Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM IPA TERAPAN

(SAPONIFIKASI LEMAK HEWANI DAN LEMAK NABATI)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ipa Terapan

Dosen Pengampu: Drs. Penduk Rintayanti S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 2

1. Aditya Nur Rahmawati (K7121008)


2. Embun Seger Ingati (K7121091)
3. Mia Karisma (K7121171)
4. Nadhilla Andrianni (K7121191)
5. Wakhi Datun Shoimah (K7121289)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2023
A. Judul Praktikum
Laporan Praktikum Saponifikasi Lemak Hewani
B. Tujuan Praktikum
Melalui Praktikum ini, mahasiswa dapat mengetahui proses saponifikasi
menggunakan lemak hewani dengan tepat.
C. Landasan Teori
Lemak merupakan hasil dari pemotongan hewan ternak, lemak ini biasanya
dianggap limbah/tidak berguna karena mempunyai bau busuk yang dapat
mengganggu lingkungan, tetapi sebagian orang menjadikan lemak sebagai
bahan untuk penambah rasa gurih pada makanan. Banyak yang mengatakan
bahwa lemak mengandung kolesterol yang tinggi sehingga tidak baik untuk
kesehatan. Untuk itu masyarakat perlu melakukan pengolahan lemak agar
menjadi produk yang lebih bermanfaat dan mempunyai nilai jual yang tinggi,
untuk itu industri yang memiliki peran cukup penting yakni industri sabun,
karena lemak hewan ini dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan
sabun (Febriyanti, 2018). Lemak hewani dijadikan sebagai bahan baku sabun
karena mengandung minyak.
Sabun adalah campuran senyawa natrium maupun kalium dengan
menggunakan asam lemak baik asam lemak dari minyak nabati maupun lemak
hewani yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, dapat berbentuk padat
atau cair dengan atau tanpa menggunakan zat tambahan lain dan tidak
menyebabkan iritasi pada kulit. Sabun yang didapatkan berasal dari dari proses
hidrolisis minyak yang dilanjutkan dengan proses saponifikasi dalam kondisi
basa. jika menggunakan jenis basa NaOH maka hasilnya akan membuat sabun
padat sedangkan jika basa berupa KOH maka menghasilkan produk sabun cair
(Febriana&Sirlyana, 2019). Sabun sendiri memiliki kandungan senyawa
surfaktan yakni sebuah oleokimia turunan dimana salah satu dari molekulnya
mempunyai gugus hidrofobiik dan gugus yang lain mempunyai sifat hidrofilik
sehingga mampu membuat campuran antara air dan lemak/minyak menyatu.
Didalam sabun terdapat kandungan antibakteri sehingga sabun tersebut dapat
mematikan bakteri pada kulit hal tersebut membuat kulit menjadi bersih dan
terhindar dari berbagai macam bakteri yang dapat mengkontaminasi (Pangesti,
dkk., 2021)
Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun dengan adanya proses untuk
memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara
mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga
membentuk sabun (Pratiwi, dkk., 2018). Sedangkan menurut Arlofa, dkk
(2021) saponifikasi yaitu mereaksikan trigliserida dengan soda kaustik (NaOH)
maupun KOH sehingga menghasilkan sabun dan produk samping berupa
gliserin dengan bahan pembuatan sabun dapat berupa lemak hewani maupun
lemak/minyak nabati. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak atau minyak yang dikarenakan
adanya basa kuat NaOH atau KOH sehingga dapat menghasilkan sabun berupa
garam natrium dari asam lemak/minyak. Faktor yang mempengaruhi reaksi
penyabunan menurut (Agustini,2017) yaitu konsentrasi NaOH/KOH, kecepatan
pengadukan, suhu, dan waktu. Pada pembuatan sabun jika bahan dasar yang
biasa digunakan adalah C12-C18 jika kurang dari C12 maka akan dapat
membuat kulit menjadi iritasi sedangkan jika lebih besar dari C20 maka akan
menyebabkan campuran yang digunakan kurang larut
(Widiyati&Wahyuningtyas, 2020).
Langkah pertama dari proses saponifikasi yakni adanya pembentukan sabun
dimana trigliserida (lemak/minyak), natrium oksida, larutan elektrolit berupa
garam natrium dan alkali dari pencucian diumpan ke dalam autoklaf,
dipanaskan dan diaduk pada suhu 120℃ dan tekanan 2 atm. Lebih dari 99,5 %
lemak berhasil di saponifikasi pada proses ini. Hasil reaksi yang dihasilkan
kemudian dimasukkan kedalam sebuah pendingin berpengaduk dengan suhu
85-90 ℃ Sebanyak 1,2 – 1,4% NaCl ditambahkan kedalam sabun untuk
mengontrol viskositas larutan. Garam NaCl adalah larutan elektrolit yang biasa
digunakan untuk mempertahankan agar viskositas sabun tetap rendah.
Kemudian komponen ini diumpan ke turbidisper C. Disini hasil saponifikasi
disempurnakan sehingga terbentuk 2 fase produknya yaitu sabun dan lye.
Turbidisper, mikser (pencampur), pompa untuk sirkulasi dan tangki netralisasi
merupakan bagian terpenting pada proses ini. Asam lemak dan kaustik soda
dicampur dalam turbidisper yang dilengkapi dengan dialirkan kedalam mixer
yang dilengkapi dengan jaket pendingin melalui bagian bawah mixer. Hasil
pencampuran berupa asam lemak dan kaustik soda yang tidak bereaksi akan
dikeluarkan lagi dari saluran di bagian samping mixer untuk diumpan kembali
ke turbidisper dengan bantuan pompa sirkulasi. Sabun yang 25 masuk ke mixer
diteruskan ke holding mixer kemudian sabun yang telah terbentuk dikeringkan.
Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30 - 35 % pada sabun murni menjadi
8 – 18% pada sabun butiran atau lempengan. Proses pembungkusan,
pengemasan, dan penyusunan sabun tersebut merupakan tahap terakhir
penyelesaian pembuatan sabun
D. Alat dan Bahan
1. Alat

a. Kompor 1 buah

b. Timbangan 1 buah

c. Cawan Porselen 1 buah

d. seng 1 buah

e. Pengaduk 1 buah

f. Pisau 1 buah

g. Gelas Plastik 1 buah

1 Bahan

a. Kalium Hydroxsida (KOH) 1,34 gram

b. Lemak Hewani 1, 34 gram

c. Pewangi 2 ml

E. Langkah Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Menimbang lemak hewani sebanyak 1,34 gram
3. Kemudian nyalakan api dan letakkan seng di atas tungku kompor
4. Taruhlah cawan porselen yang berisikan lemak hewani diatas kompor yang
sudah dilapisi dengan seng
5. Panaskanlah lemak hewani sambil diaduk atau di balik hingga semua gajih
mencair
6. Setelah lemak hewani mencair, matikan kompor terlebih dahulu
7. Kemudian, tunggu lemak hewani hingga keadaan hangat (tidak terlalu
panas ataupun dingin)
8. Menimbang Kalium Hydroxsida (KOH) sebanyak 1, 34 gram, kemudian
masukan kedalam cup gelas
9. Setelah lemak hewani yang mencair dalam keadaan hangat, tuangkan
kedalam gelas plastic yang berisi Kalium Hydroxsida (KOH)
(perbandingan 1:1)
10. Kemudian aduklah hingga merata sambil menuangkan pewangi sebnayak
2 ml, aduk terus hingga semua dapat tercampur menjadi satu
11. Jika semua sudah tercampur rata dan menjadi lembut, tunggu hingga dingin
12. Setelah adonan dingin cetak adonan sesuai dengan apa yang diinginkan.
F. Hasil

Bahan Jumlah Hasil

Lemak Hewani 1,34 gram Gajih sapi dipanaskan akan


(Gajih sapi) menghasilkan minyak
(lemak) atau mencair.

Lemak hewani (gajih - Lemak Hewani Lemak hewani (gajih sapi)


sapi) + Kalium (1,34 gram) yang mencair dicampur
Hydroxida) (KOH) + - Kalium sampai merata dengan
Pewangi Hydroxida KOH KOH dan pewangi yang
(1,34 gram) perlahan akan padat
- Pewangi (2 ml) sehingga menjadi sabun.
(Proses Pembuatan) (Hasil Berbentuk Sabun Padat)

G. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu percobaan pembuatan
sabun berdasarkan reaksi saponifikasi. Percobaan praktikum ini bertujuan agar
mahasiswa mampu memahami prinsip kerja penyabunan pada proses
pembuatan sabun, dan mampu membuat sabun berdasarkan percobaan yang
dilakukan. Menurut Pratiwi, dkk (2018) saponifikasi adalah reaksi
pembentukan sabun dengan adanya proses untuk memisahkan asam lemak
bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas
dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun. Bahan baku
pembuatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah lemak hewani dan KOH
yang memiliki perbandingan 1:1. KOH berfungsi untuk membantu proses
saponifikasi dan mempengaruhi karakteristik mutu sabun di antaranya kadar
asam lemak bebas dan alkali bebas., kemudian terdapat pula pewangi yang
digunakan sebagai aroma pada sabun.
Berdasarkan percobaan dari kelompok kami dapat dikatakan berhasil. Hal
ini dibuktikan dari hasil antara minyak hewani, campuran KOH , dengan
minyak wangi yang mengakibatkan terjadinya pemadatan melalui proses
pemanasan dan pengadukan. Makin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan
semakin besar viskositas sabun yang dihasilkan. Pemadatan terjadi karena
jumlah KOH yang dicampurkan terlalu banyak. Hal ini pula yang
mengakibatkan timbulnya rasa gatal pada kulit jika memegangnya terlalu lama.
Faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan menurut (Agustini,2017) yaitu
konsentrasi NaOH/KOH, kecepatan pengadukan, suhu, dan waktu. Pada
pembuatan sabun jika bahan dasar yang biasa digunakan adalah C12-C18 jika
kurang dari C12 maka akan dapat membuat kulit menjadi iritasi sedangkan jika
lebih besar dari C20 maka akan menyebabkan campuran yang digunakan
kurang larut (Widiyati&Wahyuningtyas, 2020).
Warna yang dihasilkan yaitu putih krem dengan tekstur padat dan kasar.
Aroma yang dihasilkan cukup harum tetapi masih sedikit tercium aroma dari
lemak hewani. Hal tersebut dikarenakan kurangnya penggunaan
pewangi/parfum sehingga belum mampu menutupi bau yang khas dari lemak
hewani tersebut.
H. Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa proses saponifikasi telah menghasilkan sabun padat. Tetapi sabun yang
dihasilkan terasa panas jika terkena dikulit. Hal tersebut dikarenakan larutan
KOH dan minyak hewani yang tidak sama kadarnya. Dimana lebih banyak
KOH sehingga menjadikan kulit yang terkena sabun terasa panas dan gatal.
I. Daftar Pustaka
Agustini, N.W.S & Agustina, H.W., 2017, Karakteristik dan Aktivitas
Antioksidan Sabun Padat Transparan yang Diperkaya dengan Ekstrak
Kasar Karatenoid Chlorella pyrenoidosa, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, JPB Kelautan dan Perikanan, 12 (1):1-12.
Arlofa, N., Budi, B. S., Abdillah, M., & Firmansyah, W. (2021). Pembuatan
Sabun Mandi Padat dari Minyak Jelantah. Jurnal Chemtech, 7(1), 17-21.
Febrina, W., & Sirlyana, S. (2019, October). Optimasi Proses Reaksi
Saponifikasi Pada Pembuatan Sabun Dari Minyak Kelapa Sawit. In
Seminar Nasional: Peranan Ipteks Menuju Industri Masa Depan (PIMIMD)
2019.
Febriyanti, D. (2019). Pemanfaatan berbagai lemak hewani untuk pembuatan
sabun transparan. Jurnal TEDC, 12(3), 196-201.
Pangestika, W., Abrian, S., & Adauwiyah, R. (2021). Pembuatan sabun mandi
padat dengan penambahan ekstrak daun Avicennia marina. Jurnal
Teknologi Agro-Industri, 8(2), 135-153.
Pratiwi, I. (2018). Pemisahan Asam Laurat dari Virgin Coconut Oil (VCO)
dengan Metode Saponifikasi dan Sonikasi. In Prosiding Seminar Nasional
Politeknik Negeri Lhokseumawe (Vol. 2, No. 1).
Widiyati, D. W., & Wahyuningtyas, D. (2020). Optimasi Pemanfaatan Minyak
Serai (Cyimbopogancitrates Dc) Sebagai Zat Antiseptik Pada Pembuatan
Sabun Lunak Herbal. Jurnal Inovasi Proses, 5(1), 1-8.
Lampiran

A. Alat dan Bahan


• Alat

(Kompor)
(Cawan Porselen)

(Pengaduk) (Timbangan)

(Gelas Plastik) (Seng)


(Pisau)
• Bahan

(Lemak Hewani) (Pewangi)

(Kalium Hydroxsida (KOH))


B. Hasil
A. Judul Praktikum
Laporan Praktikum Saponifikasi Lemak Nabati
B. Tujuan Praktikum
Melalui praktikum ini mahasiswa dapat mengetahui proses saponifikasi
menggunakan lemak nabati dengan tepat.
C. Landasan Teori
Saponifikasi merupakan salah satu metode pemurnian secara fisik.
Saponifikasi dilakukan dengan menambahkan basa pada minyak yang akan
dimurnikan. Sabun yang terbentuk dari proses ini dapat dipisahkan dengan 30
sentrifugasi. Penambahan basa pada proses saponifikasi akan bereaksi dengan
asam lemak bebas membentuk sabun yang mengendap dengan membawa serta
lendir, kotoran dan sebagian zat warna. Saponifikasi adalah suatu proses untuk
memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara
mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga
membentuk sabun (soap stock) (Zulkifli, M., & Estiasih, T, 2014).
Minyak goreng merupakan salah satu bahan pangan yang sangat dibutuhkan
oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Baik sebagai media penggorengan
dan untuk memasak makanan sehari hari. Minyak goreng yang digunakan pada
masyarakat umumnya ialah minyak yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit.
Konsumen minyak goreng terbesar adalah industri makanan, restoran, dan
hotel. Setelah digunakan berulang-ulang selanjutnya minyak goreng tersebut
menjadi minyak goreng bekas. Sebenarnya minyak goreng bekas tersebut masih
dapat dimanfaatkan kembali setelah dilakukan proses pemurnian ulang
(reprosesing), namun karena keamanan pangan mengkonsumsi minyak goreng
hasil reprosesing masih menjadi perdebatan sengit akibat adanya dugaan
senyawa akrolein yang bisa menyebabkan keracunan bagi manusia, maka
alternatif lainnya adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku industri
non pangan seperti sabun padat. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak
minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang
digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak
ikan laut.
Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Desiyanto dan
Djannah (2013) menyatakan bahwa sabun dapat lebih efektif menghilangkan
kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan secara bermakna
mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit seperti virus, bakteri
dan parasit lainnya. Sabun dengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat
diperoleh dengan mudah di pasaran seperti sabun mandi, sabun cuci baik untuk
pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan
dalam industri. Kandungan zat-zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi
sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Larutan alkali yang digunakan dalam
pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang
biasa yang digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan
alkali yang biasa digunakan pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida
(KOH).
D. Alat dan Bahan
1. Alat

a. Timbangan 1 buah

b. Penyangga kaki tiga 1 buah

c. Cawan porselin 1 buah

d. pengaduk 1 buah

e. spiritus 1 buah

f. Gelas plastik 1 buah

g. Seng 1 buah

2. Bahan

a. Kalium Hydroxida (KOH) 1,2 gram

b. Minyak Goreng 1,2 gram

c. Pewangi 2 ml

E. Langkah Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menimbang terlebih dahulu lemak nabati (minyak goreng) sebanyak 1,2
gram
3. Setelah ditimbang, minyak dituang ke dalam cawan porselin
4. Nyalakan spiritus dan diletakkan dalam penyangga kaki tiga, kemudian
taruh seng serta cawan yang berisi minyak diatas penyangga
5. Setelah diletakkan di atas penyangga, tunggu minyak sampai mendidih
6. Saat minyak sudah mendidih, tuangkan minyak kedalam gelas plastik berisi
Kalium Hydroxida (KOH) dengan perbandingan 1 : 1
7. Kemudian aduk minyak dengan KOH, lalu tuangkan pewangi secara
perlahan pada saat proses pengadukan hingga tercampur rata
8. Jika sudah merata dan lembut, tunggu hingga dingin
9. Kemudian cetak dan bentuk sesuai keinginan
F. Hasil

Bahan Jumlah Hasil

Minyak goreng 1,2 gram Minyak goreng di


panaskan untuk di buat
sabun.

Minyak goreng - Minyak goreng Minyak goreng yang panas


panas + Kalium panas (1,2 gram) di campur sampai merata
Hydroxida (KOH) - Kalium Hydroxida dengan KOH dan pewangi
+ Pewangi (KOH) (1,2 gram) yang perlahan akan padat
- Pewangi (2 ml) sehingga menjadi sabun.
(Proses Pembuatan) (Hasil Berbentuk Sabun Padat)

G. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu percobaan pembuatan
sabun berdasarkan reaksi saponifikasi. Percobaan praktikum ini bertujuan agar
mahasiswa mampu memahami prinsip kerja penyabunan pada proses
pembuatan sabun, dan mampu membuat sabun berdasarkan percobaan yang
dilakukan. Menurut Pratiwi, dkk (2018) saponifikasi adalah reaksi
pembentukan sabun dengan adanya proses untuk memisahkan asam lemak
bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas
dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun. Bahan baku
pembuatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah lemak hewani dan KOH
yang memiliki perbandingan 1:1. KOH berfungsi untuk membantu proses
saponifikasi dan mempengaruhi karakteristik mutu sabun di antaranya kadar
asam lemak bebas dan alkali bebas., kemudian terdapat pula pewangi yang
digunakan sebagai aroma pada sabun.
Sabun yang dihasilkan oleh proses saponifikasi antara minyak nabati dan
KOH jika terkena tangan akan terasa gatal hal ini dikarenakan penggunaan
takaran KOH yang tidak sesuai. Dalam praktikum ini penggunaan KOH
melebihi batas takaran dikarenakan proses penimbangan lemak hewani masih
dalam bentuk utuh belum berbentuk minyak, perbedaan takaran itu akan
membuat ph dari sabun mengalami perubahan. Sejalan dengan pendapat
Wasitaatmadja (1997) dalam Febriyani, F., & Susanti, M. M. (2022), nilai pH
yang tinggi atau rendah dapat menambah daya absorbsi kulit sehingga
memungkinkan kulit teriritasi, pH yang tinggi dapat disebabkan oleh kadar air
dan KOH yang ada di dalam sabun. Kulit manusia hanya mampu menerima
sabun dengan kadar pH 9-11. Sejalan dengan pendapat Muthmainna, B. (2022)
yang mengatakan bahwa pH adalah parameter kimia penting dalam pembuatan
sabun karena memastikan bahwa sabun tidak mengiritasi kulit saat digunakan.
Daya serap kulit dipengaruhi oleh nilai pH tinggi dan rendah dalam sabun, yang
dapat dimodifikasi dengan proses saponifikasi selama produksi sabun.
Berdasarkan persyaratan SNI, nilai pH pada sabun padat 9-11 yang aman bagi
kulit.
Warna yang dihasilkan yaitu putih krem dengan tekstur padat dan kasar.
Aroma yang dihasilkan cukup harum tetapi masih sedikit tercium aroma dari
lemak nabati. Hal tersebut dikarenakan kurangnya penggunaan pewangi/parfum
sehingga belum mampu menutupi bau yang khas dari lemak nabati tersebut.
H. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa
proses saponifikasi menghasilkan sabun padat. Tetapi sabun tersebut terasa
tidak panas jika terkena kulit. hal tersebut dikarenakan larutan KOH dan minyak
nabati yang sama kadarnya.
I. Daftar Pustaka
Agustini, N.W.S & Agustina, H.W., 2017, Karakteristik dan Aktivitas
Antioksidan Sabun Padat Transparan yang Diperkaya dengan Ekstrak
Kasar Karatenoid Chlorella pyrenoidosa, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, JPB Kelautan dan Perikanan, 12 (1):1-12.
Desiyanto, F. A., & Djannah, S. N. (2013). Efektifitas Mencuci Tangan
Menggunakan Cairan Pembersih Tangan Antiseptik (Hand Santizer)
Terhadap Jumlah Angka Kuman. Kesmas, 7(2), 55-112.
Febriyani, F., & Susanti, M. M. (2022). Pengaruh Konsentrasi KOH Terhadap
Kadar Alkali Bebas Sabun Cair Ekstrak Daun Waru Laut (Hibiscus
Tiliaceus L.). JAFP (Jurnal Akademi Farmasi Prayoga), 7(2), 27-35.
Khuzaimah, S. (2018). Pembuatan sabun padat dari minyak goreng bekas
ditinjau dari kinetika reaksi kimia. Ratih: Jurnal Rekayasa Teknologi
Industri Hijau, 2(2), 11.
Muthmainna, B. (2022). Formulasi Sediaan Sabun Padat Herbal Dari Serbuk
Kulit Buah Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum L.). Journal
Syifa Sciences and Clinical Research, 4(2).
Zulkifli, M., & Estiasih, T. (2014). Sabun dari distilat asam lemak minyak
sawit: kajian pustaka [In Press Oktober 2014]. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 2(4), 170-177.
Lampiran

A. Alat dan Bahan


• Alat

(Cawan Porselen) (Pengaduk)

(Gelas Plastik) (Timbangan)

(Penyangga kaki tiga) (spiritus)


(Seng)
• Bahan

(Minyak Goreng)
(Pewangi)

(Kalium Hydroxida (KOH))


B. Hasil

Anda mungkin juga menyukai