Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS ABSES PARU


DENGAN KEBUTUHAN OKSIGENISASI DI RUANG
GARDENIA RSUD dr. DORIS SLYVANUS
PALANGKARAYA

Di Susun Oleh:
Tingkat II B/Semester III

JEKICEN 2018.C.10a.0985

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun oleh :


Nama : Jekicen
NIM : 2018.C.10a.0970
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada NY.S
Dengan Diagnosa Medis Abses paru Dengan Gangguan
Kebutuhan Oksigenisasi di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris
Slyvanus Palangkaraya

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Praktik Pra Klinik Keperawatan 1 Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Nia Pristina, S.Kep., Ners Erika Sihombing, S.Kep., Ners

Mengetahui:
Ketua Program Studi S1 Keperawatan,

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep


KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada
Ny. S dengan Diagnosa Medis Abses paru dan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia
tentang Oksigenasi di Ruang Gardenia Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
4. Erika Sihombing, S.Kep., Ners selaku kepala ruang Gardenia RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan izin,
informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen keperawatan di
ruang Gardenia.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 17 Mei 2020

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN............................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 6
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 8
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................ 8
1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit........................................................................................ 10
2.1.1 Definisi……………………………………………………………….. 10
2.1.2 Anatomi Fisiologi…………………………………………………….. 11
2.1.3 Etiologi……………………………………………………………….. 15
2.1.4 Klasifikasi…………………………………………………………….. 15
2.1.5 Patofisiologi…………………………………………………………... 16
2.1.6 Menifestasi Klinis…………………………………………………….. 18
2.1.7 Komplikasi…………………………………………………………… 18
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………. 19
2.1.9 Penatalaksanaan Medis………………………………………………. 19
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenisasi...................................... 21
2.3 Menejemen Asuhan Keperawatan ............................................................ 29
2.3.1 Pengkajian Keperawatan……………………………………………… 30
2.3.2 Diagnosa Keperawatan……………………………………………….. 30
2.3.3 Intervensi Keperawatan………………………………………………. 30
2.3.4 Implementasi Keperawatan………………………………………….. 31
2.3.5 Evaluasi Keperawatan………………………………………………. 32
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian................................................................................................... 33
3.2 Diagnosa...................................................................................................... 46
3.3 Intervensi..................................................................................................... 47
3.4 Implementasi............................................................................................... 50
3.5 Evaluasi........................................................................................................ 50
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................52
4.2 Saran..............................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang (Abses paru oksigenasi kemudian fenomenanya)
Masalah Salah satu masalah kesehatan yang utama adalah penyakit saluran
nafas Abses paru, walaupun telah terjadi kemajuan yang pesat dalam kemampuan
untuk mengidentifikasi agen-agen penyebab Abses paru yang baru ataupun lama dan
telah terjadi peningkatan kemampuan obat-obat antimikroba (Tierney, et al., 2002).
(Justifikasi/Pembenaran Data WHO, Indoensia, Kalteng, dan RSUD Doris)
Data WHO dan UNICEF menunjukkan bahwa 50% penyebab utama penyakit
Abses paru adalah bakteri Streptococcus pneumoniae, 20% disebabkan oleh
Haemophillus influenza tipe B, dan 30% disebabkan oleh virus (WHO, 2006). Abses
paru merupakan penyebab kematian nomor 7 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor
7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam
(PDPIa, 2003). Di Amerika, Abses paru merupakan penyakit yang sering menyerang
15 dari keseluruhan penduduk tiap tahunnya (Price dan Wilson, 1994). Persentase
kejadian Abses paru di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 49,45%, tahun 2009
sebesar 49,23% dan tahun 2010 sebesar 9,38% dari jumlah seluruh balita di Indonesia
(Kemenkes RI, 2010). Begitu pula di Propinsi Jawa Tengah sebesar 80% sampai 90%
dari seluruh kasus kematian ISPA disebabkan oleh Abses paru. Angka kejadian
Abses paru di Jawa Tengah pada tahun 2010 mencapai 26,76% (Dinkes Jawa Tengah,
2010), sedangkan angka kejadian Abses paru pada balita di Sukoharjo, Jawa Tengah
tahun 2011 mencapai 2,2% (Dinkes Sukoharjo, 2011). Sulitnya mengidentifikasi
penyebab Abses paru dan membutuhkan waktu beberapa hari untuk mengetahui
hasilnya, maka diberikan antibiotik secara empiris pada awal pengobatan (Tjay dan
Rahardja, 2007), mengingat Abses paru akan menyebabkan kematian jika tidak
segera ditangani (PDPIa, 2003).
(Kronologis Sebab Akibat dari Abses Paru) Penggunaan antibiotik yang
tidak tepat mengakibatkan hal-hal merugikan seperti pengobatan kurang efektif,
tingkat keamanan obat menurun, meningkatnya resistensi, dan mahalnya biaya
pengobatan (Kemenkes, 2011). Selain itu menurut
(SOLUSI Penanganan Dri penyakit) Sutedjo (2008) reaksi alergi atau
hipersensitivitas, suprainfeksi, dan toksisitas organ dapat timbul sebagai akibat
penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Hidayatunnuzaha tahun 2012, diperoleh hasil evaluasi penggunaan antibiotik
pada 100 pasien bahwa 100% tepat pasien, 100% tepat obat, namun hanya 88% tepat
dosis (Hidayatunnuzaha, 2012). Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan
kajianlebih lanjut mengenai penggunaan antibiotik pada pasien Abses paru namun
dengan metode yang berbeda yaitu dengan metode Gyssens.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan KDM pada Ny. S dengan diagnosa medis
Abses paru dan Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenasi di ruang Gardenia RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Intruksional Umum
Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan Asuhan Keperawatan KDM
pada Ny. S dengan diagnosa Abses paru dan Kebutuhan Dasar Oksigenasi di ruang
Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Intruksional Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar penyakit Abses paru
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi )
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada
pasien Abses paru dan kebutuhan dasar oksigenasi
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny. S di ruang Gardenia
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi pada Ny. S di ruang
Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny. S di
ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Ny. S di ruang Gardenia RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes
Eka Harap Palangka Raya Abses paru.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Pasien dan keluarga mengerti cara perawatan dan menghindari penyebab pada
penyakit secara benar dan bisa melakukan perawatan dirumah dengan mandiri.

1.4.3 Bagi Institusi


Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang.

1.4.4 Bagi IPTEK


Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam
keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien
dengan Abses paru.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Abses Paru
2.1.1 Definisi (3 Pengertian di simpulkan)

adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulen berisikan sel
radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2
cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”.

Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun
mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnosea sama pula. Abses
timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau
virulensi kuman yang tinggi.

Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak
terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-
negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti
penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada
beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni
oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru.

2.1.2 Anatomi Fisiologi (TAMBAHKAN ANATOMI SISTEM PERNAPASAN)


Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung hawa, alveoli. Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.
Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2. pada lapisan ini terjadi
pertukaran udara, oksigen masuk kedalam darah dan karbondioksida dikeluarkan dari
darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (kiri dan
kanan).
Paru-paru dibagi dua, paru-paru kanan terdiri dari tiga lobus, lobus pulmo
dekstra superior, lobus media dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan inferior. Tiap lobus terdiri
dari belahan yang bernama segmen kemudian lobulus yang berisi bronkhiolus yang
bercabang banyak disebut duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya
0,2-0,3 mm.
Paru-paru terletak dirongga dada datarannya menghadap ketengah rongga dada
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru atau hilus. Paru-paru
dibungkus oleh selaput yang disebut pleura, terbagi dua, pleura viseral dan pleura
parietal. Antara keduanya terdapat kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum
pleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis.
Proses terjasinya pernapasan terbagi dalam dua bagian yaitu inspirasi dan
ekspirasi. Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian,
teratur, berirama dan terus-menerus.
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4
menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa
menimbulkan kematian. Kalau pasokan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau
pikiran, anoksia serebialis.
2.1.3 Etiologi

Pendapat dari Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) tentang penyebab abses paru sesuai
dengan urutan frekuensi yang ditemukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah:

1. Infeksi yang timbul dari saluran nafas (aspirasi)


2. Sebagai penyulit dari beberapa tipe pneumonia tertentu
3. Perluasan abses subdiafragmatika
4. Berasal dari luka traumatik paru
5. Infark paru yang terinfeksi

Finegold SM dan Fishman JA (1998) mendapatkan bahwa organisme penyebab abses


paru lebih dari 89% adalah kuman anaerob. Asher MI dan Beadry PH (1990)
mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah
stapillococous aureus.

Kuman penyebab Abses Paru menurut Asher MI dan Beadry PH (1990) antara lain
adalah sebagai berikut:

1. Staphillococcus aereus: Haemophilus influenzae types B, C, F, and


nontypable; Streptococcus viridans pneumoniae; Alpha-hemolytic
streptococci; Neisseria sp; Mycoplasma pneumoniae
2. Kuman Aerob: Haemophilus aphropilus parainfluenzae; Streptococcus group
B intermedius; Klebsiella penumonia; Escherichia coli, freundii;
Pseudomonas pyocyanea, aeruginosa, denitrificans; Aerobacter aeruginosa
Candida; Rhizopus sp; Aspergillus fumigatus; Nocardia sp; Eikenella
corrodens; Serratia marcescens
3. Sedangkan kuman Anaerob: Peptostreptococcus constellatus intermedius,
saccharolyticu;s Veillonella sp alkalenscenens; Bacteroidesmelaninogenicus
oralis, fragilis, corrodens, distasonis, vulgatus ruminicola, asaccharolyticus
Fusobacterium necrophorum, nucleatum Bifidobacterium sp.

Sedangkan Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut menurut Hammond et al (1995)
adalah:
1. Anaerob: Provetella sp; Porphyromonas sp; Bacteroides sp; Fusobacterium
sp; Anaerobic cocci: Microaerophilic streptococci; Veilonella sp;
Clostridium sp; Nonsporing Gram-positive anaerobes.
2. Aerob: Viridans streptococci; Staphylococcus sp; Corynebacterium sp;
Klebsiella sp; Haemophilus sp; Gram-negative cocci

Sedangkan menurut Finegold dan Fishmans (1998), Organisme dan kondisi yang
berhubungan dengan Abses paru :

1. Bacteria Anaerob; Staphylococcus aureus, Enterbacteriaceae, Pseudomanas


aeruginosa streptocicci, Legonella spp, Nocardia asteroides, Burkholdaria
pseudomallei
2. Mycobacteria (often multifocal): Tuberculosis, M. Avium complex, M.
Kansasii.
3. Fungi: Aspergillus spp, Mucoraceae, Histoplasma capsulatum, Pneumocystis
carinii, Coccidioides immitis, Blastocystis homini
4. Parasit: Entamoeba histolytical, Paragonimus westermani, Stronglyoides
stercoralis (post-obstructive)

2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, Abses Paru terjadi karena: Abses paru timbul bila
parenkim paru obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis. Perubahan
reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal,
yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi.

Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses


abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar
bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru.
Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi
empyema.
2.1.5 Patofisiologi

Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut:

1. Abses paru merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada


penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan
merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan
bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim
paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli)
atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain misal abses
hepar.
2. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan
kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses peradangan supurasi. Pada
penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi
sekunder.
3. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses
abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik.
Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar.
Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar
limphe peribronkial.
4. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker
bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah,
sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat
terbentuk abses.

WOC B1-B6
2.1.6 Menifestasi Klinis

2.1.6.1 Gejala klinis : (1, 2, 3, 4, 5, 6)

Gejala klinis yang ada pada Abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya
yaitu:
a.       Panas badan
Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita Abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur >
400C.
b.      Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan
bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-
75%).
c.       Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75%
penderita Abses paru.
d.      Nyeri dada ( 50% kasus)
e.       Batuk darah ( 25% kasus)
f.       Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang
meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.

2.1.6.2 Gambaran Radiologis (1, 2, 9)

Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi
disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran  2 – 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan
dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan
maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).

2.1.6.3 Pemeriksaan laboratorium (2, 3, 5)


a.       Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari
12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan
32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left
b.      Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan
pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.
c.       Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam
menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.
2.1.7 Komplikasi

Komplikasi pada kasus abses paru sering kali terjadi akibat pecahnya abses. Beberapa di
antaranya adalah:

 Fistula bronkopleural. Kondisi ini dapat muncul jika abses di dalam paru pecah dan
menyebabkan kebocoran. Akibatnya, udara dari dalam paru-paru dapat mengalir ke luar
dari paru-paru. Komplikasi ini dapat diperbaiki dengan operasi.
 Perdarahan paru-paru. Pecahnya abses paru-paru dapat diikuti dengan pecahnya
pembuluh darah di dalam organ tersebut. Kondisi ini dapat menyebabkan pasien
kehilangan darah akibat perdarahan. Jika perdarahan terjadi cukup parah, maka dapat
membahayakan nyawa penderita akibat kehilangan darah.
 Penyebaran infeksi. Abses yang pecah akan menyebabkan bakteri menyebar dari lokasi
infeksi ke bagian tubuh lainnya.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Selain tes darah, pemeriksaan penunjang yang mungkin disarankan adalah foto
rontgen, USG, CT scan, atau MRI. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui letak
dari abses paru, dan seberapa luas gangguan yang diderita. Setidaknya 80-90% penyakit
abses paru dapat teratasi dengan obat antibiotic.
2.1.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit
dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa
modalitas terapi yang diberikan pada abses paru :

2.1.9.1 Medika Mentosa

Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33%, pada era antibiotika maka tingkat
kematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama antibiotika adalah
golongan Penicillin, pada saat ini dijumpai peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman
anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikirkan untuk memilih
kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan
Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain adalah kombinasi
Imipenem dengan ß Lactamase inhibitase pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang
berkembang menjadi Abses paru. Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan
respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau
adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.

2.1.9.2 Klindamisin

Merupakan obat pilihan, diikuti dengan metronidason. Seftasisin ditambah arnoglikosida atau
sefoperazon diguanakan jika organisme penyebabnya adalah pseudomonas aeruginosa.s. aureus
diobati dengan oksasilin, nafsilin, atau sefatosporin ( sefuroksin ) generasi pertama. Dosis
intravena yang banyak bisanya diperlukan, karena antibiotik harus menembus jaringan nekrotik
dan cairn dalam abses .pengobatan ini dilanjutkan dengan terapijangka panjang preparat oral.

2.1.9.3 Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan
untuk mempercepat proses resolusi Abses paru. Pada penderita Abses paru yang tidak
berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
2.1.9.4 Bedah
     Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:

 Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.


 Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
 Infeksi paru yang berulang
 Adanya gangguan drainase karena obstruksi

2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenisasi


2.2.1 Definisi
Oksigen(O2) adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam ditentukan oleh
sistem respirasi kardiovaskuler dan keadaan hematologi (Wartonah & Tarwoto 2003).
Oksigen adalah kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan
metabolisme sel tubuh mempertahankan dan aktivitas berbagai organ atau sel (Carpenito,
2006).
Dalam keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24
jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahakan kelangsungan
metabolisme sel. Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti
gabungan aktifitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan
pembuangan CO² (hasil pembakaran sel).

2.2.2 Fisiologi
Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian:
1) Menghirup udara (inpirasi)
Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk melalui saluran
pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi : volume rongga dada naik/lebih
besar, tekanan rongga dada turun/lebih kecil.
2) Menghembuskan udara (ekspirasi)
Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah suatu gerakan pasif
yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan. Proses ekspirasi : volume rongga dada
turun/lebih kecil, tekanan rongga dada naik/lebih besar.
Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan, yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi.
3) Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari
alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh beberapa factor:
1. Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya suatu tempat, maka
tekanan udaranya semakin rendah.
2. Adanya kondisi jalan nafas yang baik.
3. Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk mengembang di
sebut dengan compliance. Sedangkan recoil adalah kemampuan untuk
mengeluarkan CO² atau kontraksinya paru-paru.
4) Difusi
1. Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler paru-paru dan
CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
2. Luasnya permukaan paru-paru.
3. Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses
penebalan.
4. Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi sebagaimana O² dari
alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi karena tekanan O² dalam rongga
alveoli lebih tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena vulmonalis.
5. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan mengikat HB.
5) Transportasi gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke jaringan tubuh dan
CO² jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
1. curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.
2. kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan darah secara
keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb.
2.2.3 Etiologi
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen:
1) Faktor Fisiologi
1) Menurunnya kemampuan mengikat O2 seperti pada anemia
2) Menurunnya konsetrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran pernapasan
atas, peningkatan sputumyang berlebihan pada saluran pernapasan.
3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan terganggunya O2.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,demam, ibu hamil,luka,dll.
5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, muskuloskletal yang abnormal, penyakit kronik seperti TBC paru.
2) Faktor Perkembangan
1) Bayi prematur, yang disebabkan kurangnya surfaktan.
2) Bayi dan balita, adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja, resiko saluran pernapasan dan merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress
yang mengakibatkan penyakit jantungdan paru-paru.
5) Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3) Faktor Perilaku
1) Nutrisi: misalnya pada obesitas menyebabkan penurunan ekspansi paru, gizi yang
buruk menyebabkan anemia, sehingga daya ikat oksigen menurun, diet yang
tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis.
2) Aktivitas fisik: latihan akan meningkatkan kebutuhan oksigen (meningkatkan
heart rate dan respirasi).
3) Merokok: nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
4) Alkohol dan obat-obatan: menyebabkan asupan nutrisi dan Fe menurun yang
mengakibatkan penurunan hemoglobin.Alkohol menyebabkan depresi pusat
pernapasan.
5) Kecemasan: Menyebabkan metabolisme meningkat.
4) Faktor Lingkungan
1) Tempat kerja (polusi)
2) Suhu lingkungan
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Konsentrasi oksigen pada dataran tinggi
cenderung lebih rendah, sehingga tubuh berespon untuk meningkatkan frekuensi
dan kedalaman pernafasan untuk memenuhi oksigenasi jaringan).
2.2.4 Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses ventilasi
adalah proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru,
apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan
sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran
mukus.
Proses difusi adalah penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan, yang terganggu akan
menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan
kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2002).
2.2.5 Menifestasi Klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi.
Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan
nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi
tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter
anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala
adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2011).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea,
kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, AGS abnormal, sianosis, warna kulit
abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun,
abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2011).
2.2.6 Komplikasi
1) Hipoksia
2) Hipoksemia
3) Hiperkapnia
4) Gagal napas
5) Gagal Jantung
6) Kematian
2.2.7 Pemeriksaan Diagnaostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
oksigenasi yaitu:
1) EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi impuls
dan posisi listrik jantung.
2) Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respond jantung terhadap stres
fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang respond miokard terhadap peningkatan
kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan aliran darah koroner.
3) Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi ; pemeriksaan fungsi
paru, analisis gas darah (AGD).
4) Foto thorax : deviasi mediastinal adanya tegangan (tension).
2.2.8 Penatalaksanaan Medis
Secara umum, langkah awal untuk mengatasi gangguan oksigen adalah dengan terapi
oksigen.
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik:
1) Sistem aliran rendah
Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Teknik
ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume
tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2
tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume
Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit (Harahap, 2005). Yang
termasuk dalam sistem aliran rendah yaitu.
2) Kateter nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan pemberian O2 stabil, klien
bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter
penghisap. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 45%, tehnik memasuk
kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi
selaput lendir nasofaring, aliran lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan
mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat (Harahap, 2005).
3) Kanul nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian O2 stabil dengan
volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding kateter, klien
bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien. Kerugian tidak dapat memberikan
konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas
karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lender (Harahap, 2005).
4) Sungkup muka sederhana
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 5-8. Keuntungan konsentrasi O2 yang diberikan
lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui
pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan
CO2 jika aliran rendah (Harahap, 2005).
5) Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan Konsentrasi O2 lebih tinggi
dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lender. Kerugian Tidak dapat
memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan
CO2, kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).
6) Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan konsentrasi O2 yang
diperoleh dapat mencapai 98%, tidak mengeringkan selaput lendir.  Kerugian kantong O2 bisa
terlipat (Harahap, 2005)
7) Sistem aliran tinggi
Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe
pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan
teratur. Adapun contoh teknik sistem aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prinsip
pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup
kemudian dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibat udara luar
dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini ± 4–14
L/mnt dan konsentrasi 30 – 55% (Harahap, 2005).
Keuntungan : Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan
tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembapan gas dapat dikontrol
serta tidak terjadi penumpukan CO2(Harahap, 2005).Kerugian sistem ini hampir sama dengan
sungkup muka yang lain pada aliran rendah.
2.2.9 Masalah Oksigenisasi
1) Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat
defisiensi oksigen.
2) Perubahan Pola Nafas
1. Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/ menit karena paru-
paru terjadi emboli.
2. Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit.
3. Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme yang terlalu tinggi
dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi jumlah peningkatan O2 dalam
paru-paru.
4. Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal.
5. Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup, serta
tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam penggunaan O2.
6. Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan.
7. Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri.
8. Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran
nafas
3) Obstruksi Jalan Nafas
Merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernafasan yang mengalami ancaman,
terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Hal ini dapat disebabkan oleh sekret
yang kental atau berlebihan akibat infeksi, imobilisasi, serta batuk tidak efektif karena
penyakit persarafan.
4) Pertukaran Gas
Merupakan kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas baik O2 maupun CO2
antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
2.2.10 enatalaksanaan
1) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
- Pembersihan jalan nafas
- Latihan batuk efektif
- Suctioning
- Jalan nafas buatan
2) Pola Nafas Tidak Efektif
- Atur posisi pasien ( semi fowler )
- Pemberian oksigen
- Teknik bernafas dan relaksasi
3) Gangguan Pertukaran Gas
- Atur posisi pasien ( posisi fowler )
- Pemberian oksigen
- Suctioning
4) Nyeri Akut
- Berikan tekhnik relaksasi
- Atur posisi pasien (semi fowler)
- Pemberian analgetik
2.3 Menejemen Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian (PEMERIKSAAN FISIK DAN B1-B6)
2.3.1.1 Pola Napas Tidak Efektif
1. Data Subjektif
1. Klien mengeluh sesak napas.
2. Bernapas terasa berat.
3. Susah untuk melakukan pernapasan.
4. Nyeri dada kiri saat bernapas dan batuk.
2. Data Objektif
5. Klien tampak sesak napas
6. Bentuk dada kiri lebih cembung
7. Gerakan napas dada kiri tertinggal
3. Nyeri Akut
1. Data Subjektif
8. Klien mengatakan nyeri pada bagian yang terpasang selang WSD
2. Data Objektif
9. Adanya luka 1 cm dengan jahitan mengelilingi selang WSD
10. Pasien tampak meringis
11. Terpasang selang WSD di IC 4-5 dihubungkan dengan selang penyambung ke
botol WSD
2.3.2 Diagnosa Keperawatan (patokan MK WOC)
1. Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan
tekanan di dalam rongga pleura; pneumothorax. (Kode 0005 : Hal 26)
2. Nyeri akut b/d trauma insisi jaringan  dan sekunder pemasangan WSD. SDKI (0077 :
Hal 172)
3. Resiko infeksi dan trauma pernapasan b/d tindakan invasif sekunder pemasangan selang
WSD. SDKI (D.0142 : Hal 304)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan sekunder
dibuktikan dengan pasien mengeluh sesak setelah beraktivitas (D.0056 ; hal 128)
2.3.3 Intervensi
2.3.3.1 Diagnosa Keperawatan: Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru sekunder
terhadap peningkatan tekanan di dalam rongga pleura; pneumothorax.
Tujuan dan Kriterian Hasil
Intervensi Keperwatan :
1. Identifikasi faktor penyebab kolaps: trauma, infeksi komplikasi mekanik
pernapasan. Rasional
2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman napas, laporkan setiap perubahan yang
terjadi
3. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk
4. Observasi TTV
5. Lakukan IPPA tiap 1-2 jam
6. Memberikan oksigen tambahan nasal kanule 2 lpm
7. Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan selang WSD
8. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan napas dalam yang efektif.
2.3.3.2 Nyeri akut b/d trauma insisi jaringan  dan sekunder pemasangan WSD.
9. Identifikasi factor pencetus dan pereda nyeri
10. Kaji kualitas nyeri
11. Observasi tanda-tanda infeksi pada luka, TTV, keluhan sesak napas dan nyeri saat
bernapas
12. Ajarkan pasien tekhnik relaksasi napas dalam
13. Anjurkan pasien untuk beristirahat ketika nyeri kambuh.
14. Anjurkan pasien untuk memegang selang bila ingin merubah posisi
15. Jaga personal hygiene, alat medis dan lingkungan
16. Berikan asupan nutrisi yang adekuat
17. Lakukan perawatan WSD setiap hari
18. Kolaborasi medis untuk pemberian obat antibiotika.
2.3.3.3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan sekunder
dibuktikan dengan pasien mengeluh sesak setelah beraktivitas
19. Rancang jadwal pasien
20............................................................................................................................Anjur
kan pasien untuk istirahat 1 jam setelah makan (misalnya berbaring atau duduk)
21............................................................................................................................Ting
katkan aktivitas secara bertahap dengan periode istirahat diantara dua aktivitas
misalnya duduk dulu sebelum tidur dan berjalan setelah tidur
22............................................................................................................................Kola
borasi pemberian oksigen setelah beraktivitas bila terjadi peningkatan status
pernafasan
23............................................................................................................................Obse
rvasi respon individu terhadap aktivitas (status pernafasan dan pucat)
24. Mencegah aktivitas fisik yang berlebihan
25. Meningkatkan complai paru-paru dan mencegah kelelahan yang berlebihan
2.3.4 Implementasi
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya
berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (intervensi).
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi
keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009).
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan
apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi
rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011). Evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Jekicen

Nim : 2018.C.10a.0970

Ruang Praktek : Ruang Gardenia

Tanggal Praktek : 17 Mei 2020

Tanggal & Jam Pengkajian : 18 Mei 2020

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.S

Umur : 77 Tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Suku/Bangsa : Dayak /Indonesia

Agama : Kristen

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SMA

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Jl.Bukit Keminting

Tgl MRS : 17 Mei 2020

Diagnosa Medis : Abses paru


B. RIWAYAT KESEHATAN/PERAWATAN
1. Keluhan Utama : Pasien mengatakan Batuk-Batuk.

2. Riwayat Penyakit Sekarang : Cerita dari merasakan keluhan

Pada tanggal 17 Maret 2020 pukul 13.55 WIB, klien dibawa ke IGD RSUD Dr.Doris
Sylvanus dan dirawat selama 1 hari lalu sekarang dirawat di Ruang Gardenia kelas 1.
Ny.S mengalami penurunan kesadaran sejak dibawa ke IGD.

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya ( Riwayat Penyakit dan Riwayat Operasi )

Pasien Mengatakan tidak pernah berobat kerumah sakit dan

melakukan Oprasi sebelumnya….

………………………………………………………………………

………………………………………………………………………

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien Mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan keluarga…

………………………………………………………………………

GENOGRAM KELUARGA
Keterangan :

= Perempuan

= Laki-Laki

= Pasien

= Meninggal

= Tinggal dalam satu rumah

= Menikah

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Pasien tampak lemah dan berbaring terlentang
dengan kesadaran Apatis dan terpasang NGT di bagian hidung sebelah kiri serta terpasang
infus ringer lactate infus dipasang di lengan kiri 15 tpm serta terpasang oksigen nasal canul
4 liter/menit.

2. Status Mental :
a. Tingkat Kesadaran : Compos Menthis

b. Ekspresi Wajah : Meringis

c. Bentuk badan : Kurus

d. Cara berbaring/bergerak : Pasien Tampak Sulit Bergerak

e. Bicara : Jelas

f. Suasana Hati : Sedih

g. Penampilan : Kurang Rapi

h. Fungsi kognitif : :

 Orientasi Waktu : Pasien Dapat membedakan pagi, siang dan malam


 Orientasi Orang : Pasien dapat membedakan tenaga kesehatan dan keluarga
pasien
 Orientasi Tempat : Pasien dapat mengetahui bahwa sedang berada di Rumah
Sakit
i. Halusinasi : Dengan / Akustik Lihat / Visua

Lainnya...........................

j. Proses Berfikir : Blocking Cricumstansial


Flight oh ideas
Lainnya ............................

k Insight : Baik Mengingkari

Menyalahkan Orang lain

l. Mekanisme Pertahanan Diri Adaftip Mal Adaftip

m. Keluhan Lainnya :

3. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,5 0 C Axilla Rektal Oral

b. Nadi/HR : 78x/Menit

c. Pernapasan/RR : 20x/Menit

d. Tekanan Darah/BP : 120/100mmHg

4. PERNAPASAN (BREATHING)
Bentuk Dada : Simetris

Kebiasaan merokok : ………………. Batang/hari

Batuk, sejak ………………….

Batuk darah, sejak ……………

Sputum, warna Kekuningan

Sianosis

Nyeri dada

Dyspnoe Orthopnoe Lainnya ……………………..


Sesak nafas Saat inspirasi Saat aktivitas Saat istirahat

Type Pernafasan Dada Perut Dada dan


perut

Kusmaul Cheyne-stokes Biot

Lainnya

Irama Pernafasan Teratur Tidak teratur

Suara Nafas Vesikuler Bronchovesikuler

Bronchial Trakeal

Suara Nafas tambahan Wheezing Ronchikering

Ronchi basah (rales) Lainnya

Keluhan lainnya :

Masalah Keperawatan : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

5. CARDIOVASCULER ( BLEEDING )
Nyeri dada Kram kaki Pucat

Pusing/sinkop Clubing finger Sianosis

Sakit Kepala Palpitasi Pingsan

Capillary refill > 2 detik < 2 detik

Oedema : Wajah Ekstrimitas atas

Anasarka Ekstrimitas bawah

Asites, lingkar perut ………………….Cm

Ictus Cordis Terlihat Tidak Melihat

Vena Jugularis Tidak Meningkat Meningkat

Suara Jantung Normal, …………………….

Ada kelainan
Keluhan Lainnya : ……………………………………………………………..............

Masalah : .........................................................................................................

6. PERSYARAFAN (BRAIN)
Nilai GCS : E (4) : Membuka Mata Spontan (4)

V (5) : Orientasi dengan baik (5)

M (6) : Bergerak Sesuai Perintah (6)

Total Nilai GCS (15) : Lima Belas

Kesadaran : Compos Menthis Somnolent


Delirium

Soporus Coma Sulit dinilai

Pupil : Isokor Anisokor

Midriasis Meiosis

Refleks Cahaya : Kanan Positif Negatif

Kiri Posistif Negatif

Nyeri, lokasi.

Vertigo Gelisah Aphasia Kesemutan

Bingung Disarthria Kejang Tremor

Pelo

Uji Syaraf Kranial :

Nervus Kranial I : Fungsi Penciuman tidak ada gangguan

Nervus Kranial II : Ketajaman penglihatan normal

Nervus Kranial III : Tidak ada gangguan mengangkat kelopak

mata, pupil, isokor

Nervus Kranial IV : Tidak ada gangguan mengangkat kelopak


mata, pupil, isokor

Nervus Kranial V : Tidak mengalami paralisis pada otot

wajahdan reflex kornea tidak ada

kelainan

Nervus Kranial VI : Tidak ada gangguan mengangkat kelopak

mata, pupil, isokor

Nervus Kranial VII : Presepsi pengecapan dalam batas normal dan

wajah simetris

Nervus Kranial VIII : Telinga Berdengung, pusing dan muntah.

Nervus Kranial IX : Kemampuan menelan baik

Nervus Kranial X : Kemampuan menelan baik

Nervus Kranial XI : Tidak ad a Atrofi otot stemokleidomatoideus

dan trapezius

Nervus Kranial XII : Lidah simetris tidak ada deviasi pada satu

sisi dan tidak ada faskulasi. Indra

pengecapan normal

Uji Koordinasi :

Ekstremitas Atas : Jari Ke Jari Positif Negatif

Jari Ke Hidung Positif Negatif

Ekstremitas Bawah : Tumit Ke Jempol Kaki Positif


Negatif

Uji Kestabilan Tubuh : Positif Negatif

Refleks :

Bisep : Kanan +/- Kiri +/- Skala............... Trisep :

Kanan +/- Kiri +/- Skala................ Brakioradialis


Kanan +/- Kiri +/- Skala................ Patella

Kanan +/- Kiri +/- Skala................ Akhiles

Kanan +/- Kiri +/- Skala................ Refleks Babinski

Kanan +/- Kiri +/-

Refleks Lainnya : ........................................................................................................

Uji Sensasi : ........................................................................................................

Keluhan Lain : ………….………………………………………

Masalah Keperawatan :

ELIMINASI URI (BLADDER) :

Produksi Urin : 400 cc 4-6 x/hr

Warna : Kuning

Bau : Bau khas amoniak,

Tidak ada masalah/lancar Menetes Inkotinen

Oliguri Nyeri Retensi

Poliuri Panas Hematuri

Dysuri Nocturi

Kateter Cystostomi

Keluhan Lainnya : Tidak Ada

Masalah Keperawatan : Tidak Ada

8. ELIMINASI ALVI (BOWEL) :

Mulut dan Faring

Bibir : Bibir tampak kering

Gigi : Gigi tidak karies

Gusi : Gusi tidak ada peradangan dan pendarahan


Lidah : Merah muda dan tidak ada peradangan

Mukosa : Tidak ada pendarahan

Tonsil : Tidak ada peradangan

Rectum : Normal

Haemoroid : Normal

BAB : ………… x/hr Warna :…………. Konsistensi :


…………………

Tidak ada masalah Diare Konstipasi


Kembung

Feaces berdarah Melena Obat pencahar Lavement

Bising usus : ………………………….

Nyeri tekan, lokasi : …………………….........

Benjolan, lokasi : ……………………….....

Keluhan Lainnya :
……………………………………………………………………………

Masalah Keperawatan :

…………………………………………………………………………………………………
TULANG – OTOT – INTEGUMEN ( BONE )

Kemampuan pergerakan sendi Bebas Terbatas

Parese/lemah, lokasi …………………………………………

Paralise/paraplegia/lumpuh, lokasi

Hemiparese, lokasi Nyeri, lokasi ………………………………………….

Bengkak, lokasi ………………………………………

Kekakuan,Lokasi .........................................................

Flasiditas .....................................................................

Spastisitas, Lokasi .......................................................


Ukuran Otot Simetris

Atropi

Hipertropi

Kontraktur

Malposisi

Uji Kekuatan otot : Ekstrimitas Atas………… . Ekstrimitas


Bawah…………………

Deformitas tulang, lokasi ……………………………….

Peradangan, lokasi ………………………………………

Perlukaan, lokasi ………………………………………..

Tulang Belakang

Normal Skoliosis

Kifosis Lordosis

10. KULIT – RAMBUT - KUKU

Riwayat Alergi Obat ………………………………………………………..

Makanan ……………………………………………………

Kosametik ………………………………………………….

Lainnya ……………………………………………………..

Suhu Kulit Hangat Panas Dingin

Warna kulit Normal Sianosis/biru Ikterik/kuning

Putih/pucat Coklat tua/hyperpigmentasi

Turgor Baik Cukup Kurang

Tekstur Halus Kasar

Lesi : Macula, lokasi …………………………


Pustula, lokasi …………………………
Nodula, lokasi …………………………

Vesikula, lokasi …………………………

Papula, lokasi …………………………

Ulcus, lokasi …………………………….

Jaringan Parut, lokasi ……………………………………………………….....................

Tekstur rambut : ………………………………………………………..

Distribusi rambut : ……………………………………………………..

Bentuk kuku Simetris Irreguler

Clubbing Finger Lainnya ……………….

Masalah Keperawatan :

11. SISTEM PENGINDRAAN


a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan : Berkurang Kabur Ganda
Buta/gelap

Gerakan bola mata Bergerak normal Diam


Bergerakspontan/nistagmus

Visus : Mata Kanan (VOD) : …………………………….

Mata Kiri (VOS) : …………………………….

Sclera : Normal/putih Kuning/ikterus


Merah/hifema

Konjunctiva Merah muda Pucat/anemic

Kornea Bening Keruh

Alat Bantu Kacamata Lensa kontak Lainnya ………….

Nyeri : ….……………………………………………………………………...

Keluhan Lain : Tidak Ada

Masalah : Fungsi penglihatan menurun


Telinga/Pendengaran :

Fungsi Pendengaran : Berkurang Berdengung Tuli

b. Hidung/Penciuman :
Bentuk : Simetris Asimetris

Lesi

Patensi

Obstruksi

Nyeri tekan sinus

Transluminasi

Cavum Nasal Warna ………………….. Integritas ………………..

Septum nasal Deviasi Perforasi Peradarahan

Sekresi, warna …………………

Polip Kanan Kiri Kanan dan kiri

Masalah Keperawatan :

12. LEHER DAN KELENJAR LIMFE


Massa Ya Tidak

Jaringan Parut Ya Tidak

Kelenjar limfe Teraba Tidak teraba

Kelenjar Tyroid Teraba Tidak teraba

Mobilitas leher Bebas Terbatas

13. SISTEM REPRODUKSI


a. Reproduksi Pria

Kemerahan, Lokasi : …………………………........

Gatal-gatal, lokasi : …………………………........

Gland Penis : ……………………………….


Maetus Uretra : …………………………….....

Discharge , warna : ………………………….........

Srotum : ……………………………….

Hernia : ……………………………….

Kelainan : Tidak Ada

Keluhan lain : Tidak Ada

b. Reproduksi Wanita

Kemerahan, lokasi : ………............………….....…………

Gatal-gatal, lokasi : ............……………….....……………

Perdarahan : …………………….....………………

Flour Albus : ……………….......…………………..

Clitoris : ……………………………………….

Labia : ……………………………………….

Uretra : ………………………………………..

Kebersihan : Baik Cukup Kurang

Kehamilan : ………….............………. minggu

Taksiran Partus : ……………………...……

Lainnya :

Payudara :

Simetris Asimetris

Sear Lesi

Pembengkakan Nyeri tekan

Puting : Menonjol Datar Lecet Mastitis

Warna areola …………………………………………..

ASI Lancar Sedikit Tidak keluar


Keluhan Lainnya :

Masalah keperawatan :

D. POLA FUNGSI KESEHATAN

1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit : keluarga klien mengatakan “ingin klien
cepat pulang dan lekas sembuh agar bisa berkumpul bersama keluarga serta bisa
melakukan aktivitas kembali, seperti berkebun dan melakukan aktivitas fisik lainnya

2. Nutrisi dan Metabolisme

TB : 160 Cm

BB Sekarang : 45 Kg

BB Sebelum sakit : 50 Kg

IMT Mana????

Diet :

Biasa Cair Saring Lunak

Diet Khusus :

Rendah Garam Rendah Kalori TKTP

Rendah Lemak Rendah Purin Diet khusus tinggi kalium

Mual Muntah ……….. kali/hari

Kesukaran menelan Ya Tidak

Keluhan Lainnya :

No Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


1 Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari
2 Porsi 1 porsi 1 porsi
3 Nafsu makan kurang Baik
Jenis makanan Bubur saring Nasi, sayur, sambal,
4 tahu

Jenis minuman susu Air putih, teh


6 Jumlah minuman/cc/24 jam ± 450cc ± 1500cc
7 Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi, siang, sore
8 Keluhan/masalah Tidak Ada Tidak Ada

Masalah Keperawatan : Resiko Kurangnya Nutrisi

3. Pola istirahat dan tidur : 8 jam malam hari, 2 jam siang hari

Masalah Keperawatan : 10 jam malam hari, 2 jam siang hari

4. Kognitif :

Masalah Keperawatan :

5. Konsep Diri : Pasien merasa kurang percaya diri dengan kondisinya

Gambaran Diri : Pasien mengatakan ingin segera sembuh dan pulang kerumah

Ideal Diri : Pasien dapat mengenali diri sendiri

Identitas Diri : Pasien dapat mengenali diri sendiri.

Harga Diri : Pasien dapat disayangi oleh anggota keluarganya saat sakit keluarga
datang menjenguk.

Peran : Sebagai bapak atau kepala keluarga.

Masalah Keperawatan :

6. Aktivitas Sehari-hari : Sebelum sakit klien dapat beraktivitas secara mandiri, namun
sesudah sakit klien tidak dapat melakukan aktivitas apapun.

Intoleransi Aktivtas :

Masalah Keperawatan :

7. Koping-Toleransi terhadap Stress: keluarga klien mengatakan “bila klien sedang ada
masalah, Ia selalu menceritakan kepada keluarga”.

Masalah Keperawatan:

8. Nilai-Pola Keyakinan : Pasien meyakini agamanya sendiri.


Masalah Keperawatan :

E. SOSIAL – SPIRITUAL.
1. Kemampuan berkomunikasi : Klien tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Bahasa
sehari-hari adalah dayak dan Indonesia.

2. Bahasa sehari-hari : Bahasa sehari-hari adalah dayak dan Indonesia.

3. Hubungan dengan Keluarga : Baik Keluarga selalu memberi dukungan

4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain : Baik, dapat berkomunikasi..…..

5. Orang berarti/terdekat : ialah keluarga

6. Kebiasaan menggunakan waktu luang :

Sebelum sakit : pasien bekerja dan meluangkan waktu untuk keluarga dan bekerja dikebun

Saat sakit : Pasien menghabiskan waktu berbaring

7. Kegiatan beribadah : Sebelum sakit, pasien selalu menjalankan ibadah yaitu kegereja.

F. DATA PENUNJANG ( RADIOLOGIS. LABORATORIUM, PENUNJANG LAIN)

Pemeriksaan Tanggal 28-11-2016

PARAMETER HASIL NILAI NORMAL


No
WBC 7,56 4.50 -11.00 u/L
1

HGB 11,4 10.5 – 18.0 g/dL


2

HCT 33,4 37.0 – 48.0 %


3

PLT 233 150 – 400 u/L


4
Hasil Pemeriksaan

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Dosis
No Nama obat indikasi Rute
obat
1 Ringer 500 untuk mengatasi deplesi volume berat IV
Lactate mg saat tidak dapat diberikan rehidrasi oral.

2 Ranitidine 10 Melindungi lambung dan duodenum IV


mL agar tidak sampai teradi ulkus

3 Mecobalamin 500 Untuk mengobati Neuropati perifer dan IV


mcg anemia megaloblastik yang disebabkan
defisiensi vitamin B12

4 Citicoline 1 gr Meningkatkan daya ingat dan IV


mempercepat masa pemulihan
akibat stroke.

5 Neurobion Untuk memenuhi kebutuhan vitamin IV


didalam tubuh.

6 Piracetam 1 gr Memperbaiki fungsi kognitif pada IV


pasien demensia. dan memperbaiki
kemampuan motorik pasien mioklonus
kortikal
7 Nebulizer Untuk mengatasi gejala gangguan Inhalasi
pernapasan

Palangka Raya 11 Mei 2020

Mahasiswa,

(jekicen)

NIM : 2018.C.10a.0970
3.2 Diagnosa keperawatan

TABEL ANALISA DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


NO MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
1 DS: Breathing Ketidakefektifan bersihan jalan
- keluarga Klien napas b.d kerusakan batuk,
mengatakan “klien Tekanan Intrapeural ketidak mampuan mengatasi
sesak nafas ketika lender
batuk” Perubahan tekanan
paru tidak tercapai
DO: Sistem
pernapasan Pengembangan
(data Penunjang paru menurun
hasil, radiologi)
Dahak Sesak
Pola napas
Napas tmabahan
- Klien tampak gelisah
- Terpasang O2 Nasal
Canul 2-3 lt/mnt
- TTV
RR : 25x/menit
HR : 112x/menit
2 DS : keluarga klien Hemiparese/hemiplegi Defisit perawatan diri b.d
mengatakan “klien kelemahan fisik
sudah beberapa hari Vasopasme arteri
tidak cerebral
mandi,menggosok
gigi dan menata Ischemic/Infark
rambut”.
Deficit Neurologi
DO :
- rambut tidak tertata
rapi Defisit perawatan diri
- mulut bau
- gigi kotor

3 DS : keluarga klien Stress emosial, Gangguan integritas kulit


mengatakan “klien perubahan
hanya berbaring suhu/kelembapan,
saja”
Pelepasan histamine
DO :
- tampak adanya Gatal dan
kemerahan pada ketidaknyamanan
kulit
- klien tampak Kerusakan integritas
gelisah fisik
4 DS : keluarga Gangguan menelan Defisit Nutrisi
mengatakan “klien
tidak ada nafsu Resiko ketidakseimbangan
makan” nutrisi: kurang dari
kebutuhan
DO :
- IMT : 14,6 Gangguan metabolisme
- Turgor kulit jelek
- Mulut kering,
pecah-pecah
A : Antropomteri
B : Biokimia Data lab”
C : Clinis
D: Diet (pola porsi)
PRIORITAS MASALAH

1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunya ekspansi paru sekunder


terhadap penumpukan secret dalam rongga paru di tandai

2. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan klien mengunyah dan


menelan.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik klien.

4. gangguan integritas kulit berhubungan dengan posisi tirah baring klien.


3.3 Intervensi Keperawatan
Nama Pasien : Ny.S
Ruang Rawat : Ruang Gardenia
RENCANA KEPERAWATAN SIKI (ONEK) Minimal 6 Intervensi

Diagnosa
Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifa Setelah dilakukan tindakan 1. berikan penjelasan kepada klien dan 1. klien dan keluarga mau
n bersihan jalan keperawatan selama 3x24 jam keluarga tentang sebab dan akibat berpartisipasi dalam mencegah
napas b.d diharapkan klien mampu ketidakefektifan jalan nafas, rubah posisi terradinya ketidakefektifan
kerusakan mempertahankan fungsi paru tiap 2 jam sekali, berikan bersihan jalan nafas
batuk, secara normal dengan kriteria intake yang adekuat (2000 cc per hari)%)
ketidakmampua hasil : 2. observasi pola dan frekuensi nafas, 2. perubahan posisi dapat
n mengatasi - Pasien menunjukan tidak auskultasi suara nafas melepaskan sekret dari saluran
lendir adanya gangguan status pernafasan, air yang cukup
pernafasan dapat mengencerkan sekret,
ntuk mengetahui ada tidaknya
- Pernafasan pasien ketidakefektifan jalan nafas
menunjukan kecepatan dan
irama pernafasan dalam 3. akukan fisioterapi nafas sesuai
batas normal dengan keadaan umum klien.
4. Auskultasi dada untuk mendengarkan
- Bunyi napas bersih saat
bunyi jalan napas setiap 4 jam.
auskultasi.

2. Defisit Setelah dilakukan intervensi 1. kaji kemampuan klien dalam perawatan 1. melihat kemampuan kien
perawatan diri selama 3x24 jam diharapkan diri dalam perawatan diri
berhubungan kebersihan diri klien dengan 2. membantu proses pemenuhan kebutuhan 2. membantu memenuhi
dengan kriteria hasil : personal hygiene klien kebutuhan personal hygiene
kelemahan Setelah dilakukan tindakan ke 3. libatkan keluarga dalam melakukan klien
neuromuscular perawatan selama proses keper perawatan pada klien 3. agar keluarga dapat melakukan
awatan diharapkan personal perawatan pada klien ketika
hygiene pasien dapat dirumah
terpenuhi.
3 Resiko Setelah dilakukan intervensi 1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM 1. Meningkatkan aliran darah
gangguan selama 3x24 jam Klien mampu (range of motion) dan mobilisasi jika kesemua daerah
integritas kulit mempertahankan keutuhan mungkin 2. Menghindari tekanan yang
berhubungan kulit dengan Kriteria hasil 2. Rubah posisi tiap 2 jam berlebih pada daerah yang
dengan tirah - Klien mau berpartisipasi 3. Lakukan masase pada daerah yang menonjol
baring lama terhadap pencegahan luka menonjol yang baru mengalami tekanan 3. Menghindari kerusakan-
pada waktu berubah posisi kerusakan kapiler-kapiler
- Klien mengetahui penyebab 4. Observasi terhadap eritema dan 4. Hangat dan pelunakan adalah
dan cara pencegahan luka kepucatan dan palpasi area sekitar tanda kerusakan jaringan
terhadap kehangatan dan pelunakan 5. Mempertahankan keutuhan
- Tidak ada tanda-tanda
jaringan tiap merubah posisi kulit
kemerahan atau luka
5. Jaga kebersihan kulit dan seminimal
mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit

4. Resiko setelah dilakukan intervensi 1. Tentukan kemampuan klien dalam 1. Untuk menetapkan jenis
gangguan nutrisi selama 3x24 jam klien mampu mengunyah, menelan dan reflek batuk makanan yang akan
kurang dari memperbaiki asupan nutrisi 2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada diberikan pada klien
kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil : waktu, selama dan sesudah makan 2. Klien dapat berkonsentrasi
berhubungan - Berat badan dapat 3. Mulailah untuk memberikan makan pada mekanisme makan
dengan dipertahankan/ditingkatkan
peroral setengah cair, makan lunak ketika tanpa adanya
kelemahan otot klien dapat menelan air distraksi/gangguan dari luar
- Hb dan albumin dalam 4. Anjurkan klien menggunakan sedotan 3. Makan lunak/cairan kental
batas normal meminum cairan mudah untuk
5. Kolaborasi dengan tim dokter untuk mengendalikannya didalam
memberikan cairan melalui iv atau mulut, menurunkan
makanan melalui selang terjadinya aspirasi
4. Dapat meningkatkan
pelepasan endorfin dalam
otak yang meningkatkan
nafsu makan
5. Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan
pengganti dan juga makanan
jika klien tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu
melalui mulut
3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan
Nama Pasien : Ny.S
Ruang Rawat : Ruang Gardenia

Hari/Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Jawaban Dari Tujuan dan TTD Perawat
kriteria hasil Sesuai dengan Implementasi
Senin, 09 Maret Diagnosa 1: S = klien tidak terlihat sesak
2020 1. Mengobservasi bunyi nafas O=
Jam 13.00 WIB 2. Menunjukkan sifat empati dan - Ada Bunyi Tambahan Ronchi JEKICEN
menerima klien apa adanya - Pasien mampu melakukan teknik
3. Menganjurkan klien untuk latihan batuk
batuk efektif dan nafas dalam -
pasien masih tidak sadar
A = masalah teratasi sebagian
P = lanjutkan intervensi 1,2,3,4
Diagnosa 2 : S = klien masih belum bisa merawat diri
1. mengkaji kemampuan klien dalam O = Pasien tampak berbaring ditempat
perawatan diri tidur
JEKICEN
2. membantu proses pemenuhan A: Masalah belum teratasi
kebutuhan personal hygiene klien P = lanjutkan intervensi 2,

Selasa, 10 Maret Diagnosa 3 : S = klien belum bisa melakukan aktivitas


2020 1. melakukan latihan ROM (range of O = klien tampak berbaring ditempat tidur
Pukul 15.00 WIB motion) dan mobilisasi jika mungkin A = masalah belum teratasi
2. Rubah posisi tiap 4 jam P = lanjutkan intervensi 1,3,4
3. mengobservasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan JEKICEN
jaringan tiap merubah posisi
4. menjaga kebersihan kulit dan
seminimal mungkin hindari trauma,
panas terhadap kulit
Diagnosa 4 : S = klien belum bisa mengunyah dan
1. menentukan kemampuan klien dalam menelan
mengunyah, menelan dan reflek O = klien masih tidak sadar JEKICEN
batuk A = masalah belum teratasi
2. meletakkan posisi kepala lebih tinggi P = lanjutkan intervensi 2,3,4
pada waktu, selama dan sesudah
makan
3. menganjurkan klien menggunakan
sedotan meminum cairan
4. melakukan kolaborasi dengan tim
dokter untuk memberikan cairan dan
makanan melalui selang
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan (MENJAWAB DARI TUJUAN PENULISAN)

Abses paru adalah suatu kavitas  dalam jaringan paru yang berisi material
purulent dan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses infeksi.
Abses paru timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena
obat-obatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang serta
obstruksi dan aspirasi benda asing.

Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan
berbau, disertai malaise, naspu makan dan berat badan yang turun. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto polos
dada didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid level  atau proses konsolidasi saja
bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.

Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat


dilakukan terapi etiologis.Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping
terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi.

4.2 Saran
Kepada tim kesehatan, terutama perawat diharapkan untuk lebih mencermati
keadaan pasien sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Kesalahan kecil, dapat
berimbas kepada kesalahan-kesalahn yang lain. Memperluas wawasan mengenai
konsep asuhan keperawatan yang tepat terhadap berbagai penyakit dalam hal ini
penyakit yang  penyerang sistem respirasi menjadi hal yang wajib untuk diketahui
dan dilakukan oleh perawat profesional .
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes
Eka Harap Palangka Raya Abses paru..
4.2.2 Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan dapat mengedukasi keluarga untuk dapat selalu menjaga
kesehatannya dan sebagai sumber informasi pada keluarga tentang
4.2.3 Bagi Institusi
Menjadi sumber refrensi bagi institusi pendidikan maupun rumah sakit Abses paru.
4.2.4 Bagi IPTEK
Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam
keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien
dengan Abses paru.
DAFTAR PUSTAKA

Asher M.I. dan P.H. Beadry. 1990. Lung Abscess in Infections of Respiratory Tract.
3rd ed. Kanada: Prentice Hall Inc.

Brunner & suddarth ddk. 2001.keperawatan Medikal-Bedah.Edisi 8. Vol 1. EGC


Jakarta

Corwin J. Elizabeth. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Doengos, marrylin E.(2000). Rencana asuhan keperawatan medikal bedah. Volume


3. Jakarta : EGC.

Effendy Christantie, s.kp.Kepeawatan medikal bedah. EGC Jakarta

Muttaqin arif.(2008).buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem


pernapasan.Salemba Medika.

Nurarif Huda Amin & Kusuma Hardhi. (2015).Aplikasi Asuhan keperawatan


berdasarkan diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc.edisi revisi jilid 3.Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai