Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. SABUN

Gambar 1.1 Sabun


Sabun berasal dari bahasa yunani “sapo” yang merupakan asal kata proses
pembuatan saponifikasi (penyabunan) dan mendekati kata soap. Sabun merupakan
kosmetik pembersih paling tua yang sudah digunakan sejak berabad-abad silam.
Sabun merupakan salah satu contoh dari surfaktan (surface active substance).
Sabun konvensional atau sabun alami dibuat dari lemak dan minyak alami dengan
garam alkali, sedangkan sabun detergen menggunakan bahan sintetik yang
mengandung surfaktan, pelumas, antioksidan, dan lain-lain.
a. Proses Saponifikasi
Sabun dibuat melalui dua proses, yakni saponifikasi dan netralisasi.
Saponifikasi melibatkan pemanasan lemak dan minyak, kemudian mereaksikan
dengan alkali cair untuk menghasilkan sabun dan air ditambah gliserin. Dalam
proses netralisasi lemak serta minyak dihidrolisis dan menghasilkan asam lemak
mentah dan gliserin. Kemudian asam lemak dimurnikan dan dinetralkan dengan
alkali untuk menghasilkan sabun murni (Baki, 2014).
b. Mekanisme Kerja Sabun

Gambar 2.1.b. Mekanisme Kerja Surfaktan


Mekanisme kerja surfaktan adalah mengurangi tegangan permukaan dari
molekul, yang mengandung sifat hidrofilik (emulgator suka air) dan lipofilik
(emulgator suka minyak) yang disebut HLB (Hidrophiel Lypophiel Balance).
Sebagai pengemulsi surfaktan menstabilkan tegangan dengan cara menempati
antar ruang permukaan dan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang pecah,
sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran (Indrawati,
2011). Surfaktan juga dapat bekerja sebagai pembasah, pembentuk busa, serta
pengemulsi. Surfaktan pada sabun bekerja sebagai pelarut yakni melarutkan
kotoran dan lemak, sebagai pengemulsi dan pembentuk busa. Banyaknya busa
tidak mempengaruhi daya larut dan daya bersih pada sabun, namun masih banyak
orang menyukai busa sabun dalam pencucian (Wasitaatmadja, 1997).
c. Efek Samping Sabun Pada Kulit
Sabun merupakan sarana yang digunakan untuk membersihkan kotoran
pada kulit, baik kotoran yang larut dalam air maupun dalam lemak.
Namun penggunaan sabun dapat menimbulkan efek samping lain pada
kulit, seperti daya alkalinasi kulit, pembengkakan dan pengeringan kulit,
dan lain sebagainya.
1. Daya alkalinasi merupakan reaksi basa yang terjadi pada sabun yang
melepaskan ion OH sehingga pH larutan basa. Sabun dengan pH tinggi
dapat mengiritasi kulit.
2. Daya pembengkakan dan pengeringan kulit, kontak air (pH 7) pada
kulit dalam waktu yang lama menyebabkan lapisan tanduk kulit
membengkak karena permeabilitas kulit pada air. Cairan sabun dengan
pH alkalis dapat mempercepat hilangnya mantel asam pada lemak kulit
sehingga pembengkakan terjadi lebih cepat. Kelenjar minyak pada
kulit berperan dalam pembentukan keasaman kulit dengan cara
membentuk lapisan lemak permukaan kulit yang agak asam. Sabun
dapat menggangu lapisan lemak pada permukaan kulit. Kerusakan
lapisan lemak dapat meningkatkan permeabilitas kulit (kemampuan
membrane dalam meloloskan partikel dengan cara menembusnya)
sehingga mempermudah benda asing menembus permukaan kulit. Hal
tersebut bergantung pada lama kontak dan intensitas pembilasan,
sehingga cairan sabun dapat diabsorbsi oleh lapisan luar kulit.
Kerusakan lapisan lemak dapat meningkatkan kekeringan kulit karena
kegagalan sel dalam mengikat air (Wasitaatmadja, 1997).

d. Cara Pembuatan
1. Metode Cold Process
Metode cold process atau metode dingin yang dilakukan saat
temperature keduanya berada pada suhu 32-35 derajat celcius. Metode
tersebut dibuat untuk menghasilkan sabun opaque. Pada proses
pembuatan sabun dengan metode dingin sangat sederhana, semua
minyak dicampur dengan larutan basa natrium hidroksida (NaOH)
kemudian diaduk menggunakan hand-blender hingga membentuk
trace, yaitu adonan yang mengental dan kaku. Lalu, adonan sabun
dituang dalam cetakan silicone dan didiamkan agar membeku. Pada
suhu ruang, sabun akan mengeras dalam waktu tiga jam (Asnani dkk,
2019).
2. Metode Hot Process
Proses pembuatan metode hot process dilakukan untuk menghasilkan
sabun transparan (sabun bening) karena penggunaan gliserin. Sabun
dapat langsung digunakan tanpa melalui proses curing karena proses
pemanasan mampu menyempurnakan reaksi saponifikasi. Pada proses
tersebut minyak kelapa dan asam stearate dipanaskan pada suhu 70ºC
hingga asam stearate larut dengan sempurna. Sementara itu reaksi
saponifikasi dilakukan dengan menambahkan NaOH ke dalam larutan
minyak asam stearate. Proses pengadukan dilakukan sampai
terbentuknya trace. Kemudian gliserin, etanol ditambahkan sambil
diaduk perlahan (Asnani dkk, 2019). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode hot process dikarenakan pada proses tersebut
sabun tidak melalui proses curing karena terjadinya proses pemanasan
yang dapat menyempurnakan reaksi saponifikasi, sehingga lebih
efisien.
2.3. MINYAK KELAPA

Gambar 2.3. Minyak Kelapa


2.3.1. Klasifikasi Tanaman Kelapa
Berdasarkan taksonominya tanaman kelapa diklasifikasikan ke dalam :
- Kingdom : Plantae (tumbuhan)
- Division : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
- Sub-Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)
- Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu)
- Ordo : Palmales/Arecales
- Familia : Palmae/Arecaceae
- Sub-Famili : /Arecoideae
- Suku : /Cocoeae
- Genus : Cocos
- Spesies : C. nurcifera
2.3.2. Kandungan Minyak Kelapa
Menurut Tobing dkk (2021) kandungan minyak pada daging buah kelapa
tua diperkirakan mencapai 30-35%. Sementara kandungan minyak dalam kopra
berkisar 63,72%. Karakteristik busa yang dihasilkan pada sediaan sabun yang
menggunakan minyak kelapa dapat menghasilkan busa yang banyak dan lembut.
Karena kandungan asam laurat yang tinggi sebesar 44-52% dapat digunakan
sebagai pemberi sifat pembusaan yang baik. (Uswah, 2019). Minyak kelapa
memiliki jumlah asam lemak terbanyak dibanding dengan minyak jarak dan
minyak zaitun karena kandungan asam laurat, palmitat, miristat, kaprilat, kaprat,
stearate, kaproat, arachidat, oleat, linoleat, dan palmitoleat. Semakin besar
kandungan asam lemak maka kadar alkali bebas dalam sabun semakin berkurang
sehingga berkurangnya iritasi pada kulit (Imami dkk, 2019).Minyak kelapa juga
mengandung tokotrienol yaitu bagian dari vitamin E (Anwar, 2012).
2.3.3. Manfaat Minyak Kelapa
Minyak kelapa memiliki banyak manfaat diantaranya sebagai antibakteri,
menjaga kesehatan jantung, membantu mencegah penyakit osteoporosis,
diabetes, lever, serta menurunkan berat badan, dan memelihara kesehatan
kulit (Marlina, 2017). Minyak kelapa juga digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun (Hasibuan dkk, 2019).
2.3.4. Formulasi Sabun Padat Secara Umum

Bahan F1 F2 F3
Ekstrak Kulit Durian 20% 20% 20%
Minyak Kelapa 15% -  - 
Minyak Jarak -  15% - 
Minyak Zaitun -  -  15%
NaOH 30% 15% 15% 15%
Asam stearat 10% 10% 10%
Gliserin 10% 10% 10%
NaCl 0,50% 0,50% 0,50%
Aquadest Ad 100% Ad 100% Ad 100%

Pada formulasi diatas yang diambil dari Imami,dkk (2019) menyatakan bahwa
penggunaan basis minyak kelapa dinilai memberikan pengaruh paling baik
terhadap sifat fisik sabun padat dibandingkan dengan minyak jarak dan minyak
zaitun. Tekstur sabun yang menggunakan basis minyak kelapa dinilai agak keras
dibandingkan dengan minyak lain seperti minyak zaitun yang memiliki tekstur
agak lunak, dan minyak jarak yang memiliki tekstur lunak. Selain itu uji asam
lemak yang dilakukan minyak kelapa lebih unggul dibanding dengan minyak
jarak, dan zaitun. Maka dari itu peneliti memilih formula 1 sebagai formula
standar sediaan.
2.3.5. Formula Yang Di Optimasi
Formula optimasi peneliti
Formula Formula Formula
No.
Bahan I II III Manfaat
1. Minyak Kelapa 10% 15% 20% Asam lemak
2. NaOH 15% 15% 15% Pereaksi saponifikasi
3. Asam stearat 10% 10% 10% Asam lemak
4. Gliserin 10% 10% 10% Humektan
5. Aquadest Ad 100% Ad 100% Ad 100% Pelarut
6. Lemon Fragrance oil 3gtt 3gtt 3gtt Pewangi

Dari formula umum sabun, peneliti melakukan optimasi formula yang terdiri atas
minyak kelapa, asam stearat, NaOH, gliserin, aquadest, dan lemon fragrance oil.
Alasan pengambilan perbandingan minyak kelapa 10%, 15%, dan 20% pada
sabun adalah untuk mengetahui konsentrasi yang optimal pada sediaan sabun.
Alasan tidak ditambahkannya NaCl pada sabun padat adalah karena menurut
Artanti dkk, (2021) mengemukakan bahwa adanya konsentrasi NaCl pada sabun
dapat menurunkan stabilitas busa pada sediaan sehingga peneliti tidak
menambahkan NaCl pada sediaan sabun mandi padat.

2.3.6. Fungsi Masing-masing Bahan


1. Minyak kelapa (Oleum Cocos)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna atau kuning pucat,
bau khas
Kelarutan : Minyak tidak larut dalam air, sedikit larut dalam
alkohol, etil ester
Suhu lebur : 23º - 26ºC
Fungsi : Basis sabun
2. Asam stearat
Pemerian : Zat padat keras mengkilat susunan hablur, putih,
kuning pucat, mirip lilin
Kelarutan : Praktis tidak larut air, larut 20 bagian etanol (95%)
P, dalam kloroform P, dan eter P
Suhu lebur : Tidak kurang dari 54ºC
Fungsi : Pemberi konsistensi kekerasan pada sabun &
menstabilkan busa.
3. Gliserin
Pemerian : Cairan seperti sirop, tidak berwarna, jernih, tidak
berbau, manis diikuti rasa hangat
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, etanol (95%) P,
praktis tidak larut kloroform, eter, dan dalam
minyak lemak
Fungsi : Humektan

4. NaOH
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping,
kering, kereas, rapuh, dan menunjukkan susunan
hablur putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis
dan korosif.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%) P
Fungsi : Pereaksi saponifikasi sabun

5. Aquadest
Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa, tidak
berwarna
Kelarutan : Larut dalam air
Fungsi : Pelarut
6. Lemon fragrance oil
Pemerian : Cairan jernih, berwarna kuning
Kelarutan : Tidak larut dalam air
Fungsi : Pengharum/pengaroma
2.3.7. Proses Pembuatan Sabun
Pembuatan sabun mandi padat dilakukan dengan menyiapkan bahan dan
menyetarakan timbangan, lalu membuat larutan NaOH 30% dengan cara
menimbang NaOH 30gram, kemudian dilarutkan dengan 100ml aquadest, aduk ad
homogen. Meleburkan asam stearate diatas penangas air atau waterbath,
menyiapkan minyak kelapa 10% yang sudah ditimbang ke dalam wadah.
Masukkan minyak kelapa ke dalam cawan yang berisi asam stearate, kemudian
aduk ad homogen hingga suhu berada pada 70º-80º C. Tambahkan larutan NaOH
30% sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan handmixer sampai membentuk
trace (kondisi campuran/adonan sabun yang mengental). Tambahkan gliserin
sedikit demi sedikit aduk sampai homogen, kemudian tambahkan sisa aquadest,
aduk sampai homogen. Angkat dan tuang pada cetakan, tunggu hingga sabun
mengeras, kemudian keluarkan dari cetakan.
2.4. UJI STABILITAS
Uji stabilitas diamati selama tiga bulan atau sembilan puluh hari. Pengamatan
sediaan sabun meliputi :
1. Uji organoleptis
Untuk melihat tampilan sediaan dengan cara melakukan pengamatan
langsung terhadap bentuk, warna, bau. Uji organoleptis dilakukan untuk
mengamati perubahan bentuk sediaan keras atau lembek, warna sediaan,
serta bau.
2. Uji pH
Untuk mengetahui berapa besar pH dalam sediaan pada saat awal dan
akhir pengujian. pH sediaan sabun diukur dengan menggunakan indikator
pH strip. Uji pH dilakukan dengan mencelupkan kertas pH pada larutan
sediaan sabun serta mencocokan warna yang timbul pada kertas pH
dengan standart warna pH. Berat sampel yang digunakan pada uji tersebut
yakni satu gram dan air sebanyak Sembilan mililiter. Uji dilakukan setelah
sabun menjadi padat yaitu empat belas hari setelah pembuatan dilakukan
uji setiap tujuh hari sekali.
3. Uji stabilitas busa
Tujuan uji stabilitas busa adalah dengan mengetahui stabilitas yang diukur
dengan tinggi busa dalam tabung reaksi dengan rentan waktu serta
kemampuan menghasilkan busa. Untuk menguji sediaan tersebut
dilakukan dengan mengambil satu gram sediaan sabun lalu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, dan ditambahkan air sekitar sepuluh mililiter dikocok
selama tiga puluh detik. Busa yang terbentuk kemudian ditunggu sekitar
lima menit dan dilakukan pengukuran tinggi busa.
2.5. UJI ASEPTABILITAS
Uji aseptabilitas ini dilakukan dengan lembar kuisioner, masing-masing dari
dua puluh responden diberikan satu potong sabun, dan dilakukan dengan cara
mencuci tangan dengan sabun oleh setiap responden yang meliputi :
1. Kemudahan menghasilkan busa
2. Kemudahan pencucian
3. Kesan setelah pemakaian
2.6. UJI IRITASI
Uji iritasi dilakukan dengan lembar kuisioner dengan metode uji tempel
tertutup pada pergelangan tangan bawah. Metode ini dilakukan untuk
menunjukkan sabun tidak menimbulkan iritasi. Dan melakukan pengamatan
terhadap warna merah dan kulit tidak terasa gatal setelah pengujian iritasi selama
24 jam. Uji tersebut dilakukan untuk melihat keamanan sediaan sabun sebelum
digunakan.
2.7. KERANGKA KONSEP

Sabun

Sabun Padat Sabun Cair

Sabun Opaque Sabun Padat Transparant

Asam Lemak Basa Kuat Bahan Tambahan

Minyak Kelapa, NaOH Pewangi,


Asam Stearat, Pewarna,
dll Pengawet, dll

Membuat 3 Sediaan

Formula I Formula II Formula III


Minyak Kelapa Minyak Kelapa Minyak Kelapa
10% 15% 20%

Uji Stabilitas Uji Aseptabilitas Uji Iritasi

Hasil & Kesimpulan


2.8. HIPOTESIS
Hipotesis adalah jawaban sementara yang hendak diuji kebenarannya
melalui penelitian. Hipotesa penelitian disusun berdasarkan pemahaman proses,
khususnya tentang media landasan, dalil, teori terkait dengan kasus atau fenomena
yang menjadi objek penelitian. (Yam dan Taufik, 2021).
Ho : Tidak ada perbedaan stabilitas dan aseptabilitas minyak kelapa (Oleum
Cocos) sediaan sabun mandi padat dengan perbandingan 10%, 15%, dan 20%
Ha : Ada perbedaan stabilitas dan aseptabilitas minyak kelapa (Oleum Cocos)
sediaan sabun mandi padat dengan perbandingan 10%, 15%, dan 20%

Anda mungkin juga menyukai