Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN OBAT TRADISIONAL


“FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN TOILETRIES (SABUN
PADAT) DARI EKSTRAK KAYU MANIS”

Dosen Pendamping:
Apt. Siti Maimunah, M.Farm.

Disusun Oleh:
Kelompok C1

1. NADIA NUR FAIZAH (19930025)


2. ASYIFA NIRA SARDINELLA (19930047)
3. KARTIKA NIBRAS H. (19930052)
4. SALMA SHAFIRA ARIQOH (19930056)
5. SYAFINA AYU NURIL IMAMA (19930057)
6. FIFI ALAYDA YAHYA (19930058)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021
1. DASAR TEORI
Sabun adalah agen pembersih yang dibuat melalui reaksi saponifikasi antara
basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau hewani yang
berbentuk padat, lunak atau cair, digunakan sebagai pembersih, dengan
menambahkan zat pewangi, dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan
(SNI, 1994).
Sabun diproduksi dan diklasifikasikan menjadi beberapa grade mutu, yaitu :
a. Grade mutu A : Diproduksi oleh bahan baku minyak atau lemak yang terbaik
dan mengandung sedikit atau tidak mengandung alkali bebas
b. Grade mutu B : Diperoleh dari bahan baku minyak atau lemak dengan kualitas
yang lebih rendah dan mengandung sedikit alkali, namun kandungan alkali
tersebut tidak menyebabkan iritasi pada kulit.
c. Grade mutu C : Mengandung alkali bebas yang relatif tinggi berasal dari bahan
baku lemak atau minyak yang berwarna gelap

Kelebihan sabun padat :


a. Kandungan fragrance dalam sabun batang lebih sedikit sehingga
menguntungkan untuk kulit sensitive
b. Harganya lebih terjangkau
c. Lebih ramah lingkungan karena penggunaan kemasan dari karton

Kekurangan sabun padat :


a. Sabun padat cenderung terbuka dan biasanya tergenang dalam wadah
penyimpanan sehingga bakteri lebih mudah untuk berkembang.
b. Sabun batang cenderung membuat kulit lebih kering, meskipun ada produk
sabun batang yang tidak membuat kulit menjadi kering, namun harganya
menjadi cukup mahal.

Metode Pembuatan Sabun “Cold Process”


Reaksi saponifikasi menggunakan metode dingin merupakan metode alami
pembuatan sabun. Minyak atau asam lemak direaksikan dengan kaustik soda di
dalam suhu ruang atau tanpa dipanaskan. Proses netralisasi pada metode ini
dilakukan secara alami yakni didiamkan selama 2-4 minggu. (Mela, 2019)
Kelebihan metode cold process :
a. Reaksi saponifikasi lama dan dapat dikontrol sehingga sabun dapat didesain
lebih fleksibel. (Penambahan warna, aroma, dan aksesoris dilakukan selama
reaksi saponifikasi.)
b. Adonan sabun dapat dimodifikasi menjadi berbagai bentuk sehingga sabun
menjadi lebih menarik

2. TINJAUAN BAHAN AKTIF


a. Nama Latin : Cinnamomum burmanni
b. Jenis simplisia : Kulit kayu manis
c. Ciri makroskopis : Kulit batang berbentuk menggulung, tebal, pipih atau
berupa berkas. Permukaan luar yang tidak bergabus berwarna cokelat
kekuningan atau cokelat sampai cokelat kemerahan, yang bergabus berwarna
hijau kehitaman atau cokelat kehijauan. Bekas patahan tidak rata. Memiliki
bau khas dan rasanya sedikit manis
d. Ciri mikroskopis : Fragmen pengenal adalah idioblas berupa sel minyak dan
sklerenkim, sklereida, dan sklerenkim
e. Senyawa identitas : Sinamaldehid
f. Efek farmakologi : Antioksidan, analgesic, antipiretik, antialergenik,
antimikroba, antiinflamasi, dan sebagainya
g. Sifat fisikokimia senyawa identitas:
1) Rumus molekul : C9H8O
2) Bobot molekul : 132,16
3) Pemerian : Cairan berminyak berwarna kuning, berbau kayu manis, dan
rasanya manis
4) Titik leleh : -7,5°C
5) Titik didih : 253°C
6) Kelarutan : Larut dalam 700 bagian air dan dalam 7 bagian alkohol 60%,
dapat bercampur dalam alkohol, eter, kloroform, dan minyak

3. BENTUK SEDIAAN TERPILIH


a. Sabun ekstrak kayu manis 80 gram dibuat dengan metode cold process
b. Dipilih sediaan berbentuk sabun batang karena harga terjangkau dan lebih
ramah lingkungan
c. Sabun ekstrak kayu manis sudah sesuai dengan syarat yang telah
ditentukan
4. SPESIFIKASI PRODUK
a. Persyaratan umum sediaan
Parameter Nama Uji
Parameter Uji kadar air, jumlah asam lemak, alkali bebas, asam lemak
Fisika bebas, lemak tak tersabunkan, dan pH
Parameter Uji kekerasan dan stabilitas busa
Kimia
Organoleptis Warna, aroma, kekentalan, banyak busa
Persyaran Uji Spesifikasi Produk
1) Uji Kadar Air : kadar air maksimal adalah 15%.
2) Jumlah Asam Lemak : SNI jumlah asam lemak pada
sabun padat adalah > 70%
3) Asam Lemak Bebas dan Alkali Bebas: SNI alkali bebas sabun adalah
< 2,5%.
4) Lemak Tak Tersabunkan : Kadar fraksi tak tersabunkan
standar SNI yaitu maksimal 2,5%
5) Uji pH : rentang pH sabun padat berkisar
antara 9 – 11
6) Uji Kekerasan : Nilai kekerasan sabun pada produk
yang sudah beredar di pasaran sebagai pembanding adalah 6,399 ±
1,113 Kg.
b. Rencana spesifikasi sediaan
RENCANA SPESIFIKASI SEDIAAN
Bentuk Sediaan : Sabun Padat
Nama Merek : Shinamon Body Soap
Indikasi : Sebagai antioksidan, antibakteri serta dapat mencerahkan
kulit.
Warna : Coklat
Kemasan : 80 gram
Kandungan : Minyak atsiri kayu manis
Penggunaan : Digunakan setiap mandi
5. METODE EKSTRAKSI, PENETAPAN KADAR, DAN PENENTUAN
DOSIS
a. Metode ekstraksi
Menggunakan metode maserasi.
Metode maserasi adalah metode ekstraksi dengan cara merendam bahan
dengan pelarut yang sesuai dengan senyawa aktif yang akan diambil dengan
pemanasan rendah atau tanpa adanya proses pemanasan (Widiyanto, 2013).

Kulit kayu manis yang sudah bersih dan kering dipotong kecil kemudian
diblender

Serbuk kayu manis dimaserasi dengan pelarut metanol

Dilakukan remaserasi sebanyak 2 kali, masing-masing selama 1 hari

Maserat yang diperoleh, disaring dan diuapkan dengan oven variasi


suhu 45-65°C hingga diperoleh ekstrak kental

(Widiyanto, 2013)
b. Penetapan kadar
 Cara Penetapan Kadar :
1) Ditotolkan secara terpisah 5μL dan masing-masing seri
pengenceran larutan pembanding pada lempeng silika gel 60 F254,
dielusi dengan fase gerak (n-heksana P-etil asetat P (9;1))
2) Diukur serapan pada panjang gelombang serapan maksimum lebih
kurang 725 nm
3) Dibuat kurva kalibrasi
4) Dihitung presentase sinamaldehid dalam ekstrak kurva baku.
 Penetapan Kadar Sinamaldehid
Menurut Farmakope Herbal Edisi III, kadar sinemaldehid tidak kurang
dari 0,56%.
Jadi kadar sinemaldehid dalam sediaan (24 gram ekstrak dalam 80
gram sediaan) adalah:
= 0,56/100 x 24 gram
= 0,135 gram
6. RANCANGAN FORMULA
a. Skema/bagan alur fikir

b. Formula Acuan
c. Formula Modifikasi
Nama Bahan Kegunaan Formula Penggunaan
Ekstrak kayu manis Bahan aktif 30 % 24 gram
Minyak zaitun Emolient 20 % 16 gram
Minyak kelapa Pengeras tekstur 20% 16 gram
Gliserin Humektan 10% 8 gram
NaOH Pembasah 5% 4 gram
Mica Brown Pewarna 0,2 % 0,16 gram
Aquadest Pelarut Add 100 % Add 100 %
Total 80 gram

d. Alasan Pemilihan Bahan


Nama Bahan Kegunaan Alasan
Minyak Pengeras Minyak Kelapa (Cocos nucifera)
kelapa tekstur mengandung asam laurat yang tinggi
dan asam miristat sehingga dapat
menghasilkan sabun dengan kualitas
pembersih yang baik, konsistensi
kekerasan baik dan menghasilkan busa
yang lembut. ( Rahayu, 2018 )

Minyak Emolient Minyak zaitun mempenetrasi kulit


zaitun secara lebih baik dari minyak cair
lainnya. Tidak membuat pori-pori
tersumbat dan membuat kulit lebih
kencang. Minyak zaitun juga
mengandung vit E yang dapat menutrisi
kulit dan polifenol yang baik dalam
memberikan perlindungan pada sel-sel
tubuh dari kerusakan akibat radikal
bebas. Pembuatan sabun menggunakan
minyak ini sebagai basis dan penstabil. (
Fitriyani, 2019 )

Gliserin Humektan Gliserin merupakan bahan yang paling


umum digunakan sebagai humektan
yang berfungsi untuk meningkatkan
kelembutan sediaan sehingga dapat
memberikan kenyamanan dalam
penggunaan sabun batang. Selain itu
juga digunakan untuk mengurangi efek
kasar dari ekstrak kayu manis sebagai
scrub. ( Adrian, 2018)

NaOH Pembasah NaOH digunakan sebagai bahan


pembasah ( alkali ) dalam sediaan sabun
padat. NaOH erupakan bahan penting
dalam pembuatan sabun mandi karena
menjadi bahan utama dalam proses
saponifikasi dimana minyak atau lemak
akan diubah menjadi sabun. Tanpa
bantuan NaOH maka proses kimia sabun
tidak akan terjadi.

Mica Brown Pewarna Penggunaan bahan pewarna dari Mica


Brown karena mica merupakan jenis
pewarna yang banyak digunakan dan
aman dalam sediaan sabun padat. Mica
termasuk pewarna alami yang berkilau
dan bercahaya (shimmery) sehingga
membuat sediaan lebih menarik.
Penggunaan warna coklat agar kesan
kayu manis yang digunakan sebagai
bahan utama tampak lebih kuat.

Aquadest Pelarut Aquadest digunakan sebagai pelarut


utama karena bahan yang digunakan
dalam formulasi memiliki kelarutan
yang baik dalam aquadest.

e. Inkompabilitas
Nama Bahan Inkompatibilitas
Minyak kelapa Tidak kompatibel dengan fenol, polimer
kationik, asam kuat dan dengan agen yang
mengoksidasi.

Minyak zaitun Minyak zaitun dapat disaponifikasi oleh


hidroksida alkali karena mengandung asam
lemak tak jenuh dalam kadar tinggi, minyak
zaitun rentan terhadap oksidasi dan tidak
kompatibel dengan agen oksidasi.

Gliserin Gliserin dapat meledak jika dicampur


dengan oksidator kuat seperti kromium
trioksida, potasium klorat, atau
permanganat kalium nate. Dalam larutan
encer, reaksi berlangsung pada tingkat lebih
lambat dengan beberapa produk oksidasi
yang terbentuk.

NaOH NaOH basa kuat dan inkompatibel dengan


komponen yang mudah terhidrolisis dan
teroksidasi.
Mica Brown -
Aquadest Tidak kompatibel dengan bahan yang
mudah terhidrolisis

7. PERHITUNGAN DAN CARA PEMBUATAN SEDIAAN


a. Perhitungan Skala Kecil (1 Kemasan)
NO Nama Bahan Penggunaan Jumlah/1 Excess 3%
Sediaan
1. Ekstrak Kayu Manis 4 gram 4 gram 4,12 gram
2. Minyak Zaitun 20% x 80 16 gram 16,48 gram
gram
3. Minyak Kelapa 20% x 80 16 gram 16,48 gram
gram
4. Gliserin 10% x 80 8 gram 8,24 gram
gram
5. NaOH 5% x 80 gram 4 gram 4,12 gram
6. Mica Brown 0,2% x 80 0,16 gram 0, 1648
gram gram
7. Aquadest Add 80 gram Add 80 gram Add 82,4
gram

b. Perhitungan Skala Besar (100 Kemasan)


NO Nama Bahan Penggunaan Jumlah/1 Excess 10%
Sediaan
1. Ekstrak Kayu Manis 400 gram 400 gram 440 gram
2. Minyak Zaitun 20% x 800 160 gram 166 gram
gram
3. Minyak Kelapa 20% x 800 160 gram 166 gram
gram
4. Gliserin 10% x 800 80 gram 88 gram
gram
5. NaOH 5% x 800 40 gram 44 gram
gram
6. Mica Brown 0,2% x 800 1,6 gram 1,76 gram
gram
7. Aquadest Add 800 gram Add 80 gram Add 82,4
gram

c. Cara Pembuatan
1) Siapkan alat dan bahan-bahan yang akan digunakan
2) Timbang dengan seksama masing-masing bahan yang dibutuhkan
3) Larutkan NaOH dengan cara menuangkan NaOH ke dalam aquadest
secara perlahan. Aduk sampai larut sempurna hingga terbentuk warna
bening dan suhu tidak panas. Diamkan beberapa saat sampai larutan
mencapai suhu dibawah 40ºC
4) Campurkan minyak zaitun dan gliserin, kemudian diaduk hingga homogen
5) Tambahkan campuran minyak kelapa dengan gliserin dan diaduk hingga
homogen
6) Ketika suhu larutan NaOH sudah mencapai sekitar 30-35ºC, tuangkan ke
dalam campuran minyak zaitun dan minyak kelapa secara perlahan
kemudian diaduk hingga homogen
7) Tambahkan ekstrak kayu manis, dan pewarna mica brown, kemudian
diaduk hingga terbentuk trac
8) Masukkan ke dalam cetakan, didiamkan selama 1-3 hari dan setelah itu
dikeluarkan dari cetakan
9) Sabun memasuki masa Curing atau penguapan sabun. Saat curing,
dilakukan pengecekan pH tiap satu minggu sekali. Sabun sudah bisa
digunakan jika sudah netral. Netral berarti proses saponifikasi sudah
sempurna dan tidak ada lagi alkali bebas yang terkandung
8. CARA EVALUASI
a. Evaluasi Ekstrak
1) Uji Kadar Air Ekstrak
Kadar air ekstrak ditetapkan dengan cara dimasukkan 2g ekstrak
kental ke dalam labu bersih kemudian tambahkan 200 ml toluen, lalu
hubungkan alat. Panaskan labu dan setelah semua tersuling, biarkan
tabung penerima mendinginhingga suhu kamar. Setelah air dan toluen
memisah sempurna. Alat yang digunakan adalah Karl-Fischer Moisture
Titrator
2) Uji Kadar Abu Total
Timbang saksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan
dan masukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan timbang. Jika dengan
cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, aduk, saring
melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa
penyaringan dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus,
uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap pada suhu 800±25º. Kadar abu
total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.
3) Uji Kadar Abu Tidak Larut Asam
Didihkan abu yang diperoleh pada Penetapan Kadar Abu Total
dengan 25 mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian
yang tidak larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas, pijarkan dalam krus hingga bobot tetap pada suhu
800±25º. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat
bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.
b. Evaluasi Sediaan
1) Analisa Kadar Air
Analisis kadar air sabun dilakukan dengan metode gravimetri
(metode oven).Berdasarkan SNI 06-3532-1994 sabun padat, kadar air
maksimal adalah 15%.Kadar air dapat mempengaruhi kelarutan sabun
dalam air pada saat digunakan. Apabila kandungan air pada sabun terlalu
tinggi akan menyebabkan sabun mudah menyusut dan tidak nyaman saat
digunakan. Kadar air juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dari
sabun pada. Semakin tinggi kadar air sabun maka sabun akan semakin
lunak, sebaliknya semakin rendah kadar air sabun maka sabun akan
semakin keras.
2) Jumlah Asam Lemak
Jumlah asam lemak adalah keseluruhan asam lemak baik asam
lemak yang terikat dengan natrium maupun asam lemak bebas ditambah
lemak netral (trigliserida netral/lemak yang tidak tersabunkan/
unsafonified fat), (BSNI, 1994). Sedangkan SNI jumlah asam lemak pada
sabun padat adalah > 70%. Pengujian asam lemak menggunakan metode
volumetri.
3) Kandungan Asam Lemak Bebas dan Alkali Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam contoh
sabun, tetapi yang tidak terikat sebagai senyawa natrium ataupun senyawa
trigliserida (lemak netral). Sedangkan Alkali bebas adalah alkali dalam
sabun yang tidak terikat sebagai senyawa (BSNI, 1994). Pengujian asam
lemak bebas menggunakan metode volumetri. Setelah dilakukan
pengujian kadar asam lemak bebas dari semua sampel adalah 0 sehingga
dilanjutkan untuk pengujian alkali bebas. SNI alkali bebas sabun adalah <
2,5%.
4) Lemak tak Tersabunkan
Lemak yang tidak tersabunkan adalah lemak netral/trigliserida
netral yang tidak bereaksi selama proses penyabunan atau yang sengaja
ditambahkan untuk mendapatkan basil sabun superfat (BSNI, 1994).
Kadar fraksi tak tersabunkan standar SNI yaitu maksimal 2,5%
5) Uji Ph
Timbang sampel sebanyak 1 g, kemudian larutkan dalam 10 ml
aquadest kemudian kocok sampai dengan larut. Kemudian ukur pH
dengan mencelupkan elektroda dari pH meter ke dalam larutan. (Elisabeth,
2010). menurut SNI, rentang pH sabun padat berkisar antara 9 – 11
6) Uji kekerasan
Kekerasan sabun diuji dengan menggunakan hardness tester.
Sabun dengan ukuran 1x1x1 cm diletakkan pada hardness tester secara
vertikal. Hardness tester diputar sampai menembus bagian sabun. Skala
kekerasan yang tertera dicatat (Elisabeth, 2010). Nilai kekerasan sabun
pada produk yang sudah beredar di pasaran sebagai pembanding adalah
6,399 ± 1,113 Kg (Chaerul, 2008).
7) Uji stabilitas busa
Belum ada SNI untuk stabilitas busa sabun padat. Tetapi, sabun
yang baik memiliki kecepatan menghasilkan busa dan stabilitas busa yang
tinggi. Pengukuran tinggi busa dilakukan untuk mengetahui stabilitas busa
harus diketahui tinggi awal busa setelah dikocok dan tinggi akhirnya
setelah didiamkan. Karakteristik busa sabun dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu adanya bahan surfaktan, penstabil busa, dan bahan-bahan
penyusun sabun cair lainnya (Amin, 2006; Arlianti, 2018)
8) Uji organoleptis
Pengujian organoleptis dilakukan untuk memngamati secara visual
sediaan sabun padat yang meliputi bentuk, bau, warna dan konsistensi dari
sabun yang dibuat.

9. HASIL PRAKTIKUM
Nama Bahan Kegunaan Formula Penggunaan

Ekstrak kayu manis Bahan aktif 4 gram 4 gram

Minyak zaitun Emolient 20 % 16 gram

Minyak kelapa Pengeras tekstur 20% 16 gram

Gliserin Humektan 10% 8 gram

NaOH Pembasah 5% 4 gram

Mica Brown Pewarna 0,2 % 0,16 gram

Aquadest Pelarut Add 100 % Add 100 %

Total 80 gram

10. PEMBAHASAN
Sabun adalah garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal dari
minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang digunakan sebagai pembersih
dapat berwujud padat (keras), lunak dan cair. Badan Standarisasi Nasional
menyatakan bahwa sabun adalah bahan yang digunakan untuk tujuan mencuci dan
mengemulsi, terdiri dari asam lemak dengan rantai karbon C12-C18 dan sodium
atau potassium (BSN, 1994). Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai
hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat
hidrofobik dan larut dalam zatzat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat
hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul
sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun
mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni
segerombol (50-150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan
ujung- ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992). Sabun
diproduksi dan diklasifikasikan menjadi beberapa grade mutu. Sabun dengan
grade mutu A diproduksi oleh bahan baku minyak atau lemak yang terbaik dan
mengandung sedikit atau tidak mengandung alkali bebas. Sabun dengan grade B
diperoleh dari bahan baku minyak atau lemak dengan kualitas yang lebih rendah
dan mengandung sedikit alkali, namun kandungan alkali tersebut tidak
menyebabkan iritasi pada kulit. Sedangkan sabun dengan kualitas C mengandung
alkali bebas yang relatif tinggi berasal dari bahan baku lemak atau minyak yang
berwarna gelap. (Kamikaze, 2002).

Sifat-sifat sabun dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tinggi sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + OH- ... (1)
2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih,

peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat
menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 → Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 ..
(2)

3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia


koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci
kotoran yang bersifat polar maupun nonpolar karena sabun mempunyai
gugus polar dan nonpolar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen
CH3(CH2)16 yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) sedangkan COONa+
bersifat hidrofobik (suka air) dan larut dalam air.
Nonpolar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga
memisahkan kotoran nonpolar)
Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofobik dan juga memisahkan
kotoran polar)
4. Proses penghilangan kotoran
a. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan
permukaan sehingga kain menjadi bersih dan air meresap lebih cepat ke
permukaan kain.
b. Molekul sabun yang bersifat hidrofobik akan mengelilingi kotoran dan
mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara
molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi.
c. Sedangkan bagian molekul sabun yang bersifat hidrofibik berada didalam
air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain
sehingga kain menjadi bersih.

Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga


dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat
sabun :

a. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga


larut dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak.
b. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung
anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak
lain. Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak
itu tidak dapat saling bergabung tetapi tersuspensi. (Ralph J.
Fessenden, 1992).
Formulasi sediaan toiletries yaitu sabun padat, kelompok kami mengacu
pada jurnal Rahayu tahun 2018. Pada referensi tersebut diketahui bahwa formula
yang digunakan memiliki hasil evaluasi sediaan yang memenuhi standar sehingga
kami menjadikannya sebagai acuan dalam melalukan formulasi. Dalam formulasi
kami terdapat beberapa modifikasi dari formulasi acuan dengan tujuan
menyempurnakan hasil sediaan sehingga efektivitasnya dapat lebih maksimal dan
memiliki acceptabilitas yang lebih tinggi oleh pengguna. Perbandindingan
formula sediaan kami dengan formula acuan dapat dilihat pada tabel :

Fungsi Formula Acuan Penggunaan Formula Penggunaan


Modifikasi
Bahan Serbuk kayu 5 gram Ekstrak kayu manis 4 gram
aktif manis
Emolien Minyak sawit 30% Minyak zaitun 20%

Humektan - - Gliserin 10%

Alkali NaOH 69 gram NaOH 5%

Pewarna Pewarna q.s Mica brown 0,2%

Modifikasi pada formulasi kami adalah mengganti minyak sawit dengan


minyak zaitun karena minyak zaitun mempenetrasi kulit secara lebih baik dari
minyak cair lainnya. Tidak membuat pori-pori tersumbat dan membuat kulit lebih
kencang. Minyak zaitun juga mengandung vit E yang dapat menutrisi kulit dan
polifenol yang baik dalam memberikan perlindungan pada sel-sel tubuh dari
kerusakan akibat radikal bebas. Kami juga menambahkan gliserin sebagai
humektan untuk mempertahankan kelembaban serta meningkatkan kelembutan.
Selanjutnya penggunaan alkali yaitu NaOH. Soda Kaustik (NaOH) merupakan
bahan penting dalam pembuatan sabun mandi karena menjadi bahan utama dalam
proses saponifikasi dimana minyak atau lemak akan diubah menjadi sabun. Tanpa
bantuan NaOH maka proses kimia sabun tidak akan terjadi. Setelah menjadi sabun
maka NaOH akan terpecah menjadi unsur penyusunnya yang netral. Konsentrasi
NaOH berpengaruh terhadap kualitas sabun yang dibuat karena dapat
mempengaruhi pH sabun, asam lemak bebas, alkali bebas, kadar fraksi tak
tersabunkan, asam lemak sabun, dan kadar air. Tinggi rendahnya konsentrasi
NaOH akan mempengaruhi kesempurnaan proses saponifikasi pada sabun
sehingga secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kualitas sabun yang
dihasilkan. Kemudian kami juga menggunakan pewarna mica brown, hal ini
sesuai dengan warna dari ekstrak kayu manis yaitu coklat.
Pada proses pembuatan sabun, digunakan metode cold process. Reaksi
saponifikasi menggunakan metode dingin merupakan metode alami pembuatan
sabun. Minyak atau asam lemak direaksikan dengan kaustik soda di dalam suhu
ruang atau tanpa dipanaskan. Proses netralisasi pada metode ini dilakukan secara
alami yakni didiamkan selama 2-4 minggu. Kelebihan dari metode ini yaitu reaksi
saponifikasi lama dan dapat dikontrol sehingga sabun dapat didesain lebih
fleksibel, adonan sabun dapat dimodifikasi menjadi berbagai bentuk sehingga
sabun menjadi lebih menarik.
Langkah-langkah pembuatan sabun yaitu pertama siapkan alat dan bahan-
bahan yang akan digunakan, kemudian timbang dengan seksama masing-masing
bahan yang dibutuhkan. Selanjutnya larutkan NaOH dengan cara menuangkan
NaOH ke dalam aquadest secara perlahan. Aduk sampai larut sempurna hingga
terbentuk warna bening dan suhu tidak panas. Diamkan beberapa saat sampai
larutan mencapai suhu dibawah 40OC. Pada proses ini terjadi reaksi eksoterm
yaitu pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan karena titik didih NaOH lebih
besar dibandingakan titik didih air. Semakin banyak massa NaOH maka larutan
akan semakin panas dan kalor yang dilepas juga semakin besar. Selain itu ketika
NaOH dilarutkan dalam air, NaOH akan terurai secara sempurna menjadi ion Na
(Na+) dan ion OH– , dimana ion Na oleh keaktifan lagam Na itu sendiri, sehingga
dapat menimbulkan panas serta untuk memutuskan ikatan hydrogen jaga saat
penguraian NaOH maka dilepaskan kalor yang besar oleh NaOH kedalam larutan
sehingga terjadilah reaksi eksoterm. Kemudian campurkan minyak zaitun dan
gliserin, dan diaduk hingga homogen. Pembuatan sabun menggunakan minyak
zaitun ini sebagai basis dan penstabil. Lalu tambahkan campuran minyak kelapa
dengan gliserin dan diaduk hingga homogen. Penggunaan minyak kelapa (Cocos
nucifera) yang mengandung asam laurat dengan kadar tinggi dan asam miristat
sehingga dapat menghasilkan sabun dengan kualitas pembersih yang baik,
konsistensi kekerasan baik dan menghasilkan busa yang lembut. Ketika suhu
larutan NaOH sudah mencapai sekitar 30-35OC, tuangkan ke dalam campuran
minyak zaitun dan minyak kelapa secara perlahan kemudian diaduk hingga
homogen. Selanjutnya tambahkan ekstrak kayu manis, dan pewarna mica brown,
kemudian diaduk hingga terbentuk trace. Trace adalah kondisi dimana sabun
sudah terbentuk dan merupakan akhir dari proses pengadukan. Apabila disentuh
dengan sendok, maka beberapa detik bekas sendok tadi masih membekas.
Kemudian masukkan ke dalam cetakan, didiamkan selama 1-3 hari dan setelah itu
dikeluarkan dari cetakan. Sabun memasuki masa Curing atau penguapan sabun.
Saat curing, dilakukan pengecekan pH tiap satu minggu sekali. Sabun sudah bisa
digunakan jika sudah netral. Netral berarti proses saponifikasi sudah sempurna
dan tidak ada lagi alkali bebas yang terkandung.
Dalam praktikum ini ekstrak yang dihasilkan adalah ekstrak kental. Untuk
mendapatkan ekstrak yang baik dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
maka harus dilakukan evaluasi ekstrak dengan melakukan beberapa uji pada
ekstrak yang telah dibuat. Beberapa uji yang dilakukan antaranya yaitu uji kadar
air ekstrak, uji kadar abu total ekstrak, uji kadar abu tidak larut asam, dan uji kadar
minyak atsiri ekstrak.
A. Uji Kadar Air Ekstrak
Uji kadar air ekstrak yang merupakan parameter untuk menetapkan residu
air setelah proses pengeringan pada suatu eksrak. Alat yang digunakan
menggunakan karl-fischer moisture titrator dengan menambahkan larutan
toluen pada ekstrak. Diketahui bahwa residu air yang terdapat pada ekstrak
harus memenuhi persyaratan yakni kadar air tidak lebih dari 12.0%.
B. Uji Kadar Abu Total Ekstrak
Tujuan dilakukannya pengujian kadar abu adalah untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses
awal sampai terben-tuknya ekstrak (Depkes RI., 2000).Kadar abu total
dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b. Diketahui bahwa
kadar abu total yang terdapat pada ekstrak harus memenuhi persyaratan yakni
tidak lebih dari 2.0%.
C. Uji Kadar Abu tidak Larut Asam
Kadar abu tidak larut asam mencerminkan adanya kontaminasi mineral
atau logam yang tidak larut asam dalam suatu produk. Kadar abu yang tidak
larut dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.
Diketahui bahwa kadar abu tidak larut asam yang terdapat pada ekstrak harus
sesuai dengan persyaratan yakni tidak lebih dari 0.4%.
D. Uji Kadar Minyak Atsiri Ekstrak
Uji kadar minyak atsiri dilakukan untuk mengetahui kadar minyak atsiri
yang terdapat pada ekstrak yang telah dibuat. uji kadar minyak atsiri pada
ekstrak dengan menambahkan air suling dengan alat destilasi stahl.
Dalam pembuatan formulasi sediaan sabun padat perlu dialakukan
evaluasi sediaan untuk mengetahui apakah sediaan yang telah dibuat telah
memenuhi persyaratan- persyaratan yang telah ditetapkan. Selain itu evaluasi
sediaan juga dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan yang telah kita buat
efisien dan aman digunakan oleh masyarakat. Evaluasi sediaan sabun dilakukan
dengan melakukan beberapa uji diantaranya yaitu terdapat parameter fisika,
kimia, dan organoleptis.
a. Parameter Fisika
Terdapat beberapa uji yang dilakukan dalam parameter fisika, diantaranya
yaitu:
1. Uji Kadar Air
Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu
tertentu. Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan
agar sabun yang dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam
pemakaian dan sabun tidak mudah larut dalam air. Kadar air akan
mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti, 2009). Banyaknya air yang
ditambahkan pada sabun akan berpengaruh terhadap kelarutan sabun.
Apabila sabun terlalu lunak/tidak keras, maka akan menyebabkan sabun
mudah larut dan menjadi cepat rusak (Soap Making Resource, 2017).
Kadar air juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dari sabun
padat. Semakin tinggi kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan
semakin lunak, sebaliknya semakin rendah kadar air sabun maka tingkat
kekerasan sabun akan semakin keras (Hardian dkk., 2014).
Berdasarkan vidio praktikum yang telah dilihat tidak dilakukan uji
kadar air sabun sehingga masih belum bisa dipastikan apakah sabun yang
dibuat telah memenuhi persyaratan atau belum.
2. Uji Alkali Bebas dan Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam sampel
sabun, tetapi tidak terikat sebagai senyawa natrium ataupun senyawa
trigliserida (lemak mineral). Tingginya asam lemak pada sabun akan
menyebabkan kurangnya daya pembersihan sabun, karena asam lemak
bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam proses
pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam
lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak
langsung mengurangi kemampuannya untuk membersihkan minyak dari
bahan yang berminyak. Asam lemak bebas masih ada pada sabun
disebabkan tidak mengalami reaksi penyabunan. Asam lemak bebas yang
baik dalam sabun adalah maksimal 2,5% (SNI 3532:2016).
Berdasarkan vidio praktikum yang telah dilihat tidak dilakukan uji
Alkali bebas dan asam lemak bebas sabun sehingga masih belum bisa
dipastikan apakah sabun yang dibuat telah memenuhi persyaratan atau
belum.
3. Uji pH
pH merupakan parameter kimiawi untuk mengetahui sabun yang
dihasilkan asam atau basa. UmumnyapH sabun memiliki nilai sekitar 10
(Mitsui, 1997), Sedangkan menurut SNI, rentang pH sabun padat berkisar
antara 9 – 11. Berdasarkan vidio praktikum yang telah dilihat didapatkan
pH sabun sebesar 10. maka sabun dikategorikan memiliki pH Basa, sabun
yang bersifat basa atau alkali dapat membersihkan kotoran dengan lebih
efektif dan membuat kulit menjadi lebih segar. Selain itu pH sediaan sabun
telah memenuhi standar persyaratan SNI.
b. Parameter Kimia
Terdapat beberapa uji yang dilakukan dalam parameter kimia, diantaranya
yaitu:
1. Uji Kekerasan
Kekerasan sabun batang merupakan pengukuran mekanis terhadap
resistensi batangan terhadap tekanan fisik. Sabun batang pada umumnya
memiliki tingkat kekerasan tertentu (Priani, 2010). Pengukuran tingkat
kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer.
Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar
(Mauliana, 2016). Apabila sabun terlalu lunak, maka akan menyebabkan
sabun mudah larut dan menjadi cepat rusak.
Berdasarkan vidio praktikum yang telah dilihat tidak dilakukan uji
kekerasan sabun sehingga masih belum bisa dipastikan apakah sabun yang
dibuat telah memenuhi persyaratan uji kekerasan atau belum. Nilai
kekerasan sabun pada produk yang sudah beredar di pasaran sebagai
pembanding adalah 6,399 ± 1,113 Kg (Chaerul, 2008).
2. Uji Stabilitas Busa
Salah satu daya tarik sabun adalah kandungan busanya.
Berdasarkan literatur Harry’s Cosmeticology, syarat tinggi busa yaitu 1,3-
220 mm(Harry, 1973). Busa yang melimpah selain lebih bagus dipandang
juga lebih efektif dalam membersihkan kulit, karena busa berperan dalam
proses pembersihan, menyebarkan zat aktif pada kulitserta melimpahkan
wangi pada kulit (Hernani et al., 2010).
Berdasarkan vidio praktikum yang telah dilihat, didapatkan tinggi
busa yang sesuai dengan literatur Harry’s Cosmeticology (Harry, 1973)
yakni diperoleh tinggi busa dari pengamatan yaitu 15 cm atau setara
dengan 150 mm.
c. Uji Organoleptis
Pengujian organoleptis dilakukan untuk memngamati secara visual
sediaan sabun padat yang meliputi bentuk, bau, warna dan konsistensi dari
sabun yang dibuat. Berdasarkan formulasi yang telah dibuat didapatkan hasil
dari uji organoleptis yaitu, berbentuk kotak padat, berbau wangi, dan berwarna
coklat.
Jika berdasarkan dari vidio praktikum yang telah dilihat belum dilakukan
uji organoleptis. Hal ini bisa dikarenakan sediaan sabun yang dibuat masih
dalam proses pencetakan.

11. KEMASAN SEDIAAN


A. Kemasan Primer
B. Kemasan Sekunder

C. Brosur
DAFTAR PUSTAKA
Amin, H. (2006). Kajian penggunaan kitosan sebagai pengisi dalam pembuatan sabun
transparan. Prosiding Neminar Nasional.
Badan Standarisasi Nasional, 1994, Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-3532-1994,
Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.
BSNI. (1994). SNI Nomor 06-3532-1994 tentang sabun mandi padat. Badan Standarisasi
Nasional Indonesia.
Chairul F, 2008, Pengaruh Penambahan Gliserin dan Sukrosa terhadap Mutu Sabun
Transparan, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Ditjen POM, Depkes RI , 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Departemen Kesehatan
Elisabeth Nita M. S,.2010, Optimasi Formula Sabun Transparan Dengan Fase Minyak
Virgin Coconut Oil dan Surfaktan Cocoamidopropyl Betaine: Aplikasi Desain
Faktorial, (Skripsi)Fakultas Universitas Sanata Dharma; Yogyakarta,31-33.
Fessenden, Ralph J. and Fessenden, Joan. S.,1992, Kimia Organik, Erlangga. Jakarta.
Hardian, Khairil., Akhyar Alii, dan Yusmarini. 2014. Evaluasi Mutu Sabun Padat
Transparan Dari Minyak Goreng Bekas dengan Penambahan (Sodium Lauryl
Sulfate) dan Sukrosa. Skripsi.Riau: Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Indonesia-SNI, S. N. (1994). Nomor 06-3532-1994 tentang Sabun Mandi Padat. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta, 1–8.
Kamikaze, D. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan Campuran Lemak
Abdomen Sapi (Tallow) dan Curd Susu Afkir. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB,
Bogor : 9-10,18.
Mauliana, 2016., Formulasi Sabun Padat Bentonit Dengan Variasi Konsentrasi Asam
Stearat Dan Natrium Lauril Sulfat. Skripsi. Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Mela, E. (2019). Pembuatan Sabun Mandi Alami Vco Dengan Metode Cold Process.
Prosiding, 8(1).
Mitsuy, T. 1997. New Cosmetic Science. Amsterdam-Netherlands: Elsevier Science B.V.
Priani, S. E., Lukmayani, Y. 2010. Pembuatan Sabun Transparan Berbahan Dasar
Minyak Jelantah serta Hasil Uji Iritasinya pada Kelinci. Prosiding SnaPP, Edisi
Eksakta. ISSN: 2089-3582.
Qisti, Rachmiati., 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada
Konsentrasi yang Berbeda. Skripsi. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai