Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRE PRAKTIKUM BIOKIMIA

‟ SAPONIFIKASI ”

Dosen Pengampu : Edy Fachrial. S.Si., M.Si.

OLEH :
NAMA : RICKY MARTINO
NIM : 213307030060
KELOMPOK : 1 REGULER B

FAKULTAS KEDOKTERAN, KEDOKTERAN GIGI


DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sabun adalah surfaktan atau campuran surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci
dan membersihkan lemak (kotoran). Sabun memiliki struktur kimiawi dengan panjang
rantai karbon C12 hingga C16. Sabun bersifat ampifilik, yaitu pada bagian kepalanya
memiliki gugus hidrofilik (polar), sedangkan pada bagian ekornya memiliki gugus
hidrofobik (non polar). Oleh sebab itu, dalam fungsinya, gugus hidrofobik akan mengikat
molekul lemak dan kotoran, yang kemudian akan ditarik oleh gugus hidrofilik yang dapat
larut di dalam air Kandungan zat-zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai
dengan sifat dan jenis sabun. Larutan alkali yang biasa digunakan pada sabun keras (sabun
padat) adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa digunakan pada sabun
lunak (sabun cair) adalah Kalium Hidroksida (KOH).

Penggunaan sabun dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak asing lagi, terutama sesuai
dengan fungsi utamanya yaitu membersihkan kotoran/noda. Berbagai jenis sabun
ditawarkan dengan beragam bentuk, mulai dari sabun cuci (krim dan bubuk), sabun mandi
(padat dan cair), sabun tangan (cair) serta sabun pembersih peralatan rumah tangga (krim
dan cair). Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak
alami. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion.
Bagian hidrokarbon bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung
ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Adanya dua gugus tersebut menyebabkan sabun
bertindak sebagai agen pembersih ditunjukkan dengan menurunnya tegangan permukaan
saat kotoran atau minyak berinteraksi dengan sabun sebagai akibat teremulsinya kotoran
maupun minyak.

Proses yang dilakukan dalam pembuatan sabun disebut sebagai saponifikasi. Reaksi
saponifikasi merupakan proses pembuatan sabunyang berlangsung dengan mereaksikan
asam lemak dengan alkali yang menghasilkan sintesis dari air serta garam karbonil. Produk
yang dihasilkan dalam proses saponifikasi adalah sabun dan gliserin. Proses saponifikasi
diperlukan basa mineral untuk menghidrolisis senyawa ester ataupun asam lemak yang
umumnya menggunakan NaOH atau KOH.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Untuk mengetahui dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di
laboratorium
2. Untuk mengetahui sifat dan jenis sabun dalam saponifikasi
3. Untuk mengetahui hal-hal yang dibutuhkan untuk membuat sabun
4. Untuk mengetahui kondisi dan bahan yang tepat untuk membuat sabun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sabun merupakan salah satu produk yang tidak asing lagi dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari. Sabun memiliki aroma yang menyegarkan dan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk
membersihkan tubuh dari kotoran yang biasanya disebabkan oleh bakteri dan jamur pada
berbagai aktivitas yang dilakukan manusia. Proses yang dilakukan dalam pembuatan sabun
disebut sebagai saponifikasi.
Reaksi saponifikasi merupakan proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan
mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan sintesis dari air serta garam
karbonil. Produk yang dihasilkan dalam proses saponifikasi adalah sabun dan gliserin. Proses
saponifikasi diperlukan basa mineral untuk menghidrolisis senyawa ester ataupun asam lemak
yang umumnya menggunakan NaOH atau KOH.
Basa yang berlebih dari standar dapat menyebabkan daya absorbansi kulit meningkat sehingga
kulit menjadi iritasi. Proses saponifikasi dapat dimanfaatkan untuk membuka pori-pori busa
geopolimer sel dengan luas permukaan spesifik yang relatif tinggi.
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi saponifikasi, yaitu rasio reaktan dan
waktu pembentukan. Penggunaan rasio reaktan yang tidak tepat akan menghasilkan sabun
yang tidak sesuai dengan tetapan standar yang mana hal ini dapat dilihat dari nilai asam lemak
atau alkali bebas sabun. Sementara itu, waktu pengadukan yang dilakukan juga akan
mempengaruhi kesempurnaan proses saponifikasi yang berlangsung. Dalam kehidupan sehari-
hari reaksi saponifikasi digunakan untuk membuat sabun dengan cara mereaksikan minyak
atau lemak dengan basa.
Sabun merupakan garam alkali karboksilat (R-COONa) dari asam lemak terutama
mengandung garam C-16 (asam palmiat) dan C-18 (asam stearat) yang dihidrolisis secara
sempurna dalam larutan NaOH atau KOH. Gugus R pada sabun bersifat hidrofobik karena
bersifat non polar dan COONa bersifat hidrofilik (polar). Sabun merupakan salah satu
surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan air sehingga larutan sabun dapat masuk
ke dalam serat menghilangkan dan mengusir kotoran serta minyak.
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan
tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Masing-masing
lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C 16
(asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak
jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan
natrium hidroksida membebaskan gliserol.
Sifat-sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam-
asam lemak yang digunakan. Komposisi asam-asam lemak yang sesuai dalam pembuatan
sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang
kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaannya karena dapat membuat iritasi pada kulit.
Sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sangat sukar
larut dan sulit menimbulkan busa. Bagian asam-asam lemak tak jenuh yang tinggi
menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan-alasan di atas, faktor
ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dapat dibuat menjadi sabun
terbatas.
Kegunaan sabun
Sabun memiliki kemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang
dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun:
1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut dalam zat
non polar, seperti tetesan-tetesan minyak.
2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion molekul-
molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak menolak antara
tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung terapi tersuspensi.

Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut reaksi asam lemak.
Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat sabun adalah natrium (NaOH) dan amonia
(NH4OH) sehingga rumus molekul selalu dinyatakan sebagai RCOONa, RCOOK atau
RCOONH4.
Proses pembuatan sabun dikenal dengan istilah saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi
hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah/kuat. Berikut merupakan reksi saponifikasi:

CH3COOH CH2OH

CHOCOR + 3NaOH 3RCOONa + CHOH

CH2OCOR CH2OH

Lemak Alkali Sabun Gliserol

Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami.
Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor
bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak)
dari badan atau pakaian [6]. Lemak atau minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani
ataupun nabati, lilin, maupun minyak ikan laut. Pada saat ini teknologi sabun telah
berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan
mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas
rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri.
Proses pembuatan sabun dikenal dengan istilah saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi
hidrolisis asam lemak oleh adanya basa (NaOH). Sabun terutama mengandung C12 dan C16
selain itu juga mengandung asam karboksilat. Saponifikasi merupakan reaksi antara
asam/lemak dengan basanya yang menghasilkan sabun dan gliserol merupakan produk
samping.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi saponifikasi yaitu:
1. Suhu

Dengan adanya kenaikan suhu maka partikel suatu zat akan bergerak semakin aktif sehingga
terjadi tumbukan antar partikel yang akan mempercepat proses reaksi.
2. NaOH atau Alkali yang ditambahkan

Jika konsentrasi basa yang ditambahkan terlalu pekat maka yang akan terjadi adalah emulsi
akan terpecah sehingga larutan tidak homogen. Tapi jika konsentrasi basa yang ditambahkan
terlalu encer akan memperlambat dari laju reaksi.
3. Pengadukan

Dengan adanya pengadukkan maka akan terjadi tumbukkan antar partikel yang akan
mempercepat reaksi.

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan
sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah
yang dikeringkan (kopra). minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi,
terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehinggga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang
menimbulkan bau tengik.
Minyak kelapa seperti halnya minyak nabati lainnya merupakan senyawa trigliserida, yang
tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% diantaranya merupakan asam lemak jenuh. Minyak
kelapa juga mengandung sejumlah kecil komponen bukan lemak seperti fosfatida, gum, sterol
(0,06 – 0,08%), tokoferol (0,003%), asam lemak bebas (< 5%), dan sedikit protein maupun
karoten. Sterol berfungsi sebagai stabilizer dan tokoferol sebagai antioksidan. Salah satu
pemanfaatan trigliserida dalam minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
transparan dengan penambahan larutan alkali.
Sabun yang banyak diminati masyarakat adalah sabun antiseptik yang dipercaya dapat
membersihkan dan melindungi kulit secara efektif, yang didukung oleh sifat antibakteri yang
dimilikinya. Pada umumnya zat antiseptik yang digunakan dalam sabun yaitu triclosan,
merupakan senyawa kimia yang bersifat sangat stabil. Dalam pembuatan sabun perlu alternatif
penambahan bahan antiseptik alami. Bahan antiseptik alami yang banyak ditemukan antara lain
minyak sereh merah dan ekstrak kemangi, yang bersifat antibakteri.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Prinsip
Berdasarkan reaksi saponifikasi, sabun terbentuk dari garam alkali dan asam lemak rantai
panjang yang bersumber dari minyak atau lemak. Kebanyakan sabun dibuat dengan jalan
penyabunan antara lain dengan suatu basa monovalen seperti natrium hidroksida dan
kalium hidroksida.

3.2 Alat
➢ Tabung reaksi
➢ Gelas ukur
➢ Beaker glass
➢ Pipet tetes
➢ Penangas air

3.3 Pereaksi
• NaOH 1 N
• HCl 1 N
• Alkohol 96 %
• Bensin

3.4 Sampel
• Minyak kelapa

3.5 Prosedur Kerja


a) Ditambahkan sebanyak 5 g minyak kelapa, dimasukkan dalam beaker glass 250
ml
b) Ditambahkan ±42 ml NaOH 1 N
c) Dipanaskan sambil diaduk sampai terbentuk sabun (terbentuk busa)
d) Ditambahkan 5 ml HCl 1 N, diamati
e) Dibagi menjadi 2 bagian, kedalam 2 tabung ditambahkan :
- Tabung 1 : 5 ML Bensin
- Tabung 2 : 5 ml alkohol 96% 18
f) Diamati pemisahan yang terjadi ( dengan penambahan bensin terbentuk tiga
lapisan sedangkan dengan penambahan alkohol 96 % terbentuk 2 lapisan)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Peletakkan bensin 5 ml peletakkan minyak kelapa 5 ml

Pemanasan minyak kelapa dan NaOH hingga berbusa hasil yang didapatkan

Hasil yang ditambahkan alcohol 96% 5 ml


4.2 PEMBAHASAN

Pada praktikum saponifikasi memiliki tujuan yaitu untuk mempelajari reaksi


saponifikasi. Dimana uji pertama adalah uji penyabunan yang bertujuan untuk
membuat sabun yang dimana Langkah nya pertama tama minyak kelapa
sebnayak 5 ml dimasukkan ke beaker glass lalu ditambahkan NaOH sebanyak
kurang lebih 42 ml dan dipanaskan sambal diaduk aduk hingga berbentuk busa.
Fungsi dilakukannya pemanasan dalam percobaan ini adalah untuk
mempercepat laju reaksi pada larutan tersebut.

Setelah uji penyabunan dilanjutkan dengan uji pereaksi saponifikasi


tujuannya untuk melihat pemisahan antara 3 lapisan atau 2 lapisan, sebelumnya
kami menjelaskan ap aitu uji saponifikasi, uji saponifikasi adalah reaksi
hidrolisis asam lemak/minyak oleh adanya basa kuat (NaOH atau KOH) atau
dikenal dengan larutan alkali (lye) sehingga menghasilkan sabun berupa garam
natrium dari asam lemak/minyak.

Uji saponifikasi di peroleh hasil bahwa terdapat 3 lapisan pada tabung reaksi
berisi bensin dan terdapat 2 lapisan pada tabung reaksi berisi alkohol. Bahan
pelarut/pereaksi yang digunakan dalam kegiatan praktikum uji saponifikasi ini
adalah bensin dan alkohol. Pada proses reaksi saponifikasi dengan penambahan
alkohol, terbentuk dua lapisan karena digunakan sebagai pelarut pada
pembuatan sabun transparan. Bersifat mudah larut dalam air dan lemak.

Reaksi antara alkohol dan asam karboksilat disebut ester. Lemak dan minyak
nabati merupakan dua tipe ester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat
dari alkohol dan asam karboksilat, seperti asam stearate, asam oleat, dan asam
palmitat.

Terdapat factor - factor yang mempengaruhi reaksi saponifikasi, yaitu rasio


reaktan dan waktu pembentukan. Penggunaan rasio reaktan yang tidak tepat
akan menghasilkan sabun yang tidak sesuai dengan tetapan standar yang mana
hal ini dapat dilihat dari nilai asam lemak atau alkali bebas sabun. Sementara
itu, waktu pengadukan yang dilakukan juga akan mempengaruhi kesempurnaan
proses saponifikasi yang berlangsung
BAB V
KESIMPULAN

Sabun merupakan salah satu produk yang tidak asing lagi dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Sabun memiliki aroma yang menyegarkan dan sangat
dibutuhkan oleh manusia untuk membersihkan tubuh dari kotoran yang biasanya
disebabkan oleh bakteri dan jamur pada berbagai aktivitas yang dilakukan manusia.
Proses yang dilakukan dalam pembuatan sabun disebut sebagai saponifikasi.

Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak/minyak oleh adanya basa kuat
(NaOH atau KOH) atau dikenal dengan larutan alkali (lye) sehingga menghasilkan
sabun berupa garam natrium dari asam lemak/minyak.

Uji saponifikasi di peroleh hasil bahwa terdapat 3 lapisan pada tabung reaksi
berisi bensin dan terdapat 2 lapisan pada tabung reaksi berisi alkohol. Bahan
pelarut/pereaksi yang digunakan dalam kegiatan praktikum uji saponifikasi ini
adalah bensin dan alkohol.
DAFTAR PUSTAKA

Salendra, A., Alimuddin, A. H., & Rahmalia, W. (2018). Saponifikasi asam lemak dari lumpur
minyak kelapa sawit (sludge oil) menggunakan basa abu sabut kelapa. Jurnal Kimia
Khatulistiwa, 7(2).
Sukeksi, L., Sidabutar, A. J., & Sitorus, C. (2017). Pembuatan sabun dengan menggunakan
kulit buah kapuk (Ceiba petandra) sebagai sumber alkali. Jurnal Teknik Kimia USU, 6(3), 8-
13.
Sukeksi, L., Sianturi, M., & Setiawan, L. (2018). Pembuatan sabun transparan berbasis minyak
kelapa dengan penambahan ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia) sebagai bahan
antioksidan. Jurnal Teknik Kimia USU, 7(2), 33-39.
Purwanti, A., & Ariani, L. (2017). Pembuatan Sabun Transparan dari Minyak Kelapa Dengan
Penambahan Antiseptik. ReTII.
Widiyati, D. W., & Wahyuningtyas, D. (2020). Optimasi Pemanfaatan Minyak Serai
(Cyimbopogancitrates Dc) Sebagai Zat Antiseptik Pada Pembuatan Sabun Lunak
Herbal. Jurnal Inovasi Proses, 5(1), 1-8.

Anda mungkin juga menyukai