KELOMPOK B4
2020
1
DAFTAR ISI
LAMPIRAN ..................................................................................................................... 13
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
dengan produk obat pembanding. Studi bioekivalensi berguna dalam
membandingkan bioavailabilitas suatu obat dari berbagai produk obat.
Apabila produk-produk obat obat dinyatakan ekivalensi, maka efek terapetik
dari produk-produk obat ini dianggap sama. Dengan ini efektivitas
pengobatan akan dicapai dengan baik.
1.2 Tujuan
Tujuan Umum
• Melakukan uji bioekivalensi produk obat ‘copy’ yang telah beredar di
masyarakat
• Mengukur parameter bioavailabilitas berdasarkan urin 24 jam sehingga
diketahui bioekivalen atau bioinekivalen
Tujuan khusus
• Mengukur kecepatan absorpsi dan ekskresi amoksisilin produk OGB dan
produk dengan Nama Dagang (ND)
4
BAB II
HASIL PRAKTIKUM
Keterangan:
5
BAB III
PEMBAHASAN
Obat yang beredar di pasaran pada umumnya terbagi menjadi dua, yaitu
obat innovator ( paten ) dan obat generik. Obat generik diproduksi dengan tujuan
untuk memberikan alternatif obat bagi masyarakat dengan kualitas terjamin, harga
terjangkau, dan ketersediaan yang cukup. Pada kenyataannya, obat generik kurang
diminati oleh praktisi kesehatan maupun masyarakat karena dianggap sebagai obat
murah, memiliki kualitas yang lebih rendah, dan tidak ampuh seperti obat paten.
Untuk memberikan kepastian mutu bahwa obat generik memiliki kualitas yang
sama dengan obat paten,maka dilakukan pengujian ekuivalensi anatara obat
generik dengan obat paten.
Salah satu obat generik yang sudah banyak dikenal adalah salbutamol.
Salbutamol merupakan obat simpatomimetika yang berfungsi sebagai
bronkodilator untuk meredakan penyakit asma, bronkitis kronik, maupun
gangguan pernafasan yang lain. Salbutamol merupakan jenis obat yang masuk
kedalam BCS 1 dengan tingkat absorbsi dan disolusi yang tinggi. Salbutamol
terdapat dalam bentuk sediaan tablet yang dalam formulanya terdiri dari bahan
aktif dan bahan tambahan berupa pengisi, pengikat, penghancur, pelicir,
pengawet, dan pewarna. Adanya perbedaan komponen zat tambahan pada masing-
masing industri obat generik menyebabkan timbulnya bioavabilitas tablet obat
anata satu dengan yang lain meskipun memiliki jenis, bentuk, dan zat aktif yang
sama. (Raini, dkk., 2010).
6
sediaan padat untuk membandingkan bioavailabilitas obat produk dengan nama
generik dan merek dagang yang berbeda. (Ansel, 1989).
Pada uji yang dilakukan di dapatkan hasil bahwa pada menit ke 5 hingga
menit ke 15 terjadi perbedaan hasil Kadar rata-rata zat terlarut (%) dalam rentang
yang kecil, yaitu obat generik 63,91, merek A 67,204, dan obat merek B 61,11 .
namun ketika pada menit ke 20 hingga 30 ketika obat tersebut memiliki Kadar
rata-rata zat terlarut yang seragam yaitu 90,376. Hasil profil ketiga tablet
salbutamol telah memenuhi syarat USP XXXII karena pada waktu 30 menit telah
larut > 80%. Hal tersebut menunjukan bahwa obat generik dan obat dagang
memiliki kualitas yang sama dan setara. ( Akib,. Dkk. 2017 ).
7
Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan hasil DE30 terbesar
pada tablet generik sebesar 61,47% dengan standar deviasi yang relatif kecil dan
DE30 terkecil pada sediaan tablet merek B sebesar 58,39% namun memiliki
standar deviasi yang lebih besar dibandingkan dua produk lainnya. Dari data
tersebut diketahui bahwa diketahui tablet generik memiliki nilai DE30 yang lebih
besar dibanding tablet merek A dan B, sehingga menunjukkan bahwa kualitas
mutu tablet nama generik tidak lebih rendah dari obat dengan merek dagang. (
Akib,. Dkk. 2017)
8
3.2 Bioekivalensi Amoksisilin Generik dan Dagang
Subjek berupa pria berusia 18 s.d 21 tahun, berat badan berkisar diantara
48 s.d 70kg, sehat fisik dan psikis berdasarkan surat keterangan dokter, tidak
merokok, tidak ketergantungan alkohol dan narkoba. Subjek juga harus memenuhi
kriteria eksklusi berupa hipersensitif terhadap amoksisilin dan pada saat penelitian
tidak menderita penyakit akut, diare, ataupun demam berdarah. Jumlah subjek
berjumlah 12 orang ditambahkan 3 orang.
Dari data yang dihasilkan, dikelompokkan dalam waktu 0-2, 2-4, 4-8, 8-
12, 12-24 jam. Data berupa kadar amoksisilin ditransformasi logaritmik kemudian
dianalisis secara statistik. Dihitung rasio rata-rata geometrik T/R, jika rasio rata-
rata geometrik (Δet)T/(Δet)R = 1,00 dengan 90% Cl = 80-125% maka dinyatakan
bioekivalen (Leboe dkk, 2015).
9
Didapatkan juga data kinetika amoksisilin ND dosis tunggal sebesar
500mg dengan nilai waktu paruh absorbsi selama 1,75 jam, laju absorbsi(Ka)
sebesar 0,396 jam-1, waktu paruh eliminasi selama 5 jam dan K atau laju eliminasi
sebesar 0,139 jam-1. Intersep yang didaptkan sejumlah 320mg/jam dengan
bioavailabilitas amoksisilin peroral (F) sebesar 93% atau 0,93, sehingga diperoleh
laju eksresi (Ke) amoksisilin ND adalah 0,447
Selain itu didapat juga rasio geometrik kadar amoksisilin dalam urin 24
jam, yaitu perbedaan esbesar 0,04565 dengan rasio rata rata geometrik T/R adalah
104,67%. Diperoleh juga 90% Cl sebesar 0,1626 atau rasionya sebesar 117,65%.
Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa amoksisilin OGB bioekivalen dengan
amoksisilin ND dilihat dari rasio geometrik T/R amoksisilin dengan rentang 90%
Cl berada di kisaran 80%-125%.
10
BAB IV
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Leboe, Dwi, Elly Wahyudin, and Tadjuddin Naid. "Studi Bioekivalensi Amstudi
Bioekivalensi Amoksisilin Generik dan Dagang Menggunakan Matriks
Urinoksisilin Generik dan Dagang Menggunakan Matriks Urin." Jurnal
Farmasi UIN Alauddin Makassar 2.3 (2017): 121-127.
12
LAMPIRAN
13
14