Anda di halaman 1dari 15

PENGOLAHAN MINYAK JELANTAH MENJADI SABUN

CAIR PENCUCI TANGAN

PROPOSAL PROYEK MULTIDISIPLIN

Oleh:

1. Mella Ramadhani 104116004


2. Aninda Tri K 105116017
3. Zakiya Nibras 105116020
4. Adhe Fatmawati A. 105116021
5. Dea Asysyam 105116025
6. Arifin Gunawan 105116038
7. Fitri Wulandari 105116042
8. Saniya Almira 105116045

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN KOMPUTER
UNIVERSITAS PERTAMINA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan secara berulang-ulang.
Pengunaan minyak jelantah yang berulang-ulan akan menimbulkan kerusakan pada minyak yang
disebabkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi (Prihanto dan Irawan, 2018). Karakteristik dari
minyak jelantah dapat terlihat secara fisik yaitu dari aroma minyak yang menjadi kurang enak dan
warna minyak goreng yang berubah menjadi gelap. Minyak jelantah jika digunakan secara
berulang dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit di dalam tubuh. Minyak jelantah
tersebut umumnya berasal dari ibu rumah tangga maupun industri dalam skala kecil dan besar.
Penggunaan secara berulang-ulang tersebut untuk menghemat pemakaian minyak goreng. Hal
tersebut sangat tidak layak untuk di konsumsi. Minyak jelantah yang ada dapat dikatakan
sebagai limbah dari proses penggorengan (Prihanto dan Irawan, 2018).

Masalah lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pencemaran tanah, air dan udara.
Salah satu masalah mengenai pencemaran lingkungan adalah limbah minyak goreng atau minyak
jelantah. Sumber limbah minyak jelantah ini juga berasal dari produksi sampah akibat aktivitas
manusia. Di daerah Jakarta yang merupakan wilayah padat penduduk menyumbang minyak
jelantah sebesar 177.00 liter/bulan dari sektor komersil hotel dan restoran. Dari sektor sosial
sekolah dan rumah sakit limbah minyak jelantah yang dihasilkan lebih banyak sebesar 213.000
liter/bulan (Clean Carbon Indonesia, 2013). Dalam skala kecil maupun besar penggunaan minyak
goreng secara berulang menimbulkan limbah yang akan terakumulasi menjadi banyak. Limbah
minyak jelantah tersebut jika dibuang secara langsung tanpa adanya pengolahan akan
menyebabkan kerusakan lingkungan.

Pengolahan limbah minyak jelantah sudah banyak dilakukan oleh beberapa penliti maupun
beberapa industri. Untuk mengurangi pencemaran lingkungan, limbah minyak jelantah dalam
skala rumah tangga dan industri kecil dapat dilakukan pengolah menjadi sabun cair cuci tangan.
Pengolahan sabun cair cuci tangan melalu beberapa proses yaitu pemurnian, penambahan zat
adiktif organik dan saponifikasi. Pengolahan limbah minyak jelantah ini cukup sederhana dan
sangat mudah diaplikasikan dalam skala kecil. Pengolahan limbah minyak jelantah diolah menjadi
sabun cair cuci tangan diakibatkan oleh beberapa faktor yang ditimbulkan. Pertama minyak
jelantah sendiri jika dibuang langsung tanpa pengolahan akan mencemari lingkungan. Faktor yang
kedua yaitu mengenai kesehatan masyarakat Indonesia yang kurang peduli mengenai kebersihan
tangan dan mencuci tangan yang dapat mengakibatkan beberapa penyakit.

Salah satu tujuan dari pembuatan sabun cuci tangan dari minyak jelantah adalah untuk
mengurangi penurunan angka kematian untuk anak-anak yang kurang peduli akan mencuci
tangan. Setiap harinya penderita diare di seluruh dunia lebih dari 5.000 anak balita, dikarenaakan
fasitas sarana dan prasarana akses air bersih dan kebersihan sangat kurang (Pusat data dan
informasi Kementrian RI, 2014). Perubahan sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi
penderitaan tersebut dapat dilakukan dengan cara mencuci tangan dengan sabun. Mencuci tangan
dengan sabun merupakan tindakan sanitasi dengan membersihkan jari jemari menggunakan air
dan sabun yang berfungsi untuk memutuskan rantai kuman pada tangan. Dengan mencuci tangan
dengan sabun juga dapat membawa kuman dan beberapa patogen dalam tangan mati, sehingga
mencegah akan timbulkan berbagai penyakit. Oleh karena itu dalam tugas matakuliah proyek
multisiplin yang diberikan kami akan mengurang salah satu masalah pencemaran lingkungan
yang ditimbulkan dari minyak jelantah. Serta menanggulangi masalah kesehatana akan
pentingnya mencuci tangan menggunakan sabun cair cuci tangan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana cara memurnikan minyak jelantah?
b. Apa saja uji yang dilakukan untuk analisa sabun cair cuci tangan?
c. Bagaimana cara pengolahannya?
d. Berapa komposisi ideal?
e. Bagaimana cara mengekstraksi kulit buah naga?

1.3 Batasan Masalah


Batasan-batasan masalah pada penyusunan proyek multidisiplin yang berjudu “Pengolahan
minyak jelantah Menjadi Sabun Cair Pencuci Tangan” adalah
a. Sumber minyak atau lemak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun cair
pencuci tangan yaitu minyak bekas atau minyak jelantah dari penggorengan makanan ringan
donat.
b. Pewarna yang digunakan pada sabun cair cuci tangan adalah hasil ekstrasi kulit buah naga.
c. Pewangi yang digunakan pada sabun cair pencuci tangan adalah minyak mawar yang dijual
secara komersial.
1.4 Tujuan
a. Memanfaatkan limbah minyak jelantah sebagai bahan baku pembuatan sabun pencuci
tangan.
b. Memanfaatkan limbah kulit buah naga sebagai pewarna alami yang digunakan dalam sabun
pencuci tangan.

BAB II

PUSTAKA

2.1 Sabun Pencuci Tangan

Sabun merupakan produk hasil reaksi saponifikasi yaitu ketika asam lemak
trigliserida direaksikan dengan alkali (NaOH atau KOH) yang akan membentuk
gliserol dan garam alkali (sabun).Emulsi adalah salah satu kelas dari sistem dispersi yang
terdiri dari dua cairan tidak bercampur. Tetes-tetes cairan (fasa terdispresi) terdispersi dalam
medium cair (fasa kontinu). Untuk mencampurkan kedua fasa ini, dibutuhkan suatu emulsi
yang sesuai.Jenis dari emulsi :

a. Oil-in-water (O/W)
b. Water-in-oil (W/O)
c. Oil-in-oil (O/O)

Sufaktan merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan permukaan dua fasa yang
tidak tercampur seperti minyak dan air. Turunnya tegangan antarmuka akan menurunkan gaya
tarik antarmolekul yang sejenis (kohesi) dan sebaliknya meningkatkan gaya tarik
antarmolekul yang berbeda jenis (adhesi).
Surfaktan ini mampu menyusup diantara minyak dan air kemudian mencegah kedua fasa
tersebut untuk bercampur. Sifat-sifat surfaktan adalah mampu menurunkan tegangan
permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan
mengontrol jenis formasi emulsi (misalnya oil in water (o/w) atau water in oil (w/o).Surfaktan
memiliki dua bagian utama yaitu bagian hidrofobik (gugus nonpolar = rantai hidrokarbon)
dan hidrofilik (gugus polar = anionik, kationik dan nonionik). Bagian hidrofobik akan
berikatan dengan fasa minyak dan bagian hidrofilik akan berikatan dengan fasa air (Swern,
1979).

Mekanisme inilah yang menyebabkan surfaktan dapat digunakan untuk membersihkan


kotoran. Bagian tidak suka air pada surfaktan akan mengikat kotoran yang bersifat nonpolar
kemudian membentuk misel dimana bagian luar misel akan berikatan dengan bagian
hidrofilik (suka air) lalu melarutkannya dengan air sehingga kotoran dapat terlepas dari suatu
media.

Aspek pembuatan sabun :

1. Pemilihan minyak

Semua jenis minyak memiliki kandungan asam lemak yang berbeda-beda. Asam lemak
dalam proses saponifikasi menandakan karakteristik dari sabun tersebut. Dalam proyek
ini, sabun yang diharapkan dapat menghasilkan namun tidak membuat kulit terasa
kering. Maka dari itu, pemilihan asam lemak harus sesuai dengan karakteristik sabun
yang diinginkan. Untuk menghasilkan sabun dengan busa yang banyak dapat digunakan
minyak kelapa, namun penggunaan minyak kelapa 100% dapat membuat kulit terasa
kering. Untuk mengatasi masalah ini hal yang dapat dilakukan yaitu dengan
mengkombinasikan minyak kelapa dengan minyak zaitun, karena minyak zaitun
memiliki sifat yang dapat melembabkan dan menutrisi kulit. Contohnya, untuk
pembuatan sabun mandi biasanya digunakan 95% minyak zaitun dan 5% minyak kelapa,
akan memberikan sabun yang berbusa dan memberikan sifat kelembaban yang tinggi.
Untuk sabun pencuci tangan, persentase kombinasi antara minyak zaitun dan minyak
kelapa adalah 50 : 50, sehingga persentase minyak dapat disesuaikan dengan
karakteristik produk sabun yang diinginkan. Pemilihan minyak jelantah sebagai bahan
baku sabun selain untuk mengurangi limbah lingkungan yaitu pengaplikasian untuk
menghasilkan produk berupa sabun cair lebih disarankan. Penggunaan lemak hewani
tidak dianjurkan untuk produk sabun cair karena akan memberikan sifat padat dengan
tekstur yang lembek.

2. Penentuan komposisi produk


Selain pemilihan minyak, dapat pula dilakukan penambahan bahan aditif lainnya,
contohnya penambahan zat pewarna, pewangi, exfoliant, dan superfat. Untuk pewarna
dapat digunakan pewarna alami, seperti ekstrak dari buah atau kulitnya. Pewangi yang
dapat digunakan adalah essential oil dengan menambahkan 1-3% dari total berat produk
sabun. Exfoliant merupakan bahan tambahan pada sabun untuk mengangkat sel kulit
mati, biasanya tekturnya kasar. Bahan yang digunakan dapat berupa biji-bijian.
Superfatmerupakan bahan yang ditambahkan untuk mendapatkan sabun dengan tingkat
kelembaban yang tinggi. Superfat yang biasa digunakan adalah argan oil, shea butter,
jojoba oil, dan lainnya. Penambahan superfat dapat dilakukan tanpa menambahkan alkali
berlebih sehingga masih terdapat bagian yang belum tersaponifikasi sempurna.

3. Penentuan kebutuhan alkali


Masing-masing komponen untuk pembuatan sabun memiliki bilangan penyabunan atau
saponification value yang dapat dilihat melalui saponification value chart. Untuk
menentukkan jumlah atau banyaknya alkali yang harus ditambahkan dalam proses
saponifikasi digunakan perhitungan bilangan penyabun masing-masing komponen.
Bilangan penyabunan dinyatakan dalam mg yang dibutuhkan untuk mensaponifikasi satu
gram lemak atau minyak. Banyak atau sedikitnya alkali yang ditambahkan dalam proses
saponifikasi sangan berpengaruh terhadap hasil akhir sabun. Apabila penambahan alkali
terlalu banyak, dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Sedangkan kurangnya alkali
menyebabkan adanya asam lemak trigliserida tidak tersaponifikasi sempurna sehingga
menjadikan kulit berminyak atau tingginya kandungan minyak pada sabun.

4. Kadar air
Kadar air yang tepat dalam proses pembuatan sabun yaitu dengan perbandingan antara
air : alkali sebanyak 1 : 1 hingga 3 : 1. Kurangnya kadar air menybabkan kristal alkali
tidak sepenuhnya larut, dan penambahan air berlebih akan menghasilkan sabun yang
sangat cair. Sehingga disarankan penggunaan air : alkali yaitu 1.5 : 1 atau 2 : 1. Sabun
cair dengan kualitas yang baik memiliki fluiditas pada kisaran suhu sekitar 5-40C,
karakteristik berbusa yang baik, dan kemampuan untuk mengemulsi minyak dan lemak,
dan juga ramah lingkungan.

2.2 Minyak Jelantah


2.2.1 Jenis Minyak dan Lemak untuk Pembuatan Sabun

Minyak dan lemak terdiri dari molekul yang dikenal sebagai trigliserida yaitu ester
dengan tiga unit asam lemak yang dihubungkan dengan gliserol. Ada beberapa jenis
minyak dan lemak yang dapat dipakai untuk bahan baku sabun, antara lain:

 Tallow
Tallow merupakan lemak hewani yang terbuat dari lemak jenuh sapi atau domba.
Penggunaan tallow sebagai sabun akan memberikan sifat berbusa, lembut, namun
kualitas dalam membersihkan kotoron kurang. Maka dari itu, untuk biasanya
dikombinasikan dengan minyak untuk meningkatkan kualitas pembersihan. Asam lemak
yang dominan pada tallow yaitu asam palmitat, stearate dan oleat.
 Lard
Lard merupakan lemak yang diolah dari lemak babi, mengandung asam lemak tak jenuh
seperti oleat sebanyak 60-65% dan asam lemak tak jenuh seperti stearate sebanyak 35-
40. Penggunaan lard atau lemak babi biasanya untuk pengganti tallow. Sebelum
digunakan, lard harus di proses terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhan
dengan cari hidrogenasi parsial.
 Palm Oil (Minyak Kelapa Sawit)
Penggunaan minyak kelapa sawit pada sabun akan memberikan sifat yang keras dan
busa yang dihasilkan sedikit. Untuk menghasilkan busa yang lebih banyak, minyak
kelapa sawit harus dicampurkan dengan bahan lainnya seperti minyak kelapa yang
menghasilkan busa lebih banyak.
 Coconut Oil (Minyak Kelapa)
Minyak kelapa sering digunakan untuk pembuatan sabun karena dapat
menghasilkan busa yang banyak dibanding minyak lainnya. Hal tersebut disebabkan
karena minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. Selain sebagai
penghasil busa, minyak kelapa juga tahan terhadap oksidasi sehingga tidak menimbulkan
bau.
 Olive Oil (Minyak Zaitun)
Minyak zaitun didapat dengan cari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun sebagai
komponen bahan baku sabun memiliki sifat untuk melembabkan dan menutrisi kulit
dikarenakan tingginya kandungan dari asam lemak tak jenuh.

2.2.2 Kandungan minyak goreng kelapa

Umumnya minyak goreng mengandung senyawa beta karoten, vitamin E, lesitin,


sterol, asam lemak bebas, karbohidrat, dan protein. Senyawa-senyawa ini ada didalam
minyak goreng dengan jumlah yang sangat sedikit, komposisi terbanyak dari minyak
goreng adalah lemak. Penggunaan minyak jelantah untuk pembuatan sabun dilakukan
menggunakan minyak kelapa. Kandungan lemak berupa asam lemak dalam minyak
kelapa dapat dilihat pada tabel

Kandungan Persentase (%)


Asam laurat 32,73
Asam miristat 28,55
Asam palmitat 17,16
Asam oleat 14,09
Asam stearat 5,68
Asam kaproat 0,187

Tabel Kandungan asam lemak dalam minyak kelapa

Terdapat dua jenis asam lemak dalam minyak goreng yaitu lemak jenuh dan tidak
jenuh. Pada minyak kelapa yang merupakan asam lemak jenuh antara lain asam laurat,
asam miristat, asam palmitat, asam kaproat, dan asam stearat. Sedangkan asam lemak tak
jenuh dalam minyak kelapa adalah asam oleat. Asam lemak jenuh memberikan busa
dengan konsistensi padat, sementara asam lemak tak jenuh memberikan kelembaban,
menutrisi, dan memelihara kulit.

Minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh dengan rantai yang pendek (C8:0 –
C14:0), maka dari itu akan menghasilkan sabun yang berbusa karena peningkatan
kelarutan dalam air. Namun, asam lemak yang terdiri dari 10 karbon atau kurang dari itu,
tidak diinginkan karena dapat mengiritasi kulit dan membuatnya menjadi kering. Asam
lemak dengan rantai yang lebih panjang (C16:0 – C18:0) dapat meningkatkan sifat
pembersih dan memberikan sabun yang lebih tahan lama, namun busa yang dihasilkan
sedikit. Minyak zaitun merupakan asam lemak jenuh dengan rantai panjang (C16:0 –
C18:0), dan memiliki asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang (C18:1) dan asam
lemah tak jenuh jamak (polyunsaturated) (C18:2, C18:3, and C16:3), hal ini menjadikan
sabun dengan kadar minyak zaitun yang tinggi mampu melembabkan kulit.

2.2.3 Asam Lemak Bebas


Pada minyak goreng (minyak kelapa) penggorengan berkali-kali akan menyebabkan
peningkatan asam lemak bebas dalam minyak. Minyak dengan kandungan asam lemak
bebas yang tinggi disebut juga minyak jelantah. Minyak goreng biasa hanya memiliki
kandungan asam lemak bebas kurang dari 15%, sedangkan minyak jelantah memiliki
kandungan asam lemak bebas sebanyak 15-60% dengan viskositas atau kekentalan yang
lebih besar dibanding minyak goreng biasa. Asam lemak bebas pada minyak dihasilkan
dari proses hidrolisis yang disebabkan oleh interaksi antara minyak goreng dengan kadar
air dalam makanan pada suhu tinggi, atau reaksi dengan uap air pada atmosfer.
Perubahan sifat fisik dan kimia yang tidak diinginkan pada minyak membatasi
pemanfaatan lebih lanjut contohnya sebagai pembuatan sabun atau biodiesel. Analisis
perubahan sifat fisik dan kimia pada minyak dilakukan oleh Knothe et al. dengan melihat
kenaikan nilai viskositas, bilangan asam, dan asam lemak bebas dikarenakan proses
hidrolisis dan oksidasi, dimana saat reaksi oksidasi dari udara akan terjadinya
pembentukan hidrogen peroksida. Maka dari itu, dibutuhkan pemurnian terlebih dahulu
untuk proses pengaplikasian menggunakan minyak jelantah. Pemurnian dilakukan
dengan penambahan adsorben, filtrasi, ekstraksi dengan pelarut yang sesuai, teknik
kromatografi, dan lain-lain. Pada sabun terkandung asam lemak bebas, namun hanya 1-
8% dari total berat sabun yang dihasilkan. Kandungan asam lemak bebas akan
meningkatkan kemampuan melembabkan kulit dan menambah busa pada sabun. Namun
apabila kadar asam lemak bebas lebih dari persentase yang ditentukan akan dapat
mengiritasi kulit dan menyebabkan pembersihan tidak maksimal.

2.3 Proses Pemurnian


Senyawa minyak goreng segar, dengan adanya oksigen, cahaya, kelembaban dan suhu yang
tinggi, mengalami serangkaian perubahan dan reaksi yang kompleks selama proses penggorengan.
Perubahan minyak menyebabkan kerusakan pada bau dan rasanya, serta terjadi pembentukan berbagai
senyawa kimia (radikal bebas, peroksida, produk polimerisasi dan hidrolisis, senyawa molekul rendah
dan diena terkonjugasi, produk dari dekomposisi hidroperoksida, hidrolisis dari trigliserida dan
polimerisasi) yang sangat berbahaya jika dikonsumsi kembali (Buczek & Chwialkowski, 2008).
Pemurnian minyak goreng bekas dengan menggunakan adsorben dapat meningkatkan
kembali kualitas minyak goreng. Pemulihan minyak goreng bekas dapat dilakukan dengan
menghilangkan reaksi oksidasi, sifat kepolaran, zat warna dan senyawa polimer yang tidak
diinginkan. Jenis senyawa adsorben yang dapat digunakan yaitu mineral dan karbon (Buczek &
Chwialkowski, 2008).
Proses Adsorpsi dengan menggunakan karbon aktif dapat dilakukan dalam proses pemurnian.
Karbon aktif memiliki area permukaan yang luas dan struktur pori dalam ukuran mikro hingga
nanometer, sehingga memiliki performa adsorpsi yang baik. Beberapa tahap pemurnian minyak
goreng bekas (minyak jelantah) diantaranya yaitu, proses penghilangan kotoran dengan melakukan
penyaringan, proses netralisasi pH, dan proses pemucatan (bleachig) dengan menggunakan senyawa
adsorben karbon aktif.

2.4 Reaksi Saponifikasi


Saponifikasi merupakan proses hidrolisis minyak dan lemak oleh basa. Reaksi saponifikasi
terjadi ketika trigliserida akan dihidrolisis oleh basa membentuk gliserol sebagai produk samping
dan sabun sebagai produk utama.Prinsip dari reaksi saponifikasi yaitu hidrolisis lemak
trigliserida oleh basa atau alkali menghasilkan gliserol dan sabun. Pada proses pembuatan sabun,
minyak atau lemak dihidrolisis terlebih dahulu dengan air menghasilkan asam lemak. Kemudian
asam lemak yang dihasilkan akan dinetralkan dengan basa alkali menjadi sabun. Reaksi yang
terjadi pada proses penyabunan atau saponifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Reaksi Saponifikasi

Lemak atau minyak yang digunakan pada pembuatan sabun adalah trigliserida yang terdiri dari
tiga buah asam lemak. Setiap lemak memiliki sejumlah molekul asam lemak dengan rantai
karbon panjang antara C12 hinga C18yang berikatan pada gugus karboksil pada lemak jenuh atau
lemak tidak jenuh. Penggunaan asam lemak yang berantai pendek akan menghasilkan sabun yang
berbusa sedikit. Alkali yang digunakan pada proses pembuatan sabun cair ialah KOH. KOH
memiliki sifat yang mudah larut dalam air, sehingga sesuai apabila digunakan pada proses
pembuatan sabun cair. Reaksi penyabunan pada awalnya terjadi secara lambat karena minyak
dan larutan KOH adalah larutan yang tidak saling bercampur karena memiliki kepolaran berbeda.
Namun, setelah mulai akan terbentuk sabun reaksi akan berjalan secara cepat. Reaksi saponfikasi
terjadi secara eksotermis. Proses pencampuran antara minyak dan alkali akan membentuk cairan
yangmengental yang disebut dengan trace. Pada proses pembuatan sabun cair ditambahkan
gliserin yang berfungsi sebagai humektan atau pelembab. Gliserin bekerja dengan cara
mempertahankan air yang terikat pada kulit.

2.5 Senyawa Aditif


2.4.1 Pewarna Ekstrak Kulit Buah Naga
Pewarna merupakan salah satu zat aditif yang biasa ditambahkan ke dalam produk
pangan, obat, tekstil, kosmetik, dan produk lainnya. Pewarnaan tersebut dihasilkan oleh
adanya pigmen tertentu yang ditambahkan ke dalam produk. Adapun beberapa pigmen
yang biasanya ditambahkan ke dalam produk komersial ialah, klorofil untuk warna hijau,
karoten untuk warna kuning atau jingga, serta antosianin untuk pewarnaan bewarna
merah. Selain antosianin, terdapat juga pigmen betalain yang merupakan salah satu kelas
pigmen yang mampu memberikan warna merah dan kuning pada produk. Betalain biasa
ditemukan pada tumbuhan Caryophyllales, peranan betalain pada tumbuhan
Caryophyllales ialah sebagai pengganti pigmen antosianin. Terdapat dua jenis dari
betalain yakni, betasianin yang memberikan warna merah-ungu dan betaxanthins yang
memberikan warna kuning-jingga.
Betasianin biasa ditemukan di kulit buah naga. Buah naga merupakan salah satu buah
yang bisa tumbuh di wilayah beriklim tropis, salah satunya Indonesia. Terdapat 4 jenis
buah naga, yakni buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah
(Hylocereus polyrhizus), buah naga daging super merah (Hylocereus costaricencis) dan
buah naga kuning daging putih (Selenicerius megalanthus). Selain betasianin, terdapat
beberapa senyawa fenolik pada kulit buah naga, seperti Fenol hidrokuinon, Flavonoid,
Triterpenoid, Steroid, Saponin, Tanin. Kandungan senyawa fenolik tersebut membuat
aktivitas antioksidan pada kulit buah naga cukup tinggi.

2.4.2 Pewangi Minyak Mawar


Bunga mawar terdiri dari banyak sekali senyawa kimia yang menyusun warna dan
aromanya. Banyak penelitian sudah dilakukan tentang pengaruh aroma bunga mawar
terhadap psikis manusia. Aroma bunga mawar diyakini dapat membuat jiwa lebih tenang
dan mengurangi rasa cemas. Terdapat banyak senyawa-senyawa yang memberikan
aroma khas pada bunga mawar, diantaranya adalah 2-feniletanol, sitronelal, geraniol dan
nerol.Selain aromanya yang memberikan efek relaksasi, minyak bunga mawar juga
memiliki kandungan antimikroba. Beberapa penelitian telah membuktikan hal ini.
Senyawa yang diduga memberi efek antimikroba adalah fenil etil alkohol.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Pemurnian Minyak Jelantah


a. Bahan
1. Karbon aktif
2. Minyak jelantah
3. KOH 15%
4. Aquades
b. Alat
1. Kertas saring
2. Hot plate
3. Magnetic stirrer bar
4. Pipet tetes
5. Kertas lakmus

c. Cara Kerja
Minyak jelantah yang telah dikumpulkan disaring menggunakan kertas saring. Hasil saring
(filtrat) kemudian dipanaskan di suhu sekitar 70˚C lalu ditambahkan KOH 15% hingga pH
netral (pH=7). Setelah pH minyak netral, minyak diaduk selama 10 menit sebelum disaring
kembali. Filtrat kemudian ditambahkan arang aktif dan diaduk selama 30 menit. Filtrat
disaring kembali. Minyak jelantah siap digunakan untuk bahan baku sabun cair cuci tangan.

3.2 Ekstraksi Kulit Buah Naga


a. Bahan
1. Kulit Buah Naga
2. Etanol
b. Alat
1. Juicer
2. Evaporator
3. Kertas Saring
c. Cara Kerja
Kulit buah naga dihaluskan menggunakan juicer, kemudian dimaserasi dengan
menggunakan etanol selama 24 jam. Ekstrak hasil maserasi kemudian disaring untuk
diambil filtratnya. Filtrat tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan evaporator
hingga terbentuk ekstrak kental

3.3 Proses Saponifikasi atau Penyabunan


d. Bahan
3. Minyak jelantah murni 50 gram
4. EDTA
5. KOH 0,4% b/v 25 mL
6. Gliserin 10 mL
7. Etanol 96% 20 mL
8. Aquades 50 mL
9. Ektraks kulit buah naga 0,01% dari berat sabun
10. Pewangi bunga mawar 0,02% dari berat sabun
e. Alat
4. Neraca analitik
5. Gelas beker 50 mL, 250 mL, 500 mL
6. Spatula
7. Batang pengaduk
8. Pipet tetes
9. Gelas ukur 10 mL, 25 mL
10. Hot plate
11. Termometer
12. Magnetik stirer
f. Cara Kerja
Minyak jelantah sebanyak 50 gram dicampurkan dengan KOH 0,4% sebanyak 25
mL.Campuran dipanaskan pada temperatur 70oC selama 80 menit dan diaduk secara kontinu
menggunakan magnetik stirer pada kecepatan 300 rpm.Setelah itu, campuran ditambahkan
gliserin sebanyak 10 mL dan dilanjutkan dengan penambahan etanol 96% sebanyak 20 mL.
Campuran diaduk selama 5 menit dan kemudian ditambahkan aquades 50 mL. Campuran
diaduk kembali selama 5 menit.Kemudian sabun yang terbentuk didinginkan dan
ditambahkan ekstrak kulit buah naga 0,01%, EDTA dan pewangi mawar 0,02% dari berat
sabun yang digunakan.Sabun beserta zat aditif yang ditambahkan diaduk selama 5
menit.Sabun cair pencuci tangan siap di kemas.

3.4 Analisis

Menurut SNI 2588:2017, sabun cair pembersih tangan adalah pembersih yang dibuat dari bahan
aktif detergen sintetik dibuat dari proses saponifikasi dengan atau tanpa penambahan zat lain
serta tidak menimbulkan iritasi pada kulit tangan.

Produk yang dihasilkan (sabun cair pembersih tangan) akan dianalisis kelayakannya berdasarkan
syarat mutu pada SNI 2588:2017 tentang Sabun Cair Pembersih Tangan.

Uraian jenis analisis:

a. pH
Pengukuran pH didasarkan pada aktivitas ion hidrogen secara potensiometri dengan
menggunakan pH meter.
b. Total bahan aktif
Total bahan aktif adalah bahan yang larut dalam etanol dikurangi bahan yang larut dalam
petroleum eter.
Kandungan total bahan aktif= Cet – Cpe
Keterangan:
Total bahan aktif, % fraksi massa;
Cet adalah bahan yang larut dalam etanol, % fraksi massa;
Cpe adalah bahan yang larut dalam petroleum eter, % fraksi massa.
Bahan aktif: (dapat larut dalam etanol)
- Surfaktan anionic
- Surfaktan nonionic
- Surfaktan kationik
- Surfaktan amfoterik

Bahan tidak aktif: (dapat larut dalam etanol)


- Bahan organik yang tidak bereaksi
- Parfum
- Lemak alkanolamida
- Asam lemak bebas
- Wax

Bahan selain bahan aktif dapat terlarut juga dalam petroleum eter.

c. Bahan yang tidak larut dalam etanol


Prinsip uji ini adalah pelarutan sabun dalam etanol, penyaringan, dan penimbangan residu
yang tidak larut.
d. Alkali bebas (dihitung sebagai NaOH)
Prinsip uji ini adalah filtrat hasil bahan tak larut dalam alkohol ditambahkan indikator
fenolftalein kemudian dititrasi dengan larutan standar asam jika indikator fenoftalein
menunjukkan larutan bersifat basa.

e. Asam lemak (dihitung sebagai asam oleat)


Prinsip uji ini adalah filtrat hasil bahan tak larut dalam alkohol ditambahkan indikator
fenolftalein kemudian dititrasi dengan larutan standar alkali jika indikator fenoftalein
menunjukkan larutan bersifat asam.
f. Cemaran Mikroba (Angka lempeng total)
Cara pengujian ini didasarkan pada ISO 21149 Cosmetic-Microbiology-Enumeration and
detection of aerobic mesophilic bacteria.

BAB IV

BIAYA DAN TIMELINE KEGIATAN

4.1 Biaya
Biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan hingga pengujian produk sabun cair pembersih tangan
sebagai berikut:

No. Bahan Jumlah Harga satuan Harga total

1. KOH 1 kg Rp28.000,00 Rp28.000,00

2. Gliserin 500 gr Rp35.000,00 Rp63.000,00

3. Alkohol 500 mL Rp35.000,00 Rp98.000,00

4. Karbon aktif 1 kg Rp20.000,00 Rp118.000,00


5. Rose oil 10 mL Rp58.000,00 Rp58.000,00

6. Kertas saring 1 kotak (50 lembar) Rp15.000,00 Rp15.000,00

7. Kertas lakmus merah 1 kotak (20 lembar) Rp15.000,00 Rp15.000,00

8. Kertas lakmus biru 1 kotak (20 lembar) Rp15.000,00 Rp15.000,00

9. Kulit buah naga Gratis -

10. Minyak jelantah Gratis -

Biaya Uji Syarat Mutu (Balai Pengujian Mutu Barang)

11. Pengujian pH Satu kali uji Rp60.000,00 Rp60.000,00

12. Bilangan Penyabunan Satu kali uji Rp60.000,00 Rp60.000,00

13. Total Bahan Aktif Satu kali uji Rp125.000,00 Rp125.000,00

Bahan yang tak larut


14. Satu kali uji Rp60.000,00 Rp60.000,00
dalam etanol

15. Alkali bebas Satu kali uji Rp50.000,00 Rp50.000,00

16. Asam lemak bebas Satu kali uji Rp60.000,00 Rp60.000,00

17. Cemaran mikroba Satu kali uji Rp120.000,00 Rp120.000,00

18. Biaya tak terduga - - Rp300.000,00

TOTAL Rp1.245.000,00

4.2 Timeline Kegiatan


Timeline kegiatan yang dilakukan selama penelitian adalah sebagai berikut :

Minggu Perkuliahan Semester Ganjil (VII)


Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Studi Literatur
Penentuan Tema (Topik) Proyek
Penentuan Metodologi
Presentasi Report 1 (Tema & Literatur)
Penulisan Proposal Proyek
Pembelian Bahan
Penyiapan Alat
Pembuatan Sabun
Presentasi Report 2 (Evaluasi Proyek)
Karakterisasi dan Uji Analisis Sabun
Presentasi Report 3 (Progress Proyek)
Penulisan Laporan Akhir
Presentasi Final Report
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Tadros, T. F. (2013). Emulsion Formation, Stability, and Rheology. Emulsion Formation and
Stability, 1–75. doi:10.1002/9783527647941.ch1

Printo, Antonius dan Irawan, Bambang (2018). Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menajdi Sabun
Mandi. Program Studi Teknik Kimia, Politenik Katolik Mangunwijaya : Semarang.

PT. Clean Carbon Indonesia 2013

Pusat data dan informasi Kementrian RI 2014

Buczek, B., & Chwialkowski, W. (2008). Purification of the used palm oil by adsorption. Polish
Journal of Chemical Technology , 19-21.

Anda mungkin juga menyukai