Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sabun berfungsi mengangkat kotoran yang menempel pada kulit baik
berupa kotoran keringat, lemak ataupun debu, mengangkat sel-sel kulit mati,
dan sisa-sisa kosmetik. Menurut jenisnya sabun dibagi menjadi dua, yakni
sabun cair dan sabun padat. Sabun padat merupakan sabun yang dibuat dari
reaksi saponifikasi dari lemak padat dengan NaOH. Sabun dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu: Cold made, opaque, dan sabun tranparan. Sabun cold made adalah
sabun yang cocok digunakan di dalam air garam, sabun opaque adalah sabun
mandi yang biasa digunakan sehari-hari, dan sabun tranparan adalah sabun
yang sering digunakan untuk sabun kecantikan wajah dan sabun kesehatan.
(12)
Berdasarkan perkembangan teknologi dan penggunaan sabun yang
meningkat, maka dilakukan survey tentang sabun, kegunaan sabun, manfaat
sabun, dan jenis sabun yang diminati oleh konsumen, khususnya untuk
merawat wajah. Dan dari hasil survey tersebut diketahui bahwa jenis sabun
transparan untuk wajah sangat diminati oleh pada konsumen. Berdasarkan hasil
survey tersebut, dapat disimpulkan bahwa sabun transparan lebih menarik dan
banyak peminatnnya. (18)
Kulit merupakan salah satu bagian terpenting dari tubuh manusia yang
berfungsi untuk melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun
mekanik, gangguan panas, dingin, kuman dan bakteri. Kulit adalah organ
tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup
manusia. Kulit dikelompokkan menjadi 5 jenis, yaitu: kulit normal, kombinasi,
berminyak, kering, dan sensitif. Produksi minyak berlebih pada kulit
mengakibatkan kotoran dan debu mudah menempel kemudian menutupi pori-
pori dan menimbulkan komedo juga jerawat yang disebabkan oleh bakteri atau
jamur (4)JURNAL.
Kekeringan kulit merupakan masalah bagi jutaan orang dan seringkali
menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan stres psikologis. Gejala klinis kulit
kering di antaranya permukaan kulit terasa kencang dan kaku, kasar, kusam,
bersisik, gatal, kemerahan bahkan nyeri. Kulit kering terutama
menggambarkan abnormalitas pada stratum korneum epidermis. Sebenarnya
belum ada definisi yang dapat diterima secara internasional tentang kulit
kering. Karena kulit kering hanyalah kurangnya air hanya pada 2-3 lapis
permukaan stratum korneum, tetapi pada bagian bawahnya tetap normal Pada
kondisi normal, stratum korneum mengandung sekitar 30% air. Kulit kering
ditandai dengan menurunnya kapasitas retensi air pada stratum korneum
dengan kandungan air kurang dari 10%, pada keadaan ini fungsi kulit akan
terganggu dan kulit menjadi dehidrasi (5) JURMAL
Sabun wajah sebagai kebutuhan utama untuk membersihkan kulit wajah
dari debu, minyak dan sisa-sisa kosmetik, melindungi kulit dari paparan sinar
matahari, mencegah timbulnya jerawat dan mengontrol pengeluaran minyak di
wajah. Sabun juga termasuk produk kecantikan yang harganya terjangkau
untuk semua kalangan. Ditambah lagi adanya trend “back to nature” sehingga
masyarakat lebih memilih barang-barang yang terbuat dari alam. Hal inilah
yang melatar belakangi dilakukakannya penulisan makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa komponen sediaan sabun wajah untuk kulit kering dan bagaimana rancangan
formulasi sediaan sabun wajah untuk kulit kering?
2. Bagaimana pengadaan barang dan alurnya?
3. Bagaimana memproduksi sediaan sabun wajah untuk kulit kering yang baik ( alur ,
proses produksi , evaluasi , pengemasan, penyimpanan dan distribusi)

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui komponen sediaan sabun wajah untuk kulit kering dan bagaimana
rancangan formulasi sediaan sabun wajah untuk kulit kering
2. Untuk mengetahui pengadaan barang dan alur sediaan sabun wajah untuk kulit kering
3. Untuk mengetahui cara memproduksi sediaan sabun wajah untuk kulit kering yang baik (
alur , proses produksi , evaluasi , pengemasan, penyimpanan dan distribusi)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. TINJAUAN PUSTAKA
a. Produk sediaan , karakteristik sediaan … yang baik
b. CPOB, CPOTB / Lainnya sesuai dengan soal
c. Pengadaan, sarpras , sdm,
d. Produksi : alur, proses , evaluasi, pengemasan dan penyimpanan
e. Distribusi/ pemasaran dll
f.
2.1 Pengertian Dan Kegunaan Sabun
2.1.1 Pengertian Sabun
Sabun adalah garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal dari
minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang digunakan sebagai pembersih
dapat berwujud padat (keras), lunak dan cair. Dewan Standarisasi Nasional
menyatakan bahwa sabun adalah bahan yang digunakan untuk tujuan mencuci
dan mengemulsi, terdiri dari asam lemak dengan rantai karbon C12-C18 dan
sodium atau potassium (DSN, 1994).
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam
zat- zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air.
Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan
tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam
air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50 - 150) molekul
yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung- ujung ionnya yang
menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992).
Sabun wajah adalah sabun yang dikhususkan untuk membersikan wajah,
biasanya memiliki pH rendah atau mendekati pH normal kulit yakni 4.5 – 6.5
dan berisikan detergent yang lebih ringan. Sabun yang biasa kita gunakan
dibuat melalui reaksi saponifikasi dari minyak dan lemak dengan NaOH atau
KOH, atau memalui reaksi netralisasidari asam lemak yang dihasilkan
melalui pemisahan dari minyak dan lemak dengan NaOH atau KOH. (19)
2.1.2 Kegunaan Sabun
Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga
dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua
sifat sabun :
1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar
sehingga larut dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak.
2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung
anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak
lain. Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak
itu tidak dapat saling bergabung tetapi tersuspensi. (Ralph J.
Fessenden, 1992).
2.2 Keuntungan dan Kerugian sabun
2.2.1 Keuntungan sabun
2.2.2 Kerugian Sabun
2.3 Penggolongan Sabun Wajah Berdasarkan Bentuk
Sabun dapat digolongkan menjadi 3 kategori berdasarkan bentuknya,
yaitu:
1. Sabun padat
2. Sabun pasta
3. Sabun cair
Perbedaan ketiganya terletak pada jumlah dan tipe garam basanya. Sabun
padat lebih banak mengandung NaOH sebab garam natrium dari asam lemak
berbentuk padat dan garam kalium labih lembut. Sedangkan pada sabun pasta
dan sabun cair lebih banyak mengandung KOH. (22)
2.4 Sifat atau Karakteristik Sabun

2.5 Mekanisme Kerja Sabun


Sabun berfungsi untuk memindahkan kotoran dari permukaan kulit wajah.
Kotoran biasanya merupakan campuran dari bahan berlemak. Lemak dapat
berupa sebum yang dihasilkan oleh kulit dan bertindak sebagai pengikat
kotoran yang baik. Untuk membersihkan kotoran yang berupa minyak,
pembilasan dengan air saja tidak cukup. Dibutuhkan zat lain untuk
menurunkan tegangan antar muka antara minyak dan air, mengemulsi dan
mensuspensi kotoran hingga kotoran tercuci.(14)

Sabun mempunyai dua bagian polaritas yang berbeda, bagian rantai


karbon yang panjang merupakan bagian nonpolar (hidrofobik) dan bagian
garam karboksilat merupakan bagian polar (hidrofilik). Ketika sabun
digunakan untuk membersihkan kotoran, bagian nonpolar dari sabun
melarutkan bagian nonpolar dari lemak dan minyak dari kotoran sedangkan
bagian polar dari sabun melarutkan kotoran yang larut dalam air. Molekul
sabun melapisi minyak dan lemak dari kotoran, membentuk kelompok yang
disebut misel, kemudian bagian polar dari sabun membentuk misel menjadi
polar, mengemulsi misel tersebut di dalam air. Hasilnya globul-globul kecil
dari minyak dan lemak terlapisi molekul sabun kemudian tertarik ke dalam air
dan bagian tersebut dapat tercuci. (11, 14)

2.6 Bahan Baku Pembuatan Sabun Komponen Sabun


a. Bahan Utama (20)
1. Basa Natrium Hidroksida (NaOH)

Senyawa alkali merupakan garam terlarut dari logam alkali


seperti kalium dan natrium. Alkali digunakan sebagai bahan kimia yang
bersifat basa dan akan bereaksi serta menetralisir asam. Alkali yang
umum digunakan adalah NaOH atau KOH. NaOH banyak digunakan
dalam pembuatan sabun padat karena sifatnya yang tidak mudah larut
dalam air (Rohman, 2009).
NaOH berwarna putih, massa lebur, berbentuk pelet, serpihan
atau batang atau bentuk lain. Sangat basa, keras, rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat
menyerap karbondioksida dan melembab. NaOH membentuk basa kuat
bila dilarutkan dalam air. Senyawa ini sangat mudah terionisasi

membentuk ion natrium dan hidroksida (Rahayu, 2012).


Gambar 1. NaOH Padatan
NaOH atau kaustik soda adalah senyawa alkali dengan berat
molekul 40 yang berbentuk padat dan berwarna putih, dapat
mengakibatkan iritasi pada kulit. Senyawa NaOH larut dalam air dan
bersifat basa kuat, mempunyai sifat fisika dan kimia sebagai berikut:
Tabel 4. Sifat-sifat Fisika dan Kinia NaOH
Karakteristik Nilai
Warna Putih
Massa molar 39,9971 gr/mol
Densitas dan fase 2,1 gr/cm3, padatan dan liquid
Bentuk Pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%
Titik leleh 318oC (591oK)
Titik didih 1360oC (1663oK)
Sumber : Perry’s Chemical Engineers’ Handbook

Kristal NaOH merupakan zat yang bersifat hidroskopis sehingga


harus disimpan pada tempat yang tertutup rapat untuk mengurangi
konsentrasi basa yang diperlukan (Kamikaze, 2002).
NaOH merupakan salah satu jenis alkali, baik KOH ataupun NaOH
harus dilakukan dengan takaran yang tepat. Apabila terlalu pekat atau lebih,
maka alkali bebas tidak berikatan dengan trigliserida atau asam lemak akan
terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Sebaiknya
apabila terlalu encer atau jumlahnya terlalu sedikit, maka sabun yang
dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas yang tinggi, asam lemak
bebas pada sabun dapat mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran pada
saat sabun digunakan (Kamikaze, 2002).
Jumlah NaOH yang digunakan untuk pembuatan sabun bervariasi,
tergantung konsentrasi yang diujicobakan dan banyaknya sampel yang
digunakan. Adapun jumlah NaOH yang pernah digunakan antara lain:
a. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 45% dalam pembuatan
sabun menggunakan campuran lemak abdomen sapi (tallow) dan
curd susu (Kamikaze, 2002).
b. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 30% dalam pembuatan
sabun transparan madu (Qisti, 2009).
c. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 30% dalam pembuatan
sabun transparan (Erliza, 2009 )
d. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 30% dalam sifat
organoleptik pada sabun transparan dengan penambahan madu
(Sinatya, 2009).

Kristal NaOH merupakan zat yang bersifat hidroskopis sehingga


harus disimpan pada tempat yang tertutup rapat untuk mengurangi
konsentrasi basa yang diperlukan (Kamikaze, 2002).
NaOH merupakan salah satu jenis alkali, baik KOH ataupun NaOH
harus dilakukan dengan takaran yang tepat. Apabila terlalu pekat atau lebih,
maka alkali bebas tidak berikatan dengan trigliserida atau asam lemak akan
terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Sebaiknya
apabila terlalu encer atau jumlahnya terlalu sedikit, maka sabun yang
dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas yang tinggi, asam lemak
bebas pada sabun dapat mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran pada
saat sabun digunakan (Kamikaze, 2002).
Jumlah NaOH yang digunakan untuk pembuatan sabun bervariasi,
tergantung konsentrasi yang diujicobakan dan banyaknya sampel yang
digunakan. Adapun jumlah NaOH yang pernah digunakan antara lain:
a. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 45% dalam pembuatan
sabun menggunakan campuran lemak abdomen sapi (tallow) dan
curd susu (Kamikaze, 2002).
b. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 30% dalam pembuatan
sabun transparan madu (Qisti, 2009).
c. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 30% dalam pembuatan
sabun transparan (Erliza, 2009 )
d. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 30% dalam sifat
organoleptik pada sabun transparan dengan penambahan madu
(Sinatya, 2009).

e. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 31% dari pembuatan sabun


transparan dari VCO (Usmania, 2012).
f. Penggunaan NaOH 50 % dalam pembuatan sabun padat dari
minyak goreng bekas (Dalimunthe, 2009).
g. Penggunaan NaOH 30% dalam pembuatan sabun padat dari lemak
abdomen sapi (Tallow) (Rahayu, 2012).

2.1.2. Air
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O. Satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom
oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada
kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15
K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang
memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti
garam- garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul
organik (Wenang, 2010).
Dalam pembuatan sabun, air yang baik digunakan sebagai pelarut
yang baik adalah air sulingan atau air minum kemasan. Air dari PAM
kurang baik digunakan karena banyak mengandung mineral (Wenang,
2010).
2. Lemak, asam lemak dan minyak

Lemak abdomen sapi (tallow) dapat dijadikan bahan baku pembuatan sabun
karena mengandung minyak/lemak. Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang
memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Perbedaan antara minyak dan lemak
adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada
temperatur ruang, sedangkan lemak akan berwujud padat (Rohman, 2009).
Tallow merupakan lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging sebagai hasil samping. Tallow berwujud padat pada suhu
kamar dan berwujud cair pada suhu 64oC. Tallow digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun dalam jumlah besar dibandingkan dengan lemak hewani
lainnya. (Kamikaze, 2002).
Tallow dapat diperoleh dengan cara memanaskan lemak sapi, kerbau, atau
kuda. Tallow diklasifikasikan oleh American Institute of Meat Oakers (AIMP)
berdasarkan parameter warna, titer, persen Free Fatty Acid (FFA) dan Moisture
Insoluble and Unsaponifiable (MIU). Kandungan FFA pada bahan baku
mengindikasikan tingkat hidrolisis atau pemutusan rantai trigliserida. Jumlah FFA
yang tinggi biasanya berwarna lebih gelap dan menghasilkan sabun mandi yang
lebih gelap pula (Kirk, 1954 dalam Kamikaze, 2002). Jenis-jenis lemak pada
tallow dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-Jenis Asam Lemak pada Tallow


Asam Lemak Jumlah (%)
Oleat 37-43
Palmitat 24-32
Stearat 20-25
Miristat 3-6
Linoleat 2-3
Sumber : Kamikaze (2002)

Nilai titer dari bahan baku juga merupakan faktor penting dalam
menentukan kualitas bahan baku dan akan mempengaruhi kualitas sabun
yang dihasilkan. Nilai titer adalah titik beku dari campuran asam lemak
atau suhu maksimum yang mampu diterima asam oleh pemanasan
kristalisasi ketika sebuah sampel dengan ukuran tertentu dipadatkan pada
kondisi spesifik. Lemak yang mengandung titer diatas 40oC termasuk ke
dalam tallow, sedangkan lemak dengan nilai titer yang lebih rendah dari
40oC dinamakan grease. (Kirk, 1954 dalam Kamikaze 2002).

b. Lemak dan minyak dari tumbuhan

2.2. Sifat Fisik dan Kimia Bahan Pembuat Sabun

2.2.1. Asam Lemak


Secara kimiawi, minyak dan lemak dapat mengalami hidrolisis dan
oksidasi yang dapat menyebabkan kerusakan akibat adanya sejumlah air dan
kontak dengan udara. Hal ini tentunya harus dihindari untuk menjaga
kualitas minyak atau lemak agar tetap baik (Dalimuthe, 2009).
Minyak dan lemak mengandung asam lemak dan trigliserida yang
dapat digunakan dalam pembuatan sabun. Asam lemak merupakan asam
lemah, yang di dalam air akan terdisosiasi sebagian. Sementara trigliserida
merupakan komponen utama minyak dan lemak yang terdiri dari kombinasi
berbagai macam asam lemak yang terikat dengan gugus gliserol disebut
asam lemak bebas. (Zulfikar, 2010).
Asam lemak terdiri dari dua bagian, yaitu yaitu gugus hidroksil dan
rantai hidrokarbon yang berikatan dengan gugus karboksil. Asam lemak
juga merupakan komponen minyak/lemak yang digunakan untuk
pembuatan sabun. Umumnya asam lemak berfase cair atau padat pada suhu
ruang (27°C) (Zulfikar, 2010). Semakin panjang rantai karbon
penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga

DDD semakin sukar larut. Asam lemak dapat bereaksi dengan senyawa lain
membentuk persenyawaan lipida (Kamikaze, 2002).
Persenyawaan lipida tersebut sering dijumpai di dalam tubuh
organisme yang memiliki fungsi khusus dalam penyusunan sel organisme,
dimana lemak termasuk dalam golongan lipid netral begitu juga dengan
minyak. Asam lemak dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan
ikatan rangkapnya, yaitu asam lemak jenuh (saturated) dan asam lemak
tidak jenuh (unsaturated). Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak
memiliki ikatan rangkap, sedangkan asam lemak tidak jenuh memiliki satu
ikatan rangkap atau lebih. Asam lemak tidak jenuh yang memiliki satu
ikatan rangkap dinamakan Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) dan
asam lemak tidak jenuh yang memiliki dua atau lebih ikatan rangkap
dinamakan Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) (Kamikaze, 2002).
Tabel 2. Persentase Komposisi Kimia dari Minyak dan Lemak
yang Umumnya Digunakan dalam Sabun
Palm
Coconut Palm
Asam Lemak Kernel Tallow
Oil Stearine
Oil
Asam Kaprilat 5–9 3–5 - -
Asam Kaprat 6 – 10 3–7 - -
Asam Laurat 44 – 52 40 – 52 0.1 – 0.4 0.2
Asam Miristat 13 – 19 14 – 18 1.2 – 1.3 2–8
Asam Palmitat 8 – 11 7–9 52 – 58 24 – 37
Asam Stearat 1–3 1–3 4.8 – 5.3 14 – 19
Asam Oleat 5–8 11 – 19 27 – 32 40 – 45
Asam Linoleat 2 2 6.6 – 8.2 3 -4
Sumber : (Iftikhar Ahmad, 1981)

Setiap jenis asam lemak memberikan sifat yang berbeda dalam sabun
yang terbentuk. Asam laurat dan palmitat dapat ditemukan pada minyak
kelapa dan minyak kelapa sawit yang merupakan bahan baku yang biasa
digunakan dalam pembuatan sabun. Asam oleat dan stearat yang ditemukan
dominan pada minyak atau lemak hewani, dan memberikan sifat
melembabkan (moisturizing). Asam palmitat dan stearat memberikan sifat
mengeraskan/ memadatkan sabun dan menghasilkan busa yang stabil dan
lembut (Kamikaze, 2002). Pengaruh jenis asam lemak terhadap sifat sabun
yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan


Asam Lemak Sifat yang Ditimbulkan pada Sabun
Asam Laurat Mengeraskan, membersihkan, menghasilkan busa, lembut
Asam Linoleat Melembamkan
Asam Miristat Mengeraskan, membersihkan, menghasilkan busa, lembut
Asam Oleat Melembabkan
Asam Palmitat Mengeras, menstabilkan busa
Asam Melembabbkan, menghasilkan busa yang stabil dan
Ricinoleat Lembut
Asam Stearat Mengeras, menstabilkan busa
Sumber : Cavitch dalam Kamikaze (2002)

b. Bahan tambahan
Zat aditif yang paling umum ditambahkan dalam pembuatan sabun
adalah parfum, pewarna, dan garam (NaCl). Parfum merupakan bahan
yang ditambahkan dalam suatu produk kosmetika khususnya untuk sabun
wajah dan sabun badan dengan tujuan menutupi bau yang tidak enak serta
untuk memberikan wangi yang menyenangkan terhadap pemakainya.
Jumlah yang ditambahkan tergantung selera, tetapi biasanya 0,05% hingga
2% untuk campuran sabun. Sedangkan pewarna digunakan untuk membuat
produk lebih menarik (Utami, 2009). NaCl merupakan komponen kunci
dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir
sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun
dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya
berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk
memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami
pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan
sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan
magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas (Wenang, 2010).
1.Pewangi dan Pewarna
Parfum merupakan bahan yang ditambahkan dalam suatu produk
kosmetik dengan tujuan menutupi bau yang tidak enak dari bahan lain
dan untuk memberikan wangi yang menyegarkan tergadap pemakainya.
Jumlah parfum yang ditambahkan tergantung selera tetapi biasanya 0,05-
2 % untuk campuran sabun. Sedangkan pewarna digunakan untuk
membuat produk yang lebih menarik (Utami, 2009).
2. Gliserin Monostearat (GMS)
GMS merupakan bahan pengemulsi alami yang terbentuk dari gliserol
dan asam stearat. Selain digunakan sebagai bahan aditif dalam makanan,
GMS juga digunakan dalam produk kosmetika dan perawatan rambut.
Penggunaan GMS dapat menghasilkan emulsi yang stabil tanpa
meninggalkan bekas licin atau berminyak. Bila bahan ini sulit dicari
dapat digantikan dengan CMC (Carboxy Methyl Celulose) (Utami,
2009).
3. Surfaktan
Bahan ini mempunyai kemampuan mengikat dan mengangkat
kotoran. Dari surfaktan inilah sabun dapat menghasilkan busa. Bahan
yang biasa digunakan adalah Emal TD, Emal 20 C, Texhapon, dan lain –
lain (Utami, 2009).
2.2 Evaluasi Sediaan Sabun
2.7.1 Evaluasi Fisik
2.7.2 Evaluasi Kimia
2.7.3 Evaluasi Biologi

2.1.1 Metode Pembuatan Sabun


Pada umumnya metode pembuatan sabun dapat dibagi menjadi 2, yaitu reaksi
penyabunan (saponifikasi) dan reaksi netralisasi. Pada reaksi saponifikasi prinsipnya
yaitu tersabunkannya asam lemak dengan alkali , baik asam lemak yang terdapat dalam
keadaan bebas atau asam lemak yang terikat sebagai minyak atau lemak (gliserida)
dengan cara minyak dan lemak direaksikan dengan alkali menghasilkan sabun dan
gliserin. Pada reaksi netralisasi, sabun dihasilkan oleh reaksi asam lemak langsung
dengan alkali. (21)
a. Reaksi saponifikasi
b. Reaksi netralisasi

Metode pembuatan sabun ada beberapa cara, antara lain:


a. Metode panas (full-boiled)
Metode ini menghasilkan dasr sabun melalui beberapa proses, yaitu
penyabuanan (saponifikasi), penggaraman (salting-out), pencucian
dan penyempurnaan. Pertama campuran minyak dan lemak di
tempatkan pada wadah yang besar dan dipanaskan. Tambahkan
larutan NaOH yang akan bereaksi dengan minyak dan lemak

menjadi asam lemak dan gliserin, kemudian asam lemak akan


bereaksi dengan NaOH membentuk asam lemak natrium (sabun) dan
gliserin yang bercampur dengan air. Setelah reaksi saponifikasi
selesai, tambahkan garam atau larutan garam yang sudah jenuh,
sambil diaduk terus untuk menghilangkan air, proses ini disebut

penggaraman.
Setelah itu pemanasan dan pengadukan dihentikan dan campuran
didiamkan untuk beberapa jam atau beberapa hari. Akan terbentuk
dua lapisan, lapisan atas adalah sabun dan bagian bawah adalah sisa
sabun, yaitu campuran garam, kelebihan NaOH, gliserin, kotoran
dan larutan air. (21)
b. Metode setengah panas (semi-boiled)
Metode ini hampir sama dengan metode panas, tetapi dalam metode
ini hanya dilakukan dua proses yaitu penyabunan (saponifikasi) dan
penggaraman (salting- out). Banyak sekali jenis minyak yang dapat
dibuat sabundengan proses ini. Penyabunan atau
tersabunkannyaminyak dilakukan pada panic yang berukuran besar,
yang dipasang dalam sebuah tungku pembakaran. Hal ini membantu
dalam proses pemanasan secara keseluruhan dari bahan yang
terdapat dalam panic dijaga pada 80 oC. Larutan alkali ditambahkan
secara perlahan-lahan ke dalam minyak. Hal ini dilakukan untuk
mencegah masa agar tidak menggumpal, keadaan tersebut dijaga
supaya proses reaksi penyabunan tidak terlalu cepat dan pada saat
bahan-bahan di dalam panel mendidih tidak meluap. Pendidihan
akan berlangsung perlahan dan menghasilkan massa yang bergolak,
pangadukan wajid dilakukan untuk menghasilkan masa yang
sempurna. Alkali ditambahkan pada saat tidak terlalu mendidih, hal
ini dilakukan agar proses penyabunan sempurna. Air ditambahkan
dalam jumlah yang sedikit ke dalm masa untuk menganti kekurang
pada saat proses penguapan menjelang akhir pendidihan.
Masssatersebut dituang kedalam cetakan, dikeluarkan setelah
mengeras, dipotong-potong dan dikemas. (20)
c. Metode dingin (suhu kamar)
Proses saponifikasin dari minyak kelapa tersadi sangat mudah. Pada
proses ini dasar panic yang silinder, bulat atau datar bisa digunakan
untuk mendukung proses reaksi. Pengadukan juga bisa digunakan,
tetapi harganya lebih mahal. Campuran minyak yang ada di panic
kemudian dipanaskanuntuk menjadikannya bentuk cairan
(temperature dari campuran ini pada suhu 40-50o c). Kemudian
larutan alkali secara perlahan-lahan ditambahkan ke campuran
tersebut dengan pengadukan yang terus menerushingga terbentuk
massa sabun. Campuran tersebut secara spontan akan memanas.
Massa yang panas ini dituang ke dalamcetakan harus cepat sebelum
mengeras. Massa yang dingin kemudian dikeluarkan dari cetakan
lalu dipotong
potong sesuai bentuk yang diinginkan lalu dikemas. Pada metode
ini jumlah minyak dan alkali harus diperhtiungkan.
Perbandingan antara lemak dan minyak dengan alkali biasanya
2:1. (20)

2.8 Pembuatan Sediaan Sabun Wajah Untuk Kulit Kering


2.9 Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik (CPKB)
Tujuan dibuatnya aturan berupa “Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik”
adalah untuk menjaga segala proses dari pembuatan kosmetik sehingga
dihasilkan kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat. Prinsip yang
digunakan dalam peraturan atau standar ini adalah untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang baik dari sisi kimia, fisika maupun mikrobiologi dan
konsistensi produk terjamin baik keamanan, mutu dan manfaatnya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa faktor yang paling utama
untuk membuat produk kosmetika yang baik sangat bergantung pada bahan
baku yang digunakan. Pada CPKB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
mencakup persyaratan bahan baku dengan beberapa parameter: kimiawi,
fisika dan kemurnian mikroba.

Beberapa persyaratan bahan baku:


a. Perlindungan dari kontaminasi mikroba selama transportasi,
penyimpanan, dan produksi.
b. Memastikan kondisi esensial manufaktur kosmetik dengan
memungkinkan kemungkinan mikroba hanya 10 CFU (coloni forming
unit) per gram.
c. Memastikan kompatibilitas bahan baku dengan pengemas
d. Wadah yang digunakan dapat diidentifikasi dengan jelas dan memiliki
informasi berikut: nama produk,nomor batch, nomor item, berat kotor
(gross) dan bersih.
Pokok-pokok CPKB di Indonesia tercantum di dalam Keputusan
DeputiBidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen, No.HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik. Hal-hal yang menjadi perhatian di dalam pedoman
CPKB yaitu sistem manajemenmutu, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi
dan higiene, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, internal audit,
penyimpanan, kontrak produksi dan analisis, penanganan keluhan serta
penarikan produk.
Dalam pembuatan suatu produk kosmetik yang baik, maka proses yang
baik perlu diperhatikan. Proses yang baik bukan hanya tentang proses kerja
saja tetapi juga harus memperhatikan pemilihan formula yang tepat hingga
kontrol kualitas. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar
untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia
Internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era
globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk
kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain.

2.9.1 Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) yang Ditetapkan


oleh Pemerintah
1. Ketentuan Umum
a. Pada pembuatan kosmetik, pengawasan menyeluruh sangat
esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima
kosmetik yang bermutu tinggi dan aman digunakan.
b. Tidaklah cukup jika produk jadi kosmetik hanya sekedar
lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang sangat penting
adalah bahwa mutu harus dibentuk dalam produk tersebut.
2. Personalia
Jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah memadai
serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai
tugasnya. Mereka hendaklah juga memiliki kesehatan mental dan
fisik yang baik, sehingga mampu melaksanakan tugas secara
profesional dan sebagaimana mestinya.
3. Bangunan
Bangunan untuk pembuatan kosmetik hendaklah memiliki
ukuran, rancangan, konstruksi, serta letak yang memadai untuk
memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan, dan pemeliharaan
yang baik. Tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga setiap
resiko kekeliruan, pencemaran silang, dan pelbagai kesalahan lain
yang dapat menurunkan mutu kosmetik dapat dihindarkan
4. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan kosmetik
hendaklah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat,
sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk kosmetik terjamin
seragam dari batch ke batch, serta untuk memudahkan
pembersihan dan perawatannya.
5. Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah
diterapkan pada setiap pembuatan kosmetik. Ruang lingkup
sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan
perlengkapan,bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang
dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber
pencemaran hendaklah dihilangkan melalui program sanitasi dan
higiene yang menyeluruh dan terpadu.
6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan, yang dapat menjamin produksi barang jadi
yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara
pembuatan kosmetik yang baik agar tiap kosmetik yang dibuat
memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua
unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk
menghasilkan kosmetik yang bermutu mulai dari saat kosmetik
dibuat sampai distribusi kosmetik. Untuk keperluan itu, harus ada
suatu bagian pengawasan mutu yang berdiri sendiri
8. Inspeksi diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk melaksanakan penilaian
secara teratur tentang keadaan dan kelengkapan fasilitas pabrik
kosmetik dalam memenuhi persyaratan cara pembuatan kosmetik
yang baik
9. Penanganan terhadap hasil pengamatan, keluhan dan laporan
kosmetik yang bereda
2.9.2 Aspek-Aspek Panduan CPKB
a. Sistem Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu merupakan penjelasan struktur
organisasi, tugas dan fungsi, tanggungjawab, prosedur, instruksi,
proses dan sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu.
Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan
pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda
dan tidak ada keterkaitan tanggung jawab satu dengan lainnya.
b. Personalia
Personalia yang dimaksud adalah mengenai ketenaga
kerjaan. Tenaga kerja yang baik harus mempunyai pengetahuan,
pengalaman, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan
tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup.
c. Banguan dan Fasilitas
Persyaratan Gedung Produksi:
1. Tempat produksi harus berbeda dari daerah penyokong
seperti gudang, pembuangan, dll.
2. Permukaan di area produksi harus rata sehingga mudah dan
efektif dibersihkan dan didisinfeksi.
3. Jendela dan pintu yang ada haruslah dalam keadaan tertutup
untuk menghindari debu, tanah, burung, rodent (binatang
pengerat semisal tikus), insekt (serangga, dll. Sistem ventilasi
eksternal haruslah cocok dengan filter yang tepat dan
diinspeksi secara rutin berkala.
4. Untuk hampir keseluruhan area produksi, perhitungan
mikroba yang diterima adalah kurang dari 500 cfu/m3.
5. Sistem ventilasi pada tangki penyimpanan, dianjurkan untuk
menggunakan filter yang tidak permeabel terhadap debu dan
mikroorganisme. Sebagai tambahan, drum dan kontainer-
kontainer kecil pada area filling harus dilindungi dari debu
dan tanah selama penyimpanan dan proses filling
berlangsung.
6. Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai,
dirancang, dibangun dan dipelihara sesuai kaidahnya yaitu
mencegah kontaminasi silang dari lingkungan sekitarnya dan
juga hama.

d. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan kosmetik
hendaklah memiliki rancang bangun yang tepat, ukuran memadai
dan sesuai dengan ukuran bets yang dikehendaki. Peralatan tidak
boleh bereaksi dengan produk, mudah dibersihkan, serta diletakan
pada posisi yang tepat, sehingga terjamin keamanan dan
keseragaman mutu produk yang dihasilkan serta aman bagi
personil yang mengoperasikan.
e. Sanitasi dan Higiene
Ruang lingkup sanitasi dan higiena meliputi personalia,
bangunan, bahan awal, lingkungan, bahan pembersih dan sanitasi.
Pelaksanan pembersihan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Pembersihan rutin
2. Pembersihan dengan lebih teliti menggunakan banyuan bahan
pembersih dan sanitasi
3. Pembersihan dalam rangka pemeliharan
f. Produksi
1. Persyaratan bahan baku dan penyimpanannya
Area penyimpanan haruslah bersih dan kering dan
bahan yang disimpan haruslah dapat diidentifikasi dengan
jelas. Panduan CPKB juga mengindikasikan bahwa bahan
yang dikarantina dan yang dikeluarkan haruslah dipisahkan
dan diberi label.
2. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan jaminan konsistensi
mutu produk kosmetik yang dihasilkan, yang meliputi antara
lain pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan, pengujian
dan program pemantauan lingkungan, tinjauan dokumentasi
bets, dan pemantauan mutu produk di peredaran.Bila belum
tersedia fasilitas uji, dapat dilakukan pengujian dengan
menunjukan laboratium yang terakredetasi.
3. Dokumentasi riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal
sampai produk jadi, spesifikasi bahan baku dan bahan
pengemas, spesifikasi produk ruahan dan produk jadi,
dokumen produksi yang meliputi dokumen induk, catatan
pembuatan bets, catatan pengawasan mutu. Dokumen yang
jelas dapat mencegah kesalahan yang mungkintimbul dari
komunikasi lisan ataupun yang tertulis dengan bahasa sehari-
hari.
4. Audit internal adalah kegiatan penilaian dan pengujian
seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian
mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu.
Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor
profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajemen
untuk keperluan ini.
5. Untuk produk yang dikarantina, diluluskan, ditolak dan
dikembalikan harus diberi batas yang jelas. Pemisahan ini
dapat berupa sekat, tali dan rantai, penandaan jalur pada tali
dan sebagainya yang berfungsi sebagai sekat.
6. Penanganan keluhan harus ada prosedur tertulis yang
menerangkan tindakan yang harus diambil termasuk perlunya
tindakan penarikan kembali (recall) dan harus dicatat secara
rinci lengkap dengan hasil penyelidikannya.
7. Penarikan produk adalah proses eleminasi produk dari semua
jaringan distribusi yang dilakukan oleh perusahan yang
bertanggung jawab menempatkan produk dipasar.Penarikan
produk dapat disebabkan karena
a. Cacat kualitas estetika adalah cacat yang secara langsung
tidak membahayakan konsumen tetapi harus ditarik dari
peredaran , misalnya kerusakan label.
b. Cacat kualitas tekhnik produksi adalah cact kualitas yang
menimbulkan risiko yang merugikan konsumen , misalmya
salah isi, salah kadar atau salah label.
c. Reaksi yang merugikan, reksi yang merugikan dari produk
jadi adalah reaksi yang menimbulkan resiko serius terhadap
kesehatan atau terjadi peningkatan frekwensi efeksamping
produk jadi yang dikeluhkan.

2.10 Alur Perizinan


Direktur Jenderal
Permohonan Izin

Pengajuan

Tembusan:
-Kepala Badan POM
-Kepala Dinas Kesehatan
-Kepala Balai Setempat

Pemeriksaan

Administratif: Pemenuhan CPKB:


KP2TSP (Kantor Pelayanan Balai POM Setempat
Perijinan
Rekomendasi ke Derektur Terpadu Satu Pintu)
Jenderal pada Kementrian
Kesehatan di Bidang
Kefarmasian dan Alkes Analisis Hasil Pemeriksaan disampaikan
ke Kepala Badan POM
Tembusan ke: Tembusan: Kepala Dinas Kesehatan
Kepala Badan POM dan Direktur Jenderal
Kepala Balai POM Setempat
Kepala Dinas Kesehatan Direktur Jendral: Menyetujui, Menunda
Rekomendasi ke Direktur
Provinsi atau Menolak Izin Produksi
JendralTimekine 21 Hari Kerja

Anda mungkin juga menyukai