Oleh:
PENDAHULUAN
Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan secara berulang-ulang.
Pengunaan minyak jelantah yang berulang-ulan akan menimbulkan kerusakan pada minyak yang
disebabkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi (Prihanto dan Irawan, 2018). Karakteristik dari
minyak jelantah dapat terlihat secara fisik yaitu dari aroma minyak yang menjadi kurang enak dan
warna minyak goreng yang berubah menjadi gelap. Minyak jelantah jika digunakan secara
berulang dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit di dalam tubuh. Minyak jelantah
tersebut umumnya berasal dari ibu rumah tangga maupun industri dalam skala kecil dan besar.
Penggunaan secara berulang-ulang tersebut untuk menghemat pemakaian minyak goreng. Hal
tersebut sangat tidak layak untuk di konsumsi. Minyak jelantah yang ada dapat dikatakan
sebagai limbah dari proses penggorengan (Prihanto dan Irawan, 2018).
Masalah lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pencemaran tanah, air dan udara.
Salah satu masalah mengenai pencemaran lingkungan adalah limbah minyak goreng atau minyak
jelantah. Sumber limbah minyak jelantah ini juga berasal dari produksi sampah akibat aktivitas
manusia. Di daerah Jakarta yang merupakan wilayah padat penduduk menyumbang minyak
jelantah sebesar 177.00 liter/bulan dari sektor komersil hotel dan restoran. Dari sektor sosial
sekolah dan rumah sakit limbah minyak jelantah yang dihasilkan lebih banyak sebesar 213.000
liter/bulan (Clean Carbon Indonesia, 2013). Dalam skala kecil maupun besar penggunaan minyak
goreng secara berulang menimbulkan limbah yang akan terakumulasi menjadi banyak. Limbah
minyak jelantah tersebut jika dibuang secara langsung tanpa adanya pengolahan akan
menyebabkan kerusakan lingkungan.
Pengolahan limbah minyak jelantah sudah banyak dilakukan oleh beberapa penliti maupun
beberapa industri. Untuk mengurangi pencemaran lingkungan, limbah minyak jelantah dalam
skala rumah tangga dan industri kecil dapat dilakukan pengolah menjadi sabun cair cuci tangan.
Pengolahan sabun cair cuci tangan melalu beberapa proses yaitu pemurnian, penambahan zat
adiktif organik dan saponifikasi. Pengolahan limbah minyak jelantah ini cukup sederhana dan
sangat mudah diaplikasikan dalam skala kecil. Pengolahan limbah minyak jelantah diolah menjadi
sabun cair cuci tangan diakibatkan oleh beberapa faktor yang ditimbulkan. Pertama minyak
jelantah sendiri jika dibuang langsung tanpa pengolahan akan mencemari lingkungan. Faktor yang
kedua yaitu mengenai kesehatan masyarakat Indonesia yang kurang peduli mengenai kebersihan
tangan dan mencuci tangan yang dapat mengakibatkan beberapa penyakit.
Salah satu tujuan dari pembuatan sabun cuci tangan dari minyak jelantah adalah untuk
mengurangi penurunan angka kematian untuk anak-anak yang kurang peduli akan mencuci
tangan. Setiap harinya penderita diare di seluruh dunia lebih dari 5.000 anak balita, dikarenaakan
fasitas sarana dan prasarana akses air bersih dan kebersihan sangat kurang (Pusat data dan
informasi Kementrian RI, 2014). Perubahan sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi
penderitaan tersebut dapat dilakukan dengan cara mencuci tangan dengan sabun. Mencuci tangan
dengan sabun merupakan tindakan sanitasi dengan membersihkan jari jemari menggunakan air
dan sabun yang berfungsi untuk memutuskan rantai kuman pada tangan. Dengan mencuci tangan
dengan sabun juga dapat membawa kuman dan beberapa patogen dalam tangan mati, sehingga
mencegah akan timbulkan berbagai penyakit. Oleh karena itu dalam tugas matakuliah proyek
multisiplin yang diberikan kami akan mengurang salah satu masalah pencemaran lingkungan
yang ditimbulkan dari minyak jelantah. Serta menanggulangi masalah kesehatana akan
pentingnya mencuci tangan menggunakan sabun cair cuci tangan.
BAB II
PUSTAKA
Sabun merupakan produk hasil reaksi saponifikasi yaitu ketika asam lemak
trigliserida direaksikan dengan alkali (NaOH atau KOH) yang akan membentuk
gliserol dan garam alkali (sabun).Emulsi adalah salah satu kelas dari sistem dispersi yang
terdiri dari dua cairan tidak bercampur. Tetes-tetes cairan (fasa terdispresi) terdispersi dalam
medium cair (fasa kontinu). Untuk mencampurkan kedua fasa ini, dibutuhkan suatu emulsi
yang sesuai.Jenis dari emulsi :
a. Oil-in-water (O/W)
b. Water-in-oil (W/O)
c. Oil-in-oil (O/O)
Sufaktan merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan permukaan dua fasa yang
tidak tercampur seperti minyak dan air. Turunnya tegangan antarmuka akan menurunkan gaya
tarik antarmolekul yang sejenis (kohesi) dan sebaliknya meningkatkan gaya tarik
antarmolekul yang berbeda jenis (adhesi).
Surfaktan ini mampu menyusup diantara minyak dan air kemudian mencegah kedua fasa
tersebut untuk bercampur. Sifat-sifat surfaktan adalah mampu menurunkan tegangan
permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan
mengontrol jenis formasi emulsi (misalnya oil in water (o/w) atau water in oil (w/o).Surfaktan
memiliki dua bagian utama yaitu bagian hidrofobik (gugus nonpolar = rantai hidrokarbon)
dan hidrofilik (gugus polar = anionik, kationik dan nonionik). Bagian hidrofobik akan
berikatan dengan fasa minyak dan bagian hidrofilik akan berikatan dengan fasa air (Swern,
1979).
1. Pemilihan minyak
Semua jenis minyak memiliki kandungan asam lemak yang berbeda-beda. Asam lemak
dalam proses saponifikasi menandakan karakteristik dari sabun tersebut. Dalam proyek
ini, sabun yang diharapkan dapat menghasilkan namun tidak membuat kulit terasa
kering. Maka dari itu, pemilihan asam lemak harus sesuai dengan karakteristik sabun
yang diinginkan. Untuk menghasilkan sabun dengan busa yang banyak dapat digunakan
minyak kelapa, namun penggunaan minyak kelapa 100% dapat membuat kulit terasa
kering. Untuk mengatasi masalah ini hal yang dapat dilakukan yaitu dengan
mengkombinasikan minyak kelapa dengan minyak zaitun, karena minyak zaitun
memiliki sifat yang dapat melembabkan dan menutrisi kulit. Contohnya, untuk
pembuatan sabun mandi biasanya digunakan 95% minyak zaitun dan 5% minyak kelapa,
akan memberikan sabun yang berbusa dan memberikan sifat kelembaban yang tinggi.
Untuk sabun pencuci tangan, persentase kombinasi antara minyak zaitun dan minyak
kelapa adalah 50 : 50, sehingga persentase minyak dapat disesuaikan dengan
karakteristik produk sabun yang diinginkan. Pemilihan minyak jelantah sebagai bahan
baku sabun selain untuk mengurangi limbah lingkungan yaitu pengaplikasian untuk
menghasilkan produk berupa sabun cair lebih disarankan. Penggunaan lemak hewani
tidak dianjurkan untuk produk sabun cair karena akan memberikan sifat padat dengan
tekstur yang lembek.
4. Kadar air
Kadar air yang tepat dalam proses pembuatan sabun yaitu dengan perbandingan antara
air : alkali sebanyak 1 : 1 hingga 3 : 1. Kurangnya kadar air menybabkan kristal alkali
tidak sepenuhnya larut, dan penambahan air berlebih akan menghasilkan sabun yang
sangat cair. Sehingga disarankan penggunaan air : alkali yaitu 1.5 : 1 atau 2 : 1. Sabun
cair dengan kualitas yang baik memiliki fluiditas pada kisaran suhu sekitar 5-40C,
karakteristik berbusa yang baik, dan kemampuan untuk mengemulsi minyak dan lemak,
dan juga ramah lingkungan.
Minyak dan lemak terdiri dari molekul yang dikenal sebagai trigliserida yaitu ester
dengan tiga unit asam lemak yang dihubungkan dengan gliserol. Ada beberapa jenis
minyak dan lemak yang dapat dipakai untuk bahan baku sabun, antara lain:
Tallow
Tallow merupakan lemak hewani yang terbuat dari lemak jenuh sapi atau domba.
Penggunaan tallow sebagai sabun akan memberikan sifat berbusa, lembut, namun
kualitas dalam membersihkan kotoron kurang. Maka dari itu, untuk biasanya
dikombinasikan dengan minyak untuk meningkatkan kualitas pembersihan. Asam lemak
yang dominan pada tallow yaitu asam palmitat, stearate dan oleat.
Lard
Lard merupakan lemak yang diolah dari lemak babi, mengandung asam lemak tak jenuh
seperti oleat sebanyak 60-65% dan asam lemak tak jenuh seperti stearate sebanyak 35-
40. Penggunaan lard atau lemak babi biasanya untuk pengganti tallow. Sebelum
digunakan, lard harus di proses terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhan
dengan cari hidrogenasi parsial.
Palm Oil (Minyak Kelapa Sawit)
Penggunaan minyak kelapa sawit pada sabun akan memberikan sifat yang keras dan
busa yang dihasilkan sedikit. Untuk menghasilkan busa yang lebih banyak, minyak
kelapa sawit harus dicampurkan dengan bahan lainnya seperti minyak kelapa yang
menghasilkan busa lebih banyak.
Coconut Oil (Minyak Kelapa)
Minyak kelapa sering digunakan untuk pembuatan sabun karena dapat
menghasilkan busa yang banyak dibanding minyak lainnya. Hal tersebut disebabkan
karena minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. Selain sebagai
penghasil busa, minyak kelapa juga tahan terhadap oksidasi sehingga tidak menimbulkan
bau.
Olive Oil (Minyak Zaitun)
Minyak zaitun didapat dengan cari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun sebagai
komponen bahan baku sabun memiliki sifat untuk melembabkan dan menutrisi kulit
dikarenakan tingginya kandungan dari asam lemak tak jenuh.
Terdapat dua jenis asam lemak dalam minyak goreng yaitu lemak jenuh dan tidak
jenuh. Pada minyak kelapa yang merupakan asam lemak jenuh antara lain asam laurat,
asam miristat, asam palmitat, asam kaproat, dan asam stearat. Sedangkan asam lemak tak
jenuh dalam minyak kelapa adalah asam oleat. Asam lemak jenuh memberikan busa
dengan konsistensi padat, sementara asam lemak tak jenuh memberikan kelembaban,
menutrisi, dan memelihara kulit.
Minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh dengan rantai yang pendek (C8:0 –
C14:0), maka dari itu akan menghasilkan sabun yang berbusa karena peningkatan
kelarutan dalam air. Namun, asam lemak yang terdiri dari 10 karbon atau kurang dari itu,
tidak diinginkan karena dapat mengiritasi kulit dan membuatnya menjadi kering. Asam
lemak dengan rantai yang lebih panjang (C16:0 – C18:0) dapat meningkatkan sifat
pembersih dan memberikan sabun yang lebih tahan lama, namun busa yang dihasilkan
sedikit. Minyak zaitun merupakan asam lemak jenuh dengan rantai panjang (C16:0 –
C18:0), dan memiliki asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang (C18:1) dan asam
lemah tak jenuh jamak (polyunsaturated) (C18:2, C18:3, and C16:3), hal ini menjadikan
sabun dengan kadar minyak zaitun yang tinggi mampu melembabkan kulit.
Lemak atau minyak yang digunakan pada pembuatan sabun adalah trigliserida yang terdiri dari
tiga buah asam lemak. Setiap lemak memiliki sejumlah molekul asam lemak dengan rantai
karbon panjang antara C12 hinga C18yang berikatan pada gugus karboksil pada lemak jenuh atau
lemak tidak jenuh. Penggunaan asam lemak yang berantai pendek akan menghasilkan sabun yang
berbusa sedikit. Alkali yang digunakan pada proses pembuatan sabun cair ialah KOH. KOH
memiliki sifat yang mudah larut dalam air, sehingga sesuai apabila digunakan pada proses
pembuatan sabun cair. Reaksi penyabunan pada awalnya terjadi secara lambat karena minyak
dan larutan KOH adalah larutan yang tidak saling bercampur karena memiliki kepolaran berbeda.
Namun, setelah mulai akan terbentuk sabun reaksi akan berjalan secara cepat. Reaksi saponfikasi
terjadi secara eksotermis. Proses pencampuran antara minyak dan alkali akan membentuk cairan
yangmengental yang disebut dengan trace. Pada proses pembuatan sabun cair ditambahkan
gliserin yang berfungsi sebagai humektan atau pelembab. Gliserin bekerja dengan cara
mempertahankan air yang terikat pada kulit.
METODOLOGI
c. Cara Kerja
Minyak jelantah yang telah dikumpulkan disaring menggunakan kertas saring. Hasil saring
(filtrat) kemudian dipanaskan di suhu sekitar 70˚C lalu ditambahkan KOH 15% hingga pH
netral (pH=7). Setelah pH minyak netral, minyak diaduk selama 10 menit sebelum disaring
kembali. Filtrat kemudian ditambahkan arang aktif dan diaduk selama 30 menit. Filtrat
disaring kembali. Minyak jelantah siap digunakan untuk bahan baku sabun cair cuci tangan.
3.4 Analisis
Menurut SNI 2588:2017, sabun cair pembersih tangan adalah pembersih yang dibuat dari bahan
aktif detergen sintetik dibuat dari proses saponifikasi dengan atau tanpa penambahan zat lain
serta tidak menimbulkan iritasi pada kulit tangan.
Produk yang dihasilkan (sabun cair pembersih tangan) akan dianalisis kelayakannya berdasarkan
syarat mutu pada SNI 2588:2017 tentang Sabun Cair Pembersih Tangan.
a. pH
Pengukuran pH didasarkan pada aktivitas ion hidrogen secara potensiometri dengan
menggunakan pH meter.
b. Total bahan aktif
Total bahan aktif adalah bahan yang larut dalam etanol dikurangi bahan yang larut dalam
petroleum eter.
Kandungan total bahan aktif= Cet – Cpe
Keterangan:
Total bahan aktif, % fraksi massa;
Cet adalah bahan yang larut dalam etanol, % fraksi massa;
Cpe adalah bahan yang larut dalam petroleum eter, % fraksi massa.
Bahan aktif: (dapat larut dalam etanol)
- Surfaktan anionic
- Surfaktan nonionic
- Surfaktan kationik
- Surfaktan amfoterik
Bahan selain bahan aktif dapat terlarut juga dalam petroleum eter.
BAB IV
4.1 Biaya
Biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan hingga pengujian produk sabun cair pembersih tangan
sebagai berikut:
TOTAL Rp1.245.000,00
DAFTAR PUSTAKA
Tadros, T. F. (2013). Emulsion Formation, Stability, and Rheology. Emulsion Formation and
Stability, 1–75. doi:10.1002/9783527647941.ch1
Printo, Antonius dan Irawan, Bambang (2018). Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menajdi Sabun
Mandi. Program Studi Teknik Kimia, Politenik Katolik Mangunwijaya : Semarang.
Buczek, B., & Chwialkowski, W. (2008). Purification of the used palm oil by adsorption. Polish
Journal of Chemical Technology , 19-21.