Anda di halaman 1dari 37

Manfaat konseling

dan VCT pada pasien


HIV
By Kristin.R
Definisi konseling & tes HIV:
komunikasi bersifat rahasia antara klien/pasien dan
konselor/petugas kesehatan bertujuan
meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan
berkaitan dengan tes HIV.

 Konseling dan tes HIV dilakukan melalui dua


pendekatan, yaitu:
1) Inisiasi klien disebut konseling dan tes HIV
sukarela (voluntary counselling and testing/client
initiated counseling and testing (CICT)).
Tujuan:
1) Pencegahan penularan HIV dengan
menyediakan informasi tentang perilaku
beresiko dan membantu orang dlm
mengembangkan ketrampilan pribadi yang
diperlukan utk perubahan perilaku dan
negosiasi praktek lebih aman.
2) Menyediakan dukungan psikologik.
3) Memastikan efektifitas rujukan kesehatan,
terapi dan perawatan mll pemecahan masalah
kepatuhan berobat.
Dalam proses konseling disampaikan:
Informasi mengenai HIV
Penilaian resiko individu
Komunikasi perubahan perilaku
Informasi mengenai pra dan pasca tes
Konseling lanjutan dan lain-lain.
2) Inisiasi petugas kesehatan (provider initiated testing
and counselling/PITC).
 Tes HIV ini dilakukan oleh tenaga kesehatan ketika
pasien datang berobat ke fasilitas pelayanan
kesehatan dan terindikasi terkait infeksi HIV.
 Didahului dengan pemberian informasi atas
penyakit infeksi yang tidak menunjukkan perbaikan
dengan pengobatan dan menawarkan tes HIV
dengan pendekatan option out dan option in.
 Inisiasi tes HIV oleh petugas kesehatan harus selalu
didasarkan atas kepentingan pasien.
 Penerapan konseling dan tes atas inisiasi petugas
kesehatan bukan berarti menerapkan tes HIV secara
mandatori atau wajib.
Prinsif 3C:
 infromed consent
Conficentiality
Counseling
Dan 2 R: Reporting and recording.
Peran konseling
Layanan konseling dan tes HIV dilakukan
berdasarkan kebutuhan klien/pasien pada
saat mencari pertolongan medik yaitu
dengan memberikan layanan dini dan
memadai baik kepada mereka yang HIV
positif maupun negatif.
Layanan ini dilanjutkan dengan dukungan
psikologi dan akses untuk terapi.
Konseling dan tes HIV harus dikerjakan
secara profesional dan konsisten untuk
memperoleh intervensi efektif.

Konselor terlatih membantu klien/pasien dalam


menggali dan memahami diri akan resiko infeksi
HIV, mempelajari status dirinya dan mengerti
tanggung jawab untuk menurunkan perilaku
beresiko serta mencegah penyebaran infeksi
kepada orang lain guna mempertahankan dan
meningkatkan perilaku sehat.
VCT merupakan pintu masuk penting utk pencegahan dan perawatan HIV

•Perencanaan Penerimaan sero-


status, coping dan
masa depan
•Perawatan anak perawatan diri
Memfasilitasi
yatim piatu. perubahan perilaku
•pewarisan.

Voluntary
Normalisasi counselling
Memfasilitasi
HIV/AIDS testing
intervensi

Rujukan dukungan Manajemen dini


sosial dan sebaya Terapi pencegahan infeksi oportunistik
& perawatan & IMS, introduksi
reproduksi ARV

Sumber: WHO, adaptasi


Peran pemberian informasi
 Konseling dan tes atas inisiasi petugas kesehatan
dilakukan ketika pasien datang berobat terkait infeksi
HIV AIDS di fasilitas kesehatan, misalnya:
ditemukannya tanda-tanda infeksi oportunistik.

Petugas kesehatan akan memberikan informasi tentang


HIV, keuntungan diagnosis dan terapi tepat, serta
menawarkan pemeriksaan tes HIV.

Jika pasien setuju maka petugas kesehatan akan membuat


informed consent. Pendekatan ini disebut option in.
Tes HIV ditawarkan pada kondisi seperti di bawah
ini:
1) Semua pasien yang menunjukkan gejala dan
tanda klinis yang mungkin mengindikasikan
infeksi HIV tanpa memandang tingkat epidemi
daerahnya.
2) Pada daerah dengan tingkat epidemi yang
meluas sebagai bagian dari prosedur baku
perawatan medis pada semua pasien.
3) Pada daerah dengan tingkat epidemi
terkonsentrasi atau rendah ditawarkan dengan
lebih selektif kepada pasien.
 Pasien dapat menolak tes HIV bila mereka tidak
bersedia disebut option out.

 Bagi mereka yang menolak kemudian dirujuk ke


konselor HIV untuk mendapatkan dukungan dan
memotivasi perubahan perilaku beresikonya.

 Bagi pasien yang setuju untuk dilakukan tes HIV,


penyampaian hasil tes dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang merujuk tes dan dilanjutkan dengan
konseling oleh konselor VCT.
 Peran tes HIV.
Tes HIV dilakukan setelah klien/pasien menyetujui
pelaksanaan tes melalui pemberian informed consent.
Tes HIV dilakukan pada laboratorium yang tersedia
difasilitas layanan kesehatan ditempat pemeriksaan
atau konseling.
 Jika tes tidak tersedia di fasilitas tersebut, maka tes
dapat dilakukan di laboratorium rujukan.
 Metode tes HIV yang digunakan sesuai dengan
pedoman pemeriksaan laboratorium HIV kementerian
kesehatan 2010.
Prinsif layanan konseling
1. Sukakrela dalam melaksanakan tes HIV.
2. Saling membangun kepercayaan dan
menjaga konfidensialitas.
3. Mempertahankan hubungan relasi
konselor-klien yang efektif.
4. Tes HIVmerupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari proses konseling
dan tes HIV.
Definisi Konseling:
 Proses pertolongan di mana seseorg dengan tulus dan
tujuan jelas, memberikan waktu, perhatian dan
keahliannya untuk membantu klien mempelajari
keadaan dirinya, mengenali dan melakukan
pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang
diberikan lingkungan.

 VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela


dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes
darah untuk HIV di laboratorium.
 VCT penting karena:
1) Merupakan pintu masuk keseluruh layanan HIV/AIDS.
2) Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif
maupun negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan
atas kebutuhan klien seperti perubahan perilaku, dukungan
mental, dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan
terkini atas HIV/AIDS.
3) Mengurangi stigma masyarakat.
4) Merupakan pendekatan menyeluruh: kesehatan fisik dan
mental.
5) Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan
klien baik kesehatan maupun psikososial
Tujuan konseling HIV:
1) Menyediakan dukungan psikologik.
2) Mencegah penularan HIV
 Menyediakan informasi tentang perilaku
beresiko
 Membantu mengembangkan keahlian pribadi
yang diperlukan untuk mendukung perilaku
hidup sehat.
3) Memastikan pengobatan yang efektif sedini
mungkin termasuk alternatif pemecahan
berbagai masalah
Tujuan umum VCT
Untuk mempromosikan
perubahan perilaku yang
mengurangi resiko mendapat
infeksi dan penyebaran
infeksi.
Tujuan khusus VCT bagi ODHA
1. Meningkatkan jumlah ODHA yang mengetahui
bahwa dirinya terinfeksi HIV.
2. Mempercepat diagnosis HIV.
3. Meningkatkan penggunaan layanan kesehatan dan
mencegah terjadinya infeksi lain pada ODHA
4. Meningkatkan kepatuhan pada terapi antiretroviral.
5. Meningkatkan jumlah ODHA yang berperilaku
hidup sehat dan melanjutkan perilaku yang kurang
beresiko terhadap penularan HIV dan IMS
 Konseling utk membantu ODHA dilakukan oleh konselor yang telah
dilatih dengan modul VCT.
 Sasaran konseling dalam VCT:
1. Memberi kesempatan klien mengenali dan mengekspresikan
perasaan mereka.
2. Memberi informasi tentang nara sumber atau lembaga baik
pemerintah maupun LSM yang dapat membantu kesulitan dalam
berbagai aspek.
3. Membantu klien menghubungi nara sumber atau lembaga
dimaksud.
4. Membantu klien memperoleh dukungan dari jaringan sosial,
keluarga dan teman mereka.
5. Membantu klien mengatasi kesedihan dan kehilangan
6. Memberikan advokasi pada klien untuk mencegah penyebaran
infeksi.
7. Mengingatkan klien atas hak hukumnya.
8. Membantu klien memelihara kendali atas hidupnya.
9. Membantu klien menemukan arti hidupnya.
Pendekatan VCT
1. Terfokus pada klien satu persatu.
2. Melakukan penilaian resiko personal
dan menurunkan resiko.
3. Menggali kemampuan diri dan
mengarahkan rencana ke depan.
4. Meneguhkan keputusan tes.
5. Menidaklanjuti dukungan atas
kebutuhan
Penerapan konseling.
1) Tidak ada satu formula yang tepat bagi semua klien,
karena kebutuhannya sangat bersifat individu.
2) Perlu belajar sambil menerapkan dan kemudian
mengembangkannya.
3) Perlu respon efektif dan inovatif akan kebutuhan
psikososial klien.
4) Pengembangan kemampuan konseling dari para
petugas dapat terus ditingkatkan melalui pelatihan.
5) Penguatan kemampuan kerja dapat dihimpun melalui
jejaring pelayanan, kebijakan tempat kerja, kebijakan
nasional serta dukungan para stake holders.
Konselor untuk VCT
Konseling dilakukan oleh konselor terlatih
yang memiliki ketrampilan konseling dan
pemahaman akan seluk beluk HIV/AIDS.
Konseling dilakukan oleh konselor yang
telah dilatih dengan modul VCT.
Konselor dapat berprofesi perawat, pekerja
sosial, dokter, psikolog, psikister atau
profesi lain.
Konselor mempunyai kemampuan
berjenjang dari dasar sampai mahir.
 Konselor dengan kemampuan dasar dapat dilakukan dg
menyediakan ruang dan waktunya bagi ODHA,
mempunyai ketrampilan konseling dan mampu
membantu ODHA

 Konselor profesional dilakukan oleh mereka yang


secara formal mempunyai pendidikan konseling dan
atau psikoterapi, serta mampu melakukanya seperti
psikister, psikolog klinis, pekerja sosial.

 Disamping konselor utk klien diperlukan juga konselor


untuk konselor, karena konselor mengalami burn
out/kejenuhan.
Ketrampilan yang diperlukan dalam memberikan
konseling:
1) Mendengarkan aktif dan mengamati.
2) Mengajukan pertanyaan dan menghayati.
3) Merangkum dan menyimpulkan.
4) Membaca dan merefleksikan perasaan.
5) Membangun relasi dan persetujuan pelayanan.
6) Menggali dan memahami masalah, penyebab dan
kebutuhan.
7) Mengenal alternatif penyelesaian masalah, memberi
pertimbangan.
8) Penyelesaian masalah, dapat memberikan jalan keluar dan
menguatkan diri
9) Penyelesaian masalah, konsekuensi logis dan mengakhiri.
Konseling HIV dianjurkan untuk:
1) Mereka yang sudah terinfeksi HIV atau sudah
AIDS dan keluarganya.
2) Mereka yang akan di tes HIV.
3) Mereka yang mencari pertolongan karena merasa
telah melakukan tindakan beresiko di masa lalu
dan merencanakan masa depannya.
4) Mereka yang tidak mencari pertolongan, namun
beresiko tinggi
 Motivasi yang mendorong seseorang mengikuti konseling:
1) Ingin tahu status infeksi HIV dirinya.
2) Hubungan seksual sebelum menikah atau beresiko.
3) Sangat cemas.
4) Terpajan resiko.
5) Menduga diri terinfeksi dengan atau tanpa gejala sakit.
6) Pasangan atau anak meninggal dunia.
7) Berencana menikah atau berencana untuk hamil
8) Sekarang sedang hamil.
9) Berganti pasangan.
10) Dipersyaratkan oleh tempat kerja.
11) Sebagai persyaratan untuk permohonan keimigrasian atau
pendidikan.
Tempat konseling
 Menjamin kerahasian, dan layanan VCT dapat dilakukan:
1) Layanan ante natal: memperhatikan penularan ibu ke
anak.
2) Layanan pengguna Napza suntik: VCT pd pengguna
Napza suntik.
3) Layanan reproduksi: bagi remaja dan pasangan usia
subur.
4) Layanan terapi penyakit infeksi.
5) Layanan transfusi darah, donor jaringan manusia.
6) Layanan kesehatan kerja dan skrining tenaga kerja.
7) Layanan laboratorium.
 Layanan VCT dapat dilakukan:
 Pemerintah.
 LSM
 Masyarakat
 Swasta
dan merupakan suatu bentuk intervensi kesehatan
mas yarakat.
VCT di rumah sakit
 Lokasi:
1) Instalasi rawat jalan.
2) Instalasi rawat inap

 Syarat ruang konseling:


1) Nyaman dan aman oleh karena konseling memerlukan waktu
yang lama serta harus menjaga kerahasian.
2) Ruangan tertutup dan suara tidak dapat didengar dari ruang lain
untuk menjaga kerahasian.
3) Satu alur dengan pintu masuk dan keluar yang berbeda.
4) Akses mudah, baik ke dan dari klinik yang merujuk atau ke dan
dari laboratorium pemeriksaan darah.
5) Cukup pencahayaan, agar proses konseling dan edukasi
mnggunakan alat peraga dapat dengan jelas dilakukan.
Ruang konseling:
1) Tempat duduk yang nyaman bagi klien dan
konselor.
2) Alat peraga dan alat bantu pendidikan klien utk
menjelaskan cara pemasangan kondom,
penggunaan alat pelindung, acara menolong diri
pasca pajanan, dsb.
3) Tisu untuk menghapus keringat atau air mata
klien.
4) Alat pendokumentasian keadaan klien dan
proses konselingnya.
Konselor di rumah sakit harus terlatih melalui
pelatihan dan atau pendidikan formal, serta:
1) Menyediakan diri dan waktunya untuk
membantu orang lain melalui konseling.
2) Dapat berempati dan mendengarkan dengan
penuh perhatian.
3) Memahami proses infeksi HIV dan infeksi
oportunistik.
4) Dapat menyimpan rahasia.
 Berbagai jenis konseling HIV dalam VCT menurut
tujuannya:
1) Konseling untuk pencegahan.
2) Konseling pra tes.
3) Konseling pascates.
4) Konseling kepatuhan obat.
5) Konseling keluarga.
6) Konseling berkelanjutan
7) Konseling bagi yang menghadapi kematian.
8) Konseling untuk masalah psikiatris
Prevention of Mother-To-Child Transmission (PMTCT) –
pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
Beberapa uji coba klinik menunjukkan antiretroviral dapat
menurunkan penularan HIV dari ibu ke anak, ibu yang menyusui
jangka pendek dan kemudian dapat memperpanjang masa
menyusui.

Angka anak yang dilahirkan dari ibu terinfeksi HIV secara


dramatis menurun dengan adanya intervensi PMTCT. Perempuan
hamil mendapatkan penawaran VCT dan hingga tahun 2010
sebanyak 7,5% perempuan hamil positif HIV telah menerima ARV
untu mengurangi risiko penularan.Beberapa negara berkembang
di Afrika, Amerika Latin, Eropa Tengah Timur dan Asia Tenggara
telah mengimplementasikan pencegahan melalui intervensi
MTCT dengan memberikan antiretroviral.
Voluntary counselling and tesing (VCT)
selama masa antenatal merupakan pintu
masuk pada pelayanan pencegahan melalui
ibu ke anaknya.
Negara-negara yang telah memasukkan
program PMTCT secara komprehensif ter
Infeksi HIV kini telah mulai memasuki
populasi umum. Telah ada ibu rumah
tangga dan bayi -bayi HIV positif
Dari kegiatan konseling dan tes darah yang dilakukan
beberapa rumah sakit dan LSM penanggulangan HIV.
Data RSU Ciptomangun Kusumo Jakarta
menunjukkan bahwa jika pada tahun 1996 dan 2002
diketahui masing-masing terdapat 1 bayi yang
dilahirkan dari ibu HIV positif, maka pada tahun 2010
terdapat 65 kasus baru. Jumlah tersebut terus
meningkat menjadi 118 kasus baru bayi/anak yang
dilahirkan dari ibu HIV positif. Penularan HIV dari ibu
ke bayi bisa dicegah. Dengan intervensi PMTCT
maka resiko penularan bdari yang semula 25 - 45%
bisa ditekan menjadi kurang dari 2%.
Menurut estimasi Depkes, setiap tahun terdapat 9.000
ibu hamil HIV positif yang melahirkan di Indonesia.
Berarti, jika tidak ada intervensi sekitar 3000 bayi
dikhawatirkan lahir HIV positif setiap tahunnya di
Indonesia. Sangat disayangkan, efektivitas intervensi
PMTCT tersebut seringkali terhambat oleh faktor
biaya.
Menurut kebijakan Nasional PMTCT yang
ditandatangani Menteri Kesehatan RI tahun 2005,
pemerintah menyediakan obat ARV, layanan
persalinan dan susu formula kepada ibu hamil HIV
positif secara gratis.

Anda mungkin juga menyukai