M
DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENUMOTOTRAKS DAN KEBUTUHAN
DASAR MANUSIA PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENISASI DI RUANG GARDENIA
RSUD Dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
DI SUSUN OLEH:
TETENIA DIYANTI
2018.C.10a.0987
PEMBIMBING PRAKTIK
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Kebutuhan Dasar Manusia Tentang Oksigenasi Pada
Ny. R dengan Diagnosa Medis Penumototraks di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris
Sylvanus Kota Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi
tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
4. Ibu Erika Sihombing, S.Kep., Ners selaku kepela ruang Bougenvile RSUD Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan
izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen
keperawatan di ruang Gardenia.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang……………………………………………………………………1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………………...2
1.3. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………2
1.3.1. Tujuan Umum…………………………………………………………………..2
1.3.2. Tujuan Khusus………………………………………………………………….3
1.4. Manfaat…………………………………………………………………………...3
1.4.1. Untuk Mahasiswa………………………………………………………………3
1.4.2. Untuk Klien dan Keluarga……………………………………………………...3
1.4.3. Untuk Institusi ( Pendidikan dan Rumah Sakit )……………………………….3
14.4. Untuk IPTEK……………………………………………………………………4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………..5
2.1. Konsep Penyakit………………………………………………………………….5
2.1.1. Definisi…………………………………………………………………………5
2.1.2. Anatomi Fisiologi………………………………………………………………6
2.1.3. Etologi…………………………………………………………………………10
2.1.4. Klasifikasi……………………………………………………………………..11
2.15. Patofisiologi ( WOC )………………………………………………………….12
2.1.6. Manifestasi Klinis……………………………………………………………..13
2.1.7. Komplikasi……………………………………………………………………13
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………….13
2.1.9. Penatalaksanaan Medis………………………………………………………..14
2.2. Konsep Kebtuhan Dasar Manusia ( Oksigenisasi )……………………………15
2.2.1. Definisi………………………………………………………………………15
2. 2.2. Anatomi Fisiologi…………………………………………………………...16
2.2.3. Etologi……………………………………………………………………….18
2.2.4. Klasifikasi……………………………………………………………………18
2.2.5. Patofisiologi………………………………………………………………….20
2.2.6. Manifestasi Klinis……………………………………………………………20
2.2.7. Komplikasi…………………………………………………………………...20
2.2.8. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………21
2.2.9. Penatalaksanaan medis……………………………………………………….21
2.3. Manajemen Asuhan Keperawatan……………………………………………...22
2.3.1. Pengkajian Keperawatan……………………………………………………...22
2.3.2. Diagnosa Keperawatan……………………………………………………….25
2.3.3. Intervensi Keperawatan………………………………………………………25
2.3.4. Implementasi Keperawatan…………………………………………………..27
2.3.5. Evaluasi keperawatan…………………………………………………………27
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN……………………………………………...28
3.1. Pengkajian……………………………………………………………………….28
3.2. Diagnosa………………………………………………………………………...38
3.3. intervensi………………………………………………………………………..39
3.4. Implementasi……………………………………………………………………42
3.5. Evaluasi…………………………………………………………………………42
BAB 4 PENUTUP…………………………………………………………………..45
4.1. Kesimpulan……………………………………………………………………...45
4.2. Saran…………………………………………………………………………….45
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………46
BAB 1
PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari WHO Beberapa cedera dada yang dapat terjadi antara lain,
tension pneumothoraks, pneumotoraks terbuka, flail chest, hematotoraks, tamponade
jantung Tingkat morbiditas mortalitas akan meningkat dan menjadi penyebab
kematian kedua didunia pada tahun 2020 Sebuah penelitian mengatakan 5,4% dari
seluruh pasien menderita trauma, merupakan pasien yang mengalami pneumotoraks.
Pneumotoraks merupakan kegawatan paru. Angka kejadian Inggris laki-laki 24 per
100.000 penduduk dan perempuan 9,8 per 100.000 penduduk per tahun. Kasus
pneumotoraks lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Penelitian
Khan dkk pada tahun 2009 di Pakistan kasus pneumotoraks laki-laki 63,58% dan
perempuan 36,42%, sesuai penelitian didapatkan kasus pneumotoraks laki-laki
64,10% dan perempuan 35,90% dengan rerata umur 49,13 tahun. di Perancis
menunjukan kejadian pneumothorax spontan sekitar 22,7 kasus/100.000 penduduk.
Penderita didominasi pria terutama pada populasi usia >30 tahun. Kasus
pneumothorax spontan primer jauh lebih banyak dibanding spontan sekunder. Di
Indonesia, pneumothorax spontan sekunder sering terjadi terutama pada laki-laki.
Mortalitas akibat penyakit ini masih tinggi terutama akibat gagal napas. Studi pada
salah satu center rumah sakit menunjukkan pneumothorax dominan terjadi pada pria.
Kasus pneumothorax spontan sekunder lebih banyak dibanding pneumothorax jenis
lainnya. Kebiasaan merokok, penyakit paru seperti pneumonia serta tuberkulosis
sering ditemukan pada pasien pneumothorax.
1.4 Manfaat
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis Penumototraks secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan
mandiri.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga
pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga thoraks.
1. Pneumotoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam
rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi
berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu
trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma atau
inflamasi.
2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau
pneumotoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau
pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan
pneumotoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah
berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan
biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.
a. Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri Disebut bronkus lobaris kanan (3
lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan
bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi subsegmental yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf
b. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan
napas
c. Bronkiolus Terminalis
d. Bronkiolus respiratori
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar berada pada
rongga dada bagian atas, di bagian samping di batasi oleh otot dan rusuk dan di
bagianb bawah di batasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut Terletak dalam rongga dada
atau toraks Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar Setiap paru mempunyai apeks dan basis Paru kanan
lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris Paru kiri lebih kecil
dan terbagi menjadi 2 lobus Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa
segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
7. Alveluos
Merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan bertanggung jawab
akan struktur paru-paru yang menyerupai kantong kecil terbuka pada salah satu
sisinya dan tempat pertukaran O2 dan CO2 Terdapat sekitar 300 juta yang jika
bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
2.1.3. Etologi
Terdapat dua jenis utama dari pneumotoraks, pneumotoraks traumatik, dan
pneumotoraks nontraumatik. Kedunya menjadi pneumotoraks (tension PTX). Kondisi
ini terjadi jika tekanan udara yang mengelilingi paru-paru meningkat. Hal inilah yang
akan mengganggu pengembangan paru.
1. Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat cedera pada dinding dada maupun paru.
Cedera bervariasi dari ringan sampai berat dan merusak struktur dada hingga
menyebabkan udara bocor ke dalam ruang pleural. Contoh cedera yang sering
menyebabkan PTX adalah:
2. Pneumotoraks Nontraumatik
Jenis PTX ini terjadi secara spontan dan terbagi menjadi dua tipe primer dan
sekunder. PTX Spontan Primer adalah PTX pada individu tanpa penyakit paru,
sedangkan PTX Spontan Sekunder adalah PTX yang terjadi pada individu yang
memiliki penyakit paru sebelumnya.
Kurus
Laki-laki.
Memiliki penyakit bawaan seperti Sindrom Marfan.
Perokok.
Terpapar faktor-faktor lingkungan dan pekerjaan, seperti silicosis.
Terpapar perubahan tekanan atmosfer dan cuaca yang ekstrem.
2.1.4. Klasifikasi
Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa
mengembang terhadap rongga dada, penumototraks dapat terjadi secara spontan dan
traumatic
1. Pneumototraks Spontan
Pneumototraks spontan primer: terjadi tanpa disertai penyakit paru yang
mendasarinya
Pneumototraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru
yang mendahulunya
2. Pneumototaks traumatic berdasarkan kejadian
1. Pneumototraks traumatic non iatrogenic
2. Pneumototraks traumatic iatrogenic
Infeksi saluran napas
Trauma dada
Keganasan
Penyakit Inflamasi paru
2.1.5. Patofisiologi ( WOC )
Penumototrakas
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Nyeri Akut
Gg. Eliminasi uri
Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.
Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut hanya tampak seperti massa yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besarnya kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pendorongan jantung atau
trakhea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil
dengan tekanan intrapleura yang tinggi.
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya
adalah melakukan penusukkan jarum ke rongga pleura melalui tranfusion set.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura sudah negatif
kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan cara dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, drain dapat
dicabut.
c. Tindakan bedah
Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang yang
menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut dijahit,
d. Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru
tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortikasi.
Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila
ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat
dipertahankan kembali
2.2.1. Definsi
Sistem pernafasaan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru yang dilengkapi
dengan bronkus, bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru dan pleura.
1. Ventilasi pulmoner
b. Pernapasan internal
2.2.3. Etologi
a. Faktor Fisiologi
Menurunnya kemampuan mengikatO 2 seperti pada anemia
Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada Obstruksi saluran
pernafasan bagian atas
Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan
terganggunya oksigen(O2)
Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam luka, dll
kondisi yang mempengaruhi pergerakkan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulur sekeletal yang abnormal, penyakit kronis
seperti TBC paru.
b. Faktor Perilaku
Nutrisi, misalnya gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen
berkurang.
Exercise, exercise akan meningkatkan kebutuhan Oksigen.
Merokok, nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
koroner
Alkohol dan obat-obatan menyebankan intake nutrisi /Fe mengakibatkan
penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat pernafasan.
kecemasan ; menyebabkan metabolisme meningkat.
2.2.4. Klasifikasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenisasi didalam tubuh terdiri atas tiga, yaitu ventilasi,
difusi, dan transportasi
1. ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ii dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain :
a. adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru. Semakin tinggi
tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pila sebaliknya,
semakin rendah maka tempat tekanan semakin tinggi
b. adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan
ekspensi atau kembang kempis
c. adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas
berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh system saraf
otonom.
d. Adanya reflex batuk dan muntah
2. Difusi Gas
Merupakan pertukaran gas antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan
CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh bebrapa
faktornya yaitu :
a. luasnya permukaan paru
b. tebalnya membrane respirasi /permeabilitas yang terdiri atas epital alveoli dan
interstisial keduanya ini dapat memengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan
c. perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagaimana O2
dari alvoekli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2, dalam rongga
alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam vena pulmonalis, dan paCOJ dalam
arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli
d. afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dengan saling mengikat Hb.
3. transportasi Gas
merupakan proses pendistribusi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh kapiler.
2.2.5. Patofisiologi
Proses pertukaran gas di pengaruhi oleh ventilasi, difusi, dan transportasi,
proses ventilasi ( proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar
dari dan ke paru-paru). Apa bila pada proses ini terdapat obstruksi, maka oksigen
tidak dapat tersalurkan dengan baik, dan sumbatan tersebut akan direspon jalan
nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mucus. Proses difusi
penyaluran oksigen dari olveoli ke jaringan yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas, selain kerusakan seperti perubahan volume
secukup, afterload, preload, dan kontraktifitas miokard, juga dapat
mempengaruhi, pertukaran gas.
2.2.6. Manifestasi klinis
suara napas tidak normal.
perubahan jumlah pernapasan.
batuk disertai dahak.
Penggunaan otot tambahan pernapasan.
Dispnea
Penurunan haluaran urin.
Penurunan ekspansi paru
Takhipnea
2.2.7. komplikasi
Komplikasi dari terapi oksigen pada umumnya, yakni gagal napas hiperkapnia
(retensi karbon dioksida), hipoventilasi, atelektasis absorpsi, dan toksisitas oksigen.
Gagal Napas Hiperkapnia
Gagal napas hiperkapnia dapat dicegah dengan mengenali kelompok pasien yang
berisiko tinggi terhadap komplikasi tersebut, yaitu pasien yang mendapat terapi
oksigen jangka panjang, memiliki obstruksi jalan napas permanen akibat
bronkiektasis, pasien PPOK, mempunyai jaringan parut luas di paru-paru
akibat tuberkulosis, obesitas morbid, mengalami penyakit neuromuskular, atau
overdosis opiat dan benzodiazepin.
2.2.8. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronchial biasanya normal,
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
proses patologi diparu atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
2.3.1. Pengkajian
2. AktivitasDan istirahat
- Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap beraktivitas atau latihan
3. sirkulasi
Gejala: adanya nyeri
Tanda :
- Nyeri dada
- peningkatan frekuensi jantung atau takikardi
- distensi vena leher atau penyakit berat
- warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu bisa adanya sianosis
kuku tabuh dan sianosis perifer
- pucat dapat menunjukan anemia
4. Eliminasi
Gejala : konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi
5. Integritas Ego
Gejala : peningkatan faktor, perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsangan makanan atau cairan
6. Pernafasan
Gejala :
- Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dyspnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema, khususnya pada kerja, cuaca atau episode
berulangnya sulit nafas, rasa dada tertekan dan juga disertai nyeri,
ketidakmampuan untuk bernafas
- Faktor keluarga dan keturunan atau mempunyai penyakit sebelumnya
misalnya TB paru
- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
7. Makanan atau cairan
Gejala
- Mual atau muntah
- Nafsu makan berkurang atau anoreksia
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
- Penurunan berat badan menetap ( emfisema )
Tanda :
- Mual atau muntah
- Nafsu makan berkurang atau anoreksia
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
- Penurunan berat badan menetap ( emfisema )
8. Nyeri / Kenyamanan
Gejala
- Riwayat reaksi alergi atau sensitive terdapat zat atau faktor lingkungan
- Adanya infeksi secara berulang
9. Inteksi social
Gejala :
- Hubungan ketergantungan
- Kurang sistem pendukung
Tanda :
- Ketidakmampuan dukungan untuk membuat atau mempertahankan suara
karena distress pernafasan
- Keterbatasan mobilitas fisik
- Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain
2.3.1.2. . Pemeriksaan Fisik ( B1-B6 )
1. B1 (Breathing)
Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu pernapasan.
Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada
sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (lebih cembung disisi yang sakit).
Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung
terdorong ke sisi yang sehat.
Palpasi
Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi
yang sakit, ruang antar –iga bisa saja normal atau melebar.
Perkusi
Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Batas jantung
terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.
Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
2. B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular yang
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan pengisian
kapiler/CRT.
3. B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan
GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.
4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari syok.
5. B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan.
6. B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan
lunak dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami
gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari disebabkan adanya sesak napas,
kelemahan dan keletihan fisik secara umum.
2.3.2. Diagnosa
2.3.2.1.pola napas tidak efektif b.d. penurunan ekspensi paru sekunder terhadap
peningkatan tekanan di dalam rongga pleura; pneumothorax
( D.0005, Hal. 26 )
2.3.2.2.Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental
( D.0001. Hal. 18 )
2.3.2.3. Gangguan Pertukaran gas b.d. gangguan oksigen obstuksi jalan napas ( D.
0003. Hal. 22 )
2.3.2.4. risiko infeksi dan trauma pernapasan b.d. Tindakan invasif sekunder
pemasangan selang WSD ( D. 0142, Hal. 304)
2.3.2.5. Nyeri Akut b.d. pola napas berubah ( D.0077, Hal. 172 )
2.3.2.6. Defisit Pengetahuan b.d. kurangnya informasi terhadap penyakit ( D.0111,
Hal. 246 )
2.3.3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. Pola napas tidak efektif b.d. Penurunan ekspensi
paru sekunder terhadap peningkatan tekanan di dalam rongga pleura
Intervensi :
1. Identifikasi skala nyeri
2. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Ajarkan teknik nonfarmokologi untuk mengurangi rasa nyeri
4. Anjurkan memonitor nyeri secara mendiri
5. Kolaborasi pemberian analgesic
Intervensi :
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Ny. M
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : pedagang
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jln. C. Bangas Palangka Raya
Tgl MRS : 18 mei 2020
Diagnosa Medis : Penumotoraks
3.1.2. Riwayat Kesehatan / Perawatan
3.1.2.1. Keluhan utama
Setahun yang lalu klien pernah menderita penyakit TB Paru, sudah menjalani
pengobatan OAT selama enam bulan.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien
baik pneumotoraks ataupun TB paru
GENOGRAM KELUARGA
Ket :
: Laki-laki
: perempuan
: klien
: Meninggal
: Garis Perkawinan
: Garis Keturunan
Bentuk dada klien asismetris atau dada kanan klien lebih cembung, tidak ada
kebiasaan merokok, tidak ada batuk, tidak ada batuk berdarah, tidak ada sputum,
adanya sianosis, klien mengalami nyeri dada, klien mengalami dyspnoe nyeri dada,
klien mengalami sesak napas, type pernapasan klien perut, irama pernafasan klien
tidak teratur, suara napas klien bronchial, adanya suara napas tambahan klien lainnya
yaitu flexural friction rub.
Keluhan lainnya:
Produksi urin klien 1500 cc 2 x/ hari warna urin klien kuning tidak berbau
tidak ada masalah/lancet, klien tidak ada menetes, tidak ada inkontinen klien
mengalami oliguria dan juga nyeri.
Bibir klien tampak kering, gigi klien normal, gusi klien tidak ada peradangan
dan lidah klien normal tidak ada sarianwan, tidak ada mukosa, tonsil klien normal,
klien BAB 1x/hari warnanya kecoklatan, konsitensinya pada, bising usus klien baik
tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.
Klien tidak ada riwayat alergi obat, makanan, kosmetik, suhu tubuh klien
panas, warna kulit klien sawo matang, turgor klien baik, tektur kasar, tidak ada lesi.
Foto thoraks AP-Lat tanggal 19 mei 2020 : ujung selang di IC 4-5
Foto thoraks AP-Lat tanggal 22 mei 2020 : ujung selang di IC 4-5. tak
tampak pneumotoraks, paru ekspansi
3.1.7.1. Pengobatan
Analisa data
No. DATA PENYEBAB MASALAH
b. Nyeri Akut b.d. pola bnapas berubah ditandai oleh kerusakan jaringan aktual,
dada bila ditekan terasa nyeri
4. Untuk menegtahui
perkembangan status
4. Monitor pola napas
5. Memberikan oksigen kesehatn
tambahan nasal kanule 2
5. Agar pasien sering
lpm
6. Kolaborasi untuk tindakan melakukan terapi oksigen
dekompresi dengan 6. Pemasangan selang WSD
pemasangan selang WSD agar membantu
mengeluarkan cairan didalam
rongga paru
Risiko infeksi dan trauma Dalam waktu 1 x 7 jam setelah 1. Kaji kualitas, frekuensi dan 1. Dengan WSD
diberikan intervensi risiko
pernapasan b/d tindakan kedalaman napas, laporkan memungkinkan udara keluar
infeksi dan trauma pernapasan
invasif sekunder tidak terjadi dengan kreteria setiap perubahan yang dari rongga pleure dan
evaluasi :
pemasangan selang WSD terjadi mempertahankan agar paru
1. Tidak ada tanda-tanda
2. Observasi tanda-tanda tetap mengembang dengan
infeksi pada luka
infeksi pada luka, TTV, jalan mempertahankan
2. TTV dalam batas normal
keluhan sesak napas dan tekanan negative pada
3. Tidak ada pus didalam
nyeri saat bernapas intrapleura
selang
3. Anjurkan klien untuk 2. Untuk mengetahui
4. Kepatenan sistem
memegang selang bila perkembangan status
drainage WSD dalam
ingin merubah posisi kesehatan
kondisi baik
4. Berikan perawatan luka 3. Agar tidak terjadi infeksi
5. Luka sembuh tanpa
dengan teknik aseptic dan 4. Perawatan luka yang tidak
komplikasi antiseptic benar akan menimbulkan
5. Dorongan untuk nutrisi pertumbuhan mikroorganisme
yang optimal 5. Mempertahankan status nutrisi
6. Bila perlu berikan serta mendukung system
antibiotic sesuai advis immune
6. Mencegah atau membunuh
pertumbuhan mikroorganisme
Nyeri Akut b.d. pola napas Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi skala nyeri 1. Memberikan informasi dasar
berubah keperawatan 1 x 7 jam 2. Identifikasi respon nyeri dalam menentukan rencana
diharapkan masalah nyeri non verbal perawat
teratasi: 3. Ajarkan teknik 2. Mengurangi nyeri pada klien
Dengan kriteria hasil : nonfarmokologi untuk 3. klien dapat mengatur pola
1. Skala nyeri = 4 ( 1-10 ) mengurangi rasa nyeri napas dengan baik.
2. Eksperi rileks 4. Anjurkan memonitor nyeri
3. TTV normal secara mendiri 4. Mengalihkan perhatian
4. Pernapasan klien mulai 5. Tingkatkan pengetahuan nyerinya ke hal-hal yang
membaik tentang sebab-sebab nyeri, menyenangkan
5. Menidentifikasi aktivitas dan menghubungkan 5. Pengetahuan yang akan
yang meningkatkan atau berapa lama nyeri akan dirasakan membantu
menurunkan nyeri berlangsung mengurangi nyerinya, dan
6. Pasien tidak gelisah 6. Kolaborasi pemberian dapat membantu
analgesic mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana
terapeutik
6. Obat untuk membantu
meredakan rasa nyeri dan
berkurang
Defisit Pengetahuan b.d. Setelah dilakukan asuhan 8. Identifikasi kesiapan dan 1. Mempermudah penyampaian
kurangnya informasi keperawatan 1X 7 jam klien dan kemampuan menerima informasi
didapatkan tentang keluarga dapat mengerti tentang informasi 2. Memberikan informasi
penyakitnya kondisi kesehatan klien. 9. Identifikasi faktor-faktor mengenai penyakit
Kriteria Hasil : yang dapat meningkatkan
6. Menyatakan pemahaman dan menurunkan motivasi
penyebab masalah (bila perilaku hidup bersih dan
tahu) sehat
7. Mengidentifikasikan tanda / 10. Jadwalkan pendidikan
gejala yang memerlukan kesehatan sesuai
evaluasi medik kesepakatan
8. Perilaku sesuai anjuran 11. Berikan kesempatan
meningkat pasien untuk bertanya
9. Pertanyaan tentang masalah 12. Ajarkan pasien perilaku
yang dihadapi menurun bersih dan sehat
10. Mengikuti program 13. Ajarkan startegi yang
pengobatan dan dapat digunakan untuk
menunjukkan perubahan meningkatkan perilaku
pola hidup yang perlu untuk hidup bersih dan sehat
mencegah terulangnya 14. Kalobarasi tenaga medis
masalah dan dokter
IMPLEMENTASI
DX. 4 1. Memonitor tingkat S : Ny. M mengatakan sudah paham mengenai Tetenia Diyanti
pengetahuan pasien dan penyakitnya
Juma`at 22 mei
keluarga O : Pasien dapat mengulang kembali informasi
2020 2. Mempertahankan mengenai penyakit yang dideritakannya serta
pengetahuan pasien dan
Jam 11 mei 2020 keluarga beberapa cara penanganan secara mendiri dirumah
3. Memberikan pendidikan A : masalah teratasi
WIB
kesehatan P : hentikan intervensi
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh
udara. Sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan
gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Pada
pasien mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada. Diagnosa yang utama pada
penderita pneumotoraks yaitu Pola napas tidak efektif b.d. penurunan ekspensi paru
sekunder dan peningkatan tekanan di dalam rongga pleura
Hasil Pengkajian Ny. M
Berdasarkan laporan kasus diatas maka penulis menyimpulkan beberapa hal :
Pengkajian pada pasien pneumotoraks dengan kebutuhan dasar oksigenisasi terfokus
pada pengkajian pemenuhan oksigenisasi, pengkajian pola pernapasan,
perkembangan kesembuhan pasien pengetahuan pasien mengenai penyakitnya.
Diagnosa yang muncul pada laporan kasus ini adalah: pola napas tidak efektif b.d.
penurunan ekspensi paru sekunder dan peningkatan tekanan di dalam rongga pleura,
risiko infeksi dan trauma pernapasan b.d. tindakan sekunder pemasangan selang
WSD, Nyeri akut b.d. pola napas berubah, dan deficit pengetahuan b.d. kurangnya
informasi yang didapatkan tentang penyakit. Dalam perencanaan keperawatan pada
laporan asuhan keperawatan pada pasien pneumotoraks dilakukan pemasangan WSD,
mengobservasi bunyi nafas, mengatur posisi semi fowler, mengajarkan teknik nafas
dalam, dan melakukan observasi skala nyeri, menganjurkan perilaku hidup bersih dan
sehat, dan menciptakan Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi
masalah-masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini. Fasilitas yang berada di
ruangan mendukung penulis dalam melakukan tindakan-tindakan kepada pasien.
Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.
4.2. Saran
Disampaikan kepada seluruh mahasiswa agar mempelajari askep terlebih
dahulu sebelum melakukan tindakan keperawatan, dan di himbau kepada pembaca
untuk kritik dan saran yang membangun demi kelengkapan isi askep ini.
DAFTAR PUTAKA
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Klien Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC Buku Kedokteran
Doenges, Marilyun E. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
UntukPerencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta : EGC Buku
Kedokteran
Media Action, Arikanto. 2017. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Yogyakarta: FIP. IKIP
Engram, Barbara. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1.
Jakarta: EGC Buku Kedokteran.