Anda di halaman 1dari 64

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini obesitas atau kegemukan sudah menjadi masalah serius di suatu

negara khususnya negara indonesia. Menurut data OECD atau organization for

economic cooperation and development (2017) di Amerika obesitas banyak

diderita oleh warga yang berumur 15 tahun, dan tahun ini tercatat sebanyak 38,2

% orang yang terserang obesitas. Selain Amerika obesitas juga menyerah di

Inggris, di Inggris warga yang menderita obesitas sebanyak 26,9 % . Sedangkan

di Indonesia obesitas banyak dialami oleh wanita yang berumur 15 tahun. Di

Indonesia sendiri angka obesitas tercatat 5,7% di bandingkan dengan dua negara

diatas indonesia termasuk rendah tapi di bandingkan dengan Japan dan Korea

dalam kategori tinggi. Di Japan angka obesitas tercatat 3,7 % dan Korea tercatat

5,3%.

Menurut data dari DinKesProvJateng (2016) Jawa Tengah memiliki

penduduk terpadat dan rentan terhadap suatu penyakit terutama penyakit

obesitas. Di Jawa Tengah angka obesitas tercatat cukup tinggi yaitu 11,19 % .

Hasil presentase ini diambil dari beberapa kabupaten dan kecamatan yang berada

di Jawa Tengah. Salah satunya yaitu di Kabupaten Grobogan dan Kabupaten

Semarang, di Kabupaten Gobrogan tercatat angka obesitas yaitu 19,93% yang

1
2

menduduki peringkat ke-8 dari 35 kabupaten di Jawah Tengah. Sedangkan

Kabupaten Semarang tercatat angka obesitas sebanyak 9,13% dan menduduki

peringkat ke 16 .

Menurut profil kesehatan Kabupaten Grobogan (2018), dari beberapa

kecamatan yang sudah melakukan pemeriksaan obesitas tercatat orang yang

mengalami obesitas yaitu 227 orang. Beberapa kecamatan yang sudah

melakukan pemeriksaan obesitas adalah Ngaringan 1, Toroh 1, dan Kradenan 1.

Kecamatan Ngaringan tercatat 87 orang yang menderita obesitas. Dan

Kecamatan Toroh tercatat 28 orang yang menderita obesitas. Sedangkan

Kecamatan Kradenan tercatat 23 orang yang menderita obesitas.

Obesitas atau kegemukan memiliki dampak yang sangat buruk yaitu

diabetes mellitus sebanyak 76,5%, hipertensi sebanyak 75 %, penyakit hati

sebanyak 90%, osteoarthritis sebanyak 13 % kesehatan reproduksi wanita

sebanyak 30,8% serta obesitas juga dapat menyebabkan kanker payudara

sebanyak 30% (Toto Sudargo, 2016).

Obesitas atau kegemukan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu dari

faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu dari gen atau keturunan yaitu

sebanyak 50% . Dan faktor eksternal yaitu gaya hidup, gaya hidup ini meliputi

pola makan sebanyak 61,7% dan kurang berolahraga atau aktivitas yaitu

sebanyak 40% (Toto Sudargo, 2016).

Menurut jurnal gizi dan dietetic Indonesia (2016), didalam penelitianya

yang menggunakan penelitian observasional. Data diperoleh dari kuesioner


3

bahwa aktivitas fisik sangat berpengaruh pada kejadian obesitas. Karena semakin

anak banyak beraktivitas atau bergerak maka anak memiliki tubuh yang sehat

dan sebaliknya jika anak suka bermalas-malasakan akan memiliki tubuh yang

tidak sehat.

Menurut jurnal Ratu Ayu Dewi Sartika (2011), dari penelitian ini didapat

hasil analisa berdasarkan status gizi yang diukur dengan IMT adalah anak yang

mengalami kurang gizi 42%, normal 35,8%, overweight 13,9% dan obesitas

8,3%. Serta anak yang sering mengkonsumsi sayuran 5 kali dalam seminggu

sebanyak 57,9% , anak yang berolahraga 60,6%. Jadi factor obesitas adalah

dkebiasaan makan dan kebiasan beraktivitas atau berolahraga.

Menurut jurnal Astri Putri dkk (2017), hasil penelitan tersebut didapatkan

sebagian besar 55,9% responden mempunyai gaya hidup yang negative sebanyak

19 orang dan 61,8% respoden memiliki obesitas sebanyak 21 orang. Jadi obesitas

juga menyerang pada remaja SMP yang memiiki gaya hidup yang negative.

Menurut jurnal Christine Hendra dkk (2016), hasil dai penelitian

didapatkan orang yang mengalami obesitas dengan presentasi 22,8% . Faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap obesitas adalah factor pola makan sebanyak

98%, fsktor keturunsn 76%, faktor pola hidup, aktivitas fisik dan lingkungan

sebanyak 24%, serta faktor psikis dalam hal ini strees atau kekecewaan yaitu

sebesar 14%

Dari setudi pendahuluan yang sudah dilakukan pada maret 2019 di SMP

Negeri 2 Ngaringan. Didapatkan data pelajar kelas VII,VIII,dan IX sebanyak 350


4

siswa-siswi. Dari hasil pengukuran IMT yang dilakukan kepada 15 orang yaitu

terdapat ,7 (10%) orang memiliki badan yang ideal dan 8 (40%) orang

mengalami obesitas. Obesitas pada remaja ini rata-rata dipengaruhi oleh factor

genetic dan dan pola makan. Yaitu 4 (50%) orang gemuk yang dipengaruhi

oleh factor keturunan . Dan 4 (50%) orang gemuk dipengaruhi oleh pola makan.

Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian tentang “pengaruh factor

genetic dan pola makan terhadap kejadian obesitas pada remaja di SMP Negeri 2

Ngaringan” .

B. Rumusan Masalah

Sesuai latar belakang yang dikemukakan diatas bahwa kejadiaan obesitas

semakin meningkat dan banyak penyakit yang menyerang orang obesitas.

Obesitas sekarang banyak dialami ole anak- anak dan remaja yaitu umur 5-15

tahun kejadian ini rata-rata dipengaruhi oleh faktor keturunan dan pola makan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dirumuskan

masalah sebagai berikut “adakah pengaruh faktor genetic dan pola makan

terhadap kejadian obesitas pada remaja di SMP Negeri 2 Ngaringan”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian yaitu mengetahui pengaruh faktor ginetik

dan pola makan terhadap kejadian obesitas pada remaja.

2. Tujuan Khusus
5

a. Mengidentifikasi factor genetic pada siswa-siswi SMP Negeri 2

Ngaringan kelas VII,VIII,dan IX

b. Mengidentifikasi pola makan pada siswa-siswi SMP Negeri 2

Ngaringan kelas VII,VIII,dan IX

c. Mengidentifikasi kejadian obesitas pada siswa-siswi SMP Negeri 2

Ngaringan kelas VII,VIII,dan IX

d. Menganalisa factor genetic terhadap obesitas di SMP Negeri 2

Ngaringan kelas VII,VIII,dan IX

e. Menganalisa pola makan terhadap obesitas di SMP Negeri 2

Ngaringan kelas VII,VIII,dan IX

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk memperkuat

penelitian terdahulu, menambah informasi dan referensi tentang pengaruh

factor genetic dan pola maka terhadap kejadian obesitas.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan atau

pengetahuan dan pengalaman sehingga dapat memberikan informasi

tentang factor genetic dan pola makan terhadap kejadian obesitas.

b. Bagi Responden
6

Memperikan informasi tentang factor genetic dan pola makan

terhadap kejadian obesitas, sehingga diharapkan menjaga pola hidup yang

sehat.

c. Bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyakat dapat

mengetahui informasi tentang obesitas dan factor pengaruhnya.

E. Penelitian Terkait

1. Penelitian ini dilakukan oleh Astri Putri dkk (2017) dengan judul Hubungan

Gaya Hidup Dengan Obesitas Pada Remaja SMP Sederajat.

Penelitian yang dilakukan Astri dkk ini menggunakan disai korelasi

dengan pendekatan cross sectional, dan uji yang digunakan pada penelitian ini

adalah chi-square. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah 34 siswa

siswi SMP, sampel yang digunakan 34 siswa siswi jadi pengambilan

sampling secara total. Hasil dari penelitian bahwa sebagian besar remaja SMP

memiliki gaya hidup negative sejumlah 13 respoden (55,9%) dan yang

mengalami obesitas sejumlah 21 responden (61,8%).

Perbedaan dari penelitian Astri putrid dkk, menggunakan disain

korelasi dengan pendekatan cross sectional sedangkan saya menggunakan

disain komparatif dengan pendekatan case control serta menggunakan

responden remaja usia 15 tahun.


7

2. Peneliti ini dilakukan oleh Ratu Ayu Dewi Sartika (2011) yang berjudul

Faktor Resiko Obesitas Pada Anak 5-15 tahun di indonesia.

Pada penelitian ini menggunakan peneitian cross sectional dan uji

yang digunakan yaitu uji univariat, bivariat, multivariate. Populasi yyang

digunakan dalam penelitian ini yaitu anak laki-laki dan perempuan yang

tinggal diwilayah peneliti sabanyak 100 orang, sampling yang digunakan total

sampling. Hasil dari penelitian ini yang dilihat dari status gizinya berdasarkan

IMT anak yang memiliki gizi kurang 42%, gizi normal 35,8%, overweight

13,9%, dan obesitas 8,3% sedangkan hasil penelitian diliat dari pola

makannya dalam seminggu, 57,9% anak yang mengkonsumsi sayuran dan

42,1 % jarang makan sayur.

Perbedaan dari penelitian diatas, peneliti ini menggunakan disain cros

sectional. Sedangkan penelitian saya menggunakan disain komperatif dengan

pendekatan case control.

3. Penelitian yang dilakukan oleh M.Zamzani (2016), jurnal gizi dan dietetic

Indonesia, yang berjudul aktivitas fisik berhubungan dengan kejadian obesitas

pada anak sekolah dasar.

Dalam penelitian M. Zamzani ini mengguanakan metode

observasional dengan pendekatan cross control dan uji yang digunakan adalah

uji bivariat. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 96 anak

sekolah dasar, teknik yang digunakan mengambil sampling adala total

sampling. Hasil analisa menunjukan bahwa aktivitas fisik memiliki hubungan


8

yang signifikat dengan kejadian obesitas pada anak dengan nilai p value 0,009

(<0,05) dengan nilai OR 5,69 (95% CI; 1,42-22,65). Dengan kata lain anak

ang melakukan aktivitas sedang maupun berat selama kurang dari 1 jam/hari

memiliki peluang 5 kali lebih besar mengalami obesitas, dari pada anak

dengan aktivitas sedang mau berat selama lebih dari 1 jam.

Perbedaan dalam penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan M.

Zamzani ini menggukan metode observasional dengan pendekatan case

control. Sedangkan dalam penelitian saya, saya menggunakan desain

komperatif dengan pendekatan case control.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Christine Hendra dkk (2016), yang berjudul

faktor-faktor resiko obesitas terhadap obeitas pada remaja di kota bitung.

Dalam penelitannya Christine Hendra dkk menggunakan metode cross

sectional dengan pendekatan dekskriptif, dan pengambilan sampel

menggunakan simple random sampling. Hasil dari penelitian tersebut

didapatkan 22,9% orang yang mengalami obesitas, yang terdiri dari laki-laki

61 % dan perempuan 16,7%. Obesitas dalam penelitian ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu pola makan sebanyak 98%, faktor keturunan sebanyak

76% , faktor pola hidup, aktifitas fissik dan lingkungan sebanyak 24%, serta

faktor lain seperti faktor psikis sebanyak 14%.

Perbedaan dalam penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan

Christine Hendra dkk ini menggukan metode cross sectional dengan


9

pendekatan dekskriptif. Sedangkan dalam penelitian saya, saya menggunakan

desain komperatif dengan pendekatan case control.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Obesitas

a. Definisi

Obesitas atau obesity berasal dari bahasa latin aitu ob yang berati

“akibat dari” dan esum artinya “makan”. Oleh karena itu, obesitas dapat

didefinisikan sebagai akibat dari pola makan yang berlebih. Obesitas

merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak

yang berlebih dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal

(Soetjiningsi, 2014).

Obesitas adalah suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan

penimbunan jaringan lemak yang berlebih atau abnormal yang terjadi akibat

asupan energy lebih besar dibandingkan keluaran energy dan dapat menggangu

kesehatan (Marlinda, 2014).

Obesitas adalah akumulasi lemak yang berlebih didalam tubuh yang

menyebabkan berat badan berlebih dan beresiko menimbulkan penyakit.

Sedang overweight adalah kelebihan berat badan diatas normal (Irwanto 2018).

Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh apabila ditemukan

kelebihan berat badan >20% pada wanita karena lemak (Erchpo, 2014)
11

Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila

ditemukan total lemak tubuh >25% pada pria dan >35% pada wanita. Obesitas

merupakan suatu kelainan kompeks pengaturan nafsu makan dan metabolism

energy dikendalikan oleh beberapa factor biologic spesifik. Sedangkan

overweight adalah kondisi perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi

standar yang ditentukan, (Sugondo, 2006).

b. Klasifikasi

Menurut soetjiningsih (2014), obesitas dibagi berdasarkan gejala

klinisnya sebagai berikut :

1) Obesitas sederhanan ( simple obesity )

Terdapat gejala kegemukan saja tanpa disertai kelainan hormonal /

mental/ fisik lainya, obesitas ini terjadi karena factor nutrisi.

2) Bentuk khusus obesitas

a) Kelainan endolrin/hormonal.

Tersering adalah sindrom cushing, pada anak yang sensitive

terhadap pengobatan dengan hormone steroid.

b) Kelainan somatodismorfik

Sindrom prader-will, sindrom summit dan carpenter, sindrom

Laurence moon-biedl, dan sindrom coben. Obesitas pada kelainan ini

hampir selalu disertai mental retardasi dan kelainan ortopedi.


12

c) Kelainan hipotalamus

Kelainan pada hipotalamus ang mempengaruhi nafsu makan

dan berakibat terjadinya obesitas, sebagai akibat dari

kraniofaringioma, leukemia serebral, trauma kepala dan lain-lain.

Berdasarkan etiologinya, Misnadiarly (2007) membagi obesitas

menjadi :

1) Obesitas Primer

Obesitas primer adalah obesitas yang disebabkan oleh factor gizi dan

berbagai factor yang mempengaruhi masukan makanan. Obesitas jenis ini

terjadi akibat masukan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan

kebutuhan energy yang dibutuhkan oleh tubuh.

2) Obesitas Sekunder

Obesitas sekunder adalah obesitas yang disebabkan oleh adanya

penyakit atau kelainan congenital (mielodisplasia), endokrin (sindrom

cushing, sindrum freulich, sindrom mouriac, dan preudoparatiroidisme), atau

kondisi lain (sindrom klinefelter, sindrom turner, sindrom down, dan lain-lain)

Berdasarkan patogenesisnya, Misnadiarly (2007) membagi obeitas

menjadi :

1) Regulatory Obesity

Gangguan primer pada regulatory obesity berada pada pusat yang

mengatur masukan makanan.


13

2) Metabolic obesity

Metabolic obesity terjadi akibat adanya kelainan pada metabolism

lemak dan karbohidrat.

Menurut Toto Sudargo (2016), obesitas dibagi berdasarkan tempat

penumpukan lemaknya yaitu :

1) Obesitas tipe pir

Obesitas tipe pir terjadi apabila penumpukan lemak lebih banyaak

terdapat di daerah panggul. Obesitas tipe ini lebih banyak dialami oleh

wanita.

2) Obesitas tipe apel

Obesitas tipe apel terjadi penumpukan lemak lebih banyak terdapat di

perut. Obesitas ini lebih berisiko mengalami gangguan kesehatan terutama

yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler. Hal ini terjadi karenan

lokasi perut lebih dekat dengan jantung dari pada pinggul. Obesitas tipe apel

lebih banyak dialami oleh laki-laki dan wanitaa yang menopause.

Gambar 2.1 a. tipe pir, b. tipe apel,


14

c. Etiologi

Menurut Soetjiningsi (2014) , obesitas dapat disebabkan oleh berbagai

factor yang itu :

1) Faktor Internal

a) Umur

Meskipun dapat terjadi pada semua umur, obesitas sering

dianggep sebagai kelainan pada umur pertengahan. Obesitas yang

muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya disertai perkembangan

rangka yang cepat dan anak menjadi besar untuk umurnya. Anak-anak

yang mengalami obesitas cnderung menjadi oraang dewasa yang juga

obesitas.

b) Jenis kelamin

Meskipun obesitas dapat terjadi pada kedua jenis kelamin, tapi

obesitas lebih umum dijumpai pada wanita terutama setelah kehamilan

dan pada saat menopause. Pada saat kehamilan jelas karena adanya

peningkatan jaringan adipose sebagai simpanan yang akan diperlukaan

selama masa menyusui. Mungkin juga obesitas pada wanita disebabkan

karena pengaruh factor endokrin, karena kondisi ini muncul pada saat-

saat adanya perubahan hormonal tersebut diatas.

c) Factor Psikologis

Factor stabilitas emosi diketahui berkaitan dengsn obesitas,

keadaan obesitas dapat merupakan dampak dari pemecahan masalah


15

emosi yang dalam, dan ini merupakan suatu pelindung penting bagi

yang bersangkutan. Dalam keadaan semacam ini menghilangkan

obesitas tanpa menyediakan pemecaahan alternative yang memuaskan,

justru akan memperberat.

d) Factor genetis

Factor genetis merupakan salah satu factor yang juga berperan

dalam timbulnya obesitas. Diperkirakn 40-70% fenotip yang terikat

variasi genetic pada kejadian obesitas dapat diwariskan. Factor resiko

yang dapat di wariskan berhubungan dengan pengaruh pada variasi

individual laju metabolism basal, jumlah adiposity, dan efek ternal

makanan yng pengaruhnya independen terhadap umur, jenis kelamin,

massa tubuh, dan komposisi badan.

2) Faktor Eksternal

a) Tingkat social

Menarik sekali bahwa di negara-negara barat, obesitas banyak

dijumpai pada golongan social ekonomi rendah. Ini dikareanakan

sulitnya membeli makanan yang tinggi kandungan protein, mereka

hanya mampu membeli makanan murah yang umumnya mengandung

banyak hidrat arang. Obesitas yang dijumpai pada kalangan eksekutif

atau usahawan, barangkali timbul karena makanan berlemak tinggi

disertai penggunaan minuman beralkhol.


16

b) Aktivitas fisik

Tiap orang memerlukan masukan tenaga untuk memenuhi

kebutuhan tenaga basal dan tenaga untuk aktivitas fisik. Kebutuhan

tenaga basal sangat beragam antar individu. Demikian pula kebutuhan

tenaga untuk beraktifitas juga beragam tergantung pada aktivitas

seseorang.

Obesitas banyak dijumpai pada orang yang kurang melakukan

aktifitas fisik dan kebanyakan duduk. Dimana industry sekarang ini

dengan meningkatnya mekanisasi dan kemuahan transportasi, orang

cenderung kurang gerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk aktivitas

sehari-hari. Dengan demikian kurangnya pemanfaatan tenagaa akan

menyebabkan simpanan tenaga tidak akan banyak digunakan dan lambat-

laun akan semakin bertumpuk sehingga menyebabkan obesitas. Jadi,

memperbanyak aktifitas fisik sangat dianjurkan, disamping sudah tentu

diertai pengatuaran diet.

c) Pola makan

Perilaku makan menjadi penyebab timbulnya permasalahan

obesitas. Tiga hal yang ditekankan dalam perilaku makan seseorang yaitu

pengendalian makan, emosi, an rasa lapar. Pola makan yang merupakan

pencetus terjadinya obesitas adalah mengkonsumsi makanan porsi besar

(melebihi dari kebutuhan), makanan tinggi energi, tinggi lemak, tinggi

karbohidrat sederhana, dannrendah serat. Sementara itu, perilaku makan


17

yang salh ialah tindakan mengonsumsi makana dengan jumlah yang

berlebih tanpa di imbangi dengan pengeluaran energy yang seimbang,

salah satunya berapa aktivitas fisik (olahraga).

d. Manifestasi klinis

Menurut Soetjiningsih (2014) gejala klinis obesitas yaitu sebagai

berikut :

1) Obesitas terjadi pada usia 5-6 tahun dan remaja.

2) Kelebihan berat IMT >27,

3) Tinggi badan relative pendek

4) Bentuk muka tidak proporsional,

5) Hidung dan mulut relatif kecil,

6) Dagu ganda,

7) Terdapat timbunan lemak pada daerah payudara,

8) Perut menggantung dan sering diikuti strie

9) Alat kelamin pada laki-laki seolah-olah kecil,

10) Paha dan lengaan atas besar

11) Jari tangan relative kecil dan runcing

12) Terjadinya gangguan psikologis

13) Masa pubertas lebih cepat.

e. Patofisiologi

Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori

dari tubuh serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang
18

menyebabkan penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh. Penelitian yang

dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat

kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral

(neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi,lingkungan, dan sinyal

psikologis. Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus

melalui 3 proses fisiologis, yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang,

mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses

dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen

(yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer

(jaringan adiposa, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat

anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan

dapat pula bersifat katabolik 13 (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi)

dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal

pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan

dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan

oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar.

Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang

mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Apabila asupan energi

melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai

dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Kemudian, leptin

merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi

Neuro Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian


19

pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka

jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di

hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian

besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar

leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Soegih 2009).

f. Komplikasi

Menurut Toto Sudargo (2016), mengemukakan bahwa kedaan yang

berbuhan erat dengan obesitas, baik yang terjadi pada masa bayi maupun pada

masa dewasa antara lain :

1) Terhadap kesehatan

Obesitas ringan sampai sedang, morbiditasnya kecil pada masa

anak-anak. Tetapi bila obesitas masih terjadi setelah masa dewasa, maka

morbiditas maupun mortalitaasnya akan meningkat. Terdapat korelasi

positif antara tingkat obesitas dengan berbagai penyakit infeksi, kecuali

TB. Morbiditas dan mortalitas yang tinggi tersbut, dikaitkan dengan

menurunnya respons imunologik sel T dan aktifitas sel polimornuklear.

2) Saluran pernafasan

Pada bayi, obesitas merupakan resiko terjadinya infeksi saluran

pernafasan bagian bawah, karena terbatasnya kapasitas paruparu. Adanya

hipertrofi tonsil dan adenoid akan mengakibatkan obstuksi saluran nafas

bagian atas, sehingga mengakibatkan anoksia dan saturasi oksigen

rendah, yang disebut sindrom hubby puffer. Obstruksi kronis saluran


20

pernafasan dengan hipertrofi tonsil dan adenoid, dapat mengakibatkan

ganguan tidur, gejala-gejala jantung dan kadar oksigen dalam darah yang

abnormal. Keluhn lainnya adalah nafas yang pendek.

3) Kulit

Kulit sering leet karena gesekan. Anak merasa gerah / panas,

sering disertai miliaria, maupun jamur pada lipatan-lipatan kulit.

4) Ortopedi

Anak yang obesitas pergerakannya lambat. Sering terdapat

kelainan ortopedi seperti legg-perthee disease, genu valgum, slipped

femoral capital epiphyses, tibia vara dll.

5) Efek psikologis

Kurang peraya diri. Anak pada masa remajayang obesitas

biasanya pasif dan depresi. Karena sering tidak dilibatkan pada kegiatan

yang dilakukan oleh teman sebayanya. Juga sulit mendapatkan pacar,

karena merasa potongan tubuhnya jelek, tidak modis, merasa rendah diri

sehingga mengisolasi dari pergaulan dengan teman-temanya. Gangguan

kejiwaan ini juga dapat sebagai penyebab terjadinya obesitas, yaitu

dengan melampiaskan sters yang dialaminya kemakanan.

6) Bila obesitas pada masa anak terus berlanjut sampai masa dewasa, dapat

mengakibatkan :

a) Hipertensi obesitas dengan hipertensi dijelaskan melalui mekanisme

penimbunan lemak tubuh. Kejadian tingginya tekanan darah sistolik


21

lebih banyak terjadi pada subjek dengan persentase lemak tubuh

yang tinggi dibandingkan kejadian tingginya tekanan darah

diastolic meskipun keduanya tidak menunjukan hubungan langsung

antara presentase lemak tubuh dan tekanan darah.

b) Displipidemia : seorang obes mengalami peningkatan plasma

trigliserida dan penurunan plasma HDL-C (high density lipid

cholesterol). Plasma kolestrol dan LDL-C (low density lipid

cholesterol) meningkat dan lipoprotein apo-B meningkat.

Sementara itu, rasio HDL-C dan LDL-C yang rendah dapat

meningkatkan resiko terjadiny aterosklerosis. Selain itu obesitas

abdominal juga meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung

dan diabetes tipe 2 yang akan mengakibatkan kematian.

c) Penyakit kardiovaskuler : penyakit kardiovaskuler bermaacam-

maam mulai dari myocardial infark, angina pectoris, dan penyakit

jantung koroner. Penurunan berat badan pada penderita obesits

dapat menurunkan resiko terkena penyakit kardiovaskuler ini.

d) Penyakit hati : perubahan lemak dan inflamasi pada hati dikaitan

dengan obesitas.

e) Osteoarthritis : merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada

orang yang obesitas. Osteoarthritis biasanya terjadi pada lutut

sehingga lutut mengalami tekanan berat badan besar. Sementara

osteoarthritis di tempat lain karena factor sistemik yang tersekresi


22

pada orang obes dan mengakibatkan keabnormalan pada

metabolisme tulan dan kartilago.

f) Diabetes : obesitas menyebabkan terganggunya kemampuan insulin

untuk memengaruhi pengambilan glukosa dan metabolismenya

pada jaringan yang sensitive terdapat insulin (insulin reasistance)

serta meningkatkan sekresi insulin pasma.

g) Sindrom pickwickian merupakan komplikasi yang berat dari

obesitas dewasa yaitu gangguan pada jantung, gagal jantung

kongestif dan somnolen. Kita harus hati-hati pada pemberian

oksigen konsentrasi tinggi pada anak ini. Usaha pengurusan badan

sangat penting kalau terjadi komplikasi ini.

h) Maturasi seksual lebih awal, menstruasi sering tidak teratur.

g. Pengukuran Antropometri sebagai Skrining

1) IMT

Indeks masa tubuh (IMT) merupakan petunjuk untuk menentukan

remaja kegemukan, dengan membagi berat badan (kilogram) dengan tinggi

badan kuadrat (meter). Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT

Jenis Kategori IMT


Kurus Kekurangan BB tingkat berat < 17.0
Normal Kekurangan BB tingkat ringan 17.0-18.5
Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan 18.7-25.0
Kelebihan BB tingkat berat / over wihgt 25.0-27.0
obesitas > 27.0
(Toto Sudargo, 2016)
23

2) Rasio lingkar pinggang – panggul (RLPP)

Pola penyebaran lemak tubuh tersebut dapat ditentukan oleh rasio

lingkar pinggang dan panggul. Pinggang diukur pada titik yang tersempit,

sedangkan panggul diukur pada titik yang terlebar; lalu ukuran pinggang

dibagi dengan ukuran panggul. Rasio Lingkar Pinggang (LiPi) dan Lingkar

Panggul (LiPa) merupakan cara sederhana untuk membedakan obesitas

bagian bawah tubuh (panggul) dan bagian atas tubuh (pinggang dan perut).

Jika rasio antara lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk perempuan

diatas 0.85 dan untuk laki-laki diatas 0.95 maka berkaitan dengan obesitas

sentral / apple shapedd obesity dan memiliki faktor resiko stroke, DM, dan

penyakit jantung koroner. Sebaliknya jika rasio lingkar pinggang dan

lingkar panggul untuk perempuan dibawah 0,85 dan untuk laki-laki

dibawah 0,95 maka disebut obesitas perifer / pear shapedd obesity (Toto

Sudargo, 2016).

2. Pola Makan

a. Definisi

Pola makan adalah suatu ara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan

jenis makanan dengan maksud tertentu, seperti mempertahankan kesehatan,

status nutrisi, menegah atau membatu kesembuhan penyakit (Toto Sudargo,

2016).

Pola makan menurut beberapa pakar yaitu cara pemenuhan kebutuhan

zat gizi yang diperoleh dari makanan yang digunakan sebagai bahan energi
24

tubuh. Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah

makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu

(Baliwati, 2009).

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran

mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu

orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu

(Sulistyoningsih, 2016).

b. Tinjuan Umum Tentang Pola Makan Terhadap Kejadian Obesitas

Perilaku makan menjadi penyebab timbulnya permasalahan obesitas.

Tiga hal yang ditekankan dalam perilaku makan seseorang yaitu pengendalian

makan, emosi, dan rasa lapar. Pola makan yang merupakan pencetus terjadinya

obesitas adalah mengomsumsi makanan posi besar (melebihi dari kebutuhan),

makanan tinggi energy tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana, dan rendah

serat. Perilaku makan yang salah ialah tindakan mengonsumsi makanan dengan

jumlah yang berlebih tanpa diimbangi dengan pengeluaran energy yang

seimbang, salah satunya berupa aktivitas fisik (olahraga) (Toto Sudargo 2016).

Menurut Ramadhani (2008), terjadinya obesitas merupakan dampak dari

terjadinya kelebihan asupan energy dibandingkan dengan yang diperlukan oleh

tubuh sehingga kelebihan asupan energy tersebut disimpan dalam bentuk lemak.

Makana merupakan sumber dari asupan energy. Di dalam makanan yang akan

diubah menjadi energy adalah zat giizi penghasil energy yaaitu karbohidrat

protein, dan lemak. Apabila asupan karbohidrat protein dan lemak berlebih.
25

Faktor yang berpengaruh dari asupan makanan terhadap terjadinya obesitas

adalah , prosi makan, kebiasaan makan frekuensi makan, dan jenis makanan.

Secara umum faktor pola makan yaitu :

1. Prosi makan yaitu secara sederhana menggambarkan kebutuhan pangan

yang dikonsumsi sebagai sebuah piramida makanan. Bagian terbawah

piramida makanan tersusun atas bahan-bahan pangan sumber karbohidrat

(roti, nasi, seral, pasta, jagung dan lain-lain), yang dianjurkan untuk

dikonsumsi sebanyak 6-11 porsi sehari. Bagian tengah piramida terdiri

atas 2-4 porsi buah-buahan, 3-5 porsi sayur- sayuran, 2-3 porsi daging,

unggas, ikan, telur, dan kacang-kacangan. Sedangkan bagian atas

piramida hanya terdiri atas sedikit lemak, minyak dan pemanis gula

2. Kebiasaan makan, sifatnya sangat personal anda mungkin memiliki

kebiasaan makan makanan pokok dalam bentuk nasi tapi tetangga anda

justru memiliki kebiasaan makan makanan pokok dalam bentuk jagung.

Bahkan dalam satu rumah tangga setiap anggota memiki kebiasaan

makan yang berbeda-beda apakah dari jenis,frekuinsi dan jumlah.

3. Frekuensi makan merupakan intensitas makan dalam sehari yang

meliputi makanan lengkap (full meat) dan makanan selingan (snack )

secukupnya. Makanan lengkap yang biasanyan diberikan tiga hari sekali

( makan pagi, siang, dan malam ). Sedangkan makanan selingan biasanya

diberikan antara makan pagi.


26

4. Jenis makan yaitu pengkategorian makanan berdasarkan pda hitungan

kalori, waktu makan dan cara pengelolahan (masak). Makanan terbagi 2

jenis yaitu makanan ringan adalah makanan yang dimaakan sebagai

selingan dan makanan utama yang memenuhi kebutuhan kalori tubuh

sehari-hari. Makanan ringan atau snack adalah makanan yang

dikomsumsi untuk selingan disela-sela makanan utama. Makanan utama

terdiri dari makanan pokok, lauk pauk hewani dan nabati, ssayur buah,

minuman. Seedangkan makanan ringan atau snack terdiri snack basah

dan snack kering maupun berkuah.

c. Pola Makan Yang Baik

Pola makan yang baik adalah pola makan yang tepat waktu dan

teratur sangat penting untuk dilakukan dan bahkan harus dibiasakan. Pola

makan baik yaitu porsi makan harus seimbang 4 sehat 5 sempurna, dengan

makan secukupnya, dan makan sebelum jam 19;00 WIB atau 3 jam sebelum

tidur agar tidak mengganggu system percernana (Tilong, 2014).

d. Pola Makan Yang Buruk

Pola makan yang buruk yaitu kebiasaan makan makan yang

berlemak contohnya makanan jugfood dan fastfood seperti mie instan, bakso,

buger, pizze dan lain-lain. (Tilong, 2014).


27

e. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Menurut Sulistyoningsih (2016) Secara umum faktor yang

mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial

budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan.

1) Faktor ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam meningkatkan

peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kulitas yang lebih

baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya

daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.

2) Faktor Sosio Budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat

dipengarui oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh

kepercayaan pada umumnnya mengandung perlambang atau nasihat yang

dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi

kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu masyarat mempunyai kekuatan yang

cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah

pangan yang akan dikomsumsi.

3) Agama

Pandangan yang didasari agama, khususnya islam disebut haram dan

individu yang melanggar hukumnya berdosa adanya pantangan terhadap

makanan/minuman tertentu dari sisi agama di karenakan makanan/minuman

tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengkonsumsinya.


28

Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan

yang akan di konsumsi.

4) Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya di kaitkan dengan pengetahuan,

akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan

kebutuhan gizi salah satu contoh, prinsip yang di miliki seseorang dengan

pendidikan rendah biasanya adalah yang penting mengenyangkan, sehingga

porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak di bandingkan

dengan kelompok bahan makanan lainnya. Sebaliknya kelompok dengan

orang pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan makanan

sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi

lain.

5) Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan

perilaku makan. Lingkungan yang di maksud dapat berupa lingkungan

keluarga, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak,

kebiasaan makan dalam keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola

makan seseorang, kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari

kebiasaan makanan yang terdapat dalam keluarga.

f. Fungsi Makan

Setiap makhluk hidup akan membutuhkan makanan untuk dapat tetap

bertahan hidup. Mengapa manusia memerlukan makanan? karena makanan


29

diperlukan tubuh manusia untuk pertumbuhan dan melakukan kegiatan

sehingga tubuh tetap sehat. Asupan gizi yang baik tidak akan terpenuhi tanpa

makanan yang sehat. Makanan yang sehat adalah makanan yang mengandung

semua zat gizi. Zat gizi tesebut di butuhkan tubuh untuk memperoleh energi.

Fungsi makanan bagi tubuh adalah sebagai sumber energi (tenaga),

sumber bahan pembangun sel dan jaringan tubuh serta menggantikan sel-sel

tubuh yang rusak atau tua, dan pengatur proses yang terjadi di dalam tubuh

serta sebagai pelindung tubuh terhadap berbagai penyakit. Energi yang

diperlukan aktivitas tubuh berasal dari makanan yang mengandung

karbohidrat dan lemak. Zat yang berfungsi sebagai bahan pembangun tubuh

adalah protein. Zat pengatur dan pelindung tubuh terdiri dari mineral, vitamin

dan air (Wenny, 2010).

g. Golongan Makanan

Menurut Sulistyoningsih (2016) Dalam menyusun menu seimbang

diperlukan pengetahuan bahan makanan, karena nilai gizi setiap bahan

makanan tiap kelompok tidak sama sebagai berikut:

1) Golongan makanan pokok

Jenis padi-padian merupakan bahan makanan pokok yang memiliki

kadar protein lebih tinggi dari umbi-umbian. Jika bahan makanan pokok

yang digunakan berasal dari umbi-umbian maka harus disertai lauk

dalam jumlah yang lebih besar. Porsi makanan pokok yang dianjurkan
30

dalam sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 300 gram beras atau

sebanyak 3 piring nasi dalam sehari.

2) Golongan Lauk

Lauk sebaiknya terdiri dari campuran hewani dan nabati. Lauk

hewani memiliki nilai biologi yang tinggi dibandingkan nabati. Porsi

lauk yang dianjurkan untuk orang dewasa dalam sehari adalah sebanyak

100 gram atau dua potong ikan daging atau ayam, sedangkan

porsi nabati dalam sehari sebanyak 100-150 gram atau 4-6 potong tempe.

Tempe dapat diganti dengan tahu atau kacang-kacangan.

3) Golongan Sayuran

Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral. Sayuran daun

berwarna hijau dan orange mengandung lebih banyak provitaminA, selain

itu sayuran berwarna hijau juga kaya kalsium, zat besi,asam folat, dan

vitamin C. semakin hijau warna sayuran, semakin banyak mengandung

gizi. Setiap hari dianjurkan mengkonsumsi sayuran yang terdiri dari

sayuran daun, kacang kacangan, dansayuran berwarna jingga. Porsi

sayuran dalam bentuk tercampur dianjurkan juga untuk orang dewasa

dalam sehari 150-200 gram atau sebanyak 1,5-2 mangkok dalam keadaan

matang.

4) Golongan Buah

Buah berwarna kuning banyak mengandung pro vitamin A,

sedangkan buah yang kecut pada umumnya kaya vitamin C. Porsi buah
31

yang dianjurkan untuk orang dewasa dalam sehari adalah 2-3potong, dapat

berupa papaya atau buah-buahan lain.

5) Susu dan Olahannya

Susu merupakan sumber kalsium yang baik, tetapi sedikit sekali

mengandung vitamin C dan zat besi. Porsi susu yang dianjurkan dalam

sehari sebanyak 1 gelas.

6) Lain-lain

Menu yang disusun biasanya mengandung gula dan

minyak, sebagai penyedap dan pemberi rasa gurih. Penggunaan

gula biasanya sebanyak 25-35 gram/hari.

3. Genetik

a. Definisi

Genetik adalah ilmu keturunan yaitu berasal dari kata genos yang

artinya asal-usul. Genitika adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk alih

informasi hayati dari generasi kegenerasi. Oleh karena cara berlangsungnya

alih informasi hayati tersebut mendasari adanya perbedaan dan persamaan

sifat diantara individu organisme, maka dengan singkat dapat pula dikatakan

bahwa genetika adalah ilmu tentang pewarisan sifat .Dalam ilmu ini dipelajari

bagaimana sifat keturunan (hereditas) itu diwariskan kepada anak cucu, serta

variasi yang mungkin timbul didalamnya (Anonymous,2002).

Genetik adalah factor yang diwarisakan atau dditurunkan oleh kedua

orang tuanya (Purwati,2001). Genetic adalah factor yang diturunkan pada


32

anak oleh orang tuanya bisa salah satu orang tuang yang mengalami penyakit

atau keduanya. Pada obesitas hampir 40-70% fenotip yang berkaitan variasi

genetic pada kejadian obesitas dapat diwariskan. Factor resiko yang daapat

diwariskan berhubungan ddengan pengaruh genetic terhadap selera dan pola

diet, efisiensi penggunaan energy dan alur metabolic, serta fungsi dan

keseimbangan hormone. Selain itu, genotip juga berpengaruh pada variasi

individual laju metaboisme basal, jumlah adiposity, dan efek termal makanan

yang pengaruhnya independen terhadap umur, jenis kelamin masa badan, dan

komposisi badan (Pramudji, 2018).

b. Istilah Dalam Genetik

1) Fenotip                 : Bentuk luar / faktor yang tampak.

2) Kromosom            : Inti sel yang berpasangan (23 pasang) dan mempunyai

sifat tetap.

3) Gen                       : suatu penentu sifat keturunan dan melekat pada benang

benang kromosom (40.000 gen)

4) Genotip                 : susunan gen dalam sel itu sendiri

5) Homozigot            : Apabila pasangan kedua dari alela pada satu individu

sama.Misalnya: AA, BB, aa, bb.

6) Heterozigot           : Apabila kedua pasangan dari alela satu individu

berbeda.

7) Alela                      : Anggota dari satu pasang gen yang terdapat pada suatu

tempat. Misalnya Rr (r) adalah Alela dari R besar.


33

8) Domian                 : Faktor yang dikalahkan. Misalnya:Bb dimana b nya

Resesif.

9) Intermedier           : Faktor yang sama kuat dan memiliki kedua sifat

alelanya. Misalnya persilangan merah + muda atau penengah antara

dominan + resesif.

10) Paralel                  : induk dari perkawinan. Misalnya :                  

    TT        > <          tt

Mutasi : perubahan dari gen

(Anonymous,2002)

c. Peranan Genetika

Peranan genetika mempunyai peranan penting banyak hal yang

praktis, misalnya:

1) Membantu menghindari kekeliruan dalam memuat diagnosa penyakit.

2) Membantu menyelesaikan peristiwa peristiwa kriminal yaitu dengan

pengetahuan tentang golongan darah.

3) Permukaan tumbuhan dan hewan, yaitu dalam bidang pertanian dan

perternakan.

4) Masalah kemanusiaan ; perkawinan dan reproduksi, perbedaan suhu, dan

defisiensi mental.
34

Anggaran yang keliru terhadap keturunan. Biasanya kita dihadapkan

pada beberapa hal yang seakan akan peristiwa tersebut diturunkan, pada hal

anggapan tersebut adalah keliru, seperti ;

1) menganggap bahwa sifat keturunan tersimpan didalam darah.Hal ini

mengakibatkan pada segelintir orang yang menganggap tidak mau

menerima trasfusi darah orang lain, walau mereka sangat membutuhkan

darah tersebut.

2) adanya anggapan bahwa pengaruh dari suami slalu di jumpai pada semua

keturunannya, walau si ibu telah bercerai dan berganti suami , anggapan ini

disebut juga dengan telegoni.

3) anggapan bahwa suami istri yang menikah pada usia muda akan

meenghasilkan keturunan dengan sifat sifat keturunan yang lebih baik dari

pada mereka jika mereka melangsungkan pernikahan pada usia terlambat.

4) adanya kepercayaan, bahwa hal yang dialami si ibu waktu mengandung

akan menerun kepada anaknya.

5) kepercayaan bahwa seorang lelaki peminum minuman keras  biasanya

steril, jika memiliki anak mungkin anak tersebut akan cacat, demikian juga

bila si ibu yang peminum minuman keras / alkohol. Hal ini bukan sifat

menurun, akan tetapi di karenakan pengaruh dari luar. (Anonymous,2002).


35

d. Factor Genetic Obesitas

Factor genetic yang menyebabkan obesitas pada manusia berbeda-

berbeda dan dapat mengakibatkan tipe obesitas yang berbeda. Berikut ini

beberapa tipe obesitan yang disebabkan oleh factor genetic yaitu sebagai

berikut :

1) Obesitas Monogenik

Gen obesitas yang pertama kali ditemukan adalah Ob-gen.

Kerusakan genetic yang pertama kali dideskripsikan dan diklonkan adalah

gen pembentuk tikus kuning obesitas. Dua model tikus yang paling sering

dipelajari adalah tikus obesitas dan tikus diabetes, ditemukan mengalami

gngguan pada produksi circulating factor yang disebut leptin (ob/ob) dan

reseptor leptin (db/db).

Penelitian obesitas monogenic masih mengarah pada mutasi

kandidat gen yang terkait dengan homeostatis energy. Beberapa mutasi gen

yang diperkirakan sebagai penyebab monofaktorial obesitas, antara lain

leptin reseptor leptin, Pro-opiomelanokortin (POMC) dan reseptor

melanokortin -4 (MC4R). Pemberian leptin rekombinan berhasil

menurunkan asupan makanan, mengembalikan rasa kenyang, dan

menurunkan massa lemak tubuh tanpa mengurangi massa nonlemak.

Mutasi pada system ini jarang terjadi, tetapi dapat mengakibatkan obesitas.

Meskipun defisiensi leptin dapat menyebabkan obesitas, tetapi obesitas

pada umumnya ditandai oleh hiperleptinemia yang kemungkinan


36

disebabkan akibat resistensi terhadap leptin. Orang-orang yang menderita

obesitas memiliki kadar hormone leptin yang sangat tinggi, tetapi tubuhnya

tidak lagi memberikan sinyal pada otak yang menandakan tubuh sudah

mendapatkan cukup makan. Jadi, secara tidak sadar mereka akan

mengkonsumsi makanan karena otak (hipotalamus) menganggap tubuh

masih membutuhkan makanan, inilah yang disebut dengan leptin

resistance. Kebanyakan orang yang menderita obesitas dan kelebihan berat

badan memiliki resistasi leptin. Tubuh tidak dapat merespon sinyal dari

leptin. Otak telah kehilangan kepekaan terhadap leptin karena tingginya

tingkat yang disekresikan oleh kelebihan lemak dan tidak tahu kapan harus

berhenti makan. Oleh karena itu, resistansi sering dikaitkan dengan

penambahan berat badan dan obesitas.

2) Obesitas Poligenik

Obesitas poligenik merupakan jenis obesitas yang banyak terjadi

pada manusia. Fenomena ini merupakan interaksi beberapa gen berbeda

yang masing-masing merupakan factor resiko terjadinya obesitas. Bertolak

dari konsep obesitas poligenik, beberapa laboratorium menggunakan teknik

quantitative trait lous (QTL), suatu teknik penyisiran gen untuk identifikasi

region-genomik dan gen-gen yang diperkirakan mempengaruhi berat badan

dan massa lemak tubuh. Pemetaan QTL membutuhkan 2 sumber utama

yaitu : dua strain inbreed dan eta genetic terinci dari genom hewan. Dua

strain inbreed yang berbeda fenotipnya disilangkan untuk menddapatkan


37

F1, kemudian F2 atau keturunan back-cross / silang-balik. Hewan

diidentifikasi genotipnya secara individu untuk petanda kemudian

ditentukan fenotipnya secara secara tepat. Lokus genom ditentukan secara

interval mapping menggunakan perangkat lunak Mapmaker. Program ini

menggunakan genetic marker dan quantitative phenotypes untuk

mengidentifikasi QTL dengan LOD scoring.

Ada dua pendekatan yang dilakukan untuk mendeteksi gen-gen

yang mendasari pathogenesis obesitas pada manusia :

a) Pendekatan pertama difokuskan pada kandidat gen yang diduga

berperan pada pathogenesis obesitas berdasarkan pengetahuan

tentang peran gen tersebut dalam homeostatis energy. Pendekatan

ini menghasilkan temuan kandidat gen baru melengkapi temuan

darim pendekatan monogenic.

b) Penyisiran genomic yang luas pada kumpulan keluarga-keluarga

etnis dan ras tertentu untuk mendeteksi region kromosom yang

menunjukan keterkaitan dengan obesitas

Beberapa penelitian yang telah member sumbangan besar dalam

pengembangan konsep poligenik obesitas antara lain hasil penyisiran

nuclear family di Meksiko, Perancis, suku Indian Pima dan keluarga kulit

putih Amerika.
38

Diantara kompleks pembawa sifat (traits) pada individu manusia,

adipositas merupakan salah satu sifat yang paling mudah terwariskan.

Beberapa lokus utama saja sudah cukup member resiko genetic obesitas.

Selain itu,beberapa kromosom yang berhubungan dengan obesitas

telah dipetakan atau sudah diketahui 426 varian dari 127 gena berhubungan

dengan obesitas. Sampai sekarang diketahui ada sekitar 118 kandidat gena

yang berhubungan dengan obesitas. Beberapa kandidat gena yang penting

penyebab obesitas yaitu gena yang mengode leptin dan reseptornya.

Mekanisme terjadinya obesitas berdasarkan genetic adalah sebagai

berikut :

1) Pengendalian Asupan Makanan

Hal ini melibatkan proses biokimiawi yang menentukan rasa

kenyang dan lapar, termasuk selera makanan, nafsu makan, dan

frekuensi makan. Besar dan aktivitas menyimpan energy, terutama di

jaringan lemak akan dikomunikasikan ke system saraf pusat melalui

mediator leptin dan sinyal trnsduksi yang lain. Mutasi gen leptin dan

sinyal transduksi akan mempengaruhi pengendalian asupan makanan

dan dapat menyebabkan obesiitas.

2) Pengendalian Efisiensi Energi

Merupakan proses biokimiawi dengan mengendalikan tingkat

besarnya energy yang digunakan dari makanan. Tinggi rendahnya

efisiensi metabolisme berbeda antar individu dan komponen


39

pengendalinya karena sifat-sifat ini diwariskan. Kajian utama

pengendalian ini diarahkan pada pemanfaatan nutrisi melalui perubahan

thermogenesis dengan mediator uncoupling protein (UCP).

Thermogenesis adalah pemanfaatan kandungan energy dalam

makanan untuk pembentukan panas, di samping penimbunan dalam

bentuk lemak adiposity. Uncoupling protein tersebut akan

mengendalikan penggunaan energy pada proses oksidasi di mitokondria

dan terdapat kaitan antara obesitas dan polimorfisme dan penyadi

UCP.peningkatan berat badan dan penurunan laju metabolisme istirahat

berasosiasi dengan keberadaan satu atau dua alel utama gen penyandi

UCP.

3) Pengendalian Adipogenesis

Pengendalian adipogenesis menghasilkan vriasi karakteristik

jaringan lemak antar individu. Variasi tersebut berupa hipertrofi yang

pada umumnya diperoleh dari obesitas ringan, hiperplasi obesitas berat,

atau campuran antar keduanya pada obesitas sedang. Pengendalian

adipogenesis ini berkaitan dengan konsep dasar diferensiasi dan ekspresi

gen adiposity. Beberapa penelitian telah berhasil mengidentifikasi factor

transkripsi pendukung adipogenesis antara lain PPARy dan C/EBP

(Pramudji, 2018).
40

4. Remaja

a. Definisi

Proverawati (2010), mendefinisikan remaja sebagai masa peralihan

dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal

pubertas sampai tercapainya kematangan, biasanya dimulai dari usia 14

tahun pada pria dan usia 12 tahun pada wanita. Menurut World Health

Organization (WHO), batasan remaja secara umum adalah seseorang yang

berusia 10 tahun sampai 19 tahun.

Istiany (2013), masa remaja adalah masa perubahan yang dramatis,

pertumbuhan pada usia anak-anak relatif terjadi dengan kecepatan yang sama

dialami oleh pertumbuhan remaja, peningkatan pertumbuhan yang di sertai

perubahan hormonal, kognitif, dan emosional. Semua masa perubahan ini

membutuhkan zat gizi secara khusus.

Febri dkk (2013) mendefinisikan bahwa remaja merupakan trannsisi

dari anak-anak menuju dewasa, selama remaja perubahan hormonal

mempercepat pertumbuhan, ditandai dengan berfungsinya reproduksi seperti

menstruasi pada remaja putri dan mimpi basah pada remaja perempuan.

Perubahan dapat terjadi pada gizi remaja, apabila tidak ada upaya

memperbaiki gizi maka akan mempengaruhi kualitas remaja di masa yang

akan datang.

b. Tahap – Tahap Perkembangan Remaja


41

1) Remaja Awal (Early Adolescent)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan

perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan

dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. mereka

mengembangkan pikiran pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis.

2) Remaja Madya (Middel Adolescent)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan ia sangat

senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan

narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang

sama dengan dirinya selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena

ia tidak tahu peka atau peduli, ramai – ramai atau sendiri, optimistis atau

pesimistis, idealis atau materialis dan sebagainya.

3) Remaja Akhir (Late Adolescent)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa (Fillah

Fithra Dieny, 2014).

c. Batasan Usia Remaja

Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga

masa akhir menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yaitu

masa remaja awal,masa remaja pertengahan,dan masa remaja akhir. Adapun

kriteria usia masa remaja awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada

laki-laki yaitu 15-17 tahun. Kriteria usia masa remaja pertengahan pada

perempuan 15-18 tahun dan pada laki-laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan
42

kriteria masa remaja akhir pada perempuan yaitu 18-21 tahun dan pada laki-

laki 19-21 tahun (Thalib, 2010).

Menurut Jahja, (2012), masa remaja adalah masa transisi

perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya

dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan

tahun atau awal 20 tahun.

Jahja (2012) menambahkan, karena laki-laki lebih lambat matang

dari pada anak perempuan, maka laki-laki mengalami periode awal masa

remaja yang lebih singkat, meskipun pada usia 18 tahun ia telah dianggap

dewasa seperti halnya anak peempuan. Akibatnya, sering kali anak laki-laki

nampak kurang untuk usianya dibandingkan dengan anak perempuan.

Namun adanya status yang lebih matang sangat berbeda dengan perilaku

remaja yang lebih muda.

Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21

tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia

remaja ini dapat di bagi menjadi 2 bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai

dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan

21/22 tahun adalah remaja akhir (Ali & Asrori, 2006).

Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini individu dianggap telah

dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun seperti

pada ketentuan sebelumnya. Pada usia ini umumnya anak sedang duduk di

bangku sekolah menengah (Ali & Asrori, 2009).


43

Masa remaja di mulai pada usia 11/12 tahun sampai remaja akhir

atau awal usia dua puluhan, dan masa tersebut membawa perubahan besar

saling bertautan dalam semua ranah perkembangan (Papalia, dkk, 2008).

Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut

Depkes RI adalah 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN

adalah 10 sampai 19 tahun (Widyastuti, 2009).

Batasan usia remaja adalah masa antara 12 - 21 tahun dengan

perincian 12 – 14 tahun masa remaja awal, 15 – 17 tahun masa remaja

pertengahan, dan18 – 21 tahun masa remaja akhir. Masa remaja awal berisi

perubahan fisik seperti percepatan pertumbuhan dan timbulnya seksualitas

(Gunarsa, 2007).
44

B. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan uraian tentang telaahan teori dan hasil

penelitian terdahulu yang terkait. Telaahan ini bisa dalam arti, mebandingkan,

mengkontraskan, atau meletakan kedudukan masing – masing dalam masalah

yang sedang di teliti, dan pada akhirnya menyatakan posisi atau pendirian peneliti

(Notoatmodjo, 2012)

faktor internal Faktor Eksternal


Usia Remaja
1. Faktor 1. Tingkat Sosial
1. Remaja Awal
Genetik 2. Aktivita Fisik
2. Remaja Madya
2. Umur 3. Pola Makan
3. Remaja Akhir
3. Jenis a. Jenis Makan
Kelamin b. Keteraturan
4. Faktor Makan
Psikologis c. Frekuensi
Makan
d. Porsi Makan

Faktor Genetik Pola Makan

Obesitas

: yang diteliti
Ya Tidak
: yang tidak diteliti

Gambar 2.3 Kerangka teori pengaruh factor genetic dan pola makan terhadap

kejadian obesitas
45

C. Hipotesa

Menurut Arikunto (2010), mengatakan hipotesis adalah suatu jawaban

yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian, sampai terbukti melalui data

yang terkumpul. Dalam penelitian ini hipotesis penelitianya adalah sebagai

berikut:

Ha : ada pengaruh factor genetic terhadap obesitas.

Ha : ada pengaruh pola makan terhadp obesitas

Ho : tidak ada pengaruh factor genetic terhadap obesitas

Ho :tidak ada pengaruh pola makan terhadap obesitas.

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya, atau antara

variabel yang satu dengan vaiabel yang lain dari masalah yang ingin

diteliti.Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota–anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo,

2012).

Terdapat dua variabel yaitu variabel sebab (independent variabel) dan

variabel akibat (dependent variabel).


Factor genetik

Obesitas
Pola makan

Gambar 2.4 variabel independen dan variable depandent


46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebutt, kemudian ditarik kesimpulan, (Sugiyono,2013).

1. Variabel Independent (bebas)

Variabel penelitian independent adalah variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahanya atau timbulnya variabel dependent

(terikat) (Sugiyono,2013). Dalam penelitian ini variabel independentnya factor

genetic dan pola makan.

2. Variabel Dependent (terikat)

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya varibel bebas (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini

variabel dependent adalah obesitas.

B. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

survey analitik yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa

fenomena kesehatan itu terjadi, kemudian melakukan analisis dinamika korelasi


47

antara fenomena atau antara faktor risiko dengan faktor efek (Notoatmodjo,

2012).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah case

control yaitu suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut bagaimana

faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospective. Dengan

kata lain, efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini,

kemudian faktor risiko diidentifikasi ada atau terjadinya pada waktu yang lalu

(Notoatmodjo, 2012).

Orang tua
obesitas
obesitas

Orang tua
tidak
obesitas

Orang tua Tidak


obesitas Obesitas

Orang tua
tidak
obesitas

Gambar 3.1 bentuk rancangan penelitian case control. Factor genetic


48

Pola makan
baik
Obesitas

Pola makan
buruk

Pola makan
baik
Tidak
Obesitas
Pola makan
buruk

Gambar 3.2 bentuk rancangan penelitian case control. Pola makan

Tahap – tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut

menurut Notoatmodjo, (2012):

1. Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor risiko dan efek).

2. Menetapkan subjek penelitian (populasi dan sampel).

3. Identifikasi kasus.

4. Pemilihan subjek sebagai control.

5. Melakukan pengukuran retrospektif (melihat ke belakang) untuk melihat

faktor risiko.

6. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel-

variabel objek penelitian dengan variabel-variabel control.


49

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono,2013). Populasi dalam penelitian ini adalah 17 siswa yang

mengalami obesitas dari 350 siswa yang ada di kelas VII,VIII,dan IX SMP

Negeri 2 Ngaringan .

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Sugiyono,

2013). Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah

Nonprobability sampling dengan purposive sampling yaitu teknik

pengambilan sampel dengan tidak memberikan peluang yang sama atau untuk

tujuan tertentu. (Hidayat,2017).

Dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah 34

responden. Dengan pembagian sempel 17 siswa mengalami obesitas, dan 17

siswa yang tidak mengalami obesitas.

Berdasarkan studi pendahuluan peneliti pada siswa SMP Negeri 2

Ngaringan. Responden dalam peneitian ini memiliki kriteria inklusi dan

eksklusi adapun kriterianya berikut :


50

a. Kelompok kasus

1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2012). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a) Remaja yang obesitas di SMP Negeri 2 Ngaringan Kabupaten

Grobogan.

b) Jenis kelamin laki-laki dan perempuan

c) Remaja yang bersedia menjadi responden.

2) Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria eksklusi

pada penelitian ini adalah :

a) Remaja yang sedang sakit

b) Responden yang tidak dapat dijumpai dalam waktu penelitian

b. Kelompok kontrol

1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu

dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai

sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria inklusi dalam penelitian ini

adalah :
51

a) Remaja yang tidak obesitas di SMP Negeri 2 Ngaringan Kabupaten

Grobogan.

b) Jenis kelamin laki-laki dan perempuan

c) Remaja yang bersedia menjadi responden.

3) Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria eksklusi

pada penelitian ini adalah :

a) Remaja yang sedang sakit

b) Responden yang tidak dapat dijumpai dalam waktu penelitian

3. Teknik purposive sampling 

Penelitian ini menggunakan purposive sampling untuk menentukan

sampelnya

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Ngaringan Kabupaten

Grobogan pada bulan Mei 2019.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional yaitu untuk mengarahkan kepada pengukuran atau

pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan

instrument atau alat ukur (Notoatmodjo, 2012).


52

Table 3.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Variabel Factor genetic yaitu 1. Lembar 1. Jumah skore yang Nominal
Independent klien memiliki orang tua kuesinoer, dengan diperoleh:
Factor Genetik yang obesitas. menggunakan skala a.Iya = Memiliki
Guttman, orang tua yang
Jawaban iya (skore 1) obesitas : ≤ 25.0
Jawaban tidak (skore b. Tidak = Tidak
0) memiliki orang tua
2. Menghitung yang obesitas : > 25.
IMT Orang Tua
Variabel Pola makan yaitu cara Lembar kuesinoer, Jumlah skore yang Nominal
Independent klien makan yang dengan menggunakan diperoleh berdasarkan
Pola Makan berkaitan dengan jenis skala likert kebiasaan :
makan, keteraturan 1 :TP : Tidak Pernah 1. Pola makan baik
makan, frekuensi 2 :KK: Kadang- jika ≥ 50
makan, porsi makan kadang 2. Pola makan buruk
3 :S : Sering jika < 50
4 :SS : Sangat sering

Variabel Dependent Obes adalah keadaaan Pada penelitian ini di 1. Tidak obes : ≤ 25.0 Nominal
Obesitas terjadinya penimbunan ukur menggunakan 2. Obes: > 25.0
jaringan lemak tubuh timbangan untuk
secara berlebih. menghitung IMT
F. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara – cara peneliti yang

digunakan kepada subjek melalaui proses pendekatan dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nur Salam, 2008). Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah :

a. Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer adalah data yang diperoleh dari

responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data

hasil wawancara peneliti dengan narasumber (Sujarweni, 2014). Data

primer dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk mengumpulkan data

tentang obesitas di SMP Negeri 2 Ngaringan.

b. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder adalah data yang didapat dari

catatan, buku, majalah berupa laporan keuangan publikasi perusahaan,

laporan pemerintah, artikel, buku-buku sebagai teori, majalah, dan lain

sebagainya. Data yang diperoleh dari data sekunder ini tidak perlu diolah

lagi (Sujarweni, 2014). Data sekunder dalam penelitian dengan cara

mencari literature kepustakaan baik dengan buku maupun literature jurnal

di internet

1
54

2. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

a. Membuat surat persetujuan dengan tanda tangan Kepada Pembimbing I

dan Pembimbing II untuk meminta ijin mengambil data awal penelitian

Kepada Ketua Program Studi S1 Keperawatan An Nuur Purwodadi

b. Meminta data tentang obesitas dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Grobogan

c. Meminta data tentang obesitas dari Puskesmas Ngaringan

d. Mengidentifikasi responden berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

e. Menjelaskan prosedur penelitian kepada calon responden

f. Memberikan lembar persetujuan (inform consent) kepada responden

g. Peneliti memberikan lembar angket (kuesioner) kepada responden

h. Peneliti melihat hasil dari lembar angket ( kuesioner) yang telah

diberikan oleh responden

i. Melakukan chek berat badan dan tinggi badan responden.

j. Peneliti melibatkan asisten penelitian yang dimaksud untuk membantu

peneliti sejumlah 2 orang. Dengan kualitas kontrol sebagai berikut:

1) Mahasiswa S1 tingkat akhir.

2) Bersedia dan mampu menjadi asisten penelitian.

3) Sebelum pelaksanaan penelitian dilakukan persamaan persepsi yang

beracuan pada SOP.

4) Melaksanakan penelitian sesuai dengan yang disepakati.


55

k. Peneliti menulis hasil check berat badan dan tinggi badan responden

pada lembar form IMT

G. Instrument / Alat Pengumpulan Data

Instrumen atau alat pengumpulan data adalah alat-alat yang

digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa :

kuesioner (daftar pertanyaan), formulir-formulir lain yang berkaitan dengan

pencatatan data dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

1. Kuesioner

Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi pertanyaan dan pernyataan tertulis kepada para

responden untuk dijawab (Sujarweni, 2014).

a. Genetic

Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner, lembar

observasi IMT (Indeks Masa Tubuh), timbangan,. Kuesioner Faktor

Genetik dibuat menggunakan skala guttman dengan skore jawaban Ya =

1, Tidak= 0. Hasil ukur dari lembar kuesioner jika Ya memiliki orang

tua obesitas, jika Tidak maka tidak memiliki orang tua obesitas.

b. Pola makan

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dengan variabel

indepent pola makan adalah kuesioner. Kuesioner di buat dengan skala

Likert dengan skore jawaban Tidak pernah (TP) = 0, Kadang-kadang

(KK) = 1, Sering (S) = 2, Sangat sering (SS) = 3. Hasil ukur dari lembar
56

kuesioner menggunakan cut off point pola makan baik jika ≥ nilai cut off

point. Pola makan buruk jika ≤ nilai cut off point .

Metode Cut Off Point adalah metode yang digunakan untuk

memilah pemakaian atau penggunaan kriteria pertimbangan pada

masalah pengambilan keputusan. Seluruh penilaian responden

dikumpulkan, kemudian dirata-ratakan untuk tiap elemen. Seluruh

kriteria diurutkan dari nilai tertinggi ke terrendah kemudian dicari nilai

cut off point (Septiani, 2009).

Gambar 3.2 Rumus COP (Cut Off Point)

COP (Cut Off Point) = skor max + skor min

Keterangan:

COP : nilai tengah

Skor max : nilai maksimal kuesioner dari responden

Skor min : nilai minimal kuesioner dari responden

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Pola Makan

Indikator Pertanyaan Jumlah


Jenis Makanan 2,4,3,5,6, 5
Keteraturan Makan 7,8 2
Frekuensi Makan 1,9 2

Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan untuk mengukur berat

badan ideal/ IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan menggunakan meteran Metlin
57

dan timbangan berat badan, dan setelah dilakukan pengukuran data ditulis di

lembar observasi IMT (Indeks Masa Tubuh).

Setelah alat ukur dibuat, dilakukan uji coba alat ukur dengan teknik

analisis instrument sebagai berikut:

a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-

tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2010).

Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan product moment dari

pearson.

Untuk menilai pertanyaan kuesioner tersebut valid atau tidak

valid, tergantung dari taraf signifikansi (r table) yang dipakai dalam

penelitian ini adalah 5% (0,05) dengan nilai r table 0,388. Jika nilai r

hitung > r table maka dinyatakan valid, begitu juga sebaliknya jika

nilai r hitung < r table maka dinyatakan tidak valid.

Table 3.3 Hasil Uji Validitas Kuisioner Pola Makan.

Pertanyaan r-hasl r-tabel Keterangan

Soal1 895 0,444 VALID

Soal2 979 0,444 VALID

Soal3 979 0,444 VALID

Soal4 949 0,444 VALID

Soal5 957 0,444 VALID

Soal6 457 0,444 VALID

Soal7 975 0,444 VALID


58

Soal8 979 0,444 VALID

Soal9 957 0,444 VALID

Nilai r table ( n 20, α=5% ) = 0,444

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah penilaian untuk mengukur sejauh mana

hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran ulang

terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama

(Notoatmodjo, 2012). Uji reliabilitas dalam penelitian ini

menggunakan rumus koefisien Alfa (Cronbach Alfa).

Nilai koefisiensi cronbach alfa addalah 0-3, interpretasinya

adalah apabila nilai conbach alfa > 0,60 maka dinyatakan reliable dan

jika nilai cronbach alfa <0,60 maka dinyatakan tidak reliable

(Budiharto,2008).

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas

Kuisoner Hasil Batas Reliabel Keterangan

Pola Makan 795 0,60 RELIABLE

2. Alat pemeriksaan fisik

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan fisik adalah alat pengukur

berat badan.
59

H. Rencana Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tahap

sebagai beikut:

a. Editing

Tahapan ini pengolahan data yang dilakukan untuk

mengoreksi atau memeriksa kembali datadata kuesioner yang sudah

terkumpul meliputi kelengkapan data, kejelasan data, dan

kesesuaian data sehingga data yang diperoleh tidak eror. Editing

dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga apabila ada

kekurangan data segera dilengkapi, yaitu apabila ada jawaban yang

belum diisi maka diberikan kepada responden lagi untuk diisi

kembali.

b. Coding

Pada proses ini peneliti memberikan kode atas beberapa

kategori dari responden. Tahapan ini pengolahan data yang

dilakukan untuk memberikan kode dengan cara menandai

masingmasing jawaban kuesioner dengan beberapa angka.

Selanjutnya dimasukkan dalam tabel kerja. Kode menurut IMT anak

( tidak obesitas kodenya 1, obesitas kodenya 2), untuk IMT orang tua

( tidak obesitas kodenya 1, obesitas kodenya 2), untuk pola makan

( pola makan baik kodenya 1, pola makan buruk kodenya 2), untuk

genetik (tidak adanya faktor genetik kodenya 1, adanya faktor


60

genetik kodenya 2) untuk jenis kelamin ( laki-laki kodenya 1,

perempuan kodenya 2)

c. Entry data

Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base computer

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bias juga

dengan membuat tabel kontingensi.

2. Analisa Data

Pada tahap ini data diolah dengan metode terentu dengan data kuantitatif

melalui proses komputerisasi.metode analisa yang digunakan yaitu:

a. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan tiap variabel.Pada umumnya

dalam analisis ini hanya manghasilkan distribusi dan presentase dari

setiap variabel (Notoatmodjo, 2012) pada peneitian ini variabel yang

telah digambarkan dalam bentuk distribusi frekuensi adalah genetic

dan pola makan serta obesitas dengan pengukuran IMT (Indeks

Masa Tubuh).

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariate adalah analisa yang dilakukan terhadap 2

variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo,

2012). Analisis bivariate pada penelitian ini menggunakan uji chi

square. Uji chi square digunakan untuk menguji hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen berskala nominal


61

(Dahlan, 2011). Dimana uji Chi-Square adalah sel yang mempunyai

nilai expected kurang dari lima maksimal 20% dari jumlah sel dan

jika syarat uji Chi-Square tidak terepenuhi, maka menggunakan uji

alternatifnya adalah sebagai berikut :

1) Alternatuf uji Chi-Square untuk tabel 2x2 adalah menggunakan

uji Fisher.

2) Alternatif uji Chi-Square untuk tabel 2xK adalah dengan

penggabungan sel. Bila tidak dapat digabung secara substansi,

buatlah menjadi beberapa tabel 2x2.

Adapun rumus nilai expected:

Total Baris x Total Kolom

Jumlah Subjek

Interprestasi hasil didasarkan besarnya nilai X² hitung > X²

Tabel dan nilai p (p value) yang dibandingkan dengan besarnya α =

0,05 yaitu:

a) Jika X² Hitung > X² Tabel dan nilai p value < α (5%=0,05), maka

Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara

variabel faktor genetik dan pola makan dengan variabeli obesitas.

b) Jika Jika X² Hitung < X² Tabel dan nilai p value > α (5%=0,05),

maka Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti tidak ada

hubungan antara variabel faktor genetik dan pola makan dengan

variabeli obesitas.
62

χ² = Σ (fo – fe)²

fe

Gambar 3.4 Rumus Chi Square

Keterangan :

χ² : Nilai chi-kuadrat

fe : Frekuensi yang diharapkan

fo : Frekuensi yang diperoleh/ diamati

c. Analisis Odd Ratio

Odds Ratio merupakan rasio dari odds terjadinya penyakit

pada kelompok paparan dibandingkan dengan kelompok tidak

terpapar atau kelompok control.Deangan perhitungan yaitu odds

kelompok paparan dibagi odds kelopok tidak terpapar (Hidayat,

2017).

OR sama dengan 1, apabila oods atau proporsi sama pada

kedua kelompok atau tidak ada hubungan santara paparan dengan

penyakit. OR terjadinya penyakit berbandingan terbalik dengan OR

tidak terjadinya penyakit. Kemudian perbandingan OR kelompok

terpapar dengan OR kelompok tidak terpapar sama dengan OR

penyakit, yaitu odds pada kelompok sakit dibandingkn dengan odss

pada kelompok sehat (Hidayat, 2017).


63

Tabel 3.5 Penilaian Odds Ratio

Paparan/Kelompok Kejadian Penyakit Jumlah


(+) (-)
Terpapar (+) A B a+b
Tidak Terpapar (-) C D c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d

a
b
Rumus Odds Ratio :¿=
c
d
Keterangan :
OR : Odds Ratio

a : Kasus yang mengalami pajanan

b : Kontrol yang mengalami pajanan

c : Kasus yang mengalami pajanan

d : Kontrol yang mengalami pajanan

I. Etika Peneitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti perlu mendapatkan

rekomendasi dari kepala sekolah SMP Negeri 2 Ngaringan untuk dapat

melakukan penelitian sesuai dengan judul penelitian.

Setelah mendapatkan izin baru melakukan penelitian dengan

mempertimbangkan masalah etika yang meliputi:

1. Prinsip manfaat

Yaitu penelitian yang akan dilaksanakan tidak melibatkan

responden dan eksploitasi pada subjek dan peneliti secara hati hati
64

mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan berakibat pada

subjek pada setiap tindakan.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia

a. Subjek berhak untuk ikut atau tidak menjadi responden atau

partisipan penelitian.

b. Subjek berhak mendapatkan jaminan dari pelakuan yang diberi

(right to disclosure)

c. Informed consent yaitu subjek akan mendapatkan informasi secara

lengkap tentang tujuan penelitian dan data yang diperoleh hanya

akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu

3. Prinsip keadilan

a. Hak mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)

yaitu objek diperlakukan secara adil baik sebelum selama dan

sesudah keikut sertaanya dalam penelitian tanpa ada diskriminasi

apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dropped out sebagai

responden.

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy) meliputi anonimity

yaitu data yang diberikan akan dirahasiakan dengan tanpa nama dan

confidentiality yaitu subjek akan dijamiin kerahasiaanya.

Anda mungkin juga menyukai