Anda di halaman 1dari 17

PAPER

PENILAIAN BIOKIMIA DAN KLINIS


BALITA GIZI KURANG

Dosen Pengampu :

Khairizka Citra Palupi S,Gz. M,Si

Disusun Oleh :

Yulia Citra (20190302024)

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2021
PENILAIAN BIOKIMIA DAN KLINIS BALITA GIZI KURANG
Yulia Citra

20190302024

Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Prodi Ilmu Gizi

Universitas Esa Unggul

Jalan Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk, Jakarta 1150

Abstrak

Penilaian biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboraturium yang dilakukan

pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang sering digunakan adalah urine, tinja dan juga

beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penggunaan Metode ini menggunakan untuk suatu

peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi banyak gejala klinis

yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal dapat lebih banyak menolong untuk menentukan

kekurangan gizi yang spesifik.

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat.

Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan

zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kuli, mata, rambut

dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuhn seperti kelenjar tiroid.

Balita merupakan kelompok usia yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Pengetahuan dan

peran kader menjadi faktor utama dalam peningkatan status gizi balita.

Kata kunci : biokimia, klinis, balita

I. PENDAHULUAN
Status gizi merupakan ukuran keberhasilan untuk memenuhi nutrisi kebutuhan pada anak yang

ditunjukkan melalui capaian berat badan terhadap umur. Status gizi pada balita sangat signifikan sebagai

titik tolak kapasitas fisik saat usia dewasa. Faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap status gizi

balita bisa dikaji untuk kemudian dirumuskan menjadi rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai the best

guidelines untuk masyarakat (Sulistyawati, 2019).

Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui pada setiap orang tua.

Berdasarkan fakta bahwa balita kurang gizi pada masa emas bersifat irreversible (tidak dapat pulih) dan

kekurangan gizi pada balita dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Oleh sebab itu, balita dengan

status gizi kurang memiliki daya tahan tubuh yang lemah sehingga mudah terserang penyakit (Sholikah,

Rustiana & Yuniastuti, 2017).

Menurut WHO, ada tiga indikator status gizi pada anak yang dijadikan parameter, yaitu berat

badan terhadap umur, tinggi badan terhadap umur, dan berat badan terhadap tinggi badan. Berat badan

merupakan indikator umum status gizi karena berat badan berkorelasi secara positif terhadap umur dan

tinggi badan (Kemenkes RI, 2017). Pemenuhan gizi merupakan hak setiap anak, upaya ini ditujukan

untuk mempersiapkan generasi akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan

angka kematian bayi dan anak (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan).

Gizi kurang merupakan suatu kondisi berat badan menurut umur (BB/U) yang tidak sesuai

dengan usia yang seharusnya. Kondisi balita gizi kurang akan rentan terjadi pada balita usia 2-5 tahun

karena balita sudah menerapkan pola makan seperti makanan keluarga dengan tingkat aktivitas fisik yang

tinggi (Diniyyah & Nindya, 2017). Fenomena yang terjadi saat ini berkaitan dengan konsumsi makanan

yang tidak seimbang dengan kebutuhan kalori akan berpengaruh pada pertumbuhan seorang anak. Sikap

dan perilaku makan yang kurang baik akan mengakibatkan kurangnya status gizi pada balita tersebut

(Setyawati& Setyowati, 2015).


Anak usia dibawah 5 tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah

kesehatan dan gizi. Balita mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat gizi

yang lebih besar dibanding kelompok usia yang lain, sehingga balita rentan mengalami masalah gizi

(Muliah, Wardoyo & Mahmudiono, 2016). Keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal

terpenuhi. Anak balita merupakan kelompok yang tersering menderita kurang gizi, adanya gizi buruk

dapat memberikan dampak kelainan yang sangat luas (Judistiani, Fauziah, Astuti, Yuliana & Sari, 2016).

Status gizi balita dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu langsung dan tidak langsung. Faktor

langsung yaitu penyakit infeksi dan kurangnya asupan makanan (Goal, Punuh, & Malonda, 2016;

Oktovianus, 2016). Faktor tidak langsung yaitu sosial ekonomi keluarga, pendidikan ibu, pekerjaan

orangtua, pengetahuan orangtua dan pola asuh (Suryani, 2017; Goal, Punuh, & Malonda, 2016). Faktor

tidak langsung lainnya dari pelayanan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pendidikan kader, peran

kader, pengetahuan kader dan keterampilan kader (Oktovianus, 2016). Adapun faktor lain yang dapat

mempengaruhi pengetahuan terkait status gizi buruk pada balita salah satunya adalah keterpaparan kader

terhadap informasi terkait gizi pada tumbuh kembang balita (Adistie, Maryam, & Lumbatobing, 2017).

II. PEMBAHASAN

A. Balita

Anak balita anak yang berusia antara 1-5 tahun, sedangkan usia diatas (6-12 tahun) disebut

dengan anak usia awal sekolah. Masa balita ditandai dengan tingkat pertumbuhan yang sangat pesat

sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi dan pemberian makanan yang sering

(Sudarmoko, 2011). Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah

(3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan

kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah

bertambah baik. Namun kemmpuan lain masih terbatas (Anggraeni & Sutomo, 2010). Anak balita

adalah anak yang berusia dibawah 5 tahun, masa dimana balita mengalami pertumbuhan yang sangat
pesat dan sangat bergantung penuh pada orang tua mulai dari makan, minum berbicara hingga

personal higiene.

Balita adalah kelompok anak usia dibawah lima tahun. Usia lima tahun pertama dalam

kehidupan balita merupakan fase yang sangat penting dalam menunjang tumbuh kembangnya, karena

pada fase ini balita sangat peka terhadap lingkungan di sekitarnya. Beberapa ahli menyebutkan bahwa

usia di bawah lima tahun adalah masa keemasan (golden period), maupun jendela kesempatan

(window of opportunity) serta masa kritis (critical period) (Kusbiantoro, 2015). Potensi yang dimiliki

anak balita sangat besar pada usia ini, oleh karena itu pemenuhan kebutuhan seperti perawatan,

asupan nutrisi, kesehatan, daya tahan tubuh, perhatian dan kasih sayang dari orang tua, serta

pendidikan sangat penting untuk diperhatikan sehingga balita dapat berkembang secara optimal.

Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam MDGs adalah

status gizi. Status gizi masyarakat dapat memberikan gambaran terhadap derajat kesehatan

masyarakat di suatu wilayah. Status gizi masyarakat dapat diukur melalui berbagai indikator antara

lain status gizi bayi yang dinilai dari bayi dengan BBLR, status gizi Balita, status gizi WUS dan

Bumil KEK, GAKI, dan status Anemia gizi besi (Kemenkes RI, 2017).

Gizi Buruk adalah merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi

dan protein (KEP) dalam makanan sehari hari. Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat

yang penanggulangannya dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.

Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah

ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku

yang kurang mendukung pola hidup sehat (Kemenkes RI, 2016).

Pola pemberian makan pada balita dapat terpenuhi pada saat timbulnya minat pada balita untuk

makan. Nafsu makan balita dapat menurun saat balita tersebut dalam kondisi sakit. Menurut

penelitian Yustianingrum dan Adriani (2017), kejadian infeksi merupakan suatu gejala klinis suatu
penyakit pada anak yang akan mempengaruhi pada penurunan nafsu makan anak, sehingga asupan

makanan anak akan berkurang. Apabila terjadi penurunan asupan makan dalam waktu yang lama dan

disertai kondisi muntah dan diare, maka anak akan mengalami zat gizi dan cairan. Hal ini akan

berdampak pada penurunan berat badan anak yang semula memiliki status gizi yang baik sebelum

mengalami penyakit infeksi menjadi status gizi kurang. Apabila kondisi tersebut tidak termanajemen

dengan baik maka anak akan mengalami gizi buruk.

1. Ciri-Ciri Balita Sehat

 Menurut Sudarmoko (2011), anak balita sehat biasanya ditandai dengan ciri-ciri seperti

berikut: Tumbuh dengan baik, yang dapat dilihat dari naiknya berat badan dan tinggi

badan secara teratur dan proporsional (sesuai usianya) setiap bulanya.

 Terlihat aktif, gesit dan gembira.

 Bisa bermain dan belajar dengan antusias, mudah memahami setiap hal yang diajarkan

orangtua atau gurunya.

 Mata bersih dan bersinar.

 Nafsu makan cukup baik

 Bibir dan lidah tampak segar.

 Pernapasan tidak berbau.

 Kulit dan rambut tampak bersih.

 Mudah menyusaikan diri dengan lingkungan

2. Gizi Seimbang Bagi Balita

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat dalam jenis dan

jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi
makanan, kebersihan fisik, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal (Susilowati dan Kuspriyanto,

2016)

Setelah bayi berumur 6 bulan, maka untuk memenuhi kebutuhn selanjutnya demi pertumbuhan

dan perkembangannya diperlukan makanan pendamping air susu ibu (MPI-ASI). Makanan pendamping

ASI yang baik adalah terbuat dari bahan makanan segar, seperti: tempe, kacang-kacangan, telur ayam,

hati ayam, ikan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Jenis-jenis MPIASI yang dapat diberikan adalah :

 Makanan saring adalah makanan yang dihancurkan atau disaring tampak kurang merata dan

bentuknya lebih kasar dari makanan lumat halus. Contoh bubur susu, bubur sumsum, pisang

saring atau dikerok, papaya saring, tomat saring, nasi tim saring, dan lain-lain.

 Makanan lunak dalah makanan yang dimasak dengan banyak air dan tampak berair. Contoh

bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, kentang puri, dan lain-lain.

 Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan biasanya disebut makanan

keluarga. Contoh lontong, nasi tim, kentang rebus, biscuit dan lain-lain

3. Kebutuhan Gizi Balita

Menurut (Wati, 2012), kebutuhan gizi balita terdiri dari:

a. Kebutuhan Energi

Kebutuhan energy bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang dewasa sebab

pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat. Kecukupannya akan semakin

menurun seiring dengan pertumbuhannya usia.

b. Kebutuhan Zat Pembangun

Secara fisiologi balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhanya relatif

lebih besar dari pada orang dewasa namun, jika dibandingkan dengan bayi yang usianya

kurang dari satu tahun, kebutuhannya relatif lebih kecil

c. Kebutuhan Zat Pengatur


Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktasi seiring dengan bertambahnya usia.

Untuk pertumbuhan dan perkembangan, balita balita memerlukan 6 zat gizi utama yaitu:

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Zat gizi tersebut dapat diperoleh

dari makanan yang di konsumsi sehari-hari. Agar balita dapat bertumbuh dan

berkembang dengan baik, maka makanan yang dimakannya tidak boleh hanya sekedar

mengenyangkan perut aja. Keenam zat gisi utama yang digunakan oleh tubuh anak untuk:

a) Menghasilkan tenaga yang digunakan oleh anak untuk melakukan berbagai

kegiatan seperti belajar, berolahraga, bermain dan beraktivitas lain(zat tenaga).

zat makanan yang merupakan sumber tenaga utama adalah karbohidrat dan

lemak makanan yang banyak yang mengandung karbohidrat dalah beras, jagung,

singkong, ubi jalar, kentang, gandum, dan sagu. Makanan yang banyak

mengandung lemak adalah lemak hewan, mentega, minyak goring, kelapa dan

keju.

b) Membangun jaringan tubuh dan mengganti jaringan tubuh yang rusak (zat

pembangun). Zat makanan yang merupakan zat pembangun adalah protein.

Makanan yang mengandung protein yaitu tahu, tempe, kacang-kacangan, telur,

daging, ikan, udang dan kerang.

c) Mengatur kegiatan-kegiatan yang telah terjadi didalam tubuh (zat pengatur) zat

makanan yang merupakan zat prngatur adalah vitamin, mineral dan air. Makanan

yang banyak mengandung vitamin, mineral dan air adalah sayur-sayuran dan

buah-buahan.

Kebutuhan tubuh balita akan keenam macam gizi untuk melakukan tiga fungsi tersebut tidak

bisa dipenuhi hanya dari satu macam makanan dari alam yang mempunyai kandungan gizi lengkap. Jika

makanan ynag beragam maka zat gizi yang tidak terkandung atau kurang dalam satu jenis makanan akan

dilengkapi oleh zat yang berasal dari makanan jenis lain. Agar makanan yang dimakan anak beraneka
ragam, maka kita harus selalu ingat bahwa makanan yang dimakan anak harus mengandung zat tenaga,

zat pembangun dan zat pengatur. Ketiga zat ini dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin,

mineral, dan air.

B. Gizi Kurang

1. Pengertian Gizi Kurang

Gizi kurang adalah suatu keadaan yang dapat dilihat secara antropometri dengan menggunakan

indeks BB/U dengan ambang batas -3 SD sampai dengan <-2 SD (Supariasa, 2016). Gizi kurang yaitu

kurang gizi tingkat sedang yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein yang didapati

dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang lama (Aritonang, 2010).

2. Pengukuran Status Gizi Kurang

Parameter pengukuran status gizi kurang adalah menggunakan Indeks BB/U. Berat badan

adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif

terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya disebabkan oleh terserangnya penyakit infeksi,

penurunan nafsu makan atau jumlah makanan yang telah dikonsumsi. Berat badan adalah parameter

antropometri yang sangat labil (Supariasa, Bakri & Fajar, 2016)

Dalam keadaan normal yaitu ketika keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi

dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya,

dalam keadaan yang abnormal terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan yaitu dapat

berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan, indeks

berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat

karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat

ini (Current Nutritional Status) (Supariasa, Bakri& Fajar, 2016.


3. Akibat Kurang Gizi

Kekurangan zat gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan

gangguan pada proses-proses sebagai berikut :

1) Pertumbuhan

Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya. Zat gizi yaitu protein digunakan sebagai zat

pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal

dari tingkat ekonomi menengah ke atas rata- rata lebih tinggi daripada yang berasal dari keadaan

sosial ekonomi rendah.

2) Produksi Tenaga

Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk

bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari. Efek lainnya orang menjadi malas, merasa

lemah dan produktifitas kerja menurun.

3) Pertahanan Tubuh

Daya tahan terhadap tekanan atau stress menurun. Sistem imunitas dan antibodi berkurang

sehingga, orang mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk dan diare. Hal ini dapat membawa

kematian pada anak.

4) Struktur dan Fungsi Otak

Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental dengan

kemampuan berfikir. Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Kekurangan gizi dapat

berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen.

5) Perilaku

Perilaku anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi menunjukkan perilaku tidak senang.

Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis. Dari keterangan diatas tampak bahwa gizi yang baik

merupakan modal bagi pengembangan sumber daya manusia. (Almatsier, 2009)


C. Kebutuhan Gizi Berkaitan Dengan Proses Tubuh

Penilaian status gizi

1. Biokimia

Pengertian

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara

laboraturium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang sering digunakan

adalah urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penilaian biokimia merupakan

penilaian dengan diuji didalam laboratorium, jaringan tubuh yang digunakan dalam penilaian ini yaitu

otot, darah, hati, tinja serta urine. Penilaian biokimia biasanya dimanfaatkan dalam masalah kurang gizi

secara spesifik.

Penilaian biokimia adalah pemeriksaan yang sifatnya langsung untuk menentukan status gizi

seseorang. Dibandingkan dengan penilaian status gizi lain , penilaian biokimia merupakan cara yang

paling obyektif dan bersifat kuantitatif. Selain itu penilaian secara biokima dapat mendeteksi kelainan

status gizi jauh sebelum terjadi perubahan dalam nilai antropometri serta gejala dan tanda-tanda kelainan

klinik. Beberapa tes pada penilaian biokimia berguna untuk melihat asupan gizi saat ini, yang dapat

dilakukan secara bersama dengan penilaian konsumsi makanan untuk menilai adekuasi konsumsi

makanannya.

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan

malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik maka penentuan kimia faal

dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Anggraeni, 2012).

Data biokimia meliputi hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang berkaitan dengan

status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah
gizi. Pengambilan kesimpulan dari data laboratorium terkait masalah gizi harus selaras dengan data

assesment gizi lainnya seperti riwayat gizi yang lengkap, termasuk penggunaan suplemen, pemeriksaan

fisik dan sebagainya. Disamping itu proses penyakit, tindakan, pengobatan, prosedur dan status hidrasi

(cairan) dapat mempengaruhi perubahan pada kimiawi darah dan urin, sehingga hal ini perlu menjadi

pertimbangan (Kemenkes, 2013).

Penilaian biokimia dibagi dalam dua kategori yaitu tes statis(Static test) dan tes Fungsional (functional

test); ada juga yang menggunakan istilah tes langsung dan tidak langsung

 Tes statis

Didasarkan pada penentuan zat gizi atau hasil metabolismenay di dalam darah, urin atau jaringan

tubuh, misalnya pengukuran vitamin A, albumin atau kalsium di dalam serum. Meskipun hasilnya

Iangsung didapat, namun kelemahannya adalah walaupun hasil tes menunjukkan nilai zat gizi di

dalam jaringan atau cairan yang diambil sebagai sampel, tetapi hal ini tidak selalu mencerminkan

status gizi seseorang secara keseluruhan, apakah tubuh secara keseluruhan menunjukan gizi

kurang, normal atau lebih. Misalnya status seng dalam darah/serum, dapat dengan mudah

ditentukan, tetapi pengukuran statis yang dilakukan satu kali tersebut tidak merupakan indikator

yang spesifik untuk menentukan status seng tubuh secara keseluruhan.

 Tes fungsional

Dilakukan untuk menetapkan status gizi berdasarkan pertimbangan bahwa hasil akhir dari

kekurangan zat gizi dan kepentingan biologiknya tidak semat-mata ditentukan oleh kadarnya di

dalam darah dan jaringan, tetapi oleh kegagalan dari satu atau lebih proses fisiologik yang

tergantung pada zat gizi tersebut untuk menunjukkan penampilan yang optimal. Beberapa contoh

tes fungsional adalah tes adaptasi gelap untuk menilai status vitamin A, dan gangguan status

imun/kekebalan yang merupakan akibat dari kurang energi protein dan kekurangan zat gizi lain.
Penggunaan

Metode ini menggunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan

malnutrisi yang lebih parah lagi banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal

dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

2. Klinis

Pengertian

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat.

Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan

zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kuli, mata, rambut

dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuhn seperti kelenjar tiroid.

Tanda- tanda klinis gizi kurang dapat menjadi indikator yang sangat penting untuk menduga

terjadinya defisiensi zat gizi. Hal ini mencakup kelambatan pertumbuhan dan perkembangan yang dapat

ditentukan dengan cara membandingkan seorang individu atau kelompok tertentu terhadap ukuran normal

pada umumnya (Supariasa, Bakri& Fajar, 2016).

Tanda-tanda klinis underweight (gizi kurang) tidak spesifik karena beberapa penyakit

mempunyai gejala yang sama, tetapi dengan penyebab yang berbeda. Oleh sebab itu, pemeriksaan klinis

ini harus dipadukan dengan pemeriksaan lain seperti antropometri, laboraturium dan survei konsumsi

makanan sehingga kesimpulan dalam penilaian status gizi dapat lebih tepat dan lebih baik (Supariasa,

Bakri& Fajar, 2016)

Penggunaan pemeriksaan klinis untuk mendeteksi defisiensi gizi mempunyai kelemahan bila

diinterpretasikan hanya atas dasar data klinis saja. Oleh sebab itu, adanya dukungan pemeriksaan
konsumsi pangan dan biokimia serta pemeriksaan yang lain sangat membantu dalam menilai keadaan gizi

individu atau masyarakat. Walaupun demikian, pemeriksaan fisik sebaiknya merupakan bagian integral

dari survei gizi, dengan alasan sebagai berikut:

 Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan bukti adanya defisiensi gizi yang tidak akan terdeteksi

dengan cara survei konsumsi atau cara laboratoris.

 Walaupun hanya meliputi beberapa kasus saja, identifikasi memberikan tanda yang dapat

digunakan untuk menentukan gizi kurang .

 Pemeriksaan fisik tidak dapat mengungkapkan tanda-tanda penyakit, diagnosis dan

pengobatannya. Hal itu sangat berguna untuk penanganan selanjutnya.

Pemeriksaan klinis (assessment clinic) secara umum terdiri dari dua bagian, yaitu:

1) Riwayat Medis (Medical History)

Dalam riwayat medis, kita mencatat semua kejadiankejadian yang berhubungan dengan gejala

yang timbul pada penderita beserta faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit

tersebut. Catatan itu meliputi:

 Identitas penderita: umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku, dan sebagainya.

 Lingkungan fisik dan sosial budaya yang berkaitan dengan timbulnya penyakit tersebut

(malnutrisi), antara lain lingkungan fisik (keadaan kesuburan tanah dan kandungan

mineral tanah) dan lingkungan sosial dan budaya (adat-istiadat kepercayaan, dan

kebiasaan-kebiasaan, serta pola kehidupan masyarakat sekitamya).

 Sejarah timbulnya gejala penyakit. Beberapa hal yang perlu diketahui adalah: kapan berat

badan mulai turun, kapan ada gejala anoreksia atau nafsu makan menurun, kapan ada

gejala muntah, apakah ada mencret atau tidak, kalau ada kapan mulai terjadi.

 Data-data tambahan yang juga perlu diketahui antara lain: Apakah penderita juga

menderita anemia; pernah operasi usus; pernah menderita penyakit infeksi; pernah

menderita penyakit kronis, seperti Luka pada lambung (ulcus gaster) dan Luka pada
duodenum; ada kelainan bawaan (genetik). Data-data tersebut dapat dikumpulkan dengan

cara wawancara dengan penderita dan keluarganya, atau dengan observasi langsung pada

rumah dan lingkungan penderita. Semua informasi tersebut perlu dikumpulkan untuk

mengetahui lebih lanjut apakah gizi kurang disebabkan oleh penyebab primer, yaitu

konsumsi makanan atau sebab lain seperti penyakit menahun, obat-obatan yang lama,

keturunan ( dalam hal ini mungkin disebabkan tidak terbentuknya enzim pencemaan)

sehingga menyebabkan terganggunya proses pencernaan makanan.

2) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kita melakukan pengamatan terhadap perubahan fisik, yaitu semua

perubahan yang ada kaitannya dengan kekurangan gizi. Perubahari-pembahan tersebut dapat

dilihal pada kulit atau jaringan epitel, yaitu jaringan yang membungkus permukaan tubuh kita

seperti rainbut, mata, muka, mulut, lidah, gigi dan lain-lain serta kelenjar tiroid. Komisi ahli

WHO yang dikutip oleh Jelliffe (1966) dan Jelliffe (1989), mengelompokkan tanda-tanda klinis

menjadi tiga kelompok besar, yaitu :

 Tanda-tanda (sign) yang memang benar berhubungan dengan kurang gizi bisa karena

kekurangan salah satu zat gizi atau lebih yang di butuhkan tubuh.

 Tanda-tanda (sign) yang membutatulikan investigasi (penyelidikan) lebih lanjut.

Tandatanda ini mungkin karena gizi salah atau mungkin oleh faktor lain seperti

kehidupan di bawah standar (miskin), buta huruf, dan lain-lain.

 Tanda-tanda (sign) yang tidak berkaitan dengan gizi salah walaupun hampir mirip.

Tanda-tanda ini dalam diagnosis untuk membedakannya memerlukan keahlian khusus.

Penggunaan

Penggunaan metode ini untuk survey klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survey ini

dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih

zat gizi disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan
pemeriksaan fisik yaitu tanda (singn) dan gejala (symtom) atau riwayat penyakit. Penilaian klinis

biasanya digunakan jika mengalami ketidakseimbangan gizi pada jaringan epitel yaitu rambut, kulit,

mata, mukosa mulut serta kelenjar tiroid. Penilaian klinis digunakan untuk melakukan deteksi cepat

mengenai tanda klinis secara umum dari kelebihan maupun kekurangan gizi.

III. KESIMPULAN

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris

yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah,

urine, tinja,dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

Penilaian Klinis didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan

ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan

mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid

Daftra Pustaka

1. Purwita, Ni Komang Desi Dina. GAMBARAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH DENGAN


STATUS GIZI REMAJA DI SMP NEGERI 3 ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG. Diss.
JURUSAN GIZI, 2018.
2. Netty Thamaria, Netty Thamaria. "Penilian Status Gizi." (2019).
3. WINASARI, NI KETUT AYU ANGGA PRATIWI. GAMBARAN KONSUMSI MAKANAN
DAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 1 TONJA DENPASAR UTARA.
Diss. jurusan Gizi Poltekkes Denpasar, 2019.
4. Nusaibah, Inas Nafisah, Suryani Isti, and Tri Lestari Nugraheni. PROSES ASUHAN GIZI
TERSTANDAR PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN HEMODIALISIS DI
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL. Diss. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, 2019.
5. Laelatul Kiromah, Laelatul Kiromah. PROSES ASUHAN GIZI KOMUNITAS PADA BALITA DI
DESA WIROKERTEN BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA. Diss. Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta, 2020.
6. ISHAK, MAULANA. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI
PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UJUNG RIMBA KECAMATAN MUTIARA
TIMUR KABUPATEN PIDIE TAHUN 2019. Diss. 2021.
7. NOMLENI, S. DEBRIANA. PENGETAHUAN DAN PERAN KADER DALAM PENILAIAN
STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS ALAK KOTA KUPANG. Diss. UNIVERSITAS CITRA
BANGSA, 2020.
8. Syarifah Indah Pertiwi, P031713411076. Studi Kasus Balita Gizi Kurang di Wilayah Kerja
Puskesmas Limapuluh Kota Pekanbaru. Diss. Poltekkes Kemenkes Riau, 2020.

Anda mungkin juga menyukai