7,8,12
adalah sebagai berikut :
Jika responden memilih jawaban setuju mendapat skor 1.
Jika responden memilih jawaban kurang setuju mendapat
skor 2.
Jika responden memilih jawaban tidak setuju mendapat
skor 3.
Hasil Ukur : Berdasarkan total nilai yang diperoleh dari 14 pertanyaan,
maka total nilai maksimal adalah 42.
Pengelompokan skor menggunaan skala Likert, maka
didapatkan :2
Kategori baik : apabila total nilai yang diperoleh
responden > 66,7% dengan rentang (28-42).
Kategori kurang baik : apabila total nilai yang diperoleh
responden < 66,7% dengan rentang (1-27).
Skala Ukur : Nominal

3. Tindakan
Definisi : Jawaban subjek penelitian terhadap pertanyaan mengenai
sanitasi dan rumah sehat apakah menjawab ya atau tidak.
Alat Ukur : Kuesioner
Cara Ukur : Kuesioner sikap terdiri dari 12 pertanyaan.
Jika responden memilih jawaban ya, akan mendapat
skor 3.
Jika responden memilih jawaban kadang-kadang, akan
mendapat skor 2.
Jika responden memilih jawaban tidak, akan
mendapat skor 1.

34
Hasil Ukur : Berdasarkan total nilai yang diperoleh dari 12 pertanyaan,
maka total nilai maksimal adalah 36.
Pengelompokan skor menggunaan skala Likert, maka
didapatkan :2
Kategori baik : apabila total nilai yang diperoleh
responden > 66,7% dengan rentang (24-36).
Kategori kurang baik : apabila total nilai yang diperoleh
responden < 66,7% dengan rentang (1-23).
Skala Ukur : Nominal

4. Sanitasi dan Rumah Sehat


Definisi : Penilaian rumah yang ditentukan dari jumlah komponen
rumah, sarana sanitasi dan perilaku kesehatan yang
diperoleh dari data observasi.
Alat Ukur : Observasi
Cara Ukur : Melakukan observasi terhadap komponen rumah dan
sanitasi.
Terdapat 8 item untuk penilaian konstruksi rumah yaitu :
1. Langit-langit (skor 0-2)
2. Dinding (skor 0-3)
3. Lantai (skor 0-2)
4. Jendela kamar tidur (skor 0-1)
5. Jendela ruang keluarga (skor 0-1)
6. Ventilasi (skor 0-2)
7. Lubang asap dapur (skor 0-2)
8. Pencahayaan (skor 0-2)
Setiap item dari konstruksi rumah dikali 31.
Terdapat 4 item untuk penilaian sanitasi dasar yaitu :
1. Sarana air bersih (skor 0-4)
2. Jamban (skor 0-4)
3. Sarana pembuangan air limbah (skor 0-4)

35
4. Sarana pembuangan sampah (skor 0-3)
Setiap item dari sanitasi dasar dikali 25.
Hasil Ukur : Berdasarkan total skor yang diperoleh dari 8 item
konstruksi rumah dan 4 item indikator sanitasi dasar, maka
total maksimal adalah 840.
Kategori rumah sehat : apabila total nilai 628-840.
Kategori kurang baik : apabila total nilai <628.
Skala Ukur : Nominal

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

36
Jenis penelitian adalah survei yang bersifat deskriptif yaitu untuk
mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Tuntungan tentang sanitasi dan rumah sehat.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan. Penelitian
dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada setiap kepala keluarga dari
tanggal 29 Agustus s/d 10 September 2016.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga di wilayah kerja
Puskesmas Tuntungan.
4.3.2. Besar Sampel
Jumlah sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus
Lemeshow (1994), sebagai berikut:
Maka besar sampel adalah :
N Z21-a/2 P (1-P)
n = -------------------------------
(N-1) d2 + Z21-a/2 P (1-P)
n = besar sampel minimum
Z1-a/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada a tertentu, yaitu 1,96
P = harga proporsi di populasi, yaitu 55%
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir, yaitu 10%
N = jumlah populasi, yaitu 4.432 kepala keluarga
Sehingga didapatkan jumlah sampel sebesar 93 orang orang kepala keluarga,
maka dibulatkan menjadi 100 orang.
4.3.3. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel menggunakan teknik probability sampling dengan
jenis cluster sampling, yaitu sampel diperoleh dari Bapak atau Ibu kepala keluarga
yang berada di enam kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan, yaitu :

37
1. Kelurahan Kemenangan Tani
2. Kelurahan Tanjung Selamat
3. Kelurahan Namo Gajah
4. Kelurahan Lao Cih
5. Kelurahan Ladang Bambu
6. Kelurahan Sidomulio
Adapun jumlah sampel yang mewakili setiap kelurahan adalah sebagai berikut :
s.=/100% =100/4432100% = 2,2 %

Tabel 4.1 Penyebaran Sampel di Setiap Kelurahan Wilayah Kerja Puskesmas


Medan Tuntungan.
No Nama Jumlah KK Perhitungan Jumlah
Kelurahan (KK x 2,2%) sampel
1 Kemenangan 742 742x 2,2 % 17 KK
Tani
2 Tanjung 1405 1405 x 2,2% 31 KK
Selamat
3 Namo Gajah 414 414 x 2,2% 10 KK
4 Lau Cih 376 376 x 2,2% 9 KK
5 Sidomulio 556 556 x 2,2% 12 KK
6 Ladang 939 939 x 2,2% 21 KK
Bambu
Jumlah 4432 100 KK

4.3.4. Kriteria inklusi


1. Semua kepala keluarga wilayah kerja Puskesmas Tuntungan baik Ibu atau
Bapak.

4.3.5. Kriteria eksklusi


1. Keluarga yang tinggal menumpang dalam satu rumah dengan keluarga
lainnya.

38
4.4. Teknik Pengumpulan Data
4.4.1. Data Primer
Data yang diperoleh dari kuesioner yang dibagikan kepada Bapak atau Ibu
kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan.

4.4.2. Data Sekunder


Data diperoleh dari Pencatatan Puskesmas Tuntungan.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data


Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer, data
dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi
dengan melihat persentase dari data tersebut.

39
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil
5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Demografi
Puskesmas Medan Tuntungan yang terletak di Jl. Bunga Melati II
Kelurahan Kemenangan Tani Lingkungan II Kecamatan Medan Tuntungan Kode
Pos : 20132, mempunyai luas tanah 1.347 m 2 dengan luas bangunan 894 m2.
Sampai saat ini, jumlah penduduk yang termasuk wilayah kerja Puskesmas
Tuntungan adalah 30.458 jiwa dengan 5.150 Kepala Keluarga (KK). Keseluruhan
penduduk ini tersebar dalam 6 kelurahan dengan 29 lingkungan yang menjadi
cakupan wilayah kerja Puskesmas Tuntungan, terdiri atas Kelurahan Kemenangan
Tani, Tanjung Selamat, Namo Gajah, Lau Cih, Sidomulyo dan Ladang Bambu.
Puskesmas Medan Tuntungan terletak dalam wilayah kerja Kecamatan
Medan Tuntungan yang mempunyai luas wilayah 806,3 Ha. Bangunan ini
dilengkapi dengan rumah dinas dokter dan paramedis. Batas-batas wilayah kerja
Puskesmas Medan Tuntungan, yaitu:
Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang
Fasilitas Puskesmas Medan Tuntungan mencakup 10 ruang rawat jalan di
lantai I dan 9 ruang rawat inap di lantai I serta 7 ruang rawat inap di lantai II.
Kegiatan Puskesmas Medan Tuntungan terdiri dari 7 program wajib dan 10
program pengembangan. Tujuh program wajib tersebut adalah promosi kesehatan,
kesehatan lingkungan, KIA dan KB, peningkatan gizi, pencegahan dan
pemberantasan penyakit, pengobatan dan pencatatan laporan. Sementara itu,
program pengembangannya terdiri atas upaya kesehatan sekolah, kesehatan
olahraga, perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan kerja, kesehatan gigi dan
mulut, kesehatan jiwa, kesehatan mata, kesehatan usia lanjut, pembinaan
pengobatan tradisional dan laboratorium sederhana.

40
Secara umum, data-data yang lebih jelas mengenai data demografi di
Puskesmas Medan Tuntungan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas
Medan Tuntungan Tahun 2015
No. Kelurahan Jenis Kelamin Jumlah
Pria Wanita
1 Kemenangan Tani 2.810 2.948 5.758
2 Tanjung Selamat 6.687 6.769 13.456
3 Namo Gajah 1.228 1.247 2.475
4 Lau Cih 1.002 980 1.982
5 Sidomulyo 1.048 972 2.020
6 Ladang Bambu 2.386 2.381 4.767
Jumlah 15.161 15.297 30.458

Tabel 5.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di


Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2015
No. Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (%)
1 PNS 1.371 (4,5)
2 TNI/Polri 152 (0,5)
3 Pegawai Swasta 1.218 (4)
4 Wiraswasta 457 (1,5)
5 Pensiunan 457 (1,5)
6 Pedagang 914 (3)
7 Petani 9.137 (30)
8 Buruh 3.046 (10)
9 Dll 16.752 (55)
Jumlah 30.458 (100)

Tabel 5.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku di Puskesmas Medan


Tuntungan Tahun 2015
No. Suku Jumlah Penduduk (%)
1 Batak Karo 9.137 (30)
2 Melayu 6.396 (21)
3 Jawa 4.569 (15)
4 Batak Toba 3.960 (13)
5 Mandailing 2.437 (8)
6 Minang 2.132 (7)
7 WNI Turunan 914 (3)
8 Dll 914 (3)
Jumlah 30.458 (100)
Sumber: Profil Puskesmas Medan Tuntungan

41
5.1.2. Karakteristik Sampel
Karakteristik sampel yang diamati pada penelitian ini meliputi jenis
kelamin, kelompok umur, dan pekerjaan yang ditampilkan dalam tabel 5.4
berikut:
Tabel 5.4. Karakteristik Sampel
Jenis Kelamin Total
Laki-laki 51 (51%)
Perempuan 49 (49%)

Kelompok Umur
Di bawah 35 tahun 5 (5%)
35-45 tahun 53 (53%)
Di atas 45 tahun 42 (42%)

Pendidikan
SD 5 (5%)
SMP 12 (12%)
SMA 71 (71%)
S1 10 (10%)
S2 2 (2%)

Pekerjaan
PNS 15 (15%)
Wiraswasta 59 (59%)
Buruh 22 (22%)
Tidak Bekerja 4 (4%%)

Berdasarkan tabel 5.4. di atas, didapatkan bahwa responden laki-laki dan


perempuan berimbang hampir sama. Kelompok umur responden yang merupakan
kepala keluarga sebagian besar berada pada rentang umur 35-45 tahun (53%).
Sedangkan pekerjaan sebagian kepala keluarga yang menjadi responden adalah
wiraswasta (59%). Pendidikan sebagian besar responden yaitu 71% adalah tamat
SMA.

42
5.1.3. Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh gambaran tentang
pengetahuan responden tentang sanitasi dasar dan rumah sehat di wilayah kerja
Puskesmas Tuntungan adalah sebagai berikut :

Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Sanitasi


Dasar dan Rumah Sehat
Yang Yang
menjawab menjawab
dengan salah
Indikator dan Jawaban Total
No. benar (pilihan
Aspek Pengetahuan
(pilihan jawaban b
jawaban a) atau c)
n % n % n %
1 Akibat yang terjadi bila 98 98 2 2 100 100
menggunakan air sungai
sebagai air minum
2 Membersihkan tempat 93 93 7 7 100 100
penampungan air bersih
3 Jenis jamban yang paling baik 98 98 2 2 100 100
4 Saluran pembuangan air 93 93 7 7 100 100
limbah yang baik
5 Lokasi tempat pembuangan 97 97 3 3 100 100
sampah
6 Pengertian sampah organik 85 85 15 15 100 100
7 Contoh sampah organik 93 93 7 7 100 100
8 Pengertian sampah anorganik 72 72 28 28 100 100
9 Contoh sampah anorganik 86 86 14 14 100 100
10 Tempat pembuangan sampah 91 91 9 9 100 100
organik dan sampah anorganik
11 Akibat membuang sampah 94 94 6 6 100 100
sembarangan
12 Manfaat membuka jendela 100 100 0 0 100 100
pada pagi hari
13 Keadaan lantai pada rumah 96 96 4 4 100 100
sehat
14 Keadaan langit-langit pada 95 95 5 5 100 100
rumah sehat
15 Pencahayaan yang sebaiknya 100 100 0 0 100 100
pada rumah sehat

43
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
menjawab setiap pertanyaan secara benar. Hanya sebagian kecil responden pada
pertanyaan mengenai sampah organik dan anorganik yang menjawab salah,
namun yang menjawab benar masih lebih banyak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa secara umum pengetahuan responden mengenai sanitasi dasar dan rumah
sehat dalah sebagai berikut :

Tabel 5.6. Gambaran Pengetahuan Responden


Jumlah Persen (%)
Pengetahuan Baik 95 95
Pengetahuan Kurang 5 5

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar


responden sebanyak 90% memiliki pengetahuan yang baik mengenai sanitasi
dasar dan rumah sehat.

5.1.4. Sikap
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh gambaran tentang sikap
responden tentang sanitasi dasar dan rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas
Tuntungan adalah sebagai berikut :

Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Sanitasi Dasar dan


Rumah Sehat
Indikator dan Kurang Tidak
Setuju Total
No. Jawaban Aspek Setuju Setuju
Sikap n % n % n % n %
1 Air bersih dimasak 100 100 0 0 0 0 100 100
terlebih dahulu
sebelum diminum
2 Membersihkan 16 16 35 35 49 49 100 100
tempat penampungan
air bersih pada saat
ingat saja
3 Menggunakan 70 70 18 18 12 12 100 100
jamban leher angsa
untuk setiap rumah
tangga

44
4 Menggunakan septic 87 87 10 10 3 3 100 100
tank untuk
menghindari
pencemaran tanah
5 Membuang air 14 14 18 18 68 68 100 100
limbah sembarangan
ke selokan/parit
6 Menggunakan SPAL 73 73 21 21 6 6 100 100
tertutup
7 Boleh membuang 3 3 14 14 83 83 100 100
sampah sembarang
tempat
8 Tempat sampah di 16 16 33 33 51 51 100 100
dalam rumah tidak
diperlukan
9 Memisahkan sampah 48 48 30 30 22 22 100 100
organik dan sampah
anorganik sebelum
dibuang ke Tempat
Pembuangan Akhir
10 Masyarakat yang 86 86 1 1 13 13 100 100
membuang sampah ke
sungai diberikan
sanksi
11 Membuka jendela 87 87 3 3 10 10 100 100
pada pagi hari
12 Lantai rumah tidak 17 17 7 7 76 76 100 100
harus bersih dan
diperbolehkan
lembab
13 Langit-langit rumah 87 87 5 5 8 8 100 100
harus ada dan tidak
kotor
14 Pencahayaan rumah 98 98 0 0 2 2 100 100
harus terang dan
tidak silau sehingga
dapat dipergunakan
untuk membaca
dengan normal

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden


menjawab setiap pertanyaan secara benar. Hampir seluruh responden memiliki
sikap setuju untuk pertanyaan apakah air bersih dimasak terlebih dahulu sebelum
diminum (100%) dan pertanyaan apakah pencahayaan rumah harus terang dan

45
tidak silau sehingga dapat dipergunakan untuk membaca dengan normal (98%).
Sekitar 22% responden memilih sikap tidak setuju untuk memisahkan sampah
organik dan anorganik, sedangkan 30% responden kurang setuju, sehingga dapat
disimpulkan bahwa secara umum sikap responden mengenai sanitasi dasar dan
rumah sehat dalah sebagai berikut :

Tabel 5.8. Gambaran Sikap Responden


Jumlah Persen (%)
Sikap Baik 94 94
Sikap Kurang 6 6

Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 94% memiliki sikap yang baik


mengenai sanitasi dasar dan rumah sehat.

5.1.5. Tindakan
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh gambaran tentang tindakan
responden tentang sanitasi dasar dan rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas
Tuntungan adalah sebagai berikut :

Tabel 5.9. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Sanitasi Dasar dan


Rumah Sehat
No. Indikator dan Jawaban Aspek Ya Kadang Tidak Total
Tindakan -kadang
N % n % n % n %
1 Air bersih dimasak terlebih 98 98 1 1 1 1 100 100
dahulu sebelum diminum
2 Membersihkan tempat 73 73 17 17 10 10 100 100
penampungan air bersih secara
teratur sekali seminggu
3 Menggunakan jamban leher angsa 85 85 3 3 12 12 100 100
di rumah
4 Memiliki SPAL tertutup 84 84 0 0 16 16 100 100
5 Memiliki tempat pembuangan 83 83 2 2 15 15 100 100
sampah di luar rumah
6 Tempat sampah kedap air dan 44 44 4 4 52 52 100 100
memiliki tutup
7 Membuang sampah pada 73 73 13 13 14 14 100 100
tempatnya

46
8 Memisahkan sampah organik dan 35 35 8 8 57 57 100 100
sampah anorganik
9 Membuka jendela setiap pagi hari 88 88 8 8 4 4 100 100
10 Rumah dan halaman dibersihkan 80 80 18 18 2 2 100 100
setiap hari
11 Langit-langit rumah selalu dalam 69 69 22 22 9 9 100 100
keadaan bersih
12 Pencahayaan di rumah terang dan 97 97 1 1 2 2 100 100
tidak silau

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden


menjawab setiap pertanyaan secara benar. Hampir semua responden melakukan
tindakan yang baik ditandai dengan menjawab pertanyaan dengan benar pada
pertanyaan apakah air bersih dimasak terlebih dahulu sebelum diminum (98%)
dan pertanyaan apakah pencahayaan di rumah terang dan tidak silau (97%).
Sementara itu, hanya sedikit responden yang memiliki tindakan yang baik, yang
ditandai dengan menjawab pertanyaan apakah tempat sampah kedap air dan
memiliki tutup (44%) serta pertanyaan apakah memisahkan sampah organik dan
anorganik di luar rumah (35%) dengan benar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
secara umum sikap responden mengenai sanitasi dasar dan rumah sehat adalah
sebagai berikut :

Tabel 5.10. Gambaran Tindakan Responden


Jumlah Persen (%)
Tindakan Baik 80 80
Tindakan Kurang 20 20

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar


responden sebanyak 80% memiliki tindakan yang baik mengenai sanitasi dasar
dan rumah sehat.

5.1.6. Rumah Sehat


Kepemilikan rumah sehat dilihat dari beberapa indikator yaitu meliputi
komponen rumah, kondisi sanitasi dasar dan perilaku penghuni rumah. Hasil
penelitian kepemilikan rumah sehat dapat dilihat dari tabel berikut ini :

47
Tabel 5.11. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Rumah Sehat

Komponen Rumah Skor Penilaian Rumah


No. 0 1 2 3 4 Total
Sehat n % n % n % n % n % n %
A. Konstruksi Rumah
1 Langit-langit 12 12 24 24 64 64 - - - - 100 100
2 Dinding - - 6 6 22 22 72 72 - - 100 100
3 Lantai 0 0 10 10 90 90 - - - - 100 100
4 Jendela Kamar 22 22 78 78 - - - - - - 100 100
5 Jendela Ruang 12 12 88 88 - - - - - - 100 100
Keluarga
6 Ventilasi 8 8 40 40 52 52 - - - - 100 100
7 Lubang Asap 22 22 26 26 52 52 - - - - 100 100
Dapur
8 Pencahayaan 0 0 10 10 90 90 - - - - 100 100
B. Sanitasi Dasar
9 Sarana Air Bersih 6 6 8 8 18 18 12 12 56 56 100 100
10 Jamban 2 2 2 2 4 4 20 20 72 72 100 100
11 SPAL 4 4 14 14 34 34 18 18 30 30 100 100
12 Tempat Sampah 4 4 32 32 30 30 34 34 - - 100 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden


memiliki langit-langit rumah yang memenuhi syarat rumah sehat adalah 64%,
berdinding permanen (72%), berlantai keramik (90%), dan pencahayaan terang
dan tidak silau (90%).
Namun ada beberapa responden yang tidak memiliki jendela kamar (22%),
dan juga dengan jendela ruang keluarga (12%). Responden sebagian besar telah
memiliki ventilasi, namun 40% responden memiliki ventilasi yang tidak
memenuhi syarat rumah sehat yaitu luas ventilasi <10% dari luas lantai.
Untuk sanitasi dasar di rumah, sebanyak 56% responden memiliki sarana
air bersih yang dimiliki sendiri dan memenhi syarat kesehatan, sebanyak 72%
responden memiliki jamban bentuk leher angsa dan septic tank yang tertutup.
Namun sedikit responden yang memiliki sistem pembuangan air limbah (SPAL)
yang dialirkan ke selokan tertutup (saluran kota) yaitu 30%, sedangkan yang
dialirkan ke selokan terbuka lebih banyak yaitu 34%. Untuk pembuangan sampah
yang memenuhi kriteria sehat yaitu kedap air dan tertutup hanya 34%, yang kedap
namun tidak tertutup sebanyak 30%, selebihnya tidak kedap air dan tidak tertutup

48
(32%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum responden yang
memiliki rumah sehat adalah sebagai berikut :
Tabel 5.12. Gambaran Kondisi Rumah Responden
Jumlah Persen (%)
Rumah Sehat 70 70
Rumah Tidak Sehat 30 30

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar


responden sebanyak 70% memiliki rumah sehat.

5.2. Pembahasan
5.2.1. Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 5.4. di atas, didapatkan bahwa responden laki-laki dan
perempuan berimbang hampir sama. Kelompok umur responden yang merupakan
Kepala Keluarga sebagian besar berada pada rentang umur 35-45 tahun (53%).
Pendidikan sebagian besar responden yaitu 71% adalah tamat SMA. Sedangkan
pekerjaan sebagian kepala keluarga yang menjadi responden adalah wiraswasta
(59%).
Usia dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Pada dewasa ini
ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental, semakin bertambah umur
seseorang maka akan semakin bertambah keinginan untuk pengetahuannya
tentang kesehatan.32
Pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuan.32
Pekerjaan mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Orang yang
menekuni suatu bidang pekerjaan akan memiliki pengetahuan mengenai segala
sesuatu mengenai apa yang dikerjainnya.32

5.2.2. Pengetahuan
Berdasarkan tabel 5.6. di atas, sebagian besar responden sebanyak 95%
memiliki pengetahuan yang baik mengenai sanitasi dasar dan rumah sehat. Hal ini

49
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sofia (2010) di wilayah Pelabuhan
Teluk Nibung, Tanjung Belawan yang mengatakan bahwa tingkat pengetahuan
responden yang diskoring memberikan hasil bahwa 100% responden dalam
tingkat kategori pengetahuan yang baik.33
Berdasarkan Notoatmodjo (2003) dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
merupakan hasil dari penginderaan yang diperoleh melalui penglihatan,
pendengaran, penciuman, raba yang memberikan informasi tertentu kepada
seseorang dan menjadi pengetahuannya.2
Dari responden yang diteliti, sebagian besar berada pada usia 35-45 tahun
yaitu 53% dan pada usia >45 tahun sebanyak 42%. Umur adalah waktu hidup
sejak lahir, semakin bertambahnya umur seseorang maka tingkat persepsi
seseorang bertambah pula. Semakin bertambahnya umur seseorang akan lebih
matang dalam berpikir dan bekerja terutama pada usia dewasa. Sehingga dengan
umur yang sudah dewasa dimungkinkan dapat mempengaruhi kemampuan atau
persepsi responden yang cukup baik, karena semakin bertambahnya umur maka
semakin matang seseorang dalam berpikir dan bekerja serta menyikapi segala
sesuatu.32
Selain faktor umur, adanya faktor lain yang menyebabkan sanitasi
lingkungan selain pengetahuan tentang sanitasi lingkungan yaitu adalah tingkat
pendidikan. Pengetahuan yang dimilliki seseorang dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan formal dan non formal. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka
akan semakin baik pula tingkat pengetahuan yang akhirnya mempengaruhi pola
pikir dan daya nalar seseorang.34 Menurut Wied Hary A (2001), pendidikan
menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan
yang mereka peroleh. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka
semakin baik pula pengetahuan.35
Menurut hasil penelitian ini, sebagian besar pendidikan responden yaitu
sebanyak 71% SMA karena pendidikan SMA sudah tinggi sehingga seseorang
mudah menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh.35
Menurut Notoatmodjo (2003), pekerjaan mempunyai pengaruh pada
pengetahuan seseorang. Orang yang menekuni suatu bidang pekerjaan akan

50
memiliki pengetahuan mengenai segala sesuatu mengenai apa yang dikerjainnya. 2
Menurut hasil pengamatan peneliti sebagian besar pekerjaan responden yaitu
wiraswasta sebanyak 59 orang (59%), karena pekerjaan yang ditekuni juga dapat
menambah pengetahuan seseorang.35
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dari
masyarakat sebagian besar baik. Semakin baik pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan, akan semakin baik perilakunya dalam memelihara kesehatan
lingkungan.34

5.2.3. Sikap
Berdasarkan tabel 5.8. di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
responden sebanyak 94% memiliki sikap yang baik mengenai sanitasi dasar dan
rumah sehat. Hal ini sesuai dengan penelitian Sofia (2010) di wilayah Pelabuhan
Teluk Nibung, Tanjung Belawan yang mengatakan bahwa sikap responden dalam
kategori baik (100%).33
Definisi sikap dibagi ke dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap
merupakan suatu bentuk reaksi atau evaluasi perasaan. Dalam hal ini, sikap
seseorang terhadap suatu objek tertentu adalah memihak maupun tidak memihak.
Kedua, sikap merupakan kesiapan bereaksi terhadap objek tertentu. Ketiga, sikap
merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling
berinteraksi satu sama lain. Sikap merupakan reaksi evaluatif yang disukai atau
tidak disukai terhadap sesuatu atau seseorang, menunjukkan kepercayaan,
perasaan, atau kecenderungan perilaku seseorang.36
Menurut Teori L. Green yang menyatakan bahwa sikap adalah suatu
predisposisi untuk munculnya perilaku, yang dapat dibuktikan dalam penelitian
ini. Perilaku seseorang akan dipengaruhi oleh kepercayaan, keyakinan, kehidupan
emosional dan kecenderungan untuk berperilaku yang semua itu merupakan
komponen sikap.37
Notoatmodjo (2003) juga menyebutkan bahwa perilaku seseorang akan lebih
baik dan dapat bertahan lebih lama apabila didasari oleh tingkat pengetahuan dan

51
kesadaran yang baik. Seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik akan sesuatu
hal diharapkan akan memiliki sikap yang baik.2
Berdasarkan penelitian Jariston (2009) juga menyatakan bahwa sikap
diturunkan dari pengetahuan responden. Dengan demikian menentukan sikap
harus didasari dari pengetahuan responden. Hal ini didapati dari penelitian ini
bahwa tingkat pengetahuan sejalan dengan sikap responden. Sebanyak 96%
responden memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian ini, bahwa 95% responden memiliki sikap yang baik.38

5.2.4. Tindakan
Berdasarkan tabel 5.10. di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
responden sebanyak 80% memiliki tindakan yang baik mengenai sanitasi dasar
dan rumah sehat. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sofia
(2006) di wilayah Pelabuhan Teluk Nibung, Tanjung Balai, yang mengatakan
bahwa jumlah responden yang dapat dikategorikan kurang baik yaitu 105
responden (79,5%) dan yang memiliki tindakan baik hanya sebanyak 27
responden (20,5%).33
Dari hasil penelitian, hanya sebagian kecil responden (35%) yang
memisahkan sampah organik dan sampah anorganik. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat belum memiliki kesadaran mengenai istilah sampah organik dan
sampah anorganik sehingga perlu diperkenalkan istilah yang baku tersebut kepada
masyarakat.33
Terdapat keeratan hubungan antara pengetahuan dalam upaya
memperbaiki perilaku. Dengan demikian meningkatkan pengetahuan akan
memberi hasil yang cukup berarti untuk memperbaiki perilaku. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Rogers yang menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku, dan perilaku
yang didasarkan pengetahuan akan bertahan lebih lama daripada perilaku yang
tidak didasari pengetahuan.39
Secara logis, sikap akan ditunjukkan dalam bentuk tindakan, namun tidak
dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis.
Artinya suatu pengetahuan dan sikap yang baik belum tentu terwujud dalam suatu

52
tindakan yang baik pula (overt behavior). Perubahan perilaku atau tindakan baru
itu akan terjadi melalui tahap-tahap atau proses perubahan yaitu pengetahuan,
sikap dan tindakan, artinya apabila pengetahuan sudah tinggi dan sikapnya positif
secara otomatis tindakan seseorang tersebut pasti akan baik. Namun, beberapa
penelitian juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu melalui tahap-
tahap tersebut, bahkan dalam praktek sehari-hari terjadi sebaliknya, artinya
seseorang memiliki tindakan yang baik meskipun pengetahuan dan sikapnya
masih negatif.32

5.2.5. Rumah Sehat


Berdasarkan tabel 5.12. di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
responden sebanyak 70% memiliki rumah sehat. Hal ini berbanding terbalik
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugrahaningsih (2016), yang mengatakan
bahwa dari 98 rumah yang diteliti, sebagian besar (72,45%) rumah yang berada di
Kelurahan Semanggi merupakan rumah tidak sehat.40 Hal ini juga berbanding
terbalik dengan hasil penelitian oleh Sofia (2010) bahwa mayoritas responden
(93,9%) belum memiliki rumah sehat dan responden yang memiliki rumah sehat
sebanyak 6,1%.33
Kebutuhan minimum dari seseorang individu atau rumah tangga adalah
makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, air dan sanitasi serta
transportasi. Apabila keluarga memiliki pendapatan yang tinggi, maka sisa
pendapatannya akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan rumah yang sehat.41
Masyarakat kecil berpenghasilan rendah tidak mampu memenuhi
persyaratan mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah bahkan untuk rumah tipe
Rumah Sangat Sederhana (RSS). Selain itu, pemerintah dan pihak swasta
pengembang perumahan tidak dapat memenuhi kebutuhan perumahan yang sehat
untuk masyarakat. Hal tersebut menimbulkan masalah sosial yang serius dan
menumbuhkan lingkungan kumuh (slum area) dengan gambaran berhubungan
erat dengan kemiskinan, sanitasi dasar perumahan yang rendah sehingga tampak
kotor akibat tidak tersedianya penyediaan air bersih, sampah yang menumpuk.42
BAB 6

53
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian-uraian pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Karakteristik umum dari responden berdasarkan umur yang paling banyak
terdapat pada persentase umur 35-45 tahun yaitu 53%. Persentase responden
yang memiliki tingkat pendidikan SMA adalah yang terbanyak yaitu 71%, dan
sebanyak 59% bekerja sebagai wiraswasta.
2. Pengetahuan responden di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan mengenai
sanitasi dasar dan rumah sehat sebanyak 95% memiliki pengetahuan yang baik.
3. Sikap responden di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan mengenai sanitasi
dasar dan rumah sehat sebanyak 94% memiliki sikap yang baik.
4. Tindakan responden di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan mengenai sanitasi
dasar dan rumah sehat sebanyak 80% memiliki tindakan yang baik.
5. Persentase responden yang memiliki rumah sehat adalah sebesar 70% dan
memiliki rumah yang tidak sehat adalah sebesar 30%.

6.2. Saran
1. Diharapkan kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan yaitu
pada Kelurahan Tanjung Selamat, Kemenangan Tani, Namo Gajah, Lau Cih,
Sidomulyo, dan Ladang Bambu untuk lebih nyata lagi tindakannya dalam
mencapai terlaksananya sarana sanitasi dasar dan rumah yang memenuhi syarat
kesehatan. Kegiatan yang dapat dilakukan misalnya dengan melakukan gotong
royong dan membuat saluran pembuangan air limbah yang terbuka.
2. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih menggiatkan
petugas sanitarian untuk turun ke lapangan dalam memotivasi masyarakat serta
melakukan evaluasi program sehingga lebih mengetahui penyebab masalah
rendahnya persentase sarana sanitasi dasar dan rumah sehat di wilayah kerja
Puskesmas Tuntungan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

54
1. Jeff Conant. Sanitation and Cleanliness for a Healthy Environment.
California: Hesperian Foundation.
2. Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
3. UNU-INWEH. 2010. Sanitation as a Key to Global Health: Voices from
the Field. United Nations University Institute for Water, Environment and
Health. Canada: The United Nations University.
4. Direktorat Penyehatan Lingkungan. 2013. Road Map Percepatan Program
STBM 2013-2015. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Kemenkes Republik Indonesia.
5. Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian: Air Bersih, Sanitasi dan
Kebersihan. Unite for Children.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014
tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
8. Cahyanto BK. 2008. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Staf Unicef.
Aceh: PT Aceh Media Grafika.
9. Depkes RI. 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Direktorat
Jenderal PPM & PL. Jakarta.
10. Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014, Kemenkes
RI, Jakarta.
11. Riana, B. 2008. Pengaruh Karakteristik Individu, Pengetahuan, Sikap, dan
Peran Petugas terhadap kepemilikan Rumah Sehat di Kecamatan
Peureulak Timur Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008. Tesis Mahasiswa S-
2 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Utama Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan, Universitas Sumatera Utara, Medan.
12. Dinas Pendudukan. 2013. Profil Kabupaten/Kota Medan. Dinas
Pendudukan, Medan.
13. Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
14. Sarwono, Sarlito. 1997. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

55
15. Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
16. Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
17. Wardhana, Arya. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Cetakan
Keempat. Yogyakarta: Penerbit Andi.
18. Kusnoputranto, Haryato. 1986. Kesehatan Lingkungan. Depdikbud,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.
19. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990.
20. Sanropie D, Surmini, Margono, Sugiarto S, Purwanto B, Ristanto. 1986.
Pedoman Studi Penyediaan Air Bersih Akademi Penilik Kesehatan
Teknologi Sanitasi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
21. Azrul, Azwar. 1989. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta:
Mutiara.
22. Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
23. Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Pemukiman. Departemen Kesehatan RI Jakarta.
24. WHO Regional Office for Europe, 2004. Housing and Health, Health and
Environment Briefing Pamphlet. Copenhagen: WHO Regional Office.
25. Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
26. Prasetyo A. 2005. Karakteristik Pemukiman Kumuh di Kampung Krajan
Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Skripsi
Mahasiswa S-1 Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
27. Roy. 2010. Hubungan Karateristik Pengetahuan, Sikap Kepala Keluarga
dengan Kepemilikan Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesai Kecamatan
Selesai, Kabupaten Langkat, 2010. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara.
28. Ditjen PPM dan PL. 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat,
Depkes RI, Jakarta.
29. Sastra S, Marlina E. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan.
Penerbit Andi: Yogyakarta.
30. Mukono HJ. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Air
Langga University.

56
31. Sanropie. 1999. Pengawasan Kesehatan Lingkungan Pemukiman. Ditjen
PPM & PLP Depkes RI Jakarta.
32. Notoatmodjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
33. Siburian SH. 2010. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Kepala Keluarga
tentang Sanitasi Dasar dan Rumah Sehat di Wilayah Perimeter Pelabuhan
Teluk Nibung Tanjung Balai Tahun 2010. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
34. Waningsih U. 2012. Hubungan Pengetahuan Masyarakat Tentang
Kesehatan Lingkungan Dan Sikap Terhadap Kesehatan Lingkungan
Dengan Perilakunya Dalam Memelihara Kesehatan Lingkungan (Studi
pada Masyarakat Kp Cimanggung Desa Manggungsari Kecamatan
Rajapolah Kabupaten Tasikmalaya).
35. Nurjanah E. 2011. Gambaran Pengetahuan Masyarakat tentang Rumah
Sehat di Dukuh Sepat Kelurahan Sepat Kecamatan Masaran Kabupaten
Sragen Tahun 2011.
36. Azwar A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara.
37. Notoatmodjo S. 2003. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Perilaku
Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset. hal 109-115.
38. Habeahan J. 2009. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat Anak-Anak di Yayasan Panti Asuhan Rapha El
Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2009.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
39. Sarwono. 2008. Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Erlangga.
40. Nugrahaningsih D. 2016. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Ibu
Rumah Tangga dengan Kondisi Sanitasi Rumah di Kelurahan Semanggi
Kota Surakarta Tahun 2016. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiah Surakarta.
41. Harahap Y. 2006. Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaintannya
dengan Kemiskinan di Perkotaan. Disertasi. Ilmu Hukum, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
42. Soedjadi, Keman. 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan
Pemukiman, Jurnal Kesling FKM Universitas Airlangga, Surabaya.

57
LAMPIRAN

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 51 51.0 51.0 51.0
Perempuan 49 49.0 49.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid PNS 15 15.0 15.0 15.0
wiraswasta 59 59.0 59.0 74.0
buruh 22 22.0 22.0 96.0
tidak bekerja 4 4.0 4.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

58
Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 5 5.0 5.0 5.0
SMP 12 12.0 12.0 17.0
SMA 71 71.0 71.0 88.0
S1 10 10.0 10.0 98.0
S2 2 2.0 2.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid di bawah 35 5 5.0 5.0 5.0
35-45 53 53.0 53.0 58.0
di atas 45 42 42.0 42.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

1. Pertanyaan untuk pengetahuan


p1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 2 2.0 2.0 2.0
1 98 98.0 98.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 7 7.0 7.0 7.0
1 93 93.0 93.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

59
p3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 2 2.0 2.0 2.0
1 98 98.0 98.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p4
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 7 7.0 7.0 7.0
1 93 93.0 93.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p5
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 3 3.0 3.0 3.0
1 97 97.0 97.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p6
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 15 15.0 15.0 15.0
1 85 85.0 85.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p7
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 7 7.0 7.0 7.0
1 93 93.0 93.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p8
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 28 28.0 28.0 28.0
1 72 72.0 72.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

60
p9
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 14 14.0 14.0 14.0
1 86 86.0 86.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p10
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 9 9.0 9.0 9.0
1 91 91.0 91.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p11
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 6 6.0 6.0 6.0
1 94 94.0 94.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p12
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 100 100.0 100.0 100.0

p13
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 4 4.0 4.0 4.0
1 96 96.0 96.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p14
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 5 5.0 5.0 5.0
1 95 95.0 95.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

61
p15
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 100 100.0 100.0 100.0

kelompokpengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang baik 10 10.0 10.0 10.0
baik 90 90.0 90.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

2. Pertanyaan untuk sikap

p1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 2 100 100.0 100.0 100.0

p2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 16 16.0 16.0 16.0
1 35 35.0 35.0 51.0
2 49 49.0 49.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 12 12.0 12.0 12.0
1 18 18.0 18.0 30.0
2 70 70.0 70.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

62
p4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 3 3.0 3.0 3.0
1 10 10.0 10.0 13.0
2 87 87.0 87.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 14 14.0 14.0 14.0
1 18 18.0 18.0 32.0
2 68 68.0 68.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 6 6.0 6.0 6.0
1 21 21.0 21.0 27.0
2 73 73.0 73.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 3 3.0 3.0 3.0
1 14 14.0 14.0 17.0
2 83 83.0 83.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 16 16.0 16.0 16.0
1 33 33.0 33.0 49.0
2 51 51.0 51.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

63
p9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 22 22.0 22.0 22.0
1 30 30.0 30.0 52.0
2 48 48.0 48.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 13 13.0 13.0 13.0
1 1 1.0 1.0 14.0
2 86 86.0 86.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p11
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 10 10.0 10.0 10.0
1 3 3.0 3.0 13.0
2 87 87.0 87.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p12
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 17 17.0 17.0 17.0
1 7 7.0 7.0 24.0
2 76 76.0 76.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p13
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 8 8.0 8.0 8.0
1 5 5.0 5.0 13.0
2 87 87.0 87.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

64
p14
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 2 2.0 2.0 2.0
2 98 98.0 98.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Statistics
kelompok sikap
kelompok sikap
N
Frequency Valid
Percent 100
Valid Percent Cumulative Percent
Valid baik 95Missing 95.0 095.0 95.0
Mean 1.05
buruk 5 5.0 5.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

C. Pertanyaan untuk tindakan

p1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 1 1.0 1.0 1.0
1 1 1.0 1.0 2.0
2 98 98.0 98.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 10 10.0 10.0 10.0
1 17 17.0 17.0 27.0
2 73 73.0 73.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

65
p3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 12 12.0 12.0 12.0
1 3 3.0 3.0 15.0
2 85 85.0 85.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p4
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 16 16.0 16.0 16.0
2 84 84.0 84.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p5
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 15 15.0 15.0 15.0
1 2 2.0 2.0 17.0
2 83 83.0 83.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p6
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 52 52.0 52.0 52.0
1 4 4.0 4.0 56.0
2 44 44.0 44.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p7
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 14 14.0 14.0 14.0
1 13 13.0 13.0 27.0
2 73 73.0 73.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

66
p8
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 57 57.0 57.0 57.0
1 8 8.0 8.0 65.0
2 35 35.0 35.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p9
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 4 4.0 4.0 4.0
1 8 8.0 8.0 12.0
2 88 88.0 88.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p10
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 2 2.0 2.0 2.0
1 18 18.0 18.0 20.0
2 80 80.0 80.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p11
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 9 9.0 9.0 9.0
1 22 22.0 22.0 31.0
2 69 69.0 69.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p12
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 2 2.0 2.0 2.0
1 1 1.0 1.0 3.0
2 97 97.0 97.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

67
kelompoktindakan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang baik 17 17.0 17.0 17.0
baik 83 83.0 83.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

D. Pertanyaan untuk Rumah Sehat


kelompok rumah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rumah Sehat 70 70.0 70.0 70.0
Rumah tidak sehat 30 30.0 30.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 12 12.0 12.0 12.0
1 24 24.0 24.0 36.0
2 64 64.0 64.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 6 6.0 6.0 6.0
2 22 22.0 22.0 28.0
3 72 72.0 72.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 10 10.0 10.0 10.0
2 90 90.0 90.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

68
p4
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 22 22.0 22.0 22.0
1 78 78.0 78.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p5
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 12 12.0 12.0 12.0
1 88 88.0 88.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p6
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 8 8.0 8.0 8.0
1 40 40.0 40.0 48.0
2 52 52.0 52.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p7
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 22 22.0 22.0 22.0
1 26 26.0 26.0 48.0
2 52 52.0 52.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p8
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 10 10.0 10.0 10.0
2 90 90.0 90.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

69
p9
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 6 6.0 6.0 6.0
1 8 8.0 8.0 14.0
2 18 18.0 18.0 32.0
3 12 12.0 12.0 44.0
4 56 56.0 56.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p10
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 2 2.0 2.0 2.0
1 2 2.0 2.0 4.0
2 4 4.0 4.0 8.0
3 20 20.0 20.0 28.0
4 72 72.0 72.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p11
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 4 4.0 4.0 4.0
1 14 14.0 14.0 18.0
2 34 34.0 34.0 52.0
3 18 18.0 18.0 70.0
4 30 30.0 30.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p12
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 4 4.0 4.0 4.0
1 32 32.0 32.0 36.0
2 30 30.0 30.0 66.0
3 34 34.0 34.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

70

Anda mungkin juga menyukai