Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY.J DENGAN DIAGNOSA MEDIS KONJUNGTIVITIS VERNALIS


SISTEM PENGINDERAAN

Oleh :
Nama : Wenie
NIM : 2017.C.09a.0913

YAYASAN EKAHARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Wenie
NIM : 2017.C.09a.0913
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.J
Dengan Diagnosa Medis Konjungtivitis Vernalis Sistem
Penginderaan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

Telah Melakukan Asuhan Keperawatan Sebagai Persyaratan Untuk


Menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan II Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :


Mengetahui
Ketua Program Studi S1
Keperawatan Pembimbing Akademik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep Rimba Aprianti, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan Laporan ini

dengan judul “Asuhan Keperawatan Kojungtivitis Vernalis Pada Ny.J Sistem

Penginderaan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.” Laporan pendahuluan

ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 2).

Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep.,Ners selaku Koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan 2.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 14 September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................ 2
1.4 Manfaat.......................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit............................................................................. 3
2.1.1Anatomi Fisiologi......................................................................... 3
2.1.2 Definisi......................................................................................... 8
2.1.3 Etiologi......................................................................................... 12
2.1.4 Klasifikasi.................................................................................... 13
2.1.5 Patofisiologi(pathway)................................................................. 16
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)....................................... 17
2.1.7 Komplikasi................................................................................... 17
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang............................................................... 18
2.1.9 Penatalaksanaan Medis................................................................ 18
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan.................................................. 21
2.3.1 Pengkajian Keperawatan........................................................ 21
2.3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................... 25
2.3.3 Intervensi Keperawatan.......................................................... 25
2.3.4 Implementasi Keperawatan.................................................... 28
2.3.5 Evaluasi Keperawatan............................................................ 28
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................ 30
3.1 Pengkajian....................................................................................... 30
3.2 Diagnosa......................................................................................... 38
3.3 Intervensi........................................................................................ 39
3.4 Implementasi .................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi system penglihatan merupakan kelainan gangguan system
penglihatan, terutama konjungtivitis. Konjungtivitis merupakan penyakit mata
paling umum didunia. Penyakit konjungtivitis ini berada pada peringkat no.3
terbesar di dunia setelah penyakit katarak dan glaukoma, khusus konjungtivitis
penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan
dengan mata berair sampai berat dengan sekret purulen kental. Konjungtivitis
(pink eye) merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan
dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri,
jamur, chlamidia), alergi, iritasi dari bahan-bahan kimia seperti terkena serpihan
kaca yang debunya beterbangan sehingga mengenai mata kita dan menyebabkan
iritasi sedangkan konjungtivitis yang disebabkan oleh mikroorganisme (terutama
virus dan kuman atau campuran keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara
(Ilyas, 2015).
Konjungtivitis atau mata merah bisa menyerang siapa saja dan sangat
mudah menular, penularan terjadi ketika seorang yang sehat bersentuhan tangan
seperti bersalaman dengan seorang penderita konjungtivitis atau dengan benda
yang baru disentuh oleh penderita, lalu orang yang sehat tersebut menggosok
tangannya ke mata dan hal ini bisa menyebabkan penularan secara cepat sehingga
dapat meningkatkan jumlah penderita penyakit konjungtivitis (Ilyas, 2015).
Penyakit Konjungtivitis semakin meningkat. Berdasarkan data Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat menyatakan bahwa
pada tahun 2008, menunjukkan peningkatan penderita yang lebih besar yaitu
sekitar 135 per 10.000 penderita baik pada anak-anak maupun pada orang dewasa
dan juga lanjut usia (Lolowang,2014). Berdasarkan Bank Data Departemen
Kesehatan Indonesia (2013) jumlah pasien rawat inap konjungtivitis di seluruh
rumah sakit pemerintah tercatat sebesar 12,6% dan pasien rawat jalan
konjungtivitis sebesar 28,3%. Di Indonesia pada tahun 2014 diketahui dari
185.863 kunjungan ke poli mata. Konjungtivitis juga termasuk dalam 10 besar

1
penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun 2015 (KEMENKES RI, 2015).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau, melaporkan jumlah
penderita konjungtivitis di pada tahun 2015 tercatat ada sebanyak 1.528 kasus
konjungtivitis dan terjadi peningkatan konjungtivitis pada bulan Januari 2016
Agustus 2016 mencapai 1.769 kasus pada tiga rumah sakit di wilayah kerja dinas
kesehatan Tanjung Pinang.
Dampak konjungtivitis apabila tidak diobati dalam 12 sampai 48 jam setelah
infeksi di mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Perawatan mata juga termasuk
dalam personal hygiene yang perlu diperhatikan dalam masyarakat. Jika tidak
diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan dan
katarak. (Ramadhanisa, 2014). Untuk mencegah dan menghindari komplikasi dan
dampak dari konjungtivitis, maka masyarakat perlu mempunyai pengetahuan
tentang bagaimana penatalaksanaan konjungtivitis dengan baik, karena saat ini
masih banyak orang yang mempersepsikan konjungtivitis dengan pemahaman
yang kurang tepat terutama dalam pengobatannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pengkajian pada klien dengan konjungtivitis
vernalis
2. Apa yang dimaksud dengan intervensi pada klien dengan konjungtivitis
vernalis
3. Apa yang dimaksud dengan implemtasi pada klien dengan konjungtivitis
vernalis
4. Apa yang dimaksud dengan evaluasi pada klien dengan konjungtivitis vernalis

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengkajian pada klien mengenai pengkajian pada klien
mengenai konjungtivitis vernalis.
1. Untuk mengetahui dengan diagnosa pada klien dengan konjungtivitis vernalis
2. Untuk mengetahui dengan intervensi pada klien dengan konjungtivitis vernalis

2
3. Untuk mengetahui dengan implemtasi pada klien dengan konjungtivitis
vernalis
4. Untuk mengetahui dengan evaluasi pada klien dengan konjungtivitis vernalis
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk memenuhi salah satu tugas PPKI 2
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
konjungtivitis vernalis.
1.4.2 Untuk Klien Dan Keluarga
Klien dan keluarga dapat mengetahui tentang konjungtivitis vernalis.
1.4.3 Untuk Institusi ( Pendidikan dan Rumah Sakit )
Instituasi ( Pendidikan dan RS ) dapat mengembangkan pengetahuan
mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan konjungtivitis vernalis.
1.4.4 Untuk IPTEK
Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama
dalam keperawatan komunitas yang menjadi masalah kesehatan pada
masyarakat.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Anatomi Fisiologi

2.1.1.1. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata serta bagian putih pada bola mata yang bersama kornea sebagai pembungkus
dan pelindung isi bola mata. Kekakuan tertentu pada sklera mempengaruhi
tekanan bola mata.
2.1.1.2. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang
menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1. Epitel
• Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

• Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

4
• Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

• Epitel berasal dari ektoderm permukaan


2. Membran Bowman
• Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

• Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi


3. Stroma
• Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
• Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
• Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
μm.
5. Endotel
• Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 μm.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula
okluden.

5
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea.
Endotel tidak mempunya daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang
tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat
dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk
kornea dilakukan oleh kornea.
2.1.1.3. Aqueous Humor
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,
keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua
struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor
dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus
siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke
suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor
tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena
sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior

6
dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan
ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa
ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan
saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus
yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.
2.1.1.4. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat
lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-
menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa
sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa
yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar
nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks
anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai
konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer
kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh
ekuatornya pada badan siliar.
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
• Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung

• Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,

• Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body
dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
• Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,

• Keruh atau apa yang disebut katarak,

7
• Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah
besar dan berat.
2.1.1.5. Badan Vitreous (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous
mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat
(Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar
dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya
pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan
vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.
Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.
2.1.1.6. Uvea
Uvea merupakan lapis vaskuler di dalam bola mata yang banyak
mengandung pembuluh darah yaitu ; iris, badan siliar, koroid. Iris atau selaput
pelangi mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke
dalam bola mata. Badan siliar mengandung otot untuk melakukan akomodasi
sehingga lensa dapat mencembung dan merupakan susunan otot melingkar dan
mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus. Koroid itu sendiri lapis tengah
pembungkus bola mata yang banyak mengandung pembuluh darah dan
memberikan makan lapis luar retina.

2.1.1.7. Pupil
Pupil pada anak-anak pupil berukuran kecil karena belum berkembangnya
saraf simpatis. Orang dewasa ukuran pupil sedang, dan orang tua pupil mengecil
akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis. Pada waktu tidur
pupil mengalami pengecilan akibat dari berkurangnya rangsangan simpatis dan

8
kurang rangsangan hambatan miosis. Mengecilnya pupil berfungsi untuk
mencegah aberasi kromatis pada akomodasi.
2.1.1.8. Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor dan akan meneruskan rangsangan cahaya yang diterimanya berupa
bayangan. Dalam retina terdapat macula lutea atau bintik kuning yang merupakan
bagian kecil dari retina dan area sensitif paling rentan pada siang hari.

2.1.1.9. Saraf Optik

Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke
otak.

9
2. Cara Kerja Indra Penglihatan

Mata manusia memiliki cara kerja otomatis yang sempurna, mata dibentuk
dengan 40 unsur utama yang berbeda dan kesemua bagian ini memiliki fungsi
penting dalam proses melihat kerusakan atau ketiadaan salah satu fungsi
bagiannya saja akan menjadikan mata mustahil dapat melihat. Lapisan tembus
cahaya di bagian depan mata adalah kornea, tepat dibelakangnya terdapat iris,
selain member warna pada mata iris juga dapat merubah ukurannya secara
otomatis sesuai kekuatan cahaya yang masuk, dengan bantuan otot yang melekat
padanya. Misalnya ketika berada di tempat gelap iris akan membesar untuk
memasukkan cahaya sebanyak mungkin. Ketika kekuatan cahaya bertambah, iris
akan mengecil untuk mengurangi cahaya yang masuk ke mata. System pengaturan
otomatis yang berkeja pada mata bekerja sebagaimana berikut.
Ketika cahaya mengenai mata sinyal saraf terbentuk dan dikrimkan ke
otak, untuk memberikan pesan tentang keberadaan cahaya, dan kekuatan cahaya.
Lalu otak mengirim balik sinyal dan memerintahkan sejauh mana otot disekitar
iris harus mengerut. Bagian mata lainnya yang bekerja bersamaan dengan struktur
ini adalah lensa. Lensa bertugas memfokuskan cahaya yang memasuki mata pada
lapisan retina di bagian belakang mata. Karena otot-otot disekeliling lensa cahaya
yang datang ke mata dari berbagai sudut dan jarak berbeda dapat selalu
difokuskan ke retina.Semua system yang telah kami sebutkan tadi berukuran lebih
kecil, tapi jauh lebih unggul daripada peralatan mekanik yang dibuat untuk meniru
desain mata dengan menggunakan teknologi terbaru, bahkan system perekaman

10
gambar buatan paling modern di dunia ternyata masih terlalu sederhana jika
dibandingkan mata. Jika kita renungkan segala jerih payah dan pemikiran yang
dicurahkan untuk membuat alat perekaman gambar buatan ini kita akan
memahami betapa jauh lebih unggulnya teknologi penciptaan mata.
Jika kita amati bagian-bagian lebih kecil dari sel sebuah mata maka
kehebatan penciptaan ini semakin terungkap. Anggaplah kita sedang melihat
mangkuk Kristal yang penuh dengan buah-buahan, cahaya yang datang dari
mangkuk ini ke mata kita menembus kornea dan iris kemudian difokuskan pada
retina oleh lensa jadi apa yang terjadi pada retina, sehinggasel-sel retina dapat
merasakan adanya cahaya ketika partikel cahaya yang disebut foton mengenai sel-
sel retina. Ketika itu mereka menghasilkan efek rantai layaknya sederetan kartu
domino yang tersusun dalam barisan rapi. Kartu domino pertama dalam sel retina
adalah sebuah molekul bernama 11-cis retinal. Ketika sebuah foton mengenainya
molekul ini berubah bentuk dan kemudian mendorong perubahan protein lain
yang berikatan kuat dengannya yakni rhodopsin.
Kini rhodopsin berubah menjadi suatu bentuk yang memungkinkannya
berikatan dengan protein lain yakni transdusin. Transdusin ini sebelumnya sudah
ada dalam sel namun belum dapat bergabung dengan rhodopsin karena ketidak
sesuaian bentuk. Penyatuan ini kemudian diikuti gabungan satu molekul lain yang
bernama GTP kini dua protein yakni rhodopsin dan transdusin serta 1 molekul
kimia bernama GTP telah menyatu tetapi proses sesungguhnya baru saja dimulai
senyawa bernama GDP kini telah memiliki bentuk sesuai untuk mengikat satu
protein lain bernama phosphodiesterase yang senantiasa ada dalam sel. Setelah
berikatan bentuk molekul yang dihasilkan akan menggerakkan suatu mekanisme
yang akan memulai serangkaian reaksi kimia dalam sel.
Mekanisme ini menghasilkan reaksi ion dalam sel dan menghasilkan
energy listrik energy ini merangsang saraf-saraf yang terdapat tepat di belakang
sel retina. Dengan demikian bayangan yang ketika mengenai mata berwujud
seperti foton cahaya ini meneruskan perjalanannya dalam bentuk sinyal listrik.
Sinyal ini berisi informasi visual objek di luar mata.Agar mata dapat melihat
sinyal listrik yang dihasilkan dalam retina harus diteruskan dalam pusat
penglihatan di otak. Namun sel-sel saraf tidak berhubungan langsung satu sama

11
lain ada celah kecil yang memisah titik-titik sambungan mereka lalu bagaimana
sinyal listrik ini melanjutkan perjalanannya disini serangkaian mekanisme rumit
terjadi energy listrik diubah menjadi energy kimia tanpa kehilangan informasi
yang sedang dibawa dan dengan cara ini informasi diteruskan dari satu sel saraf ke
sel saraf berikutnya. Molekul kimia pengangkut ini yang terletak pada titik
sambungan sel-sel saraf berhasil membawa informasi yang datang dari mata dari
satu saraf ke saraf yang lain.
Ketika dipindahkan ke saraf berikutnya sinyal ini diubah lagi menjadi
sinyal listrik dan melanjutkan perjalanannya ke tempat titik sambungan lainnya
dengan cara ini sinyal berhasil mencapai pusat penglihatan pada otak disini sinyal
tersebut dibandingkan informasi yang ada di pusat memori dan bayangan tersebut
ditafsirkan akhirnya kita dapat melihat mangkuk yang penuh buah-buahan
sebagaimana kita saksikan sebelumnya karena adanya system sempurna yang
terdiri atas ratusan kompenen kecil ini dan semua rentetan peristiwa yang
menakjubkan ini terjadi pada waktu kurang dari 1 detik.
Secara singkat Mekanisme melihat adalah :

1) Cahaya masuk ke dalam mata melalui pupil.

2) Lensa mata kemudian memfokuskan cahaya sehingga bayangan


benda yang dimaksud jatuh tepat di retina mata.

3) Kemudian ujung saraf penglihatan di retina menyampaikan


bayangan benda tersebut ke otak.

Otak kemudian memproses bayangan benda tersebut sehingga kita dapat


melihat benda tersebut.
Otot Penggerak Mata
Otot ini menggerakan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakan
mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.
Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot yaitu :
1. M. Oblik inferior, aksi primer : -ekstorsi dalam abduksi
Sekunder : -elevasi dalam aduksi
-abduksi dalam elevasi
2. M. Oblik superior, aksi primer : -intorsi pada abduksi

12
Sekunder : -depresi dalam abduksi
3. M. Rectus inferior, aksi primer : -depresi pada abduksi
Sekunder : -ekstorsi pada abduksi
-aduksi pada depresi
4. M. Rectus lateral, aksi : -abduksi
5. M. Rectus Medius, aksi : -aduksi
6. M. Rectus Superior, aksi primer : -elevasi dalam abduksi
Sekunder : - intorsi dalam aduksi
-aduksi dalam elevasi

1. Otot oblik inferior


oblik inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal tulang lakrimal,
berinsersi pada sclera posterior 2 mm dari kedudukan macula, dipersarafi saraf
okulomotor, bekerja untuk menggerakan mata ke atas, abduksi dan
eksiklorotasi
2. Otot oblik superior
Mempunyai origo pada annulus zinn superior dipersarafi saraf ke IV
arau saraf troklearis yang keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat.
Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan
kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan searah atau mata
melihat ke arah nasal. Berfungsi menggerakan bola mata untuk depresi
terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.
3. Otot Rektus Inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada annulus zinn, berjalan antara
oblik inferior dan bola mata atau sclera dan insersi 6 mm di belakang limbus
yang pada persilangan dengan oblik inferior diikat kuat oleh ligament
lockwood.
Rectus inferior dipersarafi oleh N III
Fungsi menggerakan mata : depresi, eksoklotorsi, aduksi
Rectus inferior membentuk sudut 23 derajat dengan sumbu penglihatan.
4. Otot rectus lateral

13
Rectus lateral mempunyai origo pada annulus zinn di atas dan di bawah
foramen optic. Rectus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan pekerjaan
menggerakan mata terutama abduksi.
5. Otot Rektus medius
Rektus medius mempunyai origo pada annulus ziin dan pembungkus
dura saraf optic yang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakan mata
bila terdapat neuritis retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di belakang limbus.
Rectus medius merupakan otot mata paling tebal dengan tendon terpendek.
Menggerakan mata untuk aduksi
6. Otot rectus superior
Rectus superior mempunyai origo pada annulus zinn dekat fisura orbita
superior beserta lapus dura saraf optic yang akan memberikan rasa sakit pada
pergerakan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7
mm dibelakang limbus dan dipersarafi cabang superior N III.
Fungsinya menggerakan mata elevasi, terutama bila mata melihat ke
lateral, aduksi, terutama bila melihat ke lateral dan insiklotorsi.

14
2.1.2 Definisi
Infeksi system penglihatan merupakan kelainan gangguan system
penglihatan, terutama konjungtivitis.Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva
dan ditandai dengan pembengkakan dan eksudat.Pada konjungtivitis mata tampak
merah, sehingga sering disebut mata merah. Konjungtivitis dapat menyerang pada
semua tingkat usia.
Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas
(tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernal
adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius dimana penyebabnya tidak
diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak laki-laki, khususnya yang
berumur kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema, asma, atau alergi musiman.
Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim semi dan hilang pada
musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak mengalaminya lagi pada
umur dewasa muda (Ramadhanisa, 2014).
Konjungtivitis merupakan suatu keadaan dimana terjadi inflamasi atau
peradangan pada konjungtiva. Hal ini disebabkan karena lokasi anatomis
konjungtiva sebagai struktur terluar mata sehingga konjungtiva sangat mudah
terpapar oleh agen infeksi, baik endogen (reaksi hipersensitivitas dan autoimun)
maupun eksogen (bakteri, virus, jamur) (Garcia-Ferrer,2008).
2.1.3 Etiologi
Pembagian konjungtivitis berdasarkan penyebabnya :
1. Konjungtivitis akut bacterial, mis: konjungtivitis blenore, konjungtivitis
gonore, konjungtivitis difteri, konjungtivitis folikuler, konjungtivitis
kataral.
2. Konjungtivitis akut viral, mis: keratokonjungtivitis epidemik, demam
faringokonjungtiva, keratokonjungtivitis herpetic.
3. Konjungtivitis akut jamur
4. Konjungtivitis akut alergik
5. Konjungtivitis kronis, mis: trakoma.
Personal hygiene dan kesehatan lingkungan yang kurang, alergi, nutrisi
kurang vitamin A, iritatif (bahan kimia, suhu, listrik, radiasi ultraviolet), juga
merupakan  etiologi dari konjungtivitis.

15
Klasifikasi
Terdapat dua bentuk utama konjungtivitis vernalis (yang dapat berjalan be
rsamaan),yaitu:
1. Bentuk palpebraterutama mengenai konjungtiva tarsal superior.
Terdapat pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ) yang diliputi sekret
yangmukoid.Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan
kornealebih berat dari tipe limbal. Secara klinik, papil besarini tampak
sebagaitonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan
kapiler ditengahnya.
2. Bentuk Limbalhipertrofi papil pada limbus superior yang dapat
membentuk  jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang
merupakandegenarasiepitel
kornea atau eosinofil di bagian epitellimbus kornea,terbentuknya pannus,
dengan sedikit eosinofil.

Gambar . Konjungtivitis Vernal Limbal dengan Tanda Trantas Dot

2.1.4 Klasifikasi
Konjungtivitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 2.3.1. Konjungtivitis
Bakteri Suatu jenis konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri yaitu infeksi
bakteri Gonokok, Meningokok, Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumoniae, Hemophilis influenzae, dan Escherichia coli. 4 Terdapat dua bentuk
konjungtivitis bakteri yaitu akut (termasuk hiperakut dan subakut) dan kronik.

16
Konjungtivitis bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri, berlangsung
kurang dari 14 hari. Sebaliknya, konjungtivitis hiperakut (purulen) yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria meningitidis yang dapat
menimbulkan komplikasi mata berat bila tidak diobati sejak dini. Konjungtivitis
kronik biasanya sekunder terhadap penyakit pelpebra atau obstruksi ductus
nasolacrimalis.

2.1.5 Patofisiologi
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan
kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan
membuka sempurna, karena mata menjadi kering  sehingga terjadi iritasi
menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena
adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva dan sclera yang merah, edema,
rasa nyeri, dan adanya secret mukopurulent.
 Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu
mikroorganisme, bahan allergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata
sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada
konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan
meningkatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air
mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan
menyebabkan iskemia syaraf optik dan  terjadi ulkus kornea yang dapat
menyebabkan kebutaan. Kelainan lapang pandang  yang  disebabkan kurangnya
aliran air mata sehingga pandangan menjadi kabur dan rasa pusing.

17
PATHWAY

Infeksius (virus,bakteri, Iritatif (zat kimia,


jamur, parasit) Imunologi
(alergi) suhu, lingkungan,
radiasi, trauma

Menginfeksi konjungtiva

Fungsi
Terjadinya reaksi antigen dan antibodi sekresi
kelenjar air
mata
Kurang
konjungtivitis terganggu
informasi

Bingung Lakrimasi ↑
Peradangan Pelebaran ↑ permebilitis
pembuluh sel
darah
Kurang TIO ↑
pengetahuan Mata terasa
panas seperti
terbakar Hyperemia Oedema
(mata merah) kelopak Tersumbatn
mata ya kanal
schlemen
Nyeri
Gangguan
citra tubuh Iskemik
saraf optic

Ulkus kornea

Gangguan
sensori Terdapat Secret
perceptual : mukropurulen
penglihatan

Risiko
infeksi
18
2.1.6 Manifestasi Klinik
a. Gatal
b. Mata kemerahan
c. Biasanya rekuren pada musim panas
d. Inflamasi bilateral
e. Follikel, papil dan cobblestone pada konjungtiva tarsal superior
f. Trantas dots pada area limbal
g. Fotofobia
h. Lakrimasi

2.1.7 Komplikasi
Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau
parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang
ringan. Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-
kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea.
Perjalanan penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering menimbulkan
kekambuhan terutama di musim panas.
2.1.8 Penatalaksanaan
Konjungtivitis biasanya hilang sendiri.Tapi tergantung pada penyebabnya,
terapi dapat meliputi antibiotika sistemik atau topical, bahan antiinflamasi, irigasi
mata, pembersihan kelopak mata, atau kompres hangat.
Bila konjugtivits disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari
bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain.
Perawat dapat memberikan instruksipada pasien untuk tidak menggosok mata
yang sakit kemudian menyentuh mata yangs ehat, untuk mencuci tangan setelah
setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan
sapu tangan  baru yang  terpisah.
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes
diagnostik membantu.5
1. Kultur

19
Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai merupakan
konjungtivitis infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat membantu untuk
konjungtivitis purulen berat atau berulang pada semua grup usia dan pada
kasus dimana konjungtivitis tidak berespon terhadap pengobatan.
2. Kultur virus
Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes
imunodiagnostik yang cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan
antigen sudah tersedia untuk konjungtivitis adenovirus. Tes ini mempunyai
sensitifitas 88% sampai 89% dan spesifikasi 91% sampai 94%. Tes
imunodiagnostik mungkin tersedia untuk virus lain, tapi tidak diakui untuk
spesimen dari okuler. PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA virus.
Ketersediannya akan beragam tergantung dari kebijakan laboratorium.
3. Tes diagnostik klamidial
Kasus yang dicurigai konjungtivitis klamidial pada dewasa dan neonatus dapat
dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium. Tes diagnostik yang berdasarkan
imunologikal telah tersedia, meliputi tes antibodi imunofloresens langsung dan
enzyme-linked imunosorbent assay. Tes ini telah secara luas digantikan oleh
PCR untuk spesimen genital, dan, karena itu, ketersediaannya untuk spesimen
konjungtival lebih terbatas. Ketersedian PCR untuk mengetes sampel okuler
beragam. Meskipun spesimen dari mata telah digunakan dengan performa yang
memuaskan, penggunaannya belum diperjelas oleh FDA.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pada pemeriksaan ini yang perlu diperhatikan adalah kelopak mata dan
sekitarnya ada udem, keadaan konjungtingva hiperemis dan ada secret
mukopurulen, keadaan kornea hiperemis dan ada peradangan.Data subjektif, klien
mengatakan matanya terasa nyeri, gatal dan rasa ada benda asing.
Pemeriksaan kultur dan sitologik secret konjungtiva untuk mengetahui
kemungkinan penyebab infeksi, seperti:
1. Sel eosinofil umumnya merupakan akibat atopi , terutama konjungtivitis vernal

20
2. Sel polimorfonuklear leukosit, merupakan akibat infeksi bakteri
atau chlamydia.
3. Sel limfosit, merupakan gambaran karakteristik infeksi akibat virus atau suatu
infeksi kronis
4.  Sel epitel dengan multinukleus dengan atau tanpa badan inklusi intraseluler,
merupakan gambaran yang dapat ditemukan pada infeksi virus

2.2.2 Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan


J  Nyeri b.d proses peradangan
         Intervensi :
- Kaji tingkat nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri untuk memudahkan intervensi selanjutnya
- Jelaskan penyebab nyeri
R/ untuk menambah pengetahuan pasien
- Kompres mata dengan air hangat
R/ untuk mengurangi rasa nyeri
- Mata istirahatkan
R/ menurunkan radang, mengurangi aktivitas
- Kolaborasi dalam pemberian obat mata (AB)
R/ menghilangkan peradangan
J  Gangguan pola tidur b.d nyeri
Intervensi :                                            
-  Ciptakan lingkungan yang tenang
R/ Klien dapat beristirahat
- Kurangi rasa nyeri dengan mengompres mata
R/ Klien dapat beristirahat
- H.E kebutuhan tidur berhubungan dengan penyembuhan penyakit
R/ klien tahu tentang fungsi tidur berhubungan dengan proses penyembuhan.
J   Gangguan persepsi penglihatan b.d kelainan lapang pandang
Intervensi :
- Kaji kemampuan melihat
R/ untuk mengetahui sejauh mana kemampuan melihat

21
- Mengorientasikan pasien terhadap lingkungan dan aktifitas
- Menjelaskan terjadinya gangguan persepsi penglihatan
R/ untuk meningkatkan pemahaman dan mengurangi ansietas pasien
- Dorong pasien untuk melakukan aktivitas sederhana
- Anjurkan pasien untuk memakai kacamata redup
J  Gangguan interaksi social ; menarik diri b.d tidak menerima kondisi
matanya
Intervensi :
- Jalin hubungan baik dengan klien
R/ agar klien tidak merasa asing
- Jelaskan kondisi/gangguan yang terjadi pada matanya
R/ klien akan menerima keadaannya.
- Libatkan dengan kegiatan lingkungan
R/ klien akan merasa punya teman dalam lingkungan.
J  Resiko injury b.d penurunan ketajaman penglihatan
Intervensi :
- Orientasikan lingkungan dan situasi lain
R/ untuk meningkatkan pengenalan tempat sekitar
- Anjurkan  klien untuk mempelajari kembali  AD
R/ meningkatkan respon stimulus dan semua ketergantungannya
-   Anjurkan klien/keluarga meletakkan peralatan yang dibutuhkan pada
tempat yang mudah dijangkau.
R/ mengurangi pecahnya alat yang dapat mencederai klien

22
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Berdasarkan hasil pengkajian sistem penginderaan pada tanggal 12 September


2020, jam 14.30 wib didapatkan hasil :

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. J
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Tjilik Riwut KM 29
TGL MRS : 14 September 2020
Diagnosa Medis : Konjungtivitis Vernalis

3.1.2 RIWAYAT KESEHATAN/PERAWATAN


1. Keluhan Utama
Klien mengatakan mata terasa nyeri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 14 September 2020 Klien mengatakan nyeri di bagian mata
dan klien biasa kompres hangat di bagian mata, dan klien merasakan
tidak kunjung sembuh klien di bawa rawat inap di sistem
pengindraanklien diperiksa dan keluhan klien rasa seperti ada pasir
dalam mata, gatal, panas dan kemerahan disekitar mata, epipora mata
dan sekret, banyak keluar terutama pada konjungtiva, klien diberi
Inj.Ketorolak dan cairan infus Nacl 0, 9% 15 tpm sebelah kanan.
3. Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit

23
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga

Gambar Genogram Keluarga

Keterangan:
: meninggal
: laki-laki
: perempuan
: pasien
: tinggal serumah
: garis keturunan

3.1.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum
Klien tampak lemah, kesadaran compos mentis TD : 130/80 mmhg N : 90
x/menit RR :20x/menit S : 36,oC terpasang infus Nacl 0,9 % 15 tpm pada
tangan sebelah kanan.
2. Status Mental
Tingkat kesadaran Compos menthis, Ekspresi wajah lemas, Bentuk badan
semetris,Cara Berbaring/Bergerak Terlentang, cara berbicara cukup jelas,
suasana hati pasien sedih karena memikirkan penyakit nya untuk

24
penampilan pasien cukup rapi, insight baik, untuk mekanisme pertahan diri
adaptif.
 Orientasi Waktu : Pasien dapat membedakan waktu Pagi,
Siang dan malam
 Orientasi Orang : Pasien dapat mengenali keluarganya dan
petugas kesehatan
 Orientasi Tempat : Pasien mengetahui bahwa dia di rawat
Keluhan Lainnya : Tidak Ada
3. Tanda-tanda Vital
Pada saat melakuakan pengkajian pada pasien Ny. J dengan tanda – tanda
vital
a. Suhu/T : 36. oC Axilla
b. Nadi/HR : 90 x/menit
c. Pernapasan/RR : 20 x/menit
d. Tekanan Darah/BP : 130/80 mmHg
4. Pernapasan (Breathing)
Bentuk Dada Simetris , Kebiasaan Merokok tidak ada , Batuk Berdahak
tidak ada, Sianosis Tidak Ada , , tipe pernapasan menggunakan dada dan
perut, irama pernafasan teratur.
Keluhan Lainnya : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada
5. Cardiovasculer (Bleeding)
Pada saat melakuakan pengkajian pada pasien Ny. J sistem pengindraan di
daerah kardiaovaskuler tidak ada nyeri, capillary refill time > 2 detik, tidak
ada, ictus cordis tidak terlihat, vena jugularis tidak meningkat, suara jantung
Lup Dup
Keluhan Lainnya :
Masalah Keperawatan : Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:4 ( membuka mata spontan ), V:5 ( orentasi dengan baik ), M 6
( bergerak sesuai perintah ) dan total Nilai GCS:15 normal, kesadaran Ny. J
compos menthis, pupil isokor tidak ada kelainan, reflex cahaya kanan dan
kiri positif.

25
Hasil dari uji syaraf kranial, saraf kranial I (Olfaktorius): pada
pemeriksaan menggunakan minyak kayu putih dengan mata tertutup
pasien mampu mengenali bau minyak kayu putih tersebut. Saraf
kranial II (Optikus): pasien mampu membaca nama perawat dengan baik
pada saat perawat meminta pasien untuk membaca namanya. Saraf
kranial III (Okulomotor): pasien dapaat mengangkat kelopak matanya
dengan baik. Saraf kranial IV (Troklearis): pasien dapat menggerakkan bola
matanya (pergerakan bola mata normal). Saraf kranial V (Trigeminalis):
pada saat pasien makan pasien dapat mengunyah dengan lancar. Saraf
kranial VI (Abdusen): pasien mampu menggerakan bola matanya ke kiri dan
kekanan. Saraf kranial VII (Fasialis): pasien dapat membedakan rasa manis
dan asin. Saraf kranial VIII (Auditorius): pasien dapat menjawab
dengan benar dimana suara petikan jari perawat kiri dan kanan. Saraf
kranial IX (Glosofaringeus): pasien dapat merasakan rasa asam. Saraf
kranial X (Vagus): pada saat makan pasien dapat mengontrol proses
menelan. Saraf kranial XI (Assesorius): pasien dapat menggerakkan
leher dan bahu. Saraf kranial XII (Hipoglosus): pasien mampu
mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung
positif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif;
pasiendapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan dan
kiri postif dengan skala 5, refleks brakioradialis kanan dan kiri positif
dengan skala 5, refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks
akhiles kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks babinski kanan dan kiri
positif dengan skala 5.
Keluhan Lainya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
6. Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urine 2500 ml dalam 2 hari, warna urine kuning, bau urine berbau
khas dan tidak ada masalah/lancar.
Keluhan Lainnya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan: Tidak Ada

26
7. Eliminasi Alvi (Bowel)
Mulut dan faring bibir lembab, tidak ada karies gigi dan ada yang
berlubang, gusi baik tidak ada perdangan, warna lidah merah agak
kepucatan, mukosa kering, untuk buang air besar (BAB) 2 kali sehari
,kuning lembek dan tidak ada diare, konstipasi (-), Fases berdarah (-),
Kembung (-), bising usus 8x menit/menit, tidak ada benjolan, dan tidak ada
nyeri tekan pada perutnya.
Keluhan Lainnya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
8. Tulang – Otot – Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendibebas, parese tidak ada, paralise tidak ada,
hemiparese tidak ada, krepitasi tidak ada ,nyeri tidak ada ,kekakuan tidak
ada, flasiditas tidak ada, spastisitas tidak ada ukuran otot simetris
Keluhan Lainnya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
9. Kulit-kulit Rambut
Pasien tidak ada riwayat alergi, suhu badan hangat, warna kulit normal,
tugor cukup baik, tekstur halus, tidak ada lesi, tekstur rambut kasar,
distribusi rambut tidak merata bentuk kuku pasien simetris.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
10. Sistem Penginderaan
Pada saat pengkajian ditemukan kelopak mata odema, konjungtiva
hyperemia, dan ada sekret,kornea tampak hyperemia,tampak mata
kemerahan, tampak mata berair. fungsi pendengaran klien baik, bentuk
hidung simetris, tidak ada lesi, tidak ada patensi, tidak ada obstruksi, tidak
ada kelainan pada cavum nasal dan septum nasal, dan tidak ada polip.
Keluhan Lainnya : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Resiko infeksi
11. Leher dan Kelenjar Limfe
Tidak terdapat adanya massa, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak
teraba, kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bebas.

27
3.1.4 POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit:
Pasien mengatakan sehat itu penting, dimana saya dapat beraktivitas secara
mandiri semetara jika saya sakit saya tidak bisa beraktivitassecara mandiri,
dan pasien mengatakan ingin cepat pulang.
2. Nutrisida Metabolisme
TB : 148 cm
BB sekarang : 58Kg
BB sebelum sakit:59 Kg
Diet:
 Biasa  Cair  Saring  Lunak
Diet Khusus:
 Rendah garam  Rendah kalori  TKTP
Rendah lemak  Rendah purin  Lainnya: Tidak Ada
 Mual
 Muntah - kali/hari
Kesukaran menelan  Ya  Tidak
Keluhan Lainnya: Tidak ada
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x1 sehari 3x1 sehari
Porsi 1 porsi 1 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis makanan Nasi, sayur, lauk, buah Nasi, sayur, lauk
Jenis minuman Air putih dan susu Air putih
Jumlah minuman/cc/24 jam ± 650cc ± 700cc
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam
Keluhan/masalah Tidak Ada Tidak Ada

Masalah Keperawatan: Tidak Ada

28
3. Pola istirahat dan tidur:
Pasien tampak agak susah tidur.
Pola tidur malam: 4 jam (Selama sakit)
8 jam (Sebelum sakit)
Pola tidur siang: 30 menit(Selama sakit)
30 menit(Sebelum sakit)
Masalah Keperawatan: Gangguan Pola Tidur
4. Kognitif:
Pasien tidak mengetahui tentang penyakit yang di deritanya dan baru
pertama kali mengalami penyakit seperti ini
Masalah Keperawatan : Kurang pengetahuan
5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran):
Gambaran diri : Pasien dapat menerima kekurangannya sekarang
Ideal diri : Pasien ingin cepat sembuh
Identitas diri : Pasien seseorang perempuan
Harga diri : Pasien sangat diperhatikan oleh keluarga
Peran diri : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
6. Aktivitas Sehari-hari
Pasien dapat beraktivitas seperti biasanya tetapi tidak bisa terlalu banyak
gerak di karenakan kondisi pasien masih lemas untuk aktivitas pasien
mampu untuk ke kamar mandi sendiri.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
7. Koping-Toleransi terhadap stress
Pasien Mengatakan bila ada masalah pasien berbicara kepada suami dan
keluarganya
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
8. Nilai Pola Keyakinan
Pasien meyakini agamanya sendiri.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

29
3.1.5 SOSIAL – SPIRITUAL
1. Kemampuan berkomunikasi

Pasien mampu berkomunikasi dengan baik

2. Bahasa sehari-hari

Bahasa Dayak dan Indonesia.

3. Hubungan dengan keluarga

Baik dan harmonis.

4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain

Baik. Pasien dapat bekerja sama dengan perawat dalam pemberian tindakan

keperawatan. Hubungan dengan teman dan orang lain juga baik.

5. Orang berarti/terdekat

Suami dan keluarga.

6. Kebiasaan menggunakan waktu luang

Sebelum sakit, pasien selalu bersama keluarga.

Sesudah sakit, pasien hanya berbaring ditempat tidur.

7. Kegiatan beribadah
Sebelum sakit, pasien selalu menjalankan ibadah

3.1.6 DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATORIUM, DAN


DATA PENUNJANG LAINNYA)
1. Tabel pemeriksaan laboratorium
Parameter Hasil Nilai Normal
Natrium (Na) 133 135 – 148 mmol/L
Kalium (K) 3,5 3,5 – 5,3 mmol/L
Calsium (Ca) 0,9 0,95 – 1,2 mmol/L

30
3.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi Obat Dosis Rute Indikasi
Inj. Cefrtadizime 2 x 1 gr IV Digunakan untuk mengobati
infeksi bakteri
Inj. Ketorolak 3 x 30 mg IV Digunakan untuk mengurangi
rasa nyeri

Palangka Raya, 14 September 2020


Mahasiswa

(Wenie)

ANALISA DATA

31
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
1. Ds : Pasien mengatakan Bakteri Nyeri akut
nyeri pada area mata
Do :
- Pasien tampak gelisah, Kontak pada mata
lemah konjungtiva
- Mata tampak
kemerahan
- Mata pasien tampak Sel-sel radang
berair bermigrasi
- Adanya oedema di
kelopak mata
- Skala nyeri 4 sedang Peradangan konjungtiva,
- Hilang timbul edema, pruritus
- TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 90x/menit Nyeri Akut
R : 20x/menit
S : 36, C

2. Ds : Pasien mengatakan Infeksi bakteri Gangguan Pola Tidur


kurang tidur waktu malam
Do :
- Pasien tampak gelisah Peradangan konjungtiva,
- Tidur malam 4 jam edema, pruritus
- Asanya oedema
dikelopak mata
- Mata pasien tampak
berair Hyperemia (Mata merah)
- Mata pasien tampak
kemerahan
- Pasien tampak meringis Nyeri pada mata
- TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 90x/menit Gangguan pola tidur
R : 20x/menit
S : 36, C

3. Ds : Pasien mengatakan Kurang terpapar nya Kurang Pengetahuan


tidak tahu tentang informasi tentang konjungtivitis

32
penyakitnya vernalis
Do :
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak bingung
- Pasien sering bertanya
tentang penyakitnya
- Pendidikan terakhir
pasien SMP

4. Ds : Pasien mengatakan Tersumbatnya kanal Resiko Infeksi


”Mata saya merah dan schlemen
berair”
Do :
Iskemik saraf optic
- Pasien tampak gelisah
- Mata pasien tampak Ulkus kornea
merah
- Mata pasien tampak Terdapat Secret
mukropurulen
berair
- Adanya oedema di garis
mata
- Tampak adanya secret
dimata

PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan konjungtiva, edema, dan pruritus

33
ditandai dengan :
- Pasien tampak gelisah, lemah
- Skala nyeri 4 sedang
- Hilang timbul 1-2 menit
- TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 90x/menit
R : 20x/menit
S : 36, C
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri ditandai dengan :
- Pasien tampak gelisah
- Tidur malam 4 jam
- TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 90x/menit
R : 20x/menit
S : 36, C
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
ditandai dengan
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak bingung
- Pasien sering bertanya tentang penyakitnya
4. Resiko Infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan ditandai dengan
- Mata pasien tampak merah
- Mata pasien tampak berair
- Adanya oedema di garis mata
- Tampak adanya secret dimata

34
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. J
Ruang Rawat : Sistem Penginderaan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi skala nyeri pasien 1. Mengetahui dan memastikan
berhubungan dengan keperawatan selama 2 × 7 Jam 2. Ajarkan klien metode distraksi skala nyeri
peradangan diharapkan nyeri klien dapat selama nyeri 2. Untuk memberi rasa nyaman
konjungtiva, edema, berkurang dengan hasil kriteria 3. Berikan Asuhan keperawatan klien
dan pruritus 1. Skala nyeri 0-1 mandiri Irigasi mata klien 3. Untuk membantu
2. Mengungkapkan peningkatan 4. Informasikan pada klien dan penyembuhan klien
kenyamanan di daerah mata keluarga tentang teknik relaksi 4. Untuk keluarga mengetahui
3. Berkurangnya kemerahan untuk mengontrol rasa nyeri cara dan membantu untuk
klien penyembuhan klien
5. Kolaborasi denan tim medis 5. Untuk pemberian obat pada
untuk pemberian antibiotik dan klien
analgetik

35
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola tidur klien 1. Untuk mengetahui pola tidur
berhubungan dengan nyeri keperawatan selama 2 × 7 Jam 2. Identifikasi penyebab klien
diharapkan gangguan pola tidur gangguan tidur 2. Mengetahui penyebab gangguan
klien teratasi dengan hasil 3. Jelaskan pentingnya tidur yang tidur
kriteria adekuat untuk klien dan 3. Untuk kesembuhan klien
1. Klien dapat tidur dengan keluarga 4. Agar kl;ien terbantu pola
normal 8 jam 4. Libatkan dukungan dari tidurnya
2. Klien merasa segar keluarga 5. Untuk pemberian terapi atau
3. Istirahat yang cukup 5. Kolaborasi dengan tim medis kenyamanan klien beristirahat
untuk kenyamanan klien

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

36
3. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk mengetahui tingkat
pengetahuan pasien
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 7 jam klien dan keluarga tentang
2. Untuk menambah pengetahuan
kurang terpaparnya diharapkan pengetahuan pasien penyakit pasien
3. Mengatahui tingkat
informasi ditandai dengan bertambah dengan kriteria hasil : 2. Berikan pendidikan kesehatan
pemahaman pasien tentang
Pasien tampak bingung 1. Pasien dapat menjelaskan pada pasien dan keluarga penjelasan kondisi penyakit
Pasien sering bertanya kembali apa yang sudah tentang kondisi penyakit klien
tentang penyakitnya disampaikan 3. Tanyakan kembali pada pasien
2. Pasien dapat menyampaikan atau keluarga tentang
secara verbal bahwa pasien Konjungtivitis vernalis
dan mamahami apa yang
sudah disampaikan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


4. Resiko Infeksi Setelah diberikan asuhan 1. Observasi TTV dan tanda- 1. Menentukan sumber infrksi

37
berhubungan dengan keperawatan 1 x 7 jam tanda infeksi melalui nosokomial atau bukan
peningkatan paparan diharapkan resiko infeksi dapat 2. Tingkatkan upaya pencegahan 2. Mencegah terjadinya infeksi
organisme pathogen dihindari dengan Kriteria hasil : infeksi dengan cuci tangan nosokomial
lingkungan ditandai 1. Resiko infeksi dapat bagi semua orang yang 3. Untuk mencegah terjadinya
dengan ditangani berhubungan dengan klien infeksi dan iritasi pada kulit
- Mata pasien tampak 2. Mata pasien dalam keadaan 3. Memberikan perawatan mata atau jaringan yang luka
merah baik seperti kompres dan 4. Agar mempercepat proses
- Mata pasien tampak berair 3. TTV dalam batas normal membersihkan secret secara penyembuhan
TD : 120/80 mmHg teratur dan sungguh-sungguh
- Adanya oedema di garis N : 90x/M 4. Berkolaborasi dengan tim
mata RR : 20x/M medis dalam pemberian obat,
- Tampak adanya secret S : 36OC Injeksi Iv Ceftriaxone 1 mg
dimata

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

38
Nama Pasien : Ny. J
Ruang Rawat : Sistem Penginderaan

Hari/Tanggal dan Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan


Jam perawat
Senin, 14 September Diagnosa 1 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
2020 1. Mengobservasi skala nyeri pasien O :
Pukul 08.30 wib 2. Mengatur posisi klien untuk 5. Pasien tampak tidak gelisah
meningkatkan kenyamanan klien
6. Pasien tampak ceria
3. Memberikan Asuhan keperawatan
mandiri Irigasi klien 7. TTV
4. Mengiformasikan pada klien dan TD : 120/80 mmHg
keluarga tentang teknik distraksi dan
N : 80x/menit
relaksasi untuk mengontrol rasa nyeri
klien R : 20x/menit
5. Berkolaborasi untuk pemberian S : 36, C Wenie
antibiotik dan analgeti
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi di lanjutkan

Hari/Tanggal dan Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan


Jam perawat

39
Senin, 14 September Diagnosa 2 S : Pasien mengatakan sudah bisa tidur
2020 malam
Pukul 08.30 wib 1. Mengkaji pola tidur klien O :
2. Mengidentifikasi penyebab gangguan 8. Pasien tampak tidak gelisah
tidur 9. Pasien tampak segar
3. Menjelaskan pentingnya tidur yang 10. TTV
adekuat untuk klien dan keluarga TD : 120/80 mmHg
4. Melibatkan dukungan dari keluarga N : 80x/menit
5. Berkolaborasi untuk kenyamanan R : 20x/menit Wenie
klien S : 36, C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi di lanjutkan

Hari/Tanggal dan Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan


Jam perawat
Senin, 14 September Diagnosa 3 S: Pasien mengatakan”Saya paham dan
2020 1. Mengkaji tingkat pengetahuan klien mengerti dengan apa yang sudah

40
Pukul 08.30 wib dan keluarga tentang penyakit disampaikan dan dijelaskan”
2. Memberikan pendidikan kesehatan O:
- Pasien tampak mengerti
pada pasien dan keluarga tentang
- Pasien dapat menjeleskan kembali
kondisi penyakit klien
tentang penyakit Konjungtivitis
3. Menanyakan kembali pada pasien
vernalis menjelaskan tentang
atau keluarga tentang Konjungtivitis
pengertian dan penyebab serta tanda
vernalis Wenie
dan gejalanya
A: Masalah kurang pengetahuan teratasi
P: Hentikan intervensi

Hari/Tanggal dan Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan


Jam perawat
Senin, 14 September Diagnosa 4 S: Pasien mengatakan”Mata saya masih
2020 1. Melakukan observasi TTV dan merah dan berair”
tanda- tanda infeksi
Pukul 08.30 wib O:
2. Meningkatkan upaya pencegahan

41
infeksi dengan cuci tangan bagi - Mata pasien tampak merah
semua orang yang berhubungan
- Mata pasien tampak berair
dengan klien
3. Memberikan perawatan terhadap - Tampak adanya oedema pada daerah
mata seperti kompres dan
mata
membersihkan secret secara teratur
dan sungguh-sungguh A: Masalah kurang pengetahuan teratasi
4. Berkolaborasi dengan tim medis
P: Hentikan intervensi Wenie
dalam pemberian obat, Injeksi Iv
Ceftriaxone 1 mg

42
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Nama : Wenie
Pokok Bahasan : Konjungtivitis vernalis
Sub Pokok bahasan : Konjungtivitis vernalis
Sasaran : Keluarga
Waktu : 30 Menit
Tempat : Keluarga Ny. J
Hari/tgl Pelaksanaan : Senin, 14 September 2020
Jam Pelaksanaan : 08.00 WIB – 08.30 WIB

I. PENDAHULUAN
Manusia dipengruhi berbagai system untuk memudahkan mereka memenuhi kebutuhsn
hidupnya. Salah satu system yang sangat penting adalah system indra. Namun yang dibahas
disini adalah mata, salah satu dari mata adalah konjungtiva. yang lebih mengkhusus membahasa
tentang gangguan pada konjungtiva. Sebagai anggota tim kessehatan khususnya perawat,kita
penting mengetahui bagaimana konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan dari mata
khususnya pada pasien gangguan konjungtiva . Pentingnya mengetahui konsep dasar penyakit
mata memudahkan kita untuk memaahami lebih dalam system kerja indra penglihatan.

II. TUJUAN
1. Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Pada akhir penyuluhan kesehatan, peserta penyuluhan diharapkan mampu memahami
tentang pengertian konjungtivitis, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan, perawatan
serta pencegahannya.
2. Tujuan IntruksionalKhusus (TIK)
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, keluarga penyuluhan diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian konjungtivitis
2. Menjelaskan penyebab konjungtivitis
3. Menjelaskan gejala klinis konjungtivitis
4. Menjelaskan tentang terapi tindakan pengobatan penyakit konjungtivitis
5. Menjelaskan tentang bagaimana cara pencegahan konjungtivitis.
6. Menjelaskan tentang bagai mana perawatan konjungtivitis

43
III. SASARAN
Keluarga

IV. TARGET
Keluarga dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pencegahan, perawtan serta pengobatannya terhadap penyakit KONJUNGTIVITIS
VERNALIS.

V. MATERI
1. Pengertian konjungtivitis vernalis
2. Penyebab konjungtivitis vernalis
3. Tanda dan Gejala konjungtivitis vernalis
4. Pencegahan konjungtivitis vernalis
5. Pengobatan konjungtivitis vernalis
6. Perawatan konjungtivitis vernalis

VI. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi

VII.MEDIA
1. Materi pangajaran / lembar balik
2. Leaflet

VIII. STRATEGI PELAKSANAAN


1. Waktu : Senin, Tanggal, 14 September 2020
2. Tempat : Ruangan
IX. SUSUNAN ACARA
Sasaran
No Waktu Kegiatan
Penyajian Masyarakat
1. 5 menit Pembukaan  Menyampaikan salam  Menjawab salam
a. Salam pembuka pembuka, maksud dan  Memperhatikan dan
b. Perkenalan tujuan serta kontrak waktu terlihat antusias

44
c. Menyampaikan pelaksanaan kegiatan mengikuti
tujuan kepada peserta penyuluhan penyuluhan
d. Kontrak waktu dengan bahasa yang sopan
e. Melakukan apersepsi dan jelas serta penggunaan
kata yang efisien.
 Menanyakan beberapa
pertanyaan seputar opini
peserta mengenai topik
penyuluhan.
2. 15 menit Kegiatan Inti  Menyampaikan materi  Menyimak dan
a. Penyampaian, materi dengan jelas dan tepat memperhatikan
 Pengertian sesuai dengan metode yang penyuluhan dengan
konjungtivitis dipilih baik dan antusias.
vernalis  Menyampaikan materi tidak
 Penyebab berbelit-belit serta efisien
konjungtivitis sehingga mencegah
vernalis kekurangan waktu
 Tanda dan Gejala  Memanfaatkan semua
konjungtivitis media yang tersedia untuk
vernalis menyampaikan materi
 Pencegahan dengan baik.
konjungtivitis
vernalis
 Pengobatan
konjungtivitis
vernalis
 Perawatan
konjungtivitis
vernalis
3. 10 menit Penutup  Melalukan dialog interaktif  Peserta penyuluhan
a. Sesi tanya jawab dengan peserta penyuluhan. dengan antusias
b. Melakukan evaluasi  Menanyakan beberapa bertanya dan
c. Menyimpulkan pertanyaan singkat kepada berdialog tentang
materi yang pasien tentang materi materi penyuluhan.
didiskusikan penyuluhan untuk  Bersama penyaji

45
d. Mengakhiri kegiatan mengetahui feed back. menyimpulkan
dengan salam Misalnya dengan materi.
memberikan studi kasus dan  Mengerti dan
hadiah kepada peserta yang mempunyai
bisa menjawab dengan pengetahuan baru
benar. tentang materi
 Menyampaikan kesimpulan penyuluhan
dengan singkat dan jelas. ditandai dengan
 Menyampaikan salam hampir keseluruhan
penutup dan ucapan peserta dapat
terimakasih dengan sopan menjawab studi
dan jelas. kasus.
 Menjawab salam.

X. MATERI
( Terlampir)

XI. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
o SAP sudah siap 1 hari sebelum penyuluhan.
o Media (Lembar balik, Leaflet) dan tempat sudah siap
o Moderator sudah siap.
o Peserta siap mengikuti penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
o Media (Lembar balik, Leaflet) sudah disiapkan sesuai rencana.
o Tempat siap
o Penyaji,moderatordan peserta siap mengikuti penyuluhan.
3. Evaluasi Hasil
o Penyuluhan berjalan sesuai rencana dan tepat waktu.
o Masalah yang muncul saat pelaksanaan penyuluhan dapat diatasi dengan baik.
o Tujuan penyuluhan tercapai yaitu peserta penyuluhan dapat memahami tentang
isi penyuluhan dan diharapkan akan terjadi perubahan perilaku.

46
XII. DAFTAR PERTANYAAN
1. Penyakit konjungtivitis disebabkan oleh apa?
2. Apa sajah gejalanya?
3. Bagaimana tanda-tanda yang sudah terkena konjungtivitis?
4. Cara apa sajakah yang dapat dilakukan guna mencegah
paenyakit konjungtivitis?
5. Apa saja pengobatannya?
6. Bagaimana perawatannya?

XIII. Lampiran Materi


KONJUNGTIVIVTIS VERNALIS

A. DEFINISI
Peradangan konjungtiva disebut konjungtivitis vernalis. Konjungtivitis (mata
merah) adalah inflamasi pada konjungtiva oleh virus, bakteri, clamydia, alergi, trauma/
sengatan matahari (Long B C, 1996).
Konjungtivitis adalah infeksi atau inflamasi pada konjungtiva mata dan biasa
dikenal sebagai “pink eye”. Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh
sendiri. Dapat juga menjadi kronik dan hal ini mengindikasikan perubahan degenerative
atau kerusakan akibat serangan akut yang berulang. Klien sering datang dengan keluhan
mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan hyperemia dan injeksi konjungtiva,
sedangkan pada iritasi kojungtiva hanya injeksi konjungtiva dan biasanya terjadi
karena mata lelah, kurang tidur, asap, debu, dan lain-lain.
Konjungtivitis inflamasi dapat terjadi karena terpapar alergen atau iritan dan
tidak menular. Konjungtivitis infeksi lebih banyak disebabkan oleh infeksi bakteri atau
virus dan mudah menular. Penyebab tersering meliputi bakteri, virus dan klamidia.
Sedangkan penyebab yang kurang sering adalah alergi, penyakit parasit dan yang jarang
adalah infeksi jamur atau occupational irritant. Bentuk idiopatik dapat berhubungan
dengan penyakit sistemik tertentu seperti ertema multipormis dan penyakit tiroid.

Konjungtivitis terbagi dalam tiga jenis, yaitu konjungtivitis alergi atau vernal,
infeksi atau bacterial, dan viral
1. Konjungtivitis Alergi

47
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sesitifitas terhadap
serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan
atau obat (atropine dan antibiotic golongan mycin). Infeksi ini terjadi setelah
terpapar zat kimia seperti hair spray, tatarias, asap rokok. Asma, demam kering
dan eczema juga berhubungan dengan konjungtivitis alergi.
Gejala jenis konjungtivitis ini adalah edema konjungtiva ringan sampai
berat, sensasi terbakar dan injeksi vaskuler.Lakrimasi kadang-kadang
terjadi.Rasa gatal adalah yang paling parah pada bentuk konjungtivitis
ini.Kadang-kadang didapatkan rabas seperti air.
2. Konjungtivitis Infektif
Jenis konjungtivitis ini juga berhubungan dengan “pink eye” dan mudah
menular.Wabah “pink eye” dapat terjadi pada populasi yang padat dan dengan
standar kesehatan yang rendah.Penyebab infeksi ini adalah Staphylococcus
aureus.Dapat juga terjadi setelah terpapar Haemophilus influenza atau N.
gonorhoea.Dapat terjadi bersamaan dengan morbili, parotitis epidemika,
bleferitis, obstruksi duktus nasolakrimalis, karena penyinaran cahaya
(konjungtivitis elektrika).
Gejalanya, dilatasi pembuluh darah, edema konjungtiva ringan, epifora
dan rabas pada awalnya encer akibat epifora tetapi secara bertahap menjadi lebih
tebal atau mucus dan berkembang menjadi purulent yang menyebabkan kelopak
mata menyatu dalam posisi tertutup terutama saat bangun tidur pagi hari.Dapat
ditemukan kerusakan kecil pada epitel kornea.
3. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus (yang
paling sering adalah keratokonjungtivitis epidemika) atau dari penyakit virus
sistemik seperti mumps dan mononucleosis.Biasanya disertai dengan
pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis.
Gejalanya, pembesaran kelenjar limfe preaurikular, fotopobia dan sensasi
adanya benda asing pada mata.Epiofora merupakan gejala
terbanyak.Konjungtiva dapat menjadi kemerahan dan bisa terjadi nyeri
periorbital.

48
B. ETIOLOGI
Penyebab konjungtivis tergantung dari jenis konjungtivis. Berikut ini etiolgi
berdasarkan klasifikasi konjungtivis yaitu
1. Konjungtivis Alergi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat atau reaksi antibodi
humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari
Sindrom Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat
reaksi alergi pada orang dengan presdiposisi alergi obat-obatan. Pada
pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga dapat terjadi reaksi alergi.
2. Konjungtivis Infektif
Disebabkan oleh bakteri seperti:
- Stafilokok
- Streptokok
- Corynebacterium diphtheriae
- Pseudomonas aeruginosa
- Neisseria gonorrhoea
- Haemophilus influenza
3. Konjungtivis Viral
Disebabkan oleh virus seperti:
- Adenovirus
- Herpes simpleks
- Herpes zoster
- Klamidia
- New castle
- Pikorna
- Enterovirus

C. GEJALA KLINIS
Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:
1. Konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak.
2. Produksi air mata berlebihan (epifora).

49
3. Kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis) seolah
akan menutup akibat pembengkakan konjungtiva dan peradangan sel-sel
konjungtiva bagian atas.
4. Pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi
nonspesifik peradangan.
5. Pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya.
6. Terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein).
7. Dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah)
a. Gejala
Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan
kotoran. Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna
putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih.
Kelopak mata bisa membengkak dan sangat gatal, terutama pada konjungtivitis karena
alergi.
b. Gejala lainnya adalah:
1. Mata berair
2. Mata terasa nyeri
3. Mata terasa gatal
4. Pandangan kabur
5. Peka terhadap cahaya

D. TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN
Konjungtivitis biasanya hilang sendiri. Tapi tergantung pada penyebabnya,
terapi dapat meliputi antibiotika sistemik atau topical, bahan antiinflamasi, irigasi mata,
pembersihan kelopak mata, atau kompres hangat. Bila konjugtivits disebabkan oleh
mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontaminasi mata
yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan instruksi pada pasien untuk
tidak menggosok mata yang sakit kemudian menyentuh mata yang sehat, untuk
mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain
lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah.
Terapi pada infeksi bakteri adalah dengan antibiotic (sulfonamid topikal), pada
infeksi virus dengan sulfonamide/antibiotika tetes mata spectrum luas untuk mencegah
infeksi sekunder, sedangkan untuk infeksi alergi diberikan vasokonstriktor tetes seperti
nafazolin, kompres dingin, dan antihistamin oral

50
Penanganannya dimulai dengan edukasi pasien untuk memperbaiki higiene
kelopak mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3 kali sehari dengan artifisial tears dan
salep dapat menyegarkan dan mengurangi gejala pada kasus ringan.
Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi
antibiotik-steroid. Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya iritis. Pada
banyak kasus Prednisolon asetat (Pred forte), satu tetes, QID cukup efektif, tanpa
adanya kontraindikasi.
Apabila etiologinya dicurigai reaksi Staphylococcus atau acne rosasea,
diberikan Tetracycline oral 250 mg atau erythromycin 250 mg QID PO, bersama
dengan pemberian salep antibiotik topikal seperti bacitracin atau erythromycin sebelum
tidur. Metronidazole topikal (Metrogel) diberikan pada kulit TID juga efektif. Karena
tetracycline dapat merusak gigi pada anak-anak, sehingga kontraindikasi untuk usia di
bawah 10 tahun. Pada kasus ini, diganti dengan doxycycline 100 mg TID atau
erythromycin 250 mg QID PO. Terapi dilanjutkan 2 sampai 4 minggu. Pada kasus yang
dicurigai, pemeriksaan X-ray dada untuk menyingkirkan tuberkulosis.

E. PENCEGAHAN
1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya
bersih-bersih.
2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit.
3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni
rumah lainnya.
4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik
pembuatnya.

F. PERAWATAN
1. Bersihkan mata dari sekret dengan kain has ( perband ) atau tissue sekali
pakai.
2. Gunakan obat tetes atau salep sesuai dengan anjuran dokter.

51
3. Jangan menutup mata yang sakit.
4. Posisi tidur miring kearah mata yang sakit agar sekret mata yang sakit tidak
menyebar.
5. Gunakan kacamata gelap

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. 2018. External Disease and Cornea. Section 11.
San Fransisco: MD Association.

52
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC.

http://duniavirly.blogspot.com/2012/02/askep-konjungtivitis.html, diakses tanggal


08 Maret 2016

http://ners-blog.blogspot.com/2011/03/askep-gangguan-konjungtiva.html, diakses
tanggal 08 Maret 2016

Ilyas, Sidarta., Sri Rahayu Yulianti. 2015. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta: 121-131.

Smeltzer Bare, dkk. 1997. Keperawatan Medikal Bedah Volume III. Jakarta.

Vaughan, Daniel G., Asbury., Taylor., Riordan-Eva., Paul. 2016. Oftalmologi Umum
(General Ophthalmology). Ed. 17. Widya Medika, Jakarta: 5;97-124.

53
54
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NERS
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp. (0536)3327707

LEMBAR KONSUL

Nama Mahasiswa : Wenie


Program Studi : S1 Keperawatan
Tingkat / Semester : III A / V
Preseptor Akademik :Rimba Aprianti, S.Kep., Ners

Hari /
TTD TTD
NO Tang Hasil Konsultasi
Preseptor Mahasiswa
gal
1. Selasa 1. Pre Conference Wenie
2. Perbaiki Patway
, 15
3. Perbaiki sistematika penulisan
Septe 4. Perbaiki referensi
5. Masukkan jurnal terkait
mber
2020 Julisa Mahendra is inviting you to a scheduled Zoom
meeting.
Topic: Julisa Mahendra's Zoom Meeting
Time: Sep 15, 2020 04:15 PM Bangkok
Join Zoom Meeting
https://us04web.zoom.us/j/5926822781?
pwd=OWZ1aGF3UWpDdzBRNVpZVDJZZlhkQT09
Meeting ID: 592 682 2781
Passcode: 908948

55
Rabu, 1. Bimbingan Askep Individu
16 2. Perbaiki Asuhan Keperawatan
Septe 3. Tambahkan diagnosa keperawatan
mber 4. Perbaiki sistematika penulisan
2020 Zoom meeting invitation - Bimbingan Askep
PPK II Kel. 8 Kelas A
Rimba Aprianti is inviting you to a scheduled
Zoom meeting.
Topic: Bimbingan Askep PPK II Kel. 8 Kelas A
Time: Sep 16, 2020 04:00 PM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://us04web.zoom.us/j/4636332411?
pwd=c3dvdjI2VURCVzdnRUUzWmZGZi9KZz0
9
Meeting ID: 463 633 2411
Passcode: 123456

56
57

Anda mungkin juga menyukai