Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ABSES SUBMANDIBULA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Abses adalah kumpulan tertutup jaringan cair, yang dikenal sebagai
nanah, di suatu tempat di dalam tubuh. Ini adalah hasil dari reaksi
pertahanan tubuh terhadap benda asing (Mansjoer, dkk., 2013). Abses
adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah.
(Price & Wilson, 2010). Sedangkan abses mandibula adalah abses yang
terjadi di mandibula. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau
salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah leher
(Smeltzer & Bare, 2014).
Submandibula adalah pembengkakan yang cepat pada dasar mulut
dan ruang submandibula yang merupakan skunder infeksi dari jaringan
lunak, infeksi tonsil dan infeksi gigi premolar dan molar bawah. Sebelum
era antibiotic sebagai penyebab infeksi ruang submanibula adalah infeksi
tonsil dan faring lebih banak dari pada factor gigi, tetapi setelah adanya
bermacam-macam antibiotic maka teradi penurunan dari factor penyebab
tonsil dan laring sebaliknya teadi peningkatan pada factor gigi ( Barbara, C.
B., 2010).
Ruang submandibular adalah ruang yang dibatasi oleh m.
Mylohyoid di superior, sisi medial mandibula disebelah lateral, m. Platysma
di inferior, batas posterior berhubungan dengan fascial space sekunder.
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan
pus pada daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi
pada leher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber
infeksi pada ruang submandibular berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar

1
mulut, faring, kelenjar limfe submandibula, mungkin juga karena kelanjutan
infeksi dari ruang leher bagian dalam lain (Sjamsuhidajat R., 2012).
Pasien biasanya akan mengeluh nyeri di rongga mulut, air liur
banyak, Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah
submandibula, fluktuatif, lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang,
angulus mandibula dapat diraba. Pada aspirasi didapatkan pus. Ludwig’s
angina merupakan sellulitis di daerah sub mandibula, dengan tidak ada fokal
abses. Biasanya akan mengenai kedua sisi submandibula, air liur yang
banyak, trismus, nyeri, disfagia, massa di submandibula, sesak nafas akibat
sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke
belakang ( Barbara, C. B., 2010).

2. Etiologi
Menurut Sjamsuhidajat R., (2012). menjelaskan peluang
terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
a. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b. Darah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c. Terdapat gangguan sisitem kekebalan.
Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama,
(2001), abses mandibula sering disebabkan oleh infeksi didaerah rongga
mulut atau gigi. Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan
didaerah submandibula yang pada perabaan sangat keras biasanya tidak
teraba adanya fluktuasi. Sering mendorong lidah keatas dan kebelakang
dapat menyebabkan trismus. Hal ini sering menyebabkan sumbatan jalan
napas. Bila ada tanda-tanda sumbatan jalan napas maka jalan napas hasur
segera dilakukan trakceostomi yang dilanjutkan dengan insisi digaris tengah
dan eksplorasi dilakukan secara tumpul untuk mengeluarkan nanah. Bila
tidak ada tanda- tanda sumbatan jalan napas dapat segera dilakukan 
eksplorasi tidak ditemukan nanah, kelainan ini disebutkan Angina ludoviva

2
(Selulitis submandibula). Setelah dilakukan eksplorasi diberikan antibiotika
dsis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob. Abses bisa terbentuk diseluruh
bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum, dan otot. Abses yang
sering ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul
diwajah.

3. Patofisiologi
Jika bakteri menusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan
terjadi infeks. Sebgian sel mati dan hancur, menigglakan rongga yang berisi
jaringan dan se-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalalm melawan infeksi, bergerak kedalam rongga
tersebut, dan setelah menelan bakteri.sel darah putih kakan mati, sel darah
putih yang mati inilah yang memebentuk nanah yang mengisis rongga
tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan
terdorong jaringan pada akhirnya tumbuh di sekliling abses dan menjadi
dinding pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh memecah
penyebaran infeksi lebih lanjut jka suat abses pecah di dalam tubuh maka
infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung kepada lokasi abses ( Sjamsuhidajat R., 2012).

4. Anatomi dan fisiologi


Menurut Pearce, Evelyn C. 2016 anatominya :
a. Mulut (oris)
Proses pencernaan pertama kali terjadi di dalam rongga mulut.
Rongga mulut dibatasi oleh beberapa bagian, yaitu sebelah atas oleh
tulang rahang dan langit-langit (palatum), sebelah kiri dan kanan oleh
otot-otot pipi, serta sebelah bawah oleh rahang bawah.

3
1) Rongga Mulut(Cavum Oris) 
Rongga mulut merupakan awal dari saluran pencernaan
makanan. Pada rongga mulut, dilengkapi alat pencernaan dan kelenjar
pencernaan untuk membantu pencernaan makanan, yaitu:
a) Gigi(dentis)
Memiliki fungsi memotong, mengoyak dan menggiling
makanan menjadi partikel yang kecil-kecil. Gigi tertanam pada
rahang dan diperkuat oleh gusi. Bagian-bagian gigi adalah
sebagai berikut:
1. Mahkota Gigi : Bagian ini dilapisi oleh email dan di
dalamnya terdapat dentin (tulang gigi). Lapisan email
mengandung zat yang sangat keras, berwarna putih
kekuningan, dan mengilap. Email mengandung banyak
garam kalsium.
2. Tulang Gigi : Tulang gigi terletak di bawah lapisan email.
Tulang gigi meliputi dua bagian, yaitu leher gigi dan akar
gigi. Bagian tulang gigi yang dikelilingi gusi disebut leher
gigi, sedangkan tulang gigi yang tertanam dalam tulang
rahang disebut akar gigi. Akar gigi melekat pada dinding
tulang rahang dengan perantara semen.
3. Rongga gigi : Rongga gigi berada di bagian dalam gigi. Di
dalam rongga gigi terdapat pembuluh darah, jaringan ikat,
dan jaringan saraf.oleh karena itu, rongga gigi sangat peka
terhadap rangsangan panas dan dingin.
4. menurut bentuknya, gigi dibedakan menjadi empat macam,
yaitu:
a. Gigi seri (incisivus/I), berfungsi untuk memotong-motong
makanan.

4
b. Gigi taring (caninus/ C), berfungsi untuk merobek-robek
makanan.
c. Gigi geraham depan (Premolare/ P), berfungsi untuk
menghaluskan makanan.
d. Gigi geraham belakang (Molare/ M), berfungsi untuk
menghaluskan makanan.

Pada manusia, ada dua generasi gigi sehingga dinamakan


bersifat diphydont. Generasi gigi tersebut adalah gigi susu dan gigi
permanen. Gigi susu adalah gigi yang dimiliki oleh anak berusia 1-
6 tahun. Jumlahnya 20 buah. Sedangkan gigi permanen dimiliki
oleh anak di atas 6 tahun, jumlahnya 32 buah.

b. Lidah (lingua)

Lidah membentuk lantai dari rongga mulut. Bagian belakang


otot-otot lidah melekat pada tulang hyoid. Lidah tersiri dari 2 jenis otot,
yaitu:
1) Otot ekstrinsik yang berorigo di luar lidah, insersi di lidah.
2) Otot instrinsik yang berorigo dan insersi di dalam lidah.
Kerja otot lidah ini dapat digerakkan atas 3 bagian, yaitu: radiks
lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), apeks lingua
(ujung lidah). Lidah berfungsi untuk membantu mengunyah makanan
yakni dalam hal membolak-balikkan makanan dalam rongga mulut,
membantu dalam menelan makanan, sebagai indera pengecap, dan
membantu dalam berbicara.
Sebagai indera pengecap,pada permukaan lidah terdapat badan
sel saraf perasa (papila). ada tiga bentuk papila, yaitu:
a) Papila fungiformis, berbentuk seperti jamur, terletak di bagian sisi
lidah dan ujung lidah.

5
b) Papila filiformis, berbentuk benang-benang halus, terletak di 2/3
bagian depan lidah.
c) Papila serkumvalata, berbentuk bundar, terletak menyusun seperti
huruf V terbalik di bagian belakang lidah.
Lidah memiliki 10.000 saraf perasa, tapi hanya dapat mendeteksi
4 sensasi rasa: manis, asam, pahit, dan asin.
c. Kelenjar Ludah
Makanan dicerna secara mekanis dengan bantuan gigi, secara
kimiawi dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar
ludah. Kelenjar ludah mengandung menghasilkan saliva. Saliva
mengandung enzim ptyalin atu amylase yang berfungsi mengubah zat
tepung atau amilum menjadi zat gula atau maltosa.Kelenjar ludah
terdiri atas tiga pasang sebagai berikut:
1) Kelenjar parotis, terletak di bawah telinga. Kelenjar ini
menghasilkan saliva berbentuk cair yang disebut serosa. Kelenjar
paotis merupakan kelenjar terbesar bermuara di pipi sebelah dalam
berhadapan dengan geraham kedua.
2) Kelenjar submandibularis / submaksilaris, terletak di bawah rahang
bawah.
3) Kelenjar sublingualis, terletak di bawah lidah.
Kelenjar submandibularis dan sublingualis menghasilkan air dan
lendir yang disebut Iseromucus. Kedua kelenjar tersebut bermuara di tepi
lidah.

5. Manifestasi Klinis
Gejala atau tanda klinis pada abses submandibula Sjamsuhidajat R.,
(2012):
a. Pembengkakan di bawah dagu atau di bawah lidah baik unilateral atau
bilateral

6
b. Demam
c. Nyeri tenggorokan
d. Trismus
e. Eritema pada jaringan dan teraba hangat
f. Terkadang lidah, faring, palatum molle (uvula) tidak bisa bergerak.
g. Pembengkakan dapat berfluktuasi atau tidak

6. Komplikasi
Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang
tidak tepat dan tidak adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan
penyakit diabetes mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal dan kehamilan.
Komplikasi yang berat dapat menyebabkan kematian. Infeksi dapat menjalar
ke ruang leher lainnya, dapat mengenai struktur neourovaskuler seperti
arteri karotis, vena jugularis. Infeksi juga bias meluas ke tulang juga dapat
meninbulkan osteomilitis mandibula dan vertebral servical. Dapat juga
terjadi obstruksi saluran jalan nafas atas, dehidrasi dan sepsis (Smeltzer &
Bare, 2014).

7. Pemeriksaan Penujang
Menurut Smeltzer & Bare, (2014), pemeriksaan penujang adalah
a. Laboratorium pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis.
Aspirasi material yang bernanah (purulent)dapat dikirim untuk
dibiakkan guna uji resistensiantibiotik.
b. Radiologis
1) Rontgen jaringan lunak kepala AP.
2) Rontgen panoramik Dilakukan apabila penyebab abses
submandibuka berasal dari gigi.

7
3) Rontgen thoraksPerlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum,
empisema subkutis, pendorongan saluran           nafas, dan
pneumonia akibat aspirasi abses.
4) Tomografi komputer (CT-scan) CT-scan dengan kontras
merupakan pemeriksaan baku emas pada absesleher dalam.
Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan
pemeriksaanklinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi
terhadap luasnya abses yangterlalu rendah pada 70% pasien
(dikutip dari pulungan). Gambaran abses yangtampak adalah lesi
dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang   lebih jelas,dan
kadang ada air fluid level
.
8. Penatalaksanaan
Menurut Siregar (2004),penatalaksaan dibagi menjadi :
a. Farmakologi
1) Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus
diberikan secara parentral.
2) Anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi
dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 0,5
tiroid, tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai
1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.
b. Non farmakologi
Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses akan
pecah dengan sendirinya dan mengeluarkan isinya,.kadang abses
menghilang secara perlahan karena tubuh menghancurkan infeksi yang
terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi, abses pecah dan bisa
meninggalkan benjolan yang keras.

8
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan,
suatu abses bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak
memiliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia
antibiotik biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini
dilakukan untuk mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan
jika abses menyebarkan infeksi kebagian tubuh lainnya.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah usaha untuk mengumpulkan data-data sesuai
dengan respon klien baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, wawacara, observasi dan dokumentasi secara bio-psiko-sosio-
spiritual dan identitas pasien (Doenges, dkk, 2011).
Data yang harus dikumpulkan dalam pengkajian yang dilakukan
pada kasus abses mandibula menurut Doenges, dkk, (2011) adalah sebagai
berikut :
a. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan
cedera (trauma).
b. Sirkulasi 
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d. Makanan dan cairan

9
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
e. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
f. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
g. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot
aksesoris.
h. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
Sedangkan menurut Barbara, C. B., (2010) pengkajian pada Abses
Mandibula, adalah:
a. Keadaan umum: lemah, lesu, malaise, demam
b. Pemeriksaan Ekstra oral : asimetri wajah, tanda radang jelas, fluktuasi
(+), tepi rahang teraba
c. Pemeriksaan intra oral: Periodontitis akut, muccobuccal fold, fluktuasi
(-)

10
2. Pathway
Menurut Sjamsuhidajat R., (2012) pathway atau pohon masalahnya
sebagai berikut:
Bakteri

Peradangan Jaringan Sel Terinfeksi

Sel darah putih mati


Demam

Ganguan Susah
Jaringan Menjadi
Menelan
Abses Dan Berisi
Hipertemi
Pus
Ketidakseimbangan
Resiko terjadi nutrisi kurang dari
infeksi Nyeri akut
kebututuhan tubuh

3. Nursing Care Plan (Rencana Asuhan Keperawatan)


a. Diagnosa
Diagnose keperawatan yang dapat ditegakkan adalah kasus abses
submandibula menurut NANDA Internasional (2018-2020)
1) Hipertemi
2) Nyeri akut
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebututuhan tubuh
4) Resiko infeksi

b. NOC dan NIC menurut NANDA Internasional (2018-2020)

11
No Dignosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
a. Hipertemi NOC NIC
Definisi : 1) Thermoregulation 1) Monitori suhu
peningkatan suhu Kriteria hasil sesering mungkin
tubuh diatas kisaran 1) Suhu tubuh dalam minimal 2 jam
normal rentang normal 2) Monitor tekanan
2) Nadi dan RR dalam darah nadi dan RR
rentang normal 3) Monitor tanda-
3) Tidak ada perubahan tanda hipertemi
warna kulit dan tidak ada dan hipotermin
pusing

b. Nyeri akut NOC NIC


Definisi : 1) Pain level 1) Lakukan
pengalaman sensori 2) Pain control pengkajian nyeri
dan emosional yang 3) Comfort level secara
tidak menyenangkan Kriteria hasil komprehensif
yang muncul akibat 1) Mampu mengontrol termasuk lokasi,
kerusakan jaringan nyeri (tahu penyebab karakteristik
yang actual atau nyeri, mampu durasi frekuensi
potensial atau menggunakan tehnik kualitas dan
digambarkan dalam nonfarmakologi untuk factor presipitasi
hal kerusakan mengurangi nyeri, 2) Observasi reaksi
sedemikian rupa mencari bantuan) nonverbal dari
2) Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
berkurng dengan 3) Gunakan teknik
menggunakan komunikasi
manajemen nyeri terapeutik untuk

12
mengetahui
3) Mampu mengenali nyeri
pengalaman nyeri
(skala, intesitas,
pasien
frekuensi dan tanda
4) Kaji kultur ang
nyeri)
mempengaruhi
4) Menyatakan rasa
respon nyeri
nyaman seteah nyeri
5) Evaluasi bersama
berkurang
pasien dan tim
kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
control nyeri
masa lampau
6) Tentukan pilihan
analgesic
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
7) Tentukan rute
pemberian dan
dosis optimal
c. Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari 1) Nutritional status : food Nutrition managemet
kebututuhan tubuh and fluid 1) Kaji adanya
Definisi : asupan 2) Intake alergi makanan
nutrisi tidak cukup 3) Nutritional status : 2) Kolaborasi
untuk memenuhi nutrient intake dengan ahli gisi
kebutuhan 4) Weight control untuk
metabolik Criteria hasil menentukan

13
1) Adanya peningkatan jumlah kalori dan
berat badan sesuai nutris yang
dengan tujuan dibutuhkan
2) Berat badan ideal sesuai pasien
dengan tinggi badan Nutrition monitoring
3) Mampumengidentifikasi 1) Monitoring
kebutuhan nutrisi adanya
4) Tidak ada tanda penurunan BB
malnutrisi 2) Monitoring tipe
5) Menunjukan dan jumlah
peningkatan fungsi aktivitas yang
pengecapan dari bias dilakukan
menelan 3) Monitor pucat,
6) Tidak terjadi penurunan kemerahan, dan
berat badan yang berarti kekeringan
jaringan
konjungtiva
4) Monitor mual
dan muntah
5) Monitor
kekeringan,ramb
ut kusam dan
mudah patah
6) Monitor kadar
albumin total
protein hb, dan ht
7) Monitor kalori
dan intake nutrisi
d. Resiko infeksi NOC 1) Bersihkan

14
Definisi : 1) Immune status lingkungan
mengalami 2) Knowledge : infection setelah dipakai
peningkatan resiko control pasien lain
terserang organism 3) Risk control 2) Berikan
patogenik Kriteria hasil perawatan kulit
1) Klien bebas dari tanda pada area
dan gejala infeksi epidema
2) Mendiskripsikan proses 3) Dorong masukan
penularan penyakit, nutrisi dan cairan
factor yang yang cukup
mempengaruhi penularan 4) Intruksi pasien
serta penatalaksaannya. untuk minum
3) Menunjukan kemampuan antibiotic sesuai
untuk mencegah resep
timbulnya infeksi

15
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C. B., 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume I,


EGC: Jakarta.
Digiulio, M. 2013. Keperawatan Medical Bedah. Yogyakarta : Rapha Publishing

Doenges, dkk, 2011. Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta.
Herdman, Dkk. 2018. Nanda Internasional Nursing Diagnoses: Definitions And
Classification .Edisi 11, Jakarta : EGC
Mansjoer, dkk., (2013). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Media Aesculapius:
Jakarta.
Nurarif, A.H., & Kusuma, H. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis Dan Nanda Nic-Noc. Jogakarta : Mediaction
Price & Wilson, 2010. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Volume 2.
Edisi 6. EGC : Jakarta.
Pearce, Evelyn C. 2016.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Smeltzer & Bare, 2014. Buku ajar keperawatan medical bedah. Volume 3. Edisi 8.
EGC: Jakarta.
Sjamsuhidajat R., 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC: Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai