Anda di halaman 1dari 14

UJI BIOEKIVALENSI PRODUK OBAT

KELOMPOK B4

SYAFINA AYU NURIL IMAMA (19930057)

FIFI ALAYDA YAHYA (19930058)

ALMAY ABIDZAR ELPASHA (19930060)

ELSA IFTITA AININA (19930061)

SHA SHA NABILA WALLY (19930062)

FARAH FIKIRIANTI (19930063)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG

2020

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 3

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 3

1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 4

BAB II HASIL PRAKTIKUM .......................................................................................... 5

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................. 6

3.1 Bioekivalensi Salbutamol Generik dan Dagang…………………………6

3.2 Bioekivalensi Salbutamol Generik dan Dagang…………………………9

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 11

4.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 11

4.2 Saran ........................................................ ......................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................,,,,,,,,,,............................................................ 12

LAMPIRAN ..................................................................................................................... 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Badan Pengawas Obat dan Makanan berkewajiban untuk menilai
semua produk obat sebelum dipasarkan, memberikan izin pemasaran, dan
selanjutnya melakukan pengawasan terhadap produk obat tersebut setelah
dipasarkan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk
obat tersebut memenuhi standar efikasi, keamanan dan mutu yang
dibutuhkan. Untuk produk obat yang mengandung zat aktif berupa zat kimia
baru (new chemical entity = NCE) dibutuhkan penilaian mengenai efikasi,
keamanan dan mutu secara lengkap. NCE ini yang dipatenkan oleh pabrik
penemunya disebut juga obat inovator. Sedangkan untuk produk obat yang
merupakan produk “copy” hanya dibutuhkan standar mutu yang antara lain
berupa bioekivalensi dengan produk obat innovator sebagai produk
pembanding (reference product) yang merupakan baku mutu (BPOM, 2004).
Obat copy lebih dikenal sebagai obat generik di kalangan masyarakat.
Obat generik merupakan salah satu alternatif pilihan bagi masyarakat karena
harganya lebih murah dibandingkan harga obat dengan nama dagang. Hal ini
disebabkan karena adanya penekanan pada biaya produksi dan promosi.
Namun masyarakat cenderung enggan menggunakan obat generik karena
adanya pandangan bahwa obat generik adalah obat yang murah, tidak
berkulitas, tidak ampuh, dan sering dianggap sebagai obat kelas dua.
Informasi mengenai mutu produk obat sangat dibutuhkan untuk memberikan
kepercayaan kepada masyarakat terhadap produk obat tersebut. Oleh karena
itu dibutuhkan fakta ilmiah untuk mendukung informasi mengenai mutu
produk obat. Salah satu informasi yang dapat digunakan untuk mendukung
mutu obat agar dapat dilakukan substitusi generik adalah data uji
bioekivalensi.
Dari pemaparan di atas, maka selain memenuhi Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB), beberapa produk obat memerlukan uji ekivalensi secara
in vivo atau bioekivalensi. Uji bioekivalensi adalah uji bioavailabilitas
komparatif yang dirancang untuk menunjukkan bioekivalensi antar produk uji

3
dengan produk obat pembanding. Studi bioekivalensi berguna dalam
membandingkan bioavailabilitas suatu obat dari berbagai produk obat.
Apabila produk-produk obat obat dinyatakan ekivalensi, maka efek terapetik
dari produk-produk obat ini dianggap sama. Dengan ini efektivitas
pengobatan akan dicapai dengan baik.

1.2 Tujuan
Tujuan Umum
• Melakukan uji bioekivalensi produk obat ‘copy’ yang telah beredar di
masyarakat
• Mengukur parameter bioavailabilitas berdasarkan urin 24 jam sehingga
diketahui bioekivalen atau bioinekivalen
Tujuan khusus
• Mengukur kecepatan absorpsi dan ekskresi amoksisilin produk OGB dan
produk dengan Nama Dagang (ND)

4
BAB II

HASIL PRAKTIKUM

Uji ekivalensi Ekivalensi/Alternatif Alasan


Karena masing-masing dari
obat generik dan obat merek
Uji ekivalensi dagang mengandung zat aktif
Ekivalensi farmaseutik
Salbutamol yang sama dalam jumlah yang
sama dan dalam bentuk
sediaan yang sama.
Karena masing masing dari
Amoksisilin OGB dan
amoksisilin ND memiliki
zat aktif yang sama tetapi
memiliki bentuk kimia yang
Uji ekivalensi berbeda sehingga
Alternatif farmaseutik
Amoksisilin berdasarkan data-data yang
diperoleh dapat diprediksi
bahwa amoksisilin ND lebih
lama berada dalam sistem
sistemik dibandingkan
amoksisilin OGB.

Keterangan:

Menurut pedoman uji bioekivalensi dua produk obat mempunyai


ekivalensi farmaseutik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama dalam
jumlah yang sama dan bentuk sediaan yang sama. Selain itu, Dua produk obat
merupakan alternatif farmaseutik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama
tetapi berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester, dsb) atau bentuk sediaan atau
kekuatan.

5
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Bioekivalensi Salbutamol Generik dan Dagang

Obat yang beredar di pasaran pada umumnya terbagi menjadi dua, yaitu
obat innovator ( paten ) dan obat generik. Obat generik diproduksi dengan tujuan
untuk memberikan alternatif obat bagi masyarakat dengan kualitas terjamin, harga
terjangkau, dan ketersediaan yang cukup. Pada kenyataannya, obat generik kurang
diminati oleh praktisi kesehatan maupun masyarakat karena dianggap sebagai obat
murah, memiliki kualitas yang lebih rendah, dan tidak ampuh seperti obat paten.
Untuk memberikan kepastian mutu bahwa obat generik memiliki kualitas yang
sama dengan obat paten,maka dilakukan pengujian ekuivalensi anatara obat
generik dengan obat paten.

Salah satu obat generik yang sudah banyak dikenal adalah salbutamol.
Salbutamol merupakan obat simpatomimetika yang berfungsi sebagai
bronkodilator untuk meredakan penyakit asma, bronkitis kronik, maupun
gangguan pernafasan yang lain. Salbutamol merupakan jenis obat yang masuk
kedalam BCS 1 dengan tingkat absorbsi dan disolusi yang tinggi. Salbutamol
terdapat dalam bentuk sediaan tablet yang dalam formulanya terdiri dari bahan
aktif dan bahan tambahan berupa pengisi, pengikat, penghancur, pelicir,
pengawet, dan pewarna. Adanya perbedaan komponen zat tambahan pada masing-
masing industri obat generik menyebabkan timbulnya bioavabilitas tablet obat
anata satu dengan yang lain meskipun memiliki jenis, bentuk, dan zat aktif yang
sama. (Raini, dkk., 2010).

Pengujian ekuivalensi obat generik dapat dilakukan melalui metode


disolusi. Metode disolusi merupakan suatu metode fisika-kimia yang dapat
digunakan dalam pengendalian mutu produk sediaan melalui pengukuran
parameter kecepatan pelepasan dan pelarutan zat yang berkhasiat dari sediaannya
yang menentukan bioavabilitas obat terkait. Bioekivalensi diterapkan untuk

6
sediaan padat untuk membandingkan bioavailabilitas obat produk dengan nama
generik dan merek dagang yang berbeda. (Ansel, 1989).

Dalam pengujian ekualvalensi yang dilakukan digunakan obat generik


merek salbutamol 4 mg dan obat merek dagang A dan B. Penelitian ini
menggunakan alat tipe 2 atau metode dayung (paddle), karena produk uji yang
digunakan adalah tablet konvensioal, bukan tablet salut. Uji disolusi dilakukan
dengan pengaturan temperatur 37°C±0,5°C dan kecepatan putar pengaduk 50 rpm
yang dipertahankan selalu pada kondisi konstan. Waktu yang diperlukan untuk
menyatakan hasil uji kecepatan pelarutan adalah 30 menit, karena diperkirakan zat
aktif dalam tablet sudah larut tidak kurang dari 80% (Q) sesuai dengan
persyaratan disolusi tablet salbutamol pada USP XXXII. Pengambilan sampel
dilakukan pada menit ke-0, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 untuk melihat profil disolusi
dari masing-masing sampel.

Pada uji yang dilakukan di dapatkan hasil bahwa pada menit ke 5 hingga
menit ke 15 terjadi perbedaan hasil Kadar rata-rata zat terlarut (%) dalam rentang
yang kecil, yaitu obat generik 63,91, merek A 67,204, dan obat merek B 61,11 .
namun ketika pada menit ke 20 hingga 30 ketika obat tersebut memiliki Kadar
rata-rata zat terlarut yang seragam yaitu 90,376. Hasil profil ketiga tablet
salbutamol telah memenuhi syarat USP XXXII karena pada waktu 30 menit telah
larut > 80%. Hal tersebut menunjukan bahwa obat generik dan obat dagang
memiliki kualitas yang sama dan setara. ( Akib,. Dkk. 2017 ).

Parameter lain yang digunakan untuk menyatakan uji disolusi adalah DE


(Dissolution Effisiency) yang menggambarkan seluruh proses disolusi sampai
pada waktu tertentu, sehingga menggambarkan semua titik pada kurva disolusi.
Pengungkapan data dengan metode DE juga identik dengan pengungkapan data
percobaan secara in vivo. Perhitungan DE30 tiap-tiap produk dilakukan dengan
menghitung AUC (luas area di bawah kurva) pada masing-masing produk selama
30 menit dibandingkan dengan luas daerah persegi panjang selama 30 menit, yaitu
konsentrasi kadar zat terlarut seluruhnya pada keadaan tunak dikali dengan menit
pengamatan.

7
Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan hasil DE30 terbesar
pada tablet generik sebesar 61,47% dengan standar deviasi yang relatif kecil dan
DE30 terkecil pada sediaan tablet merek B sebesar 58,39% namun memiliki
standar deviasi yang lebih besar dibandingkan dua produk lainnya. Dari data
tersebut diketahui bahwa diketahui tablet generik memiliki nilai DE30 yang lebih
besar dibanding tablet merek A dan B, sehingga menunjukkan bahwa kualitas
mutu tablet nama generik tidak lebih rendah dari obat dengan merek dagang. (
Akib,. Dkk. 2017)

Ekivalensi dapat didefinisikan tidak adanya perbedaan secara


signifikan/bermakna pada laju pelarutan dan absorbsi zat aktif dari dua produk
obat yang memiliki kesetaraan farmasetik. Kesetaraan farmasetik jika keduanya
mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama dan bentuk sediaan
yang sama. Ekivalensi merupakan suatu penentuan availabilitas relatif antara dua
produk obat sehingga merupakan tampilan komparatif produk obat. Tes
komparatif menggunakan kriteria khusus untuk menilai adanya perbedaan
bermakna atau tidak. Bila tenyata tidak ada perbedaan bermakna, maka produk
generik tersebut dinyatakan ekivalen dengan produk bermerek dagang.( Shargel,
1998)

Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan salbutamol 4 mg dan


obat merek dagang A dan B termasuk kedalam ekuivalensi farmasetik karena
masing-masing mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama dan
dalam bentuk sediaan yang sama. Dari maing-masing data hasil yang di dapatkan
menunjukan bahwa obat generik salbutamol 4 mg dan obat merek dagang A dan B
memiliki kualitas yang setara yang ditunjukan dari masing-masing parameter
metode disolusi yang digunaka. Oleh karena itu antara antara obat generik dan
obat merek dagang memiliki bioavabilitas yang setara sehingga memiliki efikasi
obat yang sama.

8
3.2 Bioekivalensi Amoksisilin Generik dan Dagang

Uji bioekivalensi merupakan data ekivalensi untuk melihat kesetaraan


sifat dan kerjao bat didalam tubuh suatu obat “copy” dibandingkan dengan obat
inovator sebagai pembanding. Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya
mempunyai bioekivalensi farmaseutik dan alternatif farmaseutik dan pada
pemberian dengan dosis yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang
sebanding sehingga efek dalam efikasi maupun kemanan akan sama (Leboe, dkk.
2015)

Metode yang digunakan umumnya adalah menggunakan matriks darah


dan pengukuran kadar obat dengan menggunakan kromatografi cair berkinerja
tinggi (KCKT), Pemilihan amoksisilin ini dikarenakan kadar dalam urin yang
tinggi yaitu sekitar 82% sehingga pengukuran dapat menggunakan
spektrofotometer yang lebih sederhana, dan amoksisilin merupakan turunan dari
penisilin yang banyak produk “copy”nya (Ditjen Binfar dan Alkes dalam
Leboe,dkk. 2015).

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah spektrofotometer


UV-Vis, timbangan analitik, labu tentukur, pH-meter digital, mikropipet, lemari
pendingin, gelas ukur, dan penampung urin. Bahan-bahan yang digunakan adalah
kaplet amoksisilin generik berlogo 500mg (amoksisilin OGB), kaplet amoksisilin
dengan nama dagang 500mg (amoksisilin ND) urin, aqua bidestilata, asam asetat
0,4M, natrium asetat, amoksisilin trihidrat baku.

Subjek berupa pria berusia 18 s.d 21 tahun, berat badan berkisar diantara
48 s.d 70kg, sehat fisik dan psikis berdasarkan surat keterangan dokter, tidak
merokok, tidak ketergantungan alkohol dan narkoba. Subjek juga harus memenuhi
kriteria eksklusi berupa hipersensitif terhadap amoksisilin dan pada saat penelitian
tidak menderita penyakit akut, diare, ataupun demam berdarah. Jumlah subjek
berjumlah 12 orang ditambahkan 3 orang.

Dari data yang dihasilkan, dikelompokkan dalam waktu 0-2, 2-4, 4-8, 8-
12, 12-24 jam. Data berupa kadar amoksisilin ditransformasi logaritmik kemudian
dianalisis secara statistik. Dihitung rasio rata-rata geometrik T/R, jika rasio rata-
rata geometrik (Δet)T/(Δet)R = 1,00 dengan 90% Cl = 80-125% maka dinyatakan
bioekivalen (Leboe dkk, 2015).

Dari data didapatkan kinetika amoksisilin OGB dosis tunggal 500mg


berupa waktu paruh absorpsi sebesar 2,25 jam, laju absorbsi(Ka) 0,308 jam-1,
waktu paruh eliminasi sebesar 3,25 jam, laju eliminasi (K) = 0,185 jam-1 dengan
intersep 580 mg/jam dan bioavailabilitas secara oral (F) 93% atau 0,93, sehingga
diperoleh laju eksresi (Ke) amoksisilin OGB adalah 0,498 jam-1.

9
Didapatkan juga data kinetika amoksisilin ND dosis tunggal sebesar
500mg dengan nilai waktu paruh absorbsi selama 1,75 jam, laju absorbsi(Ka)
sebesar 0,396 jam-1, waktu paruh eliminasi selama 5 jam dan K atau laju eliminasi
sebesar 0,139 jam-1. Intersep yang didaptkan sejumlah 320mg/jam dengan
bioavailabilitas amoksisilin peroral (F) sebesar 93% atau 0,93, sehingga diperoleh
laju eksresi (Ke) amoksisilin ND adalah 0,447

Perbandingan diantara dua hasil penelitian terhadap amoxicillin OGB


dan ND didapatkan bahwa amoksisilin ND lebih cepat diabsorbsi dan lambat
dieksresi dibandingkan amoksisilin OGB. Hal ini dibuktikan dengan nilai laju
eksresi amoksisilin ND lebih kecil dibandingkan laju eksresi amoksisilin OGB.
Berdasarkan data juga didapatkan bahwa amoksisilin ND lebih lama berada dalam
sistem sistemik dibandingkan amsokisilin OGB.

Selain itu didapat juga rasio geometrik kadar amoksisilin dalam urin 24
jam, yaitu perbedaan esbesar 0,04565 dengan rasio rata rata geometrik T/R adalah
104,67%. Diperoleh juga 90% Cl sebesar 0,1626 atau rasionya sebesar 117,65%.
Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa amoksisilin OGB bioekivalen dengan
amoksisilin ND dilihat dari rasio geometrik T/R amoksisilin dengan rentang 90%
Cl berada di kisaran 80%-125%.

Didapatkan juga hasil rasio gemoetrik kadar urin 24 jam dengan


perbedaan sebesar 0,051 dengan rasio rata-rata geometrik T/R di rentang
105,23%. Diperoleh 90% Cl sebesar 0,168 dan rasio 118,29%. Dari data ini
semakin dikuatkan bahwa amoksisilin OGB dan ND adalah bioekivalen.

Berdasarkan faktor-faktor yang dapat memengaruhi perbedaan laju


eksresi dari amoksisilin ND dan amoksisilin OGB. Maka, kami berkesimpulan
bahwa amoksisilin ND dan amoksisilin OGB merupakan bioekivalensi alternatif
farmasetik dimana mungkin terdapat perbedaan bentuk dari bahan baku.
Keduanya juga dapat diklaim sebagai ekivalensi terapeutik karena termasuk
bioekivalensi alternatif farmasetik yang mana menghasilkan efikasi klinik dan
keamanan yang sebanding pada pasien.

10
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian Uji bioekivalensi Salbutamol dan


Amoxicillin yang dilakukan dengan metode studi literatur didapatkan hasil
bahwa :

1. Salbutamol merupakan produk obat ekivalensi farmasetik, dimana


Salbutamol OGB dan Salbutamol ND mengandung zat aktif yang
sama dalam jumlah yang sama dan bentuk sediaan yang sama.
2. Amoxicillin merupakan produk obat alternatif farmasetik, dimana
Amoxicillin OGB dan Amoxicillin ND mengandung zat aktif yang
sama, tetapi mempunyai bentuk kimia (garam, ester, dsb) dan
kekuatan obat berbeda.

4.2 Saran

Praktikan dapat memahami terlebih dahulu pengertian dan


penjelasan Bioavailabilitas dan Bioekivalensi obat pada pedoman uji yang
terdapat pada peraturan BPOM.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ansel ,C.H. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press. 1989.

Akib,Nur lliyyin.,Mahmuda,Rif’atul.,Zubaydah, WOS. 2017. Penentuan


Ekivalensi Antar Tablet Salbutamol Nama Generik dengan Merek Dagang. JF
FIK UINAM Vol.5 No.3.

BPOM. 2004. Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta: BPOM.

Leboe, Dwi, Elly Wahyudin, and Tadjuddin Naid. "Studi Bioekivalensi Amstudi
Bioekivalensi Amoksisilin Generik dan Dagang Menggunakan Matriks
Urinoksisilin Generik dan Dagang Menggunakan Matriks Urin." Jurnal
Farmasi UIN Alauddin Makassar 2.3 (2017): 121-127.

Raini, M. Daroham M. Pudji L. Uji Disolusi dan Penetapan Kadar Tablet


Loratadin Inovator dan Generik Bermerek Dagang, Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. 20 (20). 2010.

Shargel. L. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya: Airlangga


University Press. 1988.

12
LAMPIRAN

13
14

Anda mungkin juga menyukai