Anda di halaman 1dari 9

GIZI DAUR HIDUP II

DETERMINAN KELEBIHAN BERAT BADAN PADA DEWASA


(KONSUMSI CEMILAN)

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


DOSEN PENGAMPU: Dr. Healthy Hidayanti SKM., M.Kes.

OLEH :

A. SITI NURHALIZAH MS
NIM : K021221016

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

2023
ESSAY DETERMINAN KELEBIHAN BERAT BADAN PADA ORANG DEWASA
(KONSUMSI CEMILAN)

Indonesia sedang mengalami transisi gizi karena sepertiga penduduk dewasa kini
mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Teori transisi nutrisi berpendapat bahwa
pembangunan ekonomi, urbanisasi, dan globalisasi telah menyebabkan peningkatan
konsumsi makanan olahan dan penurunan aktivitas fisik, yang menyebabkan peningkatan
angka kelebihan berat badan dan obesitas (Oddo et al., 2019) . Permasalahan kesehatan
berupa perubahan status gizi merupakan permasalahan umum yang sering muncul di
masyarakat. Obesitas merupakan salah satu masalah gizi yang dihadapi masyarakat global,
baik di negara maju maupun berkembang.

Obesitas yang merupakan penimbunan lemak berlebih di dalam tubuh telah menjadi
masalah global yang berdampak buruk terhadap kesehatan dan perekonomian
(Okunogbe et al., 2021)
. Pada tahun 2016, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa berusia 18 tahun ke atas
mengalami kelebihan berat badan (WHO, 2021). Dari jumlah tersebut, lebih dari 650 juta
orang dewasa mengalami obesitas. Angka obesitas terus meningkat di banyak negara, baik
negara maju maupun berkembang (Ameye & Swinnen, 2019). WHO memperkirakan pada
tahun 2025, angka obesitas akan meningkat sebesar 50%.

Angka obesitas di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan hasil


Survei Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, terlihat bahwa prevalensi obesitas
(menggunakan indeks massa tubuh 27 atau lebih) pada penduduk berusia 18 tahun ke atas
meningkat dua kali lipat dari 10,5% pada tahun 2007 menjadi 21,8. %. 2018 (Kementerian
Kesehatan, 2018). Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2018,
terdapat perbedaan besar dalam angka obesitas antar provinsi. Kota-kota terdalam seperti
Jakarta dan Sumatera Utara mempunyai angka obesitas sekitar 30%, namun di daerah
tertinggal seperti Nusa Tenggara Timur dan Barat, angkanya hanya 10% (Juliawan, 2019).

Obesitas bisa terjadi karena konsumsi makanan tinggi lemak dan gula. Jika residu
yang dihasilkan tidak dibakar atau dikeluarkan maka akan terjadi penumpukan dan dapat
menimbulkan efek toksik pada tubuh. Selain itu, gaya hidup dan aktivitas fisik yang
rendah, terutama di perkotaan akibat perubahan sosial ekonomi, telah menyebabkan
peningkatan angka obesitas (Arifani & Setiyaningrum, 2021).

Kelebihan berat badan atau obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko beberapa
penyakit umum dan penyebab kematian dini, termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular,
dan beberapa jenis kanker. Bagi orang yang kelebihan berat badan, risiko kesehatan yang
buruk meningkat tajam seiring dengan meningkatnya indeks massa tubuh (BMI). Menurut
NHS Risk Atlas, obesitas dianggap sebagai faktor risiko kematian terbesar keempat di
Inggris (setelah tekanan darah tinggi, merokok, dan kolesterol tinggi) (Murtane, 2021).

Obesitas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor penyebab
obesitas adalah terlalu banyak mengonsumsi gula, lemak, makanan instan, minuman manis
dan berkarbonasi. Faktor lain yang berkontribusi terhadap obesitas adalah kurangnya
aktivitas fisik, baik aktivitas fisik sehari-hari maupun olahraga terstruktur. Selain itu, faktor
lain yang menjadi penyebab obesitas adalah kebiasaan merokok, jenis kelamin, usia,
keadaan mental dan emosional serta faktor demografi (Arifani & Setiyaningrum, 2021).

Obesitas telah menjadi masalah kesehatan global yang mendesak dan memahami
faktor-faktor penentunya sangat penting untuk mengembangkan strategi yang efektif untuk
mengatasi masalah ini. Salah satu faktor utama penentu obesitas pada orang dewasa adalah
ngemil. Ngemil kini semakin populer di masyarakat modern dengan banyaknya makanan
yang berkalori tinggi dan tidak sehat.

Konsumsi makanan ringan telah diidentifikasi sebagai kontributor signifikan


terhadap peningkatan prevalensi obesitas pada orang dewasa. Camilan sering kali
mencakup makanan olahan yang tinggi gula tambahan, lemak tidak sehat, dan kalori
kosong. Camilan ini umumnya memiliki nilai gizi yang rendah dan tidak memberikan
nutrisi penting, sehingga menyebabkan penambahan berat badan dan peningkatan risiko
masalah kesehatan terkait obesitas.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya konsumsi jajanan pada orang
dewasa. Pertama, ketersediaan dan aksesibilitas jajanan tidak sehat telah meningkat secara
dramatis dalam beberapa tahun terakhir karena pertumbuhan industri makanan. Pemasaran
dan periklanan yang luas terhadap makanan ringan ini semakin berkontribusi terhadap
popularitasnya. Ditambah lagi, kenyamanan dan harga jajanan yang terjangkau
menjadikannya pilihan menarik bagi orang-orang dengan gaya hidup sibuk.

Untuk mengatasi obesitas pada orang dewasa, strategi nasional dan global sedang
diterapkan untuk mengurangi konsumsi makanan ringan dan mendorong kebiasaan makan
yang lebih sehat. Strategi ini mencakup kampanye pendidikan, intervensi kebijakan, dan
inisiatif komunitas.

Kampanye edukasi berperan penting dalam meningkatkan kesadaran mengenai


dampak negatif dari terlalu banyak mengonsumsi jajanan (Muzakir et al., 2023). Kampanye
ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya memilih jajanan yang lebih
sehat dan menentukan pilihan makanan yang tepat. Dengan memberikan informasi yang
akurat dan meningkatkan pengetahuan mereka tentang nutrisi, orang dewasa dapat
mengambil keputusan yang lebih tepat mengenai pilihan makanan ringan mereka.

Intervensi kebijakan juga terbukti efektif dalam mengurangi konsumsi makanan


ringan dan memperbaiki kebiasaan makan secara keseluruhan. Pemerintah dapat
mengambil langkah-langkah seperti mengenakan pajak terhadap makanan ringan yang
tidak sehat, membatasi pemasaran dan iklan makanan tidak sehat, dan memperkuat
peraturan pelabelan makanan (Murwani et al., 2020) . Kebijakan-kebijakan ini bertujuan
untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pilihan makanan yang lebih sehat dan
mencegah konsumsi jajanan yang tidak sehat.

Inisiatif komunitas merupakan strategi penting lainnya untuk memerangi obesitas


pada orang dewasa. Inisiatif ini melibatkan kerja sama dengan masyarakat lokal untuk
mempromosikan kebiasaan makan yang lebih sehat dan menyediakan akses terhadap
makanan ringan bergizi (Tsani et al., 2022). Kebun masyarakat, pasar petani, dan program
pendidikan gizi adalah contoh dari inisiatif yang bertujuan untuk meningkatkan
ketersediaan dan keterjangkauan pilihan makanan ringan yang sehat
(Brillian Pintakami, 2023)
.

Secara global, kerja sama antar negara sangat penting untuk mengatasi obesitas
pada orang dewasa. Berbagi praktik terbaik, bertukar pengetahuan, dan menerapkan
kebijakan bersama dapat membantu menciptakan lingkungan global yang mendukung
kebiasaan makan yang lebih sehat dan mengurangi konsumsi makanan ringan.

Kemajuan di bidang sosial ekonomi dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang.


Kebiasaan konsumsi pangan yang tidak aman dapat mempengaruhi status gizi. Makanan
berbahaya berupa makanan manis, berlemak, makanan siap saji, minuman manis dan
berkarbonasi memiliki kadar lemak, gula, garam, kolesterol, pewarna dan pengawet yang
tinggi serta rendah serat dan vitamin jika mengkonsumsinya terlalu banyak. jenis. Makanan
yang menyebabkan penumpukan lemak. .Kandungan lemak yang tinggi pada makanan
berbahaya berkontribusi terhadap peningkatan energi total dan peningkatan cita rasa
makanan, sehingga melemahkan efek rasa kenyang.

Obesitas pada orang dewasa di era COVID-19 sudah menjadi permasalahan yang
serius. Ketika pandemi ini terus berdampak pada masyarakat di seluruh dunia, orang-orang
dengan obesitas terbukti memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit parah dan komplikasi
akibat virus ini. Obesitas, yang didefinisikan sebagai kelebihan lemak tubuh, dikaitkan
dengan banyak masalah kesehatan, termasuk penyakit jantung, diabetes, dan masalah
pernapasan (Hijratul Muharramah & Prihartono, 2021) . Hal ini kini diketahui sebagai
faktor risiko utama gejala parah COVID-19.

Ada beberapa alasan mengapa obesitas dapat meningkatkan peluang tertular


COVID-19. Pertama, kelebihan lemak tubuh dapat mengganggu fungsi paru-paru dan
menurunkan kapasitas pernapasan sehingga lebih sulit melawan infeksi saluran pernapasan
seperti Covid-19. Selain itu, obesitas sering dikaitkan dengan peradangan kronis tingkat
rendah, yang selanjutnya dapat membahayakan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk
merespons infeksi virus secara efektif.
Orang yang mengalami obesitas juga cenderung memiliki penyakit penyerta seperti
diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular, yang diketahui meningkatkan risiko
komplikasi serius akibat COVID-19. Penyakit penyerta ini dapat memperburuk dampak
virus pada tubuh dan meningkatkan risiko rawat inap dan kematian.

Selain itu, obesitas sering kali disertai dengan faktor gaya hidup yang berkontribusi
terhadap peningkatan risiko infeksi virus. Orang yang mengalami obesitas mungkin
memiliki kebiasaan makan yang buruk, terlalu banyak mengonsumsi makanan olahan, dan
menjalani gaya hidup yang tidak banyak bergerak, sehingga dapat melemahkan sistem
kekebalan tubuh dan memengaruhi kesehatan secara keseluruhan. Selain itu, faktor-faktor
penentu sosial dalam bidang kesehatan, seperti terbatasnya akses terhadap pilihan makanan
bergizi dan kesenjangan layanan kesehatan, dapat memberikan dampak yang tidak
proporsional terhadap penderita obesitas, sehingga memperburuk kerentanan mereka
terhadap COVID-19.

Untuk mengatasi peningkatan risiko ini, para profesional di bidang kesehatan dan
pembuat kebijakan telah menekankan pentingnya tindakan pencegahan bagi orang-orang
yang mengalami obesitas selama pandemi COVID-19. Langkah-langkah tersebut antara
lain menjaga berat badan yang sehat melalui pola makan seimbang dan aktivitas fisik
teratur, serta mengikuti pedoman umum untuk mencegah penyebaran virus, seperti
memakai masker, menjaga kebersihan tangan, dan menjaga jarak sosial.

Selain itu, penyedia layanan kesehatan harus memprioritaskan vaksinasi COVID-19


bagi penderita obesitas karena mereka berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah.
Vaksinasi dapat berperan penting dalam mengurangi beban COVID-19 pada populasi ini
dan mencegah rawat inap dan kematian.

Maka dari itu, hubungan antara obesitas dan COVID-19 sangatlah kompleks. Orang
yang mengalami obesitas rentan terhadap penyakit serius dan komplikasi virus karena
berbagai faktor, termasuk gangguan fungsi paru-paru, peradangan kronis, dan adanya
penyakit penyerta. Penting untuk meningkatkan kesadaran akan peningkatan risiko dan
mendorong tindakan pencegahan untuk melindungi populasi rentan ini. Dengan mengatasi
obesitas dan masalah kesehatan terkait, kami dapat membantu mengurangi dampak
COVID-19 dan meningkatkan hasil kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Arifani, S., & Setiyaningrum, Z. (2021). Faktor Perilaku Berisiko yang Berhubungan Dengan Kejadian
Obesitas Pada Usia Dewasa di Provinsi Banten Tahun 2018. Jurnal Kesehatan, 14(2), 160–168.

Ameye, H., & Swinnen, J. (2019). Obesity, income and gender: The changing global
relationship. Global Food Security, 23, 267-281.

Brillian Pintakami, L. (2023). DAMPAK KRISIS LINGKUNGAN TERHADAP


KETAKBERDAYAAN POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT JAWA TIMUR. 1(2), 7–
9.

Hijratul Muharramah, D., & Prihartono, N. (2021). Obesity and Severity COVID-19: Literature
Review Study. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 6(2), 323–332.

Juliawan, A. (2019, October 11). Obesity in Indonesia, a decade of weight gain. Diambil
kembali dari Departemen Gizi UGM: https://gizikesehatan.ugm.ac.id/en/obesity-in-
indonesia-a-decade-of-weight gain/

Kemenkes. (2018). Hasil Survei Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta: Kementerian
Kesehatan.

Murtane, N. M. (2021). Obesitas dan Depresi pada Orang Dewasa. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Sandi Husada, 10(1), 88–93.

Murwani, S. , &, Karmana, I. W. , Hasibuan, H. D. , & Sriyanto, A. (2020). EKSTENSIFIKASI


BARANG KENA CUKAI MINUMAN RINGAN BERPEMANIS. JURNAL PERSPEKTIF
BEA DAN CUKAI, 4(2).

Muzakir, H., Ashari, C. R., & Listiowaty, E. (2023). Edukasi Zat Aditif Makanan dan Jajanan
Sehat Pada Pelajar. Lamahu: Jurnal Pengabdian Masyarakat Terintegrasi, 2(2), 103–108.

Oddo, V. M., Maehara, M., & Rah, J. H. (2019). Overweight in Indonesia: An observational
study of trends and risk factors among adults and children. BMJ Open, 9(9).
Okunogbe, A., Nugent, R., Spencer, G., Ralston, J., & Wilding, J. (2021). Economic impacts of
overweight and obesity: Current and future estimates for eight countries. In BMJ Global
Health (Vol. 6, Issue 10). BMJ Publishing Group.

Tsani, A. F. A., Dieny, F. F., & Pratiwi, Z. A. (2022). Perbedaan ketersediaan makanan dan
lingkungan rumah pada anak obesitas dan tidak obesitas. AcTion: Aceh Nutrition Journal,
7(1), 26.

WHO. (2021, June 9). Obesity and Overwight. Diambil kembali dari Fact sheets:
https://www.who.int/news room/fact-sheets/detail/obesity-and-overweight

Anda mungkin juga menyukai