Anda di halaman 1dari 13

PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PEMBUATAN SABUN CAIR

DISUSUN OLEH

Alfi Choirunnisa

(2141420068)

DOSEN PENGAMPU

Mutia Devi Hidayati, S.Si, M.Si.

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI MALANG
I. Tujuan
Pada praktikum pembuatan sabun cair dilakukan dengan tujuan yaitu :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teori pembuatan sabun mandi
cair serta analisanya dengan benar
2. Mahasiswa mampu memproduksi sabun mandi cair dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan analisa kualitas sabun mandi cair yang
dihasilkan dengan benar
II. Latar Belakang
Industri kimia merupakan sebuah industri yang mengembangkan berbagai
proses, baikpada sistem dan produk yang dihasilkan agar memiliki mutu yang
berkualitas dengan tujuan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat dan juga
untuk mengharapkan keuntungan secarafinansial. Pada industri kimia sendiri juga
menggunakan bahan-bahan kimia yang berguna untukmenunjaang dan menjaga
kualitas produk industri tersebut.
Sabun merupakan produk kimia yang sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Pembuatan sabun telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Metode
pembuatan sabun pada zaman dahulu tidak berbeda jauh dengan metode yang
digunakan saat ini, walaupun tentunya kualitas produk yang dihasilkan saatini jauh
lebih baik. Sabun dibuat dengan metode saponifikasi yaitu mereaksikan trigliserida
dengan soda kaustik (NaOH) sehingga menghasilkan sabun dan produk samping
berupa gliserin.
Sabun merupakan salah satu produk yang cukup penting dalam kehidupan
manusia dengan adanya kebutuhan manusia untuk membersihkan diri. Produk sabun
telah berkembang menjadi kebutuhan primer di seluruh lapisan masyarakat. Sabun
dapat digunakan untuk mengobati penyakit, seperti mengobati penyakit kulit yang
disebabkan oleh bakteri dan jamur. Dengan kata lain sabun dapat digunakan sebagai
obat yaitu dengan membersihkan tubuh sehingga kemungkinan terserang penyakit
akan berkurang.
Berbagai jenis sabun ditawarkan dengan beragam bentuk mulai dari sabun
cuci (krim dan bubuk), sabun mandi (cair dan cair), sabun tangan (cair) serta sabun
pembersih peralatan rumah tangga (krim dan cair).
Berbagai jenis sabun yang beredar di pasaran pun kini sangat bervariasi.
Keberagaman sabun yang dipasarkan terlihat pada warna, jenis, manfaat dan wangi
yang ditawarkan. Salah satu jenis sabun yang saat ini banyak diproduksi karena
penggunaanya lebih praktis dan bentuk yang menarik dibandingkan bentuk sabun
lain adalah sabun cair. Kelebihan sabun cair jika dibandingkan dengan sabun mandi
cair yaitu sabun mandi cair mudah dibawa, mudah disimpan, tidak mudah rusak atau
kotor, dan penampilan kemasan yang eksklusif
Syarat mutu sabun mandi cair yang ditetapkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) untuk sabun yang mencakup sifat kimiawi dari sabun mandi, yaitu
pH, alkali bebas dihitung sebagai KOH, bahan aktif, dan bobot jenis. Sementara sifat
fisik sabun seperti bentuk, bau, dan warna (SNI,1996). Dari uraian diatas, maka
diperlukan praktikum ini untuk mengetahui pembuatan sabun cair dengan
menghasilkan sabun yang sesuai oleh standar SNI.

III. Dasar Teori


1) Pengertian Sabun
Sabun merupakan senyawa kimia yang dihasikan dari reaksi lemak atau
minyak dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam monovalen dari asam
karboksilat dengan rumus umunya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatis) panjang
dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12 – C18 dan M adalah kation dari
kelompok alkali atau ion amonium (Austin, 1984). Suatu molekul sabun
mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion. Bagian hidrokarbon
dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non-polar, sedangkan
ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon,
sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air.
Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles),
yakni segerombol (50-150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya
mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air (Austin, 1984).
Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut surfaktan, yakni
senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan apa
saja mengandung suatu ujung hidrofobik (satu rantai molekul atau lebih) dan suatu
ujung hidrofilik. Porsi hidrokarbon suatu molekul surfaktan harus mengandung 12
atom karbon atau lebih agar efektif (Austin, 1984).
Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak.
Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang
(C12 sampai C18) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai
pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi
tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH/KOH). Range atom
C diatas mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kelarutan, proses emulsi dan
pembasahan. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air,
gliserin, garam dan kemurnian lainnya. Semua minyak atau lemak pada dasarnya
dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak merupakan campuran ester yang
dibuat dari alkohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam
palmitat. Lemak cair mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan
minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat. (Lukman ,
2012).

Gambar 3.1 Reaksi Saponifikasi

Sabun larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak. Sabun
secara koloidal di dalam air dan bersifat sebagi zat aktif permukaan. R – COOL .
Gugus R sebagi alkil bersifat menolak air (hidrofob) dan gugus – COOL bersifat
menarik air (hidrofil) bila L berupa kation dari Na, K atau NH4. Larutan koloidal
akan terbentuk dengan cepat pada suhu makin tinggi (Harold. 1982).
2) Fungsi Sabun
Fungsi dari sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat di buang dengan pembilasan, kemampuan ini disebabkan oleh dua
sifat sabun yaitu :
a. sabun alkali tanah untuk detergen (zat pencuci) RCOONa, RCOOK,
RCOONH4
b. sabun alkali logam mineral untuk zat tahan air yang tidak permananen
(RCOO)2Ca, (RCOO)2Mg, (RCOO)3Al (Ralph J. Fessenden, 1992).
3) Faktor yang Mempengaruhi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain:
1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya,
dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar proses saponifikasi
berjalan sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan
terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen, sedangkan jika
basa yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih
lama.
2. Suhu (T)
Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil,
hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff. Karena reaksi penyabunan
merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan kenaikan suhu akan dapat
memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi
kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat dari
persamaan Arhenius berikut ini : k = Ae –E/RT …………………..( 2 ) Dalam
hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan, E
adalah energi aktivasi (cal/grmol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas ideal
(cal/grmol.K). Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu
berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu
tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam
waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya
maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan
reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata
lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh
naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis
(Levenspiel, 1972).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-
molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar,
maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan
persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar
dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A
(Levenspiel, 1972).
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang
dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi
telah mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan
jumlah minyak yang tersabunkan.
IV. Metodologi
a. Alat
Alat yang dibutuhkan pada praktikum pembuatan sabun cair :
1. Hot plate
2. Overhead stirrer
3. Gelas beaker / wadah
4. Gelas ukur
5. Kaca arloji
6. Spatula
7. Tempat penampung (botol, jirigen, dan lainnya
8. Erlenmeyer
9. Buret dan statif
10. pH meter atau pH universal
b. Bahan
Bahan yang dibutuhkan pada praktikum pembuatan sabun cair dengan basisnya
yaitu 500 mL
1. Emal 70C 18% = 90 mL
2. Alkopal N100 1% = 5 mL
3. Larutan garam 20% 18% (40 gr garam: 160 gr air) = 90 mL
4. Na2EDTA 0,4% = 2 mL
5. Air 62,2% = 311 mL
6. Parfum 0,4% = 2 mL
7. Pewarna secukupnya
8. HCl 0,1 N dalam alcohol
9. Indikator PP
c. Prosedur
Emal 70-C

Mengukur volume 90 mL Emal 70C

Mengukur volume 5 mL Arkopal N100

Menimbang 40 gr garam

Menimbang 171 gr air

Mengukur volume 2 mL Na2EDTA

Mengukur volume 2 mL parfum

Air

Memasukkan 2/3 bagian air ke dalam wadah

Menambahkan pewarna

Menambahkan Na2EDTA lalu diaduk hingga larut

Menambahkan Emal 70C, membilas Emal 70C dengan sisa air, lalu diaduk hingga larut

Menambahkan Arkopal N100 dan diaduk hingga larut

Menambahkan larutan garam secara perlahan dan diaduk hingga terbentuk larutan kental

Menambahkan parfum

Didiamkan produk hingga busa yang terbentuk berkurang

Sabun
Cair
V. Data Pengamatan
5.1 Tabel Data Pengamatan
Data Pengamatan Hasil Gambar
Sabun cair Bentuk : cair
Viskositas :
kental
Bau : harum
Warna : merah
(sesuai pewarna)
pH sabun cair 8

Uji asam lemak Perubahan Sebelum :


bebas warna dari tidak
berwarna
menjadi merah
muda

Sesudah :
5.2 Perhitungan
5.2.1 Asam Lemak Bebas
Diketahui :
- Volume sampel : 50 mL
- Volume HCl 0,1 N :
• Titrasi 1 = 1,4 mL
• Titrasi 2 = 1,6 mL
• Volume total = 1,5 mL
Ditanya : Kadar asam lemak bebas pada sabun cair?
Jawab :
𝑉 𝑥 𝑛 𝑥 0,205
Kadar alkali bebas dihitung NaOH : 𝑥 100%
𝑊
1,5 𝑥 0,1 𝑥 0,205
: 3,72
𝑥 100%

: 0,8266%
VI. Hasil dan Pembahasan
Pada praktikum kali ini berjudul pembuatan sabun cair dengan tujuan
memahami dan menjelaskan teori pembuatan sabun mandi cair serta analisanya
dengan benar, memproduksi sabun mandi cair dengan benar, serta melakukan analisa
kualitas sabun mandi cair yang dihasilkan dengan benar. Bahan utama yang
digunakan untuk membuat sabun cair yaitu arkopal N100 (trigliserida) dan emal 70-C
(basa alkali).
Sabun merupakan hasil hidrolisa asam lemak dan basa. Peristiwa ini dikenal
dengan peristiwa saponifikasi. Saponifikasi adalah proses penyabunan yang
mereaksikan suatu lemak atau gliserida dengan basa. Trigliserida akan direaksikan
dengan alkali (sodium hidroksida), maka ikatan antara atom oksigen pada gugus
karboksilat dan atom karbon pada gliserol akan terpisah. Atom oksigen mengikat
sodium yang berasal dari sodium hidroksida sehingga ujung dari rantai asam
karboksilat akan larut dalam air. Garam sodium dari asam lemak inilah yang
kemudian disebut sabun, sedagkan gugus OH dalam hidroksida akan berkaitan dengan
molekul gliserol, apabila ketiga gugus asam lemak tersebut lepas maka reaksi
saponifikasi dinyatakan selesai.
Pada percobaan kali ini, mula - mula kita menyiapkan alat dan bahannya
terlebih dahulu, dengan mengeluarkan alat-alat yang dibutuhkan ke meja kerja. Hal ini
bertujuan agar dapat diawasi dengan baik alat apa saja yang digunakan. Kemudian
mengukur volume serta menimbang bahan-bahan yang digunakan.
Selanjutnya yaitu menuangkan air yang digunakan sebesar 2/3 dari massa
totalnya 311 gr atau volume totalnya 311 mL yaitu sebesar 207 mL air ke dalam
wadah. Pengukuran gr dan mL dalam air sama dikarenakan densitas yang dimiliki air
yaitu 0,997 gr/mL atau jika dibulatkan menjadi 1 gr/mL. Air disini digunakan sebagai
pelarut bahan-bahan lainnya. Air yang dituangkan ke dalam wadah hanya 2/3 bagian,
dikarenakan untuk 1/3 bagiannya atau 104 mL digunakan sebagai pembersih/pembilas
bahan-bahan pada wadahnya.
Kemudian, dilakukan penambahan pewarna dan diaduk hingga merata. Bahan
ini berfungsi untuk memberikan kesan warna pada sabun cair. Pewarna dalam
pembuatan sabun cair tidak diwajibkan atau bersifat opsional sesuai dengan selera
masing-masing. Warna yang digunakan pada praktikum ini yaitu pewarna berwarna
merah.
Setelah pewarna ditambahkan, selanjutnya yaitu dilakukan penambahan
Na2EDTA sebanyak 2 mL dan diaduk hingga larut . EDTA siengkatan dari Ethylen
Diamine Tetra Acetic. Ada 2 jenis EDTA, yaitu Na2EDTA dan Na4EDTA. Keduanya
memiliki kelebihan dan kekurangan, dalam hal ini direkomendasikan untuk
menggunakan Na2EDTA dengan pertimbangan harganya lebih murah, tetapi
kualitasnya cukup memadai. Fungsi dari Na2EDTA yaitu sebagai bahan pengawet
yang banyak dipakai pada produk household (produk untuk keperluan rumah tangga
sehari-hari). Bahan ini harganya cukup mahal, sehingga penggunaanya dilakukan se
efesien mungkin. Pengunaan bahan ini tidak diharuskan karena sifatnya hanya sebagai
bahan pengawet saja.
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan penambahan emal - 70 C sebesar 90 mL
dan diaduk hingga larut sempurna. Emal – 70 C merupakan bahan inti pada produk
sabun tangan cair yang berperan sebagai basa alkali dalam pembuatan sabun cair
dimana emal-70 C termasuk dalam golongan surfaktan alkil sulfat. Fungsi lain dari
bahan ini yaitu sebagai pemberi kesan lembut di tangan. Bahan ini berbentuk pasta
tidak berwarna dan bening. Dalam pemindahan emal – 70 C ini sedikit sulit
dikarenakan sifat bahannya yang lengket, sehingga pemindahan bahan ke dalam
wadah dilakukan menggunakan bantuan air untuk membilasnya agar tidak ada bahan
yang tersisa.
Lalu langkah selanjutnya yaitu penambahan arkopal N100 sebesar 5 mL secara
perlahan-pelahan dan diaduk hingga larut. Arkopal N 100 merupakan cairan bening
yang berat, artinya mempunyai densitas atau berat jenis lebih dari satu. Ciri-cirinya
yaitu hampir tidak berbau dan lengket di tangan. Fungsi arkopal N100 disini yaitu
sebagai bahan baku utama yang berperan menjadi trigliserida, sebagai zat surfaktan
pelengkap yang kelarutanya di air cukup bagus serta cenderung menimbulkan busa.
Selanjutnya arkopal N100 larut dengan sempurna, dilakukan penambahan
larutan garam dengan konsentrasi 20% yaitu sebesar 200 mL secara sedikit demi
sedikit dan diaduk hingga larut. Fungsi dari bahan ini yaitu sebagai kekentalan
produk. Garam yang ditambahkan dalam berbentuk larutan bertujuan agar
mendapatkan hasil kekentalan yang merata pada produk. Namun, efek samping dari
penambahan larutan garam ini yaitu menurunkan kejernihan produk.
Setelah penambahan larutan garam terlarut sempurna, dilakukan penambahan
parfum pada produk yang dihasilkan sebasar 2 mL. Parfum tidak wajib atau bersifat
opsional dalam penambahannya. Hal tersebut dikarenakan parfum sendiri digunakan
sebagai pemberi aroma pada sabun yang dihasilkan serta menghilangkan bau yang
tidak sedap setelah di cuci.
Produk yang dihasilkan setelah mencampurkan semua bahan yaitu berbentuk
busa. Lalu, busa tersebut dipindahkan ke dalam wadah botol. Untuk menghasilkan
sabun berbentuk cair, produk yang dihasilkan harus didiamkan hingga busa yang
terbentuk hilang dan menjadi sabun cair.
Busa yang terbentuk telah hilang dan menjadi sabun cair di dalam wadah
botol. Dari gambar pada data pengamatan (5.1) didapatkan bentuk sabun yang cair
dengan viskositas yang kental, berbau harum, dan warna yang dihasilkan sesuai
pewarna yang digunakan yaitu merah.
Kemudian, sabun cair yang telah jadi dilakukan analisa. Analisa yang pertama
yaitu derajat keasamaan atau pH. Analisa ini dilakukan dengan melarutkan 5 gr
sampel sabun cair dengan 10 mL akuades. Setelah larut, dilakukan pencucian pH
meter dengan akuades hingga netral (menunjukkan angka 7). Kemudian, memasukkan
pH meter kedalam larutan sabun. Lalu membaca angka pH yang dihasilkan. Angka
pH yang dihasilkan oleh sabun cair ini yaitu sebesar 8. Nilai pH sudah sesuai dengan
standar mutu SNI 06-4085-1996 yaitu sabun cair berkisaran 6 – 8.
Analisa yang terakhir yaitu kadar alkali/asam lemak bebas. Langkah yang
pertama yaitu menyiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 mL etanol 95% di
dalam labu erlenmeyer. Alkohol netral ini berfungsi sebagai pelarut untuk sampel
yang mengandung minyak. Karena alkohol yang digunakan adalah untuk melarutkan
minyak, sehingga alkohol yang digunakan yaitu etanol dengan konsentrasinya berada
di kisaran 95-96%. Alkohol bisa diganti dengan yang lain, namun alkohol berupa
etanol 95% merupakan pelarut lemak yang baik dibandingkan dengan yang lain, dari
segi toksifitas yang rendah dan kepolarannya.
Setelah alkohol netral telah jadi, dilakukan penambahan 0,5 mL indikator
phenolphthalein (PP) dan ditambahkan sampel sebanyak 4 gram. Kemudian,
didinginkan hingga suhu 60-70 oC. Setelah pendinginan, selesai, melihat dari warna
larutan, jika larutan bersifat tidak bersifat basa (ditandai tidak berwarna merah muda
ketika ditambahkan indikator phenolphthalein (PP)) dilakukan titrasi dengan NaOH
0,1 N dalam alkohol untuk diuji asam lemak bebas yang dikandungnya hingga titik
akhir titrasinya yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda.
Titrasi dilakukan secara duplo yaitu dengan menitrasi sebanyak 2 kali. Dimana
titrasi duplo ini, dilakukan agar hasil volume titran yang dihasilkan akurat. Kemudian,
dilakukan perhitungan yang telah tertera pada 5.2.1, didapatkan hasil asam lemak
bebas yang terkandung sebesar 0,8266%. Hal ini telah sesuai menurut SNI 06-3532-
1994 mengenai syarat mutu sabun cair, yaitu asam lemak bebas yang terkandung
kurang dari 2,5%. Dimana sabun cair yang dianalisa kurang dari 2,5%.

VII. Kesimpulan
1. Sabun merupakan campuran dari senyawa natrium dengan asam lemak yang
digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk cair, busa, dengan atau
tanpa zat tambahan lain serta tidak menimbulkan iritasi pada kulit
2. Produksi sabun cair telah benar yang ditandai dengan viskositas sabun yang
kental, warna yang sesuai dengan pewarna, dan busa yang dihasilkan.
3. Analisa kualitas sabun mandi cair yang dihasilkan dengan benar yaitu dengan
SNI 06-3532-1994 mengenai syarat mutu sabun cair, yaitu meliputi asam lemak
bebas dan SNI 06-4085-1996 mengenai syarat mutu sabun cair untuk pengukuran
pH sabun.

VII. Referensi
Aloysius, H.P., 1999, Kimia Untuk Universitas, edisi keenam. Jilid 1, Erlangga,
Jakarta, hal. 521
Alexander J, Shirrton, Swern D, Norris FA, and Maihl KF, 1964, “Bailey’s Industrial
Oil and Fat Product”,3rdEd. John Wiley & Sons, New York, London, Sydney.
Asri Widyasanti, D. (2016). Pembuatan Sabun Cair Transparan Menggunakan
Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Penambahan Bahan Aktif Ekstrak Teh Putih
(Camellia Sinensis). Jurnal Teknik Pertanian Lampung.
Levenspiel, O., 1972. Chemical Reaction Engineering, 2 Ed. John Wiley & ons,
Inc., New York, hal. 21-22
Nayyifatus Sa’diyah, D. (2018). Formulasi Sabun Mandi Cair Berbasis Minyak Biji
Kapuk Randu (Ceiba Pentandra Gaertn) Dengan Penambahan Jasmine Oil. Inovasi
Teknik Kimia.
Perry, R.H. and Green, D.W., 1984, “Perry’s Chemical Engineer’s Handbook”, 6 Ed.
Mc Graw Hill BookCompany, Inc, New York. SII.0005-72
Rosmainar, Lilis. 2021. FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN SABUN CAIR
DARI EKSTRAK DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix) DAN KOPI ROBUSTA
(Coffea canephora) SERTA UJI CEMARAN MIKROBA. Jurnal Kimia Riset,
Volume 6 No.1
Sri Lestari, dkk. (2020). Sabun Cair Antiseptik Herbal Bunga Lavender

Anda mungkin juga menyukai