PENDAHULUAN
Tujuan Umum:
Untuk menjamin efikasi, keamanan, dan mutu produk obat yang beredar.
2.
Tujuan Khusus:
Uji Ekivalensi terdiri atas uji Bioekivalensi atau Uji Disolusi Terbanding
Uji bioekivalensi wajib dilakukan untuk obat Copy sesuai dengan kelas terapi
(tertera pada lampiran Peraturan Kepala BPOM tahun 2011 tentang Obat Wajib
Uji Ekivalensi)
Selain obat Copy pada kelas terapi yang sama wajib dilakukan uji disolusi
terbanding
Terhadap Obat Copy pertama dapat dipersyaratkan untuk wajib dilakukan Uji
Bioekivalensi berdasarkan hasil pengkajian
Regulasi obat dalam Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Tahun 2011
tentang obat wajib uji ekivalensi tersebut dimaksudkan untuk menjamin efikasi,
keamanan dan mutu suatu produk obat (obat baru) sebelum dipasarkan. Uji BA-BE
ini juga digunakan untuk menjamin mutu suatu produk obat copy apakah
bioekivalen dengan produk obat inovatornya agar mendapatkan izin edar dan dapat
dipasarkan.
Daftar obat Copy yang mengandung zat aktif wajib Uji Bioekivalensi menurut
Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Tahun 2011 tentang obat wajib uji
ekivalensi yaitu :
OBAT KARDIOVASKULAR
Anti aritmia : Amiodarone, Disopyramide, Digoxin
Anti angina : Isosorbide Dinitrate
ANTIHIPERTENSI
Diuretik : Furosemide, Indapamide, Spironolakton
Beta Bloker : Atenolol, Bisoprolol, Carvedilol, Metoprolol
Antagonis Kalsium : Nifedipine dan Nimodipine
Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme) : Captopril, Enalapril,
Lisinopril, Perindopril, Ramipril
Antagonis Reseptor Angiotensin II : Candesartan, Irbesartan, Losartan, Valsartan
3
uji yang harus dilakukan untuk menyatakan suatu produk tersebut layak edar atau
tidak. Menurut PBOM 2004 protokol uji harus lolos kaji etik terlebih dahulu
sebelum uji dapat dimulai. Sebelum dilakukan uji bioekivalensi in vivo terlebih
dahulu dilakukan uji ekivalensi in vitro. Uji ekivalensi in vitro dilakukan dengan
uji
disolusi
terbanding,
sebagai
uji
pendahuluan
untuk
memprediksi
2) Kapsul berisi butir-butir lepas lambat jika kekuatannya berbeda hanya dalam
jumlah butir yang mengandung zat aktif, maka perbandingan profil disolusi (f 2
5) dengan satu kondisi uji yang direkomendasi sudah cukup.
3) Tablet lepas lambat. Jika produk uji dalam bentuk sediaan yang sama tetapi
berbeda hanya dalam jumlah butir yang mengandung zat aktif dan inaktif yang
persis sama atau untuk zat aktif yang sangat poten (sampai 10 mg persatuan
doses) zat inaktifnya sama banyak, dan mempunyai mekanisme pelepasan obat
yang sama, kekuatan yang lebih rendah tidak memerlukan studi in vivo jika
menunjukkan profil disolusi yang mirip, f2 50 dalam 3 pH yang berbeda (antara
pH 1.2 dan 7.5) dengan metode uji yang direkomendasi.
Berdasarkan sistem klasifikasi biofarmaseutik (Biopharmaceutic Classification
System = BCS) dari zat aktif serta karakteristik disolusi dan profil disolusi dari
produk obat. Berlaku untuk produk obat oral lepas cepat, tetapi tidak berlaku untuk
produk obat lepas cepat yang bekerja secara sistemik
1) Zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi dan permeabilitas dalam usus
yang tinggi (BCS kelas 1), serta:
-
- Produk obat memiliki disolusi yang cepat dan profil disolusinya mirip dengan
produk pembanding.
2) Zat aktif memiliki kelarutan dalam air yang tinggi tetapi permeabilitas dalam
usus yang rendah (BCS kelas 3) serta:
- produk obat memiliki profil disolusi yang cepat pada pH 6.8, dan;
- Produk obat memiliki profil disolusi yang mirip dengan produk pembanding
(juga berlaku jika disolusi < 10 % pada salah satu pH).
Catatan :
BCS dari zat aktif
- kelas 2: kelarutan dalam air tinggi, permeabilitas dalam usus tinggi;
- kelas 2: kelarutan dalam air rendah, permeabilitas dalam usus tinggi;
b.
c.
Uji BA-BE dilakukan untuk menjamin mutu produk, maka sebelum uji BA-BE
harus dilakukan uji apa saja hingga suatu produk dinyatakan layak edar atau
tidak? Jelaskan secara bertahap!
d.
Carilah dan buatlah analisis data uji disolusi terbanding dari produk me too
berikut ini:
i.
Amlodipin
ii.
Clopidogrel
iii.
Fenitoin
persyaratan
BPOM,
FDA,
penelitian
terdahulu
yang
vitro (biowaiver)
e.
BAB II
8
2.1
2.1.1
Amlodipin
Amlodipin merupakan obat antihipertensi dan antiangina yang tergolong dalam
Media disolusi
500 ml asam klorida 0,1 N (PH 1,2) (FDA, 2015; Shohin et al., 2010), PH 4,5
Alat
USP apparatus II at 75 rpm (paddle-type) (Anumolu et al., 2014), seperangkat
alat disolusi (Hanson), KCKT (Waters), kolom C18, detektor UV pada panjang
gelombang 237 nm (Alegantina dan Isnawati, 2015).
Suhu Pengujian
37 0,5C(Anumolu et al., 2014).
Lama Uji
60 menit (Anumolu et al., 2014)
fase gerak campuran buffer fosfat pH 3,0; metanol HPLC grade; asetonitril pro HPLC
10
(50:35:15), pelarut metanol HPLC grade, laju alir 1 mL/menit, dan run time 30 menit
(Alegantina dan Isnawati, 2015).
Toleransi
Dalam waktu 30 menit pada semua pH jumlah obat yang terlarut tidak kurang
C. Cara Kerja
1. Penyiapan media pada suhu 37 C
2. Preparasi Baku (Alegantina dan Isnawati, 2015) untuk penetapan kadar tablet
amlodipin.
a. 5 tablet amlodipin (5 mg) dihaluskan
b. larutkan dalam campuran methanol : asetonitril : buffer (35:15:50).
c. masukkan dalam labu ukur secara kuantitatif ad 100 ml (0,25 mg/ml)
d. lakukan pengukuran kadar dengan cara menyuntikkan secara terpisah larutan
baku amlodipin yang mengandung amlodipin besilat dengan menggunakan
HPLC.
e. buat pengenceran 0 ppm, 2,5 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm.
3. Pembuatan kurva baku
Baku induk: amlodipine 25 mg/100 ml = 250 ppm
Baku kerja:
1 ml/100 ml x 250 = 2,5 ppm
1 ml/50 ml x 250 = 5 ppm
2 ml/50 ml x 250 = 10 ppm
3 ml/50 ml x 250 = 15 ppm
4 ml/50 ml x 250 = 20 ppm
kurva baku
11
No.
Konsentrasi (ppm)
Serapan
1
2,5
2
5
3
10
4
15
5
20
4. Penentuan kecepatan disolusi tablet amlodipin 5 mg (Alegantina dan Isnawati,
2015)
a. Isi labu dengan media disolusi sebanyak 500ml
b. nyalakan alat uji, panaskan sampai suhu 37 0,5o C
c. input data meliputi suhu, waktu (10, 20, 30, 45, dan 60 menit) dan rpm (75rpm)
d. pasang alat pengaduk dengan ketinggian tertentu
e. setelah suhu mencapai 37 oC, masukkan amlodipin pada wadah dan segera
nyalakan alat
f. ambil 5ml larutan media setiap interval waktu (10, 20, 30, 40, 50, dan 60 menit),
tiap pengambilan larutan media, perlu melakukan penggantian media disolusi
sebanyak yang diambil. Pengambilan cuplikan pada daerah pertengahan antara
permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang, tidak kurang 1cm dari
dinding wadah.
g. ukur kadar tablet yang terlarut dengan Spektrofotometer UV pada panjang
gelombang maksimum 237 nm (Penetapan baku pembanding amlodipin dilakukan
dengan menimbang lebih kurang 25 mg amlodipin dan dimasukkan ke dalam labu
100 mL kemudian ditambahkan 10 mL metanol, diencerkan sampai tanda.
Sebanyak 2 mL larutan dimasukkan dalam labu 50 mL dan diencerkan sampai
tanda (10 ppm)
h. buat kurva % Q vs t
mg yang terlarut
%Q =
x 100%
Dosis
12
2.1.2
Clopidogrel
Clopidogrel adalah salah satu agen antiplatelet yang paling sering diresepkan.
Media disolusi
Asam klorida 0,1 N (PH 1,2) (FDA, 2015; Shohin et al., 2010), PH 4,5 (buffer
asetat) dan buffer fosfat (6,8)
Volume
1000 ml
14
Alat
Apparatus tipe 2 (paddle) 50 rpm
Suhu Pengujian
37 0,5 C
Waktu
30 menit (FI V, 2014)
serapan alikuot dan jika perlu diencerkan dengan media disolusi dan serapan larutan
baku pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 240 nm (FI V, 2014)
Toleransi
Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% C16H16ClNO2S dari
e.
buat pengenceran 0 ppm, 0,9 ppm, 1,8 ppm, 2,7 ppm, 3,6 ppm, 4,5 ppm dan
5,4 ppm.
3. Pembuatan kurva baku
Baku induk: 1. Clopidogrel 450 mg/100 ml = 4500 ppm
Baku kerja:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kurva Baku
No.
1
2
3
4
5
6
7
Konsentrasi (ppm)
0
0,9
1,8
2,7
3,6
4,5
5,4
Serapan
4. Uji disolusi
a. Isi labu dengan media disolusi sebanyak 1000 ml
b. Nyalakan alat uji, panaskan sampai suhu 37 0,5o C
c. Input data meliputi suhu, waktu (60 menit) dan rpm (50rpm)
d. Pasang alat pengaduk dengan ketinggian tertentu
e. Setelah suhu mencapai 37 o C, masukkan Clopidogrel pada wadah dan segera
f.
nyalakan alat
ambil 5ml larutan media setiap interval waktu (10, 20, 30, 40, 50, dan 60
menit), tiap pengambilan larutan media, perlu melakukan penggantian media
disolusi sebanyak yang diambil. Pengambilan cuplikan pada daerah
16
pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang,
g.
h.
2.1.3
Fenitoin
Fenitoin (5,5-difenilhidantoin) mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak
lebih dari 100,5% C15H11N2O2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Fenitoin
merupakan serbuk putih, tidak berbau, dan melebur pada suhu lebih kurang 295.
Kelarutannya praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol panas; sukar larut dalam
etanol dingin, dalam kloroform dan dalam eter (Farmakope Indonesia IV, 1995).
B. Ketentuan uji pelarutan sediaan kapsul fenitoin 100 mg menurut USP 2010
17
Media disolusi
Asam klorida 0,1 N (PH 1,2) (FDA, 2015; Shohin et al., 2010), PH 4,5 (buffer
asetat) dan buffer fosfat (6,8)
Alat
Tipe II: 50 rpm
Suhu pengujian
370,5C
Lama uji
60 menit
Prosedur penetapan kadar
Dilakukan penetapan jumlah C15H11N2NaO2 yang terlarut secara HPLC. Fase
gerak yang digunakan adalah metanol : air (7 : 3), dengan penambahan jika
diperlukan. Standar yang digunakan adalah fenitoin dalam metanol, dan encerkan
dengan air agar tercapai konsentrasi yang mirip dengan larutan uji. Suntikkan larutan
standar dan uji secara terpisah (masing-masing 10 L) ke dalam kromatograf, rekam
hasilnya. Hitung kadarnya dalam mg.
dan tidak kurang dari 70% dalam 120 menit (Q) C 16H19N3O4S dari jumlah yang tertera
pada etiket.
C. Cara kerja
1. Penyiapan media pada suhu 37 C
2. Preparasi Baku untuk penetapan kadar kapsul fenitoin.
18
kurva baku
No.
1
2
3
4
5
Konsentrasi (ppm)
0,2
0,4
0,8
1,2
1,6
Serapan
4. Uji disolusi
a. Isi labu dengan media disolusi sebanyak 1000 ml
b. Nyalakan alat uji, panaskan sampai suhu 37 0,5o C
c. Input data meliputi suhu, waktu (60 menit) dan rpm (50rpm)
d. Pasang alat pengaduk (paddle) dengan ketinggian tertentu
19
nyalakan alat
f. Ambil 5 ml larutan media setiap interval waktu (10, 20, 30, 40, 50, dan 60
menit). Tiap pengambilan larutan media, perlu dilakukan penggantian media
disolusi sebanyak yang diambil. Pengambilan cuplikan pada daerah
pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang,
tidak kurang 1cm dari dinding wadah
g. Ukur kadarnya dengan Spektrofotometer UV pada panjang gelombang 310320 nm
h. Buat kurva % Q vs t
mg yang terlarut
%Q =
x 100%
Dosis
2.2
Study Bioavailabilitas-Bioekivalensi
20
21
2.
4.
(order effect), maupun efek waktu (period effect), bila ada dibuat seimbang.
Kedua perlakuan dipisahkan oleh periode wash out yang cukup untuk eliminasi
produk obat yang pertama diberikan (biasanya >5 x t eliminasi) dari obat, atau
lebih lama jika mempunyai metabolit aktif dengan t lebih panjang. Jika obat
mempunyai kecepatan eliminasi yang sangat bervariasi antar subjek, maka
periode wash out yang diperlukan lebih lama untuk meperhitungkan kecepatan
eliminasi yang lebih rendah pada beberapa subjek. Karena itu untuk obat dengan
waktu paruh eliminasi yang panjang (>24 jam) dapat dipertimbangkan
5.
6.
Waktu I
A
B
A
B
A
Produk obat
Wash out Waktu II
B
period
A
(21 hari)
B
A
B
22
6
7
8
9
10
11
12
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
Pemilihan Subjek
a.
Jumlah subjek: minimal 12 orang, kecuali dalam kondisi khusus yang perlu
penjelasan. Pada umumnya dibutuhkan 18-24 subyek.
b.
Kriteria:
Relawan sehat dewasa laki-laki atau perempuan berusia 18-55 tahun; subjek
bukan perokok atau perokok sedang (kurang dari 10 batang sehari) selama minimal 3
bulan; tidak mengkonsumsi alcohol; beratnya setidaknya 60 kg untuk laki-laki
dan 52 kg untuk wanita dan dalam 15% dari bobot ideal mereka (BMI 17.526.4
kg/m2); sukarelawan bersedia mengisi persetujuan tertulis untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini; kadar hemoglobin 13 gm/dL
c. Kriteria ekslusi sampel
Riwayat adanya penyakit kardiovaskular yang signifikan, paru, hati, ginjal,
hematologi, gastrointestinal, endokrin, kekebalan, kulit, neurologis, atau penyakit
kejiwaan; pasien hipersensitif dengan amlodipin; selain itu, Riwayat:
-
23
Subyek perempuan yang sedang hamil atau menyusui; subjek yang diuji positif HIV,
HbsAg atau HEV; subyek yang mempunyai tekanan darah kurang dari 110/60 adalah
mmHg pada screening atau 100/55 mmHg sebelum dosis; subyek yang mempunyai
denyut nadi lebih rendah dari 55 b.p.m. di screening atau 50 b.p.m. sebelum dosis;
subyek yang telah menggunakan obat-obatan atau zat yang dikenal sebagai inhibitor
kuat dari enzim CYP (sebelumnya dikenal sebagai enzim sitokrom P450) dalam
waktu 10 hari sebelum dosis pertama; subyek yang telah menggunakan obat-obatan
atau zat yang dikenal sebagai pemicu kuat enzim CYP (sebelumnya dikenal sebagai
enzim sitokrom P450) dalam waktu 28 hari sebelum dosis pertama; subyek yang telah
di diet khusus (untuk alasan apapun) selama 28 hari sebelum dosis pertama dan
selama penelitian; subyek yang, melalui penyelesaian studi, akan menyumbangkan
lebih dari: 500 mL darah Dalam 14 hari; 1500 mL darah di 160 hari; 2500 mL darah
Dalam 1 tahun; subyek yang telah berpartisipasi dalam uji klinis lain dalam 28 hari
sebelum dosis pertama.
Prosedur
A. Perlakuan terhadap subjek
a)
Subjek dikumpulkan jam 6 pagi untuk menghadiri unit pagi, sebelumnya subjek
berpuasa dari makanan dan minuman (kecuali air mineral) dari jam 9 malam,
diambil darahnya sebelum diberikan dosis pertama (pre-dosis)
b)
c)
Makan siang dan malam diberikan 4 jam dan 10 jam setelah pemberian obat.
Pada hari-2 dan 3, sarapan diberikan pada titik waktu 24 dan 48 jam. Pada hari
kedua makan siang dan makan malam diberikan pada waktu yang sama seperti
pada hari 1. Semua makanan dan cairan yang diambil oleh subyek harus
distandardisasi berkaitan dengan jenis, jumlah dan waktu pemberian selama
sampling periode.
Satu dokter dan dua perawat dengan kualifikasi yang memadai dan pelatihan
yang hadir pada saat dosis dan tinggal di situs sampai relawan terakhir
meninggalkan unit studi; setelah itu mereka dapat dimonitoring melalui telepon
seluler
f)
Tanggal dan waktu pengambilan dicatat dalam Laporan Kasus Form (CRF).
Pengambilan Sample
1 titik saat C0
2 titik sampel sebelum Cmax
4 titik sampel sekitar Cmax
8 titik sampel setelah Cmax (3 x t =
48 jam
25
t11
t12
t13
t14
24 jam
48 jam
96 jam
144 jam
26
Jika pada t0 ditemukan obat dengan kadar 5% Cmax, maka data dari subjek ini
dapat dimasukkan dalam analisis tanpa penyesuaian. Namun jika C 0 > 5% Cmax,
D. Parameter
- Cmax = kadar puncak maksimal obat yang teramati.
- tmax
- t1/2
- AUC
= Area di bawah kurva kadar obat dalam plasma (atau serum atau darah)
terhadap waktu
2.2.2
Clopidogrel
Latar belakang
Clopidogrel merupakan suatu antiplatelet, yang menurunkan resiko pembentukan
gumpalan darah. Normalnya saat terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil,
gumpalan darah akan terbentuk dan menutup aliran pada pembulh darah. Sel-sel kecil
pada darah yang disebut platelet
Tujuan penelitian
- Menjamin efikasi, keamanan dan mutu produk obat yang telah dirancang.
- Menentukan bioavailabilitas absolut dan relatif suatu zat kimia, serta bioekivalensi
zat tersebut dalam formulasi untuk uji klinik dan dalam produk yang akan
dipasarkan (BPOM, 2004).
Rancangan Penelitian
Desain studi yang digunakan untuk obat Clopidogrel digunakan rancangan
penelitian Latin Square Crossover/ Random Crossover (masing-masing subjek diberi
masing-masing obat yang disajikan secara acak dengan adanya waktu eliminasi obat
sebelum pemberian obat selanjutnya variasi subjek dapat dikontrol & dikurangi,
subjek dapat menjadi kontrol bagi dirinya, 1 subjek menerima produk yang diuji &
standar pembanding). Penelitian dengan desain Latin Square (LS) memungkinkan
peneliti untuk mengontrol variasi yang terjadi pada dua arah. Biasanya ukuran kolom
LS yang digunakan adalah 5x5 sampai 8x8.
Studi dilakukan pada subyek yang sama (dengan desain menyilang) untuk
menghilangkan variasi biologik antar subyek (karena tiap subyek menjadi kontrolnya
sendiri). Hal ini akan memperkecil jumlah subyek yang diperlukan. Jadi untuk
28
membandingkan 2 produk obat dilakukan study menyilang two way (2 periode untuk
pemberian 2 produk obat pada setiap subyek).
Pemberian obat yang pertama harus dilakukan secara acak agar efek urutan
(order effect), maupun efek waktu (period effect), bila ada dibuat seimbang.
Kedua perlakuan dipisahkan oleh periode wash out yang cukup untuk eliminasi
produk obat yang pertama diberikan (biasanya >5 x t eliminasi) dari obat, atau lebih
lama jika mempunyai metabolit aktif dengan t lebih panjang. Jika obat mempunyai
kecepatan eliminasi yang sangat bervariasi antar subjek, maka periode wash out yang
diperlukan lebih lama untuk meperhitungkan kecepatan eliminasi yang lebih rendah
pada beberapa subjek. Karena itu untuk obat dengan waktu paruh eliminasi yang
panjang (>24 jam) dapat dipertimbangkan penggunaan desain 2 kelompok parallel.
Dalam penelitian ini digunakan periode wash out selama 1 minggu
Subjek
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Produk obat
Waktu I
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
Wash out
period
(7 hari)
29
Waktu II
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
Pemilihan Subjek
Jumlah subjek: 24 subjek
Kriteria:
Sukarelawan pria dan wanita dewasa yang sehat; usia 18-40 tahun; body Mass
Index antara 19-26; mampu berpartisipasi, berkomunikasi dengan baik dengan para
peneliti dan bersedia untuk memberikan informed consent;
Kriteria ekslusi sampel:
Tidak mempunyai catatan gangguan gastrointestinal, hepar, ginjal, atau hematologi;
tidak memiliki Alergi clopidogrel; kontraindikasi atau hipersensitif terhadap obat;
Pada saat penelitian mengalami efek samping dari obat; menderita penyakit akut
tertentu, sehingga harus meminum obat lain (c/: diare, demam berdarah)
Prosedur
A. Perlakuan terhadap subjek
Subyek tidak boleh minum obat (obat bebas dan obat tradisional) selama 1 bulan
terakhir dan jika memang ada menggunakan obat, maka disebutkan obatnya.
Subjek dalam penelitian ini akan diberikan 2 macam obat yaitu copy generik
Clopidogrel dosis tunggal 75 mg sebagai produk uji dan inovator Plavix dosis
tunggal 75 mg sebagai produk pembanding. Obat diminum bersama dengan air
200 ml.
Pada pagi hari periode pertama uji (jam 7 pagi) sebelum diberi Clopidogrel
diambil dan diukur terlebih dahulu sebagai sampel pada t0.
30
Makan pagi dan makan siang subyek diberikan 4 dan 6 jam setelah pemberian
obat.
Subjek diambil darahnya sebelum diberi obat (kontrol) dan pada waktu:
Sampel darah harus diambil, pada waktu-waktu tertentu, sehingga dapat
Pengambilan Sample
1 titik saat C0
2 titik sampel sebelum Cmax
4 titik sampel sekitar Cmax
31
Jika pada t0 ditemukan obat dengan kadar 5% Cmax, maka data dari subjek ini
dapat dimasukkan dalam analisis tanpa penyesuaian. Namun jika C 0 > 5% Cmax,
D. Parameter
- Cmax = kadar puncak maksimal obat yang teramati.
- tmax
- t1/2
- AUC
= Area di bawah kurva kadar obat dalam plasma (atau serum atau darah)
terhadap waktu
2.2.3
Fenitoin
Latar belakang
Fenitoin merupakan obat antiepilepsi golongan hidantoin yang berefek
antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat antikonvulsi fenitoin
didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak.
Efek stabilisasi membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi dan membran
sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung.
Fenitoin mempengaruhi berbagai sistem fisiologik; dalam hal ini, khususnya
konduktans Na+, K+, Ca2+ neuron, potensial membran dan neurotransmitor
norepinefrin, asetilkolin, dan GABA.
Tujuan penelitian
- Menjamin efikasi, keamanan dan mutu produk obat yang telah dirancang.
- Menentukan bioavailabilitas absolut dan relatif suatu zat kimia, serta bioekivalensi
zat tersebut dalam formulasi untuk uji klinik dan dalam produk yang akan
dipasarkan (BPOM, 2004).
Rancangan Penelitian
Desain studi yang digunakan untuk obat Fenitoin merupakan rancangan
penelitian double blind crossover (masing-masing subjek diberi masing-masing obat
yang disajikan secara acak dengan adanya waktu eliminasi obat sebelum pemberian
34
obat selanjutnya, variasi subjek dapat dikontrol dan dikurangi, subjek dapat menjadi
kontrol bagi dirinya, 1 subjek menerima produk yang diuji dan standar pembanding,
subjek/peneliti/tenaga medis tidak tahu obat apa yang diterima apakah produk uji atau
standar pembanding). Desain studi kali ini menggunakan Latin Square, tiga terapi
dengan tiga periode. Analisis statistik yang digunakan adalah ANOVA dengan SAS
untuk mengobservasi efek dari formulasi, periode, dan urutan pemberian obat.
Dosis fenitoin yang digunakan adalah 300 mg (3 tablet, masing-masing 100
mg). Fenitoin innovator digunakan sebagai pembanding, dan dua merek generic
Fenitoin lainnya diuji dalam studi ini. Semua formulasi memiliki shelf life lebih dari 6
bulan. Pemberian obat yang pertama harus dilakukan secara acak agar efek urutan
(order effect), maupun efek waktu (period effect), bila ada dibuat seimbang.
Kedua perlakuan dipisahkan oleh periode wash out yang cukup untuk
eliminasi produk obat yang pertama diberikan (biasanya >5 x t eliminasi) dari obat,
atau lebih lama jika mempunyai metabolit aktif dengan t lebih panjang. Jika obat
mempunyai kecepatan eliminasi yang sangat bervariasi antar subjek, maka periode
wash out yang diperlukan lebih lama untuk meperhitungkan kecepatan eliminasi yang
lebih rendah pada beberapa subjek. Karena itu untuk obat dengan waktu paruh
eliminasi yang panjang (>24 jam) dapat dipertimbangkan penggunaan desain 2
kelompok parallel.
Dalam penelitian ini digunakan periode wash out selama 1 minggu
Subjek
Waktu I
Produk obat
Wash out Waktu II
35
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
period
(7 hari)
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
Pemilihan Subjek
a. Jumlah subjek: 22 orang
Prosedur
A.
2.
Tiga tablet fenitoin 100 mg (300 mg dosis tunggal) diberikan pada subjek oleh
farmasis dalam pengawasan peneliti.
3.
Subjek mendapat makan yang telah diatur pada 1, 4, dan 12 jam setelah
pemberian obat.
4.
37
5.
waktu paruh
Pengambilan Sample
1 titik saat C0
2 titik sampel sebelum Cmax
38
Jika pada t0 ditemukan obat dengan kadar 5% Cmax, maka data dari subjek ini
dapat dimasukkan dalam analisis tanpa penyesuaian. Namun jika C 0 > 5% Cmax,
D. Parameter
- Cmax
- tmax
39
- AUC t
= Area di bawah kurva kadar obat dalam plasma (atau serum atau
darah) terhadap waktu (mg.h/l)
BAB III
ANALISIS HASIL
a. Uji Disolusi
Profil disolusi antara produk uji dan produk pembanding dibandingkan dengan
menggunakan faktor kemiripan (f2), jika nilai f2 > 50 maka hasil kedua profil
disolusi sebanding. Adapun rumus f2 adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Rt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling dari produk
pembanding (R = reference), dan Tt = persentase kumulatif obat yang larut pada
setiap waktu sampling dari produk uji (T = test). Nilai f2 sama dengan 50 atau lebih
besar (50-100) menunjukkan kesamaan atau ekivalensi kedua kurva yang berarti
kemiripan profil disolusi kedua produk
40
b. Uji BA-BE
Parameter bioavailabilitas yang dibandingkan untuk penilaian bioekivalensi adalah
AUC, Cmax, dan tmax. Data yang bergantung pada kadar yakni AUC dan C max, harus
ditransformasi logaritmik (ln) terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis statistik
karena kinetik obat mengikuti kinetik first order sehingga dalam skala logaritmik
akan diperoleh distribusi yang normal dan varians yang homogen. Selanjutnya nilainilai ln AUC ke-2 produk dibandingkan menggunakan analisis varians (ANOVA)
untuk desain menyilang 2-way yang memperhitungkan sumber-sumber variasi
berikut: produk obat yang dibandingkan (test dan reference), periode pemberian obat
(I dan II). Demikian juga nilai-nilai ln Cmax ke-2 produk dibandingkan dengan cara
yang sama.
Untuk tmax biasanya hanya dilakukan statistik deskriptif. Jika perlu dibandingkan,
digunakan statistik non-parametrik pada data yang asli (tidak ditransformasi), dengan
= 5%. Untuk ketiga parameter tersebut di atas, selain dihitung 90% CI untuk
perbandingan kedua produk, juga dihitung statistik ringkasan seperti nilai rata-rata
aritmetik dan geometric, (untuk AUC dan Cmax) atau median (untuk tmax), serta nilainilai minimum dan maksimum. Untuk parameter-parameter lainnya seperti C min,
fluktuasi, t1/2 dsb, berlaku pertimbangan-pertimbangan yang sama untuk
menggunakan
data
yang
ditransformasi
ditransformasi.
41
logaritmik
(ln)
atau
yang
tidak
BAB IV
PEMBAHASAN
Parameter penting untuk menentukan mutu kimia obat adalah penetapan kadar
dan uji disolusi (Siregar dan WikarsA, 2010). Setelat obat berada dalam bentuk
terdisolusi, berulah mencapai sirkulasi sistemik dan menghasilkan efek. Absorpsi zat
aktif dari suatu sediaan erat kaitannya dengan terdisolusinya zat tersebut dari
sediaannya. Oleh karena itu semakin cepat zat aktif terdisolusi, maka semakin cepat
pula terjadi absorpsi, sehingga obat akan cepat memberikan efek. Untuk maksud
tersebut diperlukan suatu usaha agar zat aktif dapat terlepas dan melarut dalam cairan
saluran cerna secepat mungkin (Siregar dan WikarsA, 2010).
Efektifitas pengobatan merupakan salah satu dari persyaratan mutu sediaan
obat. Keberhasilan pencapaian efek terapeutik tergantung paa kadar obat yang
mencapai reseptor yang dinyatakan dalam laju dan jumlah zat obat aktif yang
mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian besar sirkulasi sistemik terdiri cairan yang
42
bersifak aqueous sehingga bagi obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air,
disolusi adalah tahap penentu dari proses absorpsi obat itu sendiri (Shargel etal.,
2015).
Pengujian ini menggunakan tablet generik amlodipin, Clopidogrel, dan
Fenitoin yang diketahui banyak beredar diindonesia, sehingga melalui pengujian ini
diharapkan dapat membandingkan profil disolusi dari produk copy dan produk
pembanding. Setiap produk obat copy yang beredar di indonesia, harus memenuhi
standar mutu dan bioekivalen dengan produk pembanding yang telah diketahui dan
dijamin efikasi serta keamanannya. Sebelum dilakukan uji bioekivalensi, terlebih
dahulu dilakukan uji disulusi terbanding.
Uji ekivalensi in vitro yakni uji disolusi terbanding dilakukan dalam media
HCL pH 1,2 yang merupakan simulasi kondisi fisiologis lambung manusia; pH 4,5
yang merupakan simulasi dari pH cairan lambung (buffer asetat) dan pH 6,8 yang
merupakan simulasi dari kondisi fiologis usus halus (buffer fosfat), menurut BPOM,
suatu produk copy yang akan dilakukan pengujian disolusi invitro, kandungan zat
aktif suatu produk uji terhadap produk pembanding tidak boleh berbeda selisih 5%,
hal ini dikarenakan perbedaan kadar lebih dari 5% dapat mempengaruhi profil
disolusi yang dapat menyebabkan hasilnya tidak ekivalen dengan pembanding.
Kemudian bandingkan profil disolusinya, berdasarkan faktor kemiripan.
43
BAB V
LAMPIRAN
Lampiran
Hasil Penentuan Laju Disolusi Produk Uji pada Larutan dapar pH 1,2
Waktu
(menit)
5
10
15
20
25
30
Produk Pembanding
Batch I
Batch II
55
60
67
70
86
89
99
96
100
100
100
99
Hasil Penentuan Laju Disolusi Produk Uji pada Larutan dapar pH 4,5
Waktu
(menit)
5
10
15
20
Produk Pembanding
Batch I
Batch II
33
34
49
47
70
68
86
82
25
30
99
101
99
99
95
100
93
99
Hasil Penentuan Laju Disolusi Produk Uji pada Larutan dapar pH 6,8
Waktu
(menit)
5
10
15
20
25
30
Produk Pembanding
Batch I
Batch II
55
61
81
83
89
90
99
100
100
101
100
99
Profil disolusi antara produk uji dan produk pembanding dibandingkan dengan
menggunakan faktor kemiripan (f2) yang dihitung dengan persamaan berikut:
Rt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling dari produk
pembanding
Tt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling dari produk uji
Nilai f2 50 (50-100) menunjukkan kesamaan atau ekivalensi ke 2 kurva, yang
berarti kemiripan profil disolusi kedua produk. Jika produk Copy dan produk
pembanding memiliki disolusi yang sangat cepat (> 85 % melarut dalam waktu < 15
45
menit dalam ke-3 media dengan metode uji yang dianjurkan), perbandingan profil
disolusi tidak diperlukan (BPOM, 2004). Menurut FDA 2003 salah satu persyaratan
untuk melakukan perbandingan profil disolusi menggunakan faktor kemiripan (f 2)
adalah perhitungan dilakukan dengan memperhatikan tidak lebih satu titik yang
persen zat terdisolusinya lebih besar dari 85%.
Profil disolusi Produk uji pada larutan dapar pH 1,2
Waktu
(menit)
5
10
15
20
25
30
Rata-rata
Produk
Produk Uji
Pembanding
(Tt)
(Rt)
62
57,5
82,5
68,5
93
87,5
98,5
97,5
99,5
100
100
99,5
Rt - Tt
(Rt Tt)2
-4,5
-14
-5.5
-1
0,5
-0,5
20,25
196
30,25
1
0,25
0,25
xx = 41,33
SD = 76,80
Profil laju disolusi antara produk uji dan produk pembanding dibandingkan dengan
menggunakan nilai f2 melalui persamaan diatas yaitu 59,33.
Profil disolusi Produk uji pada larutan dapar pH 4,5
Waktu
(menit)
5
10
15
20
25
30
Rata-rata
Produk
Produk Uji
Pembanding
(Tt)
(Rt)
37,5
33,5
51
48
76
69
89
84
99
94
100
99,5
46
Rt - Tt
(Rt Tt)2
-4
-3
-7
-5
-5
-0,5
16
9
49
25
25
0,25
xx = 20,71
SD = 16,82
Profil laju disolusi antara produk uji dan produk pembanding dibandingkan
dengan menggunakan nilai f2 melalui persamaan diatas yaitu 66,58.
Profil disolusi Produk uji pada larutan dapar pH 6,8
Waktu
(menit)
5
10
15
20
25
30
Rata-rata
Produk
Produk Uji
Pembanding
(Tt)
(Rt)
71,5
58
91
82
98,5
89,5
98,5
99,5
100,5
100,5
100,5
99,5
Rt - Tt
-13,5
-9
-9
1
0
-1
(Rt Tt)2
182,25
81
81
1
0
1
xx = 57,71
SD = 72,61
Profil laju disolusi antara produk uji dan produk pembanding dibandingkan dengan
menggunakan nilai f2 melalui persamaan diatas yaitu 55,78.
47
Gambar Profil laju disolusi Produk uji pada larutan dapar pH 1,2; pH 4,5; pH
6,8
Hasil uji disolusi terbanding produk obat uji dalam larutan dapar pH 1,2; pH 4,5;
pH 6,8 sampai dengan 30 menit lebih dari 85 %, sehingga uji disolusi terbanding
dalam larutan tersebut cukup adekuat untuk melakukan perbandingan profil disolusi
produk obat. Uji disolusi terbanding produk obat uji dalam larutan dapar pH 1,2
menghasilkan nilai f2 59,33, produk obat uji dalam larutan dapar pH 4,5
menghasilkan nilai f2 66,58, produk obat uji dalam larutan dapar pH 6,8
menghasilkan nilai f2 55,78 sehingga pada data nilai f 2 dari ketiga media tersebut
menunjukkan bahwa adanya kesamaan atau ekivalensi antara produk uji dan produk
pembanding. Hal ini dikarenakan metode pabrikasi dan formulasi dapat
mempengaruhi laju disolusi suatu produk obat.
48
DAFTAR RUJUKAN
49
50
51
52