Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRATIKUM

PEMBUATAN SABUN CAIR DARI MINYAK JELANTAH

Alda
54.451.19.010

PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL BUMI
POLITEKNIK PALU
TAHUN 2021
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan jumlah penduduk yang disertai dengan perkembangan industri,


restoran, dan usaha makanan cepat saji menghasilkan minyak goreng bekas dalam
jumlah yang besar. Bahaya mengkonsumsi minyak goreng bekas dapat
menimbulkan penyakit, namun jika minyak goreng bekas tersebut dibuang sangat
tidak efisien dan mencemari lingkungan. Karena itu minyak goreng bekas dapat
dimanfaatkan menjadi produk berbasis minyak seperti sabun.

Untuk mengatasi hal tersebut minyak goreng bekas dapat dimanfaatkan


kembali, salah satunya dengan mengubahnya menjadi produk sabun cair. Sebelum
diolah menjadi sabun, minyak goreng bekas dimurnikan terlebih dahulu.
Pemurnian terdiri dari tiga tahap, yaitu penghilangan kotoran (despicing),
netralisasi dan pemucatan (bleaching). Penghilangan kotoran (despicing)
dilakukan dengan memanaskan minyak jelantah dan aquades pada temperatur 110
°C dengan perbandingan volume 1:1. Pemanasan dilakukan hingga volume
aquades berkurang menjadi setengah dari volume awal. Netralisasi dilakukan
dengan menambahkan KOH 15 gram/100ml ke dalam minyak hasil despicing
hingga minyak netral. Proses bleaching dilakukan dengan cara memanaskan
minyak hasil netralisasi hingga temperature 70 °C kemudian menambahkan sari
mengkudu ke dalam minyak hasil dengan perbandingan volume 1:2 volume
minyak hasil netralisasi. Minyak goreng hasil pemurnian tersebut digunakan
untuk pembuatan sabun cair melalui proses penyabunan dan dilakukan dengan
tiga variasi konsentrasi KOH yaitu KOH (g/100 mL larutan): 20, 30, 40. Sabun
hasil saponifikasi kemudian diencerkan dengan aquades dengan perbandingan
aquades 2:1 b/b sabun hasil saponifikasi. Setelah proses pengenceran dilakukan
penambahan zat adiktif berupa texapon sebanyak 10% b/b sabun hasil
saponifikasi, gliserin sebanyak 10% b/b sabun hasil saponifikasi dan parfum
sebanyak 0,5% v/b sabun hasil pengenceran. Kondisi optimum pembuatan sabun
cair adalah pada konsentrasi KOH 40 gr/100 mL larutan, suhu operasi 70 0C.

Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari
minyak nabati atau lemak hawani yang diperoleh dengan proses hidrolisis minyak
yang kemudian dilanjutkan dengan proses saponifikasi dalam kondisi basa.
Pembuatan kondisi basa yang biasa digunakan adalah Natrium Hidroksida
(NaOH) dan Kalium Hidroksida (KOH). Jika basa yang digunakan adalah NaOH,
maka produk reaksi berupa sabun keras (padat), sedangkan basa yang digunakan
berupa KOH maka produk reaksi berupa sabun cair.

Tujuan

Untuk memanfaatkan limbah minyak jelantah menjadi produk yang lebih


berguna salah satunya sabun cair.
METODOLOGI

Waktu Dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan di Lab Dasar Politeknik Palu, pada tanggal
14 juli 2021.

Alat Dan Bahan


 Alat

1. Gelas Kimia
2. Gelas ukur
3. Timbangan Analitik
4. Hotplate
5. Batang Pengaduk
 Bahan

1. CMC
2. Teksafon
3. Minyak Jelantah
4. Aquades

Proses Pembuatan Sabun Cair

1) Siapkan minyak jelantah 2 ml, soda abu 20 gr, aquades 65 ml.


2) Masukkan air ke dalam wadah, kemudian campur dengan soda abu
perlahan sambil diaduk.
3) Tunggu hingga suhu normal/dingin kembali.
4) Masukkan minyak jelantah sedikit demi sedikit sambil diaduk, kurang
lebih 10-15 menit hingga rata dan mengental.
5) Lalu diamkan selama 2 Hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Cara Kerja
a. Teknik pengadukkan juga berpengaruh dalam proses pembuatan sabun cair.
b. Ukur busa awal dari sabun cair
c. Kemudian diamkan selama 5 menit
d. Lalu ukur kembali busa akhir dari sabun cair

Hasil Dapat Dihitung Dengan Rumus :


Busa Awal ÷ Busa Akhir ×100
Keterangan:
 Busa Awal = 5,5 cm
 Busa Akhir = 4,5 cm
 Dan harus di kali (x) kan 100

5,5 ÷ 4,5 ×100=122,22

SNI Deterjen Sabun Cair


Produk detergen sabun cuci cair untuk pakaian telah mempunyai Standar
Nasional Indonesia (SNI) yaitu SNI 06-4085-1996, pH untuk deterjen 10 - 12.

Pengujian Stabilitas Busa


Tujuan uji stabilitas ini adalah untuk mengetahui stabilitas yang diukur
dengan tinggi busa dalam tabung reaksi dengan skala, dengan rentan waktu
tertentu dan kemampuan surfaktan untuk menghasilkan busa. Menurunnya
volume cairan yang mengalir dari busa setelah rentan waktu tertentu setelah busa
pecah dan menghilang dinyatakan sebagai persen. Stabilitas busa dinyatakan
sebagai ketahanan suatu gelembung untuk stabilitas busa setelah lima menit busa
harus mampu bertahan antara 60- 70% dari volume awal.
Diagram Alir Proses Pembuatan Sabun Cair

LARUTAN LARUTAN
1 2

Aquades 65 ml Aquades 65 ml
Soda abu/natrium carbonat 20 gr CMC 20 gr

Letakan gelas yang berisi Tuangkan aquades ke


soda abu diatas hotplate dalam gelas beker

Masukkan aquades kedalam gelas beker Panaskan diatas hotplate


yang berisi soda abu lalu panaskan dan masukkan CMC
dengan suhu sesuai kebutuhan sedikit demi sedikit

Aduk hingga larutan


tercampur rata

Campurkan larutan 1
dan 2 sambil di aduk
agar tidak menggumpal Kemudian
masukan
Dan tambahkan minyak
teksafon 30 gr untuk jelantah 2 ml
membuat jadi berbusa
Pengertian Minyak Jelantah
Minyak jelantah (bahasa Inggris: waste cooking oil) adalah minyak limbah
yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung,
minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini merupakan minyak
bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat digunakan kembali
untuk keperluaran kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya,
minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang
terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah
yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit
kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya.

Pengertian Sabun
Sabun adalah kosmetik dengan daya pembersih dan dibuat dengan
mempersenyawakan lemak-lemak dan basa dalam jumlah yang berlebihan. Ini
dilakukan dengan mencampurkan bahan dasar dan memanaskannya. Karena pada
proses basa tersedia jumlah yang berlebihan maka dalam kebanyakan sabun masih
terdapat sisa-sisa basa sehingga sabun banyak yang bersifat basa. Sabun termasuk
golongan deterjen karena mempunyai sifat menurunkan tegangan permukaan
suatu zat. Untuk itu, bila sabun dipakai membersihkan sesuatu harus dengan air
melarutkannya, sambil membuat busa dan mengadakan emulsifikasi lemak/palit
dan kotoran yang menempel pada kulit.

Pengujian pH
Pengujian pH dilakukan untuk mengetahui nilai pH dari sabun cair. Nilai pH
ini memenuhi persyaratan sabun cair menurut SNI karena SNI mempersyaratkan
pH sabun cair berada pada rentang 10 – 12. Berdasarkan hasil yang didapatkan
pada uji pH diketahui bahwa semakin meningkatnya konsentrasi minyak maka pH
sabun akan semakin asam. Hal ini disebabkan karena minyak termasuk dalam
bahan yang bersifat asam. Sehingga dengan semakinmeningkatnya konsentrasi
minyak yang digunakan maka akan semakin membuat sabun menjadi asam.
Kesimpulan

Dalam proses pembuatan sabun cair ternyata teknik pengadukkan juga


sangat berpengaruh pada hasil akhir, maka dari itu pengadukkan dilakukan
dengan sangat cepat dan tidak berhenti- berhenti agar sabun yang di hasilkan
menjadi cair dan tidak menggumpal.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani A., 2013, Pemanfaatan Saponin Daun Akasia (Acacia auriculiformis


A.cunn) sebagai Pembusa Alami dan Agensia Anti Bakteri dalam Sabun
Cair, Skripisi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Antia

Fauziah, N.I., 2010, Formulasi Deterjen Cair: Pengaruh Konsentrasi Dekstrin dan
Metil eter sulfonat (MES), Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Teknologi Bogor, Bogor Harborne

Chasani M., Purwati, Widyaningsih S. dan Larasati B., 2013. Formulasi Deterjen
Berbahan Aktif Etil Ester Sulfonate dari Minyak Biji Ketapang
(Terminali cattapa), Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, 4(2), 142-146
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai