Anda di halaman 1dari 24

RESUME COACHING PRAKTIKUM

ORGANIK II

Sabun dan Deterjen


Nama : Romario Abdullah
NIM : 441 416 026
Prodi/Kelas : Pendidikan Kimia/B
Kelompok : IV (Empat)
Rekan Kerja : 1. Asna Uge
2. Hariani
A. Judul
Sabun dan Deterjen
B. Tujuan
1. Melakukan dan mengamati penyabunan pada trigliserida
2. Membuat sabun dan mempelajari sifat-sifatnya
3. Mengisolasi campuran asam lemak yang diperoleh dengan mengasamkan
larutan sabun dan menentukan kadarnya
4. Memahami aksi pembersih sabun dalam air, lemak dan air sadah
5. Menentukan fosfat dalam deterjen
C. Dasar Teori
Semakin meningkatnya perkembangan teknologi, maka dewasa ini banyak terdapat
produk-produk dari suatu pabrik yang bermacam-macam bentuknya di pasaran guna
memenuhi kebutuhan konsumen. Sebagai contoh adalah banyaknya produk-produk sabun
yang muncul. Oleh karena itu sebagai alternative baru limbah padat industri kulit untuk
bahan dasar pembuatan sabun bisa digunakan. Pada prinsipnya sabun dihasilkan dari
proses saponifikasi antara minyak atau lemak dengan basa (biasanya KOH atau NaOH)
(Perwitasari, 2011).
Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut reaksi asam
lemak. Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat sabun adalah natrium (NaOH)
dan amonia (NH4OH) sehingga rumus molekul selalu dinyatakan sebagai RCOONa,
RCOOK atau RCOONH4 (Sukeksi dkk, 2017).
Dipabrik-pabrik, gliserida (lemak) dididihkan dalam larutan NaOH. Setelah sabun
terbentuk, NaCl ditambahkan ke dalam campuran agar sabun mengendap dan dapat
dipisahkan dengan cara penyaringan. Adapun gliserol dipindahkan dengan cara destilasi.
Kemudian sabun yang kotor dimurnikan dengan cara mengendapakan beberapa kali
(represipitasi). Akhirnya ditambahkan parfum supaya sabun memiliki bau yang
dikehendaki (Sari dkk, 2010).
Sabun adalah satu macam surfaktan (bahan surface active), senyawa yang
menurunkan tegangan permukaan air. Sifat ini menyebabkan larutan sabun dapat
memasuki serat, Menghilangkan dan mengusir kotoran dan minyak. Setelah kotoran dan
minyak dari permukaan serat, sabun menolong mencucinya karena struktur kimianya.
Bagian akhir dari rantai (ionnya) yang bersifat hidrofil (senang air) sedangkan rantai
karbonnya bersifat hidrofobik (benci air). Rantai hidrokarbon larut dalam partikel minyak
yang tidak larut dalam air. Ionnya terdispersi atau teremulsi dalam air sehingga dapat dicuci
(Sari dkk, 2010).
Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga
dapat dibuang dengan dengan pembilasan. Kemmapuan ini disebabkan oleh dua sifat
sabun, yaitu:
1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non-polar, seperti
tetesan-tetesan minyak.
2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion
molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena
tolak-menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling
bergabung tetapi tetap tersuspensi ( Fessenden, 1992).
Sabun digunakan juga sebagai bahan pembersih kotoran, terutama kotoran yang
bersifat sebagai lemak atau minyak karena sabun dapat mengemulsikan lemak atau
minyak. Jadi sabun dapat bersifat sebagai emulgator (Poedjiadi, 2004).
Proses pembuatan sabun dikenal dengan istilah saponifikasi. Saponifikasi adalah
reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah/kuat. Saponifikasi adalah reaksi yang
terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan alkali yang menghasilkan sabun dan
gliserol. Berikut merupakan reksi saponifikasi (Sukeksi dkk, 2017):

Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion.
bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non-polar,
sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai
hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam
air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni
segerombol (50-150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan
ujung-ujung ionnya menghadap ke air (Austin, 1984).

Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak
alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian
ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya
lemak) dari badan atau pakaian. Lemak atau minyak yang digunakan dapat berupa lemak
hewani ataupun nabati, lilin, maupun minyak ikan laut. Pada saat ini teknologi sabun telah
berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan
mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk
perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industry (Sukeksi dkk, 2017).
Menurut Ralph J. Fessenden (1992) minyak atau lemak dapat digunakan untuk
membuat sabun. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam
memilih bahan mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan
dalam pembuatan sabun antara lain
1. Minyak atau Lemak
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur
berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau
lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan
antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang.
Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak
akan berwujud padat
2. Tallow ( Lemak Sapi )
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik
biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas
rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam
lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow
berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C.
Tallow dengan titer point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
Kandungan utama dari tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-
37%, asam stearat 14-19%, asam miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam
laurat 0,2%.
3. Lard ( Lemak Babi )
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak
tak jenuh seperti asam oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti asam
stearat (35-40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya.
Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

Faktor – factor yang mempengaruhi proses saponifikasi:


1. Suhu Operasi
Proses saponifikasi trigliserida dapat berlangsung pada suhu kamar dan
prosesnya sangat cepat berlangsung. Ditinjau dari segi termodinamikanya,
kenaikan suhu akan menurunkan hasil, hal ini dapat dilihat dari persamaan
Van`t Hoff :

Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka


dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta
keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan
menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius
berikut ini:

𝑘=𝐴𝑒−𝐸𝑅𝑇

Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor


tumbukan, E adalah energi aktivasi (cal/gr mol), T adalah suhu (ºK), dan R
adalah tetapan gas ideal (cal/gr mol.K). Berdasarkan persamaan tersebut maka
dengan adanya kenaikan suhu berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi)
bertambah besar.
Jadi pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi,
yang artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika
kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya maka akan menyebabkan
pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan reaksi K akan turun
yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain hasilnya
akan menurun.
2. Pengadukan
Trigliserida, asam lemak, metil ester dan minyak sangat sukar larut dalam
air, sedangkan larutan basa seperti NaOH sangat larut dalam air. Sehingga jika
kedua reaktan ini diiamkan akan terbentuk dua lapisan dan reaksinya akan
berlangsung lambat. Untuk menghindari hal tersebut maka pengadukan yang
cukup kuat perlu dilakukan agar seluruh partikel dari reaktan dapat terdispersi
satu sama lain dan dengan demikian laju reaksi akan semakin cepat.
3. Konsentrasi Reaktan
Dalam reaksi kimia, reaksi yang berlangsung cepat adalah pada saat awal
terjadinya reaksi, karena terdapat banyak reaktan dan produk yang masih
sedikit. Karena pada reaksi saponifikasi menghasilkan air sebagai produk
samping yang dapat membuat laju reaksi akan semakin kecil, maka untuk
menghindari hal tersebut dilakukan dengan cara melarutkan basa alkali dengan
air yang secukupnya sehingga menghasilkan larutan basa yang pekat.

Kata deterjen berasal dari bahasa latin "detere" yang berarti membersihkan.
Deterjen sendiri diartikan sebagai bahan pencuci, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari
yang dimaksudkan dengan deterjen adalah deterjen sintetis, selain sabun. Deterjen di-buat
dari bahan petrokimia, dengan rumus kimia hampir menyerupai rumus kimia sa-bun,
+
dimana gugus —COO pada sabun diganti dengan gugus —SO3, yaitu R—SO3Na ,

sedangkan R adalah gugus alkil benzen yang dibuat dari propilen dan benzen, yang me-
rupakan hasil buangan produk petrokimia. Senyawa deterjen lebih mudah larut di da-lam
air jika dibandingkan dengan sabun dan tidak mengendap dalam air sadah. Disam-ping
kelebihan deterjen dibandingkan de-ngan sabun, ada kekurangannya yaitu gugus R-SO3 ini

sukar diuraikan oleh bakteri (Manik dkk, 1987).


Dalam detergen terkandung komponen utamanya, yaitu surfaktan, baik bersifat
kationik, anionik maupun non-ionik. Surfaktan yang terdapat dalam detergen sangat susah
diurai secara biologi, sehingga secara tidak langsung akan menimbulkan dampak terhadap
lingkungan yaitu lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh surfaktan akan dipenuhi
oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali dari gumpalan
(flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan bakteri yang berguna, dan
penyumbatan pada pori – pori media filtrasi. Kerugian lain dari penggunaan detergen
adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan. Ini terjadi karena penggunaan detergen
dengan kandungan fosfat tinggi. Sebaliknya detergen dengan rendah fosfat beresiko
menyebabkan iritasi pada tangan dan bersifat kaustik karena diketahui lebih bersifat alkalis
dengan pH antara 10 - 12. Pengolahan deterjen selama ini menggunakan sistem lumpur
aktif secara biodegradasi, yang memerlukan waktu yang cukup lama serta biaya relatif
besar. Selain menggunakan sistem lumpur aktif deterjen juga bisa diolah dengan
menggunakan tricling filter (Schlehek et al . 2000).
D. Alat dan Bahan
1. Alat

No. Nama alat Kategori Gambar Fungsi


1. Neraca analitik 2 Untuk menimbang

2. Gelas piala 1 Sebagai wadah larutan

3. Penangas air 2 Untuk memanaskan


larutan

4. Kain penyaring 1 Untuk menyaring larutan


berlapis

5. Tabung reaksi 1 Untuk mereaksikan


larutan

6. Erlenmeyer 1 Sebagai wadah untuk


lapisan alcohol yang telah
dipisahkan

7. Batang pengaduk 1 Untuk mengaduk larutan

8. Labu takar 500 ml 1 Untuk mengencerkan


larutan pada volume
tertentu
9. Pipet tetes 1 Untuk mengambil larutan
dalam jumlah kecil

10. Corong pisah 1 Untuk memisahkan


larutan yang tidak saling
bercampur

11. Gelas ukur 1 Untuk mengukur larutan

2. Bahan

No. Nama bahan Kategori Sifat fisik Sifat kimia

1. Minyak 10 gram Umum - Titik lebur 71 0C - Tidak larut


- Pada suhu kamar dalam air
lemak hewan - Larut dalam
berbentuk zat kloroform dan
padat, lemak benzena
tumbuhan
berbentuk cair
2. Etanol 95% 10 mL Khusus - Tidak berwarna - Mudah menguap
- Titik didih : - Mudah terbakar
78.29o C - Bercampur
- Berbau khas dengan air
(cantumkan
sumber)
3. NaOH 25% 10 mL khusus - Densitas 2,1 - Membentuk basa
g/cm3 kuat bila
- Berwarna putih dilarutkan dalam
air
- Bila dibiarkan
diudara akan
cepat menyerap
karbon dioksida
4. NaCl jenuh Khusus - Rapuh atau - Bisa didapat dari
mudah hancur reaksi NaOH dan
- Asin HCl
- larut dalam air - Ikatan ionic kuat
- Tidak bisa - Elektrolit kuat
melewati selaput karena
semi permeable terionisasi
sempurna dalam
air
5. HCL 5 ml 1N Khusus - Massa atom - Gasnya berwarna
36,45 kuning kehijauan
- Massa jenis 3,21 dan berbau
gr/cm3 merangsang
- Titik leleh -1010 - Dapat larut
C dalam alkali
- Berbentuk gas tak hidroksida,
berwarna pada kloroform dan
suhu kamar eter
- berbau tajam - Oksidator kuat
- Berafinitas besar
terhadap unsur-
unsur lainnya
- Racun bagi
pernapasan
6. Larutan Ca/Mg- Khusus - Tidak berbau - Larut dalam
karbonat 5 ml - Densitas 2.711 asam encer
g/cm3 -
- 2.83 g/cm3
- Berwarna putih
7. Sabun ± 0,5 gram Umum - Berbau harum - Dalam air
- Menghasilkan bersifat basa
buih atau busa
- Densitas sabun
murni berada
pada range 0,96
g/ml-0,99 g/ml
8. H2O Umum - Titik didih 100ºC - Pelarut universal
- Titik leleh 0ºC - Pelarut polar
- Tidak - pH-nya netral
mempunyai rasa.
9. Fenoftalein Khusus - Penampilan: - Trayek pH 8,2 –
Padatan Kristal 10.
tak berwarna. - Merupakan
- Massa jenis: indikator dalam
1,227. analisa kimia.
- Berbentuk - Tidak berwarna
larutan. saat asam.
- Merupakan - Berwarna
asam lemah. merah rosa saat
Larut dalam air. basa.
10. Alcohol Khusus - Jumlah atom - Larut dalam air
karbon 1-4 - Dapat bereaksi
- Berupa cairan dengan asam
dan tidak halida dan
berwarna natrium
- Berbauh khas - Rumus molekul
CH3CH2OH
E. Prosedur Kerja
1. Pembuatan sabun Natrium

Menimbang sebanyak 10 gr contoh lemak/minyak dalam sebuah gelas piala 250


ml. Tambahkan 10 ml etanol 95% dan 10 ml larutan NaOH 25%. Panaskan campuran
tersebut diatas penangas air yang suhunya antara 80-90 0C selama 30 menit sambil
diaduk. Setelah itu menambahkan 80 ml larutan NaCl jenuh. Mendinginkan campuran
tersebut dan saring melalui kain penyaring berlapis (kain blacu).

Sabun yang tertinggal dalam kain penyaring dipindahkan ke dalam gelas piala kecil
(cetakan) dan ditimbang. Kira-kira 1 gr sabun yang baru dibuat tadi dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian dilarutkan dengan 10 ml air panas, dan mengaduk sampai
homogen. Selanjutnya larutan sabun tersebut dibagi menjadi dua.

2. Sifat-sifat sabun

Kedalam tabung reaksi pertama menambahkan 5 ml HCN 1N dan bagian kedua


ditambahkan 5 ml larutan Ca/Mg-karbonat. Memanaskan kedua tabung reaksi diatas
penangas air dan mengamati serta mencatat perubahan yang terjadi dalam setiap tabung
tersebut. Menjelaskan peristiwa yang terjadi dan tuliskan reaksi kimianya.

Dalam industry biasanya filtrat (hasil penyaringan sabun) yang mengandung


gliserol dipisahkan dengan cara penyaringan vakum atau dengan cara kimia, kemudian
dimurnikan.

3. Penentuan kadar asam lemak

Menimbang kira-kira ± 0,5 gram sabun yang telah dipotong kecil, larutkan dalam
400 ml air suling, menambahkan 1-3 tetes fenoftalein, memanaskan hingga mendidih,
kemudian dinginkan, encerkan menjadi 500 ml labu takar, ambil 20 ml larutkan sabun
dengan pipet, masukkan kedalam corong pemisah, tambahkan 10 ml NaCl jenuh, lalu
dikocok lagi selama 10-15 menit dan dibiarkan beberapa menit. Lapisan potreleum eter
dipisahkan. Pekerjaan ekstraksi dilakukan 3 kali.

Lapisan eter dimasukkan dalam corong pemisah, menambahkan 20 ml H2O dan 2


tetes indicator fenoftalein, dikocok, dibiarkan, kemudian lapisan air dibuang.
Penambahan dengan air dilakukan hingga lapisan air tidak bersifat basa lagi. Kedalam
petroleum eter tambahkan 20 ml alcohol. Lalu dikocok selama 10-15 menit lalu dibiarkan
beberapa menit. Lapisan alcohol dipisahkan kedalam Erlenmeyer 150 ml, tambahkan dua
tetes fenoftalein lalu titrasi dengan NaOH 0,005 N.

Hitunglah konsentrasi asam lemak dalam sabun sebagai asam stearat,


C17H35COOH, dengan rumus :
500 vol. NaOH x 0,005 x 284,47x100%
x
vol. larutan sabun bobot sabun (mg)

Diagram alir

1. Pembuatan sabun Natrium

10 gr minyak/lemak

- Menimbang dan memasukkan kedalam


gelas kimia
- Menambahkan 10 ml etanol 95% dan 10 ml
larutan NaOH 25%
- Memanaskan dengan suhu 80-90 0C selama
30 menit
- Menambahkan 80 ml NaCl larutan jenuh
- Mendinginkan
- Menyaring

Filtrat Residu

- Memindahkan kedalam
gelas piala kecil
- Menimbang
- Memasukkan kedalam
tabung reaksi
- Melarutkan dengan 10 ml
air panas
- Mengaduk sampai
homogen
- Membagi dua larutan

-
2. Sifat-sifat sabun

Tabung reaksi Tabung reaksi


pertama kedua

- Memasukkan 5 ml HCl 1N - Memasukkan larutan


- Memanaskan Ca/Mg-karbonat
- Mengamati - Memanaskan
- Mencatat - Mengamati
- Mencatat

Perubahan yang Perubahan yang


terjadi terjadi
3. Penentuan kadar asam lemak

Sabun ± 0,5 gram

- Melarutkan dalam 400 ml air suling


- Menambahkan 1-3 tetes fenoftalein
- Memanaskan hingga mendidih
- Mendinginkan
- Mengencerkan menjadi 500 ml dalam labu takar
- Mengambil 20 ml melarutkan sabun dengan
pipet
- Memasukkan kedalam corong pisah
- Menambahkan 10 ml NaCl jenuh
- Mengocok selama 10-15 menit
- Membiarkan selama beberapa menit
- Memisahkan lapisan petroleum eter
- Melakukan ekstraksi sebanyak 3 kali
- Menambahkan 20 ml alcohol
- Mengocok 10-15 menit dan dibiarkan selama
beberapa menit
- Memisahkan lapisan alcohol kedalam
Erlenmeyer 150 ml
- Menambahkan dua tetes fenoftalein
- Menitrasi dengan NaOH 0,005 N

Volume NaOH
Lapisan eter

- Memasukkan kedalam corong pisah


- Menambahkan 20 ml H2O
- Menambahkan 2 tetes indicator
penoftalein
- Mengocok
- Membiarkan dan lapisan air dibuang

Kadar asam lemak


F. Hasil Pengamatan
No. Sketsa langkah kerja Hasil pengamatan Reaksi
1. -Pembuatan sabun Natrium

- Menimbang sebanyak 10 - Minyak berwarna kuning


gr contoh lemak/minyak dan menjadi kuning
dalam sebuah gelas piala pudar
250 ml. menambahkan 10
ml etanol 95% dan 10 ml
larutan NaOH 25%.
- Memanaskan pada suhu - Terbentuk buih (busa)
antara 80-900C selama 30
menit sambil diaduk.
- Setelah itu tambahkan 80 - Terjadi emulsi larutan
ml larutan NaCl jenuh. tidak berwarna dan
endapan berwarna putih
gading
- Mendinginkan lalu - Terdapat filtrat dan
menyaring residu yang berwarna
putih gading
- Memindahkan sabun - Berat endapan yaitu
(residu) ke dalam gelas
piala kecil (cetakan) dan
menimbang. - Terdapat campuran
- Memasukkan kedalam larutan yang homogen
tabung reaksi. Kemudian yang dibagi rata pada dua
dilarutkan dengan 10 ml erlenmeyer
air panas, dan diaduk
sampai homogen.
Selanjutnya larutan sabun
tersebut dibagi menjadi
dua.

2. - Sifat-sifat sabun
Tabung reaksi pertama
- Menambahkan 5 ml HCl - Endapan menjadi
1N berbentuk bulat dan
larutan bening
- Memanaskan dan - Endapan larut, warna
mengamati perubahan larutan menjadi keruh
yang terjadi dan pada bagian atas
terbentuk lapisan kuning

Tabung reaksi kedua


- Menambahkan 5 ml
larutan Ca/Mg-karbonat
- Endapan menjadi
- Memanaskan dan berbentuk bulat dan
mengamati perubahan larutan bening
yang terjadi - Endapan larut, warna
larutan bagian bawah tak
berwarna, tengah keruh
dan bagian atas lapisan
kuning
3. - Penentuan kadar asam lemak
- Menimbang kira-kira - Sampel yang telah
± 0,5 gram sabun yang dipotong-potong
telah dipotong kecil, sukar larut dan warna
dan dilarutkan dalam larutan putih keruh
400 ml air suling, lalu dan berubah warna
menambahkan 1-3 menjadi ungu ketika
tetes fenoftalein, ditambahkan
- Memanaskan hingga indicator pp
mendidih, kemudian - Terjadi perubahan
didinginkan, dan warna menjadi ungu
encerkan muda
- Mengambil 20 ml dan
melarutkan sabun - Terbentuk dua fasa.
dengan pipet Bagian atas
potrelium eter dan
bagian bawah sabun
- Memasukkan
kedalam corong - Terbentuk emulsi
pemisah, lalu yang kemudian
dtambahkan 10 ml emulsi tersebut
NaCl jenuh, dan hilang ketika
dikocok lagi selama ditambahkan larutan
10-15 menit, NaCl
dibiarkan beberapa
menit. Kemudian
memisahkan Lapisan
potreleum eter
(mengulangi ekstraksi
hingga 3 kali)
- Memasukkan Lapisan
eter dalam corong - Terdapat campuran
pisah dan eter, H2O dan
menambahkan 20 ml indicator pp yang
H2O dan 2 tetes terbentuk dua
indicator fenoftalein, lapisan.
dikocok, dibiarkan,
kemudian lapisan air
dibuang.
- Menambahkan 20 ml - Terbentuk dua
alcohol Kedalam lapisan yaitu lapisan
petroleum eter. Lalu potrelium eter dan
dikocok selama 10-15 lapisan alcohol
menit dan dibiarkan
beberapa menit.
- Memisahkan lapisan - Kedua lapisan berada
alcohol kedalam dalam dalam masing-
Erlenmeyer 150 ml, masing Erlenmeyer
menambahkan dua
tetes fenoftalein
- menitrasi dengan - Volume NaOH yang
NaOH 0,005 N. digunakan yaitu:
- Menghitung - Konsentrasi asam
konsentrasi asam lemak yang diperoleh
lemak dalam sabun adalah
G. PERHITUNGAN HASIL TEORITIS DARI PERCOBAAN

H. JAWABAN PERTANYAAN
1. Gambarlah Molekul lemak padat dan persamaan penyabunannya menjadi sabun natrium

natrium

2. Gambarlah struktur lengkap yang menunjukkan ikatan asam stearat dan natrium stearate
Jika lemak diolah dengan larutan natrium hidroksida pekat akan dihasilkan gliserol dan
garam dari asam lemak atau sabun. Proses ini dinamakan safonifikasi atau penyabunan.

Sabun biasanya garam natrium stearat atau natrium palmitat. Rumus umum sabun adalah
R–COONa, dengan R adalah alkil dari hidrokarbon. Sabun yang dibuat dari garam
natrium stearat, memiliki rumus:

C17 –H35- COONa

Jika sabun dari garam stearat dilarutkan dalam air maka akan terionisasi sebagai berikut.

C17- H35 –COONa (aq) → C17 -H35 COO–(aq) + Na+(aq)

Ion stearat terdiri atas dua gugus, yaitu kepala ( –COO– ) bersifat ionik dan hidrofil, serta
ekor (C17- H35 –) bersifat hidrofob

3. Apa beda sabun natrium dan sabun kalium


Sabun kalium ( ROOCK) terbuat dari lemak dengan KOH sifatnya lunak dan umumnya
digunakan untuk sabun mandi cair , sabun cuci pakaian dan perlengkapan rumah tangga.
Struktur sabun kalium adalah C17 H35 – C- K (O) –O. sedangkan sabun natrium
(RCOONa) terbuat dari lemak dengan NaOH sifatnya keras dan umumnya digunakan
untuk sabun cuci , dalam industry logam dan untuk mengatur kekerasan sabun kalium .
Struktur dari sabun natrium adalah C17 H35 – C-Na (O) –O

4. Gambarlah struktur ion karboksilat, ion alkali sulfat, dan ion alkil benzene sulfonat !
Detergen tergolong bahan yang digunakan sebagai pencuci. Detergen dibagi dalam dua
jenis yaitu detergen alam dan detergen sintetik. Detergen alam dibuat dari minyak hewan
atau minyak sayuran seperti sabun mandi. Detergen sintetik biasanya dibuat dari minyak
bumi. Detergen agak berbeda dari sabun. Sabun adalah garam natrium dari asam
karboksilat, sedangkan detergen adalah garam natrium dari asam sulfonat, seperti natrium
alkil sulfat dan natrium alkilbenzen sulfonat.
Sabun dan detergen memiliki gugus fungsi berbeda. Sabun memiliki gugus fungsi ion
karboksilat (COO–), sedangkan detergen memiliki gugus fungsi ion sulfonat (SO3–) atau
ion sulfat (O–SO3–).

Struktur Ion karboksilat sturktur ion alkil sulfat


Struktur alkil benzene sulfonat

5. Tulislah struktur kalsium stearate, apakah garam ini larut dalam air ?
Kalsium stearate merupakan garam larut kalsium , asam stearate dan asam palmatic . di air
keras , ketika sabun ion kalsium di campur , hasil yang terbentuk adalah kalsium stearat .
kalsium stearat adalah non beracun dan memiliki banyak aplikasi sebagai stabilizer dan
pelumas . jadi garam tidak larut dalam air, eter, kloroform , aseton , alcohol dingin.
namun, sedikit larut dalam alcohol panas.

Struktur kalsium stearat :

I. KESIMPULAN
Daftar Pustaka

Austin. Gorge T. 1984. Shereve’s Chemical Process Industries. 5th ed. McGra- Hill Book
Co: Singapura.

Bialangi, Nurhayati, M. Adam, Salimi Y., Widiantoro A., & Situmeang B. 2018.
Isolation of Steroid Compounds from Suruhan (Peperomia
pellucida L. Kunth) and Their Antimalarial Activity.Asian Journal of Chemistry.
30(8): 1751-1754.

Bialangi, Nurhayati, M. Adam, Salimi Y., & Widiantoro A. 2017. Senyawa Steroid dari
Tumbuhan Peperomia pellucidadan Uji Aktivitas Fraksi terhadap
Plasmodiumfalciparum. Jurnal ITEKIMA. 2(1): 27-35.

Bialangi, N., Mustapa, M. A., Salimi, Y. K., Widiantoro, A., &Situmeang, B. 2016.
Antimalarial activity and phitochemical analysis from Suruhan (Peperomia
pellucida) extract. JURNAL PENDIDIKAN KIMIA, 8(3), 33-37.

Bialangi, N. (2006). Identifikasi Zat Pewarna Pada Saos Tomat Dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Entropi, 1(02).

Fessenden, dan Fessenden. 1992. Kimia Organik Jilid II. Jakarta : Erlangga.
Gafur, M. A., Isa, I., & Bialangi, N. (2013). Isolasi dan identifikasi Senyawa Flavonoid
dari daun Jamblang (Syzygium cumini). Naskah Skripsi S, 1.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/198307302008122004/pengabdian/plthn-
penggunaan-alat-lab.pdf.
https://www.scribd.com/document/247241276/JENIS-DAN-FUNGSI-PERALATAN-
GELAS-pdf.
https://www.scribd.com/doc/238714559/Sifat-Fisik-dan-Kimia-Senyawa-
Hidrokarbon-pdf.
https://www.scribd.com/doc/211038514/BAHAN-KIMIA-MSDS-docx.
Manik, J.M, dkk. 1987. Sifat-Sifat Deterjen Dan Dampaknya Terhadap Perairan.
Oseana. Vol.12. (1).
Perwitasari, Dyah Suci. 2011. Pemanfaatan Limbah Industri Sebagai Bahan Dasar
Pembuatan Sabun. Jurnal teknik Kimia. Vol.6. (3).
Poedjiadi, A. 2004. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.
Razak, A., Djamal, A., & Revilla, G. (2013). Uji Daya Hambat air perasan buah jeruk
nipis (Citrus aurantifolia s.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus Aureus
secara in vitro. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(1), 05-08.
Retnowati, Y., Bialangi, N., & Posangi, N. W. (2011). Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus pada media yang diekspos dengan infus daun sambiloto
(Andrographis paniculata). Sainstek, 6(2).

Samin, A. A., Bialangi, N., & Salimi, Y. K. (2014). Penentuan kandungan fenolik
total dan aktivitas antioksidan dari rambut jagung (Zea mays L.) yang tumbuh di
daerah gorontalo. Jurnal Teknologi Pangan, 5(1), 312-323.
Sari, Tuti Indah, dkk. 2010. Pembuatan Sabun Padat Dan Sabun Cair Dari Minyak
Jarak. Jurnal teknik Kimia. Vol.17. (1).
Schleheck , Dong .K. Dnger, E. Heinzle , and AM Cook,.An a-Proteobacterium
Converts Linear Alkylbenzene Sulfonate Surfactant into Sulfophenylcarboxylates
andlinear Alkyldiphenyletherdisulfonate Surfactants into Sulfodipheny
lethercarboxylates. Applied. And Env. Microb. 2000.Vol 66. (5): 1911-16.
Sukeksi, Lilis, dkk. 2017. Pembuatan Sabun Dengan Menggunakan Kulit Buah Kapuk
Sebagai Sumber Alkali. Jurnal Teknik Kimia. Vol.6. (3).
Tengo, N. A., Bialangi, N., & Suleman, N. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa
Alkaloid dari Daun Alpukat (Persea americana Mill). Sainstek, 7(01).

Anda mungkin juga menyukai