Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

M
DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENUMOTOTRAKS DAN KEBUTUHAN
DASAR MANUSIA PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENISASI DI RUANG GARDENIA
RSUD Dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

DI SUSUN OLEH:

TETENIA DIYANTI
2018.C.10a.0987

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Tetenia Diyanti
NIM : 2018.C.10a.0987
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “ Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.
M Dengan Diagnosa Medis Penumototraks Dengan
Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenasi Di Ruang Gardenia
RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh


Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Nia Pristina, S.Kep.,Ners Erika Sihombing, S.Kep, Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Kebutuhan Dasar Manusia Tentang Oksigenasi Pada
Ny. R dengan Diagnosa Medis Penumototraks di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris
Sylvanus Kota Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi
tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
4. Ibu Erika Sihombing, S.Kep., Ners selaku kepela ruang Bougenvile RSUD Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan
izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen
keperawatan di ruang Gardenia.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 18 Mei 2020


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang……………………………………………………………………1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………………...2
1.3. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………2
1.3.1. Tujuan Umum…………………………………………………………………..2
1.3.2. Tujuan Khusus………………………………………………………………….3
1.4. Manfaat…………………………………………………………………………...3
1.4.1. Untuk Mahasiswa………………………………………………………………3
1.4.2. Untuk Klien dan Keluarga……………………………………………………...3
1.4.3. Untuk Institusi ( Pendidikan dan Rumah Sakit )……………………………….3
14.4. Untuk IPTEK……………………………………………………………………4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………..5
2.1. Konsep Penyakit………………………………………………………………….5
2.1.1. Definisi…………………………………………………………………………5
2.1.2. Anatomi Fisiologi………………………………………………………………6
2.1.3. Etologi…………………………………………………………………………10
2.1.4. Klasifikasi……………………………………………………………………..11
2.15. Patofisiologi ( WOC )………………………………………………………….12
2.1.6. Manifestasi Klinis……………………………………………………………..13
2.1.7. Komplikasi……………………………………………………………………13
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………….13
2.1.9. Penatalaksanaan Medis………………………………………………………..14
2.2. Konsep Kebtuhan Dasar Manusia ( Oksigenisasi )……………………………15
2.2.1. Definisi………………………………………………………………………15
2. 2.2. Anatomi Fisiologi…………………………………………………………...16
2.2.3. Etologi……………………………………………………………………….18
2.2.4. Klasifikasi……………………………………………………………………18
2.2.5. Patofisiologi………………………………………………………………….20
2.2.6. Manifestasi Klinis……………………………………………………………20
2.2.7. Komplikasi…………………………………………………………………...20
2.2.8. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………21
2.2.9. Penatalaksanaan medis……………………………………………………….21
2.3. Manajemen Asuhan Keperawatan……………………………………………...22
2.3.1. Pengkajian Keperawatan……………………………………………………...22
2.3.2. Diagnosa Keperawatan……………………………………………………….25
2.3.3. Intervensi Keperawatan………………………………………………………25
2.3.4. Implementasi Keperawatan…………………………………………………..27
2.3.5. Evaluasi keperawatan…………………………………………………………27
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN……………………………………………...28
3.1. Pengkajian……………………………………………………………………….28
3.2. Diagnosa………………………………………………………………………...38
3.3. intervensi………………………………………………………………………..39
3.4. Implementasi……………………………………………………………………42
3.5. Evaluasi…………………………………………………………………………42
BAB 4 PENUTUP…………………………………………………………………..45
4.1. Kesimpulan……………………………………………………………………...45
4.2. Saran…………………………………………………………………………….45
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………46
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis


diyakinkan dengan pemeriksaan sinar tembus dada. Dimana diagnosis pneumotoraks
tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan
dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya
bayangan di luar garis ini. Pneumotoraks berhubungan dengan berbagai macam
kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis. Oksigen merupakan
kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia, dalam tubuh, oksigen
berperan penting dalam proses metabolism sel tubuh. Kekurangan oksigan bisa
menyebabkan hal yangat berartibagi tubu, salah satunya adalah kematian. Karenanya,
berbagai upaya perlu dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen
tersebut, agar terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan
oksigen merupakan garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus
paham dengan manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu
mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut.

Berdasarkan data dari WHO Beberapa cedera dada yang dapat terjadi antara lain,
tension pneumothoraks, pneumotoraks terbuka, flail chest, hematotoraks, tamponade
jantung Tingkat morbiditas mortalitas akan meningkat dan menjadi penyebab
kematian kedua didunia pada tahun 2020 Sebuah penelitian mengatakan 5,4% dari
seluruh pasien menderita trauma, merupakan pasien yang mengalami pneumotoraks.
Pneumotoraks merupakan kegawatan paru. Angka kejadian Inggris laki-laki 24 per
100.000 penduduk dan perempuan 9,8 per 100.000 penduduk per tahun. Kasus
pneumotoraks lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Penelitian
Khan dkk pada tahun 2009 di Pakistan kasus pneumotoraks laki-laki 63,58% dan
perempuan 36,42%, sesuai penelitian didapatkan kasus pneumotoraks laki-laki
64,10% dan perempuan 35,90% dengan rerata umur 49,13 tahun. di Perancis
menunjukan kejadian pneumothorax spontan sekitar 22,7 kasus/100.000 penduduk.
Penderita didominasi pria terutama pada populasi usia >30 tahun. Kasus
pneumothorax spontan primer jauh lebih banyak dibanding spontan sekunder. Di
Indonesia, pneumothorax spontan sekunder sering terjadi terutama pada laki-laki.
Mortalitas akibat penyakit ini masih tinggi terutama akibat gagal napas. Studi pada
salah satu center rumah sakit menunjukkan pneumothorax dominan terjadi pada pria.
Kasus pneumothorax spontan sekunder lebih banyak dibanding pneumothorax jenis
lainnya. Kebiasaan merokok, penyakit paru seperti pneumonia serta tuberkulosis
sering ditemukan pada pasien pneumothorax.

Penumototraks jika tidak segera mendapatkan tindakan maka akan menyebakan


keadaan yang mengancam manusia dengan cara pembuluhan darah kopals. Sehingga
pengisian jantung menurun menyebabkan tekanan darah menurun. Selain itu
penumototraks juga dapat menyebabkan hipoksia dan dyspnea berat dan dapat
menyebakan kematian. Pada pasien pneumotorak menunjukkan kelemahan untuk
bernapas mereka yang menderita pneumotoraks akan menanggung akibat dari
kurangnya oksigen. Penurunan kadar oksigen menyebabkan sirkulasi dan jarinagan
tubuh , menempatkan pasien risiko tinggi terhadap beberapa kondisi serius lainnya.
Melihat bahaya dan angka kejadian dan penumototraks yang cukup besar maka
kelompok kami bermaksud menyusun sebuah refrat dengan masalah yang diangkat
yaitu penumototraks.

Berdasarkan uraian tersebut diatas mendorong penulis untuk mengangkat


permasalahan yang ada pada gangguan sistem pernapasan yaitu penyakit
penumototraks, dan cara penanganan penyakit ini dengan tindakan pemasanagan
WSD untuk tetap mempertahankan tekanan negatif dari cavum pleura sehingga
perkembangan paru sempurna, untuk kasus pneumotoraks ini hanya sebagian kecil
paru-paru kolaps dan tanpa gangguan pernapasan yang berat, kondisi pasien akan
dipantau secara seksama. Pemberian oksigen melalui masker oksigen akan dilakukan
jika pasien mengalami kesulitan bernapas atau kadar oksigen dalam tubuhnya
menurun. maka penulis ingin memaparan asuhan keperawatan pada pasien penderita
penumototraks.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. M dengan diagnose medis


Penumotoraks dan kebutuhan dasar manusia tentang oksigenisasi di ruang gardenia
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka raya.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan tentang asuhan keperawatan


pada pasien dengan diagnosa medis Penumototraks dan kebutuhan dasar manusia
(KDM) Oksigenisasi di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka raya. ?

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep penyakit penumotoraks ?

1.3.2.2. Mahasiswa mampu menjelaskan kebutuhan dasar manusia ( Oksigenisasi)?


1.3.2.3. Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen asuhan keperawatanpada pasien
penyakit penumotoraks dan kebutuhan dasar oksigenisasi ?
1.3.2.4. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. M di ruang
gardenia RSUD dr. Doris Sylavanus Palangka Raya ?
1.3.2.5. Mahasiswa mampu Menentukan dan Menyusun Intervensi Keperawatan pada
Ny. M di ruang gardenia RSUD dr. Doris sylavanus Palangka Raya ?
1.3.2.6. Mahasiswa mampu Melaksanakan Implementasi Kesperawatan Pada Ny. M
di ruang gardenia RSUD dr. Doris Sylavanus Palangka Raya ?
1.3.2.7. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny.M di ruang
gardenia RSUD dr. Doris sylavanus Palangka Raya ?
13.2.8. Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan pada Ny.M di ruang
gardenia RSUD dr. Doris Sylavanus Palangka Raya ?

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan


dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes
Eka Harap Palangka Raya.

1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga

Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis Penumototraks secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan
mandiri.

1.4.3 Bagi Institusi

1.4.3.1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber bacaan tentang Penumototraks dan Asuhan Keperawatannya.

1.4.3.1. Bagi Institusi Rumah Sakit

Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan Meningkatkan


mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan diagnosa medis
Penumototraks melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komprehensif.

1.4.4 Bagi IPTEK


Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Penyakit


2.1.1. Definisi
Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura, biasanya
pneumotoraks hanya di temukan unilateral, hanya pada blast-injury yang hebat dapat
ditemukan pneumotoraks bilatelar ( Halim danusantoso dalam andra saferi wijaya dan
yessie mariza putri, 2013 ).
Pneumotoraks hanya adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura
( silivia. A price, 2006.) Pneumotoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara
didalam rongga paru pleura ( arif mustaqqin 2008 ).

Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga
pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga thoraks.

Masuknya udara ke dalam rongga pleura dibedakan atas:

1. Pneumotoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam
rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi
berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu
trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma atau
inflamasi.

2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau
pneumotoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau
pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan
pneumotoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah
berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan
biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.

3. Masuknya udara melalui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada


trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau
benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula
mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas
proksimal dengan rongga pleura.
4. Udara berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu trauma atau
abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.
Pneumotoraks dapat juga dibagi atas:
1. Pneumotoraks Terbuka: Gangguan pada dinding dada berupa hubungan langsung
antara ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran terbuka yang dapat
menyebabkan udara dapat keluar masuk dengan bebas ke rongga pleura selama
proses respirasi.
2. Pneumotoraks Tertutup: Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru atau
jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan vakum
pleura negatif.
3. Pneumotoraks Ventil ( tension penumotorakas ) adalah pneumotoraks dengan
tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada
fistel di pleura viserasil yang bersifat ventil.

2.1.2. Anatomi Fisiologi

2.1.2.1. Anatomi Sistem Pernapasan

1. Pengertian Sistem Pernapasan


Pernapasan (Respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang,mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak
memngandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Berikut anatomi system pernafasan sebagai berikut :
1. Rongga Hidung
Hidung merupakan organ utama saluran pernapasan yang langsung berhubungan
dengan dunia luar yang berfungsi sebagai jalan masuk dan keluarnya udara melalui
proses pernapasan. Selain itu hidung juga berfungsi untuk mempertahankan dan
menghangatkan udara yang masuk, sebagai filter dalam membersihkan benda asing
yang masuk dan berperan untuk resonansi suara, sebagai tempat reseptor alfaktorius.
2. Faring

faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan


makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher.
3. Laring
Laring merupakan saluran pernapasan yang terletak antara orofaring dan trakea ,
fungsi dari laring adalah sebagai jalan masuknya udara, membersihkan jalan
masuknya makanan ke esofagus dan sebagai produksi suara.
Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
 Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama
menelan
 Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
4. Trakea
Trakea merupakan organ tabung antara laring sampai dengan puncak
paru, panjangnya sekitar 10-12 cm, setinggi servikal 6-torakal 5 Disebut
juga batang tenggorokan Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang
disebut karina
5. Bronkus

Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang dua keparu-paru


kanan dan paru-paru kiri.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar
diameternya.Bronkus kiri lebih horizontal, lebih panjang dan lebih sempit.

a. Bronkus
 Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri Disebut bronkus lobaris kanan (3
lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
 Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan
 bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
 Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi subsegmental yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf
b. Bronkiolus
 Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
 Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan
napas
c. Bronkiolus Terminalis

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang


tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)

d. Bronkiolus respiratori

Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori Bronkiolus


respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan
jalan udara pertukaran gas
6. . Paru-paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar berada pada
rongga dada bagian atas, di bagian samping di batasi oleh otot dan rusuk dan di
bagianb bawah di batasi oleh diafragma yang berotot kuat.

Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut Terletak dalam rongga dada
atau toraks Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar Setiap paru mempunyai apeks dan basis Paru kanan
lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris Paru kiri lebih kecil
dan terbagi menjadi 2 lobus Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa
segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.

7. Alveluos
Merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan bertanggung jawab
akan struktur paru-paru yang menyerupai kantong kecil terbuka pada salah satu
sisinya dan tempat pertukaran O2 dan CO2 Terdapat sekitar 300 juta yang jika
bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2

2.1.3. Etologi
Terdapat dua jenis utama dari pneumotoraks, pneumotoraks traumatik, dan
pneumotoraks nontraumatik. Kedunya menjadi pneumotoraks (tension PTX). Kondisi
ini terjadi jika tekanan udara yang mengelilingi paru-paru meningkat. Hal inilah yang
akan mengganggu pengembangan paru.

1. Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat cedera pada dinding dada maupun paru.
Cedera bervariasi dari ringan sampai berat dan merusak struktur dada hingga
menyebabkan udara bocor ke dalam ruang pleural. Contoh cedera yang sering
menyebabkan PTX adalah:

 Trauma dada akibat kecelakaan lalu lintas, dapat menyebabkan cedera


tertutup maupun terbuka.
 Patah tulang rusuk.
 Pukulan keras pada dada akibat olahraga, biasanya menyebabkan cedera
tertutup.
 Luka tusuk atau luka tembak pada dada.
 Prosedur-prosedur medis yang dapat mencederai paru-paru, seperti
pemasangan central line, pemakaian ventilator, biopsi jaringan paru, dan CPR.
 Menyelam, scuba, dan mendaki gunung juga dapat menyebabkan PTX, karena
perubahan ketinggian yang menyebabkan adanya gelembung-gelembung
udara pada paru, sehingga dapat menyebabkan ruptur dan kemudian kolaps.

2. Pneumotoraks Nontraumatik
Jenis PTX ini terjadi secara spontan dan terbagi menjadi dua tipe primer dan
sekunder. PTX Spontan Primer adalah PTX pada individu tanpa penyakit paru,
sedangkan PTX Spontan Sekunder adalah PTX yang terjadi pada individu yang
memiliki penyakit paru sebelumnya.

Berikut adalah faktor risiko untuk terjadinya PTX Spontan Primer:

Usia muda (10-30 tahun).

 Kurus
 Laki-laki.
 Memiliki penyakit bawaan seperti Sindrom Marfan.
 Perokok.
 Terpapar faktor-faktor lingkungan dan pekerjaan, seperti silicosis.
 Terpapar perubahan tekanan atmosfer dan cuaca yang ekstrem.

Kondisi-kondisi berikut meningkatkan risiko terjadinya PTX Spontan Sekunder:

 Penyakit Paru Obstruktif Kronis.


 Infeksi akut atau kronis seperti tuberkulosis atau pneumonia.
 Kanker paru.
 Sistik fibrosis.
 Asma.

2.1.4. Klasifikasi

Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa
mengembang terhadap rongga dada, penumototraks dapat terjadi secara spontan dan
traumatic

Pneumototraks spontan terbagi menjadi dua yaitu :

1. Pneumototraks Spontan
 Pneumototraks spontan primer: terjadi tanpa disertai penyakit paru yang
mendasarinya
 Pneumototraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru
yang mendahulunya
2. Pneumototaks traumatic berdasarkan kejadian
1. Pneumototraks traumatic non iatrogenic
2. Pneumototraks traumatic iatrogenic
Infeksi saluran napas
Trauma dada
Keganasan
Penyakit Inflamasi paru
2.1.5. Patofisiologi ( WOC )

Penumototrakas

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Udara Masuki Pergeseran mediastinum Saat inspirasi Perdarahan Tekanan intra


Terpasang
membrane Pleure rongga dada abdomen
selang WSD
mengembang

Penyumbatan aliran Suplai darah


Peningkatan tekanan vena kava superior ginjal
intra pleure dan dan inferior
mengempiskan paru
Mual / Muntah
Gerakan fragmen Insersi WSD
costa yang trauma
menyebabkan
filtrasi

Mengurangi Defisit Nutrisi


Terjadi kolap pada alveolus cardiac prelead
Resiko infeksi
Stimulus saraf
oliguri

Penurunan ekspensi paru


Menurun Cardiac output

Nyeri Akut
Gg. Eliminasi uri

Pola napas tidak efektif Risiko Gangguan


Siklus Spontan
2.1.6. Manifestasi Klinis
Peningkatan tekanan dalam pleura akan menghalangi paru-paru untuk mengembang
saat kita menarik napas. Akibatnya, dapat muncul gejala berupa:
 Sesak napas.
 Nyeri dada.
 Keringat dingin.
 Kulit menjadi biru atau sianosis.
 Jantung berdebar.
 Batuk.
 Lemas.
2.1.7. Komplikasi
adanya fistula bronkopelura yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-
pleura yang melalui lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.
Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan
dengan pemeriksaan sinar tembus dada. Dimana diagnosis pneumotoraks tergantung
kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan
dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya
bayangan di luar garis ini. Pneumotoraks berhubungan dengan berbagai macam
kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis.
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang
2.1.8.1.Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.
Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut hanya tampak seperti massa yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besarnya kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pendorongan jantung atau
trakhea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil
dengan tekanan intrapleura yang tinggi.  

2.1.9. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang


dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang
terjadi saat pelaksanaan pengobatan yang meliputi :

1.      Tindakan dekompresi

Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara:

a.       Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya
adalah melakukan penusukkan jarum ke rongga pleura melalui tranfusion set.

b.      Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :

 Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD).


Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantara trokar atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan pipaplastic
(kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan
bantuan insisi kulit dari sela iga ke-4 pada garis axial tengah atau garis axial
belakang. Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula tengah.
Selanjutnya, ujung selang plastik di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melelui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
 Pengisapan kontinu (continous suction).
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap positif.
Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm
H2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang dan segera terjadi
perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
 Pencabutan drain

Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura sudah negatif
kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan cara dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, drain dapat
dicabut.

c.  Tindakan bedah

Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang yang
menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut dijahit,

d.  Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru
tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortikasi.

Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila
ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat
dipertahankan kembali

2.2. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia ( Oksigenisasi )

2.2.1. Definsi

Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia,


dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism sel tubuh.
Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yangat berartibagi tubu, salah satunya
adalah kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk mejamin
pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar terpenuhi dengan baik. Dalam
pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan garapan perawat tersendiri,
oleh karena itu setiap perawat harus paham dengan manisfestasi tingkat pemenuhan
oksigen pada klienya serta mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan
pemenuhan kebutuhan tesebut.
2.2.2. Anatomi Fisiologi

Stuktur Sistem Pernafasan

1. Sistem pernafasan Atas

Sistem pernafasaan atas terdiri atas mulut,hidung, faring, dan laring.

a. Hidung. Pada hidung udara yang masuk akan mengalami penyaringan,


humidifikasi, dan penghangatan
b. Faring. Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan 
makanan. Faring terdiri atas nasofaring dan orofaring yang kaya akan jaringan
limfoid yang berfungsi menangkap dan dan menghancurkan kuman pathogen
yang masuk bersama udara.
c. Laring. Laring merupakan struktur yang merupai tulang rawan yang bisa 
disebut jakun. Selain berperan sebagai penghasil suara, laring juga berfungsi
mempertahankan kepatenan dan melindungi jalan nafas bawah dari air dan
makanan yang masuk.

2.Sistem pernafasan Bawah

Sistem pernafasaan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru yang dilengkapi
dengan bronkus, bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru dan pleura.

 Trakea. Trakea merupakan pipa membran yang dikosongkan oleh cincin 


kartilago yang menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri.
 Paru. Paru-paru ada dua buah teletak di sebelah kanan dan kiri. Masing-
masing paru terdiri atas beberapa lobus (paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2
lobus) dan dipasok oleh satu bronkus. Jaringan-jaringn paru sendiri terdiri atas
serangkain jalan nafas yang bercabang-cabang, yaitu alveoulus, pembuluh
darah paru, dan jaringan ikat elastic. Permukaan luar paru-paru dilapisi oleh
dua lapis pelindung yang disebut pleura. Pleura pariental membatasi toralk
dan permukaan diafragma, sedangkan pleura visceral membatasi permukaan
luar paru. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat cairan pleura yang
berfungsi sebagai pelumas guna mencegah gerakan friksi selama bernafas.
Berdasarkan tempatnya proses pernafasan terbagi menjadi dua dua yaitu:
a. Pernapasan eksternal

Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan


proses pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara
umum proses ini berlangsung dalam tiga langkah, yakni :

1. Ventilasi pulmoner

Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses


ventilasi sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan
alveolus. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu jalan
napas yang bersih, system saraf pusat dan system pernapasan yang utuh,
rongga toraks yang mampu mengembang dan berkontraksi dengan baik,
serta komplians paru yang adekuat.

2. Pertukaran gas alveolar


Setelah oksigen masuk alveolar, proses proses pernapasan berikutnya
adalah difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi
adalah pergerakan molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi
ke area berkonsentrasi atau bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di
alveolus dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan membran
serta perbedaan tekanan gas.

3. Transpor oksigen dan karbon dioksida

Tahap ke tiga pada proses pernapasan adalah tranpor gas-gas


pernapasan. Pada proses ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan
karbon dioksida diangkut dari jaringan kembali menuju paru.

b. Pernapasan internal

Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengaju pada proses


metabolisme intra sel yang berlangsung dalam mitokondria, yang
menggunakan oksigen dan menghasilkan CO2 selama proses penyerapan
energi molekul nutrien. Pada proses ini darah yang banyak mengandung
oksigen dibawa ke seluruh tubuh hingga mencapai kapiler sistemik.
Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemik dan sel
jaringan. Seperti di kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses difusi
pasif mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.

2.2.3. Etologi

a. Faktor Fisiologi
 Menurunnya kemampuan mengikatO 2 seperti pada anemia
 Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada Obstruksi saluran
pernafasan bagian atas
 Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan
terganggunya oksigen(O2)
 Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam luka, dll
 kondisi yang mempengaruhi pergerakkan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulur sekeletal yang abnormal, penyakit kronis
seperti TBC paru.
b. Faktor Perilaku
 Nutrisi, misalnya gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen
berkurang.
 Exercise, exercise akan meningkatkan kebutuhan Oksigen.
 Merokok, nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
koroner
 Alkohol dan obat-obatan menyebankan intake nutrisi /Fe mengakibatkan
penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat pernafasan.
 kecemasan ; menyebabkan metabolisme meningkat.

2.2.4. Klasifikasi

Pemenuhan kebutuhan oksigenisasi didalam tubuh terdiri atas tiga, yaitu ventilasi,
difusi, dan transportasi

1. ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ii dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain :
a. adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru. Semakin tinggi
tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pila sebaliknya,
semakin rendah maka tempat tekanan semakin tinggi
b. adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan
ekspensi atau kembang kempis
c. adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas
berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh system saraf
otonom.
d. Adanya reflex batuk dan muntah
2. Difusi Gas
Merupakan pertukaran gas antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan
CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh bebrapa
faktornya yaitu :
a. luasnya permukaan paru
b. tebalnya membrane respirasi /permeabilitas yang terdiri atas epital alveoli dan
interstisial keduanya ini dapat memengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan
c. perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagaimana O2
dari alvoekli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2, dalam rongga
alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam vena pulmonalis, dan paCOJ dalam
arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli
d. afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dengan saling mengikat Hb.
3. transportasi Gas
merupakan proses pendistribusi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh kapiler.
2.2.5. Patofisiologi
Proses pertukaran gas di pengaruhi oleh ventilasi, difusi, dan transportasi,
proses ventilasi ( proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar
dari dan ke paru-paru). Apa bila pada proses ini terdapat obstruksi, maka oksigen
tidak dapat tersalurkan dengan baik, dan sumbatan tersebut akan direspon jalan
nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mucus. Proses difusi
penyaluran oksigen dari olveoli ke jaringan yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas, selain kerusakan seperti perubahan volume
secukup, afterload, preload, dan kontraktifitas miokard, juga dapat
mempengaruhi, pertukaran gas.
2.2.6. Manifestasi klinis
 suara napas tidak normal.
 perubahan jumlah pernapasan.
 batuk disertai dahak.
 Penggunaan otot tambahan pernapasan.
 Dispnea
 Penurunan haluaran urin.
 Penurunan ekspansi paru
 Takhipnea

2.2.7. komplikasi
Komplikasi dari terapi oksigen pada umumnya, yakni gagal napas hiperkapnia
(retensi karbon dioksida), hipoventilasi, atelektasis absorpsi, dan toksisitas oksigen.
Gagal Napas Hiperkapnia
Gagal napas hiperkapnia dapat dicegah dengan mengenali kelompok pasien yang
berisiko tinggi terhadap komplikasi tersebut, yaitu pasien yang mendapat terapi
oksigen jangka panjang, memiliki obstruksi jalan napas permanen akibat
bronkiektasis, pasien PPOK, mempunyai jaringan parut luas di paru-paru
akibat tuberkulosis, obesitas morbid, mengalami penyakit neuromuskular, atau
overdosis opiat dan benzodiazepin.
2.2.8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik  yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan


oksigenasi yaitu:
a.  Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
b.  Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
c.   Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
d.  Pemeriksaan sinar X dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.
e.   Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda asing
yang menghambat jalan nafas.
f.   Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
g.  Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan
kontraksi paru.
h.      CT-SCAN
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.
2.2.9. Penatalaksanaan Medis

Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronchial biasanya normal,
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
proses patologi diparu atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.

2.3. Manajemen Keperawatan

2.3.1. Pengkajian

2.3.1.1. Riwayat Keperawatan

1. Anemnesa, identitas, Riwayat Penyakit, Keluhan Utama.

2. AktivitasDan istirahat

Gejala : - Keletihan, kelemahan, Malaise

- ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit


bernapas

- ketidakmampuan untuk tidur dalam posisi duduk tinggi

- Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap beraktivitas atau latihan

Tanda : Kelelahan, gelisah, kelemahan umum atau kehilangan masa otot

3. sirkulasi
Gejala: adanya nyeri

Tanda :
- Nyeri dada
- peningkatan frekuensi jantung atau takikardi
- distensi vena leher atau penyakit berat
- warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu bisa adanya sianosis
kuku tabuh dan sianosis perifer
- pucat dapat menunjukan anemia
4. Eliminasi
Gejala : konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi
5. Integritas Ego
Gejala : peningkatan faktor, perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsangan makanan atau cairan
6. Pernafasan
Gejala :
- Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dyspnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema, khususnya pada kerja, cuaca atau episode
berulangnya sulit nafas, rasa dada tertekan dan juga disertai nyeri,
ketidakmampuan untuk bernafas
- Faktor keluarga dan keturunan atau mempunyai penyakit sebelumnya
misalnya TB paru
- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
7. Makanan atau cairan
Gejala
- Mual atau muntah
- Nafsu makan berkurang atau anoreksia
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
- Penurunan berat badan menetap ( emfisema )
Tanda :
- Mual atau muntah
- Nafsu makan berkurang atau anoreksia
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
- Penurunan berat badan menetap ( emfisema )
8. Nyeri / Kenyamanan
Gejala
- Riwayat reaksi alergi atau sensitive terdapat zat atau faktor lingkungan
- Adanya infeksi secara berulang
9. Inteksi social
Gejala :
- Hubungan ketergantungan
- Kurang sistem pendukung
Tanda :
- Ketidakmampuan dukungan untuk membuat atau mempertahankan suara
karena distress pernafasan
- Keterbatasan mobilitas fisik
- Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain
2.3.1.2. .      Pemeriksaan Fisik ( B1-B6 )
1. B1 (Breathing)
 Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu pernapasan.
Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada
sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (lebih cembung disisi yang sakit).
Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung
terdorong ke sisi yang sehat.
 Palpasi
Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi
yang sakit, ruang antar –iga bisa saja normal atau melebar.
 Perkusi
Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Batas jantung
terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.
         Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
2. B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular yang
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan pengisian
kapiler/CRT.
3. B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan
GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.
4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari syok.
5. B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan.
6.   B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan
lunak dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami
gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari disebabkan adanya sesak napas,
kelemahan dan keletihan fisik secara umum.
2.3.2. Diagnosa
2.3.2.1.pola napas tidak efektif b.d. penurunan ekspensi paru sekunder terhadap
peningkatan tekanan di dalam rongga pleura; pneumothorax
( D.0005, Hal. 26 )
2.3.2.2.Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental
( D.0001. Hal. 18 )
2.3.2.3. Gangguan Pertukaran gas b.d. gangguan oksigen obstuksi jalan napas ( D.
0003. Hal. 22 )
2.3.2.4. risiko infeksi dan trauma pernapasan b.d. Tindakan invasif sekunder
pemasangan selang WSD ( D. 0142, Hal. 304)
2.3.2.5. Nyeri Akut b.d. pola napas berubah ( D.0077, Hal. 172 )
2.3.2.6. Defisit Pengetahuan b.d. kurangnya informasi terhadap penyakit ( D.0111,
Hal. 246 )
2.3.3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. Pola napas tidak efektif b.d. Penurunan ekspensi
paru sekunder terhadap peningkatan tekanan di dalam rongga pleura

Tujuan Dalam waktu 1 x 7 jam setelah diberikan intervensi


pola napas kembali efektif
Kriteria Hasil 1. Keluhan klien sesak napas berkurang, ringan, tidak
nyeri saat melakukan pernapasan
2. Tak tampak sesak napas dan nyeri saat melakukan
pernapasan
3. Bentuk dada simetris
4. Gerakan dada saat bernapas simetris
5. Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
6. Pola napas normal
Intervensi :
1. Identifikasi faktor penyebab kolaps: trauma, infeksi komplikasi
mekanik pernapasan.
2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman napas, laporkan setiap
perubahan yang terjadi
3. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk
4. Monitor Pola Napas
5. Memberikan oksigen tambahan nasal kanule 2 lpm
6. Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan selang
WSD
Diagnosa Keperawatan 2. Risiko infeksi dan trauma pernapasan b.d.
tindakan invasive sekunder pemasangan selang WSD

Tujuan Dalam waktu 1 x 7 jam setelah diberikan intervensi


risiko infeksi dan trauma pernapasan tidak terjadi
Kriteria Hasil 1. Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka
2. TTV dalam batas normal
3. Tidak ada pus didalam selang
4. Kepatenan sistem drainage WSD dalam kondisi
baik
5. Luka sembuh tanpa komplikasi
Intervensi :
1. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman napas, laporkan setiap perubahan
yang terjadi
2. Observasi tanda-tanda infeksi pada luka, TTV, keluhan sesak napas dan
nyeri saat bernapas
3. Anjurkan klien untuk memegang selang bila ingin merubah posisi
4. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic dan antiseptic
5. Dorongan untuk nutrisi yang optimal
6. Bila perlu berikan antibiotic sesuai advis
Diagnosa Keperawatan 3. Nyeri akut b.d. pola napas berubah

Tujuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 7 jam


diharapkan masalah nyeri teratasi:
Kriteria Hasil 1. Skala nyeri = 4 ( 1-10 )
2. Pasien tidak gelisah
3. Eksperi rileks
4. TTV normal
5. Pernapasan klien mulai membaik
6. Mengidentifikasi aktivitas yang meningkat atau
menurunkan nyeri

Intervensi :
1. Identifikasi skala nyeri
2. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Ajarkan teknik nonfarmokologi untuk mengurangi rasa nyeri
4. Anjurkan memonitor nyeri secara mendiri
5. Kolaborasi pemberian analgesic

Diagnosa Keperawatan 4: Defisit Pengetahuan b.d. kurangnya informasi


yang didapatkan tentang penyakitnya

Tujuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X 7 jam klien


dan keluarga dapat mengerti tentang kondisi kesehatan
klien.
Kriteria Hasil 1. Menyatakan pemahaman penyebab masalah
(bila tahu)
2. Mengidentifikasikan tanda / gejala yang
memerlukan evaluasi medik
3. Perilaku sesuai anjuran meningkat
4. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi
menurun
5. Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan
perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah
terulangnya masalah

Intervensi :

1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi


2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
4. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
5. Ajarkan pasien perilaku bersih dan sehat
6. Ajarkan startegi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
7. Kalobarasi tenaga medis dan dokter
2.2.7. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana Keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi :
keterampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien
dilindungi serta dokumentasi intervensi dengan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien ( budianna kelut, 2005 )
2.2.8. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan
intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah
diberikan ( deswani, 2009 )
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang harus terus menerus dilakukan
untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana
rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana keperawatan ( Manurung,
2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Tetenia Diyanti


Nim : 2018.C.10a.0987
Ruang Praktek : Gardenia
Tanggal Praktek : 18 Mei 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 18 Mei 2020 Jam : 08.00 WIB
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas

Nama : Ny. M
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : pedagang
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jln. C. Bangas Palangka Raya
Tgl MRS : 18 mei 2020
Diagnosa Medis : Penumotoraks
3.1.2. Riwayat Kesehatan / Perawatan
3.1.2.1. Keluhan utama

Klien mengatakan sesak napas saat beraktivitas

3.1.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada tanggal 18 mei 2020, dirumah sepulang bekerja pasien mendadak


mengeluh sesak napas dan semakin lama semakin berat, disertai nyeri dada seperti
tertusuk pada sisi dada sebelah kanan, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada
gerakan pernapasan. Tidak ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti
tertembus peluru, ledakan, trauma tumpul dada akibat kecelakaan lalu lintas maupun
tusukan benda tajam langsung menembus pleura. Karena keluhan sesak napas
dirasakan semakin berat. Klien dibawa keluarganya di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya di rawat di ruang gardenia.

3.1.2.3. Riwayat sebelumnya/ terdahulu

Setahun yang lalu klien pernah menderita penyakit TB Paru, sudah menjalani
pengobatan OAT selama enam bulan.

3.1.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien
baik pneumotoraks ataupun TB paru

GENOGRAM KELUARGA

Ket :

: Laki-laki

: perempuan
: klien

: Meninggal

------- : tinggal serumah

: Garis Perkawinan

: Garis Keturunan

3.1.3. Pemeriksaan Fisik


3.1.3.1. Keadaan Umum
Klien tampak sangat lemah, kesadaran klien compos mentis, posisi berbaring
semi fowler, penampilan klien tidak sesuai dengan usianya, ekspresi wajah klien
tampak pucat. Pasien terpasang O2 nasal kanul 5 Lpm. Pasien terpasang infus Nacl
09 % disebelah kanan
3.1.3.2. Status Mental
Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekspersi wjajah tampak pucat, bentuk
badan klien kurus, cara klien berbaring semi fowler, klien berbicara kurang jelas,
suasana hati, sedih penampilan klien kurang rapi, , klien mengetahui pagi, siang dan
malam dapat membedakan antara perawat dan keluarga serta mengetahui dirinya
sedang dirawat di rumah sakit, insigt klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien
adaptif
3.1.3.3. Tanda-Tanda Vital
Saat pengkajian TTV pada tanggal 18 Mei 2020 puku 14.00 WIB suhu tubuh
klien 36,5 o C di Axila Nadi/ HR : 92 x/menit pernapasan/RR : 32 x/menit Tekanan
darah/TD : 110/70 mmHg.

3.1.3.4. Pernapasan ( Breathing )

Bentuk dada klien asismetris atau dada kanan klien lebih cembung, tidak ada
kebiasaan merokok, tidak ada batuk, tidak ada batuk berdarah, tidak ada sputum,
adanya sianosis, klien mengalami nyeri dada, klien mengalami dyspnoe nyeri dada,
klien mengalami sesak napas, type pernapasan klien perut, irama pernafasan klien
tidak teratur, suara napas klien bronchial, adanya suara napas tambahan klien lainnya
yaitu flexural friction rub.

Keluhan lainnya:

Masalah Keperawatan: pola napas tidak efektif

3.1.3.5. Cardiovaskuler ( Bleeding )


Klien mengalami nyeri dada, tidak ada kram kaki, klien tampak pucat, tidak
ada pusing, tidak ada clubbing finger , tidak ada sianosis, tidak ada sakit kepala, klien
mengalami palpitasi, adanya pergeseran mediastinum, dan juga penyumbatan pada
aliran vena kava superior dan inferior.

Masalah keperawatan : Risiko Gangguan Siklusi Spontan


3.1.3.6. Persyarafan ( Brain)
Nilai GCS klien yaitu eye : 4, Motorik : 5 Sensorik : 6, jlhnya ; 15 normal,
kesdaran klien compos mentis, pupil klien isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri
positif, klien mengalami nyeri bagian dada kanan, klien tampak gelisah.

Uji syaraf Kranial


1. Nervus Kranial I: (olfaktorius)Penghidung :pada pemeriksaan klien bisa
membedakan bau parfum dengan minyak kayu putih
2. Nervus Kranial II : (Optikus) penglihatan : pasien mampu membaca nama perawat
dengan jelas dan meminta perawat membaca ulang namamya
3. Nervus Kranial III: (Okulomotoris) Pergerakan mata ke dalam, ke atas, elevasi
alis, mata kontraksi pupil, reaksi bersamaan : klien dapat mengangkat kelopak
mata dengan baik
4. Nervus Kranial IV: (Trokhlearis)Pergerakan mata ke bawah, keluar : pasien dapat
mengerakan bola matanya dengan baik
5. Nervus Kranial V: (Trigeminus) Mengunyah, sensasi wajah, kulit, kepala, dan
gigi) : pasien bisa mengunyah makanan dengan lancar
6. Nervus Kranial VI: (Abdusen) Pergerakan mata lateral : pasien mampu
mengerakkan bola matanya ke kanan dan ke kiri
7. Nervus Kranial VII: (Facialis) Ekspresi Wajah : tampak meringis karena kesakitan
menehan nyeri yang dirasakan klien di bagian dada dan juga sesak napas
8. Nervus Kranial VIII : (Akustikus) Pendengaran dan keseimbangan : pasien bisa
menjawab dengan benar dimana ada suara petikan perawat kanan dan kiri
9. Nervus Kranial IX : (Glosofaringeus) Menelan, Pengecapan : pasien bisa
merasakan rasa asam
10. Nervus Kranial X : (Vagus) Menelan Berbicara : pasa saat makan pasien bisa
mengontrol proses menelan
11. Nervus Kranial XI : (Asesoris) Pergerakan bahu, rotasi kepala : pasien bisa
mengerakan leher dan bahu
12. Nervus Kranial XII: (Hipoglosus) Pergerakan Lidah : pasien mampu
mengeluarkan lidahnya
Hasil uji koordinas ekstermitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif.
Ektermitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif. Pasien dapat
menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan dan kiri positif dengan
skala 5 refleks brakioradialis kanan dan kiri positif skala 5
3.1.3.7. Eliminasi Uri ( Bladder )

Produksi urin klien 1500 cc 2 x/ hari warna urin klien kuning tidak berbau
tidak ada masalah/lancet, klien tidak ada menetes, tidak ada inkontinen klien
mengalami oliguria dan juga nyeri.

3.1.3.8. Eliminasi Alvi ( Bowel)

Bibir klien tampak kering, gigi klien normal, gusi klien tidak ada peradangan
dan lidah klien normal tidak ada sarianwan, tidak ada mukosa, tonsil klien normal,
klien BAB 1x/hari warnanya kecoklatan, konsitensinya pada, bising usus klien baik
tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.

3.1.3.9. Tulang – Otot – Integumen ( Bone )


Kemampuan pergerakan sendi klien terbatas, klien terpasang selang WSD
dibagian dada kanan, adanya luka 1 cm dengan jahitan melingkar selang WSD pada
dada bagian kanan.
Keluhan lainnya
Masalah Keperawatan : Risiko infeksi.
3.1.3.10.Kulit-Kulit Rambut

Klien tidak ada riwayat alergi obat, makanan, kosmetik, suhu tubuh klien
panas, warna kulit klien sawo matang, turgor klien baik, tektur kasar, tidak ada lesi.

3.1.3.11. Sistem Penginderaan


a. Mata/ penglihatan
Funsi mataklien baik, gerakan bola mata, brgera normal, visus mata kanan
VOD : 3/3 dan mata kiri ( VOD) : 3/3 , slera klien normal, konjungtiva
klien anemis,
b. Telinga / pendengran berfungs dengan baik, bisa mendengarkan detikan
jam tangan
c. Hidung/ penciuman, bentuk hidung simestris, tidak ada lesi apapun, tidak
ada septum, tidak ada sekreksi.

Masalah keperawatan : tidak ada

3.1.3.12. Leher dan Kelenjar Limfe


Tidak ada massa, tidak jaringan parut, tidak ada kelenjar limfe, kelenjar
tyroid, teraba.
3.1.4. Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit
Selama masih bisa bekerja, walaupun badanya panas klien tetap
melakukan pekerjaan rutin.
2. Pola Nutrisi dan metabolism
Sebelum sakit: Klien makan dalam porsi yang banyak, kuantitas lebih
penting dari kualitas, lebih banyakk minum kopi daripada minum air
putih.
Setelah sakit: Makan setengah porsi dari biasanya. Dan klien melakukan
diet TKTP
3. Pola aktivitas
Sebelum sakit: bekerja sebagai pedagang di pasar trasisional, mandi 2X
sehari, Toileting, makan dan minum dilakukan mandiri.
Sesudah sakit: Berhenti bekerja, mandi 1X sehari ketika siang hari
selebihnya dilap saja, toileting, makan minum masih dilakukan mandiri.
4. Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit: Sering begadang, dapat tidur dengan nyenyak.
Setelah sakit: tiddak bergadang, sering terbangun jika mulai sesak dan
nyeri didada.
5. Pola Kognisi dan Persepsi Sensori
Klien dapat berbicara dengan lancar, melihat dan memebaca koran,
mengikuti instruksi perawat dengan tepat, dan dapat merasa sesuatu.
6. Pola Konsep Diri
 Gambaran diri: Klien menerima sakitnya dengan pasrah.
 Ideal diri: Klien ingin cepat sembuh agar dapat bekerja seperti
biasanya.
 Harga diri: klien merasa bersalah pada keluarga atas sakitnya, karena
sementara waktu tidak bisa menjadi kepala keluarga yang baik.
 Peran diri: klien berusaha agar cepat sembuh dan berharap dapat
melakukannya semula.
 Identitas diri: Klien menyadari bahwa penyakitnya merupakan teguran
dari Tuhan . Dan berusaha sembuh untuk dapat menjadi kepala
keluarga yang baik.
7. Pola Mekanisme Koping
Klien cenderung menyembunyikan penyakitnya hanya beristirahat saja
ketika mulai merasa sakt.
8. Pola Nilai Kepercayaan
Klien tetap melaksanakan ibadah shalat lima waktu, dan menyerahkan
hasil pengobatan kepada Tuhan.
3.1.5. Sosial dan Spiritual
a. Kemampuan berkomunikasi
Klien mampu berkomunikasi dengan baik
b. Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Dayak / Indonesia
c. Hubungan klien dengan orang berarti
Klien berhubungan dengan baik dengan semua keluarga baik anak dan
istrinya

3.1.6. Data Penunjang


Pemeriksa dilakukan Hari senin, 18 Mei 2020
3.1.6.1. Radiologi

         Foto thoraks AP-Lat tanggal 18 Mei 2020 : gambaran pneumotoraks


kanan, paru kolaps

         Foto thoraks AP-Lat tanggal 19 mei 2020 : ujung selang di IC 4-5

         Foto thoraks AP-Lat tanggal 22 mei 2020 : ujung selang di IC 4-5. tak
tampak pneumotoraks, paru ekspansi

3.1.6.2. Laboratorium Darah


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 18 mei 2020

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


1. Hemoglobin 10,8 12,0-15,0 g/dL
2. hematokrit 32 37-47 %
3. Eritrosit 4,4 4,2 – 5,4 106/mm3
4. leukosit 6,7 4,5-10,5 103/mm3
5. trombosit 523 150-450 103/mm3
6. MCV 74 80-100 fL
7. MCH 25 27-31 pg
8. MCHC 33 32-36 %
9. RDW 14,4 11,5 – 14,5 %
10. MPV 9,3 7,2 – 11,1 fL
3.1.7. Penatalaksanan Medis

3.1.7.1. Pengobatan

Nama obat Dosis Indikasi


1. IVFD RL 20 tpm
2. Rimstar 2 x 2 tab
3. Codein 10 mg tab 0-1-1
4. Hepa Q 2 x 1 tab
5. Oksigen 2 lpm
6. Ranitidin 2 x 1 amp IV
7. Tramadol 2 x 1 mg drip
8. Ceftriaxon 2 x 1 gr IV

3.1.7.2. Data post pemasangan WSD

 Terpasang selang WSD di IC 4-5 mid axila kanan


 Adanya luka 1 cm dengan jahitan matras mengelilingi selang
WSD
 Selang WSD disambung dengan selang penghubung ke botol
WSD
 Undulasi Positif
 Tampak gelembung udara keluar dari ujung selang dalam botol
WSD saat ekspirasi dan batuk
 Tak ada tanda krepitasi pada kulit disekitar selang WSD

Analisa data
No. DATA PENYEBAB MASALAH

1. DS: Udara masuk di rongga Pola napas tidak


1. Klien mengeluh sesak
pleura efektif
napas, bernapas terasa
berat, susah untuk
melakukan
pernapasan dan nyeri
dada kanan saat Deformitas dinding dada
bernapas
DO:
1. Klien tampak sesak
napas, keringat
dingin, nyeri dada Penurunan ekspensi paru
kanan saat bernapas
dan gelisah
2. Bentuk dada kanan
lebih cembung
3. Gerakan pernapasan
dada kanan tertinggal
4. Penggunaan otot
bantu napas tambahan
yaitu flexural friction
rub.
5. Pola napas cepat dan
dangkal
6. TTV : TD 110/70
mmHg, RR 32 x/mnt,
N 92 x/mnt, T 36 C
Hasil pemeriksaan
rontgen:
- gambaran
pneumotoraks kanan,
paru kolaps
- ujung selang di IC 4-5
- ujung selang di IC 4-
5. tak tampak
pneumotoraks, paru
ekspansi
- Diagnosa medis
penyakit
Penumotoraks
2. DS: Terpasang WSD di Risiko infeksi dan
1. Px mengatakan
rongga pleura trauma pernapasan
terpasang selang di
dada kanan
DO:
1. Adanya luka 1 cm
dengan jahitan
mengelilingi selang
WSD
Tindakan invasif
2. Terpasang selang
sekunder pemasangan
WSD di IC 4-5
selang WSD
dihubungkan dengan
selang Penyambung
botol WSD
3. Tampak gelembung
udara keluar dari
ujung selang dalam
botol WSD saat
ekspirasi dan batuk
4. Bisa terjadi adanya
sumbatan di selang
WSD

3. DS. Pola napas berubah Nyeri Akut


1. Klien mengalami
sesak napas saat
bernapas terasa nyeri
DO.
1. P : karena adanya Kerusakan jaringan
trauma tumpul pada actual
rongga dada
Q : seperti tertusuk
R: tempat didada
sebelah kanan rasa Nyeri
nyerinya terasa berat
dan tertekan
S : Skala nyeri 5-7
T : terjadi secara
mendadak
2. Klien tampak
gelisah
3. Dada bila ditekan
terasa nyeri
4. Skala nyeri 7
4. Ds. Klien mengatakan Kurangnya informasi Defisit Pengetahuan
tidak mengetahui dan
yang didapatkan tentang
mengerti tentang
penyakitnya penyakitnya
Do.
1. Pasien tampak diam
saat ditanya tentang
penyakitnya
2. Pasien tampak
bingung
3. Pasien hanya lulusan
SMA
3.2. Proritas masalah
a.   Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
peningkatan tekanan di dalam rongga pleura; pneumothorax ditandai oleh
Sesak napas berserta nyeri yang dirasakannya, bentuk dada lebih cembung

b. Nyeri Akut b.d. pola bnapas berubah ditandai oleh kerusakan jaringan aktual,
dada bila ditekan terasa nyeri

c. Risiko infeksi dan trauma pernapasan b/d tindakan invasif sekunder


pemasangan selang WSD ditandai oleh adanya luka 1 cm dengan jahitan
mengelilingi selang WSD

d. Defisit pengetahuan b.d. kurangnya informasi yang didapatkan tentang


penyakitnya ditandai oleh pasien tampak bingung saat di tanya tentang
penyakitnya.
RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN ( KRITERIA HASIL) INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN
Pola napas tidak efektif b/d Dalam waktu 1 x 7 jam setelah 1. Identifikasi faktor 1. Pemahaman penyebab kolaps
diberikan intervensi pola napas penyebab kolaps: trauma,
penurunan ekspansi paru paru perlu untuk pemasangan
kembali efektif dengan kreteria infeksi komplikasi
sekunder terhadap evaluasi: mekanik pernapasan. selang dada yang tepat.
peningkatan tekanan di dalam 1. Keluhan klien sesak 2. Dengan mengkaji kualitas,
napas berkurang, 2. Kaji kualitas, frekuensi
rongga pleura; pneumotoraks, ringan, tidak nyeri saat frekuensi dan kedalaman
dan kedalaman napas,
melakukan pernapasan laporkan setiap perubahan pernapasan , kita dapat
2. Tak tampak sesak napas yang terjadi
dan nyeri saat mengetahui sejuah mana
melakukan pernapasan perubahan kondisi klien.
3. Bentuk dada simetris
4. Gerakan dada saat 3. Penurunan diafragma
bernapas simetris 3. Baringkan klien dalam memperluas daerah dada
5. Tidak menggunakan posisi yang nyaman, atau
otot bantu pernapasan sehingga ekspensi paru bisa
dalam posisi duduk
6. Pola napas normal maksimal.

4. Untuk menegtahui
perkembangan status
4. Monitor pola napas
5. Memberikan oksigen kesehatn
tambahan nasal kanule 2
5. Agar pasien sering
lpm
6. Kolaborasi untuk tindakan melakukan terapi oksigen
dekompresi dengan 6. Pemasangan selang WSD
pemasangan selang WSD agar membantu
mengeluarkan cairan didalam
rongga paru
Risiko infeksi dan trauma Dalam waktu 1 x 7 jam setelah 1. Kaji kualitas, frekuensi dan 1. Dengan WSD
diberikan intervensi risiko
pernapasan b/d tindakan kedalaman napas, laporkan memungkinkan udara keluar
infeksi dan trauma pernapasan
invasif sekunder tidak terjadi dengan kreteria setiap perubahan yang dari rongga pleure dan
evaluasi :
pemasangan selang WSD terjadi mempertahankan agar paru
1. Tidak ada tanda-tanda
2. Observasi tanda-tanda tetap mengembang dengan
infeksi pada luka
infeksi pada luka, TTV, jalan mempertahankan
2. TTV dalam batas normal
keluhan sesak napas dan tekanan negative pada
3. Tidak ada pus didalam
nyeri saat bernapas intrapleura
selang
3. Anjurkan klien untuk 2. Untuk mengetahui
4. Kepatenan sistem
memegang selang bila perkembangan status
drainage WSD dalam
ingin merubah posisi kesehatan
kondisi baik
4. Berikan perawatan luka 3. Agar tidak terjadi infeksi
5. Luka sembuh tanpa
dengan teknik aseptic dan 4. Perawatan luka yang tidak
komplikasi antiseptic benar akan menimbulkan
5. Dorongan untuk nutrisi pertumbuhan mikroorganisme
yang optimal 5. Mempertahankan status nutrisi
6. Bila perlu berikan serta mendukung system
antibiotic sesuai advis immune
6. Mencegah atau membunuh
pertumbuhan mikroorganisme
Nyeri Akut b.d. pola napas Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi skala nyeri 1. Memberikan informasi dasar
berubah keperawatan 1 x 7 jam 2. Identifikasi respon nyeri dalam menentukan rencana
diharapkan masalah nyeri non verbal perawat
teratasi: 3. Ajarkan teknik 2. Mengurangi nyeri pada klien
Dengan kriteria hasil : nonfarmokologi untuk 3. klien dapat mengatur pola
1. Skala nyeri = 4 ( 1-10 ) mengurangi rasa nyeri napas dengan baik.
2. Eksperi rileks 4. Anjurkan memonitor nyeri
3. TTV normal secara mendiri 4. Mengalihkan perhatian
4. Pernapasan klien mulai 5. Tingkatkan pengetahuan nyerinya ke hal-hal yang
membaik tentang sebab-sebab nyeri, menyenangkan
5. Menidentifikasi aktivitas dan menghubungkan 5. Pengetahuan yang akan
yang meningkatkan atau berapa lama nyeri akan dirasakan membantu
menurunkan nyeri berlangsung mengurangi nyerinya, dan
6. Pasien tidak gelisah 6. Kolaborasi pemberian dapat membantu
analgesic mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana
terapeutik
6. Obat untuk membantu
meredakan rasa nyeri dan
berkurang

Defisit Pengetahuan b.d. Setelah dilakukan asuhan 8. Identifikasi kesiapan dan 1. Mempermudah penyampaian
kurangnya informasi keperawatan 1X 7 jam klien dan kemampuan menerima informasi
didapatkan tentang keluarga dapat mengerti tentang informasi 2. Memberikan informasi
penyakitnya kondisi kesehatan klien. 9. Identifikasi faktor-faktor mengenai penyakit
Kriteria Hasil : yang dapat meningkatkan
6. Menyatakan pemahaman dan menurunkan motivasi
penyebab masalah (bila perilaku hidup bersih dan
tahu) sehat
7. Mengidentifikasikan tanda / 10. Jadwalkan pendidikan
gejala yang memerlukan kesehatan sesuai
evaluasi medik kesepakatan
8. Perilaku sesuai anjuran 11. Berikan kesempatan
meningkat pasien untuk bertanya
9. Pertanyaan tentang masalah 12. Ajarkan pasien perilaku
yang dihadapi menurun bersih dan sehat
10. Mengikuti program 13. Ajarkan startegi yang
pengobatan dan dapat digunakan untuk
menunjukkan perubahan meningkatkan perilaku
pola hidup yang perlu untuk hidup bersih dan sehat
mencegah terulangnya 14. Kalobarasi tenaga medis
masalah dan dokter

IMPLEMENTASI

Hari/Tanggal, jam Implementasi Evaluasi Paraf perawat


Dx. 1 S: Tetenia Diyanti
1. Mengkaji kualitas, frekuensi dan    Klien mengatakan keluhan sesak napas
Selasa 19 mei 2020
kedalaman napas, laporkan dan nyeri dada kanan saat bernapas sudah
pukul 08.00 WIB setiap perubahan yang terjadi berkurang, bernapas agak ringan
2. Membaringkan klien dalam O:
posisi yang nyaman, atau dalam 1. TTV :
posisi duduk
3. Mengukur TTV tiap 2 jam TD 110/70 mmHg,
4. Melakukan IPPA tiap 3 jam RR 28 x/mnt,
5. Memberikan oksigen tambahan N 88 x/mnt,
nasal kanule 2 lpm S : 36 C
2. Tampak sesak napas dan nyeri saat bernapas
3. Tidak menggunakan oksigen tambahan
4. Pola napas mulai teratur
5. Klien tampak lebih tenang/rileks

A: Masalah pola napas tidak efektif teratasi


sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Mengukur TTV Pasien

2. Mengauskultasikan napas pasien


Dx. 2 1. Menganjurkan klien untuk S: Px mengatakan terpasang selang didada kanan Tetenia Diyanti
memegang selang bila ingin O:
Rabu 20 mei 2020
merubah posisi 1. Luka bersih ditutup kasa steril
pukul 09.00 WIB 2. Menjaga personal hygiene, alat
tenun dan lingkungan 2. TTV : TD 110/70 mmHg, RR 28 x/mnt, N
3. Melakukan perawatan WSD 88 x/mnt, T 36 C
setiap hari dengan teknik aseptik
dan steril 3. Tidak ada krepitasi disekitar selang
4. Memantau kepatenan sistem 4. Undulasi positif
drainage setiap hari:
5. Memperhatikan undulasi pada 5. Botol WSD lebih rendah dari tubuh
selang WSD 6. Ujung selang dalam botol WSD berada 2
6. Meletakkan botol WSD selalu
lebih rendah dari tubuh
7. Mempertahankan agar ujung cm dibawah batas air
selang dalam botol WSD agar A : Masalah risiko infeksi dan trauma pernapasan
selalu berada 2 cm dibawah air tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi No: 1,2.
8. Membersihkan/cuci botol bila
terlihat kotor

Dx. 3 1. Nyeri saat bernapas dirasakan S: Tetenia Diyanti


berkurang Klien mengatakan tidak ada nyeri saat melakukan
Kamis 21 mei 2020
2. Memeriksa Tanda-Tanda Vital pernafasan
jam 10.00 WIB 3. Memberikan obat analgesik O:
untuk mengurangi nyeri 1. Skala nyeri pasien mulai normal
4. Tidak ada nyeri saat melakukan 2. Tekanan darah klien sudah normal
pernafasan 3. Nyeri yang dirasakan pasien sudah mulai
5. Tidak ada nyeri tekan di bagian membaik
dada
A:
Masalah keperawatan nyeri akut
P:
1. Identifikasi respon nyeri
2. Monitor skala nyeri secara mendiri

DX. 4 1. Memonitor tingkat S : Ny. M mengatakan sudah paham mengenai Tetenia Diyanti
pengetahuan pasien dan penyakitnya
Juma`at 22 mei
keluarga O : Pasien dapat mengulang kembali informasi
2020 2. Mempertahankan mengenai penyakit yang dideritakannya serta
pengetahuan pasien dan
Jam 11 mei 2020 keluarga beberapa cara penanganan secara mendiri dirumah
3. Memberikan pendidikan A : masalah teratasi
WIB
kesehatan P : hentikan intervensi
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh
udara. Sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan
gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Pada
pasien mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada. Diagnosa yang utama pada
penderita pneumotoraks yaitu Pola napas tidak efektif b.d. penurunan ekspensi paru
sekunder dan peningkatan tekanan di dalam rongga pleura
Hasil Pengkajian Ny. M
Berdasarkan laporan kasus diatas maka penulis menyimpulkan beberapa hal :
Pengkajian pada pasien pneumotoraks dengan kebutuhan dasar oksigenisasi terfokus
pada pengkajian pemenuhan oksigenisasi, pengkajian pola pernapasan,
perkembangan kesembuhan pasien pengetahuan pasien mengenai penyakitnya.
Diagnosa yang muncul pada laporan kasus ini adalah: pola napas tidak efektif b.d.
penurunan ekspensi paru sekunder dan peningkatan tekanan di dalam rongga pleura,
risiko infeksi dan trauma pernapasan b.d. tindakan sekunder pemasangan selang
WSD, Nyeri akut b.d. pola napas berubah, dan deficit pengetahuan b.d. kurangnya
informasi yang didapatkan tentang penyakit. Dalam perencanaan keperawatan pada
laporan asuhan keperawatan pada pasien pneumotoraks dilakukan pemasangan WSD,
mengobservasi bunyi nafas, mengatur posisi semi fowler, mengajarkan teknik nafas
dalam, dan melakukan observasi skala nyeri, menganjurkan perilaku hidup bersih dan
sehat, dan menciptakan Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi
masalah-masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini. Fasilitas yang berada di
ruangan mendukung penulis dalam melakukan tindakan-tindakan kepada pasien.
Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.

4.2. Saran
Disampaikan kepada seluruh mahasiswa agar mempelajari askep terlebih
dahulu sebelum melakukan tindakan keperawatan, dan di himbau kepada pembaca
untuk kritik dan saran yang membangun demi kelengkapan isi askep ini.

DAFTAR PUTAKA
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Klien Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC Buku Kedokteran
Doenges, Marilyun E. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
UntukPerencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta : EGC Buku
Kedokteran
Media Action, Arikanto. 2017. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Yogyakarta: FIP. IKIP
Engram, Barbara. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1.
Jakarta: EGC Buku Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai