Dosen Pendamping:
Apt. Siti Maimunah, M.Farm.
Disusun Oleh:
Kelompok C1
Kulit kayu manis yang sudah bersih dan kering dipotong kecil kemudian
diblender
(Widiyanto, 2013)
b. Penetapan kadar
Cara Penetapan Kadar :
1) Ditotolkan secara terpisah 5μL dan masing-masing seri
pengenceran larutan pembanding pada lempeng silika gel 60 F254,
dielusi dengan fase gerak (n-heksana P-etil asetat P (9;1))
2) Diukur serapan pada panjang gelombang serapan maksimum lebih
kurang 725 nm
3) Dibuat kurva kalibrasi
4) Dihitung presentase sinamaldehid dalam ekstrak kurva baku.
Penetapan Kadar Sinamaldehid
Menurut Farmakope Herbal Edisi III, kadar sinemaldehid tidak kurang
dari 0,56%.
Jadi kadar sinemaldehid dalam sediaan (24 gram ekstrak dalam 80
gram sediaan) adalah:
= 0,56/100 x 24 gram
= 0,135 gram
6. RANCANGAN FORMULA
a. Skema/bagan alur fikir
b. Formula Acuan
c. Formula Modifikasi
Nama Bahan Kegunaan Formula Penggunaan
Ekstrak kayu manis Bahan aktif 30 % 24 gram
Minyak zaitun Emolient 20 % 16 gram
Minyak kelapa Pengeras tekstur 20% 16 gram
Gliserin Humektan 10% 8 gram
NaOH Pembasah 5% 4 gram
Mica Brown Pewarna 0,2 % 0,16 gram
Aquadest Pelarut Add 100 % Add 100 %
Total 80 gram
e. Inkompabilitas
Nama Bahan Inkompatibilitas
Minyak kelapa Tidak kompatibel dengan fenol, polimer
kationik, asam kuat dan dengan agen yang
mengoksidasi.
c. Cara Pembuatan
1) Siapkan alat dan bahan-bahan yang akan digunakan
2) Timbang dengan seksama masing-masing bahan yang dibutuhkan
3) Larutkan NaOH dengan cara menuangkan NaOH ke dalam aquadest
secara perlahan. Aduk sampai larut sempurna hingga terbentuk warna
bening dan suhu tidak panas. Diamkan beberapa saat sampai larutan
mencapai suhu dibawah 40ºC
4) Campurkan minyak zaitun dan gliserin, kemudian diaduk hingga homogen
5) Tambahkan campuran minyak kelapa dengan gliserin dan diaduk hingga
homogen
6) Ketika suhu larutan NaOH sudah mencapai sekitar 30-35ºC, tuangkan ke
dalam campuran minyak zaitun dan minyak kelapa secara perlahan
kemudian diaduk hingga homogen
7) Tambahkan ekstrak kayu manis, dan pewarna mica brown, kemudian
diaduk hingga terbentuk trac
8) Masukkan ke dalam cetakan, didiamkan selama 1-3 hari dan setelah itu
dikeluarkan dari cetakan
9) Sabun memasuki masa Curing atau penguapan sabun. Saat curing,
dilakukan pengecekan pH tiap satu minggu sekali. Sabun sudah bisa
digunakan jika sudah netral. Netral berarti proses saponifikasi sudah
sempurna dan tidak ada lagi alkali bebas yang terkandung
8. CARA EVALUASI
a. Evaluasi Ekstrak
1) Uji Kadar Air Ekstrak
Kadar air ekstrak ditetapkan dengan cara dimasukkan 2g ekstrak
kental ke dalam labu bersih kemudian tambahkan 200 ml toluen, lalu
hubungkan alat. Panaskan labu dan setelah semua tersuling, biarkan
tabung penerima mendinginhingga suhu kamar. Setelah air dan toluen
memisah sempurna. Alat yang digunakan adalah Karl-Fischer Moisture
Titrator
2) Uji Kadar Abu Total
Timbang saksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan
dan masukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan timbang. Jika dengan
cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, aduk, saring
melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa
penyaringan dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus,
uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap pada suhu 800±25º. Kadar abu
total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.
3) Uji Kadar Abu Tidak Larut Asam
Didihkan abu yang diperoleh pada Penetapan Kadar Abu Total
dengan 25 mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian
yang tidak larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas, pijarkan dalam krus hingga bobot tetap pada suhu
800±25º. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat
bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.
b. Evaluasi Sediaan
1) Analisa Kadar Air
Analisis kadar air sabun dilakukan dengan metode gravimetri
(metode oven).Berdasarkan SNI 06-3532-1994 sabun padat, kadar air
maksimal adalah 15%.Kadar air dapat mempengaruhi kelarutan sabun
dalam air pada saat digunakan. Apabila kandungan air pada sabun terlalu
tinggi akan menyebabkan sabun mudah menyusut dan tidak nyaman saat
digunakan. Kadar air juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dari
sabun pada. Semakin tinggi kadar air sabun maka sabun akan semakin
lunak, sebaliknya semakin rendah kadar air sabun maka sabun akan
semakin keras.
2) Jumlah Asam Lemak
Jumlah asam lemak adalah keseluruhan asam lemak baik asam
lemak yang terikat dengan natrium maupun asam lemak bebas ditambah
lemak netral (trigliserida netral/lemak yang tidak tersabunkan/
unsafonified fat), (BSNI, 1994). Sedangkan SNI jumlah asam lemak pada
sabun padat adalah > 70%. Pengujian asam lemak menggunakan metode
volumetri.
3) Kandungan Asam Lemak Bebas dan Alkali Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam contoh
sabun, tetapi yang tidak terikat sebagai senyawa natrium ataupun senyawa
trigliserida (lemak netral). Sedangkan Alkali bebas adalah alkali dalam
sabun yang tidak terikat sebagai senyawa (BSNI, 1994). Pengujian asam
lemak bebas menggunakan metode volumetri. Setelah dilakukan
pengujian kadar asam lemak bebas dari semua sampel adalah 0 sehingga
dilanjutkan untuk pengujian alkali bebas. SNI alkali bebas sabun adalah <
2,5%.
4) Lemak tak Tersabunkan
Lemak yang tidak tersabunkan adalah lemak netral/trigliserida
netral yang tidak bereaksi selama proses penyabunan atau yang sengaja
ditambahkan untuk mendapatkan basil sabun superfat (BSNI, 1994).
Kadar fraksi tak tersabunkan standar SNI yaitu maksimal 2,5%
5) Uji Ph
Timbang sampel sebanyak 1 g, kemudian larutkan dalam 10 ml
aquadest kemudian kocok sampai dengan larut. Kemudian ukur pH
dengan mencelupkan elektroda dari pH meter ke dalam larutan. (Elisabeth,
2010). menurut SNI, rentang pH sabun padat berkisar antara 9 – 11
6) Uji kekerasan
Kekerasan sabun diuji dengan menggunakan hardness tester.
Sabun dengan ukuran 1x1x1 cm diletakkan pada hardness tester secara
vertikal. Hardness tester diputar sampai menembus bagian sabun. Skala
kekerasan yang tertera dicatat (Elisabeth, 2010). Nilai kekerasan sabun
pada produk yang sudah beredar di pasaran sebagai pembanding adalah
6,399 ± 1,113 Kg (Chaerul, 2008).
7) Uji stabilitas busa
Belum ada SNI untuk stabilitas busa sabun padat. Tetapi, sabun
yang baik memiliki kecepatan menghasilkan busa dan stabilitas busa yang
tinggi. Pengukuran tinggi busa dilakukan untuk mengetahui stabilitas busa
harus diketahui tinggi awal busa setelah dikocok dan tinggi akhirnya
setelah didiamkan. Karakteristik busa sabun dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu adanya bahan surfaktan, penstabil busa, dan bahan-bahan
penyusun sabun cair lainnya (Amin, 2006; Arlianti, 2018)
8) Uji organoleptis
Pengujian organoleptis dilakukan untuk memngamati secara visual
sediaan sabun padat yang meliputi bentuk, bau, warna dan konsistensi dari
sabun yang dibuat.
9. HASIL PRAKTIKUM
Nama Bahan Kegunaan Formula Penggunaan
Total 80 gram
10. PEMBAHASAN
Sabun adalah garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal dari
minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang digunakan sebagai pembersih
dapat berwujud padat (keras), lunak dan cair. Badan Standarisasi Nasional
menyatakan bahwa sabun adalah bahan yang digunakan untuk tujuan mencuci dan
mengemulsi, terdiri dari asam lemak dengan rantai karbon C12-C18 dan sodium
atau potassium (BSN, 1994). Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai
hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat
hidrofobik dan larut dalam zatzat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat
hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul
sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun
mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni
segerombol (50-150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan
ujung- ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992). Sabun
diproduksi dan diklasifikasikan menjadi beberapa grade mutu. Sabun dengan
grade mutu A diproduksi oleh bahan baku minyak atau lemak yang terbaik dan
mengandung sedikit atau tidak mengandung alkali bebas. Sabun dengan grade B
diperoleh dari bahan baku minyak atau lemak dengan kualitas yang lebih rendah
dan mengandung sedikit alkali, namun kandungan alkali tersebut tidak
menyebabkan iritasi pada kulit. Sedangkan sabun dengan kualitas C mengandung
alkali bebas yang relatif tinggi berasal dari bahan baku lemak atau minyak yang
berwarna gelap. (Kamikaze, 2002).
1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tinggi sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + OH- ... (1)
2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih,
peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat
menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 → Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 ..
(2)
C. Brosur
DAFTAR PUSTAKA
Amin, H. (2006). Kajian penggunaan kitosan sebagai pengisi dalam pembuatan sabun
transparan. Prosiding Neminar Nasional.
Badan Standarisasi Nasional, 1994, Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-3532-1994,
Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.
BSNI. (1994). SNI Nomor 06-3532-1994 tentang sabun mandi padat. Badan Standarisasi
Nasional Indonesia.
Chairul F, 2008, Pengaruh Penambahan Gliserin dan Sukrosa terhadap Mutu Sabun
Transparan, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Ditjen POM, Depkes RI , 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Departemen Kesehatan
Elisabeth Nita M. S,.2010, Optimasi Formula Sabun Transparan Dengan Fase Minyak
Virgin Coconut Oil dan Surfaktan Cocoamidopropyl Betaine: Aplikasi Desain
Faktorial, (Skripsi)Fakultas Universitas Sanata Dharma; Yogyakarta,31-33.
Fessenden, Ralph J. and Fessenden, Joan. S.,1992, Kimia Organik, Erlangga. Jakarta.
Hardian, Khairil., Akhyar Alii, dan Yusmarini. 2014. Evaluasi Mutu Sabun Padat
Transparan Dari Minyak Goreng Bekas dengan Penambahan (Sodium Lauryl
Sulfate) dan Sukrosa. Skripsi.Riau: Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Indonesia-SNI, S. N. (1994). Nomor 06-3532-1994 tentang Sabun Mandi Padat. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta, 1–8.
Kamikaze, D. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan Campuran Lemak
Abdomen Sapi (Tallow) dan Curd Susu Afkir. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB,
Bogor : 9-10,18.
Mauliana, 2016., Formulasi Sabun Padat Bentonit Dengan Variasi Konsentrasi Asam
Stearat Dan Natrium Lauril Sulfat. Skripsi. Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Mela, E. (2019). Pembuatan Sabun Mandi Alami Vco Dengan Metode Cold Process.
Prosiding, 8(1).
Mitsuy, T. 1997. New Cosmetic Science. Amsterdam-Netherlands: Elsevier Science B.V.
Priani, S. E., Lukmayani, Y. 2010. Pembuatan Sabun Transparan Berbahan Dasar
Minyak Jelantah serta Hasil Uji Iritasinya pada Kelinci. Prosiding SnaPP, Edisi
Eksakta. ISSN: 2089-3582.
Qisti, Rachmiati., 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada
Konsentrasi yang Berbeda. Skripsi. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
LAMPIRAN