Anda di halaman 1dari 24

JURNAL PENELITIAN TENTANG

KESEHATAN REMAJA

Dosen Pembimbing :
Rosyidah Alfitri,SST.,MPH

2B KEBIDANAN
Disusun oleh :
Ni Putu Widya Putri L
NIM. 182068

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN MALANG
TA 2020/2021
ASUPAN LEMAK, AKTIVITAS FISIK DAN KEGEMUKAN PADA
REMAJA PUTRI DI SMP BINA INSANI SURABAYA
Fat Intake, Physical Activity and Obesity among Adolescent Girls in SMP Bina Insani Surabaya
1* 2
Jayanti Ayu Praditasari , Sri Sumarmi
1 2
Program Studi S1 Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Kota Surabaya Departemen Gizi
Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Kota Surabaya E-mail: jayanti.ayupraditasari@gmail.com

ABSTRAK
Kegemukan (overweight dan obesitas) merupakan penimbunan lemak berlebih yang menyebabkan kelebihan berat
badan. Penyakit yang berhubungan dengan kegemukan adalah Diabetes, dislipidemia, hipertensi dan penyakit
degeneratif lainnya. Faktor yang memengaruhi kegemukan yaitu pola makan, riwayat keturunan, pola hidup, faktor
psikis, lingkungan, individu, serta biologis yang dapat memengaruhi asupan dan pengeluaran energi. Konsumsi
makanan dengan tinggi lemak dalam jangka waktu yang panjang dan tanpa ada aktivitas untuk pengeluaran energi
dapat meningkatkan risiko terjadinya kegemukan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan asupan
lemak dan aktivitas fisik dengan obesitas pada remaja putri di SMP Bina Insani Surabaya. Desain studi penelitian
menggunakan case control dengan pendekatan retrospective. Sampel remaja putri di SMP Bina Insani Surabaya
yang diambil sebanyak 32 siswi (16 sampel kontrol dan 16 sampel kasus). Asupan lemak total memiliki tergolong
kurang. Asupan Monounsaturated Fatty Acids (MUFA) dan Polyunsaturated Fatty Acids (PUFA) tergolong rendah
sedangkan Saturated Fatty Acids (SFA) tergolong tinggi. Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara asupan lemak dengan kegemukan (ρ=0,240), namun terdapat hubungan antara aktivitas fisik
ρ=0,006 (OR= 9,533, 95% CI: 1,847–49,204) dengan kegemukan pada remaja. Aktivitas fisik yang sangat ringan
memiliki faktor risiko 9,533 kali lebih besar untuk menyebabkan terjadinya kegemukan dibandingkan dengan
aktivitas fisik ringan. Oleh sebab itu, diperlukan peningkatan aktivitas fisik pada remaja putri dengan melakukan
olahraga untuk mengurangi risiko kegemukan.
Kata kunci: aktivitas fisik, asupan lemak, obesitas, remaja putri, status gizi

ABSTRACT
Obesity is defined as excessive fat accumulation fat that causes excess weight. Diseases that related with obesity are
diabetes, dyslipidemia, hypertension and other degenerative diseases. Factors that affect obesity are dietary factors,
history of hereditary, lifestyle, psychological factors, environment, individual, and biological which may influence
energy intake and expenditure. Consumption of high fat in a long period without any activity for energy expenditure
can increase the risk of obesity. This study was aimed to analyse the correlation between fat intake and physical
activity with obesity among adolescent girls in SMP Bina Insani junior high school Surabaya. This study employed
a case control study design with a retrospective approach. The research participants were 32 female students in
Bina Insani junior high school Surabaya (16 control and 16 case samples). Total fat intake was relatively low. The
intake of Monounsaturated Fatty Acids (MUFA) and Polyunsaturated Fatty Acids (PUFA) were low while
Saturated Fatty Acids (SFA) were high. There was no correlation between fat intake and obesity (ρ=0.240), but
there was a significant correlation between physical activity ρ=0.006 (OR= 9.533, 95% CI: 1.847-49.204) with
adolescent obesity. The very mild physical activity give a risk as much as 9.533 times greater for developing obesity
than the mild physical. Therefore, it is necessary to increase physical activity among adolescent girls by doing
sports to reduce the risk of obesity.
Keywords: physical activity, fat intake, obesity, female adolescent, nutritional status

Jayanti A.P., dan Sri S. MGI (2018) 117–122


DOI: 10.20473/mgi.v13i2.117–122

117
1. Media Gizi Indonesia, Vol. 13, No. 2 Juli–Desember 2018: hlm. 117–122

PENDAHULUAN sesuai dengan pedoman gizi seimbang


Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah (Kemenkes RI, 2012).
Konsumsi makanan yang berlebih ditambah
gizi ganda salah satunya adalah obesitas pada
remaja (Shrimpton dan Rokx, 2013). Data dengan kurangnya aktivitas fisik menjadi salah satu
Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa remaja penyebab terjadinya kegemukan pada remaja putri
dengan usia 13–15 tahun memiliki prevalensi (Wijayanti, 2013). Aktivitas fisik yang rendah
overweight dan obesitas sebanyak 8,3% dan 2,5%. memiliki peluang 3 kali lebih besar menyebabkan
Prevalensi overweight (8,9%) dan obesitas (3,9%) kelebihan berat badan dibandingkan aktivitas yang
remaja di kota Surabaya sedikit lebih tinggi berat (Vertikal, 2012). Tujuan penelitian ini adalah
dibandingkan dengan prevalensi di Indonesia menganalisis hubungan asupan lemak dan aktivitas
(Kemenkes RI, 2013a). Penelitian Hanifah dan fisik dengan obesitas pada remaja putri di SMP
Nindya (2013) menunjukkan prevalensi gizi lebih Bina Insani Surabaya.
pada kelas 7 dan 8 di salah satu SMP di Surabaya
mencapai 31%. Penelitian Nufus (2015) METODE
memperlihatkan persentase lemak remaja putri
Penelitian ini merupakan penelitian
lebih besar dibandingan dengan laki-laki.
observasional dengan desain case control yang
Kegemukan merupakan penimbunan lemak dilakukan pada bulan Februari hingga Juni 2017.
berlebih yang menyebabkan kelebihan berat Sampel dalam penelitian ini adalah siswi kelas
badan (Kemenkes RI, 2012). Salah satu indikator VII, VIII dan IX di SMP Bina Insani Surabaya
penentuan status gizi yaitu menggunakan Indeks tahun 2017/2018.
Massa Tubuh (IMT) (Kemenkes RI, 2011). Proses skrining dilakukan dengan melakukan
Peningkatan IMT ini dapat menyebabkan risiko pengukuran Berat Badan (BB) menggunakan
tekanan darah tinggi, hipertensi, kolesterol, LDL timbangan badan digital dengan ketelitian 0,1 kg
dan HDL kolesterol dan trigliserida. risiko dan Tinggi Badan (TB) menggunakan microtoise
penyakit menjadi penyerta peningkatan IMT, dengan ketelitian 0,1 cm. Penilaian status gizi (Z-
seperti Penyakit Jantung Koroner, Stroke, Score, IMT/U) menggunakan WHO Anthroplus.
penyakit kantung empedu, dan bahkan kanker Nilai Z-Score yang diperoleh dikategorikan
(Swinburn et al., 2004). berdasarkan SK Kemenkes Nomor: 1995/
Terdapat berbagai macam faktor yang dapat MENKES/SK/XII/2010, yaitu normal (-2≤ Z-
meningkatkan risiko seseorang mengalami Score <+1) yang masuk dalam kelompok kontrol,
kegemukan. Faktor-faktor tersebut diantaranya pola gemuk/ overweight (+1≤ Z-Score <+2) dan
makan, riwayat keturunan, pola hidup, faktor psikis, obesitas (Z-Score >+2) dikategorikan dalam
lingkungan, individu, serta biologis yang dapat kelompok kasus. Sebanyak 16 siswi diambil
memengaruhi asupan dan pengeluaran energi menjadi sampel diambil secara acak sederhana
(Hendra et al., 2016 dan Marcini et al,, 2011) (simple random sampling).
Lemak adalah salah satu sumber energi bagi Data asupan lemak diperoleh untuk
tubuh yang berpengaruh terhadap kegemukan mengetahui banyaknya jumlah makanan yang
pada remaja (Fentiana, 2012). Konsumsi tinggi dikonsumsi remaja putri dalam 1 hari menggunakan
lemak dalam jangka waktu yang panjang dapat wawancara dengan kuesioner recall 24 jam. Hasil
meningkatkan risiko terjadinya kegemukan (gizi penilaian asupan lemak dihitung menggunakan
lebih dan obesitas) dan meningkatkan berat Nutrisurvey dengan satuan gram untuk lemak total,
badan, sehingga kandungan lemak pada makanan lemak jenuh dan tidak jenuh. Nilai total lemak yang
perlu diperhatikan (Widodo, 2014). Pemenuhan didapatkan kemudian dikategorikan berdasarkan
kebutuhan zat gizi tubuh dipengaruhi oleh Gibson (2005), yaitu kurang (< 77% AKG) dan
pemilihan makanan yang beragam dan seimbang cukup (≥ 77% AKG).
Jayanti Ayu Praditasari, Sri Sumarmi., Asupan Lemak, Aktifitas Fisik dan Kegemukan...
119

Data aktivitas fisik diperoleh untuk Tabel 2. Asupan Lemak, MUFA, SFA, PUFA dan
mengetahui kegiatan dan olahraga yang Aktivitas Fisik Remaja Putri
dilakukan remaja putri. Pengukuran aktivitas Variabel Kontrol Kasus ρ value
fisik dilakukan dengan wawancara menggunakan n % n %
Asupan Lemak
kuesioner APARQ (Adolescent Physical Activity
Kurang 10 62,5 7 43,8
Questionnaire) berupa jenis aktivitas fisik, Cukup 6 37,5 9 56,3 0,240
frekuensi dan durasi yang dilakukan remaja Total 16 100 16 100
untuk mengetahui olahraga dan aktivitas fisik. MUFA
Penilaian kemudian diukur dengan rumus Kurang 15 93,8 14 87,5
Cukup 1 6,3 2 12,5 0,500
Physical Activity Level (PAL) (FAO et al., 2001),
Total 16 100 16 100
yaitu: SFA
ൌ Ʃ

Kurang Baik 11 68,8 10 62,5


24

Hasil penilaian aktivitas fisik kemudian Cukup Baik 5 31,3 6 37,5 0,500
diklasifikasikan menjadi sangat ringan (PAL Total 16 100 16 100
5. 1,40) dan ringan (PAL ≥ 1,40). Klasifikasi ini PUFA
Kurang 16 100 16 100
digunakan karena hasil aktivitas sampel yang
Cukup 0 0 0 0 -
diperoleh tidak ada yang memiliki aktivitas fisik Total 16 100 16 100
cukup maupun lebih. Aktivitas Fisik
Hasil data yang diperoleh kemudian Sangat Ringan 3 18,8 11 68,8
dilakukan analisis univariat dengan analisis cross Ringan 13 81,3 5 31,3 0,006
Total 16 100 16 100
tabulation yang disajikan data secara deskriptif
dengan tabel distribusi frekuensi. Uji hubungan
yang dilakukan menggunakan uji Chi-Square. tahun dalam sehari yaitu sebanyak 20–30% dari
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari total energi yang dibutuhkan atau sebanyak 71
komisi etik Fakultas Kesehatan Masyarakat gram (Kemenkes RI, 2013b). Asam lemak dapat
Universitas Airlangga dengan nomor 469-KEPK. dikelompokkan menjadi asam lemak jenuh
(Saturated Fatty Acids (SFA)), asam lemak tak
HASIL DAN PEMBAHASAN jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acids
(MUFA)) dan asam lemak tak jenuh ganda
Hasil distribusi frekuensi status gizi pada (Polyunsaturated Fatty Acids (PUFA)).
Tabel 1. menunjukkan bahwa separuh remaja Berdasarkan hasil analisis pada tabel 2,
putri memiliki status gizi normal (50%) dan kelompok kontrol cenderung memiliki asupan
separuh lainnya mengalami kegemukan (28,1% lemak total yang lebih rendah dibandingkan
overweight dan 21,9% obesitas). Status gizi dengan kelompok kasus. Hasil menunjukkan
normal digolongkan kelompok kontrol, bahwa sebanyak 56,3% sampel pada kelompok
sedangkan status gizi gemuk dan obesitas kasus memiliki asupan lemak yang cukup atau
digolongkan kelompok kasus. lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol yang
Faktor yang memengaruhi kegemukan pada sebagian besar sampel memiliki asupan lemak
remaja salah satunya adalah asupan lemak. kurang 62,5%.
Kebutuhan lemak remaja putri pada usia 13–15 Hasil analisis uji hubungan menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara asupan lemak
Tabel 1. Distribusi Status Gizi dengan status kegemukan. Penelitian ini
menunjukkan hasil yang sejalan dengan
Status Gizi n %
Normal 16 50,0
penelitian Sasmito (2015) dan Medawati (2005)
Overweight 9 28,1 yang menyatakan bahwa asupan lemak tidak
Obesitas 7 21,9 berhubungan dengan status kegemukan pada
remaja, namun kontribusi lemak terhadap AKG
10. Media Gizi Indonesia, Vol. 13, No. 2 Juli–Desember 2018: hlm. 117–122

yang semakin tinggi memungkinkan terjadinya atau sebesar 11% dari total energi yaitu sebanyak
kegemukan. Asupan makan merupakan salah satu 25,97 gram (FAO, 2010).
faktor yang menyebabkan terjadinya kegemukan, Profil lemak tubuh juga perlu diperhatikan,
namun selain asupan lemak terdapat asupan karena makanan dengan tinggi asam lemak tidak
karbohidrat, protein, konsumsi air dan zat gizi jenuh memiliki profil metabolik yang lebih baik
mikro lain yang juga dapat menyebabkan dibandingkan asam lemak yang jenuh (Butryn et
terjadinya obesitas (Marcini et al., 2011; al, 2012). Konsumsi lemak tak jenuh dalam
Habibaturochmah dan Fitranti, 2014; Muchlisa et jumlah tinggi dengan diimbangi latihan fisik
al., 2013). Hewitt-taylor et al., (2004) sangat penting dalam penurunan berat badan.
menyebutkan bahwa selain komposisi asam Selain itu asam lemak tak jenuh juga dapat
lemak, kelebihan berat badan dan obesitas dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan
dipengaruhi oleh keseimbangan energi dalam peningkatan kolesterol HDL sehingga tidak
tubuh. Selain itu asupan makan dan pengeluaran meningkatkan kadar kolesterol atau trigliserida.
energi dapat dipengaruhi oleh pola makan, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
riwayat keturunan, pola hidup, faktor psikis, aktivitas fisik remaja putri di SMP Bina Insani
lingkungan, individu, serta biologis (Hendra et sebagian besar berada pada aktivitas sangat ringan
al., 2016 dan Marcini et al., 2011). hingga sangat ringan. Kelompok kontrol memiliki
Diet tinggi lemak dapat menyebabkan aktivitas yang lebih tinggi dari kelompok kasus
perubahan jaringan adiposa, fungsi mitokondria meskipun masih berada pada aktivitas yang ringan,
dan insulin yang berperan dalam komposisi yaitu sebanyak 81,3% pada kelompok kontrol dan
tubuh. Hal tersebut dapat disebabkan oleh jenis sebanyak 68,8% pada kelompok kasus dalam
asam lemak pada makanan yang memiliki kategori sangat ringan. Hasil analisis hubungan
kegunaan berbeda, sehingga perlu untuk yang dilakukan juga menunjukkan bahwa aktivitas
mengetahui jenis lemak yang dikonsumsi. fisik memiliki hubungan dengan status kegemukan.
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa Penelitian ini menunjukkan hasil yang sejalan
asupan lemak pada remaja putri pada kelompok dengan penelitian Restuastuti et al. (2016) dan
kasus maupun kontrol cenderung mengonsumsi Musralianti et al. (2016).
lemak jenuh kurang baik. Asupan lemak tidak Aktivitas fisik merupakan perilaku positif
jenuh pada sebagian besar sampel tergolong sebagai pengontrol keseimbangan energi, setiap
rendah (kontrol= 93,8%; kasus= 87,5%). Hasil gerakan tubuh yang menyebabkan peningkatan,
uji hubungan pada MUFA dan SFA tidak pengeluaran, atau pembakaran tenaga. Aktivitas
memiliki hubungan, sedangkan hasil uji fisik yang ringan pada masa remaja akan cenderung
hubungan PUFA tidak dapat dianalisis karena kurang aktif pada masa berikutnya (ACSM, 2015).
hasil PUFA menunjukan semua remaja putri Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang
memiliki asupan yang kurang. menyebabkan obesitas (Wijayanti, 2013).
Asam lemak jenuh perlu dibatasi dalam Hasil aktivitas fisik yang didapatkan dalam
penggunaannya, yaitu sebesar 8% dari total kalori penelitian juga menunjukkan bahwa remaja putri
yang dikonsumsi atau batas konsumsi pada remaja cenderung menghabiskan waktunya untuk
putri sebanyak 18,89 gram. PUFA yang memiliki menonton TV dan bermain gadget. Pergeseran
kandungan n-6 (omega 6) dan n-3 (omega 3) harus gaya hidup di daerah pedesaan yang sebelumnya
dikonsumsi dalam jumlah yang seimbang, yaitu 11 memiliki aktivitas gerak yang lebih banyak
gram dan 1,1 gram pada remaja putri. Rekomendasi menjadi berkurang (Wulandari et al., 2015).
batas konsumsi total PUFA yang dikonsumsi oleh Kemajuan teknologi yang berkembang pesat
remaja sebesar 11% dari total energi atau sebesar memengaruhi gaya hidup perkotaan yang
25,97 gram. Asam lemak tak jenuh tunggal semakin sibuk dengan gadget daripada bermain
memiliki batas konsumsi yang dihitung dari hasil bersama teman sebaya diluar.
asupan lemak total dikurangi asam lemak jenuh, Latihan fisik dan adaptasi otot pada remaja
asam lemak tak jenuh ganda dapat membantu menurunkan berat badan dan
Jayanti Ayu Praditasari, Sri Sumarmi., Asupan Lemak, Aktifitas Fisik dan Kegemukan...
121

Tabel 3. Hasil Analisis Multivariat dengan Chi-Square penelitian, wali murid yang telah mengizinkan
95% CI siswi berpartisipasi, guru-guru dan Kepala
Variabel ρ value OR
Lower Upper Sekolah SMP Bina Insani Surabaya yang telah
Aktivitas Fisik Pembanding membantu teknis pelaksanaan penelitian.
Ringan 9,533
Sangat Ringan 0,006 1,847 49,204 DAFTAR PUSTAKA
ACSM. (2015). Physical activity in children and
mencegah terjadinya kenaikan berat badan. adolescents. American College of Sports
Aktivitas fisik tinggi akan memecah energi dalam Medicine, 1–2. Diakses dari: https://www.acsm.
org/docs/default-source/brochures/physical-
cadangan lemak untuk digunakan, namun aktivitas
activity-in-children-and-adolescents.pdf.
yang rendah akan semakin menumpuk cadangan
Butryn, M.L., Clark, V.L. & Coletta, M.C. (2012).
lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan
Behavioral approaches to the treatment of
peningkatan berat badan (Coelho et al., 2011). obesity. In S. R. Akabas, S. A. Lederman & B.J.
Hasil uji hubungan yang dilakukan juga Moore, eds. Textbook of Obesity: Biological,
menunjukkan bahwa aktivitas fisik memiliki Phychological and Cultural Influences. United
hubungan dengan status gizi. Berdasarkan Tabel Kingdom (UK): Wiley Blackwell, John Wiley
19. diperoleh hasil analisis besar risiko & Sons, 153–272.
(Odds Ratio) menunjukkan nilai OR= 9,533 CI: Coelho, D.F., Pereira-Lancha, L.O., Chaves, D.
1,847-49.204 yang artinya remaja dengan S., Diwan, D., Ferraz, R., Campos-Ferraz, P.
aktivitas sangat ringan memiliki faktor risiko L., Poortmans, J. R. & Lancha, A. H. (2011).
9,533 kali lebih tinggi untuk mengalami Effect of high-fat diets on body composition,
kegemukan dibandingkan dengan aktivitas fisik lipid metabolism and insulin sensitivity, and
the role of exercise on these parameters.
ringan.
Brazilian Journal of Medical and Biological
Keterbatasan penelitian tidak meneliti asupan
Research, 44(10), 966–972.
makan secara makro dan mikro lainnya. Penelitian FAO, WHO & UNU, (2001). Human energy
lebih lanjut disarankan untuk menambahkan requirements, Available at: http://www.fao.
variabel lain yang berhubungan dengan kegemukan org/3/a-y5686e.pdf.
pada remaja seperti, kebiasaan jajan, konsumsi junk FAO. (2010). Fats and fatty acids in human
food dan makanan cepat saji. nutrition (report of an expert consultation).
Rome: Food and Agriculture Organization of
The United Nations, 66.
KESIMPULAN DAN SARAN
Fentiana, N. (2012). Asupan lemak sebagai faktor
Asupan lemak total remaja putri di SMP dominan terjadinya obesitas pada remaja (16–
Bina Insani cenderung lebih rendah bila 18 tahun) di Indonesia tahun 2010 (Data
dibandingkan dengan kebutuhannya. Dilihat dari Riskesdas 2010). Thesis. Universitas Indonesia.
jenis lemak yang paling banyak dikonsumsi oleh Gibson, R.S. (2005). Principles of nutritional
sampel. Total asupan lemak maupun jenis lemak assessment: second edition, Oxford
yang dikonsumsi tidak memiliki hubungan yang University Press: Oxford University Press.
Habibaturochman & Fitranti, D.Y. (2014). Hubungan
signifikan dengan kejadian kegemukan pada
konsumsi air, asupan zat gizi dan aktivitas fisik
remaja putri di SMP Bina Insani. dengan persen lemak tubuh pada remaja putri.
Remaja dengan aktivitas fisik yang sangat Journal of Nutrition College, 3(4), 595–603.
ringan memiliki risiko 9,533 kali lebih besar Diakses dari: https://media.neliti.com/media/
untuk mengalami kegemukan dibanding remaja publications/93988-ID-hubungan-konsumsi-air-
dengan aktivitas fisik yang ringan. asupan-zat-gizi-da.pdf.
Hanifah, N. & Nindya, T.S. (2013). Hubungan
kontribusi beban glikemik makanan dan
PERSANTUNAN
aktivitas fisik terhadap kejadian gizi lebih pada
Penulis mengucapkan terimakasih kepada SMP remaja di SMP full day Surabaya. Media Gizi
Bina Insani Surabaya yang telah mengizinkan Indonesia, 9(No. 1 Januari-Juni 2013), 66–71.
Hendra, C., Manampiring, A. & Budiarso, F. (2016). Faktor-faktor risiko terhadap obesitas pada remaja
di Kota Bitung. Jurnal e-Biomedik, 4(1), 2–6.
Hewitt-taylor, J.,Alexander, J. & Mcbride, J. (2004). Overweight and obesity in children: a review of the
literature. institute of health and community studies Bournemouth University. Diakses dari:
http://eprints.bournemouth.ac.uk/11685/1/ Childhood_Obesity_28June04.pdf.
Kementrian Kesehatan RI. (2011). Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1995/MENKES/
SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Diakses dari http://
gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/11/ buku-sk-antropometri-2010.pdf.
Kemenkes RI. (2012). Pedoman pencegahan dan penanggulangan kegemukan dan obesitas pada anak
sekolah, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. (2013a). Pokok-pokok hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 Provinsi Jawa
Timur, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2013.
Kemenkes RI. (2013b). Regulation on recommended dietary allowance of Indonesia (angka kecukupan gizi).
Indonesia’s Minister of Health. Jakarta: Kementrian Kesehatan Indonesia
Marcini, M., Ordovas, J. & et al., eds. (2011). Nutritional and metabolic bases of cardiovascular
disease, United Kingdom (UK): Wiley-Blackwell.
Medawati, A., Hadi, H. & Pramantara, I.D.P. (2005). Hubungan antara asupan energi, asupan lemak,
dan obesitas pada remaja SLTP di Kota Yogyakarta dan di Kabupaten Bantul. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia, 1(3), 119–129.
Muchlisa, C., & Indrisari, R. (2013). Hubungan asupan zat gizi dengan status gizi pada remaja putri di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2013. Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 1–15. Diakses dari: http://repository.unhas.
ac.id/bitstream/handle/123456789/5487/ Jurnal MKMI Muchlisa (K21109312). pdf?sequence-1.

Musralianti, F., Rattu, A.J. & Kaunang, W.P. (2016). Hubungan antara aktivitas fisik dan pola makan dengan
kejadian obesitas pada siswa di SMP

Kritik jurnal 1 :
Sebagai seseorang yang pernah remaja berat badan merupakan hal yang sangat penting untuk
selalu diperhatikan. Setiap anak remaja pasti mengharapkan punya berat badan ideal. Tetapi
kenyataannya harapan tidak sejalan dengan kenyataan, pada usia remaja rasa ingin bebas
mencicipi berbagai makanan adalah hal yng menyenangngkan karena juga didukung oleh fakor
pertumbuhan, saat remaja tubuh memerlukan asupan lebih untuk bertumbuh . Namun hal ini
sering dijadikan masalah bahwa makanan yang di makan tidak sepadan dengan aktivitas yang
dilakukan. Remaja cenderung malas untuk melakukan aktivitas fisik karena lebih sering
disibukan dengan sekolah, tugas sekolah, bermain gadget, bermain game, nongkrong dengan
teman teman, ngobrol, dan berbagai hal yang cenderung tidak melakukan gerakan yang bisa
membakar kalori banyak sehingga intake tidak sesuai dengan outtake. Selain asupan makan
dan pengeluaran energy oesitas dapat dipengaruhi oleh pola makan, riwayat keturunan, pola
hidup, faktor psikis, lingkungan, individu, serta biologis. Apabila sudah mengalami obesitas
tidak boleh melakukan diet sembarangan ,diet yang tinggi lemak dapat menyebabkan
perubahan jaringan adiposa, fungsi mitokondria dan insulin yang berperan dalam komposisi
tubuh. Oleh karena itu harus benar benar diperhatikan selain hanya olahraga 1 minggu sekali di
sekolah remaja sebaiknya menambahkan waktu aktivitas fisik 2-3 kali seminggu untuk
mencegah terjadinya obesitas harus disesuaikan juga dengan kemampuan dan tingkat
obesitas.

Kesimpulan :

Kegemukan merupakan penimbunan lemak berlebih yang menyebabkan kelebihan berat


badan. Konsumsi makanan yang berlebih ditambah dengan kurangnya aktivitas fisik menjadi
salah satu penyebab terjadinya kegemukan pada remaja putri. Latihan fisik dan adaptasi otot
pada remaja dapat membantu menurunkan berat badan dan mencegah terjadinya kenaikan
berat badan. Diet tidak boleh sembarangan dilakukan diet tinggi lemak dapat menyebabkan
perubahan jaringan adiposa, fungsi mitokondria dan insulin yang berperan dalam komposisi
tubuh. Hal tersebut dapat disebabkan oleh jenis asam lemak pada makanan yang memiliki
kegunaan berbeda, sehingga perlu untuk mengetahui jenis lemak yang dikonsumsi. Remaja
dengan aktivitas fisik yang sangat ringan memiliki risiko 9,533 kali lebih besar untuk mengalami
kegemukan dibanding remaja dengan aktivitas fisik yang ringan.

JURNAL PENDIDIKAN KEPERAWATAN INDONESIA


e-ISSN 2477-3743 p-ISSN 2541-0024

Tingkat Stres dan Indikator Stres pada Remaja yang


Melakukan Pernikahan Dini

Mega Nur Rahmawati1 , Slamet Rohaedi2, Sri Sumartini3*


1,2,3
Program Studi DIII Keperawatan Universitas Pendidikan Indonesia
*Email korespondensi: : srisumartini@upi.edu
ARTICLE INFO

HOW TO CITED: ABSTRAK


Rahmawati, M.N., Rohaedi, Remaja adalah individu yang sedang dalam tahap perkembangan transisi
S., dan Sumartini, S. (2019).
Tingkat Stres dan Indikator antara masa anak-anak dan masa dewasa awal, dimana pada ini terjadi banyak
Stres pada Remaja yang perubahan secara anatomis, fisiologis, fungsi emosional dan intelektual serta
Melakukan Pernikahan Dini. hubungan di lingkungan sosial. Pernikahan dini diartikan pernikahan yang
Jurnal Pendidikan Keperawa-
tan Indonesia 5(1), p. 25-33 pasangan masih muda dan belum memenuhi persyaratan untuk melakukan
pernikahan. Usia Remaja yang melakukan pernikahan dini beresiko tidak
dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungan dan situasi barunya
DOI: sehingga beresiko menimbulkan stres. Gejala stress dapat menjadi masalah
kesehatan yang cukup serius yang dapat berdampak secara psikologis, sosial dan
10.17509/jpki.v5i1.11180 ekonomi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tingkat stres dan indikator
ARTICLE HISTORY: stress yang terjadi pada usia remaja yang melakukan pernikahan dini
Accepted menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Data diperoleh dengan menggunakan
February 22, 2019 instrument kuesioner DASS-21. Sampel yang diteliti adalah pasangan remaja telah
menikah pada usia 16-20 tahun sebanyak 104 pasangan yang diambil dengan
Revised menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian dianalisis menggunakan
May 22, 2019
perhitungan distribusi frekuensi dan presentase (%). Hasil penelitian didapatkan
Published bahwa 46,1% responden mengalami kondisi stres normal, 29% responden dalam
June 26, 2019 keadaan stress ringan, 15,3% responden dalam keadaan stress sedang, 8,6%
responden keadaan stress berat, dan 1% responden berada dalam keadaan stress
sangat berat. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa
secara psikologis, menikah pada usia dini beresiko menimbulkan suatu beban
psikis bagi yang menjalaninya.

Kata kunci: Remaja, Per nikahan Dini, Str es

ABSTRACT
Adolescents are individuals who are in the stage of developing transitions
between childhood and early adulthood, where there are many changing in
anatomical, physiological, emotional, and intellectual functions and
relationships in the social environment. Early marriage is defined as a
marriage in which the couple is young and has not met the requirements for
marriage. The age of adolescents who do early marriages is at risk of not being
able to adapt well to the environment and new situation so that it is at risk of
causing stress. Stress symptoms can be a severe health problem that can have
psychological, social, and economic impacts. This study aims to identify stress
levels and stress indicators that occur in adolescents who conduct early marriages
using quantitative descriptive methods. Data were obtained using the DASS-21
questionnaire. The sample studied was a pair of

25
Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

married teenagers at the age of 16-20 years, with 104 pairs taken using the purposive sampling tech-
nique. The results of the study were analyzed using the calculation of frequency distribution and per-
centage (%). The results showed that 46.1% of respondents experienced normal stress conditions,
29% of respondents in mild stress conditions, 15.3% of respondents were in a state of moderate stress,
8.6% of respondents were severely stressed, and 1% of respondents were in a very stressful state
weight. Based on the results of this study, it can be concluded that psychologically, getting married at
an early age risk creating a psychological burden for those who live it.

Keywords: Adolescent, Early Marriage, stress

PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) (2014) remaja dalam pernikahan di usia muda. Faktor
mengungkapkan bahwa Remaja adalah suatu lain yang tidak kalah besar pengaruhnya yakni
periode transisi dari masa awal anak anak hingga faktor lingkungan. Lingkungan seperti orang tua,
masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira saudara dan kerabat, dan pergaulan dengan te-
kira 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun man turut memberikan pengaruh dalam diri
hingga 22 tahun. Pada masa ini remaja mengala-mi remaja juga turut mempengaruhi pernikahan usia
proses pematangan fisik yang lebih cepat dari pada muda (BKKBN : 2012).
pematangan psikososialnya dan semakin banyak Penelitian United Nations Children’s Fund
menghabiskan waktu diluar keluarga. (UNICEF) tahun 2012 melaporkan bahwa seki-
Hurlock (2013) mengatakan bahwa tar 150 juta remaja di dunia menikah dibawah
dibandingkan dengan kelompok anak dan orang- usia 16 tahun dan praktek pernikahan usia dini
tua, masa remaja merupakan masa yang paling paling banyak terjadi di Asia Tenggara dan Afri-
berat. Masa ini merupakan masa transisi dimana ka. Di Asia Tenggara didapatkan data bahwa
terjadi banyak perubahan, baik secara anatomis, sekitar 10 juta remaja dibawah 16 tahun telah
fisiologis, fungsi emosional dan intelektual serta menikah, sedangkan di Afrika diperkirakan 42%
hubungan di lingkungan sosial.Yulianti (2010) dari populasi anak menikah sebelum mereka
menjelaskan bahwa sifat-sifat keremajaan ini, berusia 16 tahun (kumaidi: 2015).
seperti, emosi yang tidak stabil, belum mempu- Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah remaja usia
nyai kemampuan yang matang untuk me- 10-19 tahun di Indonesia tahun 2012 mem-
nyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta berikan informasi sebesar 41 juta penduduk dan
belum mempunyai pemikiran yang matang ten- tahun 2013 mencapai 62 juta jiwa. Data Badan
tang masa depan yang baik. Hal ini akan sangat Kependudukan Dan Keluarga Berencana Na-
memengaruhi perkembangan psikososial anak sional (BKKBN) tahun 2012 pernikahan di
terutama dalam kemampuan pengelolaan kon- bawah usia 16 tahun di Indonesia mencapai
flik. Pernikahan dini adalah pernikahan yang 25%, bahkan pernikahan usia 12-14 tahun men-
dilakukan bila umur pria kurang dari 21 tahun capai 20%-35% dari seluruh jumlah pernikahan
dan umur perempuan kurang dari 19 tahun yang ada. Pernikahan dini dibawah usia 16 tahun
(Kumalasari, 2012; dan Janiwarty, 2013). angkanya jauh lebih besar sekitar 47,79% dan di
Usia remaja menimbulkan berbagai persoa- perkotaan sekitar 21,75% (Kumaidi: 2015).
lan dari berbagai sisi seperti masa remaja yang Negara Indonesia termasuk yang persentase
selalu ingin coba-coba, pendidikan yang rendah, pernikahan usia mudanya tinggi di dunia yaitu
pengetahuan yang kurang, pekerjaan semakin menempatkan ranking ke 37 (BKKBN, 2012).
sulit didapat sehingga berpengaruh pada penda- Hal ini dikarenakan usia minimum menikah di
patan ekonomi keluarga (Manuaba: 2008). Indonesia sekitar 16 tahun, seperti yang tercan-
Faktor sosial yang terdiri dari gaya berpacaran tum didalam undang-undang Republik Indonesia
remaja dan pergaulan remaja juga mendorong Nomor 1 tahun 1974 mengenai Perkawinan,
26 JPKI 2019 volume 5 no. 1
Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

pada pasal 7 menyebutkan bahwa usia minimal mental. Mereka tidak dapat mengendalikan
seorang wanita diizinkan menikah adalah 16 emosi dan mengelola stres. Remaja yang
tahun. Namun Badan Koordinasi Keluarga Ber- melakukan pernikahan tidak dapat beradaptasi
encana Nasional (BKKBN, 2012) memberikan dengan baik dengan lingkungan dan situasi ba-
peringatan bahwa wanita sebaiknya menikah di runya maka beresiko mengakibatkan timbulnya
atas usia 20 tahun dan pria pada 25 tahun, kare- stres (Rohayati, 2017). Stres yang berkepanjan-
na pada umumnya pasangan yang menikah mu- gan akibat pernikahan yang tidak diinginkan
da emosinya cenderung menggebu-gebu dan atau belum waktunya (unwanted or mistimed )
lebih mudah menghadapi stres. akan mempengaruhi konsep diri seorang remaja,
Pada saat ini permasalahan yang terjadi di konsep diri yang negatif akan berdampak pada
Indonesia yaitu kasus pernikahan dini di ka- sikap dan prilaku (Hawari, 2011).
langan remaja semakin banyak terjadi. Berdasar- Pernikahan dini dalam hal ini berpengaruh
kan Survei Data Kependudukan Indonesia pada tingkat stress remaja. Hasil penelitian
(SKDI) 2012, di beberapa daerah didapatkan Rohmah (2014) Ketidaksiapan dalam memasuki
bahwa sepertiga dari jumlah pernikahan terdata kehidupan perkawinan diangap menjadi indi-
dilakukan oleh pasangan usia di bawah 16 tahun, kator kerentanan munculnya stres. Hasil
Jumlah kasus pernikahan dini di Indonesia teru- penelitian Khusnah pada tahun 2010 menyebut-
tama di Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jambi kan remaja wanita yang menikah dini mengala-
dan Jawa Barat, angka kejadian pernikahan dini mi stres sedang. Usia yang masih relatif muda
berturut-turut 39,4%, 35,5%, 30,6% dan 36% menjadikan pemikiran yang belum matang
mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia seutuhnya namun dituntut untuk melakukan per-
pernikahan 19,1 tahun. Badan Koordinasi nikahan. Mereka merasa stres ketika harus mem-
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2013) iliki keluarga dan menjadi orang tua di usia yang
rata-rata usia pernikahan dini di Jawa Barat ada- masih relatif muda, ibu muda cenderung mudah
lah 18,05 tahun, hal itu masih di bawah standar stres (Rohayati, 2017). Sesuai dengan penelitian
usia pernikahan berdasarkan kesehatan repro- yang telah dilakukan Rahayu, dkk (2012) yang
duksi wanita, usia perempuan untuk menikah itu menyebutkan bahwa semakin tinggi kesiapan
minimal 21 tahun (m.tempo.co : 2016). untuk menikah, maka semakin rendah tingkat
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun stres yang dihadapi. Perasaan mampu dari
2010, Perempuan muda di Indonesia yang meni- seseorang yang memiliki kepercayaan dirinya
kah menurut umur pernikahan pertama paling untuk menanggulangi stres merupakan faktor
tinggi sebanyak 41,9 % berusia 15-19 tahun se- utama dalam menentukan kerasnya stres (Sriati,
dangkan paling rendah sebanyak 0,6 % berusia 2008).
35 tahun ke atas. Undang-undang perkawinan Hasil dari studi pendahuluan, menurut Kan-
menyebutkan bahwa batas minimal perkawinan tor Pengadilan Kementerian Agama Kabupaten
seseorang adalah berusia 19 tahun untuk laki- Bandung Barat mencatat hasil pernikahan dini
laki dan 16 tahun untuk perempuan. Akan tetapi rata-rata di seluruh kecamatan masih tergolong
jika mengacu pada UU Perlindungan Anak No. tinggi, bahkan untuk Kecamatan Lembang, pa-
23 tahun 2002 perkawinan usia 18 tahun ke rongpong, dan Padalarang angka pernikahan
bawah termasuk pernikahan dini (Lestari: 2015). dibawah usia 20 tahun masih tinggi
Masalah yang terjadi lainnya pada per- (RmolJabar.com). Angka pernikahan dini Kabu-
nikahan dini juga dapat dikarenakan belum paten Bandung Barat di tahun 2015 dan 2016
cukupnya kesiapan dari berbagai aspek dian- pernikahan usia dibawah 19 tahun mencapai
taranya aspek kesehatan, mental emosional, pen- 12.643 perkawinan, tahun 2015 angka perkawi-
didikan, sosial, ekonomi, dan reproduksi nan dini berjumlah 7.884 dan 2016 berjumlah
(Depkes, 2015). Hasil penelitian Ermawan 4.759 perkawinan, di Kecamatan Parongpong
(2014) mengatakan bahwa remaja yang menikah tercatat dalam tahun 2015 berjumlah 135 orang,
dini dilaporkan mengalami gangguan kesehatan di tahun 2016 berjumlah 142 orang, dan 3 bulan

JPKI 2019 volume 5 no. 1 27


Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

terakhir di awal 2017 berjumlah 50 orang. Ting- Usia berkaitan dengan toleransi seseorang
ginya angka pernikahan dini menunjukan ter- terhadap stres. Pada usia remaja seringkali ra-wan
jadinya permasalahan sosial dan psikososial pa- terhadap stres dan emosinya sangat kuat namun
da remaja akan cenderung meningkat dari tahap remaja awal ke remaja akhir terjadi
(Noorkasiani, Heryati & Rita Ismail, 2009). perbaikan pada perilaku emosionalnya dan lebih
mampu mengontrol stres. Menurut Kumalasari
METODE PENELITIAN (2012) tentang perkembagan remaja dibagi
Desain yang digunakan dalam penelitian ini menjadi tiga tahap yang pertama tahap remaja awal
adalah deskriptif kuantitatif menggunakan popu- usia 10-12 tahun, yang kedua rema-ja pertengahan
lasi sebanyak 142 orang. Teknik sampling yang usia 13-15 tahun, dan yang ketiga remaja akhir 16-
digunakan adalah purposive sampling dengan 19 tahun. Pada peneliti ini menggunakan teori usia
besar sampel yang diteliti sebanyak 104 orang remaja akhir dari usia 16-20 tahun. Dari data
pasangan remaja dengan kriteria inklusi yaitu: karakteristik responden berdasarkan usia, sebagian
Pasangan telah menikah, berusia 16-20 tahun, besar berada pada kelompok usia 20 tahun
dan berdomisili di Wilayah Kerja Puskesmas berjumlah 28 orang (27%), setengah kecil dari
Parongpong, Pasangan remaja yang bersedia responden yang mem-iliki usia 19 tahun berjumlah
mengisi kuesioner. Sementara kriteria eksklusi (26%), hampir se-bagian kecil dari responden yang
yaitu Pasangan remaja yang telah bercerai. memiliki usia 18 tahun (19,2%), sebagian kecil
Instrumen penelitian yang digunakan adalah dari responden 17 tahun (16,3%), dan sebagian sisa
kuesioner DASS 21 (Depression Anxiety Stress responden yang memiliki usia 16 tahun (11,5).
Scale) yang dikembangkan oleh Lovibond. S. H Responden terbanyak berusia 20 tahun yang
dan Lovibond. P. H (1995). Instrumen DASS 21 termasuk dalam kategori remaja akhir. Hal ini
terdiri dari 21 item pertanyaan, yang men- sesuai dengan te-ori tugas perkembangan Hurlock
cangkup 3 subvariabel diantaranya fisik, emo- (2013) dimana tugas perkembangan dari remaja
si/psikologis dan perilaku (Crawford & Henry, akhir yaitu mampu menerima dan memahami
2005). DASS 21 berisi pertanyaan yang singkat peran seks usia dewasa, mencapai kemandirian
sehingga bisa disesuaikan dengan subjek emosional dan ekonomi, mengembangkan
penelitian yang berkisar antara usia 16-20 tahun. tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
Hasil penelitian didapatkan dengan memasuki dunia dewasa. Sehingga dapat
menggunakan analisis data distribusi frekuensi dinyatakan bahwa se-makin bertambahnya usia,
dan presentase (%). semakin dirinya mampu beradaptasi dengan situasi
dan memiliki toleransi baik terhadap stresor.
HASIL PENELITIAN Pendidikan sering dilihat sebagai kunci un-
Informasi yang didapatkan berdasarkan tuk mencegah pernikahan dini (UNICEF,2005).
hasil penelitian tingkat dan indikator stress pada Presentase pernikahan usia dini akan menurun
remaja yang melakukan pernikahan dini yang apabila tingkat pendidikan yang diraih seorang
telah dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas perempuan semakin tinggi. Sejalan dengan hasil
Parongpong Kabupaten Bandung Barat dapat penelitian Rafidah, dkk (2009) yang menyebut-
dilihat pada Tabel 1. kan pendidikan yang rendah beresiko 2,9 kali
lebih besar untuk menikah pada usia kurang dari
Gambaran Karakteristik Responden 20 tahun dibandingkan dengan yang berpendidi-
kan tinggi. Data karakteristik berdasarkan pen-
Pada penelitian ini terdapat beberapa karakteris- didikan responden lebih dari setengahnya re-
tik subjek penelitian untuk memperjelas hasil sponden berpendidikan terakhir SMP sebanyak
penelitian. Data karakteristik demografi re- (54,8%), hampir setengah dari responden ber-
sponden diantaranya adalah usia, dan pendi- pendidikan SMA sebanyak (39,4%), dan sebagi-
dikan. an kecil dari responden berpendidikan SD
28 JPKI 2019 volume 5 no. 1
Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

sebanyak (5,7%). Hal ini pendidikan responden R. J & Henry, D. J. (2005). Stres sedang
berada dalam tingkatan SMP.Berdasarkan hasil sebanyak (15,3%), stres sedang berlangsung be-
penelitian Siboro (2009) menyebutkan bahwa berapa jam sampai beberapa hari. Stressor ini
tingkat pendidikan tidak berpengaruh pada ting- dapat menimbulkan gejala yaitu mudah merasa
kat stres karena tingkat pendidikan berhub- letih, mudah marah, sulit untuk beristirahat, mu-
ungan dengan peran penting dalam perkem- dah tersinggung, gelisah, stres sedang ini berada
bangan individu bukan dengan stres. Saat diwa- pada tahapan stres tahapan III (Psychology
wancarai, kebanyakan dari responden lebih Foundation of Australia, 2010). Stres berat
memilih untuk menikah dan tidak melanjutkan sebanyak (8,6%), stres berat merupakan situasi
pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Mereka kronis yang dapat terjadi dalam beberapa
merasa sudah siap dan percaya bahwa dirinya minggu, persepsi individu sangat menurun dan
mampu untuk menjalankan peran sebagai cenderung membutuhkan banyak pengarahan,
seorang istri dan seorang ibu. Sesuai dengan stres berat ini berada pada tahapan stres tahapan
penelitian yang telah dilakukan Rahayu, dkk IV (Crawford, R. J & Henry, D. J. (2005). Stres
(2012) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi sangat berat (1%), stres sangat berat merupakan
kesiapan untuk menikah, maka semakin rendah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa
tingkat stres yang dihadapi. Perasaan mampu bulan dan dalam kurun waktu yang tidak dapat
dari seseorang yang memiliki kepercayaan ditentukan, biasanya seseorang dalam tingkat
dirinya untuk menanggulangi stres merupakan stres sangat berat cenderung pasrah dan tidak
faktor utama dalam menentukan kerasnya stres memiliki motivasi untuk hidup. Seseorang da-
(Sriati, 2008). lam tingkatan stres ini biasanya teridentifikasi
mengalami depresi berat kedepannya, stres san-
Gambaran Tingkat Stres Pada Pasangan gat berat ini berada pada tahapan stres tahapan V
yang Melakukan Pernikahan Dini dan VI (Psychology Foundation of Australia,
2010).
Hasil penelitian menggambarkan secara Berdasarkan teori (Stuart & Sundeen, 1998;
umum pasangan yang melakukan pernikahan Hamid, S & Achir Yani, 2009 ) hasil yang di
dini di wilayah kerja Puskesmas Parongpong dapatkan pasangan remaja yang melakukan per-
Kabupaten Bandung Barat memiliki tingkat stres nikahan dini hampir setengah dari responden
dalam rentang normal (46,1%), stres normal memiliki rentang respon adaptif dimana respon
merupakan bagian alamiah dari kehidupan yang tersebut individu mampu menyelesaikan masa-
hampir seluruh manusia mengalaminya yang lah yang masih dapat diterima oleh norma sosial
memerlukan penyesuaian untuk menghadapi dan budaya yang umumnya berlaku, dengan kata
stresor (Crawford, R. J & Henry, D. J. (2005). lain individu tersebut masih dalam batas-batas
Stres ringan menduduki presentasi terbanyak normal saat menyelesaikan masalah. Sedangkan
kedua setelah stres normal yaitu sebanyak setengah dari responden memiliki rentang re-
(29%), pada stres ringan stresor yang dihadapi spon mal adaptif diman respon tersebut menyim-
bisa berlangsung beberapa menit atau jam, stres pang dari norma-norma social dan budaya ling-
ringan sering terjadi pada kehidupan sehari-hari kungan, sehingga di dapatkan pasangan remaja
dan kondisi ini dapat membantu seseorang men- tidak mampu mengatasi konflik-konflik yang
jadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai terjadi pada rumah tangganya.
kemungkinan yang akan terjadi. Stres ini tidak Stres yang normal, menunjukkan bahwa
merusak aspek fisiologis seseorang, namun pada hampir setengah dari responden mempunyai sis-
respon psikologi seseorang didapatkan merasa tem adaptasi atau penyesuaian baik yang
mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari bi- berhubungan dengan dukungan, baik dalam diri
asanya, namun secara tidak disadari cadangan sendiri, keluarga, maupun lingkungan sosial.
energi semakin menipis, stres ringan ini berada Pengaruh lingkungan dan sosial dapat membantu
pada tahapan stres tahapan 1 dan II (Crawford, seseorang dalam menghadapi stres. Sesuai

JPKI 2019 volume 5 no. 1 29


Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik demografi responden pasangan usia dini

Karakteristik
Usia Frekuensi Presentasi
16 12 11,5%
17 17 16,3%
18 20 19,2%
19 27 26%
20 28 27%
Pendidikan Frekuensi Presentasi
SD 6 5,7%
SMP 57 54,8%
SMA 41 39,4%

Tabel 2. Distribusi frekuensi tingkat stres pada pasangan usia dini

Tingkat Stres Frekuensi Presentase%


Normal 48 46,1
Ringan 30 29
Sedang 16 15,3
Berat 9 8,6
Sangat Berat 1 1
Total 104 100

Tabel 3. Distribusi frekuensi indikator stres pada pasangan usia dini

Indikator Frekuensi Presentase


Sulit beristirahat 90 86,5
Reaksi berlebihan 79 76
Gugup 87 84
Gelisah 83 79,8
Sulit tenang 83 79,8
Memaklumi gangguan 76 73
Mudah Tersinggung 91 87,5

30 JPKI 2019 volume 5 no. 1


Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

dengan teori bahwa stres merupakan bagian ke- beban kepada individu tersebut dan tidak
hidupan suatu individu, sehingga menuntut indi- sanggup untuk mengatasi beban tersebut. Hal
vidu untuk beradaptasi, adaptasi melibatkan yang paling ekstrim mengenai dampak
mekanisme untuk perlindungan, mekanisme psikologis misalnya rasa cemas yang berlebihan,
koping, dan dapat mengarahkan pada merasa ketakutan, depresi dan munculnya gejala
penyesuaian dan penguasaan situasi stres. Seseorang yang mengalami gejala stres
(Khairunnisa, D. oktavia, 2016). Hasil penelitian dapat dilihat baik secara psikologis.
Khoiyriyyatul (2014) yang menyebutkan bahwa Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari
terdapat hubungan antara strategi koping stres Ermawan, 2014 yang mengatakan bahwa re-
dengan penyesuaian pernikahan remaja. sponden yang mengalami gangguan kesehatan
mental ini lebih mengarah pada gangguan
Gambaran Indikator Stres pada Pasangan penurunan energi, cemas, dan gangguan somat-
Usia Dini ik. Jika dilihat dari sudut pandang responden
mengalami gangguan penurunan energi dapat
Pada penelitian ini terdapat karakteristik in- dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan
dikator penelitian untuk memperjelas hasil remaja. Dengan pernikahan dini ini maka remaja
penelitian, pasangan yang merasakan stres mengalami gangguan secara psikologi di-
dengan gejala-gejala negatif. Hasil data karak- pengaruhi belum mampu beradaptasi terhadap
teristik terhadap pasangan yang melakukan per- hal baru, lingkungan baru.
nikahan dini di wilayah kerja Puskesmas Pa-
rongpong Kabupaten Bandung Barat gejala- SIMPULAN
gejalanya sebagai berikut, sebanyak (87,5%) Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disim-
pasangan remaja yang mudah tersinggung, sulit pulkan bahwa setengah dari responden
beristirahat (86,5%), merasa gugup (84%), ge- dikelompokan dalam keadaan stres normal,
lisah (79,8%), sulit untuk bersikap tenang hampir setengahnya dari responden
(79,8%), mengalami reaksi berlebihan ( 76%), dikelompokan dalam keadaan stres ringan, seba-
dan yang terakhir (73%) tidak bisa memaklumi gian kecil dari responden dikelompokan dalam
gangguan yang ada di sekitarnya. Faktor yang keadaan stres sedang, sebagian kecil dari re-
mempengaruhi stres adalah faktor lingkungan sponden dikelompokan dalam keadaan stres be-
fisik, tertekan di lingkugan tersebut, dan ketid- rat, dan sebagian kecil dari responden
aknyamanan lingkugan faktor fisiologis, peru- dikelompokan dalam keadaan stres sangat berat.
bahan kondisi tubuh masa remaja misalnya ke- Hasil yang didapatkan pasangan remaja
hamilan serta reaksi tubuh terhadap ancaman yang melakukan pernikahan dini hampir sete-
dan perubahan lingkungan, faktor psikologis, ngah dari responden memiliki rentang respon
perselingkuhan dan perceraian, dan masalah adaptif dimana respon tersebut individu mampu
sehari-hari (Hawari, 2011). Menurut Hawari menyelesaikan masalah yang masih dapat
(2011) Gejala fisiologis antara lain jantung diterima oleh norma sosial dan budaya yang
berdebar-debar, muka pucat, gangguan gastroin- umumnya berlaku, dengan kata lain individu
testinal, gangguan pernafasan, gangguan pada tersebut masih dalam batas-batas normal dalam
kulit (timbul jerawat, kedua telapak tangan dan menyelesaikan masalah. Sedangkan setengah
kaki berkeringat), sering buang air kecil, mulut dari responden memiliki rentang respon mal
dan bibir terasa kering, sakit kepala, sakit pada adaptif dimana respon tersebut menyimpang dari
punggung bagian bawah, ketegangan otot serta norma-norma social dan budaya lingkungan,
gangguan tidur. Sebagian kecil responden men- sehingga di dapatkan pasangan remaja tidak
galami gejala stres fisiologis dilihat dari gejala mampu mengatasi konflik-konflik yang terjadi
fisiologisnya, hal ini ditunjukkan dengan re- pada rumah tangganya, dan memiliki gejala-
sponden yang mengalami jantung berdebar- gejala sebagai berikut: banyak pasangan remaja
debar, muka pucat pada saat memiliki tuntutan yang mudah tersinggung, sulit beristirahat mera-

JPKI 2019 volume 5 no. 1 31


Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

sa gugup, gelisah sulit untuk bersikap tenang, suatu pekerjaan yang mudah, memerlukan
mengalami reaksi berlebihan, dan yang terakhir kedewasaan dalam berfikir dan bertindak. Oleh
tidak bisa memaklumi gangguan yang ada di karena itu batasan usia yang layak diperlukan
sekitarnya. untuk melaksanakan pernikahan guna untuk
Secara psikologis menikah pada usia dini kesiapan secara mental dan kematangan secara
merupakan suatu beban psikis, karena berumah fisik.
tangga dan menjaga keharmonisannya bukan

DAFTAR PUSTAKA Remaja Nikah Muda di Desa Tambak


Agustini, N. N. M., & Arsani, N. L. K. A. Agung Puri Mojokerto. Laporan penelitian.
(2013). Remaja Sehat Melalui Pelayanan 31 Mei 2014
Kesehatan Peduli Remaja di Tingkat Pusk- Fausiah, F & Widury, J. (2007). Psikologi A b-
esmas. Jurnal Kesehatan Masyarakat vol. 9 normal. Jakarta:UI-Press.
(1). https://journal.unnes.ac.id/nju/ Hawari D, (2011). Manajemen Stres Cemas dan
index.php/kemas/article/view/2832. Depresi. Cetakan Ketiga, Ed. Kedua, Jakar-
Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur ta: FKUI.
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Hamid, S, Achir Yani. (2009). A suhan
Jakarta : Rineka Cipta. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Bunga Ram-
Aminudin. A. S. (2016). Rata-rata Perempuan di pai, EGC, Jakarta
Jawa Barat Menikah Umur 18 Tahun. Hurlock. (2013). Perkembangan A nak. jilid 1.
m.tempo.co. Diperoleh dari https: // Jakarta: Erlangga.
m.tempo.co/read/ Janiwarty, B. Pieter, H, Z. (2013). Pendidikan
news/2016/11/10/058819181/rata-rata- Psikologi Untuk Bidan. Yogyakarta.
perempuan-di-jawa-barat-menikah-umur- Jahja, Yudrik. 2012. Psikologi Perkembangan.
18tahun. 10 November 2016 Jakarta: Kencana.
Astuty, S. Y. (2013). Faktor-Faktor Penyebab Junari, T. (2017). Angka Pernikahan Dini di
Terjadinya Perkawinan Usia Muda Bandung Barat Masih Tinggi. Rmoljabar.
Dikalangan Remaja Di Desa Tembung Diperoleh dari http://www.rmoljabar.com /
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli read/2017/02/22 /36154 /Pernikahan-Dini-di
Serdang. Welfare State. -Bandung-Barat-Masih-Tinggi. 17 Januari
BKKBN. (2012). Kajian Pernikahan Dini pada 2017
Beberapa Provinsi di Indonesia: Dampak Kumaidi, Amperaningsih, Y. (2015). Hubungan
overpopulation, Akar Masalah dan Peran Sikap dan Status Ekonomi Dengan Per-
Kelembagaan di Daerah. Jakarta nikahan Dini Pada Remaja Putri. Jurnal
BPS, BKKBN, & Kemenkes. (2013). Survei Keperawatan. Volume XI (I). April 2015.
Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 75-80
Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta. Kumalasari, I. Andhyantoro, A. (2012).
Crawford, R. J & Henry, D. J. (2005). The Short Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Salemba
-form Version Of The Depression Anxiety Medika.
Stres Scales (DASS 21) : Construct Validity
And Normative Data In A Large Non- Khairunnisa, D. Oktavia, H. . S. (2016). Tingkat
Clinical Sample. British Journal Of Clinical stres pada remaja wanita yang menikah dini
Psychology 44, 227-238. di kecamatan babakan Cikao Kabupaten
Depkes RI. (2015). Kumpulan Materi Kesehatan Purwakarta. IV(2), 67–76.
Reproduksi Remaja. Jakarta: Departemen Lestari, P.R. (2015). Hubungan Antara Per-
Kesehatan. nikahan Usia Remaja Dengan Ketahanan
Ermawan, H. (2014). Status Kesehatan mental Keluarga. Jurnal Kesejahteraaan Keluarga
dan Pendidikan. Volume V (1). Oktober

32 JPKI 2019 volume 5 no. 1


Rahmawati, M.N., Rohaedi, S., dan Sumartini, S | Tingkat Str es dan Indikator Stres pada Remaja yang Melakukan Per nikahan Dini

2015. 18-25 Sarwono, S, W. (2013). Psikologi Remaja. Ja-


Marmi. (2014). Kesehatan Reproduksi. Yogya- karta: RajawaliPers.
karta: Pustaka Pelajar. Sarafino, P.E & Smith, W. T.( 2012). Health
Manuaba, IG. (2008). Memahami Kesehatan Psychology : Biopsychosocial Interactions.
Reproduksi. Jakarta : EGC. Asia : Wiley.
Noorkasiani, Heryati & Rita Ismail. (2009). So- Setiadi (2013). Praktek Penulisan Riset
siologi Keperawatan. Jakarta. EGC. Keperawatan. Edisi 2. Yogyakarta, Graha
Notoadmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Ilmu.
Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta. Sriati, A (2008). Tinjauan Tentang Stres.
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Fakultas Ilmu Keperawatan. UNPAD.
Ilmu Jatinangor.
Keperawatan: Pendekatan Praktis. Edisi 3. Stroudm L, R., Foster, E., Papandonatos, G.D.,
Jakarta : Salemba Medika. Handwerger, K., Granger, D. A., Kivlighan,
Oswalt ,A. (2010). A n Introduction to A doles- K. T., & Ninaura, R. (2009). Stress response
cent Development. (online). Tersedia: and the adolescent transition: Performance
(http://www.mentalhelp.net/poc/ versus peer rejection stressors. Development
view_doc.php?type=doc&id=41149&cn= and psychopathology, 21(01), 47-68.
1310 24 maret 2012). Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif,
Papalia, Diane, Old, S. W., Feldman, R. D. Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed methods) .
(2008). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Bandung: ALFABETA.
Kencana Prenada Media Grup. Suparyanto. (2013). Pernikahan Usia Muda.
. Polinggapo, Sri W, (2013). Perbedaan Tingkat Tersedia di http://www.drsuparyanto /
Stres Remaja Berdasarkan Tipe konsep pernikahandini. Diakses pada tang-
Kepribadian Somatotype Sheldon. (skripsi). gal 16 Juli 2013.
Fakultas Pendidikan Psikologi jurusan Universitas Pendidkan Indonesia. (2015). Pe-
psikologi, Uni-versitas Negeri Malang. doman Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Ban-
Psychology Foundation of Australia. 2010. De- dung. UPI Pres.
pression Anxiety Stress Scale. Http:// Widyastuti, Y. Rahmawati A. Purwaningrum, Y,
www.psy.unsw.edu.au. (diakses pada tang- 1. (2009). Kesehatan Reproduksi. Yogya-
gal 22 Mei 2016) karta: Penerbit Fitrama
Rohayati, R. (2017). Faktor Yang Berhubungan
Dengan Perkembangan Sosial Emosi
Anak. Jurnal Keperawatan.
Kritik Jurnal 2 :

Usia yang matang untuk boleh menikah yaitu 20 hingga 21 tahun untk perempuang dan 25
tahun untuk laki-laki . Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan bila umur pria
kurang dari 21 tahun dan umur perempuan kurang dari 19 tahun. Pernikahan dini diartikan
pernikahan yang pasangan masih muda dan belum memenuhi persyaratan untuk melakukan
pernikahan.. Pada usia remaja secara fisik, mental dan emosional belum mampu untuk
menjalankan kehidupan setelah menikah. Setelah menikah aka nada banyak masalah,
tuntutan dan pekerjaan yang harus dilakukan hal tesebut cenderung menjadikan remaja
mudah stress. Selain itu faktor lain yang tidak kalah besar pengaruhnya yakni faktor
lingkungan. Lingkungan seperti orang tua, saudara dan kerabat, dan pergaulan dengan
teman turut memberikan pengaruh dalam diri remaja juga turut mempengaruhi pernikahan
usia muda. Usia yang masih relatif muda menjadikan pemikiran yang belum matang
seutuhnya namun dituntut untuk melakukan pernikahan. Secara psikologis menikah pada
usia dini merupakan suatu beban psikis, karena berumah tangga dan menjaga
keharmonisannya bukan suatu pekerjaan yang mudah, memerlukan kedewasaan dalam
berfikir dan bertindak. Oleh karena itu batasan usia yang layak diperlukan untuk
melaksanakan pernikahan guna untuk kesiapan secara mental dan kematangan secara fisik.

Kesimpulan :

Dibandingkan dengan kelompok anak dan orang-tua, masa remaja merupakan masa yang
paling berat. Masa ini merupakan masa transisi dimana terjadi banyak perubahan, baik
secara anatomis, fisiologis, fungsi emosional dan intelektual serta hubungan di lingkungan
social. Pernikahan dini dalam hal ini berpengaruh pada tingkat stress remaja. Masalah yang
terjadi lainnya pada pernikahan dini juga dapat dikarenakan belum cukupnya kesiapan dari
berbagai aspek dian-taranya aspek kesehatan, mental emosional, pen-didikan, sosial,
ekonomi, dan reproduksi.

JHE 1 (1) (2016)

Journal of Health Education


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu/

PENGEMBANGAN METODE PELATIHAN DENGAN PROBLEM CARD


DALAM PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG
KESEHATAN REPRODUKSI

Iga Nur Fitriani 

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia
Info Artikel Abstrak
________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Latar Belakang: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
Diterima Maret 2016 pada remaja yang tergabung dalam Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-Remaja) Kecamatan
Disetujui April 2016 Semarang Utara. Penelitian bertujuan untuk mengembangkan model problem card dalam peningkatan
Publikasi April 2016 pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi.
________________ Metode: Jenis penelitian ini adalah analitik dengan rancangan penelitian action research, dengan
Keywords: melibatkan 32 remaja sebagai sampel penelitian. Dalam penelitian ini dikembangkan metode pelatihan
Problem card, dengan problem card.
reproductive health, Hasil: Hasil uji McNemar antara pre-test dengan post-test ke-1 diperoleh nilai p = 0,004 sedangkan post-
adolescent test ke-1 dengan post-test ke-2 nilai p = 0,002. Pelatihan juga peningkatan sikap remaja antara pre-test
____________________ dengan post-test ke-1 (p = 0,004) , dan post-test ke-1 dengan post-test ke-2 (p = 0,002).
Simpulan: Penggunaan media problem card dalam pelatihan mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap
remaja tentang kesehatan reproduksi.

Abstract
___________________________________________________________________
Background: This study was motivated by the lack of knowledge about reproductive health in adolescents
who were members of the Youth Information and Counseling Center (PIK-Remaja) in Semarang Utara
Subdistrict. The research aimed to develop a model to increase knowledge and attitude of reproductive
health among adolescent.
Methods: This study was action research, with involve 32 adolescents as sample. This study developed
training method with problem card. Data were analyzed with McNemar test.
Results: McNemar test between pre-test with 1 st post-test resulted p value of 0.004, while 1 st post-test with
2nd post-test was 0.002. Training also increased adolescent attitude between pre-test with 1 st post-test (p
value: 0.004) and 1st post-test with 2nd post-test (0.002).
Conclusion: Problem card media was able to increase knowledge and attitude of reproductive health
among adolescent.

© 2016 Universitas Negeri Semarang

2. Alamat korespondensi: ISSN 2527-4252


Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: nurfitrianiiga@ymail.com

21
Iga Nur Fitriani / Unnes Journal of Public Health 1 (1) (2016)

PENDAHULUAN antusias dalam perkumpulan yang semestinya


Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) tahun dihadiri, regenerasi pengurus dan pengelolaan
2010, jumlah penduduk usia 10-24 tahun mencapai admisitrasi PIK-Remaja. Sehingga PIK Kecamatan
28,7% dari populasi. Remaja yang menjadi Semarang Utara belum mampu membantu
generasi penerus dalam pembangunan nasional, mengatasi masalah remaja di Semarang Utara.
menghadapi berbagai permasalahan. Masalah yang Oleh sebab itu dibutuhkan pemberian pengetahuan
paling menonjol di kalangan remaja yaitu pada anggota PIK-Remaja melalui pelatihan.
permasalahan seputar TRIAD KRR (Seksualitas, Pelatihan diberikan bertujuan untuk
HIV dan AIDS serta Napza) (BKKBN, 2012). meningkatakan pengetahuan peserta tentang
Permasalahan kesehatan reproduksi seksualitas, HIV/AIDS dan Napza, meningkatkan
remaja, terjadi akibat rendahnya pengetahuan sikap dan pengetahuan tentang penanggulangan
remaja mengenai kesehatan reproduksi. Survei masalah remaja (BKKBN, 2012). Berdasarkan
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 hasil wawancara peneliti dengan pembina PIK-
menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang Remaja pada tanggal 28 Juni 2015 menyatakan
kesehatan reproduksi remaja relatif masih rendah, bahwa, metode pelatihan yang diberikan
47,9% remaja perempuan tidak mengetahui kapan menggunakan metode ceramah
seorang perempuan memiliki hari atau masa subur. dan curah pendapat, meski mampu meningkatkan
Pengetahuan remaja laki-laki tentang mimpi basah pengetahuan, namun dalam pelatihan metode
hanya 24,4% (BKKBN, 2012). ceramah memiliki beberapa kekurangan antara lain
Pada kondisi ini remaja membutuhkan membosankan dan peserta tidak berpartisipasi
informasi mengenai kesehatan reproduksi. aktif dalam kegiatan sehingga membutuhkan
Berdasarkan Undang-undang No. 52 Tahun 2009 inovasi metode lain.
tentang Perkembangan Kependudukan dan Belajar Berdasarkan Masalah (BBM)
Pembangunan Keluarga. Dalam Pasal 48 ayat (1) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena
pada huruf b menyebutkan bahwa peningkatan Belajar Berdasarkan Masalah kemampuan berpikir
kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja
pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kelompok atau tim yang sistematis, sehingga dapat
kehidupan berkeluarga, BKKBN mengembangkan memberdayakan, mengasah, menguji dan
Program Generasi Berencana (GenRe) bagi mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
Remaja melalui wadah Pusat Informasi dan berkesinambungan (Rusman, 2014). Menurut
Konseling Remaja (PIK-Remaja). PIK-Remaja Sukiarso (2007), pelatihan
adalah salah satu wadah yang dikelola dari, oleh dengan metode BBM meningkatkan pengetahuan
dan untuk remaja, mampu memberikan pelayanan dan mempertahankanpengetahuan lebih lama
informasi dan dibandingkan metode konvensional atau ceramah.
konseling tentang pendewasaan usia perkawinan, Media yang digunakan dalam pelatihan berupa
delapan fungsi keluarga, TRIAD KRR problem card berisi tentang masalah-masalah
(Seksualitas, HIV/AIDS, dan Napza), kontekstual berhubungan dengan materi yang akan
keterampilan hidup, gender dan keterampilan dipelajari.
advokasi serta KIE (BKKBN, 2006).
Menurut kepala UPT Bapermasper dan METODE
KB kecamatan Semarang Utara kondisi PIK-
Remaja Semarang Utara kian tahun semakin Jenis penelitian ini adalah action research,
menurun, hal ini dilihat dari pelaksanaan yang jenis action research yang digunakan adalah
tidak sesuai dengan harapan seperti kegiatan action research eksperimen. Penelitian
dilapangan masih kurang, kurangnya keseriusan dilaksanakan di PIK-Remaja Kecamatan Semarang
dalam memberikan penyuluhan, kurang Utara. Sampel penelitian ini adalah anggota PIK-
Remaja Kecamatan Semarang

22
Iga Nur Fitriani / Unnes Journal of Public Health 1 (1) (2016)

Utara. Pada penelitian ini pengambilan sampel dan siklus II mengalami peningkatan, dibuktikan
menggunakan Purposive sampling yaitu dengan 3 unsur yang semula kategori cukup pada
pengambilan sampel didasarkan pada siklus I meningkat menjadi kategori baik pada
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti. siklus II, yaitu ketepatan waktu pelaksanaan,
Instrumen yang digunakan dalam penelitian suasana pelatihan dan alat bantu yang digunakan
ini adalah angket yang disusun sendiri oleh saat pelaksanaan pelatihan.
peneliti, kemudian sebelum digunakan untuk Penelitian juga ini menunjukkan bahwa
pengambilan data telah dilakukan uji validitas dan penilaian pelaksanaan pelatihan pada siklus I dan
reliabilitas. siklus II mengalami peningkatan, meski jika
Pengambilan data diperoleh dengan dilihat dari skor rata-rata terdapat 3 indikator yang
melakukan pre-test sebelum pelaksanaan dan post- menurun, namun secara keseluruhan keterampilan
test sesudah pelaksanaan siklus I dan siklus II. fasilitatorpada siklus I dan siklus II masuk
Setelah data terkumpul dilanjutkan kedalam kategori baik.
dengan pengolahan data secara manual. Sebelum Hasil analisis uji statistik pengetahuan
data dianalisa terlebih dahulu diadakan editing, dan sikap antara pre-test dengan post-test ke-1 dan
koding, tabulasi data dan berikutnya adalah analisa post-test ke-1 dengan post-test ke-2 menggunakan
data. Analisis univariat dilakukan terhadap tiap uji McNemar, diperoleh data yang dapat dilihat
variabel dari hasil penelitian.Analisis inidigunakan pada Tabel 3.
untuk Tabel 3. Hasil Uji Statistik Pengetahuan dan
mendeskripsikan variabel penelitian yangdisajikan Sikap antara Pre-test dengan Post-test ke-1 dan
dalam distribusi frekuensi dalam bentuk persentase Post-test ke-1 dengan Post-test ke-2
dari tiap variabel. Analisis bivariat dilakukan Berdasarkan hasil analisis McNemar
untuk melihat hubungan antara variable terikat. Uji antara pre-test dengan post-test ke-1 pada
statistik yang digunakan adalah McNemar. kelompok perlakuan dapat diketahui bahwa
terdapat perbedaan pengetahuan remaja tentang
HASIL DAN PEMBAHASAN kesehatan reproduksi yang signifikan sebelum dan
Rekapitulasi skor pengetahuan dan sikap sesudah perlakuan yang menggunakan media
remaja tentang kesehatan reproduksi pre-test, post- problem card, yaitu dengan diperolehnilai
test ke-1, dan post-test ke-2 dapat dilihat pada tabel 6. (0,004) < 0,05 pada posttes ke-1 dengan posttes
1. ke-2sedangkan hasil analisis McNemar antara
Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya post-test ke-1 dengan post-test ke-2 diperoleh nilai
peningkatan pengetahuan dan sikap remaja tentang p (0,002) < 0,05. Artinya, bahwa problem card
kesehatan reproduksi dilihat dari nilai rata-rata berpengaruh meningkatkan pengetahuan remaja
pada pretest, posttest ke-1 dan posttest ke-2. tentang kesehatan reproduksi.
Rekapitulasi penilaian pelaksanaan Hasil analisis Mc Nemar antara pre-test
pelatihan dan keterampilan fasilitator pada siklus I dengan post-test ke-1 pada kelompok perlakuan
dan siklus II dapat dilihat pada tabel 2. dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan sikap
Penelitian ini menunjukkan bahwa remaja tentang kesehatan reproduksi yang
penilaian pelaksanaan pelatihan pada siklus I signifikan sebelum dan sesudah perlakuan yang
menggunakan problem card, yaitu dengan
diperoleh nilai p (0,004) < 0,05 pada pretest

No. Tendensi Pre-test Post-test ke-1 Post-test ke-2


sentral (Siklus I) (Siklus II)
Pengetahuan Sikap Pengetahuan Sikap Pengetahuan Sikap
1 Mean 55, 6 69,6 67,29 74,3 74,70 77,6
2 Median 54,6 72 70,3 76,5 75 77
3 Nilai 84,37 83 90,62 83 90,62 90
Maximum
4 Nilai 37,50 52 40,62 56 65,62 59
Minimum

23
Iga Nur Fitriani / Unnes Journal of Public Health 1 (1) (2016)

dengan posttest ke-1 sedangkan hasil analisis Mc arus dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan
Nemar antara post-test ke-1 dengan post-test ke-2 adanya peningkatan sikap tentang kesehatan
diperoleh nilai p (0,031) < 0,05. Artinya, bahwa lingkungan pada siswa SDN 4
problem card berpengaruh meningkatkan sikap. Randurejo Grobogan (Hartami, 2011). Penelitian
Penelitian ini menggunakan problem card dari Gurendro (2009) juga meunjukkan bahwa
yaitu suatu alat bantu atau media yang digunakan terdapat perbedaan yang signifikan antara proporsi
dalam pelatihan berisikan suatu masalah yang kategori pengetahuan dan sikap sebelum dan
aktual yang berkaitan dengan informasi kesehatan setelah intervensi kampanye sarapan sehat (p <
reproduksi 0,05) dengan menggunakan media kartu
Menurut teori L.W. Green, dinyatakan bergambar.
bahwa dalam pendidikan kesehatan pengetahuan
seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor SIMPULAN
pemungkin seperti penggunaan media dalam Berdasarkan hasil penelitian dapat
pendidikan kesehatan atau pelatihan. Peningkatan disimpulkan bahwa penggunaan problem card
pengetahuan remaja tidak dapat dilepaskan dari dalam pelatihan mampu meningkatkan
peran media problem card yang memiliki berapa pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan
kelebihan antara lain dapat meningkatkan motivasi reproduksi.
pada responden karena dalam problem card berisi Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran
masalah yang aktual yang patut untuk yang dapat diberikan bagi PIK-Remaja adalah
didiskusikan. Cara ini dapat menciptakan suasana menggunakan problem card sebagai metode
belajar yang efektif karena mendorong responden pelatihan untuk menarik perhatian dalam upaya
untuk berpikir dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja
menjawab pertanyaan dengan mencari informasi tentang kesehatan reproduksi. Kurikulum materi
sebanyak-banyaknya (Ibrahim & Yohanna, 2014; kesehatan reproduksi yang akan diberikan pada
Malleshappa, 2009; Sadaf, 2009). remaja ketika pelatihan sebaiknya dikoordinasikan
Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan ahlinya, termasuk teknis pelaksanaan
penelitian yang dilakukan oleh Zuliana (2010) pelatihan yang akan digunakan.
yang menggunakan metode Problem Based
Learning dengan bantuan kartu masalah (problem UCAPAN TERIMA KASIH
card) dimana hasil penelitan tersebut menunjukkan Ucapan terima kasih kami tunjukkan kepada
adanya pengaruh positif terhadap kemampuan kepala UPT Bapermasper dan KB Kecamatan
pemecahan masalah matematika siswa sekolah Semarang Utara, pembina PIK-Remaja Kota
dasar sehingga dapat memenuhi ketuntasan belajar Semarang, ketua dan Forkom PIK-Kota Semarang,
(Zuliana, 2010). Sejalan dengan penelitian yang atas dukungan dan kerjasamanya. Terimakasih
dilakukan oleh Nurlaili Tri Rahmawati dkk, juga peneliti sampaikan kepada kelompok PIK-
menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan Remaja Kecamatan Semarang Utara yang telah
masalah matematik siswa dengan penerapan model berpartisipasi sebagai subjek penelitian dan pihak-
pembelajaran SSCS berbantuan kartu masalah pihak lain yang telah membantu jalannya
mencapai kriteria ketuntasan (Rahmawati, 2013). penelitian ini.
Menurut Ancok menandaskan bahwa
pengetahuan seseorang yang baik terhadap suatu DAFTAR PUSTAKA
kegiatan akan menyebabkan mereka memiliki Ibrahim, A. & Yohanna, Y. (2014). Training and
sikap positif (Bagoes,2006). Development as a Tool for Enhancing
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Employee’s Productivity: a Case Study of
oleh Hartami (2011) yang menggunakan media Ashaka Cement Company, Nigeria Plc. Journal
dua dimensi yaitu kartu of Business and Management (IOSR-JBM),
16(5): 17-26.

24
Iga Nur Fitriani / Unnes Journal of Public Health 1 (1) (2016)

Awang, & Ramly. (2008). Creative Thinking Skill Gurendro, P. (2009) . Alternatif Pengembangan
Approach Through Problem-Based Learning: Model Kesehatan Reproduksi Remaja Tahun
Pedagogy and Practice in the Engineering 2009. Jurnal Kesehatan Reproduksi 1(1): 23-31.
Classroom. International Journal of Human and Rahmawati, N.T. (2013). Keefektifan Model
Social Sciences, 3(1): 18-23. Pembelajaran SSCS Berbantuan Kartu
Bagoes, W. (2006) .Analisis Faktor-Faktor Yang Masalah Terhadap Kemampuan
Mempengaruhi Praktik Pengawasan Menelan Pememcahan Masalah Siswa. Unnes Journal of
Obat (PMO) Dalam Pengawasan Penderita Mathematics Education, 2(3).
Tuberculosis Paru Di Kota Semarang. Jurnal Rusman, (2004). MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Promosi Kesehatan Indonesia, 1(1). Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:
BKKBN. (2012). Pedoman Pengelolaan Pusat Raja Grafindo Persada.
Informasi Sadaf, S. (2009). Problem-based Learning: Enhancing
dan Konseling Remaja dan Mahasiswa (PIK Tutors’ Facilitation Skills Using Structured
R/M).Jakarta: BKKBN. Small Group Experiential Learning.
BKKBN. (2006). Panduan Pengelolaan Pusat Informasi Education for Health, 22(1): 96.
dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja Sukiarso, E. (2007). Pengaruh Pelatihan Dengan Metode
(PIK-KRR). Jakarta: BKKBN. Belajar Berdasarkan Masalah Terhadap
Hartami, R.G. (2011). Pengarauh Permainan Kartu Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Gizi
Arus Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Dalam Kegiatan Posyandu (Tehsis). Semarang:
Kesehatan Lingkungan Pada Siswa SDN 4 Undip.
Randurejokabupaten Grobogan Tahun 2010, Zuliana, E. (2010). Meningkatkan Kemampuan
(online), diakses tanggal 10 Januari 2016, Komunikasi Matematika Peserta Didik Kelas
(lib.unnes.ac.id/1463/1/7089.pdf). VIII B MTs N Kudus melalui Model
Malleshappa, K. (2011). Knowledge and attitude about Pembelajaran Cooperative Learning Tipe
reproductive health among Rural Adolescent JIGSAW Berbantuan Kartu Masalah Kubus dan
Girl in Kuppam Mandal: An Intervention Study. Balok. Jurnal Ilmiah Kependidikan Refleksi
Biomedical Research, 22(3): 305-310. Edukatika 1(1): 17-33.
Kritik Jurnal 3 :

Sebagai seorang remaja pengetahuan tentang kesehatan reproduksi itu penting,


permasalahan kesehatan reproduksi remaja, terjadi akibat rendahnya pengetahuan remaja
mengenai kesehatan reproduksi. Selain harus di ajarkan di sekolah juga harus aktif untuk
mencari informasi mengenasi kesehatan reproduksi. Remaja harus sudah bias merawat
organ eproduksi yang baik dan benar harus sudah tau kapan masa subur untuk prempuang
dan mimpi basah bagi yang laki-laki. Bagi kaum remaja tidak salahnya menjaga kesehatan
reproduksinya, mencari tahu informasi mengenai kesehatan reproduksi hingga
mendapatkan pendidikan dan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi. Pendidikan
kesehatan reproduksi alangkah baiknya di ajarkan sejak dini dimulai dari lingkungan
keluarga selanjutnya pendidikan formal.

Kesimpulan :

Permasalahan kesehatan reproduksi remaja, terjadi akibat rendahnya pengetahuan remaja


mengenai kesehatan reproduksi. mengembangkan Program Generasi Berencana (GenRe)
bagi Remaja melalui wadah Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-Remaja). PIK-
Remaja adalah salah satu wadah yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja, mampu
memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang pendewasaan usia perkawinan,
delapan fungsi keluarga, TRIAD KRR (Seksualitas, HIV/AIDS, dan Napza), keterampilan
hidup, gender dan keterampilan advokasi serta KIE.

Anda mungkin juga menyukai