Anda di halaman 1dari 48

A.

Judul Praktikum
Lemak dan Pembuatan Sabun
B. Hari, Tanggal
Senin, 3 Oktober 2022
C. Tujuan
1. Membuat langkah kerja pembuatan sabun
2. Meramalkan reaksi pembuatan sabun
3. Menjelaskan perbedaan pembuatan sabun yang dibuat menggunakan basa
NaOH dan KOH
4. Membuat emulsi sabun
5. Menjelaskan tentang proses pembentukan emulsi air sabun dengan minyak
6. Menentukan kualitas minyak berdasarkan bilangan asam
D. Tinjauan Pustaka
1. Sabun
a. Definisi Sabun
Sabun merupakan surfaktan yang digunakan bersamaan dengan air
yang berfungsi untuk membersihkan, merawat dan melindungi kulit.
Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan oleh seseorang saja,
namun berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali lemak
ataupun minyak. Sabun umumnya berbentuk padatan yang dicetak dan
disebut dengan sabun Batangan, sabun juga banyak ditemukan dalam
bentuk cair yakni sabun cair (Naomi, 2013). Selain dapat membersihkan
kotoran, sabun juga dapat digunakan untuk menjaga kesehatan kulit dari
bakteri seperti Staphylococcus aureus, (Djide,dkk2013).
Sabun mengandung senyawa surfaktan, yakni merupakan suatu
oleokimia turunan dimana salah satu molekulnya memiliki gugus
hidrofobik (bagian non polar, yang suka dengan minyak/lemak) dan gugus
yang lainnya bersifat hidrofilik (bagian polar, yang suka air), sehingga
dapat menyatukan campuran antara air dan minyak/lemak (Aisyah, 2011).
Surfaktan ini bekerja dengan cara menurunkan tegangan permukaan air,
sehingga proses penarikan kotoran pada kulit akan menjadi lebih mudah.
Kotoran yang berupa partikel lemak, keringat, maupun debu yang
menempel di permukaan kulit akan terikat pada gugus hidrofobik dan ikut
tertarik saat dibilas oleh air. Hal inilah yang menyebabkan air akan jauh
lebih mudah menarik kotoran, karena tegangan permukaannya yang
semakin berkurang (Usmania dan Pertiwi, 2012). Kandungan antibakteri
yang terdapat dalam sabun mengakibatkan sabun dapat mematikan bakteri
pada kulit sehingga kulit menjadi bersih dan terhindar dari paparan bakteri
yang dapat mengkontaminasi. Selain itu pemanfaatan sabun telah banyak
dikembangkan menjadi produk yang memiliki manfaat lain seperti
melembabkan, memutihkan dan lain sebagainya (Prabowo dkk., 2017).
Selain itu, sabun merupakan campuran dari senyawa natrium
dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh,
berbentuk padat, busa, dengan atau tanpa zat tambahan lain serta tidak
menimbulkan iritasi pada kulit (BSN, 1994). Sabun dibuat dengan dua
cara, yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses
saponifikasi minyak akan diperoleh produk sampingan yaitu gliserol,
sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses
saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali,
sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas
dengan alkali (Ophardt, 2003).

Gambar 1. Reaksi saponifikasi (Fessenden & Fessenden, 1992).

b. Sifat Sabun
 Sabun termasuk dalam garam alkali yang berasal dari asam lemak
pada suhu tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena
itu larutan sabun dalam air bersifat basa.

CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + OH-


 Ketika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan
buih, dalam peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam
hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg
atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →
Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
 Sabun memiliki sifat yakni sifat membersihkan. Sifat ini
disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam
lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar
maupun nonpolar karena sabun mempunyai gugus polar dan juga
nonpolar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH 3(CH2)16

yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) sedangkan COONa+


bersifat hidrofobik (suka air) dan larut dalam air.

Nonpolar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga


memisahkan kotoran nonpolar)

Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofobik dan juga memisahkan


kotoran polar)
 Sabun jika dimasukkan ke dalam air akan menghasilkan busa yang
akan menurunkan tegangan permukaan sehingga kain menjadi
bersih dan air meresap lebih cepat ke permukaan kain.
 Molekul sabun yang bersifat hidrofobik akan mengelilingi kotoran
dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi
karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk
suatu emulsi.
 Bagian molekul sabun yang bersifat hidrofibik berada di dalam air
pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain
sehingga kain menjadi bersih.

c. Fungsi Sabun
Sabun dan detergen dapat berperan sebagai pembersih kotoran atau
lemak dikarenakan sabun dan detergen terdiri dari ujung hidrokarbon
yang bersifat non polar dan ujung satunya besifat polar. Bagian non
polar akan mengelilingi tetesan minyak dan melarutkannya sesuai
dengan asas like dissolved like, sedangkan ujung polar dari molekul
tersebut segera akan terlarut dalam air. Detergent lebih efektif
membersihkan kotoran karena kerja detergent tidak dipengaruhi air
sadah. Sedangkan sabun dipengaruhi oleh air sadah, sehingga tidak
bekerja efektif. (Ralph J. Fessenden, 1992).

d. Jenis Sabun
Menurut Agus Priyono (2009) macam macam jenis sabun dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun kalium. Bahan dasarnya
berasal dari minyak kelapa dengan asam stearat dengan
perbandingan 2:1
2. Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan
minyak jarak dengan alkali (KOH). Untuk meningkatkan
kejernihan sabun dapat ditambahkan gliserin atau alkohol.
3. Sabun Kesehatan
Sabun kesehatan merupakan sabun mandi dengan kadar parfum
yang rendah, tetapi mengandung bahan bahan antiseptik, bahan
bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah trisalisil anilida,
trichloro carbonylida dan sulfur.
4. Sabun Chip
Pembuatan sabun Chip tergantung pada tujuan konsumen didalam
menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi
dengan beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun Chip dapat
dibuat dengan berbagai cara melalui pengeringan, menggiling atau
mengahancurkan sabun yang berbentuk batangan.
5. Sabun bubuk untuk mencuci
Sabun bubuk dapat diroproduksi melalui proses dry mixing. Sabun
bubuk mengandung berbagai macam komponen seperti sabun, soda
ash, natrium karbonat, natrium sulfat dan lain lain.

Selain macam macam jenis sabun diatas, Prawira (2008) menyatakan


bahwa pada perkembangan selanjutnya bentuk sabun dikelompokkan
menjadi bermacam – macam seperti :
1. Sabun Cair
- Dibuat dari minyak kelapa
- Alkali yang digunakan adalah KOH
- Bentuk cair dan tidak mengental pada suhu kamar
2. Sabun lunak
- Dibuat dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit atau minyak
tumbuhan yang tidak jernih
- Alkali yang dipakai KOH
- Bentuk pasta dan mudah larut dalam air

3. Sabun Keras
- Dibuat dari lemak netral yang padat atau dari minyak yang
dikeraskan dengan proses hidrogenasi
- Alkali yang dipakai NaOH
- Sukar larut dalam air

Prawira (2008) juga menyatakan bahwa dengan perkembangan yang


cukup pesat dalam dunia industri memungkinkan adanya penambahan
bahan – bahan lain kedalam sabun sehingga menghasilkan sabun dengan
sifat dan kegunaan baru. Bahan-bahan yang ditambahkan misalnya :

a. Sabun Kesehatan

- TCC (Trichloro Carbonilide)


- Hypoallergenic blend, untuk membersihkan lemak dan jerawat
- Asam salisilat sebagai fungisida
- Sulfur, untuk mencegah dan mengobati penyakit kulit
b. Sabun Kecantikan

- Parfum, sebagai pewangi dan aroma terapi


- Vitamin E untuk mencegah penuaan dini
- Pelembab
- Hydroquinon untuk memutihkan dan mencerahkan kulit.

c. Shampoo

- Diethanolamine (HOCH2CH2NHCH2CH2OH) untuk


memperthankan pH
- Lanolin sebagai conditioner
- Protein untuk memberi nutrisi pada rambut

e. Kualitas Sabun
Sabun diproduksi dan diklasifikasikan menjadi beberapa grade
mutu. Sabun dengan grade mutu A diproduksi oleh bahan baku minyak
atau lemak yang terbaik dan mengandung sedikit atau tidak
mengandung alkali bebas. Sabun dengan grade B diperoleh dari bahan
baku minyak atau lemak dengan kualitas yang lebih rendah dan
mengandung sedikit alkali, namun kandungan alkali tersebut tidak
menyebabkan iritasi pada kulit. Sedangkan sabun dengan kualitas C
mengandung alkali bebas yang relatif tinggi berasal dari bahan baku
lemak atau minyak yang berwarna gelap. (Kamikaze, 2002).
Sebelum proses pembuatan sabun, kualitas dari sabun yang dibuat
harus secara jelas ditentukan atau diputuskan. Dengan mencampur
minyak – minyak atau lemak yang berbeda memungkinkan untuk
memperoleh sebuah sabun akhir dengan kualitas yang diharapkan.
Parameter mutu yang biasanya diperhatikan adalah: tampilan umum
(meliputi kepadatan sabun/compact, bercahaya, kesat), kelarutan yang
baik, pembusaan yang baik dan stabil, daya membersihkan tinggi,
berbuih, tahan terhadap ketengikan, baik dalam air lunak, stabilitas baik
(berhubungan dengan warna).

2. Proses Pembuatan Sabun


Proses pembuatan sabun dapat dibedakan menjadi beberapa proses sebagai
berikut:
a. Saponifikasi

Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan

tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi ini dapat mengkatalisis


dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk
sabun mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan
suatu percepatan pada kecepatan reaksi.

(Stephen, 2004).
Faktor faktor yang mempengaruhi proses safonifikasi (Perdana &
Hakim, 2008):
1) Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan
stoikiometri reaksinya, dimana penambahan basa harus sedikit
berlebih dari minyak agar sabun terbentuk sempurna. Jika basa
yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya
emulsi pada larutan sehingga tidak homogen, sedangkan jika basa
yang digunakan terlalu encer maka reaksi yang terjadi akan
membutuhkan waktu yang lama.
2) Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas
tumbukan molekul-molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan
antar molekul reaktan semakin besar, maka kemungkinan
terjadinya reaksi semakin besar pula.
3) Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak
pula minyak yang dapat membentuk sabun, artinya hasil yang di
dapat juga semakin tinggi, namun jika reaksi telah mencapai
kondisi setimbangnya, maka penambahan waktu tidak akan
meningkatakan jumlah minyak yang membentuk sabun.
4) Kenaikan Suhu
Kenaikan suhu mempercepat atau mempengaruhi laju
reaksi, yang artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebih
cepat. Namun, jika kenaikan suhu telah melibihi suhu
optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena
harga konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti
reaksi bergeser ke arah pereaksi dengan kata lain hasilnya akan
menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi ketika
suhu naik yaitu diakibatkan oleh reaksi penyabuanan yang
bersifat eksotermis.

b. Pengeringan sabun

Mengurangi kandungan air pada sabun dari 30% hingga 35% pada
sabun

murni menjadi 8% hingga 18% pada sabun butiran (seperti pasir) atau
lempengan dengan menggunakan vakum spray dryer. Semua jenis
vakum spray dryer dapat digunakan sebagai proses membuat sabun

dari sistem tunggal[119] hingga multisistem. Pada vakum spray dryer


sistem tunggal melibatkan pemompaan sabun murni dengan melewati
pipa[120] heat exchanger dimana uap yang mengalir di bagian luar

pipa bila sabun dipanaskan. Jika telah dikeringkan[121] dan


didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum, sabun dipindahkan
dengan bantuan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang akan
mengubah bentuk sabun menjadi lonjong panjang atau butiran.

c. Netralisasi
Reaksi antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun
berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali.
Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan
terlebih dahulu menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan-reaktan
tersebut mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang
direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer
dimana sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai.
Penyelesaian proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran
potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun murni kemudian dikeringkan
dengan vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun butiran yang siap
untuk diolah menjadi sabun batangan.

3. Emulsi Sabun
a. Definisi Emulsi
Emulsi merupakan dispersi atau suspensi metastabil suatu cairan
lain yang keduanya tidak saling melarutkan. Emulsi tersusun atas tiga
komponen utama, yaitu fase terdispersi, fase pendispersi, dan emulgator
(zat yan digunakan dalam kestabilan emulsi). Supaya terbentuk emulsi
yang stabil diperlukan suatu zat pengemulsi yang disebut emulsifier
yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase
cairan. Cara kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk
molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air
(Fessenden dan Fessenden, 1992).
Sabun termasuk senyawa surfaktan, yakni senyawa yang dapat
menurunkan tegangan permukaan air, sehingga dengan adanya proses
ini pembentukan busa atau sifat emulsinya akan meningkat. Molekul
surfaktan mengandung satu ujung hidrofobik dan satu ujung hidrolifik.
Bagian molekul yang bersifat hidrofilik akan menuju lapisan air
sedangkan bagian yang bersifat hidrofobik menuju ke lapisan udara
(menjauhi molekul air). Dengan adanya sifat ini, maka cairan minyak
dalam air akan membentuk emulsi (Fessenden dan Fessenden, 1992).
Semakin besar waktu pembentukan emulsi maka kualitas sabun
yang dihasilkan akan semakin baik (Marell dan Sugianto, 2006). Waktu
yang diperlukan untuk membentuk emulsi pada air dan minyak lebih
cepat daripada air, minyak, dan sabun (paul,2007).
b. Jenis - Jenis Emulsi
Emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fasa
terdispersinya terdapat dua jenis emulsi yaitu:
 Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di
dalam fasa air.
 Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam
fasa minyak.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor
yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu
emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu
emulgator yang aktif di permukaan lebih dikenal dengan surfaktan.
Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka
permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada
permukaan globul fasa terdispersinya (Ansel, 1989).

4. Lemak
Lemak atau lipid merupakan senyawa organik yang banyak
ditemukan dalam sel jaringan, tidak larut dalam air, tetapi larut dalam zat
pelarut non polar seperti (eter, kloroform, dan benzena). Lipid bersifat non
polar atau hidrofolik. Penyusun utama lipida adalah trigliserida, yaitu ester
gliserol dengan tiga asam lemak yang bisa beragam jenisnya. Rumus
kimia trigliserida adalah CH COOR-CHCOOR’-CH -COOR” dimana R,
2 2
R’ dan R" masing-masing adalah sebuah rantai alkil yang panjang. Ketiga
asam lemak yaitu RCOOH, R’COOH dan R”COOH. Panjang rantai asam
lemak pada trigliserida yang terdapat secara alami dapat bervariasi, namun
yang paling umum adalah 16,18, atau 20 atom karbon. Penyusun lipida
lainnya berupa gliserida, monogliserida, asam lemak bebas, lilin (wax),
dan kelompok lipida sederhana yang mengandung komponen asam lemak
seperti derivate senyawa terpenoid/isoprenoid serta derivate steroida.
Lipida sering berupa senyawa kompleks dengan protein (Lipoprotein) atau
karbohidrat (Glikolipida). Lipid merupakan komponen membran plasma,
hormon, dan vitamin (Mamuaja, 2017).
Terdapat beberapa golongan lipid yang larut pada pelarut polar.
Lemak disebut juga lipid adalah suatu zat yang kaya akan energi,
berfungsi sebagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme
tubuh. Lemak yang beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber
yaitu dari makanan dan hasil produksi organ hati, yang bisa disimpan di
dalam sel-sel lemak sebagai cadangan energi (Mamuaja, 2017).
Asam lemak penyusun lipida ada dua macam, yaitu asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh.
c. Asam lemak jenuh
Asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap pada atom karbon.
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak dengan rantai tunggal.
Asam lemak jenuh biasanya terdapat dalam minyak atau lemak yang
berasal dari hewan. Asam lemak jenuh seperti asam laurat, asam
miristrat, asam palmitat, dan asam stearat dapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah yang fatalnya menyebabkan serangan
stroke (Gaman & Sherrington, 1994).
d. Asam lemak tidak jenuh
Asam lemak tidak jenuh molekulnya memiliki ikatan rangkap pada
rantai karbonnya karena rantai hidrokarbon tidak dijenuhi oleh
hidrogen. Halogen dapat bereaksi cepat dengan atom C pada rantai
yang ikatannya tidak jenuh (peristiwa adisi). Asam lemak tidak jenuh
mudah rusak apabila terkena panas tetapi sangat bermanfaat bagi
kesehatan. Contoh asam lemak tidak jenuh yaitu linoleat, linolenat,
dan arakidonat yang berfungsi mencegah terjadinya arterosklerosis
atau mencegah penyumbatan pembuluh darah (Gaman & Sherrington,
1994; Mamuaja, 2017).
Asam  lemak  dengan  16  hingga  18  atom  karbon  merupakan 
yang  paling  dominan.  Ekor hidrokarbon yang panjang mungkin
jenuh sepenuhnya, yaitu hanya mengandung ikatan tunggal, atau
mungkin bagian ini bersifat tidak jenuh dengan satu atau lebih ikatan
ganda. Pada umumnya asam lemak tidak jenuh dua kali lebih banyak
dibandingkan dengan asam lemak jenuh pada kedua lipida hewan dan
tumbuhan (Lehninger, 1982).
Pada umumnya klasifikasi lipida didasarkan atas kerangka
dasarnya menjadi lipida kompleks dan lipida sederhana. Lipid
sederhana meliputi ester asam lemak dengan berbagai alkohol
(Mamuaja, 2017). Contoh lipid sederhana antara lain:
- Lemak (fat) merupakan ester asam lemak dengan gliserol
- Minyak (oil) adalah lemak dalam keadaan cair
- Wax (malam) merupakan ester asam lemak dengan alkohol
monohidrat yang berat molekulnya tinggi
Berbeda dengan lipid sederhana, lipid kompleks merupakan
ester asam lemak yang mengandung gugus-gugus selain alkohol dan
asam lemak, seperti fosfolipid dan glikolipid. Fosfolipid adalah lipid
yang mengandung suatu residu asam fosfor, selain asam lemak dan
alkohol, sedangkan glikolipid adalah lipid yang mengandung asam
lemak, sfingosin, dan karbohidrat (Mamuaja, 2017).
Sifat yang dimiliki lipid (Marks et al., 2000), di antaranya adalah:
- Hidrolisis dari lipid akan menghasilkan asam lemak yang
berperan pada metabolisme tumbuhan dan hewan
- Lipid tidak larut dalam air, tetapi dapat larut dalam pelarut
organik (benzena, eter, aseton, kloroform, dan
karbontetraklorida)
- Lipid mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen.
Beberapa jenis lipid juga memiliki kandungan nitrogen dan
fosfor
- Lipid tidak mempunyai satuan yang berulang, tidak seperti
karbohidrat dan protein

a. Ketidakjenuhan lemak
Pada uji ketidakjenuhan, berdasarkan kejenuhannya, asam
lemak dapat dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh. Asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap, sedangkan
asam lemak tak jenuh memili ikatan rangkap (Winarno, 1991). Uji
ketidakjenuhan memiliki prinsip untuk menentukan ikatan rangkap
yang ada dalam suatu asam lemak. Uji ini dilakukan dengan
meneteskan pereaksi iod sebagai reagen dan berfungsi sebagai
indikator suatu senyawa asam lemak tergolong asam lemak jenuh atau
tidak jenuh. Ikatan rangkap pada struktur lipid dapat diadisi oleh unsur
halogen (Bintang, 2010)

5. Sifat Fisik dan Kimia Bahan Pembuat Sabun


a. Jenis Minyak atau Lemak
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki
struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis
minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak
hewan. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa
trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon
antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang
dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon
lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit larut dalam
air (Fessenden & Fessenden, 1992).
Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam
keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (±
28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat (Fessenden &
Fessenden, 1992). Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa
dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :
1) Palm Oil
Minyak umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.
Minyak sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah sawit. Minyak
sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat
warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan
baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun
yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit
berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan
lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%,
asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam
arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%
(Ketaren, 1986).
2) Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung
asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak
jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti
tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk
mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard
berwarna putih dan mudah berbusa (Ketaren, 1986).
3) Coconut Oil (Minyak Kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering
digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa
berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging
buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat
sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi
yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki
kandungan asam lemak miristat 13-19%, asam palmitat 8-11%,
asam kaprat 6-10%, asam kaprilat 5-9%, asam oleat 5-8%, asam
stearat 1-3%, dan asam linoleat 2% (Ketaren, 1986).

4) Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh
industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari
tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari
asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan
iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam
pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah
digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah
asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah
FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow
umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal
dengan nama grease (Ketaren, 1986).

5) Minyak Jagung
Inti biji jagung memiliki kandungan minyak jagung sebanyak 83%
dengan kelembaban 14%. Kandungan asam lemak minyak jagung
yang paling banyak adalah asam linoleat (asam lemak tak jenuh /
unsaturated fatty acid) yaitu 35-60% dan asam oleat 20-50%.
Minyak ini ditemukan pertama kali di Meksiko Tengah pada 5000
SM. Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh
gliserol dan asam-asam lemak. Persentase trigliserida sekitar
98,6%, sedangkan sisanya merupakan bahan non minyak, seperti
abu, zat warna atau lilin. Asam lemak yang menyusun minyak
jagung terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh
(Ketaren, 1986).
b. Alkali
Senyawa alkali merupakan garam terlarut dari logam alkali seperti
kalium dan natrium. Alkali digunakan sebagai bahan kimia yang
bersifat basa dan akan bereaksi serta menetralisir asam. Alkali yang
umum digunakan adalah NaOH atau KOH. NaOH banyak digunakan
dalam pembuatan sabun padat karena sifatnya yang tidak mudah larut
dalam air (Rohman, 2009).
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi
adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim:
2Aminoethanol, monoethanolamine, dengan rumus kimia C2H7NO, dan
formulasi kimia NH2CH2CH2OH. NaOH, atau yang biasa dikenal
dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang
paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak
digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah
larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali
yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat
menyabunkan trigliserida dari minyak atau lemak (Fessenden &
Fessenden, 1992).
NaOH merupakan salah satu jenis alkali, baik KOH ataupun NaOH
harus dilakukan dengan takaran yang tepat. Apabila terlalu pekat atau
lebih, maka alkali bebas tidak berikatan dengan trigliserida atau asam
lemak akan terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan iritasi pada
kulit. Sebaiknya apabila terlalu encer atau jumlahnya terlalu sedikit,
maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas yang
tinggi, asam lemak bebas pada sabun dapat mengganggu proses emulsi
sabun dan kotoran pada saat sabun digunakan (Kamikaze, 2002).
c. Zat Adiktif
Zat aditif yang paling umum ditambahkan dalam pembuatan sabun
adalah parfum, pewarna, dan garam (NaCl). Parfum merupakan bahan
yang ditambahkan dalam suatu produk kosmetika khususnya untuk
sabun wajah dan sabun badan dengan tujuan menutupi bau yang tidak
enak serta untuk memberikan wangi yang menyenangkan terhadap
pemakainya. Jumlah yang ditambahkan tergantung selera, tetapi
biasanya 0,05% hingga 2% untuk campuran sabun. Sedangkan pewarna
digunakan untuk membuat produk lebih menarik (Utami, 2009).
d. Gliserin Monostearat (GMS)
GMS merupakan bahan pengemulsi alami yang terbentuk dari
gliserol dan asam stearat. Selain digunakan sebagai bahan aditif dalam
makanan, GMS juga digunakan dalam produk kosmetika dan
perawatan rambut. Penggunaan GMS dapat menghasilkan emulsi yang
stabil tanpa meninggalkan bekas licin atau berminyak. Bila bahan ini
sulit dicari dapat digantikan dengan CMC (Carboxy Methyl Celulose)
(Utami, 2009).
e. Sufraktan
Bahan ini mempunyai kemampuan mengikat dan mengangkat
kotoran. Dari surfaktan inilah sabun dapat menghasilkan busa. Bahan
yang biasa digunakan adalah Emal TD, Emal 20 C, Texhapon, dan lain
– lain (Utami, 2009).
f. Pewangi dan Pewarna
Parfum merupakan bahan yang ditambahkan dalam suatu produk
kosmetik dengan tujuan menutupi bau yang tidak enak dari bahan
lain dan untuk memberikan wangi yang menyegarkan tergadap
pemakainya. Jumlah parfum yang ditambahkan tergantung selera tetapi
biasanya 0,05-2 % untuk campuran sabun. Sedangkan pewarna
digunakan untuk membuat produk yang lebih menarik (Utami, 2009).

6. Bilangan Asam
Bilangan asam merupakan salah satu ukuran kualitas minyak atau
lemak. Bilangan asam suatu minyak atau lemak adalah bilangan yang
menyatakan banyaknya KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam
lemak bebas dalam 1 gram minyak atau lemak (Tim Dosen Kimia
Organik, 2022). Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam
lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Caranya
adalah dengan jalan melarutkan sejumlah minyak atau lemak dalam
alkohol eter kemudian diberi indikator phenolphthalein, kemudian dititrasi
dengan larutan KOH sampai terjadi perubahan warna merah jambu yang
tetap. Besarnya bilangan asam tergantung dari kemurnian dan umur
minyak atau lemak tadi (Ketaren, 1986).
Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit, biasanya
hanya dibawah 1%. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar
dari 1%, jika dicicipi akan terasa pada permukaan lidah dan tidak berbau
tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah
asam lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah
kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak yang
mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan jumlah atom C
lebih besar dari 14 (Ketaren, 1986).
Rumus untuk menghitung bilangan asam adalah sebagai berikut :
V X N X MrKOH
Bilangan asam =
W

Keterangan:
V : Jumlah mL larutan KOH standar
N : Normalitas larutan KOH standar
W : Bobot sampel minyak atau lemak (gram)

E. Alat dan Bahan


Alat
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Pipet tetes
 Gelas ukur
 Neraca analitik
 Gelas kimia 30 ml
 Gelas kimia 250 ml
 Spatula
 Pembakar spiritus
 Kaki tiga dan kasa
 Cetakan sabun
 Erlenmeyer
 Statif dan klem
 Buret
 Stopwatch
 Thermometer
Bahan
 Minyak goreng
 Etanol
 4 gram Gliserin
 1 ml Minyak zaitun
 Pewarna
 1,4 gram NaOH(s)
 Aquades
 1 gram Asam stearat
 12 gram Alkohol
 Indikator Pp (Fenolftatein)
 KOH 0,1 N
 Larutan sabun

F. Alur Kerja
1. Pembuatan Sabun

1,4 gram NaOH

Dilarutkan dalam 3,3 mL aquadest


Dibiarkan hingga dingin

Larutan NaOH
10 gram Minyak Sawit

Ditambahkan 1 gram asam stearat


Dipanaskan sampai suhu 70°C (sampai asam astearat mencair)
Didiamkan sampai suhu 50°C
Ditambahkan larutan NaOH sambal diaduk terus menerus
Ditambahkan 12 gram alkohol dan 4 gram gliserin
Dipanaskan dan diaduk
Dibiarkan hingga agak dingin
Ditambahkan 1 mL minyak zaitun
Dituangkan ke dalam cetakan

Sabun

Reaksi pembentukan larutan NaOH :

H2O (l)
a. 2NaOH(s) 2NaOH(aq)

b.
2. Sifat Emulsi Sabun
a) Pembuatan Larutan Sabun

0,1-0,2 gram Sabun

Dilarutkan dengan 6-8 mL aquadest

Larutan Sabun

b) Pengujian sifat emulsi sabun


- Tabung reaksi 1

3 mL Aquades

Ditambahkan 5 tetes minyak sawit


Ditambahkan 2 mL larutan sabun
Dikocok dengan kuat
Didiamkan
Diamati pemisahan lapisan minyak yang terjadi
Dicatat waktu pemisahan
Waktu

- Tabung reaksi 2

3 mL Aquades

Ditambahkan 5 tetes minyak sawit


Dikocok dengan kuat
Didiamkan
Diamati pemisahan lapisan minyak yang terjadi
Dicatat waktu pemisahan

Waktu
3. Penentuan Bilangan Asam

5-10 gram sampel minyak/lemak


Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan 25 mL etanol + 5 tetes indikator Pp
Dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1 N
Diulangi sebanyak 3 kali percobaan

Bilangan Asam

Reaksi:
- HIn(aq) + H2O(aq) → H3O+(aq) + In+(aq)
- KOH(aq) + C17H33COOH(aq) → C17H33COOK(aq) + H2O(l)
G. Hasil Pengamatan
No.
G. Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan
Prosedur Pengamatan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
-1,4 g NaOH = - larutan NaOH Reaksi pembentukan -Terjadi reaksi
1. Pembuatan Sabun butiran warna = cair tidak NaOH : 2NaOH(s) → eksoterm saat

putih berwarna 2NaOH(aq) pelarutan NaOH


1,4 Gram NaOH
-aquades = cair - minyak sawit Reaksi saponifikasi: - pembentukan
sabun yang
- Dilarutkan dalam 3,3 ml tidak berwarna + asam stearate
menggumpal saat
aquadest - minyak sawit = kuning jernih
- Didiamkan sampai + NaOH dicampurkan
= kuning jernih - ditambah
larutan menjadi dingin Trigliserida dengan NaOH,
- asam stearat= NaOH = (lemak/minyak)
alkohol, dan
serbuk warna menggumpal →
gliserin
Larutan NaOH putih - ditambah
- alkohol = alkohol dan
tidak berwarna gliserin =
- gliserin = larutan kuning Gliserol Sabun

kental tidak jernih (Salendra, dkk.


berwarna 2018)
-minyak zaitun - ditambah
1,4 Gram NaOH = tidak minyak zaitun +
berwarna minyak bibit +
- Ditambahkan 1 gram asam
stearat perwarna =
- Dipanaskan pada suhu 70℃ larutan hijau
jernih
- Dibiarkan suhu turun - sabun =
menjadi 50℃
padatan
- Ditambahkan larutan NaOH
yang sudah dibuat berwarna hijau
sebelumnya
- Diaduk terus
- Ditambahkan 12 gram
alkohol + 4 gram gliserin
- Dipanaskan sambal diaduk

- Didiamkan sampai
campuran agak dingin
- Ditambahkan 1 ml minyak
zaitun + pewarna
- Dituangkan kedalam
cetakan

Sabun
2. Sifat emulsi sabun -aquadest = tidak -tabung reaksi I = Air + minyak +
berwarna terjadi pemisahan larutan sabun
a). Pembuatan larutan sabun - minyak = (1 menit 38 detik) membutuhkan
kuning - tabung reaksi 2
0,1-0,2 gram sabun banyak waktu
- larutan sabun = = terjadi
untuk memisah
bening kehijauan pemisahan (12
- Dilarutkan dalam 6-8 ml daripada air +
detik)
aquadest minyak, karena
sabun memiliki
Larutan NaOH sifat emulsi.

b). Pengujian sifat emulsi sabun


- Tabung 1

3 ml Aquadest

- Ditambahkan 5 tetes
minyak
- Ditambahkan 2 ml larutan
sabun
- Dikocok dengan kuat
- Didiamkan
- Diamati pemisahan lapisan
minyak yang terjadi
Waktu

- Tabung 2

3 ml Aquadest

- Ditambahkan 5 tetes minyak


- Dikocok dengan kuat
- Didiamkan
- Diamati pemisahan lapisan
minyak yang terjadi
- Dicatat waktu pemisahan

Larutan NaOH

Penentuan Bilangan Asam -sampel minyak -minyak +etanol Bilangan Asam


5-10 gram sampel
3. minyak/ lemak berwarna kuning + PP = kuning - KOH(aq) + Erlenmeyer 1 =
- Etanol tidak dengan lapisan C17H33COOH(aq) 1,12
berwarna minyak → Erlenmeyer 2 =
- PP tidak - ditambah C17H33COOK(aq) 1,2
- Ditambahkan 25 ml berwarna + H2O (l)
etanol + 5 tetes indicator KOH = Erlenmeyer 3 =
- Larutan KOH - HIn (aq) + H2O
PP berwarna soft 1,44
- Dititrasi dengan larutan tidak berwarna (aq) → H3O+ (aq)
pink Rata-rata = 1,25
standard KOH 0,1 N + In+ (aq)
- Diulangi sebanyak 3
kali percobaan V1 = 1,4 mL
(Ketaren, 2008)
V2 = 1,5 mL
V3 = 1,8 mL
Larutan NaOH
H. Analisis dan Pembahasan
Pada percobaan dengan judul “Lemak dan Pembuatan Sabun” ini bertujuan
untuk membuat langkah kerja pembuatan sabun, meramalkan reaksi pembuatan
sabun, menjelaskan perbedaan pembuatan sabun yang dibuat menggunakan
basa NaOH dan KOH, membuat emulsi sabun, menjelaskan tentang proses
pembentukan emulsi air sabun dengan minyak, dan menentukan kualitas
minyak berdasarkan bilangan asam. Pada percobaan ini, terdapat 3 macam
percobaan, yakni pembuatan sabun, sifat emulsi sabun, bilangan asam.
1. Pembuatan Sabun
Percobaan ini bertujuan untuk membuat langkah kerja proses
pembuatan sabun, meramalkan reaksi pembuatan sabun, menentukan
persamaan reaksi pada pembuatan sabun, serta menjelaskan perbedaan
produk sabun yang dibuat menggunakan basa NaOH dan KOH. Selain itu,
sabun yang dibuat dalam percobaan ini berasal dari minyak sawit sehingga
dapat diketahui kualitas minyak sabun tersebut.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu membuat larutan NaOH.
Larutan NaOH dibuat dengan cara melarutkan 1,4 gram padatan NaOH
berwarna putih dengan 3,3 mL air di dalam beaker glass, sehingga
dihasilkan larutan NaOH tidak berwarna. Kemudian larutan tersebut
dibiarkan hingga dingin. Kemudian, padatan NaOH 1,4 gram dimasukkan
ke dalam gelas kimia, lalu dilarutkan dalam 3,3 mL aquades tidak
berwarna dan didiamkan hingga padatan terlarut pada pelarut sampai
larutan NaOH menjadi dingin. Pada saat proses pelarutan, gelas kimia
terasa panas karena reaksi yang dihasilkan selama proses pelarutan,
dimana merupakan reaksi eksotermis atau proses pelepasan kalor,
sehingga membuat daerah sekitar dinding gelas kimia terasa panas. Reaksi
yang terjadi adalah:
NaOH (s) + H O (l) → NaOH (aq)
2

Langkah berikutnya yaitu pembuatan sabun dari minyak kelapa


sawit. Cara membuat sabun dari minyak kelapa sawit adalah menimbang
10 gram minyak sawit yang berwarna kuning, kemudian dimasukkan ke
dalam gelas kimia. Ditambahkan 1 gram asam stearat dan dipanaskan
hingga suhu mencapai 70°C sehingga asam stearat mencair. Asam stearat
bersifat non polar dan diproses dengan memperlakukan lemak hewan
dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Setelah asam stearat mencair,
didapatkan campuran berwarna coklat kekuningan. Kemudian campuran
didiamkan hingga suhu turun menjadi 50°C. Fungsi penurunan suhu
tersebut karena reaksi saponifikasi dapat berjalan pada suhu 50°C, apabila
di atas suhu tersebut maka akan terjadi kerusakan pada minyak dan akan
mengoksidasi minyak sehingga menyebabkan warna minyak berubah
menjadi cokelat karena sifat minyak yaitu autoksida.
Setelah suhu diturunkan menjadi 50°C, kemudian ditambahkan
larutan NaOH yang sudah dibuat sebelumnya sehingga terjadi
penggumpalan sedikit. Fungsi dari larutan NaOH yaitu untuk memadatkan
sabun yang akan dibuat sekaligus sebagai penetralisir asam. Sedangkan
apabila digunakan larutan KOH, maka sabun yang dihasilkan akan berupa
sabun cair. Sabun padat mengggunakan natrium hidroksida/soda kaustik
(NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida (KOH)
sebagai alkali (Anwar, 1994). Setelah itu, campuran tersebut ditambahkan
dengan 12 gram alkohol dan 4 gram gliserin. Setelah penambahan dua
komponen tersebut, tekstur campuran berubah menjadi sedikit
menggumpal dan berwarna jingga jernih. Penambahan alkohol berfungsi
sebagai pelarut. Sedangkan penambahan gliserin berfungsi untuk
melembabkan kulit. Kemudian campuran tersebut dipanaskan di atas hot
plate dan diaduk hingga gumpalan mencair dan menghasilkan larutan yang
jernih. Pengadukan dilakukan terus menerus agar tidak terbentuk
gumpalan pada larutan sabun. Apabila menggumpal maka proses
pembuatan sabun menjadi tidak berhasil.
Setelah larutan menjadi jernih dan sedikit berwarna kekuningan,
campuran yang berada di gelas kimia diangkat dari penangas dan tetap
diaduk. Kemudian campuran didiamkan sampai agak dingin lalu
ditambahkan minyak zaitun sebanyak 1 mL. Fungsi penambahan minyak
zaitun sebagai zat pengaktif yang dapat melembutkan kulit. Kemudian,
dituangkan ke dalam cetakan sebelum memadat. Reaksi yang terjadi
sebagai berikut:

2. Sifat Emulsi Sabun


Sifat struktur sabun memiliki dua kutub yaitu kutub yang bersifat
hidrofilik dan hidrofobik. Kutub hidrofilik akan menuju ke lapisan air,
sementara kutub hidrofobik menuju ke lapisan udara yang menyebabkan
pembentukan busa atau peningkatan sifat emulsinya. Emulsi adalah
dispersi atau suspensi metastabil suatu cairan lain yang keduanya tidak
saling melarutkan. Supaya terbentuk emulsi yang stabil diperlukan suatu
zat pengemulsi yang disebut emulsifier atau emulsifying agent yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase cairan.
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk membuat emulsi sabun dan
menjelaskan proses pembentukan emulsi air sabun dengan minyak.
Langkah pertama yaitu melarutkan 0,1-0,2 gram larutan sabun yang dibuat
dengan dalam 6-8 mL air sehingga terbentuk larutan sabun dari minyak
sawit. Setelah itu sebanyak 3 mL aquades dimasukkan ke dalam tabung
reaksi 1. Kemudian ditambahkan 5 tetes minyak sawit dan ditambahkan 2
mL larutan sabun. Pada perlakuan tersebut, dihasilkan larutan heterogen,
karena air dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur, tetapi
saling ingin terpisah karena mempunyai berat jenis yang berbeda Setelah
itu dilakukan pengocokan dengan kuat yang menyebabkan terbentuknya
dua lapisan yaitu air dan minyak. Tujuan dari pengocokan tersebut adalah
untuk mendapatkan emulsi. Kemudian didiamkan dan dicatat waktu yang
diperlukan agar minyak dan air tersebut dapat memisah. 
Langkah berikutnya yaitu dengan memasukkan 3 mL aquades dan 5
tetes minyak ke dalam tabung reaksi II. Perlakuan tersebut, dihasilkan
larutan heterogen, karena air dan minyak merupakan cairan yang tidak
saling berbaur, tetapi saling ingin terpisah karena mempunyai berat jenis
yang berbeda. Lalu dikocok kuat-kuat untuk mendapatkan emulsi. Setelah
dikocok, didiamkan dan diamati pemisahan lapisan minyak yang terjadi.
Catat juga watu yang diperlukan untuk mengetahui lama terjadinya
pemisahan lapisan minyak dan air.
Menurut pendapat Austin (1984), waktu yang dibutuhkan untuk
memisahkan lapisan lemak dan air pada campuran minyak dan air lebih
cepat dibandingkan waktu pemisahan pada campuran air, minyak dan
sabun, hal ini dikarenakan sabun berperan sebagai pengemulsi. Sehingga
dapat diprediksi perbandingan waktu antara tabung reaksi I dan tabung
reaksi II. Diantara kedua tabung tersebut dapat diketahui bahwa tabung
reaksi I yang ditambahkan dengan larutan sabun memiliki waktu yang
lebih lama untuk membentuk dua lapisan dari pada tabung II yang tidak
ditambahkan dengan larutan sabun. Hal tersebut dikarenakan sabun
mempunyai peran sebagai zat pengemulsi.
3. Bilangan Asam
Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas minyak yang
digunakan dalam pembuatan sabun yang ditinjau dari besarnya bilangan
asam. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menimbang sampel minyak
sawit sebanyak 5-10 gram kemudian di masukkan ke dalam erlenmeyer.
Setelah itu, ditambahkan 25 mL etanol. Penambahan etanol berfungsi
untuk melarutkan minyak atau lemak agar dapat bereaksi dengan basa
alkali. Selanjutnya, ditambahkan 5 tetes indikator PP. Penambahan
indikator PP bertujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Kemudian,
dititrasi dengan larutan standar KOH tak berwarna 0,1 N. Setelah volume
KOH berhasil ditentukan, kemudian hitung bilangan asamnya. Sehingga,
didapatkan hasil dari bilangan asamnya masing-masing sebesar 1,12 ; 1,2 ;
1,44 untuk Erlenmeyer 1, 2, dan 3. Dan untuk rata-rata yang dihasilkan
dari bilangan asam tersebut yakni sebesar 1,25.

I. Kesimpulan
Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Reaksi pembuatan sabun atau reaksi saponifikasi dapat terjadi antara
minyak dengan NaOH yang bersifat basa.
2. Produk sabun dapat dibuat dengan reaksi saponifikasi antara minyak
dengan alkali NaOH membentuk sabun yang berupa padatan.
3. Sabun yang terbuat dari alkali NaOH merupakan termasuk sabun batang
dan terjadi proses saponifikasi. Sedangkan, jenis sabun yang terbuat dari
alkali KOH yaitu sabun cair.
4. Proses percobaan emulsi sabun dapat dilakukan dengan perbandingan
waktu pelarutan dan pemisahan kembali larutan air dan minyak antara 2
tabung reaksi dimana pada salah satu tabung reaksi ditambahkan larutan
sabun, lalu dikocok secara bersamaan dan dihitung jumlah waktu yang
diperlukan supaya air dan minyak berpisah dan membentuk 2 lapisan
kembali.
5. Emulsi sabun dapat terjadi karena sifatnya yang semipolar, sehingga dapat
mengikat gugus polar dari air dan gugus non polar dari minyak dan
melarutkan keduanya menjadi satu.
6. Dari data diatas bilangan asam yang dihasilkan pada percobaan kali ini
adalah 1,25. Bilangan asam semakin kecil semakin bagus pada sabun.
Kualitas dari minyak sendiri semakin baik minyaknya, maka semakin kecil
nilai bilangan asamnya.

J. Daftar Pustaka
Agoes, G., 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi, Edisi Revisi & Pelunasan.
Bandung: ITB.
Austin, T. G., 1984. Shreve’s Chemical Process Industries. 5th penyunt. New
York: McGraw-Hill Book Company 
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Badan Standarisasi Nasional. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-3532-
1994. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.
Fessenden, R.J., dan J.S. Fessenden., 1982, Kimia Organik Edisi Kedua Jilid 1,
Terjemahan Oleh A.H. Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta
Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. 1992. Kimia Organik Edisi Ketiga.
Jakarta:
Erlangga.
Gaman, P.M., & K. B. Sherrington 1994. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan
Mikrobiologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
H, Andreas. (2009). Membuat Sabun 2 Laporan Ilmiah. http://id.scribd.com.
Diakses pada tanggal 5 Oktober 2022
Kamikaze, D. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan Campuran
Lemak Abdomen Sapi (Tallow) dan Curd Susu Afkir. Skripsi. Bogor:
Fakultas  Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:
UI-
Press.
Levenspiel, O., 1972. Chemical Reaction Engineering. 2nd penyunt.
Singapore:
John Willey and Sons Inc..
Lehninger, A. L. (1982). Principles of Biochemistry. Worth Publishers Inc.
Mamuaja, C.F. 2017. Lipida. Unsrat Press. Manado.
Naomi, P., Gaol, A. M. L., & Toha, M. Y. (2013). Bekas Ditinjau Dari
Kinetika
Reaksi Kimia.Jurnal Teknik Kimia, 19(2), 42–48.
Raharjo, S., 2006. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Gadjah Mada
University
Press. Yogyakarta
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tim Dosen Kimia Organik, 2022. Buku Petunjuk Praktikum Kimia
Organik.Surabaya: Jurusan Kimia FMIPA Unesa.
Usmania, I. D. A., dan Pertiwi, W. R. 2012. Pembuatan Sabun Transparan dari
Minyak
Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) [Tugas Akhir]. Surakarta: Departemen
Teknik
Kimia. Universitas Sebelas Maret.
Winarno, 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Paul, S. 2007. Fatty Acids and Soap Making.
Prabowo, A., dan Devi, F. P. 2017. Pembuatan Sabun Transparan dari Minyak Kelapa
dengan Penambahan Ekstrak Buah Mengkudu Menggunakan Metode
Saponifikasi
NaOH [Tugas Akhir]. Surabaya: Departemen Teknik Kimia Industri. ITS
Kamikaze, D. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan Campuran
Lemak Abdomen Sapi (Tallow) dan Curd Susu Afkir. Skripsi. Fakultas
Peternakan IPB, Bogor : 9-10,18.

K. Lampiran
1. Jawaban Pertanyaan
1.) Bagaimana cara membuat sabun keras dan lunak (dalam bentuk alur
kerja/diagram alir)?
Jawab:
Cara membuat sabun keras yaitu dengan mereaksikan basa NaOH dengan
minyak. Sedangkan untuk membuat sabun lunak yaitu dengan
mereaksikan basa KOH dengan minyak.

1,4 gram NaOH

Dilarutkan dalam 3,3 mL air


Dibiarkan hingga dingin
Larutan NaOH

10 gram minyak sawit

Ditambahkan 1 gram asam stearat


Dipanaskan hingga suhu 70C
(sampai seluruh asam stearat mencair)
Larutan berwarna coklat kekuningan
Didiamkan sampai suhu 50C
Dimasukkan larutan NaOH sambil
diaduk terus menerus
Ditambahkan 12 gram etanol dan 4
gram gliserin
Larutan menjadi
Dipanaskan jernih
dan diaduk
Ditambahkan 1mL minyak zaitun
Diaduk hingga tercampur rata
2.) Tulislah secara lengkap reaksi pembuatan sabun?

Jawab:
NaOH(s) + H2O(l) → NaOH(aq)

3.) Bagaimana diagram alur untuk membuat emulsi sabun?

Jawab:

0,1 gram sabun


Ditambahkan 8 mL air panas
panas
Larutan sabun

a. Tabung Reaksi 1

3mL aquades

Dimasukkan dalam tabung


reaksi
Ditambahkan 5 tetes minyak
sawit
Ditambahkan 2mL larutan sabun
Dikocok dengan kuat
Didiamkan hingga terbentuk 2
lapisan
Dicatat waktunya

Emulsi sabun
b. Tabung Reaksi 2

3mL aquades

Dimasukkan dalam tabung


reaksi
Ditambahkan 5 tetes minyak
sawit
Dikocok dengan kuat
Didiamkan hingga terbentuk 2
lapisan
Dicatat waktunya
Emulsi sabun

4.) Jelaskan bagaimana proses terjadinya emulsi sabun?


Jawab:
Emulsi adalah dispersi atau suspensi metastabil suatu cairan lain
yang keduanya tidak saling melarutkan. Emulsi tersusun atas tiga
komponen utama, yaitu fase terdispersi, fase pendispersi, dan emulgator
(zat yan digunakan dalam kestabilan emulsi). Supaya terbentuk emulsi
yang stabil diperlukan suatu zat pengemulsi yang disebut emulsifier yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase cairan. Cara
kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat
terikat baik pada minyak maupun air (Fessenden dan Fessenden, 1986).
Sabun termasuk senyawa surfaktan, yakni senyawa yang dapat
menurunkan tegangan permukaan air, sehingga dengan adanya proses ini
pembentukan busa atau sifat emulsinya akan meningkat. Molekul
surfaktan mengandung satu ujung hidrofobik dan satu ujung hidrolifik.
Bagian molekul yang bersifat hidrofilik akan menuju lapisan air
sedangkan bagian yang bersifat hidrofobik menuju ke lapisan udara
(menjauhi molekul air). Dengan adanya sifat ini, maka cairan minyak
dalam air akan membentuk emulsi (Fessenden dan Fessenden, 1986).

5.) Jelaskan perbedaan produk sabun antara sabun dengan menggunakan


alkali NaOH dengan KOH ?
Jawab :
Larutan alkali yang biasa yang digunakan pada sabun padat atau
keras adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa digunakan
pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH) (Wasitaadmadja,
1997).
Dari segi ilmiah sabun batang dan sabun cair punya bahan bahan
yang berbeda. Sabun padat terbuat dari proses saponifikasi, yaitu proses
pengubahan lemak atau minyak melalui reaksi zat alkali (NaOH). Untuk
sabun cair sendiri menggunakan zat alkali (KOH) serta bahan foaming
seperti SLS (sodium laureth sulfate).

2. Perhitungan
V ( KOH ) M ( KOH ) Mr ( KOH )
Bilangan asam 1 =
Berat Lemak
( 1,4 ) ( 0,1 N ) 56
=
7
= 1,12

V ( KOH ) M ( KOH ) Mr ( KOH )


Bilangan asam 2 =
Berat Lemak
( 1, 5 ) ( 0,1 N ) 56
=
7
= 1,2

V ( KOH ) M ( KOH ) Mr ( KOH )


Bilangan asam 3 =
Berat Lemak
( 1, 8 ) ( 0,1 N ) 56
=
7
= 1,44

( 1, 12 ) (1,2 )(1,44 )
Rata rata =
3
3,76
=
3
= 1,25

3. Dokumentasi
No Gambar Keterangan
1 Menimbang
minyak sawit,
10 gram dan 8
gram

2 Memasukkan 25
ml etanol

3 Menimbang 1,4
gram NaOH
No Gambar Keterangan
4 Menimbang 12
gram Alkohol

5 5 tetes indicator
PP

6 Menimbang 4
gram gliserin

7 Menimbang 1
gram asam streat
No Gambar Keterangan
8 1 ml minyak
zaitun

9 3,3 ml aquadest

10 Mempersiapkan
alat dan bahan

11 Memasukkan
1,4 gram NaOH
kedalam gelas
kimia
No Gambar Keterangan
12 Dilarutkan
dengan 3,3 ml
aquadest

13 Dimasukkan 10
gram minyak
sawit ke dalam
gelas kimia

14 Ditambahkan 1
gram asam streat

15 Dipanaskan pada
suhu 70℃
Hingga
menghasilkan
campuran
berwarna
kecoklatan
No Gambar Keterangan

16 Dibiarkan suhu
turun menjadi 50

17 Ditambahkan
larutan NaOH
yang sudah
dibuat
sebelumnya

18 Diaduk terus
No Gambar Keterangan
19 Ditambahkan 12
gram alkohol +
4 gram garam
gliserin

20 Dipanaskan
sambil tetap
diaduk. Hingga
menjadi larutan
jernih.
Didiamkan
sampai
campuran agak
dingin.
No Gambar Keterangan
21 Ditambahkan 1
ml minyak
zaitun + 1
semprot parfum
+ 1 tetes
pewarna
makanan merah
22 Dituangkan
kedalam cetakan
hingga menjadi
sabun padat

23 0,1-0,2 gram
sabun dilarutkan
dengan 6-8 ml
aquadest
No Gambar Keterangan
24 Diaduk hingga
menghasilkan
larutan sabun

25
Dimasukkan 3
ml aquadest
kedalam tabung
reaksi

26
Ditambahkan 5
tetes minyak
sawit pada tiap
tabung

27
Pada tabung 1
ditambahkan 2
ml larutan sabun
No Gambar Keterangan
28
Tabung 1 dan 2
dikocok dengan
kuat

29
Didiamkan serta
diamati waktu
pemisahan
larutan minyak
yang terjadi

30
Dimasukkan 8
ml sampel
minyak ke
dalam 3
erlenmeyer yang
bereda
31
Ditambahkan 25
ml etanol + 5
tetes indicator
PP kedalam 3
erlenmeyer
berbeda
No Gambar Keterangan

32
Dilakukan titrasi
dengan larutan
standart KOH
0,1 N, dilakukan
sebanyak 3 kali
percobaan

33
Hingga
mendapatkan
hasil titrasi
sebagai berikut

Anda mungkin juga menyukai