DISUSUN OLEH
Alfi Choirunnisa
(2141420068)
DOSEN PENGAMPU
Sabun larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak. Sabun
secara koloidal di dalam air dan bersifat sebagi zat aktif permukaan. R – COOL .
Gugus R sebagi alkil bersifat menolak air (hidrofob) dan gugus – COOL bersifat
menarik air (hidrofil) bila L berupa kation dari Na, K atau NH4. Larutan koloidal
akan terbentuk dengan cepat pada suhu makin tinggi (Harold. 1982).
2) Fungsi Sabun
Fungsi dari sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat di buang dengan pembilasan, kemampuan ini disebabkan oleh dua
sifat sabun yaitu :
a. sabun alkali tanah untuk detergen (zat pencuci) RCOONa, RCOOK,
RCOONH4
b. sabun alkali logam mineral untuk zat tahan air yang tidak permananen
(RCOO)2Ca, (RCOO)2Mg, (RCOO)3Al (Ralph J. Fessenden, 1992).
3) Faktor yang Mempengaruhi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain:
1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya,
dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar proses saponifikasi
berjalan sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan
terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen, sedangkan jika
basa yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih
lama.
2. Suhu (T)
Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil,
hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff. Karena reaksi penyabunan
merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan kenaikan suhu akan dapat
memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi
kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat dari
persamaan Arhenius berikut ini : k = Ae –E/RT …………………..( 2 ) Dalam
hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan, E
adalah energi aktivasi (cal/grmol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas ideal
(cal/grmol.K). Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu
berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu
tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam
waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya
maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan
reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata
lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh
naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis
(Levenspiel, 1972).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-
molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar,
maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan
persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar
dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A
(Levenspiel, 1972).
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang
dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi
telah mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan
jumlah minyak yang tersabunkan.
IV. Metodologi
a. Alat
Alat yang dibutuhkan pada praktikum pembuatan sabun cair :
1. Hot plate
2. Overhead stirrer
3. Gelas beaker / wadah
4. Gelas ukur
5. Kaca arloji
6. Spatula
7. Tempat penampung (botol, jirigen, dan lainnya
8. Erlenmeyer
9. Buret dan statif
10. pH meter atau pH universal
b. Bahan
Bahan yang dibutuhkan pada praktikum pembuatan sabun cair dengan basisnya
yaitu 500 mL
1. Emal 70C 18% = 90 mL
2. Alkopal N100 1% = 5 mL
3. Larutan garam 20% 18% (40 gr garam: 160 gr air) = 90 mL
4. Na2EDTA 0,4% = 2 mL
5. Air 62,2% = 311 mL
6. Parfum 0,4% = 2 mL
7. Pewarna secukupnya
8. HCl 0,1 N dalam alcohol
9. Indikator PP
c. Prosedur
Emal 70-C
Menimbang 40 gr garam
Air
Menambahkan pewarna
Menambahkan Emal 70C, membilas Emal 70C dengan sisa air, lalu diaduk hingga larut
Menambahkan larutan garam secara perlahan dan diaduk hingga terbentuk larutan kental
Menambahkan parfum
Sabun
Cair
V. Data Pengamatan
5.1 Tabel Data Pengamatan
Data Pengamatan Hasil Gambar
Sabun cair Bentuk : cair
Viskositas :
kental
Bau : harum
Warna : merah
(sesuai pewarna)
pH sabun cair 8
Sesudah :
5.2 Perhitungan
5.2.1 Asam Lemak Bebas
Diketahui :
- Volume sampel : 50 mL
- Volume HCl 0,1 N :
• Titrasi 1 = 1,4 mL
• Titrasi 2 = 1,6 mL
• Volume total = 1,5 mL
Ditanya : Kadar asam lemak bebas pada sabun cair?
Jawab :
𝑉 𝑥 𝑛 𝑥 0,205
Kadar alkali bebas dihitung NaOH : 𝑥 100%
𝑊
1,5 𝑥 0,1 𝑥 0,205
: 3,72
𝑥 100%
: 0,8266%
VI. Hasil dan Pembahasan
Pada praktikum kali ini berjudul pembuatan sabun cair dengan tujuan
memahami dan menjelaskan teori pembuatan sabun mandi cair serta analisanya
dengan benar, memproduksi sabun mandi cair dengan benar, serta melakukan analisa
kualitas sabun mandi cair yang dihasilkan dengan benar. Bahan utama yang
digunakan untuk membuat sabun cair yaitu arkopal N100 (trigliserida) dan emal 70-C
(basa alkali).
Sabun merupakan hasil hidrolisa asam lemak dan basa. Peristiwa ini dikenal
dengan peristiwa saponifikasi. Saponifikasi adalah proses penyabunan yang
mereaksikan suatu lemak atau gliserida dengan basa. Trigliserida akan direaksikan
dengan alkali (sodium hidroksida), maka ikatan antara atom oksigen pada gugus
karboksilat dan atom karbon pada gliserol akan terpisah. Atom oksigen mengikat
sodium yang berasal dari sodium hidroksida sehingga ujung dari rantai asam
karboksilat akan larut dalam air. Garam sodium dari asam lemak inilah yang
kemudian disebut sabun, sedagkan gugus OH dalam hidroksida akan berkaitan dengan
molekul gliserol, apabila ketiga gugus asam lemak tersebut lepas maka reaksi
saponifikasi dinyatakan selesai.
Pada percobaan kali ini, mula - mula kita menyiapkan alat dan bahannya
terlebih dahulu, dengan mengeluarkan alat-alat yang dibutuhkan ke meja kerja. Hal ini
bertujuan agar dapat diawasi dengan baik alat apa saja yang digunakan. Kemudian
mengukur volume serta menimbang bahan-bahan yang digunakan.
Selanjutnya yaitu menuangkan air yang digunakan sebesar 2/3 dari massa
totalnya 311 gr atau volume totalnya 311 mL yaitu sebesar 207 mL air ke dalam
wadah. Pengukuran gr dan mL dalam air sama dikarenakan densitas yang dimiliki air
yaitu 0,997 gr/mL atau jika dibulatkan menjadi 1 gr/mL. Air disini digunakan sebagai
pelarut bahan-bahan lainnya. Air yang dituangkan ke dalam wadah hanya 2/3 bagian,
dikarenakan untuk 1/3 bagiannya atau 104 mL digunakan sebagai pembersih/pembilas
bahan-bahan pada wadahnya.
Kemudian, dilakukan penambahan pewarna dan diaduk hingga merata. Bahan
ini berfungsi untuk memberikan kesan warna pada sabun cair. Pewarna dalam
pembuatan sabun cair tidak diwajibkan atau bersifat opsional sesuai dengan selera
masing-masing. Warna yang digunakan pada praktikum ini yaitu pewarna berwarna
merah.
Setelah pewarna ditambahkan, selanjutnya yaitu dilakukan penambahan
Na2EDTA sebanyak 2 mL dan diaduk hingga larut . EDTA siengkatan dari Ethylen
Diamine Tetra Acetic. Ada 2 jenis EDTA, yaitu Na2EDTA dan Na4EDTA. Keduanya
memiliki kelebihan dan kekurangan, dalam hal ini direkomendasikan untuk
menggunakan Na2EDTA dengan pertimbangan harganya lebih murah, tetapi
kualitasnya cukup memadai. Fungsi dari Na2EDTA yaitu sebagai bahan pengawet
yang banyak dipakai pada produk household (produk untuk keperluan rumah tangga
sehari-hari). Bahan ini harganya cukup mahal, sehingga penggunaanya dilakukan se
efesien mungkin. Pengunaan bahan ini tidak diharuskan karena sifatnya hanya sebagai
bahan pengawet saja.
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan penambahan emal - 70 C sebesar 90 mL
dan diaduk hingga larut sempurna. Emal – 70 C merupakan bahan inti pada produk
sabun tangan cair yang berperan sebagai basa alkali dalam pembuatan sabun cair
dimana emal-70 C termasuk dalam golongan surfaktan alkil sulfat. Fungsi lain dari
bahan ini yaitu sebagai pemberi kesan lembut di tangan. Bahan ini berbentuk pasta
tidak berwarna dan bening. Dalam pemindahan emal – 70 C ini sedikit sulit
dikarenakan sifat bahannya yang lengket, sehingga pemindahan bahan ke dalam
wadah dilakukan menggunakan bantuan air untuk membilasnya agar tidak ada bahan
yang tersisa.
Lalu langkah selanjutnya yaitu penambahan arkopal N100 sebesar 5 mL secara
perlahan-pelahan dan diaduk hingga larut. Arkopal N 100 merupakan cairan bening
yang berat, artinya mempunyai densitas atau berat jenis lebih dari satu. Ciri-cirinya
yaitu hampir tidak berbau dan lengket di tangan. Fungsi arkopal N100 disini yaitu
sebagai bahan baku utama yang berperan menjadi trigliserida, sebagai zat surfaktan
pelengkap yang kelarutanya di air cukup bagus serta cenderung menimbulkan busa.
Selanjutnya arkopal N100 larut dengan sempurna, dilakukan penambahan
larutan garam dengan konsentrasi 20% yaitu sebesar 200 mL secara sedikit demi
sedikit dan diaduk hingga larut. Fungsi dari bahan ini yaitu sebagai kekentalan
produk. Garam yang ditambahkan dalam berbentuk larutan bertujuan agar
mendapatkan hasil kekentalan yang merata pada produk. Namun, efek samping dari
penambahan larutan garam ini yaitu menurunkan kejernihan produk.
Setelah penambahan larutan garam terlarut sempurna, dilakukan penambahan
parfum pada produk yang dihasilkan sebasar 2 mL. Parfum tidak wajib atau bersifat
opsional dalam penambahannya. Hal tersebut dikarenakan parfum sendiri digunakan
sebagai pemberi aroma pada sabun yang dihasilkan serta menghilangkan bau yang
tidak sedap setelah di cuci.
Produk yang dihasilkan setelah mencampurkan semua bahan yaitu berbentuk
busa. Lalu, busa tersebut dipindahkan ke dalam wadah botol. Untuk menghasilkan
sabun berbentuk cair, produk yang dihasilkan harus didiamkan hingga busa yang
terbentuk hilang dan menjadi sabun cair.
Busa yang terbentuk telah hilang dan menjadi sabun cair di dalam wadah
botol. Dari gambar pada data pengamatan (5.1) didapatkan bentuk sabun yang cair
dengan viskositas yang kental, berbau harum, dan warna yang dihasilkan sesuai
pewarna yang digunakan yaitu merah.
Kemudian, sabun cair yang telah jadi dilakukan analisa. Analisa yang pertama
yaitu derajat keasamaan atau pH. Analisa ini dilakukan dengan melarutkan 5 gr
sampel sabun cair dengan 10 mL akuades. Setelah larut, dilakukan pencucian pH
meter dengan akuades hingga netral (menunjukkan angka 7). Kemudian, memasukkan
pH meter kedalam larutan sabun. Lalu membaca angka pH yang dihasilkan. Angka
pH yang dihasilkan oleh sabun cair ini yaitu sebesar 8. Nilai pH sudah sesuai dengan
standar mutu SNI 06-4085-1996 yaitu sabun cair berkisaran 6 – 8.
Analisa yang terakhir yaitu kadar alkali/asam lemak bebas. Langkah yang
pertama yaitu menyiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 mL etanol 95% di
dalam labu erlenmeyer. Alkohol netral ini berfungsi sebagai pelarut untuk sampel
yang mengandung minyak. Karena alkohol yang digunakan adalah untuk melarutkan
minyak, sehingga alkohol yang digunakan yaitu etanol dengan konsentrasinya berada
di kisaran 95-96%. Alkohol bisa diganti dengan yang lain, namun alkohol berupa
etanol 95% merupakan pelarut lemak yang baik dibandingkan dengan yang lain, dari
segi toksifitas yang rendah dan kepolarannya.
Setelah alkohol netral telah jadi, dilakukan penambahan 0,5 mL indikator
phenolphthalein (PP) dan ditambahkan sampel sebanyak 4 gram. Kemudian,
didinginkan hingga suhu 60-70 oC. Setelah pendinginan, selesai, melihat dari warna
larutan, jika larutan bersifat tidak bersifat basa (ditandai tidak berwarna merah muda
ketika ditambahkan indikator phenolphthalein (PP)) dilakukan titrasi dengan NaOH
0,1 N dalam alkohol untuk diuji asam lemak bebas yang dikandungnya hingga titik
akhir titrasinya yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda.
Titrasi dilakukan secara duplo yaitu dengan menitrasi sebanyak 2 kali. Dimana
titrasi duplo ini, dilakukan agar hasil volume titran yang dihasilkan akurat. Kemudian,
dilakukan perhitungan yang telah tertera pada 5.2.1, didapatkan hasil asam lemak
bebas yang terkandung sebesar 0,8266%. Hal ini telah sesuai menurut SNI 06-3532-
1994 mengenai syarat mutu sabun cair, yaitu asam lemak bebas yang terkandung
kurang dari 2,5%. Dimana sabun cair yang dianalisa kurang dari 2,5%.
VII. Kesimpulan
1. Sabun merupakan campuran dari senyawa natrium dengan asam lemak yang
digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk cair, busa, dengan atau
tanpa zat tambahan lain serta tidak menimbulkan iritasi pada kulit
2. Produksi sabun cair telah benar yang ditandai dengan viskositas sabun yang
kental, warna yang sesuai dengan pewarna, dan busa yang dihasilkan.
3. Analisa kualitas sabun mandi cair yang dihasilkan dengan benar yaitu dengan
SNI 06-3532-1994 mengenai syarat mutu sabun cair, yaitu meliputi asam lemak
bebas dan SNI 06-4085-1996 mengenai syarat mutu sabun cair untuk pengukuran
pH sabun.
VII. Referensi
Aloysius, H.P., 1999, Kimia Untuk Universitas, edisi keenam. Jilid 1, Erlangga,
Jakarta, hal. 521
Alexander J, Shirrton, Swern D, Norris FA, and Maihl KF, 1964, “Bailey’s Industrial
Oil and Fat Product”,3rdEd. John Wiley & Sons, New York, London, Sydney.
Asri Widyasanti, D. (2016). Pembuatan Sabun Cair Transparan Menggunakan
Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Penambahan Bahan Aktif Ekstrak Teh Putih
(Camellia Sinensis). Jurnal Teknik Pertanian Lampung.
Levenspiel, O., 1972. Chemical Reaction Engineering, 2 Ed. John Wiley & ons,
Inc., New York, hal. 21-22
Nayyifatus Sa’diyah, D. (2018). Formulasi Sabun Mandi Cair Berbasis Minyak Biji
Kapuk Randu (Ceiba Pentandra Gaertn) Dengan Penambahan Jasmine Oil. Inovasi
Teknik Kimia.
Perry, R.H. and Green, D.W., 1984, “Perry’s Chemical Engineer’s Handbook”, 6 Ed.
Mc Graw Hill BookCompany, Inc, New York. SII.0005-72
Rosmainar, Lilis. 2021. FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN SABUN CAIR
DARI EKSTRAK DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix) DAN KOPI ROBUSTA
(Coffea canephora) SERTA UJI CEMARAN MIKROBA. Jurnal Kimia Riset,
Volume 6 No.1
Sri Lestari, dkk. (2020). Sabun Cair Antiseptik Herbal Bunga Lavender