Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

SAPONIFIKASI
LABORATORIUM REKAYASA PROSES PRODUK INDUSTRI KIMIA

DISUSUN OLEH:
CINTHYA PUTRI. A (03031282025031)
KGS. MALIK ATA' AL-RAHMAN (03031282025036)
M. DIFA DZIKRA R. G (03031382025092)
RASHYANTI NABILAH ANDJANI (03031382025097)
HIJRAH AYU OKTAVIANI (03031382025109)
AULIA SAVITRI (03031382025114)
BONFILIO SHAQUILLE GUNAWAN (03031382025118)

NAMA CO-SHIFT: 1. FRANS RIVALDO SIAHAAN


2. RAHMAD ALFAKHRI
NAMA ASISTEN :

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris yang kaya dengan sumber daya alam
antara lain minyak, gas bumi, batu bara, dan sumber alam lainnya. Sumber daya
alam tersebut dapat menghasilkan berbagai jenis produk atau bahan kimia yang
mempunyai manfaat beraneka ragam. Salah satu produk yang berfungsi sebagai
pembersih adalah sabun. Sabun adalah produk hasil industri yang memiliki peran
sebagai pencuci dan pembersih kotoran pada tubuh manusia dan lainnya. Sabun
bisa dijumpai dalam berbagai bentuk, mulai dari sabun krim, sabun bubuk, sabun
padat dan sabun cair. Perkembangan teknologi pembuatan sabun telah meningkat
pesat, sehingga proses pembuatan sabun menjadi lebih efektif dan efisien.
Proses pembuatan sabun dilakukan melalui proses saponifikasi larutan
alkali dan lemak minyak dengan hasil samping gliserol. Lemak hewani dan
minyak nabati merupakan contoh lemak minyak yang bisa digunakan dalam
proses pembuatan sabun. Sabun sangat bisa memiliki kandungan yang bervariasi,
tergantung pada kebutuhan pasar serta sifat dan jenis sabun itu sendiri. Kebutuhan
sabun akan terus meningkat seiring waktu dengan besarnya kebutuhan manusia
untuk meningkatkan kebersihan pada berbagai aspek. Salah satu cara untuk
memenuhi kebutuhan sabun tersebut adalah dengan cara membuat sabun produksi
sendiri. Sabun produksi mandiri dapat disesuaikan kandungan dan zat yang
terkandung di dalamnya karena bahan baku yang digunakan bisa diatur sendiri.
Praktikum saponifikasi bertujuan untuk mengetahui prinsip dan cara kerja
pembuatan sabun yang sesuai dengan standar laboratorium. Praktikan juga akan
mempelajari bagaimana serta apa saja reaksi yang terjadi dalam proses
saponifikasi. Sabun yang dibuat dengan standar laboratorium tentunya akan
dibandingkan juga kualitasnya dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Proses
saponifikasi ini nantinya akan melalui beberapa pengujian kualitas yang bertujuan
untuk melihat kelayakan pemakaian sabun yang dihasilkan. Pengujian tersebut
terdiri atas uji organoleptiok,uji pH, dan uji kadar alkali bebas.

1
2

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana pengaruh penambahan eco-enzyme terhadap sabun yang
dihasilkan?
2) Bagaimana pengaruh temperatur rekasi terhadap proses safonifikasi?
3) Bagaimana pengaruh kecepatan pengadukan terhadap sabun yang
dihasilkan?

1.3. Tujuan
1) Mengetahui pengaruh penambahan eco-enzyme terhadap sabun yang
dihasilkan.
2) Mengetahui pengaruh temperatur rekasi terhadap proses safonifikasi.
3) Mengetahui pengaruh kecepatan pengadukan terhadap sabun yang
dihasilkan.

1.4. Manfaat
1) Bagi praktikan, dapat menambah pengetahuan mengenai proses
saponifikasi serta karaakteristik produk yang dihasilkan.
2) Bagi peneliti, dapat menjadi acuan serta referensi studi literatur yang
berkaitan dengan proses saponifikasi.
3) Bagi masyarakat, dapat menambah wawasan umum mengenai cara
pembuatan sabun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengenalan Saponifikasi


Saponifikasi merupakan sebuah proses pembuatan sabun yang diperoleh
dari asam lemak atau sebuah proses dimana lemak atau minyak bereaksi dengan
alkali (seperti NaOH, KOH) untuk membentuk sabun dan gliserol. Asam lemak
yang digunakan dapat berasal dari lemak hewani ataupun nabati. Senyawa alkali
yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah NaOH dan KOH. Menurut
Ariyadi (dalam Sukeksi dkk, 2018) mengatakan bahwa pembuatan sabun dari
NaOH akan membentuk sabun padatan, sedangkan sabun dari KOH akan
mebentuk sabun cair. Pembuatan sabun yang berasal dari alkali kuat, seperti
NaOH dan KOH memiliki rentang pH sebesar 9,0–10,8 (Hajar dan Mufidah,
2016). Penggunaan konsentrasi basa yang berlebihan dapat menyebabkan iritasi
kulit, hal tersebut dapat terjadi karena adanya peningkatan dari daya absorbansi
kulit
Mekanisme reaksi yang terjadi pada proses saponifikasi adalah hidrolisis
asam lemak dimana reaksi saponifikasi akan membentuk produk samping berupa
gliserol. Proses saponifikasi akan menghasilkan produk sabun dengan gugus asam
karboksilat selain dari gugus C12 dan C16. Metode yang umum digunakan dalam
pembuatan digunakan dalam pembuatan sabun adalah cold process dan hot
process. Kedua metode tersebut didasari penggunaan suhu yang berbeda dimana
suhu pada cold process lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan suhu hot
process. Metode cold process dilakukan pada rentang suhu 30–35oC, sedangkan
metode hot process dilakukan pada rentang suhu 60–70oC (Astuti dkk, 2021).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses saponifikasi, seperti
konsentrasi larutan alkali yang digunakan, suhu, kecepatan pengadukan, dan
waktu reaksi. Penggunaan alkali berlebih dapat menyebabkan terjadi pemekatan
yang menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga membuat fasanya
menjadi tidak homogen. Penggunaan konsentrasi alkali yang terlalu encer
memerlukan reaksi pembentukan sabun yang lebih lama. Penggunaan suhu

3
operasi akan menaikkan kecepatan reaksi pembentukan sabun. Proses pengadukan
dilakukan

4
5

untuk memperbesar interaksi antar molekul reaktan yang bereaksi, dimana


semakin besar interaksi antar molekul reaktan maka reaksi yang terjadi menjadi
semakin besar. Penggunaan waktu reaksi yang semakin lama akan menyebabkan
semakin banyak minyak dikonversi menjadi sabun yang berarti hasil dari produk
yang diperoleh akan semakin meningkat juga jumlahnya.

2.2. Pengenalan Sabun


Sabun merupakan garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal
dari minyak nabati atau lemak hewani melalui proses berupa saponifikasi. Sabun
merupakan salah satu jenis surfaktan atau jenis senyawa yang dapat menurunkan
tegangan permukaan air. Sifat inilah menyebabkan sabun dapat menghilangkan
kotoran sehingga mudah dibersihkan. Berdasarkan struktur kimianya bagian akhir
dari rantai ionnya bersifat hidrofil sedangkan rantai karbonnya bersifat hidrofobik
(Prabowo, 2017). Rantai hidrokarbon pada sabun dapat larut dalam partikel
minyak yang tidak larut dalam air sehingga dapat dicuci. Sabun memiliki zat anti
bakteri untuk mematikan bakteri penyebab masalah pada kulit.
Seni pembuatan sabun sudah ada sejak zaman Babilonia sekitar 2.800 SM,
dimana pada saat itu mereka membuat sabun dari lemak yang direbus dengan abu.
Penggunaan sabun pada saat itu untuk membersihkan wol dan dan kapas yang
digunakan dalam pembuatan tekstil dan sebagai pengobatan selama 5000 tahun.
Istilah saponifikasi sendiri diambil dari bahasa latin “sapo” yang berarti soap atau
sabun. Sapo yang juga merupakan nama sebuah gunung yang ada dalam legenda
Romawi Kuno. Sapo digunakan menjadi tempat pemotongan hewan kurban pada
masanya. Hujan yang turun menyebabkan sisa dari lemak hewan tercampur
dengan abu kayu hasil pembakaran yang mengalir ke Sungai Tiber. Abad ke-1,
bangsa Romawi Kuno melakukan saponifikasi dengan mereaksikan amonium
karbonat dengan minyak tumbuhan dan lemak hewan untuk dijadikan sabun.
Sabun bersifat basa, dimana terdapat garam alkali yang berasal dari asam
lemak sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Sabun juga dapat menghasilkan
busa apabila diaduk dalam air. Busa merupakan gas yang terjebak oleh lapisan
tipis cairan yang mengandung sejumlah molekul sabun yang terabsorpsi pada
6

lapisan tipis. Gugus hibrofobik surfaktan akan mengarah ke gas, sedangkan


bagian hidrofiliknya akan mengarah ke larutan lalu gelembung akan keluar dari
badan cairan (Sukeksi dkk, 2018). Sabun juga bersifat anti bakteri yang
disebabkan proses kimia koloid pada sabun oleh garam natrium dari asam lemak
yang digunakan untuk mencuci kotoran baik bersifat polar ataupun non polar.
Sabun memiliki gugus non polar, yaitu gugus -R berfungsi untuk mengikat
kotoran dan gugus -COONa untuk mengikat air karena sifatnya yang homogen,
yaitu polar (Wahyuni dan Dhora, 2019). Kotoran yang umumnya menempel pada
kulit adalah minyak, lemak, dan keringat dimana zat tersebut tidak dapat larut
dalam air karena sifatnya yang non polar. Menurut standar nasional indonesia
(SNI) sabun cair merupakan pembersih kulit terbuta dari bahan aktif seperti
deterjen sintetik dari proses saponifikasi lemak dengan basa tanpa menimbulkan
iritasi. Berikut ini merupakan standar mutu sabun cair yang tertera pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Standar Mutu Sabun Cair


Persyaratan Satuan Kriteria Uji No.
4,0 – 10, 0 - PH 1.
Min. 15, 0 % fraksi massa Total Bahan Aktif 2.
Maks 4 % fraksi massa Asam Lemak Bebas 3.
Min 0,1 % fraksi massa Alkali Bebas 4.
Cemaran Mikroba 5.
Maks 1x103 Koloni/g Angka Lempeng Total (ALT) 5.1
Maks 1x10 3
Koloni/g Angka Kapang dan Kamir 5.2
Negatif Per 0,1 g Pseudomonas Aeruginosa 5.3
Negatif Per 0,1 g Staphylococcus Aerus 5.4
Negatif Per 0,1 g Candida Albicans 5.5
Sumber: (SNI 4085: 2017)

Pembuatan sabun memiliki dua bahan, yaitu bahan utama yang berupa
variasi minyak nabati atau lemak hewan serta bahan pendukung. Bahan
pendukung pada pembuatan sabun yang umum digunakan adalah pewangi berupa
ekstrak, pewarna, natrium klorida, natrium karbonat, dan natrium fosfat.
7

Penambahan bahan-bahan pendukung pada pembuatan sabun dapat meningkatkan


kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen (Fatimah dkk, 2021).

2.3 Jenis-Jenis Bentuk Sabun


Sabun merupakan bentuk sediaan farmasi yang dihasilkan melalui reaksi
saponifikasi antara minyak atau asam lemak dengan senyawa alkali. Sabun berpotensi
untuk dimanfaatkan sebagai produk yang dapat membersihkan kulit serta melindungi
kulit dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas dan paparan sinar matahari.
Sabun dapat ditemukan dalam bentuk yang berbeda. Dua jenis bentuk yang dimiliki
oleh sabun yaitu berupa sabun cair dan sabun padat (Anwarudin dan Riandini, 2021).
2.3.1 Sabun Cair
Sabun cair termasuk salah satu jenis sabun yang dihasilkan dalam bentuk cair.
Sabun cair dapat terbuat dari bahan dasar sabun dengan adanya penambahan surfaktan,
penstabil busa, dan bahan tambahan lainnya seperti pengawet, pewangi, dan pewarna
yang diizinkan dan tidak mengakibatkan kulit mengalami iritasi (Sari dkk, 2019).
Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh sabun cair diantaranya yaitu sabun cair dalam
penggunaannya lebih praktis dan higienis karena diaplikasikan secara langsung pada
kulit atau benda dengan dikemas dalam botol sehingga dapat diakses dengan mudah.
Sabun cair lebih mudah untuk dibersihkan karena tidak meninggalkan sisa-sisa sabun
pada permukaan sehingga dapat mencegah risiko terjadinya penumpukan bakteri dan
kuman. Keunggulan sabun cair selain itu, lebih mudah dikemas karena menggunakan
kemasan botol dimana pengisiannya dapat diisi ulang atau di-refill sehingga lebih
ramah lingkungan dengan tidak menggunakan kemasan plastik secara berlebih.
Sabun cair dapat bermanfaat dalam menjaga kesehatan kulit. Sabun cair
dapat membantu membunuh kuman dan mencegah infeksi pada kulit sehingga
berguna untuk membersihkan tubuh, tangan wajah, maupun permukaan benda.
Sabun cair dalam penggunaannya apabila digunakan secara berlebihan dapat
mempunyai efek samping karena terdapat bahan-bahan yang keras atau tidak cocok
dengan jenis kulit tertentu sehingga dapat mengakibatkan kulit mengalami iritasi.
Sabun cair sangat penting untuk diperhatikan agar menghindari efek samping dan
masalah kesehatan lainnya dengan memilih sabun cair yang sesuai dan cocok dengan
jenis kulit serta memperhatikan cara penggunaannya. Berbagai produk sabun cair
8

yang dapat ditemukan di kalangan masyarakat yaitu sabun mandi, sabun pencuci
tangan, sabun pembersih wajah, sabun cuci piring, deterjen, dan shampoo.
2.3.2 Sabun Padat
Sabun padat merupakan salah satu jenis sabun berbentuk padat yang
lebih dikenal dengan sebutan sabun batangan. Sabun padat dapat dibuat dengan
menggunakan lemak padat dan NaOH melalui reaksi saponifikasi (Rusli, 2016).
Sabun padat mempunyai kestabilan fisik yang lebih unggul dibandingkan dengan
sabun cair. Free Fatty Acid (FFA) yang sering terkandung di dalam sabun padat
inilah yang dapat meningkatkan penampilan fisik dan memperbaiki kekerasan
pada sabun padat. Sabun padat dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu
sabun transparan, sabun opaque, dan sabun translucent (Nurrosyidah dkk, 2019).
Sabun transparan adalah jenis sabun padat yang mempunyai konsistensi
transparan atau tembus cahaya yang paling tinggi. Sabun transparan umumnya dibuat
dengan menggunakan bahan-bahan, seperti gliserin, sorbitol, alkohol, propilen glikol,
dan sodium lauril sulfat. Sabun transparan dapat disebut dengan sabun gliserin karena
gliserin merupakan bahan utama dalam pembuatannya.yang digunakan sebanyak 10-
15%. Keuntungan yang dihasilkan pada sabun transparan yaitu busa yang dihasilkan
lembut, melembabkan kulit, serta penampilannya menarik dan berkilau (Juliansyah
dan Firawati, 2020). Sabun opaque adalah jenis sabun padat yang dapat ditemukan di
pasaran dengan harga yang relatif murah dimana mempunyai penampilan yang padat,
tidak tembus pandang, dan kompak. Sabun ini dalam pemakaiannya lebih hemat dan
ramah lingkungan namun mempunyai kerugian yaitu dapat mengakibatkan terjadinya
pengikisan lapisan hidrolipid pada kulit sehingga kulit akan menjadi kering.
Sabun translucent adalah jenis sabun padat yang mempunyai penampilan
fisik yaitu tampak cerah, terlihat sedikit tembus cahaya, dan agak transparan
dengan mengandung gliserin sekitar 2-4%. Sifat sabun translucent ini berada di
antara sabun opaque dan sabun transparan. Sabun translucent dalam proses
pembuatannya harus dilakukan pengontrolan terhadap penambahan gliserin dan
bahan tipe poly-ol sehingga dihasilkan sabun translucent yang sesuai. Parfum
sebagai bahan tambahan dalam pembuatan sabun translucent juga perlu diperhatikan
jumlah pemakaiannya. Jumlah bahan pewangi yang akan digunakan pada sabun ini
9

umumnnya tidak lebih dari 1,5%. Sabun translucent apabila bahan pewangi yang
terkandung di dalamnya lebih dari 1,5% akan mempengaruhi translucent pada
sabun tersebut.
2.4 Metode dalam Pembuatan Sabun
Metode pembuatan sabun termasuk salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi kualitas sabun yang dihasilkan. Penggunaan metode pembuatan sabun
yang sesuai dan tepat akan menghasilkan sabun yang berkualitas baik, aman, dan
efektif dalam membersihkan kulit. Metode pembuatan sabun yang umumnya
digunakan baik dalam skala industri maupun skala rumah tangga dapat terbagi
menjadi dua yaitu metode batch dan metode kontinyu. Kedua metode tersebut
tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
2.4.1 Metode Batch
Metode batch adalah metode pembuatan sabun yang dilakukan secara
bertahap dalam jumlah yang terbatas. Proses pembuatan sabun pada metode ini dapat
disebut dengan proses ketel karena menggunakan ketel sebagai tempat pendidihan
bahan baku. Metode batch sering digunakan pada skala rumah tangga atau produksi
kecil karena relatif mudah dan murah untuk dilakukan. Metode batch diklasifikasikan
menjadi dua yaitu semiboiled saponification dan cold proses saponification.
Semiboiled saponification dilakukan dengan pemanasan pada suhu tertentu untuk
mereaksikan minyak atau lemak dengan larutan alkali. Sabun cair dalam proses
pembuatannya menggunakan semiboiled saponification dengan bantuan panas
(Zahro, 2021). Cold process saponification merupakan metode menggunakan panas
yang dihasilkan dari kombinasi asam lemak dalam minyak dan lemak yang meleleh
dengan NaOH dengan dibutuhkan waktu yang lama (Vidal dkk, 2018).
2.4.2 Metode Kontinyu
Metode kontinyu adalah metode pembuatan sabun yang dilakukan secara
terus-menerus dengan menggunakan sistem perpipaan dan reaktor yang dihubungkan
secara langsung. Metode kontinyu dilakukan dengan hidrolisis minyak atau lemak
dengan air pada temperatur dan tekanan tinggi dengan bantuan katalis. Proses pada
metode ini dapat disebut dengan proses hidrolisa karena pembuatan asam lemaknya
yang terjadi di dalam hidrolizer. Metode kontinyu sering digunakan pada skala
10

industri karena dapat menghasilkan sabun dalam jumlah yang besar dan efisien.
Metode kontinyu dalam penggunaannya pada pembuatan sabun dapat menghasilkan
sabun dengan nilai kadar alkali yang lebih rendah dan kualitas yang lebih baik.

2.5. Bahan Baku Utama Pembutan Sabun


Saponifikasi adalah proses di mana trigliserida digabungkan dengan basa
kuat untuk membentuk fatty acid metal salts selama proses pembuatan sabun.
Distribusi asam lemak tak jenuh dan asam lemak jenuh menentukan kekerasan,
aroma, pembersihan, busa, dan kemampuan melembabkan sabun. Bahan baku
utama dari pembuatan sabun adalah minyak nabati dan larutan alkali.
2.5.1. Minyak Nabati
Minyak nabati adalah kelompok lemak yang berasal dari beberapa biji-
bijian, kacang-kacangan, biji-bijian sereal, dan buah-buahan. Penting untuk
dipahami bahwa tidak semua minyak nabati ini merupakan minyak cair pada suhu
lingkungan. Produksi dari minyak nabati tidak semuanya diolah dalam jumlah
komersial, dan dari yang diproduksi, tidak semua dianggap dapat dimakan dalam
arti sebagai komponen makanan yang khas. Minyak nabati yang berbeda memiliki
perbedaan penting dalam komposisi asam lemak dan juga komposisi yang
berbeda. Minyak nabati kaya akan trigliserida dan mengandung asam lemak dan
zat gizi mikro tokoferol, fosfolipid, sterol, karotenoid, dan lain-lain (Wen dkk.,
2023). Minyak nabati yang diketahui adalah minyak zaitun, minyak kemiri,
minyak kelapa sawit, minyak bunga matahari, minyak kedelai, minyak argan,
minyak kacang tanah dan masih banyak lagi minyak yang dapat diekstrak dari
tumbuhan.
Minyak nabati pada dasarnya diperoleh dari biji minyak, dengan buah
yang kaya akan minyak seperti buah kelapa sawit dan pohon zaitun sebagai
sumber tambahan yang penting. Ekstraksi pelarut digunakan untuk pengambilan
minyak dari biji minyak, tetapi dalam kasus minyak kelapa sawit dan minyak
zaitun. Minyak diambil dengan memisahkannya dari fase air yang ada di dalam
buah setelah dihancurkan. Minyak nabati sebagian besar dimurnikan sebelum
dikonsumsi, penyulingan terdiri dari serangkaian langkah yang dirancang untuk
menghasilkan minyak yang hambar dan stabil. Minyak olahan dapat dimodifikasi
11

untuk mengubah sifat fisiknya. Minyak zaitun murni, yaitu minyak zaitun yang
belum dimurnikan, memainkan peran penting dalam pasar minyak nabati. Proses
penyulingan dan modifikasi minyak semakin ditingkatkan. Selama fase
pengolahan minyak kedelai sangat menyumbang produksi uap (Bai dkk., 2021).
2.5.2. Larutan Alkali
Larutan alkali adalah zat dengan ion hidroksida bebas (OH-) dalam
larutan. Skala pH secara tidak langsung mengukur konsentrasi ion H+ dalam
larutan. Karena alkali memiliki lebih banyak ion OH- daripada ion H+, maka
konsentrasi relatif H+-nya rendah, sehingga nilai pH-nya akan tinggi. Larutan ini
merupakan hidroksida basa atau garam ionik dari logam alkali atau unsur logam
alkali tanah yang larut dalam air. Mereka adalah basa kuat yang mengubah kertas
lakmus merah menjadi biru dan bereaksi dengan asam untuk membentuk garam.
Magnesium oksida adalah alkali yang bisa digunakan untuk saponifikasi (WANG
dkk., 2023).
2.5.3. Minyak Nabati Terhadap Alkali
Saponifikasi (hidrolisis basa) merupakan reaksi mengubah lemak menjadi
sabun dengan menggunakan larutan alkali. Mekanisme saponifikasi yang
mempengaruhi FFA, air dan jumlah basa oleh karena itu hal ini perlu diperhatikan
(Chanakaewsomboon dkk., 2020). Reaksi ini dikatalisis oleh asam atau basa kuat.
Saponifikasi adalah hidrolisis basa dari ester asam lemak. Sabun mandi
merupakan komposisi natrium atau kalium dengan asam lemak minyak nabati
atau lemak hewani dalam bentuk padat, lunak atau cair dan busa digunakan
sebagai bahan pembersih. Reaksi pembuatan sabun yaitu reaksi yang terjadi antara
hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserin dalam basa sehingga dapat
terhadu reaksi saponifikasi yang mampu mengolah minyak menjadi sabun.
Meskipun reaksi trigliserida satu langkah dengan alkali paling sering
digunakan, ada juga reaksi penyabunan dua langkah. Dalam reaksi dua langkah,
hidrolisis uap trigliserida menghasilkan asam karboksilat (bukan garamnya) dan
gliserol. Pada langkah kedua dari proses ini, alkali menetralkan asam lemak untuk
menghasilkan sabun. Meskipun sabun keras natrium hidroksida dan sabun cair
kalium hidroksida digunakan untuk pembersihan sehari-hari, ada sabun yang
12

dibuat menggunakan hidroksida logam lainnya. Sabun litium digunakan sebagai


minyak pelumas. Ada juga "sabun kompleks" yang terdiri dari campuran sabun
logam. Contohnya adalah sabun litium dan sabun kalsium. Alat pemadam api
kimia basah menggunakan saponifikasi untuk mengubah minyak dan lemak yang
terbakar menjadi sabun yang tidak mudah terbakar dan mampu menyerap panas.
2.6. Bahan Tambahan Pembuatan Sabun
Sabun yang dibuat kebanyakan tidak dipakai hanya untuk membersihkan
tubuh saja. Sabun dipaki juga sebagai pembersih dan penghilang bau tak sedap.
Sabun seringkali diberi bahan penunjang lainnya untuk meningkatkan daya jual
belinya agar menarik para pelanggan. Berbagai senyawa juga dipakai untuk
menyempurnakan proses reaksi, seperti penambahan pengemulsi.
2.6.1. Pengharum
Sabun seringkali ditambahkan pengharum untuk menambah daya tarik
pembeli. Pengharum dicampurkan dan dilarutkan dalam sabun bertujuan untuk
menutupi bau tak sedap. pengharum sendiri terbagi menjadi dua jenis. Jenis yang
ang pertama adalah natural fragrance, yang terbuat dari ekstrak sari bunga atau
tumbuhan asli. Pengharum natural sangat berkaitan dengan banyak faktor, seperti
spesies, lingkungan penanaman, kondisi penyimpanan, metode pengolahan (Zeng
dkk., 2023). Jenis kedua adalah sintetis fragrance, yaitu pengharum sintetis yang
terbuat dari percampuran essential oil dan bahan kimia. Sayangnya tidak semua
jenis bunga dan tumbuhan asli dapat memproduksi essential oil yang cukup.
2.6.2. Surfaktan
Kemampuan sabun untuk mengangkat kotoran sampai sisa-sisa kosmetik
yang menempel di kulit, dikarenakan dalam formulasi sabun mandi transparan
terdapat banyak bahan tambahan salah satunya surfaktan. Surfaktan merupakan
suatu senyawa yang ditambahkan untuk menurunkan tegangan permukaan saat
pembuatan sabun. Surfaktan memiliki gugus hidrofilik dan lipofilik sekaligus
dalam satu struktur molekul. Sifat unik ini membuat surfaktan dapat digunakan
sebagai bahan pembasah, pengemulsi dan pembusa.
Meskipun banyaknya busa yang dihasilkan bukan merupakan ukuran
standar mutu sabun, tetapi busa yang banyak akan meningkatkan keoptimalan
13

pada sabun tersebut (Azme dkk., 2023). Salah satu surfaktan yang tidak
mengiritasi kulit adalah kokamidopropil betain. Kokamidopropil betain dalam
konsentrasi tinggi dapat meningkatkan kelembaban kulit lebih baik dibandingkan
natrium lauril sulfat. Penambahan kokamidopropil betain dalam formula sabun
mandi ini dapat meningkatkan kestabilan sabun dan busa yang dihasilkan.
2.8. Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Pratama dkk (2020) yang bertujuan untuk
memformulasikan bentonit menjadi sabun cair dengan kombinasi minyak jagung
dan minyak kelapa sebagai alternatif penyuci najis mughallazah. Bentonit
termasuk jenis tanah lempung yang memiliki sifat sama dengan tanah yang biasa
digunakan untuk bersuci dari najis mughallazah. Lima formula sabun cair bentonit
yang diformulasikan dan dioptimasi dengan metode SLD yang mengandung
kombinasi dari minyak jagung dan minyak kelapa dengan variasi konsentrasi.
Penilaian kualitas sabun cair yang dihasilkan dianalisa dengan menggunakan
pengujian terhadap organoleptik, stabilitas busa, bobot jenis, pH dan total bahan
aktif.
Hasil pengujian tersebut dianalisis menggunakan simplex lattice design
(SLD), kemudian diverifikasi menggunakan analisis statistik one sample t-test
dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi
optimum dari bentonit adalah 6,5% dengan persentase minyak jagung 85,43% dan
minyak kelapa 14,57%. Tidak ada perbedaan yang signifikan dari pH dan
stabilitas busa antara formula optimum sabun cair yang diprediksi menggunakan
SLD dari yang diformulasikan. Sabun cair bentonit yang telah selesai
diformulasikan dan dioptimasi tersebut telah memenuhi standar SNI 2588:2017
yang sudah ditetapkan dan dapat digunakan sebagai alternatif baru untuk penyuci
najis mughallazah.
Penelitian yang dilakukan oleh Bakhri dkk (2021) memiliki tujuan untuk
menghasilkan dan menentukan produk sabun cair yang berfungsi sebagai
pelembab kulit dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada penelitian ini
digunakan tiga formula, yang dimana formula pertama (F1) dibuat dari 300 g
minyak kelapa dan 100 g KOH dengan penambahan 200 g minyak zaitun.
14

Formula 2 (F2) dibuat dari 300 g minyak kelapa dan 100 g KOH dengan
penambahan 150 g minyak zaitun. Formula ketiga (F3) dibuat dari 300 g minyak
kelapa dan 100 g KOH saja.
Proses fabrikasi dari sabun cair dilakukan secara eksperimental dengan
menggunakan metode proses panas. Sabun cair dianalisis uji organoleptik berupa
busa dan kelembaban kulit dengan menggunakan metode observasi analitik dan
kuesioner yang melibatkan sepuluh koresponden. Sabun cair juga dianalisis untuk
penghambatan pertumbuhan mikroba menggunakan Staphylococcus aureus. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan minyak zaitun tidak mempengaruhi
busa sabun yang dihasilkan, dapat melembabkan kulit, dan tidak mempengaruhi
penghambatan pertumbuhan bakteri. Penambahan minyak zaitun juga dapat
meningkatkan kelembapan kulit pada sabun cair berbahan baku kelapa. Semakin
banyak kandungan minyak zaitun pada suatu sabun cair, maka semakin baik
kemampuannya dalam melembapkan kulit (Bakhri dkk, 2021).
Penelitian tentang sabun cair yang terakhir dilakukan oleh Widyasanti dan
Ramadha (2018) yang bertujuan untuk membuat sabun mandi cair, mencari
jumlah imbangan aquadest yang terbaik dalam pembuatan sabun mandi cair.
Tujuan lainnya dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan mutu
sabun mandi cair yang dihasilkan terhadap karakteristik dari sabun mandi cair.
Metode penelitian tersebut menggunakan metode eksperimental desain
laboratorium dengan analisis deskriptif dengan pembuatan sabun metode panas.
Perlakuan pada penelitian ini dengan perbedaan imbangan aquadest yang
diberikan untuk pembuatan sabun mandi cair berbahan minyak kelapa murni yaitu
sampel A, sabun mandi cair dengan imbangan aquadest : pasta sabun (1:1),
sampel B, sabun mandi cair dengan imbangan aquadest : pasta sabun (2:1), dan
sampel C, sabun mandi cair dengan imbangan aquadest : pasta sabun (3:1) dari
200 gram basis sabun. Pengamatan pada sabun mandi cair antara lain sifat fisik
sabun, sifat kimia sabun, dan uji organoleptik berupa warna, aroma, kekentalan,
busa, dan kuesioner. Perbedaan formulasi sabun, proses pengadukan bahan,
pencampuran bahan, suhu dan waktu juga mempengaruhi mutu pada proses
pembuatan dari sabun cair. Hasil analisis menunjukan bahwa semua formula
15

sabun mandi cair telah memenuhi persyaratan berdasarkan standar SNI sabun
mandi cair 06-4085-1996.
Formula sabun mandi cair dengan perlakuan sampel C merupakan produk
terbaik secara keseluruhan. Hasil analisis sabun mandi cair pada perlakuan sampel
C adalah bobot jenis 1,055, kadar alkali bebas 0,0073 %, nilai pH 9,07, lempeng
total 1× 104 koloni/g, nilai viskositas 3400 cPs, dan stabilitas busa sabun 27,66%.
Proses dalam pembuatan sabun mandi cair dengan minyak kelapa murni dan
imbangan aquadest yang terbaik dapat dikembangkan dan diaplikasikan pada
skala rumah tangga sampai dengan industri dari hasil penelitian tersebut.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1) Beaker Glass 200 mL
2) Double boiler
3) Termometer
4) Gelas ukur
5) Batang pengaduk
6) Pemanas (hot plate)
7) Neraca analitik
8) Buret
9) Klem dan Statif
10) Pipet tetes
11) Pipet volume
3.1.2. Bahan
1) Minyak Kelapa (230 mL)
2) KOH 25%, 30% dan 35% (100 gr)
3) Aquadest 300 mL
4) Pewangi non-alkohol
5) Alkohol 96%
6) Indikator PP
7) HCl 0,1 N
8) pH Universal
9) Eco-enzyme
3.2. Prosedur Percobaan
1) Alat dan bahan praktikum disiapkan.
2) Minyak dipanaskan dalam panci dengan suhu 70°C setelah ditimbang.
3) KOH 100 gr dilarutkan dengan 300 gr aquadest sembari menunggu
minyak dipanaskan.

16
17

4) Larutan KOH dimasukkan ke dalam minyak yang sudah dipanaskan,


dimasukkan secara sedikit demi sedikit sambil diaduk selama 1 jam.
5) Ketika mulai mengental, 5 gr sampel diambil dan dimasukkan ke dalam
beaker glass, lalu dilarutkan dengan 20 gr aquadest yang mendidih
6) Indikator PP diteteskan sejumlah 3 tetes.
7) Perubahan warna diamati.
18

3.3. Blok Diagram

Alat dan bahan praktikum disiapkan

Minyak dipanaskan dalam panci dengan suhu 70°C setelah


ditimbang.

KOH 100 gr dilarutkan dengan 300 gr aquadest sembari


menunggu minyak dipanaskan.

Larutan KOH dimasukkan ke dalam minyak


yang sudah dipanaskan, dimasukkan secara
sedikit demi sedikit sambil diaduk selama 1
jam.

Ketika mulai mengental, 5 gr sampel diambil dan


dimasukkan ke dalam beaker glass, lalu
dilarutkan dengan 20 gr aquadest yang mendidih

Indikator PP diteteskan sejumlah 3 tetes

Perubahan warna diamati


Gambar 3.1. Blok Diagram Reaksi Saponifikasi
DAFTAR PUSTAKA

Anwarudin, W., dan Riandini, R. 2021. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Padat
dari Ekstrak Etanol Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas Linn.) sebagai
Antioksidan. HERBAPHARMA: Journal of Herb Farmacological. Vol.
3(1): 27-32.
Astuti, E., Wulandari, F., & Hartati, A. T. 2021. Pembuatan Sabun Padat Dari
Minyak Kelapa Dengan Penambahan Aloe Vera Sebagai Antiseptik
Menggunakan Metode Cold Process. Jurnal Konversi, Vol. 10(2): 7-12.
Azme, S. N. K., Yusoff, N. S. I. M., Chin, L. Y., Mohd, Y., Hamid, R. D., Jalil, M.
N., Zaki, H. M., Saleh, S. H., Ahmat, N., Manan, M. A. F. A., Yury, N.,
Hum, N. N. F., Latif, F. A., dan Zain, Z. M. 2023. Recycling Waste
Cooking Oil Into Soap: Knowledge Transfer Through Community Service
Learning. Cleaner Waste Systems. Vol. 4(1): 100084.
Bai, Y., Zhai, Y., Ji, C., Zhang, T., Chen, W., Shen, X., dan Hong, J. 2021.
Environmental Sustainability Challenges of China’s Edible Vegetable Oil
Industry: From Farm to Factory. Resources, Conservation and Recycling,
Vol.1 (1): 170.
Bakhri, S., Amirullah., dan Kasim, M. R. 2021. Pembuatan Sabun Cair Berbasis
Minyak Kelapa dengan Penambahan Minyak Zaitun untuk Menghambat
Pertumbuhan Bakteri. JTIP Indonesia. Vol. 14(1): 34-48.
Chanakaewsomboon, I., Tongurai, C., Photaworn, S., Kungsanant, S., dan
Nikhom, R. 2020. Investigation of Saponification Mechanisms in
Biodiesel Production: Microscopic Visualization of The Effects Of FFA,
Water and The Amount of Alkaline Catalyst. Journal of Environmental
Chemical Engineering. Vol. 8(2): 103538.
Fatimah, S., Marfu'ah, U. N., & Kiswandono, A. A. 2021. Formula Sabun Susu
Sapi dengan Penambahan Ekstrak Daun Cengkeh. Analit: Analytical and
Environmental Chemistry. Vol. 6(1): 56-65.
Hajar, E. W. I., & Mufidah, S. 2016. Penurunan asam lemak bebas pada minyak
goreng bekas menggunakan ampas tebu untuk pembuatan sabun. Jurnal
Integrasi Proses. Vol. 6(2): 22-27.
Juliansyah, R., dan Firawati, F. 2020. Optimasi konsentrasi sukrosa terhadap
transparansi dan sifat fisik sabun padat transparan minyak atsiri sereh
wangi (Cymbopogon citratus L.). Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia.
Vol. 6(2): 91-96.
Nurrosyidah, I. H., Asri, M., dan Alfian, F. M. 2019. Uji Stabilitas Fisik Sediaan
Sabun Padat Ekstrak Rimpang Temugiring (Curcuma heyneana Valeton &
Zijp). PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal
of Indonesia). Vol. 16(2): 209-215.
Prabowo, A. 2017. Pembuatan Sabun Transparan dari Minyak Kelapa dengan
Penambahan Ekstrak Buah Mengkudu Menggunakan Metode
Saponifikasi NaOH. [SKRIPSI]. Surabaya (IDN). Institut Sepuluh
Nopember.
Pratama, C. M., Desmayanti, A., Marchaban., dan Rohman, A. 2020.
Optimization  of  Liquid  Soap  Containing  Bentonite  and  Combination
of Corn Oil and Virgin Coconut Oil For Cleansing Najis Mughalladzah.
Journal of Food and Pharmaceutical Sciences. Vol. 8(1): 184-192
Rusli, N. 2016. Formulasi Sediaan Sabun Padat Minyak Nilam
(Pogostemoncablin benth). Warta Farmasi. Vol. 5(2): 30-36.
Sari, S. A., Firdaus, M., Fadilla, N. A., dan Irsanti, R. 2019. Studi Pembuatan
Sabun Cair dari Daging Buah Pepaya (Analisis Pengaruh Kadar Kalium
Hidroksida terhadap Kualitas Sabun). In Talenta Conference Series:
Science and Technology (ST). Vol. 2(1): 60-65.
Standar Nasional Indonesia (4085). 2017. Standar Mutu Sabun Cair. (Online).
https://akses-sni.bsn.go.id/sni. (Diakses pada tanggal 27 Maret 2023).
Sukeksi, L., Sianturi, M., & Setiawan, L. 2018. Pembuatan sabun transparan
berbasis minyak kelapa dengan penambahan ekstrak buah mengkudu
(Morinda citrifolia) sebagai bahan antioksidan. Jurnal Teknik Kimia USU.
Vol. 7(2): 33-39.
Vidal, N. P., Adigun, O. A., Pham, T. H., Mumtaz, A., Manful, C., Callahan, G.,
Stewart, P., Keough, D., dan Thomas, R. H. 2018. The Effect of Cold
Saponification on the Unsaponified Fatty Acid Composition and Sensory
Perception of Commercial Natural Herbal Soaps. Journal of Chemistry.
Vol. 23(9): 1-20.
Wahyuni, S., & Dhora, A. 2019. Saponifikasi-Netralisasi Asam Oleat Minyak
Sawit menjadi Foaming Agent Ramah Lingkungan. Jurnal Teknologi
Industri Pertanian. Vol. 29(3): 317-326.
Wang, M., Huang, X. Wei, Xia, C., Feng, Z. Yu, Xu, Y., Meng, D. Liang, dan
Peng, X. Lin. 2023. Efficient Preparation of Magnesium Bicarbonate From
Magnesium Sulfate Solution and Saponification-Extraction for Rare Earth
Separation. Transactions of Nonferrous Metals Society of China (English
Edition). Vol. 33(2): 584–595.
Wen, C., Shen, M., Liu, G., Liu, X., Liang, L., Li, Y., Zhang, J., dan Xu, X. 2023.
Edible Vegetable Oils From Oil Crops: Preparation, Refining, Authenticity
Identification and Application. Process Biochemistry. Vol. 124(1): 168–
179.
Widyasanti, A., dan Ramadha, C. A. 2018. Pengaruh Imbangan Aquadest dalam
Pembuatan Sabun Mandi Cair Berbahan Virgin Coconut Oil (VCO).
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Vol. 2(1): 35-50.
Zahro, F. 2021. Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Bunga
Lawang (Illicium Verum L.) dengan Basis Minyak Zaitun (Olive Oil).
[DISERTASI]. Malang (IDN). Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.
Zeng, Z., Zhang, B., Zhan, Y., Huo, J., Shi, Y., Li, X., Zhe, W., Li, B., Zhang, Y.,
dan Yang, Q. 2023. Method Comparison of Sample Pretreatment and
Discovery of Differential Compositions of Natural Flavors and Fragrances
For Quality Analysis by Using Chemometric Tools. Journal of
Chromatography B. Vol. 1(1):123690.
LAMPIRAN CEK PLAGIARISME

Gambar 1. Bukti Plagiarisme

Gambar 2. Bukti Plagiarisme

Anda mungkin juga menyukai